ARTI MATERIAL SESAJEN DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA DI DUSUN II DESA MATARAM BARU KECAMATAN MATARAM BARU KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(1)

ABSTRAK

ARTI MATERIALSESAJENDALAM PERKAWINAN ADAT JAWA DI

DUSUN II DESA MATARAM BARU KECAMATAN MATARAM BARU KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

Ika Surya Widya Astuti 1113033026

Indonesia merupakan negara majemuk, terdiri berbagai macam suku dan memiliki berbagai macam tradisi yang masih dipertahankan dan dilestarikan. Salah satu tradisi yang hingga saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur yaitu pembuatan sesajen. Pembuatan sesajen ditujukan kepada Sang Pencipta dan roh-roh halus serta untuk melestarikan budaya Jawa. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah arti sesajen pada pelaksanaan perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur?. Tujuannya yaitu untuk mengetahui arti dari sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan model analisis interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesajen yang digunakan dalam perkawinan adat Jawa memiliki arti yang disimbolkan dari perwujudan benda-benda yang dilihat dari bahan (beras, pisang raja setangkep, ayam panggang, kemenyan, takir, gantal/sirih, nasi punar, buceng, kembang setaman dan kelapa). Bentuk yang terdapat dalamsesajenyaitu bentuk bulat atasnya rata pada nasi punar dan bentuk lancip seperti kerucut pada buceng. Warna yang terdapat dalam sesajen yaitu warna merah, warna putih, warna merah kecoklatan, warna kuning dan warna hijau.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Material yang digunakan dalam sesajen perkawinan adat Jawa memiliki arti masing-masing yang dilihat dari bahan (beras, pisang raja setangkep, kelapa, takir, air suci, ayam panggang, buceng, kembang setaman, nasi punar dan gantal), bentuk (tembakau, ayam panggang, gula merah, pisang raja, biji-bijian, kaca kecil, sisir, minyak damen, telur, kelapa, buceng, nasi punar, gantal dan kemenyan) dan warna (merah kecoklatan, merah, putih, kuning dan hijau).


(2)

ARTI MATERIALSESAJENDALAM PERKAWINAN ADAT JAWA DI DUSUN II DESA MATARAM BARU KECAMATAN MATARAM BARU

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(Skripsi)

Oleh

Ika Surya Widya Astuti

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. Pada Tanggal 3 Juli 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Budi Wardoyo dan Ibu Romlah.

Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Kristen (SDK) Srimenanti Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bandar Sribhawono Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bandar Sribhawono pada tahun 2008 dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Sejarah melalui jalur PMPAP.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di daerah Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jakarta. Selain itu penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa/pekon Tekad Kecamatan Pulaupanggung Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014, serta penulis juga melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Pulaupanggung pada tahun 2014.


(7)

PERSEMBAHAN

Terucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini

sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku kepada :

Bapak ku Budi Wardoyo, Ibuku Romelah

Adikku Ninda Mei Pratiwi

yang telah menasehatiku serta mendukungku

dalam menggapai cita-cita dan

yang telah menjadi sumber semangatku

Para pendidik dan sahabat-sahabatku yang memberikan semangat untukku

serta almamaterku tercinta


(8)

MOTTO

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari

satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.

(Winston Chuchill)

Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis.

(Aristoteles)


(9)

SANWACANA Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagiAllah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul”ArtiSesajendalam Perkawinan Adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan

Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur”. Sholawat serta salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaat-Nya di hari akhir kelak.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga mendapat banyak bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., Wakil Dekan I Wakil Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 3. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., Wakil Dekan II Bidang Keuangan

Umum dan Kepegawaian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(10)

4. Bapak Drs. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Syaiful. M, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah membantu memberikan masukan, kritik dan saran selama proses perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi. Terima kasih Pak.

7. Drs. Maskun, M.H selaku Pembimbing Akadmik (PA) dan sebagai pembimbing kedua dalam skripsi ini yang telah memberikan bimbingan, sumbangan pikiran, kritik, dan saran selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi. Terimakasih Pak.

8. Dr. Risma M.Sinaga, M.Hum., selaku Pembimbing Utama yang telah sabar membimbing dan memberi masukan serta saran yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih Ibu.

9. Bapak Drs. Wakidi, M. Hum, dosen Pembahas yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat dalam proses kuliah dan proses penyelesaian skripsi. Terimakasih Pak. 10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Drs. Iskandar

Syah, M.H, Drs. Ali Imron, M.Hum, Drs. Tontowi, M.Si, M. Basri, S.Pd, M.Pd, Suparman Arif, S.Pd, M.Pd, Y. Sri Ekwandari, S.Pd, M.Hum, Cheri


(11)

Saputra, S.Pd, M.Pd, Mirristica Imanita, S.Pd, M.Pd dan para pendidik di Unila pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah. 11. Kepada keluarga besarku terutama Pakwek, Makwek, Pak Lanang, Mak

Neng, Mas Raji, Mbak Tini, Mas Rasit, Mas Ramli, Bude Westi, Bik Wanti dan masih banyak lagi lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih telah memberikan semangat dalam menjalani proses pendidikan Ika hingga saat ini.

12. Sahabat-sahabatku (Jon Pipin Susilawati, Yuni Wiyati, Shinta Anggraini, Lilis Wahyuni) terimakasih atas bantuan kalian dan persahabatan yang tetap terjaga hingga saat ini.

13. Sahabat-sahabat KKN dan PPL di Pekon Tekad Kecamatan Tanggamus 14. Teman-teman dan kakak-kakak seperjuangan Pendidikan Sejarah 2011

Anita, Nita, Reni, Aqila, Putri, Neli, Anggun, Fina, Indra, Wina, Resi, Agung, Koko, Alan, Feri, Yunita, Ipeh, Evi, Iqbal, Ucep, Patrik, Iyem, Nina, Ica, Largo, Dona, Justin, Wahyu, Setyo, dan teman-temanku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

15. Teman-teman dan adik-adik tingkat di Program Studi Pendidikan Sejarah terima kasih atas motivasinya.

16. Mbak-mbak kosan yang sudah lulus (Mbak Komeng, Mbak Ranong, Mbak Kaban, Mbak Yek, Mbak Jang, Mbak Lia, dan Mbak Nel) terima kasih atas semangat dan bantuannya.

17. Adik-adik kosan (Imeh, Devi, Risky, Yesi, Putu, Angel, Bella, Fitri, Upik, Wayan, dan Sefni) terima kasih telah memberikan motivasi.


(12)

18. Masyarakat Jawa di Desa Mataram Baru terutama Ibu Yatni, Ibu Bibit, Mbah Suradi, Bapak Wardi, Bapak Paing selaku sebagian subjek dalam penelitian.

19. Bapak Jilan (Pak Ilan) selaku Sesepuh Desa Mataram Baru yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, informasi serta menjadi salah satu informan dalam penelitian ini.

20. Lek Totok dan Pak Lurah selaku bagian dari petugas Balai Desa Mataram Baru yang telah memberikan banyak bantuan dan informasi selama penelitian.

21. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Semoga ALLAH SWT membalas segala amal kebaikan kita. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis


(13)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah ... 8

1. Pembatasan Masalah ... 8

2. Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Kegunaan Penelitian ... 9

2.1.Kegunaan Teoritis ... 9

2.2.Kegunaan Praktis ... 9

3. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Pustaka ... 11

1. Kebudayaan menurut Clifford Geert ... 11

2. Arti Material ... 12

3. Makna Simbol ... 13

4. Arti Sesajen ... 15

5. Perkawinan Adat Jawa ... 18

B. KerangkaPikir ... 23

C.Paradigma ... 25

III. METODE PENELITIAN A.Metode yang digunakan ... 26

B. Lokasi Penelitian ... 27

C.Variabel Penelitian... 27

D.Teknik Penentuan Informan ... 28


(14)

F. Teknik Analisis Data ... 31

1. Reduksi Data ... 31

2. Display (Penyajian Data) ... 31

3. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan) ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 32

1. . Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 32

1.1.Sejarah Desa Mataram Baru ... 32

1.2.Letak dan Batas Administratif Desa Mataram Baru ... 35

1.3.Luas Wilayah Desa Mataram Baru ... 36

1.4.Keadaan Penduduk Desa Mataram Baru ... 37

1.4.1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 37

1.4.2. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 38

1.4.3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 39

1.4.4. Keadaan Penduduk Menurut Sistem Kepercayaan (Agama) ... 40

1.5.Struktur Pemerintahan Desa Mataram Baru ... 40

2. . Deskripsi Hasil Penelitian ... 41

2.1.Tradisi Pembuatan Sesajen dalam Perkawinan Adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur ... 41

