Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

(1)

1

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN DI DINAS SOSIAL DAN KETENAGAKERJAAN KOTA MEDAN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat SKRIPSI

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

110902020

FEBRIANY INDAH NINGSI

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak

NIM : 110902020

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN DI DINAS SOSIAL DAN KETENAGAKERJAAN KOTA MEDAN

Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran. Hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Ketenakerjaaan Kota Medan untuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan. Tujuannya untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan melukiskan data yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Data yang didapat kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan selanjutnya dianalisis.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisis serta penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan masih belum maksimal ditandai dengan kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan program pembinaan bagi anak jalanan seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program pembinaan bagi anak jalanan.

Kata Kunci: Anak Jalanan, Implementasi Program, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan


(3)

ii

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak NIM : 110902020

ABSTRACT

IMPLEMENTATION PROGRAM OF STREET CHILDREN GUIDANCE FIELD IN THE CITY DEPARTMENT OF SOCIAL AND EMPLOYMENT

FIELD CITY OF MEDAN

An increasing number of street children in Medan each year increased significantly the number of unemployment. This became the basic tasks of particular Medan City Government Department of Social Welfare and Ketenakerjaaan Medan to provide guidance to the street children. Economic constraints, families are lacking in meeting the needs of the child so that the child was forced to asked to work on their own initiative or on the streets because of a very heavy burden on families. Seeing shortage faced by street children, the Medan City Government adopted a policy to provide guidance to the street children. The goal is to nurture street children both in the provision of mental, spiritual and assistance to their needs so as to minimize their presence in the streets.

This researh is a descriptive study with qualitative approach is to describe and depict the data obtained from the field and then explain it with words. This study aims to determine the implementation of development programs of street children by the Department of Social Welfare and Labor Medan. Data collected by in-depth interviews and field observations. Data were obtained and then narrated qualitatively by holding categorization and further analyzed.

Based on the data that has been collected and analyzed as well as the research that has been conducted by researchers in the field it can be concluded that the implementation of the development program of street children has been implemented quite well just the lack of facilities and funds to carry out training for street children such as the lack of facilities for children's hospice the streets and the lack of funding from central become an obstacle to implementing coaching programs for street children.

Keywords: street children, Implementation Program, Social Services and Employment Medan


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang berkuasa, Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan berbahagia ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Terkhusus buat kedua orangtuaku, Bapak E. Simanjuntak dan Mama D. Samosir yang telah merawat penulis dengan penuh kasih sayang. Motivasi dan dukungan yang penulis rasakan baik secara materi yang tak terhitung nilainya serta selalu mendoakan penulis untuk meraih keberhasilan dalam meraih cita-cita. Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberikan kesehatan dan rezeki buat Bapak dan Mama.

2. Kepada saudara-saudara ku tercinta yaitu ito dan anggiku, buat Ito Mangasi Simanjuntak (Bang Asi) makasi ito buat motivasi, semangat dukungan dan nasihat yang selalu ito berikan buat penulis. Tuhan Yesus memberkati karir abang dan juga buat studi abang ke depannya dan tetaplah jadi inspirasi buat penulis dalam meraih cita-cita seperti abang. Buat ketiga adikku, Nora Nurhayati Simanjuntak, Samuel Kornelius Simanjuntak dan Sari Mutiara


(5)

iv

Simanjuntak, terimakasih buat semangat kalian, rajin belajar ya, semoga kalian jadi anak yang berguna dan berhasil nantinya. Amin. Tuhan memberkati. Aku sayang kalian.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. M.SP. selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing penulis. Terimakasih Ibu atas bimbingan, kritik, saran dan juga semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga ilmu pengetahuan yang Ibu berikan dapat menjadi bekal pembelajaran bagi penulis kedepannya.

5. Kepada seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah membimbing dan mengajar penulis selama masa perkuliahan serta seluruh staf pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan informasi dan mempersiapkan segala kebutuhan penulis.

6. Kepada Bapak Zailun S.H selaku Kepala Bidang Pelayanan Sosial dan seluruh staf, pegawai Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan yang telah memberikan kesempatan buat penulis untuk melakukan penelitian disana. 7. Buat Bang Syurman Jaya Zega, terimakasih untuk semangat, dukungan,

bantuan dan nasihat yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan terimakasih buat canda tawa, suka, sedih yang diberi dan dialami bersama. Semoga kamu selalu diberkati Tuhan dan jadi berkat buat banyak orang.


(6)

v

8. Buat sahabat-sahabatku Juni Magdalena Sitompul (Bubeh), Chaterin Gratia Imoia Boang Manalu (Bibeh) dan Maria Monika Tarigan (Bebeh). Terimakasih ya buat persahabatan kita selama ini, saling menguatkan dan memberi semangat dalam banyak hal. Sukses buat kita ya

9. Buat teman seperjuangan selama perkuliahan hingga skripsi, Cindy Charina Sembiring (sinnn) dan Elvana Pebrianti Togatorop (vaaaa). Terimakasih ya buat kebersamaan kita baik saat senang sedih, suka duka. Sukses buat kita ya. Rajin kontak doa. Haha.

10.Buat teman seperjuangan ketika di PKBM Empaty, Asa, Revor, Ecko, Ronni, Sindi dan Vana, you are nice team, guys. Ayok kita berkelana lagi di Medan ini, kapan kita naik gunung? jangan cuma rencana aja :p

11.Buat teman Kessos 2011, Faras, Sofia, Vindy. Henny (bebebb) sahabat seperjuangan PKL di Dinas Sosial dan seperdopingan plus teman curhat hahah, bolelah sering-sering ngopi film sama mu ya beb :p , Tika, Riasapta, Heriana, Indah Simanjuntak, Desrina, Irawati, Elisabeth, Agus, Noni, Neysa, Dina, Iqbal, Mesya, Eka, Sandy, Chairi, Andri, Ricky, Nugek, Simon, Fikri, Fajar dan seluruh teman-teman Kessos 2011, semoga kita tetap menjaga pertemanan ini ya. VIVA KESSOS!!!!!!!!

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Namun demikian, skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan tersebut.

Medan, Juni 2015 Hormat Saya,


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………...……. .ii

KATA PENGANTAR………...… iii

DAFTAR ISI………...…… vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………....……….... 1

1.2 Rumusan Masalah……….……… 13

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian……….……….. 13

1.3.2 Manfaat Penelitian……….……….... 13

1.4 Sistematika Penulisan... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi...………..…………... 16

2.1.1 Pengertian Implementasi... 16

2.1.2 Tahap Implementasi... 19

2.2 Program Pembinaan... 20

2.2.1 Pengertian Program Pembinaan... 20

2.2.2 Sasara Program Pembinaan... 23

2.3 Keberadaan Anak Jalanan………....……… 24

2.3.1 Pengertian Anak... 24

2.3.2 Hak-Hak Anak... 26

2.3.3 Kategori Masalah Anak... 30

2.3.4 Pengertian Anak Jalanan... 33

2.3.5 Kharakteristik Anak Jalanan... 34

2.3.6 Faktor Penyebab Kemunculan Anak Jalanan... 38

2.4 Kesejahteraan Anak... 40

2.5 Kerangka Pemikiran………... 41

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep………... 45

2.6.2 Defenisi Operasional……...………... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian……… 49

3.2 Lokasi Penelitian……… 49

3.3 Informan………. 50

3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 51

3.5 Teknik Analisa Data………... 52

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan (Disosnaker) 4.1.1 Sejarah Disosnaker………..…... 53


(8)

vii

4.1.2 Visi & Misi Disosnaker………..54 4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Disosnaker………...….…... 55 4.1.4 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas..……….….. 55 4.2 Gambaran Umum Kehidupan Anak Jalanan... 71 BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar………... 75

5.2 Hasil Temuan

5.2.1 Informan Kunci………. 76 5.2.2 Informan Utama……… 101 5.2.3 Informan Tambahan……….. 115 BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan……… 129

6.2 Saran……….. 131

DAFTAR PUSTAKA... 133 LAMPIRAN


(9)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak

NIM : 110902020

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN DI DINAS SOSIAL DAN KETENAGAKERJAAN KOTA MEDAN

Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran. Hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Ketenakerjaaan Kota Medan untuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan. Tujuannya untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan melukiskan data yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Data yang didapat kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan selanjutnya dianalisis.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisis serta penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan masih belum maksimal ditandai dengan kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan program pembinaan bagi anak jalanan seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program pembinaan bagi anak jalanan.

