PENGARUH KOPIGMEN KATEKOL TERHADAP STABILITAS WARNA ANTOSIANIN EKSTRAK TANAMAN HATI UNGU (Tradescantia pallida)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KOPIGMEN KATEKOL TERHADAP STABILITAS WARNA ANTOSIANIN EKSTRAK TANAMAN HATI UNGU

(Tradescantia pallida)

Oleh

FENI WIDIANASARI

Penelitian ini bertujuan mengetahui rasio molar katekol terhadap antosianin ekstrak tanaman hati ungu (Tradescantiapallida) yang paling menstabilkan antosianin terkopigmentasi selama penyimpanan. Percobaan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang disusun secara faktorial (3 x 6) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah rasio katekol dengan antosianin (R), yaitu 0:1 (R0), 50:1 (R1), dan 100:1 (R2). Faktor kedua adalah lama penyimpanan (L), yaitu hari ke – 0 (L0), hari ke – 10 (L1), hari ke – 20 (L2), hari ke – 30 (L3), hari ke – 40 (L4), dan hari ke – 50 (L5). Data yang diperoleh diuji kesamaan ragam dengan menggunakan uji Bartlet, kemenambahan datanya diuji dengan uji Tuckey, dan kemudian data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) untuk mendapatkan penduga ragam galat dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antarperlakuan, kemudian pengujian dilanjutkan dengan perbandingan polinomial ortogonal pada taraf uji 5% untuk mengetahui perlakuan terbaik.


(2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kopigmen katekol dengan rasio molar hingga 100:1 belum mampu menstabilkan antosianin ekstrak tanaman hati ungu selama 50 hari penyimpanan. Kopigmentasi membentuk ikatan lemah yang ditunjukkan oleh efek batokromik yang rendah dan hipokromik, penurunan konsentrasi antosianin dan retensi warna antosianin pada suhu kamar.

Konsentrasi dan retensi warna setelah 50 hari penyimpanan menurun dari 0,06 mM/L menjadi0,04 mM/L, dan dari 100% menjadi 86,65%. Hasil tersebut didukung juga oleh kopigmentasi dengan katekol tidak efektif menghambat laju degradasi akibat pemanasan suhu 65oC yang ditunjukkan oleh nilai konstanta kinetika (k) dan waktu paruh (t1/2) dari antosianin tanpa dikopigmentasi dan yang

dikopigmentasi pada rasio molar 50:1 dan 100:1 masing-masing 0,05 mM/L/jam dan 13,33 jam; 0,08 mM/L/jam dan 8,5 jam; 0,07 mM/L/jam dan 9,63 jam.


(3)

ABSTRACT

THE EFFECT OF CATECHOL COPIGMENT ON COLOR STABILITY ANTHOCYANIN OF EXTRACT PURPLE HEART PLANT

(Tradescantia pallida)

By

FENI WIDIANASARI

The purpose of this reasearch was to determine the effect of molar ratio of catechol and anthocyanin extracts of purple heart plant (Tradescantia pallida) on stabilizing copigmentated anthocyanin during storage. The experiment was arranged in a Random Complete Block Design (RCBD) in factorial (3 x 6) with 3 replications. The first factor was the ratio of catechol with anthocyanin (R), 0:1 (R0), 50:1 (R1), and 100:1 (R2). The second factor was the storage time (L), day 0 (L0), day 10 (L1), day 20 (L2), day 30 (L3), day 40 (L4), and day 50 (L5). The data were analyzed using Bartlett test to find data homogenity, the Tuckey test was used to test data additivity, and then tested using ANOVA for know

difference treatments and continued test with orthogonal polynomial comparison test at 5% level for find the best treatments.

The results showed that catechol copigment on anthocyanin with ratio until 100:1 did not stabilized anthocyanin of extract purple heart plant during 50 days of storage. The copigmentation formed weak complexes copigmentation indicated


(4)

by the low bathochromic and hypochromic, reduction of concentration and anthocyanin color retention at room temperature. Anthocyanin concentration and color retention after 50 days of storage decreased from 0,06 mM/L to 0,04 mM/L, and from 100% to 86,65%, respectivelly. The results supported also by

copigmentation with catechol at 65oC did not effectively inhibit the anthocyanin degradation rate, indicated bythe value of kinetic constant (k) and half-life (t1/2)

of anthocyanin without copigmentation and with copigmentation at ratio of 50:1 and 100:1 were 0,05 mM/L/hour and 13,33 hours; 0,08 mM/L/hour and 8,5 hours; 0,07 mM/L/hour and 9,63 hours, respectivelly.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Lampung Timur pada tanggal 02 Februari 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Dalikir dan Ibu Sri Miarsih.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiah Siraman, Pekalongan diselesaikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Jojog, Pekalongan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 Pekalongan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) di SMAN 3 Metro pada tahun 2010. Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Januari 2013 di Pekon Tanjung Anom, Kec. Kota Agung Timur, Kab. Tanggamus. Penulis juga melaksanakan kegiatan Praktik Umum pada bulan Juli 2013 di PT. Laju Perdana Indah Sumatera Selatan dengan judul “Mempelajari Proses Kristalisasi Gula Putih di PT. Laju Perdana Indah Sumatera Selatan”. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Matematika Dasar dan Rancangan Percobaan, serta asisten praktikum Kimia Dasar 2 dan Teknologi Serealia dan Palawija.


(10)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan Karya Sederhana ini

Sebagai tanda bakti, kasih sayang, dan cintaku

Kepada

Bapak dan Mamak tersayang,

Adikku Dwi, Mamasku Endy,


(11)

“Barang siapa yang melangkahkan kakinya

untuk menuntut ilmu maka diringankan masuk

ke dalam surga”

(H.R. Muslim)

“Pengetahuan Diperoleh dengan Belaja

r,

Kepercayaan dengan Keraguan,

Keahlian dengan Berlatih, dan

Cinta dengan Mencintai”

(Thomas Szasz)

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa

malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan,

maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak

akan bertemunya ia dengan kemajuan

selangkah

pun”

(Soekarno)

“Kesuksesan adalah rangkaian dari mimpi dan

tekat

untuk meraihnya”


(12)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Kopigmen Katekol Terhadap Stabilitas Warna Antosianin Ekstrak Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian di Universitas

Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Wan abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

3. Ibu Prof. Dr. Tirza Hanum. selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, serta bantuan-bantuan lainnya selama pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Ir. Ribut Sugiharto, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

5. Bapak Dr. Ir. Murhadi, M.Si., selaku Penguji Utama serta Pembimbing Akademik atas koreksi, bimbingan, dan saran yang telah diberikan; 6. Bapak, Mamak dan Adikku tersayang yang telah memberikan semangat,

perhatian, dan doa yang tiada hentinya hingga saat ini;

7. Mamasku Endy Prayoga atas kebersamaan, bantuan, kasih sayang, dan doanya yang telah diberikan selama ini;

8. Tim penelitianku Mbak Herlina dan Mbak Dian, atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian hingga peyusunan skripsi ini;

9. Sahabat terbaikku Susi, Nurul, Andar, Sella, Mbak Dhea, Mia, Febi, Taufik, Gusman dan Mbak Eka, terimakasih atas kebersamaan dan canda tawa selama ini;

10.Semua teman – teman THP angkatan 2010, serta Adik – adik angkatan 2011, 2012, dan 2013, terimakasih atas kebersamaan kalian.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yag sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2Tujuan ... 4

1.3Kerangka Pemikiran ... 4

1.4Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida)... 7

2.2Antosianin ... 8

2.3Struktur Kimia Antosianin ... 9

2.4Stabilitas Antosianin ... 11

2.5Kopigmentasi ... 14

2.6Kopigmen ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2Alat dan Bahan ... 20

3.3Metode Penelitian ... 21

3.4Pelaksanaan penelitian ... 21

3.4.1 Persiapan Bahan ... 21

3.4.2 Ekstraksi pigmen antosianin hati ungu ... 22

3.4.3 Kopigmentasi ekstrak antosianin tanaman hati ungu dengan katekol ... 24

3.5Pengamatan ... 25

3.5.1 Pengamatan efek batokromik dan hiperkromik ... 25

3.5.2 Analisis konsentrasi antosianin ... 26

3.5.3 Retensi warna ... 26


(15)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1Kadar Antosianin Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida) .. 28

4.2Efek Batokromik dan Hiperkromik Ekstrak Antosianin ... 29

4.3Konsentrasi Antosianin Selama Penyimpanan ... 31

4.4Retensi Warna ... 33

4.5Kinetika Reaksi Degradasi Antosianin ... 34

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1Simpulan ... 37

5.2Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 44

Tabel 4 – 17 ... 45


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Gugus substitusi pada antosianidin ... 11 2. Efek batokromik dan hipokromik ekstrak tanaman

hati ungu... 30 3. Konstanta laju reaksi dan waktu paruh kopigmentasi

antosianin ... 36 4. Hasil analisis konsentrasi antosianin ... 45 5. Data konsentrasi antosianin ... 47 6. Uji Kehomogenan Ragam (Bartlett's test) konsentrasi

antosianin ... 47 7. Analisis ragam konsentrasi antosianin ... 48 8. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial

ortogonal konsentrasi antosianin... 49 9. Hasil analisis absorbansi ekstrak antosianin pH 3,5 ... 50 10. Data retensi warna antosianin ... 50 11. Uji Kehomogenan Ragam (Bartlett’s test) retensi warna

antosianin ... 51 12. Analisis ragam retensi warna antosianin ... 52 13. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial

ortogonal retensi warna antosianin ... 53 14. Data kinetika reaksi... 54 15. Uji Kehomogenan Ragam (Bartlett's test) kinetika reaksi ... 54


