POLA PEMBINAAN DINAS SOSIAL DALAM MENAGGULANGI ANAK JALANAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

(2)

ABSTRACT

DEPARTMENT OF SOCIAL DEVELOPMENT PATTERN OF STREET CHILDREN IN OVERCOMING STREET CHILDREN

by

DEFTA RUSTIN PERMATA SARI

The phenomenon of street children is one of social problem in Bandar Lampung as a result of economic trouble. The sreet children are often exploited by those who in the name of social intitutions or social foundation. This condition is very concern given these street children are still accupying the school. Under the term of the Social Departement of Bandar Lampung has a coaching program for street children cope.

Based on these problems in the purpose of this study was to determine the pattern of development carried out by the Department of Social Welfare in an effort to cope with street children in the city of Bandar Lampung . This study classified into descriptive study with a qualitative approach . Informants in this study consists of 4 people . The technique of data collection through interviews and documentation , while the qualitative data analysis done .

These results indicate that the pattern of development carried out by the Social Service of Bandar Lampung do with prevention efforts , prevention efforts , and social rehabilitation are referred to Regulation 3 Tahuun 2010 About Fostering Street Children , Homeless and Beggars . Where in the implementation of Social


(3)

implement coaching programs , because Social Services of Bandar Lampung not have its own social institutions .


(4)

ABSTRAK

POLA PEMBINAAN DINAS SOSIAL DALAM MENAGGULANGI ANAK JALANAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

DEFTA RUSTIN PERMATA SARI

Fenomena anak jalanan merupakan suatu permasalahan sosial yang ada di Kota Bandar Lampung sebagai akibat dari himpitan ekonomi. Anak jalanan ini mengalami peningkatan jumlah yang sangat pesat disetiap tahun. Kondisi ini sangat memperihatinkan mengingat anak-anak jalanan ini masih menduduki bangku sekolah. Berdasarkan hal tersebut Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memiliki program pembinaan untuk menanggulangi anak jalanan.

Berdasarkan permasalahan tersebut tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam upaya menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini tergolong kedalam penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, Kepala Seksi Pelayanan Sosial Anak, Lansia dan Rehabilitasi Penyandang Permasalahan Sosial Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, Kepala Panti Nur Qolbu Anak Jalanan Yayasan Sinar Jati Lampung, Komandan Pleton Pasukan Khusus Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, dan Anak jalanan. Adapun teknik pengumpulan data


(5)

dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi, sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dilakukan dengan usaha pencegahan, usaha pencegahan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dilakukan dengan cara pendataan dan pemantauan yang terdiri dari patroli di tempat-tempat umum, pemberian informasi tentang anak jalanan yang dilakukan oleh perorangan atau lembaga, sosialisasi, dan penyuluhan. Usaha penanggulangan dilakukan dengan cara razia dan rujukan. Usaha rehabilitasi sosial dilakukan dengan cara menitipkan anak jalanan ke panti rehabilitasi sosial Yayasan Sinar Jati Lampung untuk mendapatkan pembinaan yang mengacu kepada Perda No.3 Tahun 2010 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis. Dimana dalam pelaksanaannya Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam hal ini Yayasan Sinar Jati Lampung. Yayasan Sinar Jati Lampung hanya melaksanakan usaha rehabilitasi sosial, karena Dinas Sosial Kota Bandar Lampung tidak memiliki panti sosial sendiri.


(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan Tentang Pembinaan ... 11

1. Tujuan Pembinaan ... 12

2. Tinjauan Tentang Pola Pembinaan ... 13

B. Pola Pembinaan Anak Jalanan ... 17

1. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 17

2. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Lembaga Informal ... 17

3. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Lembaga Formal ... 22

4. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Lembaga Nonformal ... 26

C. Teori Pembinaan Anak ... 28

D. Tinjauan Tentang Perda No.3 Tahun 2010 Tentang Pola Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis ... 32

1. Program Pembinaan Menurut Perda No. 3 Tahun 2010 ... 32

2. Ketentuan Larangan Menurut Perda No. 3 Tahun 2010 ... 34

E. Kerangka Pikir ... 35

III METODELOGI PENELITIAN A. Tipe dan Jenis Penelitian ... 38

B. Fokus Penelitian ... 40


(10)

G. Teknik Analisis Data ... 44

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ……….…… 46

1. Sejarah Pembentukan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ………... 44

2. Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Bandar ... 45

3. Tujuan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 45

B. Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 48

C. Data Kepegawaian Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ………….. 53

D. Gambaran Umum Anak Jalanan ………..………. 54

V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Informan ... 56

B. Pola Pembinaan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 57

1. Usaha Pencegahan ……….……. 59

2. Usaha Penanggulangan ………..……… 69

3. Usaha Rehabilitasi Sosial ………..……. 78

VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai indikator kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikatornya adalah tingkat pendapatan perkapita yang tidak mengalami peningkatan bahkan cenderung menurun. Hal ini menimbulkan dampak kehampir seluruh sendi kehidupan, termasuk meningkatnya masalah sosial. Salah satunya adalah meningkatnya jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

Keadaan ini ditambah parah dengan munculnya permasalahan kependudukan. Tingginya tingkat perpindahan penduduk dari desa ke kota yang tidak dibekali oleh kemampuan dan potensi diri yang cukup akan tersisihkan dan harus mencari jalan keluar dari permasalahannya dengan melakukan berbagai cara. Hal itu juga yang memicu timbulnya salah satu permasalahan kependudukan di kota-kota besar, termasuk di Kota Bandar Lampung.

Bagian dari kalangan masyarakat penyandang masalah sosial adalah anak-anak. Berbagai macam klasifikasi telah ikut menempati posisi ini yakni anak


(12)

jalanan, anak balita terlantar, anak terlantar, gelandangan, dan pengemis. Melihat dari segi kehidupan anak penyandang permasalahna sosial ini, anak jalanan menempati posisi pertama yang layak diperhatikan bagi penulis. Dasarnya adalah anak jalanan merupakan anak penyandang masalah sosial yang paling mudah ditemukan dan ini berarti mereka lebih fenomenal serta berdampak langsung terhadap kepentingan umum.

Anak jalanan merupakan anak-anak berumur 6-18 th yang beraktivitas dijalan minimal 4jam/hari. Jenis aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan ini berupa pedagang koran, mengemis, mengamen, pedagang plastik dipasar, pedagang asongan, penyemir sepatu, ojek payung, dan sebaginya. Adapun klasifikasi anak jalanan yaitu :

1. Tipe 1: anak jalanan bekerja dijalan, bersekolah, kembali kerumah, dan masih memiliki orang tua.

2. Tipe 2: anak jalanan bekerja dijalan, tidak bersekolah, jarang kembali kerumah dan masih punya orang tua.

3. Tipe 3: anak jalanan yang benar-benar hidup dijalan, sudah tidak punya orang tua dan tidak punya rumah.

Kehidupan merekapun sering bersinggungan bahkan bertentangan dengan ketertiban. Kondisi ini sangat memperihatinkan, apalagi dilihat dari kehidupan yang dialami oleh anak jalanan yang identik dengan kekerasan, kumuh dan tidak sehat adalah sudut kehidupan mereka saat ini. Menurut Yusuf Rifda selaku staf rehabilitasi sosial Dinas Sosial Kota Bandar


(13)

Lampung keberadaan anak jalanan dengan kehidupannya berdampak bagi diri anak jalanan, masyarakat dan bangsa dan negara. Dampak bagi dirinya sendiri seperti anak jalanan sering mengalami eksploitasi baik oleh preman maupun orang tua anak jalanan tersebut, anak jalanan rawan terhadap tindak kekerasan, rawan terhadap pemerasan, rawan terhadap kecelakaan lalu lintas, rawan terhadap pelecehan seksual, rawan melakukan seks bebas yang berakibat kehamilan diluar nikah, rawan penyakit menular seksusal, rawan menggunakan narkoba, yang mengakibatkan tumbuh kembang anak tidak bisa berlangsung dengan wajar baik fisik maupun psikis.

Dampak bagi masyarakat seperti mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat, merusak keindahan kota, dsb. Kemudian dampak bagi bangsa dan negara antara lain terhambatnya penerus bangsa generasi muda karena jawaban negara kita puluhan tahun kedepan adalah generasi muda saat ini, tingginya tingkat ekonomi yang digunakan untuk anggaran pembinaan rehabilitasi sosial bagi anak jalanan. Keberadaan anak penyandang masalah sosial ini sepantasnya mendapatkan perhatian baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Hal ini tidak berlebihan mengingat masa depan mereka yang juga bagian dari masa depan bangsa sebab mereka bagian dari penerus bangsa.

