Pendidikan moral sebagai salah satu tujuan pendidikan sekolah

Dengan demikian, pendidikan karakter adalah sebuah upaya membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan subjek didik, baik di rumah, sekolah maupun di lingkup masyarakat yang lebih luas. Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan sosial subjek didik. Tidak hanya di Amerika Serikat, akhir-akhir ini terma ”pendidikan karakter” di Indonesia juga lebih populer dari pada pendidikan budi pekerti atau pendidikan moral. Pendidikan karakter menjadi wacana yang ramai dibicarakan oleh para ahli dan pembuat kebijakan. Bahkan, sudah ada kebijakan kurikulum di tingkat pusat mengenai implementasi pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Dalam kaitan dengan berbagai istilah tersebut, penulis menggrisbawahi adanya variasi gerakan pendidikan nilai menjadi empat pendekatan sebagaimana dinyatakan oleh Kirschenbaum. Intinya, pendidikan moral atau pendidikan nilai dengan berbagai pendekatan dan istilah yang berkembang mempunyai tujuan yang sama, yaitu agar nilai- nilai luhur kemanusiaan mempribadi dalam diri peserta didik. Hanya saja, di dalam praktiknya terjadi reduksi-reduksi yang mengakibatkan praktik pendidikan nilai tidak komprehensif, karena lebih mengedepankan pada pengajaran nilai-nilai saja sisi kognitif lebih ditekankan. Akibatnya, tujuan pendidikan nilai kurang tercapai.

2. Pendidikan moral sebagai salah satu tujuan pendidikan sekolah

Sekolah merupakan lingkungan mikrosistem. Bronfenbrenner 1979: 22 mengatakan bahwa mikrosistem adalah sebuah pola dari aktivitas, peran dan relasi interpersonal yang dialami oleh seseorang yang sedang tumbuh berkembang di dalam 7 setting tertentu dengan karakteristik fisik khusus, yaitu suatu lingkungan kehidupan yang di dalamnya seorang individu menghabiskan sebagian besar waktunya, seperti keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan tetangga. Di dalam mikrosistem ini, seorang individu berinteraksi langsung dengan orang tua, guru-guru, teman sebaya dan yang lain. Seorang anak bukan penerima pasif dari pengalaman, tetapi bersifat interaksi timbal balik dengan yang lain dan membentuk mikrosistem masing-masing. Sebagai sebuah mikrosistem, sekolah diperkirakan mempunyai pengaruh yang kuat yang dapat dilihat secara langsung dalam diri subjek didik. Terlebih lagi di zaman sekarang, ketika banyak orang tua menaruh harapan sangat besar terhadap sekolah untuk menjadikan anak-anaknya pintar dan baik. Sekolah yang baik merupakan keniscayaan agar pengaruhnya terhadap anak menjadi positif. Sekolah merupakan bentuk pendidikan formal. Noeng Muhadjir 2003: 16-18 mengatakan bahwa ditinjau dari segi antropologi kultural dan sosiologi, ada tiga fungsi utama pendidikan, yaitu menumbuhkan kreativitas subjek-didik, menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan Ilahi pada subjek didik dan satuan sosial masyarakat, dan meningkatkan kemampuan kerja produktif pada subjek didik. Dengan kata lain, fungsi sekolah terkait dengan upaya menumbuhkan nilai-nilai akademik, nilai-nilai sosial dan nilai-nilai religius. Ketiga kelompok nilai inilah yang sekarang menjadi wacana dengan istilah yang populer: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Secara lebih rinci, John I. Goodlad 1984: 51-56 mengemukakan mengenai tujuan sekolah yang dikelompokkan menjadi empat tujuan, yakni: academic goals, vocational goals, social-civic and cultural goals dan personal goals. 8 Academic goals atau tujuan akademis mencakup dua hal penting yaitu penguasaan siswa akan kecakapan dasar dan proses mendasar dalam belajar di satu sisi, dan pengembangan intelektual di sisi yang lain. Vocational goals atau tujuan vokasional meliputi lima hal berikut: a. Belajar memilih suatu jabatan atau profesi yang secara personal memuaskan dan sesuai dengan minat dan keahliannya; b. Belajar membuat keputusan berdasarkan pada kesadaran dan kemampuan diri untuk memilih karir; c. Mengembangkan keahlian dan pengetahuan khusus yang akan menjadikan seseorang memiliki kemandirian ekonomi; d. Mengembangkan kebiasaan dan sikap seperti kebanggan sebagai pekerja yang baik yang akan membuat seseorang menjadi produktif di dalam kehidupan ekonomi; e. Mengembangkan sikap positif terhadap kerja, termasuk pengakuan akan kebutuhan membangun kehidupan dan penghargaan terhadap nilai-nilai sosial dan kehormatan dalam bekerja. Social, civic and cultural goals atau tujuan sosial, kewargaan dan budaya merupakan tujuan yang berkaitan dengan empat hal, yaitu: pemahaman interpersonal, partisipasi kewarganegaraan, enkulturasi, pengembangan karakter moral dan etik. Terkait dengan tujuan inilah terdapat peran utama pendidikan nilai di sekolah. Khusus untuk pengembangan karakter moral dan etik, Goodlad mengatakan bahwa pengembangan tersebut mencakup lima hal, yaitu: mengembangkan penilaian untuk mengevaluasi peristiwa dan fenomena sebagai sesuatu yang baik atau buruk, mengembangkan komitmen terhadap kebenaran dan nilai-nilai, belajar menggunakan 9 nilai-nilai dalam membuat pilihan-pilihan, mengembangkan integritas moral, mengembangkan pemahaman akan pentingnya tingkahlaku moral. Sejalan dengan pendapat Goodlad, tujuan sekolah dari aspek sosial budaya dan kewargaan juga ditekankan oleh Henry Giroux 1988: xxxiv yang mengatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai ruang publik yang demokratis. Sekolah sebagai tempat demokratis yang didedikasikan untuk membentuk pemberdayaan diri dan sosial. Dalam arti ini, sekolah adalah tempat publik bagi subjek didik untuk dapat belajar pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi yang sesungguhnya. Sekolah bukan sebagai perluasan tempat kerja atau sebagai lembaga garis depan dalam pertempuran pasar internasional dan kompetisi asing, sekolah sebagai ruang publik yang demokratis dibangun untuk membentuk siswa dapat mengajukan pertanyaan kritis, menghargai dialog yang bermakna dan menjadi agensi kemanusiaan. Subjek didik belajar wacana tentang organisasi umum dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks ini, sekolah berfungsi untuk mewujudkan warga negara yang aktif dalam masyarakat yang demokratis.

3. Pendekatan komprehensif dalam pendidikan moral