(17)

16. Analisis ragam kinetika reaksi ... 55 17. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida) ... 7

2. Struktur dasar antosianidin ... 10

3. Berbagai bentuk struktur antosianidin ... 10

4. Struktur antosianin pada kondisi pH yang berbeda ... 12

5. Degradasi antosianin monoglukosida pada pH 3,5 oleh panas ... 14

6. Mekanisme reaksi kopigmentasi pada antosianin ... 15

7. Pembentukan ikatan melalui transfer muatan antosianin dengan senyawa fenolik (pirokatekol) ... 16

8. Struktur dasar pirokatekol ... 19

9. Diagram alir proses ekstraksi pigmen antosianin hati ungu ... 23

10. Diagram alir proses kopigmentasi antosianin dengan katekol dan pengamatan ... 25

11. Pengaruh kopigmentasi terhadap batokromik dan hiperkromik ekstrak antosianin ... 29

12. Pengaruh kopigmentasi dengan katekol terhadap konsentrasi antosianin selama penyimpanan ... 31

13. Retensi warna ekstrak antosianin selama penyimpanan sampai dengan hari ke – 50 ... 33

14. Kurva kinetika reaksi degradasi antosianin pada masing-masing rasio ... 35

15. Tanaman hati ungu segar ... 57


(19)

17. Penyaringan ekstrak tanaman hati ungu ... 57

18. Ekstrak antosianin tanaman hati ungu ... 58

19. Pemekatan ekstrak dengan rotary vacuum evaporator ... 58

20. Sentrifugasi sampel ... 58

21. Penyimpanan sampel hari ke – 0 hingga hari ke – 50 ... 59

22. Persiapan pengujian sampel ... 59

23. Sampel dalam larutan buffer HCl-KClpH 1... 59

24. Sampel dalam larutan buffer sitrat pH 3,5 dan 4,5 ... 60

25. Pengukuran absorbansi sampel ... 60

26. Sampel dalam larutan buffer HCl-KClpH 1 hari ke – 0 hingga hari ke – 50 ... 60

27. Sampel dalam larutan buffer sitrat pH 3,5 hari ke – 0 hingga hari ke – 50 ... 61

28. Sampel dalam larutan buffer sitrat pH 4,5 hari ke – 0 hingga hari ke – 50 ... 61

29. Pengukuran panjang gelombang ... 61

30. Pemanasan sampel untuk analisis kinetika reaksi ... 62

31. Sampel setelah pemanasan dalam larutan buffer HCl-KCl pH 1 .. 62


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat pewarna alami, penggunaan pigmen sebagai zat warna alami semakin menurun (Samun, 2008). Sementara zat pewarna sintetik makanan sering kali

menimbulkan masalah kesehatan, terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya seperti penggunaan zat pewarna tekstil. Oleh karena itu, penelitian untuk mencari sumber pewarna alami dan upaya untuk memperbaiki stabilitasnya semakin banyak dilakukan. Zat pewarna alami merupakan pigmen yang berasal dari tanaman, mikroba atau limbah pengolahan hasil pertanian (Lee, 2005). Pigmen yang cukup banyak terdapat di alam dan berpotensi untuk dikembangkan adalah antosianin yang berwarna ungu, biru, merah (Limantara dan Rahayu, 2008). Ekstrak antosianin bahan alam berpotensi sebagai pewarna makanan alami sebagaimana warna klorofil dari daun suji dan betakaroten dari kunyit (Kopjar dan Pilizota, 2009; Hanum, 2000).

Salah satu sumber antosianin yang dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami adalah tanaman hati ungu (Tradescantiapallida). Tanaman hati ungu termasuk ke dalam famili Commelinaceae yang merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki warna merah keunguan diseluruh bagian daunnya (Shi etal.,


(21)

2

1992a dan Lin etal., 1992 ). Warna merah alami antosianin tanaman hati ungu telah diteliti namun belum digunakan sebagai pewarna makanan (Shi et al., 1992a). Antosianidin (aglikon) merupakan struktur dasar dari antosianin yang terikat pada gugus gula (glikon). Molekul antosianin termasuk ke dalam

flavonoid yang memiliki struktur dasar dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang

dihubungkan dengan tiga atom karbon membentuk cincin yang disebut 2 fenil benzopirilium atau kation flavilium. Akibat kekurangan elektron, maka inti flavilium menjadi sangat reaktif dan hanya stabil pada keadaan asam(Schwartz, 2008). Antosianidin tanaman hati ungu memiliki struktur kimia sianidin-3-7,3’ triglukosida dengan 1 molekul asam dan 3 molekul glukosa (Shi et al., 1992c).

Berdasarkan strukturnya antosianin tanaman hati ungu dilaporkan memiliki kestabilan yang rendah selama pengolahan dan penyimpanan (Shi etal., 1992a). Stabilitas warna antosianin sangat penting untuk mempertahankan kualitas warna, yang diharapkan dan stabilitas warna antosianin dapat ditingkatkan dengan cara kopigmentasi (Rein, 2005). Kopigmentasi adalah pembentukan ikatan baru yang akan melindungi kation flavilium antosianin yang reaktif dari serangan molekul air sehingga menyebabkan warna pigmen antosianin menjadi lebih stabil (Rein, 2005). Pada reaksi kopigmentasi molekul antosianin bereaksi dengan senyawa lain (kopigmen) secara langsung atau melalui ikatan lemah (hidrofobik atau ikatan hidrogen) membentuk kompleks intermolekular kopigmen dengan molekul

antosianin, yang akan meningkatkan dan menstabilkan warna (Darias - Martin et al., 2002 dalam Rein, 2005). Efek kopigmentasi akan teramati dan efektif pada rasio molar kopigmen terhadap antosianin yang optimal (Asen dan Jurd, 1967). rasio kopigmen terhadap antosianin yang terlalu rendah menyebabkan


(22)

3

kopigmentasi tidak efektif, namun apabila terlalu tinggi menjadi tidak efisien terhadap penggunaan kopigmen.

Kopigmen adalah molekul yang tidak berwarna dan terdapat secara alami dalam sel tanaman (terutama golongan flavonoid) yang dapat berfungsi untuk

menstabilkan antosianin (Jackman dan Smith, 1996). Jenis senyawa kopigmen yang telah diteliti antara lain berasal dari golongan flavonoid seperti flavonol monomer (katekin dan epikatekin), flavonol polimer (tanin), fenolik (katekol, metil katekol, dan katekin), golongan asam organik (kafeat, ferulat, khlorogenat, dan tannat), dan bahkan molekul antosianin itu sendiri (Kopjar dan Pilizota, 2009; Bakowska et al., 2003; Mazza dan Brouilard, 1990).

Katekol merupakan salah satu senyawa fenolik yang berpotensi sebagai kopigmen dan mudah ditemukan di alam. Katekol banyak terdapat dalam ekstrak kulit kayu dan kulit buah-buahan yang berupa limbah pengolahan sehingga berpotensi sebagai sumber kopigmen. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diteliti efektivitas katekol dalam menstabilkan ekstrak antosianin tanaman hati ungu (Tradescantia pallida). Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui efektifitas kopigmen katekol dalam menstabilkan warna ekstrak antosianin yang ditunjukkan oleh efek batokromik dan hiperkromik, perubahan kadar antosianin dan retensi warna selama penyimpanan, serta konstanta laju reaksi dan waktu paruh (pada suhu 65oC) yang dapat dijadikan tambahan pertimbangan dalam memanfaatkan tanaman hati ungu sebagai sumber pewarna alami.


(23)

4

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui rasio molar katekol terhadap antosianin ekstrak tanaman hati ungu (Tradescantiapallida) yang paling menstabilkan antosianin terkopigmentasi selama penyimpanan.

1.3 Kerangka Pemikiran

Antosianidin tanaman hati ungu memiliki struktur kimia sianidin-3-7,3’

triglukosida dengan 1 molekul asam dan 3 molekul glukosa (Shi et al., 1992c). Ikatan rangkap konjugasi yang terdapat pada cincin aromatik menyebabkan antosianin menyerap warna pada panjang gelombang 505-545 nm dan

memberikan warna merah, selain itu, juga menyebabkan antosianin reaktif akibat kekurangan elektron sehingga menyebabkan antosianin mudah terdegradasi akibat faktor internal maupun eksternal (Markham, 1988). Menurut Palamidis dan Markakis (1975), reaksi degradasi antosianin mengikuti laju reaksi yang termasuk dalam reaksi ordo satu. Pada reaksi ordo satu, perubahan konsentrasi akibat degradasi merupakan fungsi linier dari waktu, sehingga pada penelitian ini efektivitas kopigmentasi akan diamati selama pemanasan pada suhu 65oC.

Oleh karena banyaknya faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap stabilitas antosianin, diperlukan upaya untuk mengurangi reaktivitasnya, salah satunya dengan kopigmentasi. Kopigmentasi merupakan pembentukan ikatan antosianin dengan senyawa kopigmen yang akan menyebabkan warna pigmen antosianin menjadi lebih kuat dan lebih stabil (Darias-Martin et al.,2002 dalam Rein, 2005). Kopigmentasi dapat berlangsung melalui beberapa mekanisme ikatan yaitu


(24)

5

penggabungan antarmolekul antosianin, kopigmentasi intermolekul antosianin dengan kopigmen, kopigmentasi intramolekul antosianin, dan pembentukan kompleks dengan logam (Rein, 2005; Brouillard, 1982).