2.1.1. Pemahaman Mayarakat Mengenai Sesajen... 41

2.1.2. Pentingnya Sesajen dalam Perkawinan Adat Jawa ... 44

2.2.Jenis Sesajen dalam Perkawinan Adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru 47

2.3.Proses Pembuatan Sesajen Perkawinan Adat Jawa di Dusun II Desa Matarm Baru ... 48

2.3.1. Persiapan Sebelum Acara Perkawinan ... 48

2.3.2. Bahan – Bahan yang Diperlukan dalam Sesajen ... 50

2.3.3. Tahap Penyusunan Sesajen Perkawinan Adat Jawa ... 53

2.4.Arti Sesajen Perkawinan Adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru ... 55

2.5.Arti Material dari Sesajen Perkawinan Adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru ... 57

2.5.1. Dilihat dari Bahan ... 57

2.5.2. Dilihat dari Bentuk ... 67

2.5.3. Dilihat dari Warna ... 85

B.Pembahasan ... 89

1. Arti material Sesajen dalam Perkawinan Adata Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur ... 89


(15)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

Gambar Halaman

Tabel 1. Sejarah Pemerintahan Desa Mataram Baru ... 34 Tabel 2. Luas Wilayah Desa Mataram Baru ... 37 Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Desa Mataram Baru .... 37 Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Mataram

Baru ... 38 Tabel 5. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat di Desa Mataram Baru ... 39 Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Desa Mataram Baru ... 40


(17)

DAFTAR GAMBAR Halaman

1. Foto Ibu Bibit yang sedang menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan

dalam sesajen perkawinan adat Jawa ... 46

2. Foto Bapak Jilan sedang mendo’akan sesajen. ... 50

3. Foto sesajen yang telah disusun rapi. ... 57

4. Foto takir atau pencok bakal yang sudah disusun ... 61

5. Foto benang lawe atau benang jahit yang digunakan dalam sesajen ... 63

6. Foto air suci dalam gelas yang digunakan dalam sesajen ... 64

7. Foto kembang setaman yang akan digunakan dalam upacara Adicoro Panggih Temanten ... 66

8. Foto pisang raja setangkep dan beras dibawahnya pada tahap penyusunan di dalam wadah atau baskom ... 71

9. Foto gula merah yang digunakan dalam sesajen perkawinan adat Jawa .. 73

10. Foto mbako atau rokok yang digunakan dalam sesajen ... 74

11. Foto biji-bijian yang digunakan dalam upacara Adicoro Panggih Temanten ... 75

12. Foto cermin atau kaca kecil yang digunakan dalam sesajen. ... 76

13. Foto suri atau sisir yang digunakan dalam sesajen ... 77

14. Foto minyak damen atau minyak sajen yang digunakan dalam sesajen ... 78

15. Foto dupa yang digunakan dalam sesajen perkawinan adat Jawa sebagai pengganti kemenyan/ dupa ... 79

16. Foto telur ayam kampung yang digunakan dalam sesajen ... 80

17. Foto buah kelapa yang diletakkan di tengah-tengah pisang raja setangkep dan kelapa yang mulai disusun dalam wadah atau baskom ... 81

18. Foto nasi punar yang digunakan dalam upacara Adicoro Panggih Temanten ... 82

19. Foto gambar buceng dalam perkawinan adat Jawa ... 83

20. Foto gantal yang sudah diikat dengan benang lawe. ... 84

21. Foto warna gula merah yang digunakan dalam sesajen perkawinan adat jawa ... 87

22. Foto warna nasi punar yang digunakan dalam upacara adicaro panggih temanten ... 88


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai macam adat, bangsa, bahasa dan budaya. Dari berbagai macam keanekaragaman tersebut, masing-masing memiliki ciri khas dan tatacara yang berbeda serta unik dalam pelaksanaannya. Salah satu keunikan tersebut dapat dilihat pada masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa terdiri dari beberapa bagian yakni: Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa, masyarakat Jawa yaitu sekumpulan manusia Jawa yang saling berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat continu dan terikat oleh suatu identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009: 116). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat Jawa terbagi atas beberapa bagian seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Masing-masing daerah memiliki tradisi atau kebiasaan budaya yang berbeda-beda, baik dari segi pelaksanaannya maupun pembuatannya. Tradisi atau kebiasaan tersebut masih dilakukan oleh sebagian masyarakat karena proses pewarisan dari nenek moyang ke generasi muda masih berjalan. Pelaksanaan tradisi tidak dapat dilakukan secara individu melainkan dilakukan secara bersama-sama dengan


(19)

2

orang-orang disekitar kita. Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa ini tidak dipengaruhi oleh perbedaan agama yang dianut.

Seperti halnya masyarakat Jawa mayoritas menganut agama Islam, namun selain Islam ada juga sebagian masyarakat yang menganut agama lain yakni: Hindu, Budha, Kristen serta Katolik. Walaupun agama yang dianut oleh masyarakat Jawa antara masyarakat yang satu dengan yang lain berbeda-beda akan tetapi pelaksanaan adat-istiadatnya tetap sama. Salah satu adat-istiadat yang hingga saat ini masih dilestarikan yaitu tradisi pembuatan sesajen dalam perkawinan adat Jawa. Setiap melaksanakan prosesi perkawinan, masyarakat Jawa membuat

sesajen karena dipercaya dapat memberikan manfaat bagi mempelai dan keluarga yang mempunyai hajat. Meskipun masyarakat Jawa yang ada di Lampung penduduknya sebagian masyarakat transmigrasi namun, adat istiadat yang dibawa dari tanah kelahiran masih dilaksanakan hingga saat ini.

Kegiatan transmigrasi ke luar Pulau Jawa banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa salah satunya yaitu di daerah Provinsi Lampung. Masyarakat Jawa yang tinggal di Provinsi Lampung terdiri dari beberapa bagian yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kegiatan transmigrasi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa menyebar ke seluruh wilayah Provinsi Lampung salah satunya yaitu di wilayah Lampung Timur. Hampir sebagian penduduk yang menempati wilayah Lampung Timur yaitu masyarakat Jawa, baik masyarakat Jawa bagian Timur, Barat maupun Tengah. Walaupun masyarakat Jawa hampir seluruhnya melakukan


(20)

3

budaya, tradisi serta adat-istiadatnya hingga saat ini masih dibawa dan dilestarikan.

Masyarakat Jawa di wilayah Lampung Timur yang hingga saat ini masih melaksanakan dan melestarikan tradisi budaya Jawa yaitu masyarakat yang tinggal di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru. Tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Jawa yaitu pelaksanaan upacara-upacara sakral. Upacara-upacara sakral yang dimiliki masyarakat Jawa yaitu tujuh bulanan, ruwat desa sertaperkawinan. Salah satu tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru yaitu tradisi pembuatan sesajen dalam perkawinan adat Jawa. Sesajen dibuat sehari sebelum resepsi perkawinan berlangsung. Walaupun tradisi pembuatan sesajen tersebut hingga saat ini tetap dilaksanakan, namun tidak semua warga masyarakat mengetetahui arti dari pelaksanaan tradisi tersebut.

Clifford Geertz mengungkapkan, bahwa:

Sebagaimana dalam islaman, slametan perkawinan diselenggarakan pada malam hari menjelang upacara yang sebenarnya. Slametan itu disebut

midadareni, dan kecuali do’a tradisional yang mengharapkan agar pasangan

ini tidak terpisah lagi, senantiasa berdua seperti mimi dan mintuna,

slametannya sama saja dengan manggulan yang diselenggarakan sebelum khitanan. (Clifford Geertz, 1989: 71).

Berdasarkan uraian di atas, hampir setiap daerah dan juga suku memiliki tradisi yang masih dilaksanakan dan dilestarikan dalam kehidupan masyarakat umunya. Seperti juga yang terjadi pada masyarakat di Dusun II Desa Mataram Baru khususnya adat Jawa hingga saat ini masih melaksanakan tradisi pembuatan sesajen pada saat akan melaksanakan acara-acara besar salah satunya prosesi perkawinan. Sebelum pelaksanaan prosesi perkawinan dimulai, pada malam hari


(21)

4

di rumah hajat mengadakan slametan atau sering disebut dengan manggulan. Pada siang hari sebelum slametan dilaksanakan tuan rumah menyiapkan sebuah hidangan sesajen yang ditujukan kepada Sang Pencipta dan juga roh para leluhur. Proses pembuatan sesajen dilakukan Menurut pandangan masyarakat Jawa pembuatan sesajen tersebut disimbolkan dengan tujuan untuk menghormati arwah para leluhur serta meminta do’a restu kepada Sang Pencipta agar pelaksanaan

perkawinan dapat berjalan lancar. Sebagian masyarakat meyakini apabila sesajen

tidak dibuat maka keluarga yang mempunyai hajat akan kuwalat. Salah satu tokoh masyarakat yang berada di Dusun II Desa Mataram Baru mengungkapkan bahwa:

1. Masyarakat mempercayai bahwa roh-roh para leluhur akan datang apabila dirumah tersebut terdapat sesajen.

2. Roh-roh leluhur dipercayai akan merestui acara perkawinan yang diadakan.

3. Roh leluhur pasti ada walaupun tidak terdapat sesajen di dalam rumah, namun masyarakat tetap membuat sesajen untuk menghargai dan mengikutsertakan roh leluhur sebagai tanda roh-roh tersebut ikut menikmati acara yang dilaksanakan (wawancara: Mbah Jilan, 28 September 2014).