Kata Kunci: Anak Jalanan, Implementasi Program, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan


(10)

ii

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak NIM : 110902020

ABSTRACT

IMPLEMENTATION PROGRAM OF STREET CHILDREN GUIDANCE FIELD IN THE CITY DEPARTMENT OF SOCIAL AND EMPLOYMENT

FIELD CITY OF MEDAN

An increasing number of street children in Medan each year increased significantly the number of unemployment. This became the basic tasks of particular Medan City Government Department of Social Welfare and Ketenakerjaaan Medan to provide guidance to the street children. Economic constraints, families are lacking in meeting the needs of the child so that the child was forced to asked to work on their own initiative or on the streets because of a very heavy burden on families. Seeing shortage faced by street children, the Medan City Government adopted a policy to provide guidance to the street children. The goal is to nurture street children both in the provision of mental, spiritual and assistance to their needs so as to minimize their presence in the streets.

This researh is a descriptive study with qualitative approach is to describe and depict the data obtained from the field and then explain it with words. This study aims to determine the implementation of development programs of street children by the Department of Social Welfare and Labor Medan. Data collected by in-depth interviews and field observations. Data were obtained and then narrated qualitatively by holding categorization and further analyzed.

Based on the data that has been collected and analyzed as well as the research that has been conducted by researchers in the field it can be concluded that the implementation of the development program of street children has been implemented quite well just the lack of facilities and funds to carry out training for street children such as the lack of facilities for children's hospice the streets and the lack of funding from central become an obstacle to implementing coaching programs for street children.

Keywords: street children, Implementation Program, Social Services and Employment Medan


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Perkembangan kota di segala bidang tidak hanya memberikan nuansa positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan hidup sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada kemiskinan. Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah membuat makin banyaknya anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Banyak kasus yang menunjukkan meningkatnya penganiayaan terhadap anak-anak, mulai tekanan batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga sendiri, teman, maupun orang lain.

Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks. Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai. Mulai dari kesadaran masyarakat hingga kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan merencanakan program yang menjanjikan. Faktanya program itu hanya bersifat aturan yang tertulis diatas kertas sedangkan keluh kesah warga keras terdengar di telinga.

Fenomena keberadaan anak jalanan yanghingga kini masih menuai masalah tanpa ada solusi yang tepat untuk mengatasinya merupakan salah satu akibat dari kemiskinan. Keberadaananak yang hidup di jalan saat ini mudah kita


(12)

2

temui di sudut-sudut kota besar terutama Kota Medan. Mata kita sudah tidak asing lagi melihat anak-anak yang mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu merah. Mereka mendatangi warung-warung pinggir jalan menawarkan jasa atau sekedar meminta sumbangan. Aktivitasnya dimulai dengan bermain musik, menjual koran, menyemir sepatu hingga meminta sumbangan dengan kotak amal.

Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 2013 tentang Koordinasi Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah dalam hal ini telah banyak mengeluarkan kebijakan tentang bagaimana menangani keberadaan anak jalanan. Koordinasi penanggulangan anak jalanan dalam Undang- Undang ini, dilaksanakan melalui satu tim yang bersifat konsultatif dan koordinatif. Tim yang dimaksud dalam keputusan Presiden ini yaitu mempunyai tugas dalam membantu Menteri Sosial dalam menetapkan kebijakan pemerintah di bidang penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis (Gepeng). Tim tersebut bekerja dalam perumusan dan perincian kebijaksanaan pelaksanaan penanggulangan anak jalanan.

Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia yang kemudian di turunkan dalam undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa ”fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh negara, tetapi pada kenyataannya yang ada di lapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar


(13)

3

dipelihara oleh negara. Penanganan masalah masyarakat miskin yang bergantung pada penghasilan di jalanan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh semua pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja, tetapi juga setiap orang yang berada dekat anak tersebut harus dapat membantu pertumbuhan anak dengan baik.

Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the Child (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya dan perlindungan khusus.

Konvensi hak-hak anak merupakan komitmen dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh secara wajar. Kemudian, pemerintah juga menerbitkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002, sehingga konsekuensinya Pemerintah berkewajiban semaksimal mungkin berupaya memenuhi hak-hak anak Indonesia namun, kenyataan menunjukkan bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam konvensi hak anak dan UU yang mengaturnya, belum sepenuhnya didapatkan oleh anak jalanan tersebut. Orang tua memang merupakan pihak utama untuk memberikan hak-hak tersebut, tetapi karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung, maka peran pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial berkewajiban memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.


(14)

4

Berdasarkan data dari NGO (Non Goverment Organization) diketahui bahwa Kota Jakarta merupakan wilayah terbanyak ditemukan nya anak terlantar yaitu anak jalanan, gelandangan dan pengemis padahal pemerintah daerah telah mencanangkan berbagi kebijakan baik melalui aturan, program dan berbagai kegiatan untuk mengentaskan problema anak jalanan. Hal ini sungguh tidak wajar dipandang, mengingat Kota Jakarta adalah ibukota dari Negara Indonesia yang harus dijaga ketertibannya. Salah satu wujud nyata adalah Pemerintah Daerah Kota Jakarta dalam keputusannya telah menetapkan suatu kebijakan mengenai pembinaan khusus sebagai penerobosan untuk menyikapi keberadaan anak jalanan. Peraturan Daerah No 8 Tahun 2013 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) sudah disahkan oleh walikota Jakarta. Pada kenyataannya yang terjadi hingga saat ini diketahui, masih banyak saja ditemukan anak jalanan dan terlantar di kota Jakarta.

Terdapat program dan kegiatan yang dicantumkan dalam kebijakan pada undang-undang perda Kota Jakarta. Program tersebut diantaranya yaitu: (1) program pemberdayaan terhadap anak jalanan yaitu proses penguatan keluarga yang dilakuan secara terencana dan terarah sesuai dengan keterampilan yang dimiliki tiap individu yang dibina; (2) program pembinaan yaitu terdapat bebarapa indikator di dalamnya yakni pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan, serta rehabilitasi sosial; (3) program bimbingan yaitu salah satu cara pembinaan yang dilakukan melalui kegiatan monitoring evaluasi dari program pemberdayaan sebelumnya.

Tujuan diadakannya berbagai program tersebut adalah untuk memudahkan para pihak yang berwenang dalam melaksanakan tugasnya guna meminimalisasi


(15)

5

jumlah anak jalanan yang sudah sanga membanjiri kota kota besar ini. Pada kenyataannya hal itu hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah, padahal anak-anak jalanan dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab negara. Saat ini masih banyak masyarakat miskin yang seharusnya mendapat perhatian pemerintah, hingga saat ini banyak kita temukan di jalanan dan tempat-tempat tertentu Kota Jakarta. Hal tersebut membuktikan bahwa keberhasilan dari program dan kegiatan yang telah disusun ternyata belum mencapai target yang diinginkan.