Kopigmentasi dengan berbagai jenis kopigmen menunjukkan pengaruh terhadap stabilitas antosianin yang berbeda-beda, sehingga perlu diteliti satu per satu baik dengan menambahkan isolat murni maupun ekstrak bahan alam yang diketahui banyak mengandung senyawakopigmen tertentu. Selain asam organik, senyawa fenolik juga dapat dijadikan sebagai kopigmen (Kopjar dan Pilizota, 2009). Salah satu senyawa fenolik yang dapat dijadikan sebagai kopigmen yaitu katekol. Kopigmentasi dengan senyawa kopigmen katekol tergolong ke dalam kopigmentasi intermolekul.

Efek kopigmentasi akan teramati dan efektif jika konsentrasi antosianin lebih besar dari 35μM dan konsentrasi kopigmen lebih besar dibandingkan konsentrasi antosianin (Scheffeldt dan Hrazdina 1978; Asen et al., 1972). Menurut Boulton (2001), penggunaan rasio kopigmen terhadap antosianin yang terlalu rendah menyebabkan kopigmentasi tidak efektif, sebaliknya rasio terlalu tinggi tidak efisien terhadap penggunaan kopigmen. Hasil penelitian Boulton (2001), pada rasio kopigmen quercetin terhadap antosianin 1:1 menghasilkan peningkatan warna yang rendah karena kopigmen yang digunakan terlalu terbatas sehingga kopigmentasi tidak efektif. Pada rasio menengah 10:1 hingga 100:1

menghasilkan respon yang kuat terhadap kopigmentasi. Sedangkan pada rasio tinggi 1000:1 selain penggunaan kopigmen yang tidak efisien juga menghasilkan respon yang lemah terhadap kopigmentasi. Diharapkan dalam penelitian ini


(25)

6

didapatkan data tentang efektivitas katekol sebagai kopigmen dalam menstabilkan warna ekstrak antosianin.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : Terdapat rasio molar katekol terhadap antosianin yang mampu menstabilkan ekstrak antosianin tanaman hati ungu (Tradescantiapallida) terkopigmentasi selama penyimpanan.


(26)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida)

Hati ungu (Tradescantia pallida) merupakan jenis tanaman hias yang berasal dari famili Commelinaceae (Spiderwort family). Tanaman hias ini sering disebut dengan nama purple heart, purple queen, atau purple-hearttradescantia. Tanaman ini tumbuh menjalar di atas permukaan tanah dengan bagian batang yang memiliki banyak air dan daun yang agak tajam. Hati ungu memiliki lebar daun 1 inci dan panjang 3 – 5 inci. Pada bagian batang dan permukaan daun ditutupi oleh warna ungu sedangkan bagian bawah dari daunnya bewarna violet terang dengan bayang-bayang berwarna merah muda (Shi etal., 1992a)


(27)

8

Tanaman hati ungu ini tumbuh dengan baik pada tanah yang berpasir dan berbatu koral, bunganya hanya mekar pada pagi hari (Shi etal., 1992a). Tanaman hias ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu lingkungan optimal yaitu 20-22,5oC. Selain suhu, tanaman ini juga memerlukan tingkat penyinaran yang sedang dan

kelembaban yang rendah untuk pertumbuhannya (Palungkun, 1999). Bagian daun dan batang yang berwarna ungu tersebut terkandung pigmen antosianin (Lin etal., 1992), yang berpotensi sebagai pewarna makanan yang efektif (Shi etal., 1992a).

2.2 Antosianin

Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada tanaman (Harborne, 1967). Antosianin merupakan salah satu jenis flavonoid yang dapat larut dalam air (Winarno, 1997) dan memiliki warna merah, biru, atau violet yang biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayuran (Aulia, 2002). Manusia dan hewan telah mengkonsumsi pigmen ini sejak dulu tanpa menunjukkan efek negatif yang nyata, sehingga antosianin dapat digunakan sebagai bahan substitusi pewarna sintetis (Brouillard, 1982). Menurut penelitian yang telah banyak dilakukan, pigmen antosianin dan senyawa-senyawa flavonoid lain terbukti memiliki efek yang positif terhadap kesehatan yaitu sebagai antioksidan (Timberlake dan Bridle, 1966).

Pemakaian antosianin sebagai pewarna secara komersial pertama kali dilakukan di Italia dengan nama enociania yang dipasarkan sejak tahun 1879. Enociania merupakan pewarna yang dihasilkan dari ekstrak pekat kulit buah anggur merah yang difermentasi atau anggur yang tidak dimanfaatkan. Produk ini awalnya


(28)

9

digunakan untuk meningkatkan intensitas warna pada minuman anggur, namun beberapa tahun kemudian mulai digunakan sebagai pewarna makanan secara umum (Markakis, 1982).

Sumber utama antosianin yang berpotensi sebagai pewarna alami banyak

dijumpai terutama pada tanaman. Berbagai jenis tanaman sumber antosianin yang berpotensi sebagai pewarna alami baik sebagai pewarna makanan maupun sebagai pewarna non makanan yang telah diteliti antara lain, anggur (Markakis, 1982), kelopak bunga matahari (Mok dan Hettiarachchy, 1991), batang sorgum (Rey et al., 1993), ubi jalar (Sunarno, 1995; Francis dan Bassa, 1987), kol merah (Francis

et al., 1992), ceri (Cemeroglu et al., 1994), strawberi (Heinonen et al., 1998), katul ketan hitam (Hanum, 2000), terung belanda (Kumalaningsih dan Suparyogi 2006), dan buah duwet (Sari dan Sukatiningsih, 2012).

2.3 Struktur Kimia Antosianin

Antosianin terdiri dari dua struktur dasar aglikon antosianidin, satu atau lebih gugusan gula, dan terkadang juga memiliki gugusan asil (MacDougall etal., 2002). Molekul gula yang berikatan pada antosianin ini dapat dapat berupa monosakarida, disakarida, atau trisakarida (Gross, 1987) namun umumnya molekul gula berupa monosakarida dan terikat pada C-3. Bagian gula pada antosianin, biasanya berupa glukosa, ramnosa, silosa galaktosa, arabinosa, dan fruktosa (Ozela, et al., 2007). Gugus asil terdiri dari asam-asam aromatik (asam p-kumarat, kafeat, ferulat, sinapat dan galat) serta asam-asam alifatik (asam malonat, asetat, malat, suksinat dan oksalat) yang terasilisasi pada gula


(29)

10

(Brouillard, 1982). Struktur dasar antosianin adalah 2 – phenylbenzopyrylium (Brouillard, 1982) dan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Sruktur dasar antosianin (Brouillard et al., 1982) Keterangan μ R3’ dan R5’ : Gugus substitusi

R : Jenis glikon (gula atau gula terasilasi)

Terdapat 22 bentuk antosianidin, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin, petunidin, pelargonidin, delfinidin, dan peonidin (Francis, 1992). Enam jenis antosianidin terpenting dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Berbagai bentuk struktur antosianidin (Schwarts et al., 2008)

mer

ah

biru

Pelargonidin Sianidin Delphidin

Peonidin Petunidin


(30)

11

Setiap inti kation flavilium (Gambar 3) terdapat molekul yang berperan sebagai gugus substitusi yang dapat dilihat pada Tabel 1 (Brouillar et al., 1982). Inti kation flavilium dari pigmen antosianin kekurangan elektron, sehingga sangat reaktif. Reaksi yang terjadi umumnya mengakibatkan terjadinya degradasi warna. Laju kerusakan antosianin tergantung pada pH, semakin tinggi pH semakin tinggi laju kerusakannya.

Tabel 1. Gugus substitusi pada antosianidin

Struktur antosianidin Gugus substitusi pada atom karbon nomor

R3’ R5’ Pelargonidin Sianidin Deipinidin Peonidin Petunidin Malvinidin H OH OH OCH3 OH OCH3 H H OH H OCH3 OCH3 Sumber : Brouillard et al. (1982)

Antosianin tanaman hias hati ungu (Tradescantia Pallida) memiliki struktur kimia sianidin-3,7,3’ triglukosida dengan 1 molekul asam organik yang terasilasi 3 molekul glukosa (Shi et al., 1992c).

2.4 Stabilitas Antosianin

Antosianin merupakan salah satu senyawa yang reaktif akibat kekurangan elektron dan hanya stabil pada kondisi asam (Harbore 1967). Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi, letak dan jumlah gugus hidroksi dan metoksi (Markakis, 1982).


(31)

12

Konsentrasi pigmen yang tinggi dalam jaringan akan menyebabkan warna merah hingga gelap, konsentrasi sedang akan mengakibatkan warna ungu, dan

konsentrasi rendah akan menyebabkan warna biru (Winarno 1992).

Warna dan stabilitas antosianin pada larutan sangat tergantung pada pH. Antosianin paling stabil pada pH rendah dan perlahan kehilangan warnanya seiring dengan peningkatan pH dan menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0 sampai 5,0. Menurut Rein (2005), antosianin lebih stabil pada larutan asam dari pada larutan netral atau alkali. Namun kehilangan warna dapat bersifat reversibel. Corak warna merah akan kembali dengan adanya peningkatan derajat keasaman (Ozela, et al., 2007). Utomo (1992) mengemukakan bahwa penurunan pH secara nyata akan memperlambat laju kerusakan antosianin yang berasal dari raspberry. Reaksi dan perbedaan warna antosianin dalam berbagai pH dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur antosianin pada kondisi pH yang berbeda (Giusti dan Wrolstad, 2001).