Menurut Fanggidae (1993:124) faktor pendorong munculnya fenomena anak jalanan juga dipengaruhi oleh potensi dan keterampilan anak pada umumnya tidak memadai ketimbang keahlian untuk tuntutan pekerjaan yang bergerak di


(14)

sektor modern, sedangkan anak dari kondisi keluarga yang kurang mampu sangat ingin mempunyai penghasilan, apapun jenis pekerjaannya sekalipun jumlah yang diperoleh tidak menentu. Ini tuntutan yang sangat logis, karena keterampilan teknis tertentu yang senantiasa dituntut dalam bidang pekerjaan, tidak dimiliki anak. Apalagi didukung dengan keluarga yang tidak mampu, dengan tanggungan jiwa banyak, sehingga distribusi pengeluaran kurang memperhitungkan kepentingan anak. Terbukti alokasi biaya pendidikan anak kurang diperhatikan. Bahkan orang tua menganjurkan anak menekuni pekerjaan sebagai anak jalanan dan membantu perekonomian keluarga dengan cara memberikan kepada anak modal awal berbentuk barang dagangan atau sejumlah uang kecil.

Adapun faktor yang mempegaruhi munculnya anak jalanan menurut Saparinah (1977:86) dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor intern terdiri dari; sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, cacat fisik, dan cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diantaranya:

1. Faktor ekonomi, kurangnya lapangan pekerjaan. Kemiskinan merupakan faktor penyebab utama terlantarnya anak-anak akibat rendahnya pendapatan perkapita dan tidak tercukupnya kebutuhan hidup, ini akan menambah pengangguran dalam masyarakat yang menuntut anak-anak untuk ikut bekerja dalam mencari nafkah bagi keluarga.

2. Faktor geografis daerah asal tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya dan ini mengakibatkan transmigrasi.

3. Faktor sosial, urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.

4. Faktor pendidikan, relatif rendahnya pendidikan yang menyebabkan kurangnya bekal hidup karena pengetahuan yang dimiliki.

5. Faktor psikologis, perpecahan atau keretakan keutuhan persaudaraan dalam keluarga.


(15)

6. Faktor kultural, pasrah kepada nasib dan adat istiadat yang merupakan hambatan dan rintangan mental.

7. Faktor lingkungan, khususnya bagi gelandangan yang sudah berkeluarga atau mempunyai anak secara tidak langsung sudah nampak adanya pembibitan gelandangan.

8. Faktor agama, kurangnya dasar agama, sehingga menyebabkan tipisnya iman yang membuat mereka tidaj tahan menghadapi cobaan dan tidak mau berusaha.

Jumlah anak jalanan di Kota Bandar Lampung, data terakhir sampai dengan tahun 2013, terdata sebanyak 100 anak jalanan, 201 anak balita terlantar, 535 anak terlantar, 25 gelandangan, dan 83 pengemis. Data tersebut merupakan data terakhir Pemerintah Kota Bandar Lampung sampai dengan tahun 2012 (Dinas Sosial Kota Bandar Lampung 2012).

Tabel 1 Data Jumlah anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kota Bandar Lampung Tahun 2013

No Kabupaten/ Kota Anak Jalanan Anak Balita Terlantar Anak Terlantar

Gelandangan Pengemis

1. Bandar Lampung 100 201 535 25 83

2. Metro 113 310 599 7 5

3. Lampung Selatan 358 368 4.855 26 83

4. Lampung Tengah 134 621 9.947 51 46

5. Lampung Timur 21 513 3.028 19 23

6. Lampung Utara 128 1.090 2.480 29 23

7. Lampung Barat 6 597 1.328 17 9

8. Tanggamus 185 197 2.179 30 39

9. Tulang Bawang 548 940 10.595 51 32

10. Way Kanan - 523 12.808 - -

11. Pesawaran 119 142 4.710 2 18

12. Pringsewu 121 148 669 9 29

Jumlah 1.833 5.650 53.733 266 390

Sumber: Data Penyandang Masalah Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PKS) Kota Bandar Lampung 2013.

Ket : Data telah diolah oleh penulis guna mendapatkan kesesuaian dengan


(16)

Hal yang sangat memperihatinkan di suatu negara yang berlandaskan

Pancasila dengan salah satu butirnya adalah “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sebagai landasan hukum lainnya adalah UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi:”Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Akan tetapi landasan yang begitu mendasar, ternyata belum dapat berbuat banyak untuk mengatasi permasalahan anak jalanan ini. Hal yang sangat penting dalam permasalahan ini adalah bagaimana implementasi kedua dasar tersebut di lapangan. Dari sisi sosial masyarakatpun, tidak sedikit lembaga yang turut mengangkat permasalahan ini untuk diatasi. Adapun hambatan yang dihadapi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung diantaranya; Dinas Sosial Kota Bandar Lampung tidak mempunyai panti terpadu, selama ini Dinas Sosial menjalin kerjasama dengan Yayasan Bina Laras dalam memberikan pembinaan kepada anak jalanan; anggaran yang diberikan kepada Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam penyelasaian masalah anak jalanan dapat dikatakan kurang memenuhi target yang ingin dicapai; dan anak jalanan yang berpindah-pindah dari satu kota kekota lain.

Pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung selama ini mengacu pada Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis namun masih pada tahap pembinaan. Tahap pembinaan yang dimaksud dalam hal ini adalah pemberian peringatan kepada anak jalanan dan orang tuanya berupa surat peringatan. Anak jalanan yang berasal dari Kota Bandar Lampung akan dikembalikan kepada orang


(17)

tuanya dengan menyertai surat pernyataan, sedangkan anak jalanan yang berasal dari luar Kota Bandar Lampung akan diberikan rehabilitasi panti di Yayasan Bina Laras berdasarkan MOU yang telah disepakati bersama.

Peran Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung adalah menjalankan Perda No. 3 Tahun 2010 serta sebagai monitoring. Menjalankan Perda yang dimaksud adalah dengan mengadakan penjaringan (razia) terhadap anak jalanan dan apabila anak jalanan tersebut sudah mendapatkan bantuan maka bantuan tersebut akan dicabut. Monitoring dilakukan dengan patroli di tempat umum yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.

Permasalahan anak jalanan merupakan masalah pemerintah daerah yang kewenangannya terdapat pada Dinas Sosial Kota Bandar lampung. Dikutip dari buku Otonomi Daerah oleh Yudhoyono Bambang (2003:19) yang menyatakan bahwa melalui pelimpahan wewenang pemerintah pada tingkat bawah diberi kesepakatan untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreativitas, mencari solusi terbaik atas setiap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Menurut Sembiring yang dikutip dalam bukunya Budaya dan Kinerja Organisasi (2012:3) mengatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan


(18)

kata lain disini Dinas Sosial memiliki wewenang dalam mengatasi permasalahan sosial di Kota Bandar Lampung.

Lebih lanjut Pemerintah Daerah juga telah menetapkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis. Hal tersebut menunjukan keseriusan pemerintah daerah untuk mengatasi anak jalanan dan sejauh mana pemerintah dapat memberikan pembinaan terhadap anak yang bermasalah sebagai bagian dari masyarakat. Pembinaan yang dimaksudkan adalah segala upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan keluarganya supaya dapat hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar bagi kemanusiaan.

Pembinaan terhadap anak jalanan, pemerintah maupun pihak swasta harus benar-benar mampu memilih prioritas yang tepat. Hal ini penting karena anak jalanan cenderung memiliki kekurangan daripada masyarakat secara luas.

“Dilain pihak mereka adalah anak bangsa yang pasti akan ikut mengisi

kehidupan bernegara seperti anak-anak yang lain. Begitupun dengan fenomena anak jalanan di Kota Bandar Lampung, anak jalanan telah menjadi hal yang mendapatkan perhatian khusus bagi pemerintah. Pemerintah bahkan telah mengadakan penjagaan khusus yang melibatkan Polisi Pamong Praja dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung di lokasi-lokasi tempat mangkal anak jalanan. Langkah pemerintah Kota ini tidak serta merta diadakkan tetapi menyikapi banyaknya masalah akibat ulah anak jalanan ini, mengganggu


(19)

ketertiban umum adalah kesalahan terbesar yang dilakukan” (Radar Lampung edisi 5 Februari 2006 dalam skripsi Ahmad Irwan).

Berdasarkan uraian diatas hubungan penelitian penulis dengan kajian Ilmu Pemerintahan adalah mengenai manajemen pemerintahan yaitu dalam fungsi pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang mengalami masalah sosial di Kota Bandar Lampung dan penulis tertarik untuk mengkaji tentang Pola Pembinaan Dinas Sosial Dalam Menaggulangi Anak Jalanan di Kota Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis merumuskan masalah sebagai

berikut “Bagaimanakah pola pembinaan Dinas Sosial dalam menanggulangi

anak jalanan di Kota Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam upaya menagulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung.