Berbeda dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kota ini memang telah menunjukkan keistimewaannya. Penurunan populasi anak jalanan berhasil dilakukan pada tahun 2014. Di tengah arus besar yang berlangsung di hampir seluruh wilayah Indonesia yang selama ini menempatkan anak jalanan sebagai pelaku kriminal (termasuk perkembangan beberapa tahun terakhir juga mengkriminalisasi para pemberi uang kepada anak jalanan) dan karenanya jalan yang banyak ditempuh menggunakan pendekatan represif, telah diubah dengan pendekatan hak anak. Perubahan ini tercermin nyata dengan disahkannya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 6 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang hidup di jalan pada tanggal 20 Januari 2014. Aturan berikutnya terkait dengan implementasi atas perda tersebut yang tertuang pada Peraturan Gubernur No. 31 tahun 2013, tentang Tata Cara Penjangkauan dan Pemenuhan Hak Anak yang hidup di Jala 02.51WIB).


(16)

6

Tujuan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta adalah untuk perlindungan anak yang hidup di jalanan, terdapat pada pasal 3 yaitu; (1) mengentaskan anak dari kehidupan di jalan; (2) menjamin pemenuhan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; dan (3) memberikan perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Program yang dilakukan, terdapat pada pasal 6 yaitu: (1) program pencegahan; (2) program penjangkauan (3) program pemenuhan hak; dan (4) program re-integrasi sosial. Berdasarkan program yang telah dicanangkan pada perda Yogyakarta, pada program penjangkauan anak jalanan, Tim Perlindungan Anak (TPA) yang anggotanya mewakili berbagai unsur seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Kepolisian, Satuan polisi Pamong Praja, dan juga unsur dari masyarakat sipil ikut turun serta mengambil bagian. Program yang dilakukan dalam penjangkauan mengedepankan pendekatan yang manusiawi, dengan mengenal, bermain bersama, menjalin persahabatan dan menanamkan kepercayaan anak. TPA melakukan wawancara untuk mengungkapkan masalah yang tengah dihadapi anak kepada anak, orangtua atau orang terdekat. Pada kegiatan-kegiatannya, TPA juga bisa melibatkan anak yang sudah mendapatkan pembinaan. Diketahui hasil yang didapat bahwa dengan adanya program pemerintah daerah Kota Yogyakarta yang efektif maka keberadaan populasi anak jalanan telah berkurang pada tahun 2014. Kota Palembang juga merupakan salah satu kota besar di Sumatera Selatan yang masih dibanjiri populasi anak jalanan di daerah-daerah keramaian. Sama halnya dengan kota lainnya, tidak ada pemerintah yang tidak peduli dengan situasi


(17)

7

daerahnya. Pemerintah Kota Palembang juga telah mengeluarkan kebijakan berupa aturan mengenai pembinaan anak jalanan. Peraturan Daerah Kota Palembang terdapat pada Undang-Undang No 9 tahun 2013 tentang Pembinaan dan Pengentasan Anak Jalanan. Dalam undang-undang tersebut terdapat berbagi program yang mengatur anak jalanan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah melaui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kota Palembang menyebutkan: (1) kegiatan preventif yaitu kegiatan yang dilakukan di tempat-tempat yang potensial menjadi daerah pengirim gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kegiatan ini dipandang penting dengan asumsi mencegah lebih baik daripada mengobati; (2) kegiatan dukungan; (3) kegiatan rehabilitatif yaitu kegiatan yang dilakukan dengan penjangkauan seperti pemulangan anak jalanan dan pemberian keterampilan.

Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan guna pengentasan anak jalanan di Kota Palembang namun sepertinya kebijakan tersebut hanya sebatas program yang tertuang dalam suatu peraturan. Aparatur pemerintah dan pihak yang berwenang belum efektif melaksanakan tugasnya dan diketahui masih banyak menggelandang anak jalanan di sudut-sudut Kota Palembang. Disimpulkan bahwa keberhasilan kebijakan yang dilakukan masih belum dapat direalisasikan sehingga masih membutuhkan pelaksanaan yang benar-benar

efektif dari pemerintah daerah Kota Palemba

WIB).


(18)

8

Kota Medan merupakan wilayah metropolitan terbesar di luar Pulau Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan mengatakan bahwa laju pertumbuhan, penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Berdasarkan data BPS diketahui pada tahun 2014, jumlah penduduk Kota Medan diperkirakan meningkat menjadi 2.136.105 jiwa. Ada peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.109.156 jiwa pada tahun 2013 menjadi 2.136.105 jiwa pada tahun 2014 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,91%. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tingkat kelahiran, kematian dan arus urbanisasi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Medan

merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Jumlah penduduk kota Medan yang semakin meningkat, berjalan seiring dengan pertumbuhan jumlah anak. Bertambahnya anak disebabkan oleh tingginya angka kelahiran yang terjadi. Seseorang dikatakan anak adalah yang berumur 0-18 tahun dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah anak di Kota Medan tahun 2014 mencapai 956.442 jiwa sedangkan pada tahun 2013 tercatat, terdapat 894.334 jiwa pada tahun 2012 sejumlah 865.442 jiwa. Data tersebut membuktikan adanya angka kenaikan jumlah anak di Kota Medan setiap tahunnya.

Fenomena merebaknya anak jalanan merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak memiliki masa depan yang jelas, dimana keberadaan mereka seringkali menjadi masalah bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Perhatian terhadap nasib anak


(19)

9

jalanan tampaknya belum begitu besar karena mereka adalah saudara kita, mereka juga adalah amanah Tuhan yang harus dilindungi dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.

Anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan dari pada pergi ke sekolah karena malas berfikir. Mereka bisa mendapatkan kurang lebih Rp.20.000 sampai Rp.100.000 per hari dari bekerja di jalanan. Mereka merasa betah berada di jalanan. Anak-anak jalanan menjadi malas jika diajak ke habitat normal seperti anak seusia mereka pada

umumnya

sumut,

Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2014 lalu terdapat sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta. Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan tahun 2014 terlihat bahwa, jumlah anak jalanan yang berada di Kota Medan menduduki jumlah yang tertinggi yaitu, mencapai 1.526 jiwa (50.26%) dari seluruh anak jalanan yang berada di Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena Kota Medan merupakan ibu kota propinsi yang memiliki daya tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. Alasan lain


(20)

10

menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki perkembangan kota yang lebih cepat jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain yang berada di Propinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan banyaknya jumlah anak di kota Medan, menurut data yang diperoleh dari Yayasan Pusaka Indonesia, menaksir jumlah anak jalanan di Sumatera Utara mencapai 4.500 anak dan 1.500 anak diantaranya berada di Kota Medan. Perserikatan Perlindungan Anak (PPAI) Sumatera Utara menghimpun angka yang lebih banyak, yaitu 5000 anak jalanan berada di Seluruh Sumatera Utara dan 1.800 dari jumlah tersebut tiggal di Kota Medan. Menurut KKSP (Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) ada sekitar 1.150 anak jalanan di seluruh Sumatera Utara pada tahun 2014.

Aktivitas anak-anak jalanan di Kota Medan beraneka ragam, diantaranya sebagai pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, tukang semir sepatu, dan lain sebagainya. Mereka terutama beroperasi di tempat-tempat keramaian atau umumnya seperti di perempatan jalan, pusat-pusat pasar, stasiun/terminal bus, pusat perbelanjaan serta rumah makan yang mengijinkan mereka masuk untuk beroprasi seperti menyemir sepatu dan mengamen. Anak-anak yang hidup di jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan sangat rentan dengan perlakuan kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum di jalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan dan kemanjaan, terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam yaitu dunia jalanan.