(32)

13

Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dalam proses biosintesisnya tetapi juga mempercepat laju degradasi warna antosianin. Timberlake dan Bridle (1996) melaporkan bahwa asilasi, metilasi bentuk diglikosida menjadikan antosianin lebih stabil terhadap cahaya, sedangkan diglikosida yang tidak terasilasi lebih tidak stabil demikian juga dengan monoglikosida. Palamidis dan Markakis (1975) mendapatkan bahwa cahaya dapat mempengaruhi antosianin dalam minuman berkarbonat.

Stabilitas antosianin juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kenaikan suhu menyebabkan laju degradasi antosianin meningkat selama pengolahan dan penyimpanan (Palamidis dan Markakis, 1975). Pembentukan kalkon adalah langkah pertama dalam degradasi termal dari antosianin (Adams, 1973; Markakis

et al, 1982). Stabilitas warna antosianin sebagai fungsi suhu dan lama pemanasan dinyatakan sebagai persen retensi warna antosianin (Rein dan Heinonen, 2004). Pemanasan dapat membentuk senyawa hasil degradasi antosianin seperti karbinol dan turunannya yang tidak berwarna sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai retensi warna selama pemanasan. Menurut Mazza dan Brouillard (1990), peningkatan suhu menyebabkan penguraian dari molekul antosianin yang menghasilkan struktur baru yang menyebabkan senyawa tidak berwarna. Jalur degradasi antosianin oleh termal (panas) ditunjukkan oleh Gambar 5.


(33)

14

Gambar 5. Degradasi antosianin monoglukosida pada pH 3,5 oleh panas (Rein, 2005).

Rahmawati (2011) mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka waktu pendek (High Temperature Short Time). Kopjar dan Pilizota (2009) menyatakan bahwa suhu mempunyai pengaruh nyata terhadap degradasi antosianin dan laju degradasi antosianin merupakan reaksi ordo satu. Meschter (1953) melakukan pemanasan pada sari buah arbei pada suhu 100°C selama 1 jam menyebabkan degradasi antosianin hingga 50%, hal ini berarti waktu paruh antosianin pada suhu 100°C adalah 1 jam.

2.5 Kopigmentasi

Stabilitas warna antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan reaksi kopigmentasi. Kopigmentasi merupakan pembentukan ikatan antara struktur antosianin dengan molekul lain seperti logam dan molekul organik lain seperti senyawa falvonoid sehingga terbentuk ikatan antara molekul antosianin dengan kopigmen (Brouillard, 1982). Kopigmentasi cenderung mempertahankan stabilitas warna antosianin (Jackman dan Smith, 1996).


(34)

15

Menurut Castaneda et al. (2009), reaksi kopigmentasi dapat terjadi melalui empat mekanisme pembentukan ikatan, yaitu kopigmentasi intermolekul (intermolecular copigmentation), kopigmentasi intramolekul (intramolecular copigmentation), kompleks dengan logam (metalcomplexation), ataupun asosiasi antar molar antosianin (self association). Mekanisme asosiasi antar molar ikatan yaitu interaksi antara antosianin dengan antosianin lain sebagai senyawa kopigmen dengan bantuan gugus gula sebagai pengikat. Mekanisme kompleksasi logam merupakan pembentukan ikatan kompleks antara antosianin dengan logam sebagai senyawa kopigmen. Mekanisme kopigmentasi intermolekul,

menyebabkan terjadinya ikatan antara antosianin dengan senyawa flavonoid atau komponen fenolik sebagai senyawa kopigmen. Mekanisme kopigmentasi

intramolekul, ikatan yang terjadi antara antosianin dengan bagian dari molekul antosianin itu sendiri, misalnya dengan gugus asil melalui reaksi kimia atau dengan bantuan perlakuan fisik. Pengikatannya dapat terjadi dengan bantuan gugus gula (Rein dan Heinonen, 2004). Keempat mekanisme tersebut pada antosianin digambarkan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Mekanisme reaksi kopigmentasi pada antosianin (Rein dan Heinonen, 2004).

Penggabungan antar molekul

Kopigmentasi intermolekul

Kompleks dengan logam

Kopigmentasi


(35)

16

Reaksi kopigmentasi dalam penelitian ini termasuk ke dalam kopigmentasi intermolekul yaitu pembentukan ikatan antara antosianin yang berwarna dengan kopigmen yang tidak berwarna melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Semakin banyak gugus hidroksil kopigmen akan semakin kuat membentuk kompleks intermolekul, sebaliknya dengan bertambahnya gugus metoksil akan mengurangi efek kopigmentasi (Rein, 2005).

Bentuk keseimbangan antosianin dapat berinteraksi dengan kopigmen membentuk ikatan antara kation flavilium atau dasar quinonoidal dengan kopigmen. Hal ini menghasilkan struktur tumpang tindih dari dua molekul. Interaksi antara

antosianin dengan kopigmen akan menyebabkan adanya ikatan yang dapat mencegah serangan nukleofilik air pada molekul antosianin yang menyebabkan antosianin tidak berwarna. Pembentukan ikatan antara gugus antosianin dan kopigmen menghasilkan pembentukan ikatan secara transfer muatan yag ditandai oleh warna merah antosianin yang stabil (Castenada et al., 2009). Mekanisme tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pembentukan ikatan melalui transfer muatan antosianin dengan senyawa fenolik (pirokatekol) (Castenada et al., 2009)


(36)

17

Kopigmentasi menyebabkan efek batokromik atau efek hiperkromik. Efek batokromik (Δλmax) adalah pergeseran absorpsi panjang gelombang maksimum (λmax). Antosianin akan teramati pergeseran warna dari merah menjadi merah kebiruan (bluing effect) akibat adanya kopigmentasi. Efek hiperkromik (ΔA), adalah peningkatan intensitas warna antosianin setelah kopigmentasi.

Ketidakstabilan dan reaktivitas antosianin pada jus anggur, menyebabkan reaksi kopigmentasi diperkirakan bertanggung jawab terhadap perubahan warna pada proses pemeraman anggur. Buah dan produk berry, warna juice, puree, jam, dan sirup dapat dipertajam dan distabilkan dengan kopigmentasi, sehingga

meningkatkan penerimaan konsumen dan memperpanjang umur simpan produk (Rein dan Heinonen, 2004; Viguera et al., 1999).

Reaksi kopigmentasi dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi (Brouillard dan Dangels, 1994). Dominasi utama pH rendah adalah kation flavilium

menyebabkan reaksi kopigmentasi efektif dibandingkan pada pH 4 - 5 dimana terdapat kesetimbangan dengan bentuk quinoidalnya (Williams dan Hrazdina 1979). Meningkatnya suhu akan menyebabkan kopigmentasi yang terjadi tidak stabil. Hal ini terjadi karena kerusakan parsial pada ikatan hidrogen. Konsentrasi kopigmen yang ditambahkan juga akan berpengaruh terhadap proses

kopigmentasi (Brouillard, 1982). Jumlah kopigmen yang ditambahkan

(dinyatakan dalam molar) harus lebih banyak dibandingkan antosianin. Menurut Boulton (2001), agar kopigmentasi efektif konsentrasi antosianin sebelum reaksi kopigmentasi harus di atas 35 M. Intensitas warna stroberi dan jus chokeberry

meningkat secara linear dengan meningkatnya penambahan kopigmen (Wilska - Jeszka dan Korzuchowska, 1996). Menurut Boulton (2001), penggunaan rasio


(37)

18

molar kopigmen terhadap antosianin yang terlalu rendah akan menyebabkan kopigmentasi tidak efektif, dan rasio terlalu tinggi menyebabkan tidak efisien terhadap penggunaan kopigmen. Rasio yang terlalu rendah menghasilkan pembentukan ikatan yang lemah, sedangkan penggunaan rasio yang optimal menghasilkan menghasilkan pembentukan ikatan kopigmen terhadap antosianin yang kuat sehingga dapat menstabilkan antosianin.

2.6 Kopigmen

Senyawa yang digunakan untuk proses kopigmentasi disebut dengan kopigmen. Kopigmen adalah suatu senyawa yang tidak berwarna yang biasanya terdapat secara alami dalam sel tanaman. Banyak studi menyatakan kopigmen yang paling sering dipakai adalah golongan flavanoid termasuk di dalamnya adalah flavon dan flavanol, selain itu asam fenolik juga dapat dipakai sebagai kopigmen (Saati, 2006). Menurut Rita (2010), kopigmen merupakan sebuah senyawa dimana senyawa tersebut memperbaiki koordinasi antara pigmen satu dengan pigmen yang lain sehingga menguatkan pigmen tersebut sehingga kestabilan lebih terjaga.

Katekol merupakan senyawa yang termasuk ke dalam kelompok fenolik yang dapat digunakan sebagai kopigmen. Katekol adalah senyawa turunan flavon tereduksi, terdapat pada jaringan tanaman, seperti apel, anggur, dan buah pir (Pudjaatmaka, 2002). Katekol berbentuk padat, kristal tidak berwarna, berbau seperti fenol, warnanya berubah menjadi coklat jika terpapar udara dan cahaya. Katekol memiliki berat molekul 110,11 mg/mMol, rumus molekul C6H6O2, titik


(38)

19

10 mmHg pada 118,3oC, larut dalam 2,3 bagian air, alkohol, benzen, kloroform, eter, dan sangat larut dalam piridin dan bersifat reduktor sangat kuat. Nama lain dari katekol yaitu 1,2-Benzenediol; 1,2-Dihydroxybenzene; 2-Dihydroxyphenol; o-Benzenediol; o-Dihydroxybenzene; Dioxybenzene; Pirokatekol.