(20)

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang menejemen pemerintah khususnya dalam kajian tentang pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial untuk mengatasi anak jalanan.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, dam sebagai pelengkap bagi proses penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kajian penelitian ini.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pembinaan

Menurut Mathis (2002:112), pembinaan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terkait dengan berbagai tujuan organisasi, pembinaan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Sedangkan Ivancevich (2008:46), mendefinisikan pembinaan sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera.

Selanjutnya sehubungan dengan definisi tersebut, Ivancevich mengemukakan sejumlah butir penting yaitu, pembinaan adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pembinaan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pembinaan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (konpetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.


(22)

Mathis (2009:307-308) juga mengemukakan empat tingkatan pokok dalam kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pembinaan strategis, antara lain:

1. Mengatur stretegi. Yaitu manajer-manajer SDM dan pembinaan harus terus lebih dahulu bekerja sama dengan manajemen untuk menentukan bagaimana pembinaan akan terhubung secara strategis pada rencana bisnis strategis, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi.

2. Merencanakan, yaitu perencanaan harus terjadi dengan tujuan untuk menghadirkan pembina yang akan membawa hasil-hasil positif untuk organisasi dan karyawannya. Sebagai bagian dari perencanaan, tujuan dan harapan dari pembinaan harus diidentifikasi serta diciptakan agar tujuan dari pembelajaran dapat diukur untuk melacak efektivitas pembinaan.

3. Mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus diorganisasi dengan memutuskan bagaimana pembinaan akan dilakukan, dan mengembangkan investasi-investasi pembinaan.

4. Memberi pembenaran yaitu mengukur dan mengevaluasi pada tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diidentifikasi pada tahap ini, dan dapat meningkatkan efektivitas pembinaan dimasa depan.

1. Tujuan Pembinaan

Adapun tujuan umum pembinaan sebagai berikut :

1. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerja dapat menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat.

2. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerja dapat menyelesaikan pekerjaannya secara rasional, dan

3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen yang baik (pemimpin).

Sedangkan komponen-komponen pembinaan yang dijelaskan oleh Mangkunegara (2005:76) terdiri dari:

1. Tujuan dan sasaran pembinaan dan pengembangan harus jelas dan dapat dikur.


(23)

3. Materi pembinaan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

4. Peserta pembinaan dan pengembangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Dalam pengembangan program pembinaan, agar pembinaan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pembinaan yaitu tahap perencanaan pembinaan, tahap pelaksanaan pembinaan dan tahap evaluasi pembinaan.

2. Tinjauan Tentang Pola Pembinaan

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, pola berarti gambar, contoh dan model (Poerwadaminta, 1976:763). Sedangkan pembinaan adalah usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil lebih baik (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996:134).

Pengertian pembinaan menurut psikologi, dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar sekolah, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah direncanakan


(24)

( http://www.masbied.com/2012/04/09/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi/).

Secara umum pembinaan disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan hidup tertentu dan ia memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan hidup tersebut tidak tercapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang pola kehidupannya.

Hal tersebut di atas dikaitkan dengan masalah pembinaan, yang dijelaskan oleh pendapat para ahli. Menurut Tangdilintin (2008:58) pembinaan dapat diibaratkan sebagai pelayanan. Pembinaan sebagai pelayanan itu merupakan suatu keprihatinan aktif yang nyata dalam tindakan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat orang muda, serta mengangkat harga diri dan kepercayaan diri mereka. Dengan melihat pembinaan sebagai pelayanan, seorang pembina tidak akan pernah mencari nama, popularitas, atau kedudukan dan kehormatan dengan memperalat orang muda.

Menurut Pamudji (1985:7) bahwa: Pembinaan berasal dari kata ”bina”

yang berarti sama dengan ”bangun”, jadi pembinaan dapat diartikan sebagai kegunaan yaitu: merubah sesuatu sehingga menjadi baru yang memiliki nilai-nilai yang tinggi. Pembinaan juga mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu: melakukan usaha-usaha untuk membuat


(25)

sesuatu menjadi lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan dan menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

Sedangkan, menurut Hidayat, S (1979: 10) bahwa: Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, teratur, dan terarah untuk meningkatkan sikap dan keterampilan anak didik dengan tindakan-tindakan, pengarahan, pembimbingan, pengembangan dan stimulasi dan pengawasan untuk mencapai suatu tujuan.

Tangdilintin (2008:61) pun mengatakan pembinaan akan menjadi suatu

“empowerment” atau pemberdayaan dengan maksud:

1. Menyadarkan dan membebaskan

2. Memekarkan potensi dan membangun kepercayaan diri 3. Menumbuhkan kesadaran kritis-konstruksi-bertanggungjawab 4. Mendorong mereka berperan sosial-aktif

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang. Sedangkan pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.


(26)

Istilah pola pembinaan diartikan sebagai model atau acuan yang digunakan untuk memperbaharui atau membangun kearah yang lebih baik, tidak lain yang menjadi objek pembinaan adalah para anak jalanan. Pola pembinaan merupakan kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Pola pembinaan adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau pisik penerima sedemikian rupa, sehingga si penolong akan merasa bahwa si penerima menjadi lebih puas secara material ataupun psikologis (Swasta dan Handoko, 1997:10).

Bartal (1976:7) mengemukakan pola pembinaan sosial adalah tingkah laku yang menimbulkan konsekuensi positif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis orang lain. Pembinaan sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

1. Faktor situasional yang meliputi: kehadiaran orang lain, faktor lingkungan dan kebisingan, faktor tanggungjawab, faktor kemampuan yang dimiliki, faktor desakan waktu, latar belakikang keluarga, dan 2. Faktor internal yang meliputi: faktor pertimbangan untung rugi, faktor

nilai-nilai pribadi, faktor empati agama, suasana hati, faktor sifat, faktor tanggungjawab, faktor agama, tahapan moral, orientasi seksual, jenis kelamin.

3. Faktor penerima bantuan yang meliputi: karakter orang yang memerlukan pertolongan, asal daerah, daya tarik fisik.

4. Faktor budaya meliputi: nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat khususnya norma tanggungjawab sosial, norma timbal balik dan norma keadilan.


(27)

B. Pola Pembinaan Anak Jalanan

1. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Dalam mengatasi masalah yang dihadapi anak-anak tersebut, merupakan tugas sebagaimana yang dikembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Pembinaan yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan yang berkualitas dengan segala aspek. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memiliki program sebagai berikut:

1. Pencegahan, usaha pencegahan dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat untuk mencegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak jalanan.

2. Penanggulangan, usaha penanggulangan merupakan usaha untuk meminimalkan atau membebaskan tempat-tempat umum dari anak jalanan yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok. 3. Rehabilitasi Sosial, usaha rehabilitasi sosial merupakan proses

refungsionalisasi dalam tata kehidupan bermasyarakat dan peningkatan taraf kesejahteraan sosial terhadap anak jalanan yang dilakukan melalui sistem panti dan/atau luar panti.

2. Pola Pembinaan Annak Jalanan Oleh Lembaga Informal

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena di dalam lingkungan keluarga inilah anak-anak pertama mendapatkan didikan dan bimbingan. Tugas utama keluarga bagi


(28)

pendidikan, adalah sebagai peletak dasar pendidikan akhlak dan merupakan pandangan hidup keagamaan. Pelajaran yang paling berharga untuk anak adalah perangai ayah dan ibu sehari-hari, baik yang ditujukan kepada anak maupun yang lainnya.

Berdasarkan pasal I Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, dinyatakan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera. Anak yang lahir dari perkawinan itulah akan menjadi hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya, memelihara dan mendidik dengan sebaik-baiknya. Fungsi dan peranan pendidikan keluarga adalah : 1. Pengalaman Pertama Masa Kanak-kanak

Di dalam keluarga, anak mulai mengenal hidupnya, hal ini harus disadari dimengerti oleh setiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.

Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama bagi seorang anak dalam melangsungkan hidupnya sampai menjadi dewasa. Ini berarti peran orang tua sangat penting dalam membentuk watak dan karakter setiap anak maka tanggung jawab pendidikannya ada pada orang tuanya. Suasana pendidikan keluarga sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa didalam perkembangan individu selanjutnya di tentukan. Kewajiban orang


(29)

tua tidak hanya memelihara eksistensi anak untuk dijadikan seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.