Tidak jarang kita temukan, anak jalanan seringkali menjadi objek kekerasan, Anak-anak jalanan ditantang oleh resiko yang mau tidak mau harus


(21)

11

dihadapi saat berada di jalanan. Resiko-resiko yang dapat diidentifikasi adalah menjadi korban kekerasan (pemerasan, penganiayaan, eksploitasi seksual, penangkapan dan perampasan modal kerja), kelangsungan hidup terancam, kurang gizi (miniman keras, penyalah gunaan obat, tindakan kriminal dan seks bebas), ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS) serta keterkucilan dan stigmatisasi sosial (Huraerah, 2006:79).

Kahadiran anak-anak di jalanan adalah sesuatu yang dilematis. Di satu sisi mereka mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan yang memuat mereka bisa bertahan hidup dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain mereka bermasalah, karena tindakannya seringkali merugikan orang lain. Mereka acapkali melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti sering berkata kotor, mengganggu ketertiban di jalanan misalnya: memaksa pengemudi kendaraan bermotor untuk memberi sejumlah uang (walaupun tidak seberapa) dan melakukan tindakan kriminal lainnya.

Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup dalam asuhan orang tuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka bebas melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak-anak seumuran mereka. Umumnya terlihat berpakaian lusuh, kumal, dandanan jauh dari kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh mereka. Rokok, minuman keras, dan mabuk-mabukan sepertinya sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka yang seharusnya mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak terdidik. Keadaan-keadaan inilah yang menyebabkan sebagian besar kelompok


(22)

12

masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka bagian dari warga masyarakat. Akibatnya terjadi penolakan di setiap kehadiran mereka.

Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara No.6 Tahun 2003 tentang Gelandangan dan Pengemis merupakan bentuk konkrit kepedulian pemerintah terhadap penanggulangan anak jalanan. Namun pada kenyataannya hal itu hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah, padahal anak-anak jalanan dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab negara. Pelayanan yang diberikan terhadap anak jalanan masih tidak terarah.

Instrumen hukum dan kebijakan tersebut belum terimplementasi dengan baik, kenyataan menunjukkan bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam konvensi hak anak dan UU yang mengaturnya belum sepenuhnya didapatkan oleh anak jalanan, orang tua memang merupakan pihak utama untuk memberikan hak-hak kepada anaknya, tetapi karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung maka peran Pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial berkewajiban memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.

Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan, maka Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan mengadakan Program Pembinaan Anak Jalanan, dimana dengan program yang realistis akan tercipta kebijakan utama untuk mengentaskan masalah anak jalanan. Disamping itu, kelanjutan dari program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah implementasi yang nyata dan yang paling diharapkan oleh anak jalanan misalnya, dengan terciptanya lapangan pekerjaan, bila memang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan usia anak dan tidak terlalu membahayakan keselamatan jiwanya serta masih mendapatkan kesempatan untuk


(23)

13

sekolah dan bermain maka tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Anak akan terdidik melalui pekerjaan itu untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Terlepas dari pembinaan yang diberikan kepada anak jalanan, hal terpenting yang juga harus diperhatikan oleh Dinas Sosial adalah pembinaan terhadap keluarga anak jalanan tersebut. Jika karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung menjadi faktor anak turun ke jalanan untuk bekerja membantu orang tuanya, maka pembinaan terhadap keluarga yang harus dilakukan oleh Dinas Sosial adalah dengan pemberdayaan ekonomi keluarga yang menciptakan kemandirian , sehingga dengan berbagai program pembinaan yang diberikan, baik kepada si anak maupun kepada keluarganya diharapkan mereka tidak kembali lagi ke jalanan dan akhirnya hal tersebut dapat meminimalisir keberadaan anak jalanan di Kota Medan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, penulis sangat tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul : “Implementasi Program Pembinaan AnakJalanan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana implementasi program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian


(24)

14

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. 1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap keilmuan yang dikembangkan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan dapat bermanfaat dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam upaya menyikapi masalah sosial.

2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir penulis dalam menyikapidan menganalisis masalah-masalah sosial.

3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan sebagai bahan evaluasi khususnya bagi Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan dan bagi pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum guna meningkatkan pelaksanaan program yang diberikan kepada anak jalanan.

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian.


(25)

15

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat dan gambaran umum lokasi penelitian serta data-data yang mendukung karya ilmiah.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.


(26)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

2.1.1 Pengertian Implementasi

Implementasi dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi dan menyelesaikan. Implementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Wahab, 2002: 95). Implementasi dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil.

Dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan. Pengertian implementasi dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab dalam bukunya Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara yaitu: “Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat-pejabat kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Wahab, 2002:65).


(27)

17

Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya

implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan

pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Winarno 2002:101)

Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut di antaranya:

1) Kondisi lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosio kultural serta keterlibatan penerima program.

2) Hubungan antar organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.


(28)

18

Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non human resources). 4) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. (Subarsono, 2005:101).

Menurut Sobana (Wahab 2002: 84) implementasi kebijakan merupakan suatu sistem pengendalian untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi pada prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta, serta badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu.

Implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, tetapi mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana


(29)

19

apa yang dikemukakan oleh Anderson dalam buku Joko Widodo yang berjudul Good Governance telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Elemen tersebut antara lain mencakup: a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu. b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah. c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5. Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif) (Winarno, 2002: 16).

2.1.2 Tahap Implementasi

Pembuatan suatu sistem pasti ada tahap implementasi. yang dimaksud dengan implementasi adalah merupakan realisasi sistem yang berdasarkan pada desain yang telah dibuat. tahapan implementasi dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sebagai berikut

1. Membuat dan menguji basis data & jaringan

Pada tahap ini adalah tahap dimana menguji basis data dan jaringan yang telah ada pada sistem dan harus diimplementasikan sebelum pemasangan program komputer.


(30)

20

Tahap yang kedua adalah tahap membuat dan menguji program. Pada tahap ini rencana yang telah ada dikembangkan lagi menjadi lebih rinci dan dilakukan pengujian terhadap program tersebut.

3. Memasang dan menguji sistem baru.

Pada tahapan yang ketiga ini dilakukan uji coba terhadap sistem baru tersebut, untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut sudah terpenuhi.

4. Mengirim sistem baru kedalam sistem operasi.

Tahapan yang keempat atau tahapan yang terakhir adalah untuk menggantikan sistem yang lama dengan sistem baru yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Tahap ini menunjukkan bahwa sistem sudah siap untuk dioperasikan.

2.2. Program Pembinaan

2.2.1 Pengertian Program Pembinaan

Menurut Stoner dalam (Ketaren, 2009:114) program secara harfiah diartikan sebagai rencana aktifitas atau rencana kegiatan dalam suatu wadah tertentu. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stoner tersebut maka program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas dimana program ini memperlihatkan:

a. Langkah utama diperlukan untuk mencapai tujuan

b. Unit atau anggota yang bertanggung jawab untuk setiap langkah. c. Ukuran atau pengaturan dari setiap langkah.

Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan


(31)

21

implementasi. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum pelaksanaan terhadap program dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan (Siagian dan Suriadi, 2012:117-118).