Gambar 8. Struktur dasar pirokatekol (IARC, 1977)

Kopjar dan Pilizota (2009) melaporkan bahwa kopigmentasi redcurrant juice

dengan penambahan katekol dan 4 - metil katekol mampu mempertahankan antosianin yang ditunjukkan oleh kandungan antosianin yang lebih besar dari sampel kontrol (sampel tanpa penambahan katekol ) setelah 30 hari penyimpanan.


(39)

20

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah rotary vacuum evaporator, spektrofotometer merk Varian tipe cary 50 probe, Sentrifius merk Hitachi tipe CF16RX II, shaker, pH meter, timbangan, botol gelap, mikro pipet, pipet tip, baskom, penumbuk kayu, dan alat-alat gelas.

Bahan baku yang digunakan adalah tanaman hati ungu (TradescantiaPallida) yang diperoleh dari Bandar Lampung, dan bahan pembantu seperti kain saring, kertas saring, dan alumunium foil. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain: katekol, metanol, asam klorida, KCl, asam sitrat, natrium sitrat, dan air suling.


(40)

21

3.3 Metode Penelitian

Percobaan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang disusun secara faktorial (3 x 6) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah rasio molar katekol terhadap antosianin (R), yaitu 0:1 (R0), 50:1 (R1) dan 100:1 (R2). Faktor kedua adalah lama penyimpanan (L), yaitu hari ke-0 (L0), hari ke-10 (L1), hari ke-20 (L2), hari ke-30 (L3), hari ke-40 (L4), dan hari ke-50 (L5). Data yang diperoleh diuji kemenambahan datanya dengan menggunakan uji Tuckey dan kesamaan ragam data diuji dengan menggunakan uji Bartlet. Data dianalisis dengan analisis ragam untuk

mendapatkan penduga ragam galat dan mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan, kemudian untuk mengetahui perlakuan terbaik pengujian dilanjutkan dengan perbandingan polinomial ortogonal pada taraf uji 5% (Steel dan Torrie, 1991).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan bahan

1) Perhitungan kadar air tanaman hati ungu

Tanaman hati ungu segar dipotong-potong dan ditentukan kadar airnya. Kadar air tanaman hati ungu yang digunakan pada penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan metode oven (AOAC, 1970), yaitu sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya. Sampel dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama 3 – 5 jam. Sampel diambil dan dinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan kemudian


(41)

22

ditimbang. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit, lalu sampel didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang kembali. Perlakuan ini dilakukan sampai mencapai berat konstan (selisih

penimbangan berturut-turut kurang dari 0,0002 g). Banyaknya kandungan air dalam bahan didapat dengan perhitungan sebagai berikut :

Kadar air (bb) (%) = Berat awal – Berat akhir x 100% Berat awal

2) Pembuatan larutan buffer pH 1, pH 3,5 dan pH 4,5

Buffer HCl-KCl pH 1 dibuat dengan cara mencampurkan 50 mL larutan HCl 0,2 M dengan 97 mL larutan KCl 0,2 M, dan kemudian diencerkan dengan

menambahkan air suling hingga volume 200 mL (Sudarmadji et al., 1997). Buffer

sitrat pH 3,5 dibuat dengan cara mencampurkan 40 mL larutan asam sitrat 0,1 M dengan 11 mL larutan natrium sitrat 0,1 M, dan kemudian ditambahkan air suling hingga volume 100 mL (Sudarmadji et al., 1997). Buffer sitrat pH 4,5 dengan cara mencampurkan 28 mL larutan asam sitrat 0,1 M dengan 23 mL larutan natrium sitrat 0,1 M, dan kemudian ditambahkan air suling hingga volume 100 mL (Sudarmadji et al., 1997).

3.4.2 Ekstraksi pigmen antosianin hati ungu

Ekstraksi pigmen antosianin dilakukan, mengikuti metode yang dikemukakan oleh Gao dan Mazza (1996). Sebanyak 100 gram potongan daun dan batang hati ungu dimasukkan ke dalam erlenmayer 500 mL, kemudian ditambahkan 250 mL metanol yang telah diasamkan dengan 2,5 mL HCl 1%. Selanjutnya campuran diekstrak dengan bantuan shaker dengan kecepatan 125 rpm selama 2 jam. Larutan kemudian disimpan semalam di ruang gelap pada suhu ruang, setelah itu


(42)

23

disaring dengan menggunakan kain saring dan filtrat disaring kembali dengan menggunakan kertas saring biasa. Filtrat yang dihasilkan dipekatkan dengan menggunakan rotaryvacuumevaporator pada suhu 45oC selama 2 Jam, dan dihasilkan pekatan ekstrak antosianin tanaman hati ungu. Diagram alir proses ekstraksi pigmen antosianin tanaman hati ungu dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir proses ekstraksi pigmen antosianin hati ungu Sumber : Metode Gao dan Mazza (1996).

Pekatan ekstrak antosianin tanaman hati ungu kemudian diambil cuplikan untuk mengukur konsentrasi awal antosinin ekstrak tanaman hati ungu yang ditentukan secara spektrofotometri.

Hati ungu (100 gram) Metanol + HCl 1 %

(250mL)

Ekstraksi (Shaker 125 rpm, 2 jam, suhu ruang)

Perendaman (12 jam, suhu ruang, tempat gelap)

Penyaringan dengan kain saring dan kertas saring

Filtrat

Pemekatan dengan Rotaryvacuumevaporator

(suhu 45oC, 2 jam)

Ampas

Metanol

Ekstrak Antosianin Tanaman Hati Ungu pekat 25 mL


(43)

24

3.4.3 Kopigmentasi ekstrak antosianin tanaman hati ungu dengan katekol

Pekatanan ekstrak antosianin tanaman hati ungu sebanyak 25 mL ditambahkan ke dalam buffer sitrat pH 3,5sebanyak 3 kali volume pekatan (25 mL)untuk

mendapatkan larutan dengan pH kopigmentasi (pH 3.5). Endapan dipisahkan dengan menggunakan centrifuge kecepatan 10.000 rpm pada suhu 5oC selama 10 menit. Filtrat yang dihasilkan merupakan ekstrak antosianin tanaman hati ungu.

Jumlah kopigmen katekol yang akan ditambahkan dihitung sesuai dengan masing-masing perlakuan rasio molar kopigmen terhadap antosianin (50:1 dan 100:1) dengan perhitungan sebagai berikut :

Jumlah kopigmen = C x BM x V/1000 x R Keterangan :

C = Konsentrasi antosianin awal (mMol/L)

BM = Berat molekul (BM katekol = 110,11 mg/mMol) V = Volume sampel

R = Rasio molar 50:1 dan 100:1

Kopigmentasi dilakukan dengan cara memasukkan 5 mL ekstrak antosianin tanaman hati ungu ke dalam botol gelap dan kemudian ditambahkan katekol 12,14 mg dan 24,28 mg masing masing untuk ratio 50: 1 dan 100: 1. Botol sampel kemudian ditutup dan homogenkan dengan menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 10 menit hingga katekol larut dan bercampur dengan ekstrak. Masing-masing sampel disimpan di tempat yang terpapar cahaya dan dianalisis pada hari ke 0, 10, 20, 30, 40, dan 50. Diagram alir proses


(44)

25

Gambar 10. Diagram alir proses kopigmentasi antosianin dengan katekol dan pengamatan.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Pengamatan efek batokromik dan hiperkromik

Sampel antosianin yang tidak dikopigmentasi (rasio molar 0:1) dan antosianin terkopigmentasi (50:1, dan 100:1) dimasukkan ke dalam 6 mL larutan buffer pH 3,5 sampai absorban pada pengukuran λ 525 nm berada antara 0,4 – 0,8.

Kemudian absorban sampel diukur dengan spektrofotometer (scanning) pada berbagai panjang gelombang 450 nm – 600 nm sampai diperoleh Absorban tertinggi (Aλmax) (Rein, 2005). Analisis scanning dilakukan pada hari ke – 10 dan hari ke – 50 untuk mengamati peningkatan absorbansi maks (hiperkromik) dan pergeseran λ maks (batokromik). Analisis scanning awal dilakukan pada hari ke – 10 dikarenakan agar antosianin yang ditambahkan dengan katekol sudah

terkopigmentasi.