Berdasarkan uraian di atas, roh-roh leluhur masih ada di sekitar masyarakat, oleh sebab itu apabila akan melaksanakan sebuah acara yang penting diharuskan untuk membuat sesajen. Sesajen yang dibuat dipercaya akan memberikan manfaat bagi keluarga yang terlibat dalam pelakasanaan acara tersebut. Proses pembuatan sesajen ini dilakukan apabila akan membangun rumah, ruwat desa, tujuh bulanan, perkawinan maupun acara-acara lainnya. Salah satu acara yang hingga saat ini masih menggunakan tradisi pembuatan sesajen adalah prosesi perkawinan adat Jawa.


(22)

5

Menurut Adamson Hoebel perkawinan merupakan hubungan kelamin antara orang laki-laki dengan orang perempuan, yang membawa hubungan-hubungan lebih luas, yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dengan perempuan, bahkan dengan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya (Adamson Hoebel dalam Depdikbud, 1977: 36).

Dapat dikatakan bahwa sebuah keluarga itu ada karena terjadi penyatuan dua hubungan (perkawinan) antara laki-laki dan perempuan yang disahkan oleh agama dan peraturan pemerintah. Perkawinan dianggap sebagai peristiwa yang penting dan sakral bagi masyarakat Jawa, oleh sebab itu dalam pelaksanaannya pembuatan

sesajen pasti dilakukan. Seperti yang telah diuangkapkan oleh Van Peur-sen bahwa:

Pola pemikiran orang Jawa yang dipengaruhi oleh mitos itu, dapat dilihat pada adanya beberapa syarat atau sarana-sarana dalam upacara perkawinan seperti sajian-sajian, kembar mayang, sirih, telur, tuwuhan dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan simbol-simbol mitologis yang mempunyai latar belakang suatu harapan agar perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan itu dapat berlangsung baik sampai tua (Depdikbud, 1977:73).

Berdasarkan uraian di atas, pada proses pelaksanaan perkawinan adat Jawa terdapat beberapa persyaratan yang harus dibuat salah satunya adalah sesajen.

Sesajen merupakan bagian dari tradisi masyarakat Jawa yang diwariskan oleh nenek moyang sejak lahirnya manusia di dunia hingga saat ini. Tradisi pembuatan

sesajen atau ritual sesajen dilakukan di rumahnya masing-masing khususnya masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya Jawa.

Sesajen dibuat oleh sesepuh atau orang-orang yang sudah paham mengenai

sesajen tersebut. Selain itu sebelum proses pembuatan sesajen dilakukan, ada beberapa tindakan yang harus serta wajib dilakukan. Seperti yang telah


(23)

6

diungkapkan oleh salah satu tokoh adat Dusun II Desa Mataram Baru bahwa tindakan yang harus dilakukan sebelum sesajen dibuat sebagai berikut:

1. Sesepuh sebelum membuat sesajen harus berpuasa selama dua hari sebelum pelaksanaan perkawinan dimulai.

2. Sesepuh sebelum membuat sesajen harus mandi wajib terlebih dahulu agar badannya bersih dari najis.

3. Sesepuh harus memahami arti dari masing-masing bahan, bentuk serta warna yang digunakan dalam sesajen tersebut (wawancara: Ibu Yatni, 25 September 2014).

Berdasarkan uraian di atas, sesajen memiliki arti yang disimbolkan dan manfaat penting dalam sebuah perkawinan pada masyarakat Jawa. Oleh sebab itu proses pembuatan sesajen tidak semua orang dapat membuatnya. Seseorang yang paham dan mengetahui arti dari sesajen tersebut, seperti sesepuh ataupun orang-orang yang berpengalaman yang dapat membuatnya. Apabila pembuatan sesajen dalam penyajian ataupun pembacaannya salah, maka do’a serta harapan yang diinginkan tidak tersampaikan kepada Sang Pencipta. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan sesajen memberikan arti yang penting bagi masyarakat Jawa sehingga dipergunakan dalam proses perkawinan di Dusun II Desa Mataram Baru.

Desa Mataram Baru penduduknya mayoritas masyarakat adat Jawa. Selain Jawa terdapat pula adat-adat lain seperti Lampung, Batak, Palembang, Padang, Madura dan lain sebagainya. Walaupun penduduknya terdiri dari berbagai macam adat, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya mereka dapat berbaur antara satu dengan yang lain seperti pada kegiatan gotong royong, rapat desa, rewangan. Kehidupan sehari-sehari masyarakat di Dusun II Desa Mataram Baru saling tolong-menolong dan membantu satu sama lain. Salah satu kegiatannya yaitu pada saat melaksanakan hari raya besar, masyarakat di sekitar rumah ikut terlibat.


(24)

7

Salah satu hari raya besar yang masih dilakukan dengan membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitar kita yaitu pelaksanaan perkawinan. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Republik Indonesia menyebutkan bahwa, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yanga Maha Esa (Andjar Any, 1986:11). Dari hal-hal tersebut perkawinan tidak dapat dibuat sebagai sebuah permainan bagi kedua mempelai. Penyatuan dua keluarga ini disyahkan melalui akad nikah atau perjanjian yang diatur oleh agama. Dengan alasan tersebut perkawinan bagi masyarakat Jawa dianggap menjadi agung, luhur, dan sakral pada pelaksanaannya.

Oleh karenanya setiap pelaksanaan perkawinan tersebut disertai dengan berbagai upacara sakral lengkap dengan sesajinya. Pembuatan sesajen dilakukan guna memperoleh berkah dan restu dari para leluhur ataupun sanak saudara yang telah meninggal dunia. Sesajen dibuat dengan menggunakan berbagai macam bahan, bentuk serta warna yang masing-masing memilki arti dan manfaat bagi kedua mempelai dan keluarganya kelak. Hampir sebagian masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru yang sudah berkeluarga dapat menyiapkan hidangan sesajen, hanya saja mereka tidak mengetahui arti dari pembuatan sesajen tersebut. Walaupun tidak semua masyarakat mengetahui arti yang terkandung dalam hidangan sesajen, masih ada beberapa sesepuh yang mengetahui arti yang terkandung dalam hidangan sesajen.

Zaman modern ini masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru hanya mengkuti tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi sehingga pemahaman mengenai arti-arti yang terdapat dalam sesajen yang digunakan masih kurang.


(25)

8

Dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa saat ini di Dusun II Desa Mataram Baru proses pembuatan sesajen masih tetap dilakukan. Pembuatan sesajen oleh seorang sesepuh yang paham akan arti-arti yang terkandung dalam hidangan sesajen perkawinan adat Jawa. Sesepuh membuat sesajen mengetahui persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan sesajen. Sesajen dibuat oleh

sesepuh dengan mengumpulkan beberapa bahan yang dianggap sakral (seperti: pisang raja, bunga setaman, nasi punar, telur ayam kampung, ayam panggang, sirih, kelapa, minyak damen, kaca kecil, dsb) yang masing-masing dari bahan tersebut memiliki arti dan juga manfaat bagi mempelai dan keluarga. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti arti sesajen yang digunakan dalam perkawinan adat Jawa dilihat dari bahan, bentuk dan warna yang masih dilakukan dan dilestarikan oleh masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru.

B. Analisis Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar dalam penelitian ini masalah yang diangkat tidak terlalu meluas maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui arti sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur dilihat dari bahan, bentuk dan warna yang terdapat dalam hidangan sesajen.

2. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah arti material sesajen dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru?


(26)

9

C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

Untuk mengetahui arti material sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru

2. Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian tentunya akan dapat memberikan berbagai manfaat bagi semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis teliti, adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

2.1.Kegunaan Teoritis

Diharapkan karya ilmiah ini dapat memberikan banyak manfaat dan pengetahuan mengenai arti sesajen dalam perkawinan adat Jawa serta teori-teori yang dijelaskan oleh beberapa para ahli yang memahami tentang adat Jawa.