Kecerdasan anak ditentukan sepenuhnya berdasarkan pengalaman yang mendominasi di masa kecilnya ini bisa dilihat dengan tindakan yang dilakukan yang didasarkan pada kecerdasan otak dan emosional. Disisi lain anak harus dibekali dengan bimbingan kecerdasan spiritual yang berkenaan dengan fenomena social, misalnya terletak pada kepekaannya yang luar biasa terhadap keadilan, penindasan dan upaya-upayanya yang luar biasa dalam membantu umat manusia dalam memperoleh keadilan dan membebaskan dari ketidak adilan.

Pendidikan usia dini itu memang sangat penting dan berpengaruh karena pada usia itu pusat sistem saraf balita bersifat lentur, berdasarkan penelitian menyimpulkan :

1. Bahwa pembawaan dan lingkungan senantiasa bersatu karena lenturnya system saraf.

2. Bahwa belajar bukan merupakan factor-faktor keseluruhan yang berbeda dengan pola tingkah laku yang telah dimiliki sebelumnya.

3. Bahwa hasil belajar yang terdahulu akan merupakan pijakan yang kuat bagi belajar yang berikutnya dan kemudian.

Melalui proses pendidikan usia dini kelak dikemudian hari pada saat dia sudah dewasa senantiasa kreatif (selalu mengeluarkan ide-ide/ gagasan). Menurut psikologi Freudian, mengatakan akan selalu berproses yang menyamakan otak dengan komputer.


(30)

2. Menjamin Kehidupan Emosional Anak

Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang meliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tentram, saling mempercayai. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga, kehidupan emosional anak atau kebutuhan rasa kasih sayang anak dapat dipenuhi. Hal ini disebabkan adanya hubungan darah, hubungan batin antara orang tua sebagai orang dewasa dan anak sebagai manusia yang butuh pendidikan dan kasih saying. Kehidupan emosional ini merupakan factor yang penting dalam membentuk pribadi seseorang.

3. Menanamkan Dasar Pendidikan Moral.

Didalam keluarga penanaman moral anak sangat diperlukan, yang biasanya tercermin dari sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara mengatakan : rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain. perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah untuk kelangsungan pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni sehingga tak ada pusat pendidikan yang mennyamainya.

Pada dasarnya tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan teladan ini, melahirkan gejala isentifikasi politik yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Segala nilai yang


(31)

dikenal anak karena melekat pada orang-orang yang disenangi dan dikagumi, dan dengan melaui salah atau proses yang di tempuh anak melalui nilai.

4. Memberikan Dasar Pendidikan Moral.

Pendidikan keluarga merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan social anak. Dalam keluarga anak-anak harus membantu (menolong) anggota keluarga yang lain, bersama-sama menjaga dan sebagainya. Kesemuanya memberikan pendidikan kepada anak, terutama memupuk perkembangan benih-benih kesadaran social pada anak.

5. Peletakan Dasar-Dasar Keagamaan

Lembaga pendidikan keluarga sangat menentukan dalam menanam dasar-dasar internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan. Anak-anak seharusnya dibiasakan ke Masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khotbah, atau ceramah-ceramah keagamaan. Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang terbiasa semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan hidup keagamaan, ketika ia dewasa nantinya tidak mempunyai keprihatinan terhadap kehidupan keagamaan.

3. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Lembaga Formal

Sekolah merupakan bagian dari pendidikan keluarga yang sekaligus juga lanjutan dari pendidikan keluarga. Yang disebut pendidikan sekolah


(32)

adalah pendidikan yang diperoleh oleh seseorang dari sekolah secara teratur dan sistematis, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat. yang jelas dan ketat mulai dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi.

Ada beberapa karakteristik proses pendidikan yang dilangsungkan di sekolah:

1. Diselenggarakan secara khusus, dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hirarkis.

2. Usia anak didik disuatu jenjang pendidikan relative homogen.

3. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum 4. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban atas

kebutuhan dimana yang bersangkutan akan datang.

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga Negara. Sekolah dikelola secara formal, hirarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.

1. Tanggung Jawab Sekolah

Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab yang meliputi:

a. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal ini Undang-undang yang Pendidikan, UUSPN No. 2 tahun 1989.

b. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tingkat, tujuan pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa.

c. Tanggung jawab fungsional, tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan


(33)

berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatan. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab fungsional, tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatan. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari pada guru.

2. Sifat-sifat Lembaga Pendidikan Sekolah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal namun tidak kodrati. Kendatipun demikian banyak orang tua yang menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka sifat-sifat dari pendidikan sekolah tersebut antara lain :

1. Tumbuh Sesudah Keluarga

Dalam sebuah keluarga tidak selamanya tersedia kesempatan dan kesanggupan memberikan pendidikan kepada sekolah. Di sekolah anak memperoleh kecakapan-kecakapan membaca, menulis, berhitung serta ilmu-ilmu yang lain.

2. Lembaga Pendidikan Formal

Sekolah memiliki bentuk yang jelas, dalam arti sempit memiliki program yang telah di rencanakan dan ditetapkan dengan resmi. Misalnya ada rencana pengajaran, jam pelajaran dan peraturan-peraturan lainnya yang menggambarkan bentuk dari program sekolah secara keseluruhan.


(34)

3. Lembaga Pendidikan yang Tidak Bersifat Kodrati

Lembaga pendidikan yang didirikan yang tidak atas hubungan darah antara guru dan murid seperti halnya keluarga. Tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan. Murid juga tidak secara kodrat harus mengikuti pendidikan yang tertentu, karena itu sekolah merupakan lembaga pendidikan yang bersifat tidak kodrat. Dalam hal ini sudah barang tentu hubungan antara pendidik dengan anak didik di sekolah tidak seakrab didalam hubungan keluarga.

3. Fungsi dan Peranan Sekolah

Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang membantu keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang di bawah dari lingkungan keluarganya. Sementara itu dalam perkembangannya kepribadian anak didik, peranan sekolah melalui kurikulum antara lain:

1. Anak didik belajar bergaul dengan sesama anak didik dengan gurunya, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan).

2. Anak didik belajar mentaati peraturan-peraturan sekolah.

3. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Tentang fungsi sekolah itu sendiri, sebagaimana diperinci oleh Suarno dalam bukunya “Pengantar Umum Pendidikan”, yaitu sebagai berikut:


(35)

1. Mengembangkan Kecerdasan Berfikir dan Memberikan Pengetahuan.

Disamping bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan. Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral. 2. Spesialisasi

Diantara ciri meningkatnya kemajuan masyarakat ialah makin bertambahnya diferensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan lembaga sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Sekolah mempunyai fungsi sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

3. Efisiensi

Terdapat pada sekolah sebagai fungsi sosial yang spesialisasi dibidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi efisien. 4. Sosialisasi

Sekolah mempunyai peranan yang sangat penting didalam proses sosialisasi, yaitu membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan masyarakat. Sekolah juga berfungsi memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan


(36)

warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda.

5. Tranmisi dari Rumah ke Masyarakat.

Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri kepada orang tua, maka memasuki sekolah ia mendapat kesempatan untuk melatih diri sendiri dan bertanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.

4. Pola Pembinaan Anak Jalanan Oleh Lembaga Non Formal

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau dikenal juga sebagai non

government organisation (NGO) adalah organisasi/lembaga yang

dibentuk oleh anggota masyarakat secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial yang telah ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya (Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Lampung, 2004).

Sebagai lembaga yang lahir dari masyarakat, LSM mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pergerakan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini LSM sebagai penggerak/motor bagi perjuangan kepentingan masyarakat. Posisi ini sendiri diperoleh karena LSM dianggap lebih dekat dengan masyarakat. Tetapi harus diakui juga LSM


(37)

tidak jarang melakukan kolaborasi dengan kalangan elit lokal, sehingga apa yang dilakukan hanya dianggap menguntungkan segelintir kalangan elit lokal (James V. Ryker, dalam Afan Gaffar, 2004:23).

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat, telah dimulai ketika anak-anak untuk sementara waktu telah lepas dari asuhan keluarga dan berada dalam lingkungan sekolah. Pada hakekatnya pendidikan jalur sekolah terbagi dua, yakni pendidikan informal keluarga, pendidikan nonformal (masyarakat) pendidikan ini biasa disebut Lembaga Swadaya Masyarakt (LSM).

Pendekatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkembang diberbagai negara, suatu wahana yang dipersiapkan untuk memperantarai anak marginal dengan pihak yang akan membantu mereka. Tekanan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang lebih penting adalah mempertahankan kemampuan anak dimana penggunaannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki oleh anak.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan proses informasi yang memberikan suasana rasionalisasi anak marginal terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. LSM yang menangani pembinaan anak marginal adalah tersosialisasinya ide atau gagasan tentang perlunya minimalisasi atau antisipasi tindak kekerasan pada anak-anak dalam rumah tangga (keluarga) untuk sebuah proyeksitas terwujudnya generasi yang humanis dan anti kekerasan, tentang


(38)

sosialisasi gagasan hak-hak anak akhirnya aturan hukum secara formal akan menjadi instrument untuk memajukan hal-hal di atas dalam dunia empiris.