Filtrat antosianin tanaman hati ungu

Dicampur dalam botol gelap Katekol

Disimpan di tempat terpapar cahaya

Dianalisis hari ke 0, 10, 20, 30, 40, dan 50. Dihomogenkan dengan shaker 100


(45)

26

3.5.2 Analisis konsentrasi antosianin

Konsentrasi antosianin dinyatakan sebagai sianidin-3-glukosida ditentukan

dengan metode perbedaan pH pada spektrofotometer (Giusti dan Worlstad, 2001). Sebanyak 0,5 mL ekstrak antosianin yang tidak dikopigmentasi (rasio molar 0:1) dan antosianin terkopigmentasi (rasio molar 50:1, dan 100:1) dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 1 dan 4,5 masing-masing 6 mL. Masing-masing sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada λ 525 nm dan 700 nm dengan blanko air suling. Konsentrasi antosianin dihitung menggunakan persamaan berikut:

Absorban sampel (A) = (Aλmax– A700) pH1– (Aλmax– A700) pH4,5

Total Antosianin (mMol/L) = (A x DF x 1000) / (ε x 1) Total Antosianin (mg/L) = (A x MW x DF x 1000) / (ε x 1) Keterangan :

Aλmax = Absorban pada panjang gelombang maksimal

MW Sianidin 3-glukosida = 449,2 g/mol DF = Faktor pengenceran

Konstanta absortivitas molar = ε = 26.900 L mol-1

cm-1

Konsentrasi antosianin sesuai perlakuan dianalisis dan dihitung sama dengan cara menentukan konsentrasi awal antosianin sesuai dengan langkah maupun

perhitungan di atas.

3.5.3 Retensi warna

Perubahan warna antosianin akibat adanya kopigmentasi selama penyimpanan diamati melalui pengamatan absorban warna ekstrak antosianin tanaman hati ungu tidak dikopigmentasi maupun dikopigmentasi pada larutan buffer 3,5 dan λ 525 nm. Menurut Shi et al. (1992a), ekstrak antosianin tanaman hati ungu lebih stabil pada pH 3,5 dibandingkan dengan pH 4,5 dan pH 5,5. Retensi warna selama penyimpanan dihitung dengan rumus :


(46)

27

Retensi Warna (%) = (At/A0) x 100%

Keterangan :

A0 : absorban pada hari ke-0

At : absorban pada hari ke-t (Rein dan Heinonen, 2004).

3.5.4 Kinetika reaksi

Reaksi degradasi antosianin mengikuti kinetika reaksi ordo satu, dan perhitungan parameter kinetik dari degradasi antosianin pada suhu pemanasan 65oC dalam waktu 8 jam diukur pada panjang gelombang 525 nm. Pengujian kinetika degradasi antosianin dilakukan dengan melarutkan 0,5 mL pekatan antosianin tanaman hati ungu ke dalam 6 mL larutan buffer untuk masing-masing pH (Shi et al., 1992c). Larutan antosianin dipanaskan menggunakan penangas air pada suhu 65oC selama 8 jam dengan interval waktu 2 jam larutan diukur absorbansinya.

Konstanta laju reaksi ordo pertama (k), waktu paruh (t1/2) yaitu waktu yang

diperlukan untuk degradasi dari 50% dari antosianin, yang dihitung dengan menggunakan persamaan laju reaksi ordo satu sebagai berikut:

= - k c

= - k dt ∫ = - k ∫ ln

= - k (t – t0) ln

= - k t pada t = t1/2 ln 0,5 = - k t1/2

t ½ = -

Keterangan :

C0 adalah konsentrasi awal antosianin

Ct adalah konsentrasi antosianin setelah pemanasan waktu t (Kopjar dan Pilizota,


(47)

37

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kopigmen katekol terhadap antosianin dengan rasio hingga 100:1 tidak mampu menstabilkan antosianin ekstrak tanaman hati ungu selama 50 hari penyimpanan yang ditunjukkan oleh efek batokromik yang rendah dan hipokromik pada kopigmentasi, penurunan konsentrasi

antosianin yang tidak berbeda dengan antosianin yang terkopigmentasi dari 0,06 mM/L menjadi 0,04 mM/L, retensi warna dari 100% menjadi 86,65%. Hal ini didukung juga oleh kopigmentasi dengan katekol tidak efektif menghambat degradasi antosianin pada suhu 65oC, yang ditunjukkan oleh nilai konstanta (k) dan waktu paruh (t1/2) antosianin tanpa dikopigmentasi dan dikopigmentasi

dengan rasio 50:1 dan 100:1 masing-masing 0,05 mM/L/jam dan 13,33 jam; 0,08 mM/L/jam dan 8,5 jam; 0,07 mM/L/jam dan 9,63 jam.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kopigmentasi katekol pada bahan baku yang mempunyai struktur antosianidin yang berbeda dengan bahan baku yang telah diteliti.


(48)

38

DAFTAR PUSTAKA

Adams, J.B. 1973. Thermal Degradation of Anthocyanins Wiwth Particular Reference to the 3-Glycosides Of Cyanidin. I. In Acidified Aqueous Solution at 100. J Sci Food Agric. 24: 747-762.

Ahmed, J., U.S. Shivhare, dan G.S.V. Raghavan. 2004. Thermal Degradation Kinetics of Anthocyanin and Visual Colour of Plum Puree. Eur Food Res Tech. 218: 525-528.

AOAC. 1970. Official Methods of Analysis 11th Edition. Association of official analytical chemist Inc. Washington,D.C.

Asen, S.dan L. Jurd. 1967. The Constitution of a Crystalline Blue Cornflower Pigment. Phytochemistry. 6: 577-584.

Asen, S., R.N. Stewart, dan K.H. Norris. 1972. Copigmentation of Anthocyanins in Plant Tissues and its Effect on Color. Phytochemistry. 11: 1139-1144. Aulia, M. 2002. Stabilitas Zat Warna Alami Kayu Secang Terhadap Suhu dan

pH. (Skripsi) Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hlm.

Bakowska, A., A.Z. Kucharska, dan J. Oszmianski. 2003. The Effects of Heating, UV Irradiation, and Storage on Stability of the Anthocyanin-Polyphenol Copigment Complex. J.Food Chemistry. 81 (3), 349-355. Baublis, A., A. Spomer, dan M.D. Jimenez. 1994. Anthocyanin Pigments :

Comparison of Extract Stability. J. Food Science. 59: 1219 – 1221. Boulton, R. 2001. The Copigmentation of Anthocyanins and Its Role in the

Color of Red Wine: A Critical Review. J. Enol. Vitic. Amerika. 52:2 67-81 hlm.

Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanin. Academic Press. New York. 293 pp.

Castaneda, A., Hernandez, J.A. Rodríguez, dan C.A. Galan. 2009. Chemical Studies of Anthocyanins: A review. J.Food Chemistry. 113. 859–871.


(49)

39

Cemeroglu, B., S. Vilioglu, dan S. Isik. 1994. Degradation Kinetics of

Anthocyanins in Sour Chery Juice Adan Concentrate. J. Food Science. 59: 1216-1218.

Darias-Martín J., B. Martin-Luis, M. Carrillo-Lopez, R. Lamuela-Raventos, C. Diaz-Romero, dan R. Boulton. 2002. Effect of caffeic acid on the color of red wine. Di dalam Rein. Copigmentation Reaction and Color Stability of Berry Anthocyanin (Dissertation). University of Helsinki, Department of Applied Chemistry and Microbiology. 10 pp.

Francis, F. J. 1982. Analysis of Anthocyanin. Di dalam Markakis, P.

Anthocyanin as Food Colors. Academic Press. New York. 293 hlm. Francis, F. J. 1985. Pigments and Other Colorants. Di dalam Fennema. Food

Chemistry. New York. 991 hlm.

Francis, F.J. dan Bassa. 1987. Stability of Anthocyanins from Sweet Potatoes in a Model Beverage. J. Food Science. 1753–1754.

Francis, F.J. 1992. A New Group of Food Colorants. Trends in Food Sci. & Technol. 3(2): 27-30.

Furtado, P., P. Figueiredo, H. Chaves, dan F. Pina. 1993. Photochemical and Thermal Degradation of Anthocyanidins. J Photochem Photobiol. 75: 113-118.

Gao, L. dan G. Mazza. 1996. Extraction of Anthocyanin Pigments from Purple Sunflower Hulls. J. Food Science. 61: 600-603.

Giusti, M.M. dan R.E. Wrolstad. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. CurrentProtocols in Food Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Gross, J. 1987. Pigments in Fruits. Academic Press. London. 1-55 hlm. Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari katul Beras

Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa). Bulentin Teknologi dan Industri Pangan. 11: 17-23.

Harborne, J. B. 1967. Di dalam Markakis, P. Anthocyanins as Food Colors. Academic Press. New York.

Hayati, E.K., U.S. Budi, dan R. Hermawan. 2012. Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) : Pengaruh Temperatur Dan pH. (Skripsi) Jurusan Kimia UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang. 145 hlm.


(50)

40

Heinonen, A.S. Meyer, dan E.N. Frankel. 1998. Antioxidant Activity of Berry Phenolics on Human Low-Density Lipoprotein and Liposome Oxidation.

J Agric Food Chemistry. 46: 4107-4112.

IARC. 1977. Some Fumigants, the Herbicides 2,4-D and 2,4,5-T, Chlorinated Dibenzodioxins and Miscellaneous Industrial Chemicals, Lyon. IARC

Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risk of Chemicals to Man, Vol. 15. 155–173 pp.

Jackman, R.L. dan J.L. Smith. 1996. Anthocyanins and Betalanins. Natural Food Colorants. Blackie Academic & Proffesional. London.

Jackman, R.L., R.Y. Yada, M.A. Tung, dan R.A. Speers. 1987. Anthocyanins As Food Colorants –A Review. J. Food Biochemistry. 11: 201–247.

Kopjar, M. dan V. Pilizota. 2009. Copigmentation Effect of Phenolic

Compounds on Red Currant Juice Anthocyanins During Storage. Croat. J. Food Technol. 1(2): 16-20.

Kumalaningsih, S. dan Suprayogi. 2006. Terung Belanda (Tamarillo). Trubus Agrisarana. Surabaya.