2.2.Kegunaan Praktis

Diharapkan karya ilmiah ini dapat mengkaji mengenai arti simbol sesajen

perkawinan adat Jawa dan dapat menjelaskan alasan-alasan masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru melaksanakan proses pembuatan sesajen.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Subjek penelitian ini adalah masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. Kemudian yang menjadi objek dalam penelitian adalah arti sesajen dalam perkawinan adat Jawa dilihat dari bahan, bentuk dan


(27)

10

warna yang terdapat dalam sesajen. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2015. Bidang ilmu dalam penelitian ini masuk ke dalam ilmu Antropologi Budaya.


(28)

11

REFERENSI

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 116.

Clifford Geertz. 1989. ABANGAN, SANTRI, PRIYAYI dalam Masyaraka Jawa. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta. Hal 71.

Depdikbud. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta.

PN.Balai Pustaka. Jakarta. Hlm 73.

Anjar Ani. 1986. Perkawinan Adat Jawa. PT Pabelan. Surakarta. Hlm 11.

Wawancara:

Jilan. 67 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 28 Januari 2015. Rabu. Pukul 19.00 WIB.

Yatni. 50 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 25 Januari 2015. Minggu. Pukul 10.00 WIB.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Kebudayaan

Pada dasarnya Clifford Geertz sependapat dengan konsep Max Weber yang menyatakan bahwa kebudayaan pada hakikatnya merupakan sebuah semiotis. Clifford Gertz percaya bahwa manusia adalah seekor binatang yang bergantung pada jaringan-jaringan makna yang ditenunnya sendiri, Clifford Geertz beranggapan bahwa kebudayaan sebagai jaringan-jaringan itu dan analisis atasnya lantas tidak merupakan sebuah ilmu eksperimental untuk mencari hukum melainkan sebuah ilmu yang bersifat interpretatif untuk mencari makna (Clifford Geertz dalam Budi Susanto, 1992:5).

Clifford Geertz mendefinisikan konsep kebudayaan berawal dari definisi yang dinyatakan oleh Kluckholn dimana Kluckholn mendefinisikan kebudayaan menjadi suatu konsep yang dianggap Geertz sedikit terbatas dan tidak mempunyai standar yang baku dalam penentuannya. Mulai saat itu Cliford Geetz mencoba membuat konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif, dimana ia melihat kebudayaan sebagai suatu teks yang perlu diinterprestasikan maknanya.


(30)

12

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan menurut Geertz bukan hanya sebuah pola perilaku yang menjadi suatu kebiasaan di masyarakat melainkan pola perilaku yang oleh masyarakat tersebut memiliki makna-makna tersendiri yang diyakini oleh para pelaku kebudayaan tersebut. Pada dasarnya Geertz mencoba menggali setiap makna di dalam sebuah pola perilku yang disebut dengan kebudayaan.

Dihubungkan dengan penelitian ini, bahwa tradisi pembuatan sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur bukan hanya dilihat dari pola perilaku masyarakat dalam proses pembuatan sesajen melainkan menggali makna yang terdapat di dalam sesajen

tersebut.

2. Arti Material

Material atau bahan adalah zat atau benda yang darimana sesuatu dapat dibuat darinya, atau barang yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu. Material merupakan bahan utama yang dibutuhkan sebelum membuat sesuatu. Material yang dimaksud tidak hanya satu jenis melainkan terdiri dari berbagai macam jenis yang disaukan sehingga menjadi sesuatu benda yang bermanfaat dan memiliki arti. Berdasarkan uraian tersebut material diartikan sebagai bahan utama atau bahan pokok yang masih berupa bahan mentah yang nantinya akan digunakan untuk membuat suatu barang. Dihubungkan dengan penelitian ini, pembuatan sesajen dalam perkawinan adat Jawa material yang dibutuhkan terdiri dari berbagai macam. Material yang terdapat dalam


(31)

13

sesajen perkawinan adat Jawa masing-masing memiliki arti sehingga digunakan sebagai simbol dalam memohon kepada Sang Pencipta. Material-material yang digunakan dalam perkawinan adat Jawa adalah bahan-bahan pilihan khusus yang dari zaman nenek moyang sudah digunakan sebagai simbol untuk memohon do’a dan restu kepada Sang Pencipta serta roh-roh para leluhur.

3. Simbol

Menurut Herusatoto (2005:10), “kata simbol berasal dari bahasa Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang dalam sebuah gejala sosial.

Menurut Maran (2000: 43), simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna sebuah salib atau suatu patung Budha, suatu konstitusi, suatu bendera.

Menurut Hendry dan Watson (dalam Haryanto, 2013: 4) melihat simbol sebagai bentuk komunikasi ”tidak langsung” adalah komunikasi dimana terdapat pesan-pesan yang tersembunyi atau tidak jelas disampaikan.

Dari uraian di atas, simbol diartikan sebagai arti atau maksud yang menggunakan suatu benda atau barang yang digunakan untuk melakukan suatu komunikasi tidak langsung kepada Sang Pencipta tetapi hanya orang-orang tertentu yang dapat melakukan komunikasi tersebut. Seperti yang telah diungkapkan Andrew Beatty bahwa bagi orang Jawa, dunia mengandung simbolisme, dan melalui simbol-simbol


(32)

14

inilah seseorang merenungkan kondisi manusia dan berkomunikasi dengan Tuhan (Andrew Beatty, 2001:222).

Banyak simbol berupa objek-objek fisik yang telah memperoleh makna cultural dan dipergunakan untuk tujuan yang lebih bersifat simbolik ketimbang tujuan-tujuan instrumental. Simbol juga dapat berupa barang sehari-hari, barang berguna yang sudah memperoleh arti khusus. Secara sadar ataupun tidak manusia (Masyarakat) telah menggunakan serta menciptakan simbol sebagai identitas yang melekat pada kehidupan kelompok atau pun kehidupan etnik budayaan. Menurut Levinson mengungkapkan bahwa:

Menjadi simbol identitas etnik kedua bagi individu yang berasimilasi dengan kelompok etnik lainnya. Simbol identitas etnik yang dimiliki oleh masyarakat memiliki simbol-simbol yang bermacam-macam untuk mencirikan etnik budaya tersebut. Tentunya simbol-simbol tersebut tidak mudah untuk dapat dipahami satu sama lain namun simbol-simbol tersebut yang menjadi pemicu terjadinya interaksi diantara kelompok etnik untuk dapat saling memahami dan menghormati (Levinson dalam Haryanto, 2013: 5).

Kehidupan masyarakat dengan lingkungan sekitar didalamnya terdapat beberapa gagasan, simbol-simbol serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai bentuk dari hasil hubungan interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok serta keolmpok dengan kelompok sehingga muncul suatu kebiasaan yang disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan itu sendiri dalam pelestarian dan pelaksanaannya selalu berkaitan dengan simbol-simbol.

Simbol biasanya digunakan dalam sebuah ritual-ritual tertentu yang diisyaratkan sebagai sebuah keinginan yang akan disampaikan kepada Sang Pencipta. Simbol tersebut dapat berupa benda, bentuk maupun warna. Penggunaan simbol berupa


(33)

15

bahan, bentuk dan warna dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya yang dibawa dari tanah kelahirannya. Simbol-simbol ini biasa digunakan oleh masyarakat Jawa dalam tradisi pembuatan sesajen perkawinan adat Jawa. Masyarakat di Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini masih melaksanakan tradisi pembuatan sesajen yang di dalamnya terdapat simbol-simbol yang berupa bahan, bentuk dan juga warna yang masing-masing memiliki arti dan manfaat bagi mempelai dan keluarga.

Arti sesajen dalam perkawinan adat Jawa berfungsi sebagai media atau perantara budaya manusia terhadap hasil tingkah laku atau hasil kreasi manusia seperti bahasa, benda, warna, suara, tindakan atau perbuatan. Dari sekian banyak simbol yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Jawa khusunya di Dusun II Desa Mataram Baru, tidak semua manusia mengetahui arti dari masing-masing simbol yang digunakan tersebut. Hampir seluruh masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru yang sudah berkeluarga dapat membuat hidangan sesajen. Seseorang yang paham dalam pembuatan sesajen perkawinan adat Jawa yaitu orang-orang yang sudah lanjut usia atau seseorang yang sudah sepuh yang paham sejak dini mengenai tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang.

4. Arti Sesajen

Berdasarkan hasil penelitian Hafid Karami (2013) yang membahas tentang sesajen

menyatakan bahwa sesajen adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma), yang merupakan suatu simbol sesajen yang


(34)

16

harus dipelajari. Kearifan lokal merupakan simbol dalam sesajen perlu dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal yang diturunkan oleh

leluhur kita.