Penyusunan program tidak semudah yang diperkirakan banyak orang, karena memerlukan waktu, uang dan pemikiran. Tidak saja dari orang-orang yang membuatnya tetapi juga dari pihak-pihak yang akanterlibat dalam pelaksanaannya kelak dikemudian hari. Suatu program tidak hanya diuraikan tentang kegiatan apa, tetapi juga mengenai mengapa dilakukan kegiatan tersebut. Pembuatan penyusunan program perlu diperhatikan azas-azas di bawah ini:

a. Disusun berdasarkan analisa dan waktu.

b. Dipilih masalah-masalah berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan. c. Ditentukan tujuan-tujuan dan cara-cara pemecahannya yang akan memberikan

kepuasan kepada semua pihak.

d. Mempunyai kekekalan tetapi luwes (fleksibel).

e. Mempunyai keseimbangan-keseimbangan untuk keseluruhan masyarakat

tetapi dengan mengutamakan yang terpenting. f. Ada rencana kerja yang jelas dan tetap.


(32)

22 g. Merupakan suatu proses yang terus-menerus.

h. Merupakan suatu proses pengajaran dan pembimbingan. i. Merupakan suatu proses koordinasi.

j. Memberikan kesempatan untuk penilaian (evaluasi) hasil-hasil pekerjaan (Wiriaatmadja, 1998: 69).

Menurut (Mangunhardjana, 1999: 37) pembinaan adalah menekankan pada pengembangan manusia dari segi praktis, yaitu pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Mangunhardjana mengatakan bahwa dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan, tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi pengetahuan tetapi pengetahuan untuk dijalankan.

Orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap dan kecakapan. Pembinaan dapat diartikan proses belajar untuk melepaskan hal-hal yang dianggap sudah tidak berguna dan menggantinya dengan mempelajari pengetahuan dan praktek baru.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan berfungsi untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan, merubah dan mengembangkan sikap, memberikan latihan, mengembangkan kecakapan dan keterampilan. Pembinaan akan berjalan dengan baik apabila seseorang telah mengikuti pembinaan yang memiliki kemampuan untuk:

a. Melihat diri dan pelaksanaan hidup serta kerjanya.


(33)

23

c. Menemukan masalah-masalah dalam kehidupan serta berusaha mengatasinya. d. Menemukan hal-hal yang sebaiknya diubah atau diperbaiki.

e. Merenungkan sasaran yang ingin dicapai dalam hidup setelah mengikuti pembinaan (Mangunhardjana, 1999: 16).

2.2.2 Sasaran Program Pembinaan

Seminar advokasi anak jalanan yang dikutip oleh (Soedijar, 2004: 29) mengatakan bahwa sasaran pembinaan anak jalanan :

a. Melindungi dan berusaha mengangkat derajat anak jalanan

b. Memberikan pelayanan secara teliti sehingga kesehatan dan gizi mereka tetap terjamin.

c. Menumbuhkan rasa sadar diri, semangat kerja dan mengangkat derejat hidup mereka sendiri bahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

d. Memberikan pengarahan pada waktu bermain, rekreasi dan pada saat waktu luangnya.

Isi dari program pembinaan harus sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, dengan demikian sasaran tersebut akan menjadi jawaban dari permasalahan yang dihadapi para anak jalanan. Suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasaran yang jelas dapat mengandung bahaya yang besar karena kegiatan itu tidak akan memiliki arah dan tujuan. Sulit untuk dinilai berhasil atau tidaknya program bila sasaran tidak dirumuskan. Sasaran perlu dirumuskan dengan jelas dan tegas dan sasaran harus ada hubungannya dengan minat dan kebutuhan yang dibina.

Program pembinaan memerlukan integritas dari seluruh program pembinaan, maka:


(34)

24

a. Perlu dijaga agar dalam seluruh program diciptakan variasi, metode dalam mengolah kegiatan agar program berjalan lancar, memikat dan tidak monoton serta membosankan.

b. Perlu diketrahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam bidang pembinaan. Sikap Pembina sangat menentukan cara pelaksanaan program. (Soedijra, 2004: 29)

2.3 Keberadaan Anak Jalanan 2.3.1 Pengertian Anak

Secara biologis, anak merupakan hasil dari pertemuan antara sel telur seorang perempuan yang disebut ovum dengan benih dari seorang laki-laki yang disebut spermatozoa, yang kemudian menyatu menjadi zigot, lalu tumbuh menjadi janin dan pada akhirnya terlahir ke dunia sebagai seorang manusia (bayi) yang utuh. Tidaklah mungkin seorang anak terlahir ke dunia tanpa ada peran dari seorang laki-laki yang telah menanamkan benih keturunan di rahim seorang perempuan, sehingga secara alami anak terlahir atas perantaraan ayah dan ibu kandungnya. Namun tidak demikian dalam pandangan hukum, bisa saja terjadi seorang anak yang lahir tanpa keberadaan ayah secara yuridis, bahkan tanpa kedua orangtua sama sekali. Idealnya, seorang anak yang dilahirkan ke dunia secara otomatis akan mendapatkan seorang laki-laki sebagai ayahnya dan seorang perempuan sebagai ibunya, baik secara biologis maupun hukum (yuridis), karena dengan memiliki orangtua yang lengkap akan mendukung kesempurnaan bagi si anak dalam menjalani masa pertumbuhannya.

Anak merupakan insan pribadi (persoon) yang memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya, dimana selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan


(35)

25

orangtua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya kelak. Anak adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang akan datang, sehingga tidak berlebihan jika Negara memberikan suatu perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa depannya (Witanto, 2012:4-6).

Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973,

pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Convention onThe Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 19).

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Konvensi Hak Anak (KHA), mendefinisikan anak secara umum sebagai yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm Perundangan Nasional (UNICEF, 2003: 3&21).


(36)

26

Menurut Atika anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa (Huraerah, 2006: 24).

2.3.2 Hak-Hak Anak

Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain.

Tujuan Hak-hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka dan berpartisipasi secara aktif di masyarakat. Sedangkan Konvensi Hak-Hak Anak adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh perserikatan bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989.

Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak dan karena itu mempunyai komitmen menurut hukum nasional


(37)

27

untuk menghormati, melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak-hak anak di Indonesia. Agar terwujud, maka pemerintah dan seluruh dunia harus dapat menghormati dan menjunjung tinggi Hak-hak anak, melalui undang-undang yang mereka kembangkan di tingkat nasional. Namun demikian, agar anak-anak dapat menikmati hak-hak mereka, secara penuh konvensi itu harus dihormati dan dipromosikan oleh semua anggota masyarakat mulai dari orangtua untuk mendidik kepada anak-anak sendiri. Prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak:

1. Non-diskriminasi dan kesempatan yang sama.

Semua anak memiliki hak yang sama. Konvensi ini berlaku untuk semua anak, apapun latar belakang etnis, agama, bahasa, budaya atau jenis kelamin. Tidak perduli darimana mereka dating atau dimana mereka tinggal, apa pekerjaan orangtua mereka, apakah mereka cacat, atau mereka kaya atau miskin. Semua anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai potensi mereka sepenuhnya.

2. Kepentingan terbaik dari anak.

Kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama ketika membuat keputusan yang mungkin berdampak pada anak. Ketika orang dewasa membuat keputusan, mereka harus berfikir bagaimana keputusan mereka itu berdampak pada anak-anak.

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.

Anak mempunyai hak untuk hidup. Anak harus memperoleh perawatan yang diperlukan untuk menjamin kesehatan fisik, mental, dan emosi mereka serta juga perkembangan intelektual, sosial dan kultural.


(38)

28 4. Partisipasi anak.