Lee, T.A., B.H. Sci, dan Counsel. 2005. The Food from Hell: Food Colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2: (2) China: Queers Network Research. 466-468 hlm.

Limantara, L. dan P. Rahayu. 2008. Sains dan Teknologi Pigmen Alami. Ma Chung Research Center for Photosyntetic Pigments. Universitas Ma Chung. Malang. ISBN:979-1098-16-4.

Lin, M., Z. Shi, dan F.J. Francis. 1992. A Simple Method of Analysis for

Tradescantia pallida Anhocyanins. Research Note. J. Food Science. 57: 766 – 767.

MacDougall, D.B. 2002. Colour in Food. Woodhead Publishing Limited. England. 378 hlm.

Mahkamah, S. 2004. Perbandingan Stabilitas Panas Ekstrak Antosianin Katul Beras Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa) dan Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 32 hlm.

Markakis, P. 1982. Anthocyanins as Food Additives. Di dalam Markakis, P.

Anthocyanin as Food Colors. Academic Press. New York. 293 pp. Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh

Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. 1, 16, 18, 23-26, 38-39, 42-47 hlm.


(51)

41

Mazza, G. dan R. Brouillard. 1990. The Mechanism of Copigmentation of Anthocyanins in Aqueous Solutions. Phytochem. 29: 1097–1102. Meschter, E.E. 1953. Effects of Carbohydrates and Other Factors On Color Loss

In Strawberry Products. J Agric Food Chemistry. 1: 574-579.

Metivier, R.P., F.J. Francis, dan F.M. Clydesdale. 1980. Solvent Extraction of Anthocyanins from Wine Pomace. J. Food Science. 45: 1099 – 1100. Mok, C. dan N.S. Hettiarahchy. 1991. Heat Stability of Sunflower-Hull

Anthocyanin Pigment. J. Food Science. 56: 553-555.

Ozela, E.F., P.C. Stringheta, dan M.C. Chauca. 2007. Stability Of Anthocyanin In Spinach Vine (Basella Rubra) Fruits. Ciencia E Investigación Agrária, V. 34, N. 2, P. Pp 115-120.

Palamidis, N. dan T. Markakis. 1975. Structure of Anthocyanin. J. Food Science. 40 : 104.

Palungkun, R., Y. H. Indriani, dan Y.E. Widyastuti. 1999. Menghijaukan Ruangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 125 hlm.

Pudjaatmaka, A.H. 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta. 375 hlm. Rahmawati. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Titanium Dioksida

Sensitisasi Dye Antosianin dari Ekstrak Buah Strawberry. (Skripsi). Jurusan Fisika IPB. Bogor.

Rein, M.J. dan M. Heinonen. 2004. Stability and Enhancement of Berry Juice Color. J. Agric. Food Chemistry. 52 (25), 3106-3114.

Rein, M. 2005. Copigmentation Reaction and Color Stability of Berry

Anthocyanin. (Dissertation). EKT series 1331. University of Helsinki, Department of Applied Chemistry and Microbiology. Pp 34-88 . Rey, J.P.,J.L. Pousset, J. Levesque, dan P. Wanty. 1993. Isolation and

Composition of a Natural Dye from the Stems of Sorghum bicolor (L.)

Moench subsp. americanum caudatum, Cereal Chem. 70: 759 - 760. Rita, R. 2010. Kopigmen. http://ritariata.blogspot.com/2010/03/diskusi

kopigmen.html. Tanggal akses : 4 Maret 2014.

Saati, E.A. 2006. Optimalisasi Fungsi Ekstrak Bunga Kana (Canna

coccineaMill) sebagai Zat Pewarna dan Antioksidan Alami melalui Metode Isolasidan Karakterisasi Pigmen. (Skripsi).


(52)

42

Samun. 2008. Koefisien Transfer Massa Volumetriks Ekstraksi Zat Warna Alami dari Rimpang Kunit (kurkuminoid) di dalam Tanki Berpengaduk,

Jurnal Ekuilibrium. 7: 17-21.

Sari, P. dan Sukatiningsih. 2012. Pembuatan Sediaan Pewarna Alami Pangan Berbasis Antosianin dari Buah Duwet (Syzigium cumini). (Skripsi). Universitas Jember. 41 hlm.

Scheffeldt, P. dan G. Hrazdina. 1978. Copigmentation of Anthocyanins Under Physiological Conditions. J Food Science. 43:517-520.

Schwartz. 2008. Fennema’s Food Chemistry. CRC Press. Boca Raton London New York. 1144 pp.

Shi, Z., M. Lin, dan F.J. Francis. 1992a. Stability of Anthocyanins from

Tradescantia pallida. J. Food Science. 57: 758 -760.

Shi, Z., M. Lin, dan F.J. Francis. 199b. Anthocyanins of Tradescantia pallida Potential Food Colorants. J. Food Science. 57: 761 – 765.

Shi, Z., F.J. Francis, dan H. Daun. 1992c. Quantitative Comparison of the Stability of Anthocyanins from Brassica oleracea and Tradescantia pallida in Non-Sugar Drink Model and Protein Model System. J. Food Science. 57: 768-770.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogykarta. 54-56 hlm. Sunarno, N. 1995. Perbandingan Kestabilan Antosianin Ubi Jalar dengan

Antosianin Kulit Manggis dalam Model Minuman Ringan. Skripsi Fateta. IPB. Bogor. 51 hlm.

Timberlake, C.F. dan P. Bridle. 1996. Di dalam Markakis, P. 1982.

Anthocyanin as Food Colors. Academic Press. New York. 293 pp. Utomo, E.P. 1992. Isolasi dan Identifikasi Pigmen Antosianin dari Kulit Buah

Anggur serta Mempelajari Pengaruh pH terhadap Stabilitas Warna dan Strukturnya. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Viguera C.G. dan P. Bridle. 1999. Influence of Structure on Color Stability of Anthocyanins and Flavylum Salts with Ascorbic Acid. J Food

Chemistry. 64: 21-26.

Von Elbe, J. H. dan S.J. Schwartz. 1996. Colorants. Di dalam Fennema. Marcel Dekker Inc. Food Chemistry. New York. Pp 651-723.


(53)

43

Wijaya, A.S. 2004. Perbandingan Rendemen dan Stabilitas Antosianin Katul Beras Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa) dan Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida) yang Diekstraksi dengan Larutan Sulfit. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 28 hlm. Williams, M. dan G. Hrazdina. 1979. Anthocyanins as Food Colorants Effect of

pH on the Formation of Anthocyanin Rutin Complexes. J Food Science. 44: 66-68.

Wilska-Jeszka, J. dan A. Kozuchowska. 1996. Anthocyanins and Chlorogenic Acid Copigmentation. Influence on the Color of Strawberry and Chokeberry Juices. Zeitschrift für Lebensmitteluntersuchung und – Forschung A. 203 (1), 38-42.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hlm.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, J.B. 1973. Thermal Degradation of Anthocyanins Wiwth Particular Reference to the 3-Glycosides Of Cyanidin. I. In Acidified Aqueous Solution at 100. J Sci Food Agric. 24: 747-762.

Ahmed, J., U.S. Shivhare, dan G.S.V. Raghavan. 2004. Thermal Degradation Kinetics of Anthocyanin and Visual Colour of Plum Puree. Eur Food Res Tech. 218: 525-528.

AOAC. 1970. Official Methods of Analysis 11th Edition. Association of official analytical chemist Inc. Washington,D.C.

Asen, S.dan L. Jurd. 1967. The Constitution of a Crystalline Blue Cornflower Pigment. Phytochemistry. 6: 577-584.

Asen, S., R.N. Stewart, dan K.H. Norris. 1972. Copigmentation of Anthocyanins in Plant Tissues and its Effect on Color. Phytochemistry. 11: 1139-1144. Aulia, M. 2002. Stabilitas Zat Warna Alami Kayu Secang Terhadap Suhu dan

pH. (Skripsi) Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hlm.

Bakowska, A., A.Z. Kucharska, dan J. Oszmianski. 2003. The Effects of Heating, UV Irradiation, and Storage on Stability of the Anthocyanin-Polyphenol Copigment Complex. J. Food Chemistry. 81 (3), 349-355. Baublis, A., A. Spomer, dan M.D. Jimenez. 1994. Anthocyanin Pigments :

Comparison of Extract Stability. J. Food Science. 59: 1219 – 1221. Boulton, R. 2001. The Copigmentation of Anthocyanins and Its Role in the

Color of Red Wine: A Critical Review. J. Enol. Vitic. Amerika. 52:2 67-81 hlm.

Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanin. Academic Press. New York. 293 pp.

Castaneda, A., Hernandez, J.A. Rodríguez, dan C.A. Galan. 2009. Chemical Studies of Anthocyanins: A review. J. Food Chemistry. 113. 859–871.


(2)

Cemeroglu, B., S. Vilioglu, dan S. Isik. 1994. Degradation Kinetics of

Anthocyanins in Sour Chery Juice Adan Concentrate. J. Food Science. 59: 1216-1218.

Darias-Martín J., B. Martin-Luis, M. Carrillo-Lopez, R. Lamuela-Raventos, C. Diaz-Romero, dan R. Boulton. 2002. Effect of caffeic acid on the color of red wine. Di dalam Rein. Copigmentation Reaction and Color Stability of Berry Anthocyanin (Dissertation). University of Helsinki, Department of Applied Chemistry and Microbiology. 10 pp.

Francis, F. J. 1982. Analysis of Anthocyanin. Di dalam Markakis, P.