Sedangkan pembinaan khususnya adalah :

1. Membangun kesadaran publik untuk ikut terlibat dalam minimalisasi dan antisipasi tindak kekerasan terhadap anak dirumah tangga (keluarga) juga.

2. Sama-sama belajar konsep (formal dan informal) dalam meminimalisasi, mengantisipasi tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.

3. Mensosialisasikan kepada anak gagasan tentang upaya aturan hukum dalam meminimalisir, mengantisipasi kekerasan terhadap anak dalam keluarga dan dihormati hak anak

4. Memberikan ajaran agama secara teratur.

Hal ini tetap memperhatikan hal yang lebih penting dengan kemampuan anak dimana penanganannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki anak.

C. Teori Pembinaan Anak

Menurut William Louis Stern dalam buku Model pendidikan Anak Usia Dini (2011:22) teori konvergensi merupakan teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan teori empirisme. Isi teori konvergensi adalah faktor pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (faktor eksogen). Teori konvergensi dipelopori oleh William Lois


(39)

Stern (1871-1936), Stern adalah salah satu pelopor dari psikologis modern dan perannya terletak dalam kemampuannya untuk menyatukan teori-teori yang saling bertentangan untuk menerangkan tinggkah laku, yaitu antara aliran nativisme (endogen) dan aliran empirisme (eksogen).

1. Faktor Endogen

Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga saat dilahirkan (faktor keturunan atau faktor bawaan). Faktor endogen meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

a. Faktor Kejasmanian

faktor pembawaan yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah begitu saja, dan merupakan faktor dasar dalam ciri fisik individu. Faktor kejasmanian misalnya warna kulit, warna dan jenis rambut, rupa wajah, golongan darah, dan sebagainya.

b. Faktor Pembawaan Psikologis (temperamen)

Temperamen merupakan sifat-sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yang berhubungan dengan fungsi psiologik seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain yang terdapat dalam diri manusia. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil bawaan maupun lingkungan. Temperamen bersifat konstan, sedangkan karakter atau


(40)

watak bersifat tidak konstan, dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh lingkungan.

c. Faktor Bakat (aptitude)

Bakat bukanlah sesuatu yang telah jadi dan terbentuk pada waktu individu dilahirkan, tetapi baru merupakan potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke suatu arah. Supaya potensi tersebut teraktualisasikan dibutuhkan kesempatan untuk mengaktualisasikan bakat-bakat tersebut. Disinilah dukungan lingkungan yang baik diperlukandalam perkembangan individu.

2. Faktor Eksogen

Faktor eksogen adalah faktor yang datang dari luar individu, berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan, dan sebagainya. Perbedaan antara pendidikan dengan lingkungan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Pendidikan bersifat aktif, dijalankan penuh kesadaran, penuh tanggung jawab, dan secara sistematik memang mengarahkan pada pengembangan potensi-potensi atau bakat-bakat yang ada pada individu sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sedangkan pada umumnya lingkungan bersifat pasif dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan pengaruhnya secara paksa kepada individu. Lingkungan hanya menyediakan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Tergantung pada individu


(41)

yang mau menggunakan kesempatan dan manfaat ya ng ada atau tidak. Sikap individu terhadap lingkungan dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1. Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada

dalam diri individu.

2. Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan yang ada dalam diri individu.

3. Individu bersikap netral atau berstatus quo.

Lingkungan yang memiliki peranan dalam perkembangan individu terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Lingkungan fisik: berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim.

2. Lingkungan sosial: berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk:

1. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal.

2. Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan yang berhubungan antar anggotanya bersifat longgar.

( http://lisa-thornberrys.blogspot.com/2009/10/teori-perkembangan-teori-konverggensi.html)

Dapat disimpulkan semua yang berkembang dalam diri individu ditentukan oleh faktor bawaan dan juga faktor lingkungannya. Dapat dikatakan perkembangan manusia kurang lebih ditentukan oleh pembawaan yang turun menurun dari keluarga serta penentuan manusia itu sendiri yang dilakukan bebas di bawah pengaruh fator-faktor lingkungan tertentu sehingga berkembang menjadi sifat-sifat.


(42)

D. Tinjauan Tentang Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis

1. Program Pembinaan Menurut Perda No. 3 Tahun 2010

Perlindungan terhadap anak dimaksudkan untuk menjamin dan melindungi anak agar dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat, kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang mempunyai masalah jalanan.

Menurut Perda No.3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis pada Bab III, yaitu tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis yang mengatur tentang program pembinaan diantara lain:

1. Usaha Pencegahan

Usaha pencegahan dilakukan oleh pemerintah dan/atau masayarakat untuk mencegah berkembang dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Usaha pencegahan dilakukan antara lain dengan:

a. Pendataan

b. Pemantauan, pengendalian dan pengawasan c. Sosialisasi


(43)

2. Usaha Penanggulangan

Usaha penanggulangan merupakan usaha untuk meminimalkan atau membebaskan tempat-tempat umum dari anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok. Usaha penanggulangan dilakukan antara lain dengan: a. Razia

b. Perlindungan

c. Pengendalian sewaktu-waktu d. Penampungan sementara e. Pendekatan awal

f. Pengungkapan dan pemahaman masalah g. Pendampingan sosial

h. Rujukan berdasarkan seleksi 3. Usaha Rehabilitasi Sosial

Usaha rehabilitasi sosial dimaksudkan proses refungsionalisasi dalam tata kehidupan bermasyarakat dan peningkatan taraf kesejahteraan sosial terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang dilakukan melalui sistem panti dan/atau luar panti. Sasaran usaha rehabilitasi sosial adalah:

a. Anak jalanan usia produktif b. Anak jalanan usia balita c. Anak jalanan usia sekolah d. Gelandangan psikotik e. Gelandangan usia lanjut f. Pengemis usia produktif g. Pengemis usia lanjut

h. Pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan.


(44)

Usaha rehabilitasi sosial dilakukan dengan cara: a. Seleksi

b. Bimbingan mental spiritual c. Bimbingan fisik

d. Bimbingan sosial

e. Bimbingan dan pelatihan keterampilan f. Bantuan stimulan peralatan kerja g. Penempatan atau penyaluran h. Pemberian makanan tambahan i. Pengembangan bakat dan minat j. Bimbingan pra sekolah

k. Bantuan stimulan beasiswa dan peralatan sekolah l. Perujukan ke rumah sakit jiwa

m. Penyadaran hukum n. Konfirmasi kelambagaan o. Pembinaan keluarga p. Pemulangan ke daerah asal

2. Ketentuan Larangan Menurut Perda No. 3 Tahun 2010

Pasal 13

(1) Setiap orang atau anak jalanan, gelandangan dan pengemis dilarang mengemis, mengamen atau menggelandang di tempat umum dan jalanan.

(2) Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan kegiatan mengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dan pengemis yang menggunakan alat bantu di tempat umum dan jalanan yang dapat mengancam keselamatannya, keamanan dan kelancaran penggunaan fasilitas umum.


(45)

Pasal 14

Setiap orang atau sekelompok orang tidak dibenarkan memberi uang dan atau barang kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dan pengemis yang menggunakan alat bantu yang berbeda di tempat umum dan jalanan.

E. Kerangka Pikir

UUD 1945 secara tegas dan jelas telah memberikan tugas kepada negara ini untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak-anak terlantar, bahkan mereka berada di bawah tanggungjawab pemerintah hal ini sesuai dengan

Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh negara”. Akan tetapi sampai saat ini, masih banyak anak-anak terlantar yang tidak menentu nasibnya.

Lebih lanjut pemerintah daerah Kota Bandar Lampung menetapkan Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Dalam pelaksanaan pembinaan Dinas Sosial dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakatt dan Satpol PP. Hal tersebut membuktikan keseriusan pemerintah untuk mengatasi anak jalanan dan sejauh mana pemerintah dapat memberikan pembinaan terhadap anak jalanan sebagai bagian dari masyarakat. Pembinaan yang dimaksud adalah segala upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi masalah anak jalanan, gelandangan dan pengemis dan keluarganya supaya


(46)

dapat hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar bagi kemanusiaan.