Menurut Van Peur-sen mengungkapkan bahwa:

Pola pemikiran masyarakat adat Jawa pada proses perkawinan dipengaruhi oleh mitos-mitos tertentu yang dapat dilihat pada adanya beberapa syarat atau sarana-sarana dalam upacara perkawinan seperti sajian-sajian, kembar mayang, sirih, telur dan lain sebagainya. Dengan adanya mitos-mitos yang dibawa oleh para leluhur pada kegiatan-kegiatan tertentu, masyarakat adat Jawa hingga saat ini enggan untuk meninggalkan ataupun mengabaikan mitos tersebut (Van Peur-sen dalam Depdikbud, 1977: 73).

Berdasarkan uraian diatas, sesajen merupakan sajian atau hidangan yang berupa makanan dan bunga-bungaan yang disajikan kepada roh-roh para leluhur. Sajian yang berupa makanan dan bunga-bungaan tersebut di dalamnya terdapat bahan, bentuk dan juga warna yang masing-masing memiliki arti dan manfaat tersendiri. Hidangan

sesajen dalam proses pembuatannya membutuhkan berbagai macam bahan yang harus disiapkan. Walaupun sesajen hanya dipandang sebagai mitos oleh sebagian masyarakat, namun hingga saat ini masih banyak masyarakat adat Jawa yang melestarikan budaya pembuatan sesajen.

Sesajen digunakan pada saat pelaksanaan tujuh bulanan, ruwat desa, pembuatan rumah dan perkawinan khususnya pada masyarakat adat Jawa. Misalnnya pada masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini masih menggunakan sesajen dalam pelaksanaan perkawinan. Penggunaan sesajen pada pelaksanaan prosesi perkawinan adat Jawa dianggap kebutuhan yang paling utama dan harus diutamakan demi


(35)

17

kelancaran prosesi perkawinan. Sesajen ini apabila tidak dibuat maka pelaksanaan perkawinannya akan mengalami gangguan dan kehidupan yang akan dijalani oleh kedua mempelai banyak menghadapi suatu masalah.

Sesajen yang digunakan dalam perkawinan adat Jawa terdiri dari berbagai macam jenis sesajen baik sesajen sebelum pelaksanaan perkawinan, sesajen kembar mayang,

sesajen setelah ijab kabul, sesajen nasi punar, sesajen midodareni, sesajen siraman dan sesajen setelah ijab kabul. Namun, pada masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru pada saat melaksanakan perkawinan hanya menggunakan sesajen

sebelum pelaksanaan perkawinan dan sesajen setelah ijab kabul. Sesajen sebelum pelaksanaan perkawinan dibuat sebelum pelaksanaan ijab kabul dimulai. Sedangkan

sesajen setelah ijab kabul dibuat sebelum pelaksanaan adat dimulai dan dilakukan pada saat prosesi injak telur. Masing-masing sesajen telah disiapkan oleh sesepuh perempuan di dapur, sedangkan yang mendo’akan sesajen tersebut yaitu sesepuh laki-laki di suatu ruangan tertentu maupun di tempat pelaksanaan adat.

Selain itu sesajen merupakan bagian dari budaya Hindu dan Budha yang diturunkan secara turun-temurun kepada generasinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam sesajen

memiliki arti yang sakral dan memberikan manfaat bagi kehidupan mempelai kelak.

Sesajen biasanya ditempatkan di ruangan tertentu dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Masyarakat Jawa setiap akan melaksanakan prosesi perkawinan, sebelum pelaksanaan perkawinan-nya melakukan proses pembuatan sesajen dalam ritualnya. Proses pembuatan sesajen tidak semua orang dapat menyajikannya, melainkan hanya


(36)

18

sesepuh yang mengetahui arti dari semua bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan hidangan dan ritual sesajen tersebut.

Hampir sebagian dari masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru dapat membuat dan menyajikan hidangan sesajen, tetapi tidak semua mengetahui arti yang terkandung di dalam sesajen tersebut. Sekian banyaknya masyarakat yang dapat menyajikan dan membuat hidangan sesajen, hanya sesepuh dan beberapa orang saja yang mengathui arti dan manfaat dari bahan, bentuk dan warna dalam sesajen. Oleh sebab itu, di Dusun II Desa Mataram Baru pada saat melakukan proses pembuatan

sesajen terdapat sesepuh yang menuntun proses pembuatannya. Sesepuh di Dusun II Desa Mataram Baru diberi kewenangan untuk mendo’akan sesajen yang telah disiapkan sesuai dengan masing-masing arti yang terkandung di dalamnya. Arti yang terkandung di dalam sesajen memiliki manfaat bagi mempelai dan keluarga yang melaksanakan hajat. Manfaat tersebut bukan berupa hidup kekal abadi, melainkan manfaat berupa kehidupan yang harmonis bagi kedua mempelai, mendapatkan keturunan yang soleh dan solehah serta dihindarkan dari rintangan besar yang akan dihadapi oleh kedua mempelai maupun keluarga.

5. Perkawinan Adat Jawa

Menurut Koentjaraningrat masyarakat Jawa, yaitu sekumpulan manusia Jawa yang saling berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat continu dan terikat oleh suatu identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009: 116).


(37)

19

Menurut Niels Mulder, “ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat” (Niels Mulder dalam Muhammad Zaairul Haq, 2011: 5).

Muhammad Zaairul Haq menjelaskan bahwa:

Alam pikiran Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam), yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos (Muhammad Zaairul Haq, 2011: 6).

Sudirman Tebba mendefinisikan “masyarakat Jawa sebagai komunitas individu yang memiliki pandangan hidup luhur Jawa, etika, moral Jawa dan budi pekerti Jawa” (Sudirman Tebba, 2007: 13).

Berdasarkan uraian di atas, masyarakat Jawa merupakan sekumpulan masyarakat yang terdapat di Indonesia yang memiliki nilai-nilai adat yang khas. Masyarakat Jawa memiliki berbagai nilai-nilai keluhuran yang hingga saat ini masih diturunkan dari generasi ke generasi. Selain itu masyarakat Jawa memiliki berbagai macam adat-istiadat dan upacara yang sakral yang dilakukan sesuai dengan moral dan etika Jawa yang tidak sembarangan dapat dilakukan. Adat-istiadat atau upacara sakral ini harus dipimpin oleh seorang sepuh yang paham akan berbagai macam arti yang terkandung dalam upacara tersebut. Upacara atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa berkaitan dengan hal-hal yang mistis. Proses pelaksanaan ritual yang dilakukan oleh


(38)

20

masyarakat Jawa menggunakan bahan, bentuk maupun warna yang disimbolkan sebagai suatu wujud keinginan seseorang kepada Sang Pencipta. Proses persiapan upacara atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa tidak dapat dilakukan secara individu, melainkan membutuhkan bantuan ataupun pertolongan dari orang-orang disekitarnya.

Kebiasaan saling tolong-menolong antar individu yang satu dengan yang lain hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Jawa mayoritas masyarakat daerah pedesaan yang masih kental dengan budaya Jawa. Budaya tersebut dilakukan oleh masyarakat Jawa agar manusia di dunia sadar akan pentingnya hidup bersama dengan orang lain di sekitar. Dengan hidup kebersamaan tersebut masyarakat adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru hingga saat ini masih tetap menjaga dan melestarikan adat-istiadat yang diturukan oleh nenek moyang di Jawa. Salah satu contohnya yaitu masyarakat yang tinggal di Dusun II Desa Mataram Baru dalam kehidupan sehari-harinya mereka saling membantu antara satu dengan yang lain.

Bantuan tersebut disalurkan salah satunya pada saat terdapat warga yang sedang melaksanakan acara-acara besar seperti hajatan. Pada saat terdapat warga yang melaksanakan acara besar, hampir sebagian dari masyarakat di Dusun II Desa Mataram Baru berkumpul dan ikut membantu jalannya acara sampai dengan selesai. Salah satu acara besar yang dilakukan oleh masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru yaitu acara perkawinan. Proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun II Desa Mataram Baru mayoritas menggunakan perkawinan adat Jawa. Setiap akan melaksanakan prosesi perkawinan adat Jawa membutuhkan persiapan yang


(39)

sungguh-21

sungguh dan tidak dapat dilakukan secara inividu melainkan membutuhkan bantuan dari warga masyarakat sekitar. Perkawinan adat Jawa yang dilakukan oleh masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru merupakan tradisi atau adat-istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi dibawahnya hingga saat ini.

Menurut W.G. Summer, adat-istiadat dibedakan menjadi 2, yakni: 1. Mores

Adat-istiadat yakni memiliki pengertian khusus, dimana apabila dilanggar maka sanksinya sangat berat.