Anthocyanin as Food Colors. Academic Press. New York. 293 hlm. Francis, F. J. 1985. Pigments and Other Colorants. Di dalam Fennema. Food

Chemistry. New York. 991 hlm.

Francis, F.J. dan Bassa. 1987. Stability of Anthocyanins from Sweet Potatoes in a Model Beverage. J. Food Science. 1753–1754.

Francis, F.J. 1992. A New Group of Food Colorants. Trends in Food Sci. & Technol. 3(2): 27-30.

Furtado, P., P. Figueiredo, H. Chaves, dan F. Pina. 1993. Photochemical and Thermal Degradation of Anthocyanidins. J Photochem Photobiol. 75: 113-118.

Gao, L. dan G. Mazza. 1996. Extraction of Anthocyanin Pigments from Purple Sunflower Hulls. J. Food Science. 61: 600-603.

Giusti, M.M. dan R.E. Wrolstad. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Gross, J. 1987. Pigments in Fruits. Academic Press. London. 1-55 hlm. Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari katul Beras

Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa). Bulentin Teknologi dan Industri Pangan. 11: 17-23.

Harborne, J. B. 1967. Di dalam Markakis, P. Anthocyanins as Food Colors. Academic Press. New York.

Hayati, E.K., U.S. Budi, dan R. Hermawan. 2012. Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) : Pengaruh Temperatur Dan pH. (Skripsi) Jurusan Kimia UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang. 145 hlm.


(3)

Heinonen, A.S. Meyer, dan E.N. Frankel. 1998. Antioxidant Activity of Berry Phenolics on Human Low-Density Lipoprotein and Liposome Oxidation. J Agric Food Chemistry. 46: 4107-4112.

IARC. 1977. Some Fumigants, the Herbicides 2,4-D and 2,4,5-T, Chlorinated Dibenzodioxins and Miscellaneous Industrial Chemicals, Lyon. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risk of Chemicals to Man, Vol. 15. 155–173 pp.

Jackman, R.L. dan J.L. Smith. 1996. Anthocyanins and Betalanins. Natural Food Colorants. Blackie Academic & Proffesional. London.

Jackman, R.L., R.Y. Yada, M.A. Tung, dan R.A. Speers. 1987. Anthocyanins As Food Colorants – A Review. J. Food Biochemistry. 11: 201–247.

Kopjar, M. dan V. Pilizota. 2009. Copigmentation Effect of Phenolic

Compounds on Red Currant Juice Anthocyanins During Storage. Croat. J. Food Technol. 1(2): 16-20.

Kumalaningsih, S. dan Suprayogi. 2006. Terung Belanda (Tamarillo). Trubus Agrisarana. Surabaya.

Lee, T.A., B.H. Sci, dan Counsel. 2005. The Food from Hell: Food Colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2: (2) China: Queers Network Research. 466-468 hlm.

Limantara, L. dan P. Rahayu. 2008. Sains dan Teknologi Pigmen Alami. Ma Chung Research Center for Photosyntetic Pigments. Universitas Ma Chung. Malang. ISBN:979-1098-16-4.

Lin, M., Z. Shi, dan F.J. Francis. 1992. A Simple Method of Analysis for

Tradescantia pallida Anhocyanins. Research Note. J. Food Science. 57: 766 – 767.

MacDougall, D.B. 2002. Colour in Food. Woodhead Publishing Limited. England. 378 hlm.

Mahkamah, S. 2004. Perbandingan Stabilitas Panas Ekstrak Antosianin Katul Beras Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa) dan Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 32 hlm.

Markakis, P. 1982. Anthocyanins as Food Additives. Di dalam Markakis, P. Anthocyanin as Food Colors. Academic Press. New York. 293 pp. Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh

Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. 1, 16, 18, 23-26, 38-39, 42-47 hlm.


(4)

Mazza, G. dan R. Brouillard. 1990. The Mechanism of Copigmentation of Anthocyanins in Aqueous Solutions. Phytochem. 29: 1097–1102. Meschter, E.E. 1953. Effects of Carbohydrates and Other Factors On Color Loss

In Strawberry Products. J Agric Food Chemistry. 1: 574-579.

Metivier, R.P., F.J. Francis, dan F.M. Clydesdale. 1980. Solvent Extraction of Anthocyanins from Wine Pomace. J. Food Science. 45: 1099 – 1100. Mok, C. dan N.S. Hettiarahchy. 1991. Heat Stability of Sunflower-Hull

Anthocyanin Pigment. J. Food Science. 56: 553-555.

Ozela, E.F., P.C. Stringheta, dan M.C. Chauca. 2007. Stability Of Anthocyanin In Spinach Vine (Basella Rubra) Fruits. Ciencia E Investigación Agrária, V. 34, N. 2, P. Pp 115-120.

Palamidis, N. dan T. Markakis. 1975. Structure of Anthocyanin. J. Food Science. 40 : 104.

Palungkun, R., Y. H. Indriani, dan Y.E. Widyastuti. 1999. Menghijaukan Ruangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 125 hlm.

Pudjaatmaka, A.H. 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta. 375 hlm. Rahmawati. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Titanium Dioksida

Sensitisasi Dye Antosianin dari Ekstrak Buah Strawberry. (Skripsi). Jurusan Fisika IPB. Bogor.

Rein, M.J. dan M. Heinonen. 2004. Stability and Enhancement of Berry Juice Color. J. Agric. Food Chemistry. 52 (25), 3106-3114.

Rein, M. 2005. Copigmentation Reaction and Color Stability of Berry

Anthocyanin. (Dissertation). EKT series 1331. University of Helsinki, Department of Applied Chemistry and Microbiology. Pp 34-88 . Rey, J.P., J.L. Pousset, J. Levesque, dan P. Wanty. 1993. Isolation and

Composition of a Natural Dye from the Stems of Sorghum bicolor (L.) Moench subsp. americanum caudatum, Cereal Chem. 70: 759 - 760. Rita, R. 2010. Kopigmen. http://ritariata.blogspot.com/2010/03/diskusi

kopigmen.html. Tanggal akses : 4 Maret 2014.

Saati, E.A. 2006. Optimalisasi Fungsi Ekstrak Bunga Kana (Canna

coccinea Mill) sebagai Zat Pewarna dan Antioksidan Alami melalui Metode Isolasidan Karakterisasi Pigmen. (Skripsi).


(5)

Samun. 2008. Koefisien Transfer Massa Volumetriks Ekstraksi Zat Warna Alami dari Rimpang Kunit (kurkuminoid) di dalam Tanki Berpengaduk, Jurnal Ekuilibrium. 7: 17-21.

Sari, P. dan Sukatiningsih. 2012. Pembuatan Sediaan Pewarna Alami Pangan Berbasis Antosianin dari Buah Duwet (Syzigium cumini). (Skripsi). Universitas Jember. 41 hlm.

Scheffeldt, P. dan G. Hrazdina. 1978. Copigmentation of Anthocyanins Under Physiological Conditions. J Food Science. 43:517-520.

Schwartz. 2008. Fennema’s Food Chemistry. CRC Press. Boca Raton London New York. 1144 pp.

Shi, Z., M. Lin, dan F.J. Francis. 1992a. Stability of Anthocyanins from Tradescantia pallida. J. Food Science. 57: 758 -760.

Shi, Z., M. Lin, dan F.J. Francis. 199b. Anthocyanins of Tradescantia pallida Potential Food Colorants. J. Food Science. 57: 761 – 765.

Shi, Z., F.J. Francis, dan H. Daun. 1992c. Quantitative Comparison of the Stability of Anthocyanins from Brassica oleracea and Tradescantia pallida in Non-Sugar Drink Model and Protein Model System. J. Food Science. 57: 768-770.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogykarta. 54-56 hlm. Sunarno, N. 1995. Perbandingan Kestabilan Antosianin Ubi Jalar dengan

Antosianin Kulit Manggis dalam Model Minuman Ringan. Skripsi Fateta. IPB. Bogor. 51 hlm.

Timberlake, C.F. dan P. Bridle. 1996. Di dalam Markakis, P. 1982.

Anthocyanin as Food Colors. Academic Press. New York. 293 pp. Utomo, E.P. 1992. Isolasi dan Identifikasi Pigmen Antosianin dari Kulit Buah

Anggur serta Mempelajari Pengaruh pH terhadap Stabilitas Warna dan Strukturnya. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Viguera C.G. dan P. Bridle. 1999. Influence of Structure on Color Stability of Anthocyanins and Flavylum Salts with Ascorbic Acid. J Food

Chemistry. 64: 21-26.

Von Elbe, J. H. dan S.J. Schwartz. 1996. Colorants. Di dalam Fennema. Marcel Dekker Inc. Food Chemistry. New York. Pp 651-723.


(6)

Wijaya, A.S. 2004. Perbandingan Rendemen dan Stabilitas Antosianin Katul Beras Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa) dan Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida) yang Diekstraksi dengan Larutan Sulfit. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 28 hlm. Williams, M. dan G. Hrazdina. 1979. Anthocyanins as Food Colorants Effect of

pH on the Formation of Anthocyanin Rutin Complexes. J Food Science. 44: 66-68.

Wilska-Jeszka, J. dan A. Kozuchowska. 1996. Anthocyanins and Chlorogenic Acid Copigmentation. Influence on the Color of Strawberry and Chokeberry Juices. Zeitschrift für Lebensmitteluntersuchung und Forschung A. 203 (1), 38-42.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hlm.