Anak mempunyai hak untuk mengekspresikan diri dan didengar. Mereka harus memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat tentang keputusan yang berdampak pada mereka dan pandangan mereka harus dipertimbangkan. Berkaitan dengan ini, usia anak, tingkat kematangan, dan kepentingan mereka yang terbaik harus selalu diingat bila mempertimbangkan idea atau gagasan anak (Joni dan Zulchaina, 1999:33-46).

Secara internasional, diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Hak Anak PBB yang telah diratifikasi dengan KEPRES No.36/1990, dimana dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindingi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Adapun Hak Anak menurut KEPRES tersebut adalah:

1. Hak untuk hidup yang layak.

Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang.

Setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, bebas mengeluarkan


(39)

29

pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya. 3. Hak untuk dilindungi.

Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuasaan, ketidakpedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta.

Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh pendidikan.

Setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak.

Undang-undang memberikan beberapa pandangan tentang terminologi anak berdasarkan fungsi dan kedudukannya antara lain sebagai berikut:

a. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,


(40)

30

tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

b. UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak:

Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakan oleh generasi sebelumnya.

c. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

d. PP Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak:

Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

2.3.3 Kategori Masalah Anak

Dalam Konvensi Hak Anak telah ditegaskan sejumlah hak-hak anak yang kemudian diterapkan ke dalam hukum nasional mengenai hukum anak, baik di bidang hukum perdata, hukum pidana dan hukum di bidang kesehatan, kesejahteraan anak, jaminan sosial, ketenagakerjaan, pendidikan dan lain-lain. Masalah yang menyangkut hak-hak anak bukan hanya bagaimana mengintegrasikan hak-hak anak ke dalam hukum nasional Negara peserta


(41)

31

Konvensi Hak Anak, akan tetapi yang terpenting adalah mengimplementasikan hak-hak anak dan hukum anak dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari.

Hak-hak anak sebagaimana dituangkan dalam Konvensi Hak Anak bukan pula sekedar hak-hak anak dalam keadaan yang sulit dan tertindas sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga memasuki wilayah kesejahteraan anak yang lebih luas baik secara sosial, ekonomi sosial dan budaya bahkan politik. Hak anak untuk terjamin kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh informasi merupakan wujud perluasan hak-hak anak yang lebih maju (progressive rights). Akan tetapi, dalam kenyataan keseharian, masalah anak-anak yang paling mendesak dilakukan langkah intervensi dan intervensi itupun dilakukan secara khusus adalah terhadap kategori anak-anak yang berada dalam situasi sulit. Berdasarkan bentuk dan bobot pelanggaran hak-hak anak yang berada dalam situasi sulit itu dapat dikualifikasi sebagai berikut:

A. Anak-anak yang berada dalam keadaan diskriminatif, yakni: 1) Larangan perlakukan diskriminasi anak;

2) Nama dan kewarganegaraan anak; 3) Anak cacat (disabled);

4) Anak suku terasing (children of indegeneous people); B. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni:

1) Anak yang terpisah dengan keluarganya;

2) Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri; 3) Anak yang terganggu privasinya;

4) Anak korban kekerasan dan penelantaran; 5) Anak tanpa keluarga;


(42)

32 6) Anak yang diadopsi;

7) Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara berkala;

8) Buruh anak;

9) Anak korban eksploitasi seksual; penculikan anak;

10)Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan anak. 11)Anak yang dieksploitasi dalam lain-lain bentuk;

12)Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan; C. Anak-anak dalam situasi darurat dan kritis, yakni:

1) Anak-anak yang perlu dipertemukan kembali dengan keluarganya; 2) Pengungsi anak-anak;

3) Anak yang terlibat dalm konflik bersenjata dan serdadu anak; 4) Anak yang ditempatkan yang harus ditinjau secara berkala;

Sementara itu dalam pandangan lain menyebutkan bahwa masalah anak-anak dapat dikualifikasi berdasarkan masalah yang dialami anak-anak-anak-anak sendiri, dikualifikasi sebagai berikut:

1) Anak terlantar;

2) Anak yang tidak mampu; 3) Anak cacat;

4) Anak yang terpaksa bekerja (pekerja anak);

5) Anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak; 6) Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya; 7) Kewarganegaraan;


(43)

33 9) Pengangkatan anak;

10)Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan. 11)Perlindungan terhadap penculikan;

12)Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan; 13)Resosialisasi eks narapidana anak;

14)Pewarisan;

15)Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai; 16)Anak luar kawin;

17)Alimentasi;

18)Penyalahgunaan seksual;

19)Anak putus sekolah (Joni dan Zulchaina, 1999:109-111). 2.3.4 Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Mereka pada mumnya bekerja sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak. Anak jalanan sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Resistensinyaterhadap permasalahan di jalanan cukup tinggi (Batubara, 2010: 15).

Departemen Sosial mengatakan seseorang akan dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu. UNICEF memberikan definisi tentang anak jalanan, yaitu street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into nomadic street life(anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah16 tahun yang sudah melepaskan


(44)

34

diri dari keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).

Menurut Johanes dalam (Huraerah, 2006: 80) pada seminar tentang pemberdayaan anak jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung (STKS) menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga.

Tulisan Shalahuddin dan KHA (Konvensi Hak Anak) yang dikutip dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) memberikan pengertian anak jalanan sebagai satu kelompok anak yang berada dalam kesulitan khusus (children inespecially difficultcircumtance) yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Berbeda dengan pandangan Sudijar dalam (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003:65) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak usia 7-21 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketertiban dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya, yang pada umumnya bekerja sebagai pengamen, penjual koran, penyemir sepatu, pedagang asongan dan pemulung.

2.3.5 Karakteristik Anak Jalanan

Menurut data Departemen Sosial tahun 2014, karakteristik anak jalanan terbagi dalam dua kategori yaitu ciri fisik dan psikis. Ciri fisik anak jalanan adalah anak jalanan yang mempunyai warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus dan berpakaian kotor. Ciri psikis mereka adalah mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan,


(45)

35

masa bodoh, mempunyai rasa penuh curiga, sangat sensitif, tidak berfikir panjang atau berani menanggung resiko. Seorang anak dikatakan anak jalanan bilamana mempunyai indikasi sebagai berikut:

1. Usia di bawah 18 tahun.

2. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka:

a. Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya.

b. Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu sekali setiap hari.

c. Masih ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur. 3. Orientasi waktu

Mereka tidak mempunyai orientasi mendatang. Orientasi waktunya adalah masa kini. Dan waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya.

4. Orientasi tempat tinggal

a. Tinggal bersama orang tuanya.

b. Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya.

c. Tidak mempunyai tempat tinggal, tidur disembarang tempat.

5. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh, kotor, banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang, misalkan; pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan atau jalan raya, di kendaraan umum atau mengamen dan tempat pembuangan sampah.


(46)

36

Aktifitas yang mereka kerjakan adalah aktifitasnya yang berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk menyambung hidup, seperti; menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran/majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut dan menjadi penghubung penjual jasa.

7. Pendanaan dalam aktifitasnya a. Modal sendiri

b. Modal kelompok c. Modal majikan d. Bantuan

8. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi. a. Korban eksploitasi seks

b. Dikejar-kejar aparat. c. Terlibat kriminal.

d. Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok e. Potensi kecelakaan lalu lintas

f. Ditolak masyarakat.

9. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan. a. Haus kasih sayang.

b. Rasa aman

c. Kebutuhan sandang, pangan (gizi), kesehatan d. Kebutuhan pendidikan

e. Bimbingan keterampilan f. Bantuan usaha


(47)

37

g. Harmonisasi hubungan sosial dengan keluarga, orang tua dan masyarakat. Berdasarkan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang dikutip dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) terdapat 3 (tiga) kategori dalam menilai seorang anak apakah anak jalanan atau tidak, yaitu:

a. Anak-anak jalanan yang betul-betul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari orang tuanya. Mereka ini pada umumnya dianggap gelandangan.

b. Anak-anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali kepada orang tuanya. Anak jalanan seperti ini umumnya lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah.

c. Anak-anak jalanan yang lain, yang tinggal jauh dari orang tuanya. Mereka ini kehilangan kontak sama sekali dengan orang tuanya.