Tingginya perhatian pemerintah terhadap anak terlantar termasuk didalamnya anak jalanan seharusnya menjadi angin segar bagi kalangan pinggiran. Hal ini terbukti bahwa pada dasarnya negara telah jauh-jauh hari menetapkan bahwa anak-anak terlantar adalah di bawah tanggungjawabnya. Menjadi masalah karena permasalahannya adalah kondisi yang ada sampai saat ini belum sepadan dengan pedoman yang telah ditetapkan bahkkan bisa dikatakan jauh dari sesuai. Pendapat tersebut berdasar pada tingginya jumlah anak jalanan di perkotaan termasuk di Kota Bandar Lampung.

Maka pada skripsi ini penulis menggambarkan pola pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2010 antara lain usaha pencegahan, penanggulangan, dan rahabilitasi sosial. Pengelompokan pola pembinaan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung penulis berdasarkan pada Perda No. 3 Tahun 2010. Berdasarkan pemaparan diatas maka kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(47)

Gambar 1. Kerangka Pikir

Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan

Pengemis

Anak Jalanan Pola Pembinaan: 1. Pencegahan 2. Penanggulangan 3. Rehabilitasi Sosial

Kesejahteraan dan Kemandirian Anak Jalanan

Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Organisasi Sosial


(48)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berusaha menggambarkan bagaimana pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung, hal ini merupakan wewenang Dinas Sosial Kota Bandar Lampung sebagai unit pelaksana pemerintah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif suatu penelitian yang menghasilkan suatu kata-kata untuk menjelaskan suatu gambaran yang terjadi di lapangan melalui wawancara dari beberapa informan yang dianggap penting untuk memperoleh suatu informasi, hal ini sejalan dengan pengertian metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J Moleong (2000:4) yang mengidentifikasikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dari perilaku yang diamati.

Denzin dan Lincoln dalam Lexy J Moleong (2005:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan


(49)

melibatkan berbagai metode yang ada. Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1991:63) penelitian deskriptif adalah sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang nampak sebagaimana adanya, yang tidak terbatas, pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi melihat analisis dan interpretasi tentang arti data itu.

Adapun tujuan dari penelitian deskriptif menurut Lexy J Moleong (2008:11) adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan-lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan menurut Masri Singarimbun (1989:23-24) tujuan dari tipe penelitian kualitatif deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena-fenomena sosial tertentu. Metode deskriptif ini merupakan metode menunturkan dan menafsirkan data yangg ada, yang pelaksanaannya tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, akan tetapi meliputi analisa dan interpretasi yang diteliti. Berdasarkan uraian di atas penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pihak-pihak yang terkait dengan pola pembinaan Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung dalam hal ini Yayasan Sinar Jati Lampung. Dalam proses penelitian ini, tipe penelitian yang peneliti gunakan adalah tipe penelitian kualitatif deskriptif yakni penelitian yang menafsirkan suatu perubahan sosial yang terjadi di lapangan dengan cara


(50)

eksplorasi dan klarifikasi mengenai fenomena kenyataan sosial dengan mendeskripsikan mendalam kondisi riil di lapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang ada.

Pelaksanaan penelitian ini yang menjadi penekanan adalah unsur manusia sebagai instrumen penelitian. Hal tersebut sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang lentur dan mengikuti pola pemikiran manusia, diharapkan dari sifat inilah penulis mampu secara tanggap merespon kondisi dan kenyataan di lapangan selama pelaksanaan penelitian. Proses penelitian ini menuntut kecermatan, ketelitian dan konsisitensi tentang topik dan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan serta menjaga obyektifitas penelitian.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan data yang tidak relevan sehingga tidak perlu dimaksudkan dalam penelitian (Burhan Bungin, 2001:24). Fokus penelitian memberikan batasan dalam pengumpulan data sehingga dalam pembatasan ini peneliti akan memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian.

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan, yaitu:

1. Usaha Pencegahan 2. Usaha Penanggulangan 3. Usaha Rehabilitasi Sosial


(51)

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, Jalan Panglima Polim No.1 Kelurahan Gedung Air Kecamatan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung.

D. Sumber Data

Menurut Lofland dalam Lexy J Moleong (2000:157) sumber data utama dari penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian ini jenis datanya dibagi kedalam kata-kata, tindakan dan sumber data tertulis.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan melalui proses wawancara serta sumber data tertulis.

Informan adalah orang/lembaga yang akan dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Agar informasi yang didapat lebih akurat dan aktual maka informan dimaksud haruslah mengetahui dan memahami sepenuhnya mengenai obyek kajian yang diteliti. Dalam konteks ini, informan sebagaimana dijelaskan di atas ditentukan secara Purposive Sampling yaitu berdasarkan pemikiran logis


(52)

informan sengaja dipilih oleh peneliti guna memperoleh informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian.

Informan disini yaitu:

1. Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Bandar Lampung 2. Staf Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

3. Ketua Panti Nur Qolbu Anak Jalanan Yayasan Sinar Jati Lampung 4. Komandan Pleton Pasukan Khusus Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Bandar Lampung 5. 1 anak jalanan

2. Data Sekunnder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini mendiskripsikan fakta fenomena sejarah dan saat ini diperoleh dari buku-buku literatur tentang pola pembinaan Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data apa saja yang mendukung pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, seperti Perda No.3 Tahun 2010.

E. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelittian ini adalah: a. Wawancara Mendalam (indepth interview)

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara secara mendalam (Indepth Interview) yaitu melakukan wawancara secara langgsung dengan subyek penelitian. Teknik pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada


(53)

sumber informan untuk menjawab pokok-pokok persoalan yang menjadi substansi perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dibuat oleh peneliti. Kualitas wawancara akan mempengaruhi kualitas data yang diperoleh. Dengan demikian peneliti menggunakan pedoman wawancara dengan maksud agar pertanyaan yangg diberikan nanti tidak menyimpang dari ruang lingkup penelitian.

b. Studi Dokumentasi

Menurut Nawawi (1991:33) dokumen yang berupa tulisan atau gambar bagi peneliti dapat digunakan untuk proses (melalui pencatatan, pengetikan, atau alat tulis), tetapi kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun kedalam teks yang diperluas. Teknik dokumentasi pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh oleh peneliti dan terkumpul dari lapangan, tahap selanjutnya adalah mengolah data tersebut. Adapun kegiatan dalam pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Editing

Tahap kegiatan dalam penelitian ini adalah kegiatan memeriksa hasil wawancara yang telah dilakukan dengan sumber informasi (informan).


(54)

2. Tahap Interpretasi

Pada tahapan ini, yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil wawancara dengan pihak terkait mengenai Pola Pembinaan Dinas Sosial dalam Menanggulangi Anak Jalanan di Kota Bandar Lampung.

G. Teknik Analisis Data

Teknis analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, maka teknis analisis datanya disajikan dalam bentuk paparan atau gambaran dari temuan-temuan di lapanganbaik berupa data dan informasi hasil wawancara, dokumentasi dan lain sebaginya. Menurut Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992), sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi secara sederhana serta dapat dijelaskan. Melalui reduksi data maka data dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam uraian yang singkat.


(55)

2. Penyajian Data

Penyajian data dibatasi sebagai usaha menampilkan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan ppenyajian tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman didapat dari penyajian-penyajian tersebut.

3. Menarik Kesimpulan (verifikasi)

Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang muncul dari data yang ada di uji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya.


(56)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

1. Sejarah Pembentukan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 1996 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Daerah Tingkat II Bandar Lampung, telah berubah bentuk dan fungsinya. Untuk operasional pelaksanaan Perda tersebut, diatur rincian tugas masing-masing Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas Sosial Kota Kepala Daerah Tingkat II Bandar Lampung berdasarkan Keputusan Walikota Kepala Daerah Tingkat II Bandar Lampung Nomor 19 tahun 1998 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Kota Daerah Tingkat II Bandar Lampung Nomor 24 tahun 1996 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Daerah Tingkat II Bandar Lampung. Dengan adanya Otonomi Daerah sejak tahun 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Dinas Sosial Kota Daerah Tingkat II Bandar Lampung kemudian mengalami perubahan, yaitu berdasarkan Keputusan


(57)

Walikota Bandar Lampung Nomor 30 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.

2. Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Visi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung adalah: “Mewujudkan

kesejahteraan sosial oleh dan untuk semua menuju keadilan sosial

masyarakat”.

Misi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pelayanan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial.

2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) dan potensi sumber kesejahteraan sosial.

3. Meningkatkan partisipasi usaha kesejahteraan sosial masyarakat. 4. Meningkatkan pengarustamaan gender, kualitas hidup perempuan

seta kesejahteraan dan perlindungan anak.

3. Tujuan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan memenuhi kebutuhan hidup, baik perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia serta nilai sosial budaya yang tercermin dalam wujud:


(58)

Meningkat dan berkembangnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat.