2. Folkways

Adat-istiadat merupakan tatacara, yang apabila dilanggar hanya menjadi bahan tertawaan, ejekan, celaan serta gunjingan sesaat olehh masyarakat di sekitarnya (W.G. Summer dalam Wiranata, 2002: 106).

Berdasarkan uraian di atas, adat-istiadat Jawa merupakan salah satu bagian budaya atau tradisi yang memiliki nilai-nilai keluhuran dan kearifan budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa. Setiap tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa memiliki arti yang mendalam dan luhur, yang mana budaya ini sudah ada sejak zaman kuno. Adat-istiadat dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Jawa adalah pewarisan dari nenek moyang.

Adat-istiadat yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat Jawa dan merupakan suatu kebiasaan yang telah dilakukan oleh masyarakat zaman dahulu memiliki suatu aturan-aturan tertentu. Aturan-aturan tersebut tidak dapat dilanggar oleh manusia khususnya masyarakat Jawa itu sendiri, apabila dilanggar maka akan mendapatkan suatu sanksi yang berat sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan. Salah satu aturan yang dilaksanakan yaitu pada saat melaksanakan perkawinan dengan menggunakan adat Jawa harus membuat sesajen demi kelancaran prosesi perkawinan.


(40)

22

Menurut Adamson Hoebel perkawinan merupakan hubungan kelamin antara orang laki-laki dengan orang perempuan, yang membawa hubungan-hubungan lebih luas, yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dengan perempuan, bahkan dengan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya (Adamson Hoebel dalam Depdikbud, 1977: 36). Menurut Hariwijaya, bahwa:

Pada zaman dahulu pesta perkawinan hanya dilakukan oleh para bangsawan, khususnya raja. Para bangsawan sangat ribet dalam menentukan jodoh bagi anaknya. Mereka mempertimbangkan bibit, bebet dan bobotnya. Bibit adalah faktor darah dan keturunan (silsilah orang tua dan keluarganya). Bebet adalah faktor status sosial mempelai dan keluarganya (berasal dari keluarga baik-baik atau sebaliknya). Sedangkan bobot adalah faktor harta benda (mempelai pria harus benar-benar siap bertanggung Jawab atas semua kebutuhan calon istrinya) (Hariwijaya, 2004: 6).

Sehingga masyarakat pada zaman dahulu selalu beranggapan bahwa laki-laki dari kaum ningrat, harus berjodoh dengan putri ningrat. Keadaan yang seperti ini diakubatkan oleh adanya perbedaan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang. Sehingganya pada zaman dahulu apabila anaknya memiliki hubungan dengan seseorang yang tidak setara maka akan ditentang oleh keluarga yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi.

Menurut pengertian yang diungkapkan oleh para ahli di atas, perkawinan merupakan suatu lembaga yang fundamental. Pada umumnya di dalam suatu masyarakat yang sistem kekerabatannya parental, mengenai perkawinan adalah mengenai penyatuan dua keluarga sehingga menjadi satu keluarga yang utuh serta terjalin dalam rangka melanjutkan keturunan dan menjaga eksistensi budayanya. Setiap manusia akan melakukan perkawinan dalam hidupnya baik laki-laki maupun perempuan.


(41)

23

Perkawinan dapat dilakukan dengan adanya persetujuan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan sesuai dengan ketentuan yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Salah satu contohnya masyarakat di Dusun II Desa Mataram Baru, setiap akan melaksanakan rosesi perkawinan yang pertama yang dilakukan adalah proses perkenalan antar keluarga. Setelah perkenalan berlangsung pihak keluarga baik laki-laki maupun perempuan akan menanyakan kepada anaknya apakah akan serius menjalin hubungan dan melanjutkan ke jenjang perkawinan. Apabila anaknya sama-sama serius dan pihak keluarga menyetujui, maka akan dilanjutkan pada atahap lamaran ke rumah calon mempelai perempuan. Setelah proses lamaran berlangsung kemudian langsung ke tahap prosesi perkawinan yang akan disepakati bersama oleh kedua keluarga yang bersangkutan. Proses perkawinan juga tidak dapat dilakukan secara individu, melainkan membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk mempersiapkan prosesi perkawinannya. Dalam prosesi perkawinan bukan hanya kedua mempelai yang berperan penting tetapi hampir sebagian masyarakat yang tinggal di Dusun II Desa Mataram Baru ikut terlibat didalamnya baik kerabat dekat maupun warga masyarakat yang berada di sekitar rumah.

6. Kerangka Pikir

Masyarakat Jawa merupakan sekumpulan individu yang terdapat di Indonesia dan memiliki nilai-nilai adat yang khas. Masyarakat Jawa juga memiliki berbagai macam adat-istiadat dan upacara yang sakral. Upacara yang sakral tersebut dilakukan salah satunya pada pelaksanaan perkawinan adat Jawa. Pada umumnya di dalam suatu


(42)

24

masyarakat perkawinan adalah mengenai penyatuan dua keluarga sehingga menjadi satu keluarga yang utuh serta terjalin hubungan yang harmonis.

Dalam proses perkawinan bukan hanya kedua mempelai yang berperan penting tetapi banyak orang ikut terlibat didalamnya baik kerabat dekat maupun warga masyarakat yang berada di sekitar rumah. Peran warga masyarakat dalam pelaksanaan perkawinan yaitu membantu menyiapkan kebutuhan yang diperlukan misalnya membuat sesajen. Sesajen didalamnya terkandung beberapa arti yang terdapat dalam simbol.

Arti sesajen dalam perkawinan adat Jawa dapat dilihat melalui bahan, bentuk, dan warna yang disimbolkan. Masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur pada umumnya masih membuat sesajen saat melaksanakan perkawinan. Sesajen dibuat dengan menggunakan beberapa bahan sebagai simbol. Bahan yang terdapat dalam sesajen tersebut merupakan simbol yang mengandung makna. Dari sekian banyak simbol yang digunakan dalam kehidupan masyarakat, tidak semua manusia mengetahui arti dari simbol tersebut. Bahkan sesepuh yang dapat membuat sesajen tidak semua mengetahui dan memahami arti dari simbol


(43)

25

7. Paradigma

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berupa penggambaran penggunaan sesajen

dalam pelaksanaan pernikahan adat jawa. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

Ket:

: garis sebab : garis tujuan

1. Ayam panggang 2. Beras

3. Kelapa 4. Takir 5. Pisang raja 6. Buceng

7. Air suci 8. Nasi punar 9. Gantalan 10. Kembang

setaman

Arti Material

Sesajen

dalam Perkawinan


(44)

26

REFERENSI

Andrew Beatty. 2001. Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 222.

Budiono Herusatoto. 2005. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha Widia. Yogyakarta. Hlm 10.

Clifford Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. KANISIUS. Yogyakarta. Hlm 5. Depdikbud. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta.

PN.Balai Pustaka. Jakarta. Hlm 36 dan 73.

I Gede A.B Wiranata. 2002. Antropologi Budaya. Bandung. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm 106.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 116.

M. Hariwijaya. 2004. Tata Cara Penyelengaraan Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator. Yogjakarta. Hlm 6.

Muhammad ZairulHaq. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa: Menggali Butir-Butir Ajaran Lokal Jawa Untuk Menuju Kearifan Hidup Dunia Dan Akhirat. Aditya Media Publishing. Yogyakarta. Hlm 5.

Rafael Raga Maran. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 43.

Sindung Haryanto. 2013. Dunia Simbol Orang Jawa. Kepel Press. Yoyakarta. Hlm 4 dan 5.

Sudirman Tebba. 2007. Etika dan Tasawuf Jawa; Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta. Pustaka IrVan. Hlm 13.


(45)

27

Sumber Internet:

Mokhamad, Hafid Karami. “Makna Simbolik Pada Sesajen Kesenian Tradisional Kuda Lumping Di Kabupaten Sumedang”.

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=209544. Diakses pada hari Minggu. 28 September 2014. Pukul 10.45 WIB.

Sumber Skripsi:

Rosalia, Sari. 2002. “Simbol dan Makna Kesenian Janeng di Desa Pringsewu”.


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode yang digunakan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Ridjal, penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali atau membangun proposisi serta menjelaskan makna dibalik sebuah realita (Ridjal dalam Bungin, 2001: 82).

Penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus daripada mendeskrisikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi (Denzin dan Lincoln dalam Hardiansyah, 2012: 7). Pada penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata atau kalimat, gambar-gambar serta penjelasan tentang data hasil penelitian.

Berdasarkan alasan tersebut, metode ini dianggap relevan untuk digunakan dalam penelitian ini karena dapat memberikan gambaran keadaan objek yang ada pada masa sekarang yang diperoleh dari penelitian. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti.