Yayasan KKSP(Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) juga memberikan karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah: a. Terlihat kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian

b. Memandang orang lain, yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat dimintai uang.

c. Mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama dalam hal tempat tidur dan makan.

d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi dan berbicara dengan siapapun selama di jalanan.

e. Malas untuk melakukan kegiatan anak rumahan misalnya jadwal tidur selalu tidak beraturan, mandi, membersihkan badan, gosok gigi, menyisir rambut,


(48)

38

mencuci pakaian dan menyimpan pakaian. pada tanggal 14 Februari, pukul 17.04 WIB.

2.3.6 Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Penyebab sebagian anak jalanan bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima, menurut Farid dalam (Sularto, 2000: 54), tantangan kehidupan yang mereka hadapi pada umumnya berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Terdapat banyak kasus anak jalanan sering hidup berkembang di bawah tekanan dan stigma atau dicap sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial keterasingan mereka dalammasyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka dan justru perilaku mereka sebenarnya mencerminkan cara masyarakat memperlakukan mereka sebagai kelompok masyarakat yang terpinggirkan.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan dijalanan, seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orangtua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orangtua. Kombinasi dari faktor-faktor ini sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri dijalanan. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orangtuanya (Bagong, 2005: 48).


(49)

39

Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni sebagai berikut :

1. Tingkat Mikro (Immudiate Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro ini yang biasa diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga biasa berdiri sendiri, yakni :

a. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus sekolah, berpetualangan, bermain-main atau diajak teman.

b. Sebab dari keluarga terlantar. Ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga, tetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial.

2. Tingkat Messo (Underlying Cause), yaitu faktor di masyarakat. Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi meliputi :

a. Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu

peningkatan keluarga, anak-anak diajakan bekerja yang mengakibatkan drop out dari sekolah.

b. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti.

c. Penolakan mayarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal. 3. Tingkat Makro (Basic Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur


(50)

40

a. Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi.

b. Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang deskriminati dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang mengalahkan kesempatanbelajar.

2.4 Kesejahteraan Anak

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan nya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Peraturan anak ini diaturdalam Undang-Undang Dasar tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Anak sebagai bagiaan dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Undang-undang yang mengatur hal tersebut memiliki hak sebagai berikut:

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang di dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar.

b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam


(51)

41

d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar (Ramadhani, 2014: 32).

2.5 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penyebab munculnya anak jalanan. Permasalahan tersebut merupakan kenyataan sosial kemasyarakatan yang juga disebabkan oleh berbagai faktor seperti modernisasi, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, masalah disorganisasi keluarga. lingkungan dari tempat tinggal, kebodohan, urbanisasi, ketiadaan lapangan pekerjaan dan sulitnya mendapatkan pelayanan pendidikan. Anak jalanan bekerja dengan cara yang mudah yaitu sebagai pengamen, penjual rokok & koran, penyemir sepatu, pengasong dan sebagainya.Anak-anak yang bekerja dijalanan dapat membantu keluarga dalam perekonomiannya dan kematangan pribadi. Anak yang bekerja dijalanan juga mempunyai efek samping, yaitu terjadinya kemunduran fisik, anak putus sekolah dan juga kemerosotan moral.

Berdasarkan program yang telah disusun tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis maka pemerintah daerah yang dimaksud penulis dalam melaksanakan peraturan daerah tersebut adalah aparatur yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program. Salah satu instansi atau bagian yang berwewenang dalam hal ini yaitu Dinas Sosial Kota Medan yang telah membuat program pembinaan anak jalanan guna untuk meminimalisasikan keberadaan anak jalanan di Kota Medan.

Tujuan utama penyelengaraan pemerintah daerah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat, maka dari itu Dinas Sosial Kota Medan membuat


(52)

42

peraturan tentang program pembinaan anak jalanan. Program yang disusun menegaskan ada beberapa pembinaan yang dilakukan dalam mengurangi pertumbuhan jumlah anak jalanan di Kota Medan, yaitu:

1. Program Penertiban. Program Penertiban yang dimaksud yaitu program yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak lain yang terlibat untuk melakukan razia di tempat-tempat umum anak jalanan bekerja dan berkeliaran.

2. Program Pembinaan Lanjutan, yaitu program pembinaan yang memberikan pengarahan dan pengajaran pada anak jalanan. Program ini mempunyai beberapa kegiatan yaitu melakukan bimbingan sosial, mental, rohani, motivasi dan fisik dan pada setiap bimbingan terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan para anak jalanan.

3. Program Pelatihan Keterampilan. Program ini dilakukan dengan pemberian keterampilan kepada anak jalanan berupa kerajinan tangan dan pekerjaan lain yang bisa meningkatkan bakat dan minat anak untuk bisa berkarya.

4. Program Pemberdayaan. Program ini ditujukan pada keluarga/orangtua anak jalanan yang merupakan proses penguatan keluarga yang dilakuan secara terencana dan terarah

Berbicara tentang bagaimana implementasi suatu kebijakan dapat berjalan efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penulis mengaitkan keefektifan suatu implementasi kebijakan dengan faktor-faktor sebagai berikut (Wahab: 2002: 54) :

1. Faktor Pendukung

Faktor pendukung yang dimaksud disini adalah segala hal yang sifatnya membantu tersosialisasinya kebijakan pemerintah daerah dalam hal


(53)

43

pembinaan anak jalanan di Kota Medan yang sesuai dengan peratuaran yang telah ditentukan.

2. Faktor Penghambat

Faktor Penghambat sendiri disini merupakan segala sesuatu yang menjadi pengganjal atau yang menghalangi terselenggaranya pembinaan anak jalanan di Kota Medan yang sesuai dengan peratuaran yang telah ditetapkan.


(54)

44

Berikut diuraikan alur penelitian yang dituangkan dalam bentuk bagan kerangka pemikiran yaitu sebagi berikut :

Bagan 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

Anak Jalanan Program Pembinaan Anak

Jalanan, meliputi: 1. Program Penertiban

2. Program Pembinaan Lanjutan 3. Program Pelatihan

Keterampilan

4. Program Pemberdayaan

Implementasi Progam Pembinaan Anak Jalanan


(55)

45 2.6 Definisi Konsep dan Defini Operasional 2.6.1 Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan diteliti untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitaian. Penulis berupaya membawa para pembaca hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai yang diinginkan dan dimaksudkan oleh penulis. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Memahami pengertian mengenaikonsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Implemementasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan aturan yang lebih difokuskan lagi sebagai kebijakan pemerintah. Implementasi juga bertujuan untuk mencapai dan mangukur tingkat keberhasilan aturan atau program pemerintah tersebut dapat berjalan.

b. Anak Jalanan Kota Medan yaitu anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari, mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan termasuk di lingkungan pasar dan pusat-pusat keramaian lainnya di Kota Medan, berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu.

c. Program pembinaan adalah prosedur yang disediakan sebagai landasan untuk menentukan isi dan urutan kegiatan pembinaan.Program Pembinaan anak jalanan meliputi:


(1)

129 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan Kota Medan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan, peneliti dapat menarik kesimpulan. Implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial belumlah terwujud dengan maksimal, ditinjau dari keberhasilannya hal ini belumlah sepenuhnya berhasil karena adanya berbagai kendala/hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program dan masih tetap ada ditemukannya anak jalanan yang berada di jalanan besar dan titik-titik tertentu Kota Medan. Hal tersebut terjadi karena setelah mereka selesai dibina mereka kembali lagi melakukan rutinitasnya di jalanan. Berdasarkan data yang telah dianalisis, penulis menyimpulkan:

1. Program pertama yaitu Program Penertiban. Program ini masih berjalan kurang baik dan belum maksimal sebab terdapat kendala-kendala yang dialami oleh Dinas Sosial pada program ini diantaranya Dinas Sosial belum memiliki fasilitas yang memadai dalam menjalankan program ini, seperti tidak adanya transportasi khusus yang digunakan oleh Dinas Sosial untuk melakukan razia saat melakukan penertiban karena kurangnya dana dari pusat. Dinas Sosial selama ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang berasal dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara sehingga dalam pelaksanaanya instansi mengalami kendala dan terkadang program tidak dilakukan pada waktunya.