1. Semakin meningkatnya prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.

2. Semakin melembaganya usaha kesejahteraan sosial yang mampu menjangkau sasaran program yang lebih luas.

3. Terpelihara dan berkembangnya sistem nilai sosial budaya yang mendukug terlaksananya penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

Letak Kantor Dinas Sosial Kota Bandar Lampung sangat strategis yaitu terletak di Jl. Panglima Polim No. 1 Kelurahan Gedung Air Kecematan Tanjung Karang Barat, yang termasuk jalan protokol.

B. Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Keputusan Walikota Bandar Lampung Nomor 30 tahun 2003 tentang Struktut Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, disebutkan bahwa Sususnan Organisasi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung terdiri dari:

1. Kepala Dinas 2. Wakil Kepala Dinas 3. Sub Bagian Tata Usaha 4. Subdin Bina Program


(59)

6. Subdin Rehabilitasi Sosial 7. Subdin Bantuan Sosial

8. Subdin Pemberdayaan Perempuan 9. Unit Pelaksanaan Teknis’

10.Kelompok Jabatan Fungsional

Berdasarkan susunan organisasi di atas, masalah anak jalanan ditangani oleh Subdin Bina Kesejahteraan Sosial dan Subdin Rehabilitasi Sosial maka tugasnya adalah sebagai berikut:

1. Subdin Bina Kesejahteraan Sosial

Sub Dinas Bina Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan tugas kebijakan di bidang pembinaan kesejahteraan sosial. Sub Dinas Kesejahteraan Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Sub Dinas, dalam melaksanakan tugas bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Sub Dinas Bina Kesejahteraan Sosial menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijaksanaan di bidang kesejahteraan sosial anak balita, keluarga dan lanjut usia, pembinaan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan, serta pembinaan karang taruna, bimbingan sosial dan kegiatan keagamaan dan pemberdayaan dunia usaha untuk partisipasi dalam usaha mensejahteraan sosial, pendayagunaan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM).


(60)

b. Penetapan kriterian dan prosedur pelayanan di bidang kesejahteraan sosial anak, keluarga dan lanjut usia, pembinaan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuanganserta pembinaan karang taruna, bimbingan sosial dan kegiatan keagamaan.

c. Pelaksanaan kebijakan teknis di biidang kesejahteraan sosial anak, keluarga dan lanjut usia, pembinaan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan serta pembinaan karang taruna, bimbingan sosial dan kegiatan keagamaan.

d. Penyelenggaraan koordinasi penelitian dan uji coba pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan sistem informasi kesejahteraan sosial. e. Penyelenggaraan penelitian tenaga di bidang usaha kesejahteraan

keluarga.

Sub Dinas Bina Kesejahteraan Sosial terdiri dari: 1. Seksi Kesejahteraan Anak, dan Jompo

Seksi Kesejahteraan Anak, dan Jompo mempunyai tugas sebagai berikut:

1) Melaksanakan pembinaan anak terlantar dan penanganan anak jalanan baik di dalam maupun di luar panti.

2) Melaksanakan pelayanan kesejahteraan anak yatin dan piatu, anak balita melalui penitipan anak dan adopsi.

3) Menyelenggarakan pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan sosial keluarga.

4) Pembinaan terhadap keluarga yang bermasalah sosial psykologis.


(61)

5) Peningkatan kesejahteraan sosial terhadap pemulung.

6) Bimbingan fisik, mental, sosial kesehatan, rekreasi dan berbagai kemudahan bagi lanjut usia dan jompo.

7) Bantuan/stimulan UEP (Usaha Ekonomi Produktif).

8) Bantuan sosial pengembangan lembaga kesejahteraan lanjut usia, rumah singgah dan panti sosial asuh anak.

9) Penyuluhan sosial.

10) Penangan masalah pemukiman kumuh.

11) Penyeleksian kelayakan rumah singgah dan PSAA (Panti Sosial Asuhan Anak) dalam rangka penerimaan bantuan sosial.

12) Menyelenggarakan sistem informasi kesejahteraan sosial.

13) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala Sub Dinas Bina Kesejahteraan Sosial.

2. Sub Dinas Rehabilitasi Sosial

Sub Dinas Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial. Sub Dinas Rehabilitasi Sosial dipimin oleh seorang Kepala Sub Dinas Rehabilitasi Sosial, dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Sub Dinas Rehabilitasi Sosial menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:


(62)

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan rehabilitasi sosial penyandang cacat, pelayanan rahabilitasi tuna susila serta pelayanan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban narkoba. b. Penetapan kriterian dan prosedur di bidang pelayanan

rehabilitasi sosial penyandang cacat, pelayanan rehabilitasi tuna susila serta pelayanan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban narkoba.

c. Pelaksanaan kebijaksanaan di bidang pelayanan rehabilitasi sosial penyandang cacat, pelayanan rahabilitasi tuna susila serta pelayanan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban narkoba. d. Pembinaan bimbingan teknis dan evaluasi pelayanan rehabilitasi

sosial.

3. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional di lingkungan Dinas mempunyai tugas merumuskan kebijakan tugas dinas sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Kelompok jabatan fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior selaku ketua kelompok yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.

C. Data Kepegawaian

Dinas adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Dinas, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepala Walikota


(63)

melalui Seketaris Daerah Kota. Kedudukan dan Jabatan Struktural Personil Pegawai Dinas Sosial sebanyak 21 Orang yaitu :

Tabel 2. Data Kepegawaian

NO NAMA JABATAN NIP

1 Drs. Akuan Effendi Kepala Dinas NIP. 19600120 198903 1 002 2 Yulis Masari Daud ,SH Sekretaris NIP . 19590906 198206 2 002 3 Santoso Adhy, SE.MM Kepala Bidang

Pemberdayaan Sosial NIP. 19680916 199703 1 001 4 Khawariah

Seksi Pendayagunaan dan Peningkatan Peran Kelembagaan Sosial

NIP.19620727 199103 2 002

5 Seksi Pendayagunaan

Sumber Dana Sosial 6 Manondang, S.Pd.

Seksi Kepahlawanan, Keperintisan dan Keperjuangan

NIP. 19590611 198603 2 002 7 Drs. Muzarin Daud Kepala Bidang Pelayanan

Dan Rehabilitasi Sosial NIP. 19660619 199111 1 001 8 Dra. Saibah Hanis.D.

Seksi Pelayanan Sosial Pelayanan Anak, Lansia, dan Rehabilitasi Penyandang

NIP. 19571206 198003 2 001

9 Seksi Pelayanan Rehabilitas

Tunaan Sosial 10 Dra. Hartati Kusnadi.

Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Korban Narkoba

NIP. 19600827 198503 2 005 11 Dra. Netty Adriani Kepala Bidang Bantuan dan

Jaminan Sosial NIP. 19621118 198503 2 004

12 Seksi Bantuan Sosial

Korban Bencana Alam 13 Dra. Mega Suri Rivai Seksi Penanggulangan

Korban Tindak Kekerasan NIP. 19590618 198811 2 001 14 Elvira Yusna Murti, S.Sos Seksi Bantuan Sosial Fakir

Miskin NIP. 19700323 199503 2 005

15 Kepala Bidang

Pengembangan Sosial NIP. 16

Seksi Penelitian dan Penyusunan Kesejahteraan Sosial

17 Dra. Susan Takarianti Seksi Data dan Informasi

Kesejahteraan Sosial NIP. 19650912 198603 2 009

18 Seksi Kesejahteraan

Keagamaan NIP.

19 Darul Khotni, S. Sos

Sub Bagian Penyusunan Program Monitoring dan Evaluasi

NIP. 19710725 199103 1 002. 20 Dra. Hj. Faridah Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian NIP. 19660426 199203 2 002

21 Sub Bagian Keuangan NIP.

Sumber : Data Kepegawaian Dinas Sosial Kota Bandar Lampung Tahun 2013


(64)

D. Gambaran Umum Anak Jalanan

Definisi anak jalanan adalah anak-anak yang berusia 6-18 tahun yang beraktiftas dijalan minimal 4 jam/hari. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan oleh anak jalanan ini seperti pedagang koran, pengemis, pengamen, pedagang plastik di pasar, pedagang asongan, penyemir sepatu, ojek payung dan sebagainya. keberadaan anak jalanan ini juga bersifat eksodus, yaitu tidak menetap disatu daerah saja, mereka sering berpindah-pindah daerah. Jalur perpindahan anak jalanan ini yaitu Medan-Lubuk Linggau-Palembang- Bandar Lampung-Jakarta-Bandung.