(47)

27

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur, memiliki jumlah penduduk 6.063 jiwa yang terbagi dalam 2.204 Kepala Keluarga (KK). Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur secara wilayah dibagi dalam 11 Dusun/ Rukun Warga (RW) dan 11 Rukun Tetangga (RT).

Lokasi ini dipilih karena di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur mayoritas masyarakatnya adalah adat Jawa, sehingga peneliti dapat melihat fakta dan realitas yang akan ditelitinya pada masyarakat yang memang memiliki karakteristik tersebut.

Selain itu lokasi penelitian juga adalah tempat kelahiran penulis dengan harapan penulis akan dapat lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat berkomunikasi dengan para informan yang rata-rata berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Peter Hagul dan Chris Maning menjelaskan bahwa variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Peter Hagul dan Chris Maning dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989: 48).

Dengan demikian variabel adalah sesuatu yang menjadi objek penelitian terhadap data yang diamati. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel


(48)

28

tunggal yakni arti sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur.

D. Teknik Penentuan Informan

Menurut Spradley, ada beberapa kriteria dalam menentukan informan, agar data dapat diperoleh dengan lebih valid adapun kriteria tersebut meliputi:

1. Subyek telah lama dan intensif menyatu dengan lokasi penelitian, ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.

2. Subyek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.

3. Subyek mempunyai cukup informasi yang dibutuhkan oleh peneliti, serta memiliki banyak waktu atau kesempatan untuk dimintai informasi (Spradley, 1990: 57),.

Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas, penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sample, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tersebut.

Dalam peneletian ini kriteria informan yang diambil adalah:

1) Sesepuh adat yang bertugas memberikan informasi tentang perlengkapan yang dibutuhkan dalam hidangan sesajen serta memimpin jalannya pelaksanaan perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur.

2) Tokoh masyarakat yang sering berpartisipasi dalam pembuatan sesajen dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur.


(49)

29

3) Warga masyarakat yang masih menggunakan sesajen dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peranan alat pengumpulan data sangat penting karena alat ini digunakan sebagai pedoman atau pegangan selama pengumpulan data itu berlangsung. Ada berbagai macam alat pengumpulan data yang digunakan, sesuai dengan metode yang dipilih dalam proses pengumpulan data. Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi (pengamatan)

Secara singkat observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pecatatan. Secara sistematis terdapat unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala dalam objek penelitian, dan unsur-unsur yang tampak itulah yang disebut data atau informasi yang harus diamati dan dicatat secara langsung keadaan di lapangan sehingga diperoleh data atau fakta yang berhubungan dengan masalah yang dikaji (Sugiono, 2011: 309). Disini peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru.


(50)

30

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam yaitu melakukan wawancara langsung dengan informan mengenai pokok bahasan penelitian (Sugiono, 2011:316).

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dengan tujuan mendapatkan keterangan secara mendalam dari permasalahan yang dikemukakan. Wawancara mendalam ini dilakukan melalui berbincang-bincang secara langsung atau berhadapan muka dengan yang diwawancarai.

Penelitian ini juga berusaha untuk mengembangkan pernyataan yang diperlukan. Dengan menggunakan metode wawancara mendalam diharapkan akan diperoleh data mengenai keadaan sosial yang nyata dan mendapat gambaran lebih jelas guna mempermudah dalam analisa data selanjutnya.dalam proses wawancara mendalam ini, peneliti melakukan wawancara terhadap para informan yang telah ditentukan kriterianya. Peneliti melakukan wawancara dengan mendatangi informan dan berbincang-bincang dengan informan mengenai informasi yang dibutuhkan.

3. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Ari Kunto, bahwa teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Ari Kunto, 2011: 274).


(51)

31

Maka berdasarkan pendapat tersebut, peneliti mengadakan penelitian berdasarkan dokumentasi yang ada berupa catatan, buku, transkip, dan sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menganalisis data secara kualitatif, yang menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti sehingga data yang diperoleh dapat dipahami oleh pembaca. Menurut Milles dan Huberman (Emzir, 2011:129), proses analisa data kualitatif akan melalui proses sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu serta mengorganisasikan data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulannya dapat ditarik dan diverifikasi. Pada tahap reduksi data ini, peneliti akan memilah secara teliti data yang dapat dan tidak dapat dijadikan sebagai landasan utama kemudian mengelompokkan informasi yang diperoleh sebelum disajikan dalam penelitian ini. Informasi dari setiap informan dipilih dan dipisah-pisahkan berdasarkan pokok permasalahan masing-masing.

2. Display (Penyajian Data)

Untuk penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Secara teknis,


(52)

32

data yang telah dipilih kemudian diorganisir ke dalam matriks yang akan disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian data dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dari kegiatan wawancara terhadap informan serta menampilkan dokumen sebagai penunjang data. Dalam proses penyajian data ini, peneliti menyajikan secara tekstual dimana hasil dari penelitian yang diperoleh dan pemilihan data-data dijabarkan atau dideskripsikan secara mendalam untuk menerangkan hasil penelitian secara lebih ringan dan mudah dipahami.

3. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)

Pada tahapan ini penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan sehingga data yang ada dapat teruji kebenarannya. Dalam analisa hasil penelitian ini, peneliti melakukan penyimpulan dengan cara menjelaskan setiap bagian-bagian penting dari setiap pembahasan dari hasil penelitian yang ditemukan di lapangan.


(53)

33

REFERENSI

Burhan Bungin. 2001. Merode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 82.

Emzir. 2011. Metodolgi Penelitian Kualitatif (ANALISIS DATA). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 129.

Haris Hardiansyah. 2012. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta. Hlm 7, 118 dan 132.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Hlm 46 dan 48.

Spradley. 1990. Format-format Penelitian Sosial. Rajawali Press. Jakarta. Hlm 57. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi. Afabeta. Jakarta. Hlm 309 dan 316. Suharsimi Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka


(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan terkait tradisi pembuatan sesajen di masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur, yaitu:

1. Mayoritas masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa masih menggunakan tradisi pembuatan sesajen.

2. Material yang digunakan dalam sesajen perkawinan adat Jawa memiliki arti masing-masing yang dilihat dari bahan (beras, pisang raja setangkep, kelapa, takir, air suci, ayam panggang, buceng, kembang setaman, nasi punar dan gantal), bentuk (tembakau, ayam panggang, gula merah, pisang raja, biji-bijian, kaca kecil, sisir, minyak damen, telur, kelapa, buceng, nasi punar, gantal dan kemenyan)dan warna(merah kecoklatan, merah, putih, kuning dan hijau).

3. Berdasarkan tiga point kesimpulan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa tradisi pembuatan sesajen di Dusun II Desa Mataram Baru memiliki arti tersendiri, sehingga hal ini dapat disebut sebagai suatu kebudayaan seperti yang telah diungkapkan oleh Clifford Gertz di dalam interpretasi kebudayaan (tafsir Kebudayaan).


(55)

98

B. Saran

Berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul makna simbol

sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur, ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya:

1. Diharapkan pada masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru walaupun di tengah-tengah arus globalisasi dan westernisasi, arus cepat perkembangan informasi dan komunikasi hendaknya tidak meninggalkan nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan leluhurnya sebagai identitas diri sekaligus sebagai filter terhadap perubahan yang ada.

2. Adanya tradisi pembuatan sesajen dalam perkawinan adat Jawa yang merupakan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kepada anak cucunya berfungsi sebagai pengingat dan cara untuk memperkenalkan bahwa masyarakat Jawa memiliki tradisi yang tidak dapat ditinggalkan. 3. Adanya nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur baik itu ide, gagasan

ataupun bentuk kebudayaan yang lain tujuannya tidak lain adalah sebagai pedoman bagi masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat dapat terus memahaminya dan menjadikannya pegangan hidup masyarakat di tengah-tengah arus individualisasi sebagai akibat masuknya modernisasi di segala bidang.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Any, Anjar. 1986. Perkawinan Adat Jawa. PT Pabelan. Surakarta. Hlm 11.

Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 274.

Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi.

PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 222.

Bungin, Burhan. 2001. Merode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 82.

Depdikbud. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta.

PN.Balai Pustaka. Jakarta. Hlm 25 dan 73.

Emzir. 2011. Metodolgi Penelitian Kualitatif (ANALISIS DATA). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 129.

Hardiansyah, Haris. 2012. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta. Hlm 7, 118 dan 132.

Hariwijaya, M. 2004. Tata Cara Penyelengaraan Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator. Yogjakarta. Hlm 6.

Haryanto, Sindung. 2013. Dunia Simbol Orang Jawa. Kepel Press. Yoyakarta. Hlm 4 dan 5.

Herusatoto, Budiono. 2005. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha Widia. Yogyakarta. Hlm 10.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 116.

Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 43.

Profil Desa Mataram Baru. 2014. Hlm 1-66.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Hlm 46 dan 48.


(57)

Spradley. 1990. Format-format Penelitian Sosial. Rajawali Press. Jakarta. Hlm 57.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hlm 66.

Tebba, Sudirman. 2007. Etika dan Tasawuf Jawa; Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta. Pustaka IrVan. Hlm 13.

Wiranata, I Gede A.B. 2002. Antropologi Budaya. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm 106.

ZairulHaq, Muhammad. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa: Menggali Butir-Butir Ajaran Lokal Jawa Untuk Menuju Kearifan Hidup Dunia Dan Akhirat. Aditya Media Publishing. Yogyakarta. Hlm 5.

Sumber Internet:

Hafid Karami, Mokhamad. “Makna Simbolik Pada Sesajen Kesenian Tradisional Kuda Lumping Di Kabupaten Sumedang”.

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=209544. Diakses pada hari Minggu. 28 September 2014. Pukul 10.45 WIB.

Sumber Skripsi:

Sari, Rosalia. 2002. “Simbol dan Makna Kesenian Janeng di Desa Pringsewu”.

Skripsi. Unversitas Lampung. Bandar Lampung. Wawancara:

Bibit. 60 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 20 Februari 2015. Jum’at. Pukul 13.00 WIB.

Jilan. 67 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 28 Januari 2015. Rabu. Pukul 19.00 WIB. Mardi. 65 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 15 Februari 2015. Senin. Pukul 15.00 WIB. Paing. 63 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 14 Februari 2015. Sabtu. Pukul 20.00 WIB. Supatmo. 67 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 17 Februari 2015. Selasa. Pukul 09.00WIB. Suradi. 65 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 20 Februari 2015. Jum’at. Pukul 19.00 WIB.


(58)

Wardi. 56 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 20 Februari 2015. Jum’at. 09.00 WIB. Yatni. 50 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 25 Januari 2015. Minggu. Pukul 10.00 WIB.

No. Nama Umur Pekerjaan

Lama Baru

1 Bibit 60 Tahun Petani Petani

2 Jilan 67 Tahun Pedagang Petani 3 Mardi 65 Tahun Wiraswasta Petani

4 Paing 63 Tahun Petani Petani

5 Supatmo 67 Tahun Petani Pertain dan Berdagang 6 Suradi 65 Tahun Petani Petani 7 Wardi 56 Tahun Wiraswasta Petani 8 Yatni 50 Tahun Guru dan Rias

Pengantin

Guru dan Rias Pengantin


(1)

33

REFERENSI

Burhan Bungin. 2001. Merode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 82.

Emzir. 2011. Metodolgi Penelitian Kualitatif (ANALISIS DATA). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 129.

Haris Hardiansyah. 2012. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta. Hlm 7, 118 dan 132.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Hlm 46 dan 48.

Spradley. 1990. Format-format Penelitian Sosial. Rajawali Press. Jakarta. Hlm 57. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi. Afabeta. Jakarta. Hlm 309 dan 316. Suharsimi Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan terkait tradisi pembuatan sesajen di masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur, yaitu:

1. Mayoritas masyarakat Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa masih menggunakan tradisi pembuatan sesajen.

2. Material yang digunakan dalam sesajen perkawinan adat Jawa memiliki arti masing-masing yang dilihat dari bahan (beras, pisang raja setangkep, kelapa, takir, air suci, ayam panggang, buceng, kembang setaman, nasi punar dan gantal), bentuk (tembakau, ayam panggang, gula merah, pisang raja, biji-bijian, kaca kecil, sisir, minyak damen, telur, kelapa, buceng, nasi punar, gantal dan kemenyan)dan warna(merah kecoklatan, merah, putih, kuning dan hijau).

3. Berdasarkan tiga point kesimpulan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa tradisi pembuatan sesajen di Dusun II Desa Mataram Baru memiliki arti tersendiri, sehingga hal ini dapat disebut sebagai suatu kebudayaan seperti yang telah diungkapkan oleh Clifford Gertz di dalam interpretasi kebudayaan (tafsir Kebudayaan).


(3)

98

B. Saran

Berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul makna simbol sesajen dalam perkawinan adat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur, ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya:

1. Diharapkan pada masyarakat Jawa di Dusun II Desa Mataram Baru walaupun di tengah-tengah arus globalisasi dan westernisasi, arus cepat perkembangan informasi dan komunikasi hendaknya tidak meninggalkan nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan leluhurnya sebagai identitas diri sekaligus sebagai filter terhadap perubahan yang ada.

2. Adanya tradisi pembuatan sesajen dalam perkawinan adat Jawa yang merupakan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kepada anak cucunya berfungsi sebagai pengingat dan cara untuk memperkenalkan bahwa masyarakat Jawa memiliki tradisi yang tidak dapat ditinggalkan. 3. Adanya nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur baik itu ide, gagasan

ataupun bentuk kebudayaan yang lain tujuannya tidak lain adalah sebagai pedoman bagi masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat dapat terus memahaminya dan menjadikannya pegangan hidup masyarakat di tengah-tengah arus individualisasi sebagai akibat masuknya modernisasi di segala bidang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Any, Anjar. 1986. Perkawinan Adat Jawa. PT Pabelan. Surakarta. Hlm 11.

Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 274.

Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 222.

Bungin, Burhan. 2001. Merode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 82.

Depdikbud. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta. PN.Balai Pustaka. Jakarta. Hlm 25 dan 73.

Emzir. 2011. Metodolgi Penelitian Kualitatif (ANALISIS DATA). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 129.

Hardiansyah, Haris. 2012. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta. Hlm 7, 118 dan 132.

Hariwijaya, M. 2004. Tata Cara Penyelengaraan Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator. Yogjakarta. Hlm 6.

Haryanto, Sindung. 2013. Dunia Simbol Orang Jawa. Kepel Press. Yoyakarta. Hlm 4 dan 5.

Herusatoto, Budiono. 2005. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha Widia. Yogyakarta. Hlm 10.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 116.

Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 43.

Profil Desa Mataram Baru. 2014. Hlm 1-66.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Hlm 46 dan 48.


(5)

Spradley. 1990. Format-format Penelitian Sosial. Rajawali Press. Jakarta. Hlm 57.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hlm 66.

Tebba, Sudirman. 2007. Etika dan Tasawuf Jawa; Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta. Pustaka IrVan. Hlm 13.

Wiranata, I Gede A.B. 2002. Antropologi Budaya. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm 106.

ZairulHaq, Muhammad. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa: Menggali Butir-Butir Ajaran Lokal Jawa Untuk Menuju Kearifan Hidup Dunia Dan Akhirat. Aditya Media Publishing. Yogyakarta. Hlm 5.

Sumber Internet:

Hafid Karami, Mokhamad. “Makna Simbolik Pada Sesajen Kesenian Tradisional

Kuda Lumping Di Kabupaten Sumedang”.

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=209544. Diakses pada hari Minggu. 28 September 2014. Pukul 10.45 WIB.

Sumber Skripsi:

Sari, Rosalia. 2002. “Simbol dan Makna Kesenian Janeng di Desa Pringsewu”. Skripsi. Unversitas Lampung. Bandar Lampung.

Wawancara:

Bibit. 60 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 20 Februari 2015. Jum’at. Pukul 13.00 WIB.

Jilan. 67 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 28 Januari 2015. Rabu. Pukul 19.00 WIB. Mardi. 65 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 15 Februari 2015. Senin. Pukul 15.00 WIB. Paing. 63 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 14 Februari 2015. Sabtu. Pukul 20.00 WIB. Supatmo. 67 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 17 Februari 2015. Selasa. Pukul 09.00WIB. Suradi. 65 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 20 Februari 2015. Jum’at. Pukul 19.00 WIB.


(6)

Wardi. 56 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. 20 Februari 2015. Jum’at. 09.00 WIB. Yatni. 50 Tahun. Di Dusun II Desa Mataram Baru Kecamatan Mataram Baru

Kabupaten Lampung Timur. 25 Januari 2015. Minggu. Pukul 10.00 WIB.

No. Nama Umur Pekerjaan

Lama Baru

1 Bibit 60 Tahun Petani Petani

2 Jilan 67 Tahun Pedagang Petani

3 Mardi 65 Tahun Wiraswasta Petani

4 Paing 63 Tahun Petani Petani

5 Supatmo 67 Tahun Petani Pertain dan

Berdagang

6 Suradi 65 Tahun Petani Petani

7 Wardi 56 Tahun Wiraswasta Petani

8 Yatni 50 Tahun Guru dan Rias

Pengantin

Guru dan Rias Pengantin