(2)

130

2. Program kedua yaitu Program Pembinaan Lanjutan. Program ini berjalan kurang baik karena pada program ini juga terdapat kendala yang dialami Dinas Sosial. Sama halnya pada program pertama yakni Dinas Sosial belum memiliki fasilitas yang memadai dalam menjalankan program ini, seperti keterbatasan dana untuk mendirikan rumah singgah/panti sosial karena rumah singgah/panti sosial yang selama ini ada adalah milik non-Pemerintah yang disubsidi sehingga anak jalanan yang dirazia harus dibina di kota lain yaitu Panti Sosial Pungi yang berada di Binjai. Program Penyuluhan telah diterapkan pada anak jalanan. Berdasarkan pernyataan Adi, Ikhwan dan Bayu yang terdata dalam program pembinaan anak jalanan, mereka telah melakukan berbagai kegiatan diantaranya mendapat beberapa bimbingan dan materi pengajaran dari pembina. Bimbingan yang diterima terdiri atas bimbingan sosial, mental, rohani, fisik dan motivasi. Kegiatan dari setiap bimbingan juga telah mereka terima.

3. Program ketiga yaitu Program Pelatihan Keterampilan. Program ini berjalan kurang baik dan sama halnya pada program sebelumnya, pada program ini juga terdapat kendala yang dialami Dinas Sosial seperti sumber daya manusia dari Dinas Sosial sendiri masih kurang sebagai pekerja dalam membina dan membimbing anak jalanan, sehingga Dinas Sosial yang menangani anak jalanan terpaksa mendatangkan pekerja dari luar dan ini dianggap kurang berkompeten dalam melakukan pembinaan kepada anak jalanan tersebut. Para pekerja yang didatangkan dari luar tersebut, tentunya harus dibayar dan ini juga merupakan salah satu penghambat proses pembinaan anak jalanan yang terkadang tidak sepenuhnya mengikuti pelajaran ataupun pembinaan


(3)

131

keterampilan karena keterbatasan dana untuk menggaji para tutorial tersebut, sehingga banyak anak yang mengeluh karena tutorial yang mengajari mereka jarang datang. Berdasarkan pernyataan Adi, Ikhwan dan Bayu yang terdata dalam program pembinaan anak jalanan, mereka telah melakukan berbagai kegiatan dalam program ini diantaranya mereka diajarkan beberapa keterampilan berupa kerajinan tangan yang berguna untuk meningkatkan bakat dan skill mereka agar dapar berkarya.

4. Program Pemberdayaan. Program ini berjalan dengan baik. Pemberdayaan yang ditujukan pada orangtua/keluarga anak jalanan ini telah dialami oleh Ibu Nurul Hasanah selaku orangtua dari Bayu dan Bayu adalah anak yang terdata dalam program pembinaan anak jalanan. Berdasarkan data yang telah dianalisis, penenelti mengetahui bahwa program pemberdayaan telah diterapkan pada keluarga anak jalanan yang bersangkutan.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi Dinas Sosial, diharapkan Dinas Sosial dalam memberikan pembinaan kepada anak jalanan berupa pelatihan-pelatihan tidak hanya di tujukan kepada anak jalanan tetapi kepada para pengurus lembaga-lembaga yang peduli terhadap anak jalanan. Dinas Sosial juga sebaiknya mendirikan suatu rumah singgah dan menyediakan alat transportasi untuk mengangkut anak-anak jalanan yang terkena razia. Disamping itu program pengembangan pemberdayaan ekonomi di lingkungan mereka harus di kembangkan atau di


(4)

132

tingkatkan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga tidak melibatkan anak mereka turun kejalanan lagi.

2. Pemerintah seharusnya memberikan badan hukum yang bisa melindungi, untuk memberikan payung hukum penanganan anak jalanan perlu diterbitkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah (Perda), khususnya tentang anak jalanan sebagai implementasi Undang-Undang tentang kesejahteraan sosial, seperti menyangkut pengaturan teknis pelaksanaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi penanganan anak jalanan serta tanggung jawab keluarga dan masyarakat.

3. Perlu ditingkatkan sosialisasi kepada masyarakat umum agar mereka tidak memandang anak-anak jalanan ini sebagai kelompok yang terpinggirkan dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi seharusnya mereka dibantu, dibina dan diberdayakan kehidupan ekonomi keluarganya. Disamping itu, perlu dikembangkan model pengembangan penanganan anak jalanan yang terkoordinasi, jelas tujuannya, dan tepat sasarannya dengan melibatkan berbagai lembaga pemerintah maupun masyarakat serta memaksimalkan sumber-sumber yang ada.


(5)

133

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Bagong, Suyanto. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Groupp.

Batubara, Hambali. 2010. Penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta. Jakarta: PT. Grasindo.

Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan Terhadap Anak: Fenomena Masalah Sosial

Kritis di Indonesia. Bandung: Nuansa.

Ketaren , Nurlela. 2009, Asas-Asas Manajemen. Medan: USU Press.

Mangunhardjana, A, 1999. Pembinaan, Arti, dan Metodenya. Jakarta: Kanisius. Moleong, Lexy J, 2006. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurdin, M. 1989. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: STKS.

Nugroho, Heru. 2003. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial (Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu- Ilmu Sosial dan Kesehatan). Medan : Grasindo Monoratama.

Siagian, Matias dan Suriadi, Agus. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan: Fisip USU Press.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama. Soedijar, A. 2004. Penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta,badan

Penelitian dan Pengembangan Sosial. Jakarta: Departeman Sosial.

Subarsono, G. 2005. Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sularto, St. 2000. Seandainya Aku Bukan Anakmu. Jakarta: Buku Kompas.

Supranto, Budie, Drs. 2008. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Grasindo. Thoha, Miftah. 1993. Pembinaan Organisai: Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

134

UNICEF. 2003. Pengertian Konvensi Hak Anak. Jakarta: PT Enka Parahlangeri. Wahab, Solichin, Abdul. 2002. Analisa Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta :Bumu Ajsara.

Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Medpress. Wiriaatmadja, Soekandar. 1998. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: C.V Yasaguna.

Witanto, Y.D. 2012. Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin. Jakarta: Pustakaraya.

Sumber lain :

Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan Vol. 3 No. 1 Januari - April 2006 Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003

UU No. 4 Tahun 1797 tentang Kesejahteraan Anak

UU No. 6 Tahun 2011 tentang Penertiban dan Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis

UU No 8 Tahun 2013 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No.39 Tahun 1999, tentang Hak asasi Manusia

diakses pada tanggal 22/Februari/2015, pukul 16:54 WIB).