Adapun klasifikasi anak jalanan ini adalah:

1. Tipe 1: anak jalanan bekerja dijalan, besekolah, kembali kerumah dan masih memiliki orang tua.

2. Tipe 2: anak jalanan bekerja dijalan, tidak bersekolah, jarang pulang kerumah, dan masih memiliki orang tua.

3. Tipe 3: anak jalanan yang benar-benar hidup dijalan, sudah tidak punya orang tua dan tempat tinggal.

Keberadaan anak jalanan sering bersinggungan dengan keamanan dan kenyamanan. Anak-anak jalanan juga sering mengalami eksploitasi, namun eksploitasi paling sering dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Keselamatan mereka dijalan juga menjadi dampak paling serius, mereka rawan terhadap tindak kekerasan, rawan terhadap tindak pemerasan, rawan kecelakaan lalu lintas, rawan terhadap pelecehan seksual, rawan terhdap penggunaan obar-obatan terlarang secara bebas dan sebagainya. Keberadaan


(65)

anak jalanan juga sering mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat serta keindahan kota.


(66)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dengan mengacu kepada Perda No.3 Tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa dalam pembinaan anak jalanan di Kota Bandar Lampung, Dinas Sosial melaksanakan program pembinaan sebagai berikut:

1. Usaha pencegahan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dibantu oleh Satpol PP dan LSM. Dalam pelaksanaannya terdapat komunikasi yang baik antara pemerintah dan LSM dalam melaksanakan program usaha pencegahan.

2. Dalam pelaksanaan program usaha penanggulangan tidak semua program dapat terlaksana karena terhambat oleh anggaran dan sarana prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan usaha penanggulangan.

3. Usaha rehabilitasi sosial dilakukan oleh Yayasan Sinar Jati Lampung karena Dinas Sosial Kota Bandar Lampung tidak memiliki panti rehabilitasi sendiri.


(67)

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan terkait dengan pola pembinaan Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengoptimalkan program yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam hal penanggulangan anak jalanan, sebaiknya Pemerintah Provinsi Lampung meningkatkan jumlah anggaran kepada Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam program penanggulangan anak jalanan seperti anggaran yang dipergunakan untuk sosialisasi melalui media elektronik serta Dinas Sosial Kota Bandar Lampung harus memiliki sarana prasarana sendiri, seperti kendaraan yang digunakan untuk merazia anak jalanan.

2. Pemerintah seharusnya memiliki panti rehabbilitasi sendiri agar Dinas Sosial dapat turut serta dalam pelaksanaan pembinaan. Pemerintah juga hendaknya membuat program pembinaan lanjutan setelah rehabilitasi selesai. Pembinaan lanjutan ini bertuujuan unttuk memelihara, memantapkan, dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi dan mengembangkan rasa tanggungg jawab serta kesadaran hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, kegiatan pembinaan lanjutan ini sangat penting, karena disamping anak jalanan termonitoring kegiatannya juga dapat diketahui keberhasilan dari program rehabilitasi yang telah diberikan.


(1)

D. Gambaran Umum Anak Jalanan

Definisi anak jalanan adalah anak-anak yang berusia 6-18 tahun yang beraktiftas dijalan minimal 4 jam/hari. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan oleh anak jalanan ini seperti pedagang koran, pengemis, pengamen, pedagang plastik di pasar, pedagang asongan, penyemir sepatu, ojek payung dan sebagainya. keberadaan anak jalanan ini juga bersifat eksodus, yaitu tidak menetap disatu daerah saja, mereka sering berpindah-pindah daerah. Jalur perpindahan anak jalanan ini yaitu Medan-Lubuk Linggau-Palembang- Bandar Lampung-Jakarta-Bandung.

Adapun klasifikasi anak jalanan ini adalah:

1. Tipe 1: anak jalanan bekerja dijalan, besekolah, kembali kerumah dan masih memiliki orang tua.

2. Tipe 2: anak jalanan bekerja dijalan, tidak bersekolah, jarang pulang kerumah, dan masih memiliki orang tua.

3. Tipe 3: anak jalanan yang benar-benar hidup dijalan, sudah tidak punya orang tua dan tempat tinggal.

Keberadaan anak jalanan sering bersinggungan dengan keamanan dan kenyamanan. Anak-anak jalanan juga sering mengalami eksploitasi, namun eksploitasi paling sering dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Keselamatan mereka dijalan juga menjadi dampak paling serius, mereka rawan terhadap tindak kekerasan, rawan terhadap tindak pemerasan, rawan kecelakaan lalu lintas, rawan terhadap pelecehan seksual, rawan terhdap penggunaan obar-obatan terlarang secara bebas dan sebagainya. Keberadaan


(2)

55

anak jalanan juga sering mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat serta keindahan kota.


(3)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dengan mengacu kepada Perda No.3 Tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa dalam pembinaan anak jalanan di Kota Bandar Lampung, Dinas Sosial melaksanakan program pembinaan sebagai berikut:

1. Usaha pencegahan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dibantu oleh Satpol PP dan LSM. Dalam pelaksanaannya terdapat komunikasi yang baik antara pemerintah dan LSM dalam melaksanakan program usaha pencegahan.

2. Dalam pelaksanaan program usaha penanggulangan tidak semua program dapat terlaksana karena terhambat oleh anggaran dan sarana prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan usaha penanggulangan.

3. Usaha rehabilitasi sosial dilakukan oleh Yayasan Sinar Jati Lampung karena Dinas Sosial Kota Bandar Lampung tidak memiliki panti rehabilitasi sendiri.


(4)

89

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan terkait dengan pola pembinaan Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan di Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengoptimalkan program yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam hal penanggulangan anak jalanan, sebaiknya Pemerintah Provinsi Lampung meningkatkan jumlah anggaran kepada Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam program penanggulangan anak jalanan seperti anggaran yang dipergunakan untuk sosialisasi melalui media elektronik serta Dinas Sosial Kota Bandar Lampung harus memiliki sarana prasarana sendiri, seperti kendaraan yang digunakan untuk merazia anak jalanan.

2. Pemerintah seharusnya memiliki panti rehabbilitasi sendiri agar Dinas Sosial dapat turut serta dalam pelaksanaan pembinaan. Pemerintah juga hendaknya membuat program pembinaan lanjutan setelah rehabilitasi selesai. Pembinaan lanjutan ini bertuujuan unttuk memelihara, memantapkan, dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi dan mengembangkan rasa tanggungg jawab serta kesadaran hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, kegiatan pembinaan lanjutan ini sangat penting, karena disamping anak jalanan termonitoring kegiatannya juga dapat diketahui keberhasilan dari program rehabilitasi yang telah diberikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bartal.1976.Pembinaan Sosial.Rineka Cipta. Jakarta

Ekana, Yana dan Susetoyo.2008.Metode Penelitian Kulitatif.Universitas Lampung.Bandar Lampung

Fanggidae, Abraham.1993.Memahami Masalah Kesejateraan Sosial.Puspa Swara. Jakarta

Freudian.1997.Pembinaan Sosial.Rineka Cipta.Jakarta

Gafar, Affan.2004.Politik Indonesia: Transmisi Menuju Demokrasi.Pustaka Pelajar.Yogyakarta

Hidayat, S.1979.Pembinaan Perkotaan di Indonesia:Tinjauan dari Aspek Administrasi Pemerintahan.Bina Aksara.Jakarta

Ivancevich, John M dkk.2008.Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1. Erlangga.Jakarta

Mangkunegara, Anwar Prabu.2005.Evaluasi Kinerja SDM.Refika Aditama. Bandung

Mathis R.L dan Jakson J.H.2002.Manajemen Sumber Daya Mannusia.Salemba Empat.Jakarta

______________________.2009.Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 10. Salemba Empat.Jakarta

Moleong, Lexy J.2000.Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung

Nawawi, Hadari.1991.Metode Penelitian Bidang Sosial.Gajah Mada University. Yogyakarta

Pamudji.1985.Pembinaan Perkotaan di Indonesia.Bina Aksara.Jakarta


(6)

Saparinah.1977.Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang.Universitas Indonesia.Jakarta

Sembiring, Masana.2012.Budaya dan Kinerja Organisasi.Fokus Media.Bandung Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi.2008.Metode Penelitian Survey.

LP3S.Jakarta Barat

Tangdilintin, Philips.2008.Pembinaan Generasi Muda.Kanisius.Yogyakarta Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1996.Kamus

Besar Bahasa Indonesia Edisi 2.Balai Pustaka.Jakarta

Yudhoyono, Bambang.2003.Otonomi daerah.Pustaka Sinar Harapan.Jakarta Yus, Anita.2011.Model Pendidikan Anak Usia Dini.Jefri.Jakarta

Sumber lainnya:

Perda No. 3 Tahun 2010 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis

http://www.masbied.com/2012/04/09/pengertian-pembinaan-meeurut-psikologi/