PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH TERHADAP PERILAKU RELIGIUS PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMPNEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TP. 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH TERHADAP PERILAKU RELIGIUS

PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMPNEGERI 12 BANDAR LAMPUNG

TP. 2012/2013 Oleh

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimanakah pengaruh implementasi pendidikan karakter di sekolah terhadap perilaku religius peserta didik kelas VII di SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket, sampel penelitian ini berjumlah 51 responden, teknik analisa data menggunakan rumus Chi Kuadrat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 1. Implementasi pendidikan karakter masuk kategori kurang terlaksana (49,1%) 2. Perilaku religius masuk kategori baik (50,9%) 3. Memiliki tingkat keeratan yang sedang (0,55%). Artinya implementasi pendidikan karakter di sekolah kurang terlaksana dengan baik tetapi perilaku religius peserta didik masuk kategori baik, hal ini terjadi mungkin karena faktor lain seperti guru menyisipkan pesan moral dan religius dalam proses pembelajarannya.


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia baik fisik maupun moril, sehingga pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia khususnya menjadikan manusia yang lebih bermanfaat dan berkualitas. Pendidikan juga dapat memajukan bangsa dan berguna untuk mengubah bangsa agar mampu bersaing diranah internasional. Melalui pendidikan maka suatu bangsa dapat berdiri kokoh di tengah-tengah globalisasi dunia. Dalam pasal 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 TH. 2003) dijelaskan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berangkat dari hal tersebut di atas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, hal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Termasuk juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter bangsa. Dalam pemberian


(3)

2

pendidikan karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.

Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, adil dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa yang memiliki sistem dan praktek pendidikan yang bermutu. Dengan demikian pendidikan memiliki peran yang sangat penting, bukan hanya menghasilkan warga belajar dengan prestasi tinggi tetapi mampu melahirkan generasi baru yang memiliki karakter yang baik dan bermanfaat bagi masa depan bangsa. Peranaman pendidikan karakter sudah tidak bisa ditawar untuk diabaikan, terutama pada pembelajaran di sekolah disamping lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pendidikan dianggap belum berkarakter dan belum mampu melahirkan warga negara yang berkualitas, baik prestasi belajar maupun berperilaku baik. Bahkan penekanan pembelajaran masih sangat dominan atau fokus pada penguasaan materi. Bahkan siswa yang akan menempuh ujian nasional diberi tambahan jam pelajaran, dengan harapan nilai UN tinggi, banyak yang lulus yang belum menyentuh pendidikan karakter sebagai


(4)

penunjang prestasi siswa. Padahal apabila pembelajaran dilakukan dengan penerapan pendidikan karakter, maka akan dihasilkan insan yang cendekia dan bernurani. Dengan istilah lain bahwa melalui pendidikan karakter yang positif diharapkan menghasilkan siswa yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beriman, berprestasi, disiplin, tanggung jawab, sopan, berakhlak mulia, kreatif, mandiri. Sehingga pendidikan karakter mempunyai andil yang sangat besar dan sudah sangat penting untuk dicanangkan sebagai bagian pembentukan akhlak bagi pelajar Indonesia.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Suyanto (2010) pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Pendidikan karakter dalam menjalankan fungsinya adalah sebagai salah satu sarana untuk mempersiapkan generasi yang akan datang, yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaan. Dengan demikian,


(5)

4

pendidikan karakter ini merupakan sesuatu yang sangat urgen dan perlu diperhatikan serta dikembangkan sebaik mungkin.

Salah satu peran pendidikan karakter yang sangat penting adalah menentukan seseorang dalam perilaku religiusnya. Oleh karena itu menjadi tantangan dunia pendidikan untuk mengintegrasikan pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran terpadu, agar mampu menyiapkan SDM yang berperilaku religius. Pengajaran agama bagi peserta didik, khususnya di sekolah-sekolah umum seperti SD, SMP, SMA dan SMK, bila mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KSTP), dirasakan adanya kekurangan jam pelajaran. Masalah inilah yang kemudian dianggap sebagai penyebab utama kekurangan peserta didik memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran agama. Dari kekurangan inlah pada akhirnya peserta didik tidak mampu membentengi dirinya dari berbagai pengaruh negatif. Hal ini terlihat jelas, karena masih banyak peserta didik di sekolah yang berperilaku kurang baik.

Implementasi pendidikan karakter sudah lama diterapkan pada dunia pendidikan, namun pelaksanaannya masih dirasakan kurang atau lemah dalam pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai religius peserta didik. Kelemahan itu bisa dilihat dari kenakalan remaja, seperti pergaulan bebas, siswa mengkonsumsi narkoba, tawuran antar pelajar, mencontek, bolos sekolah dan berbagai hal negatif lainnya yang terjadi di dunia pendidikan. Hal tersebut merupakan contoh cerminan lunturnya karakter bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, penanaman nilai karakter anak selain dilakukan dalam lingkungan keluarga juga harus dilakukan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Jika


(6)

seorang anak tidak mengenal dan memahami nilai karakter bangsa maka akan berakibat pada kemerosotan nilai bangsa itu sendiri.

Berikut data pelanggaran peserta didik yang tidak sesuai dengan perilaku religus.

Tabel 1. Data Pelanggaran Peserta Didik Kelas VII SMP N 12 Bandar Lampung (Semester Genap) Tahun Pelajaran 2012/2013

No Keterangan Kelas JUMLAH

VII A VII B VII C VII D VII E VII F VIIG VII H

1 Tidak mengikuti kegiatan keagamaan

9 4 6 4 7 9 3 5 47

2 Berperilaku tidak sopan dan melawan guru

4 2 5 3 5 5 0 3 27

3 Berkelahi dengan teman

4 0 6 4 4 2 2 0 22

4 Membawa gambar porno

2 0 0 1 2 0 0 0 5

Jumlah 101

Sumber : Guru BK SMP N 12 Bandar Lampung

Berdasarkan data di atas, pelanggaran yang banyak dilakukan siswa adalah tidak mengikuti kegiatan keagamaan. Menurut pengamatan penulis dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, ternyata alasan siswa melakukan pelanggaran tersebut dikarenakan malas, kurangnya informasi, dan menganggap bahwa kegiatan keagamaan yang sering diadakan oleh sekolah terkesan membosankan sehingga hal tersebut memicu siswa untuk tidak mengikuti kegiatan keagamaan. Selain itu, tidak adanya sanksi tegas yang


(7)

6

diberikan sekolah kepada siswa yang melanggar sehingga pelanggaran semacam itu sering dilakukan berulang-ulang.

Mengingat pendidikan karakter dan perilaku religius merupakan hal yang mendasari dalam rangka membentengi arus globalisasi, maka penulis menganggap perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII DI SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Efektifitas pendidikan karakter yang dinilai tidak efektif.

2. Pemahaman guru dan siswa terhadap pendidikan karakter dinilai masih rendah.

3. Tingkat kesadaran siswa yang masih rendah dalam menerapkan perilaku religius.

4. Program sekolah belum memenuhi standar yang baik dalam melaksanakan kegiatan bernuansa religi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti, yaitu : pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku


(8)

Religius Peserta Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimanakah pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mengetahui adanya pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoretis kegunaan penelitian tentang pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12 adalah untuk mengembangkan konsep-konsep ilmu pendidikan yang termasuk kedalam ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji tentang upaya pembentukan perilaku religius pada diri peserta didik.


(9)

8

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan penelitian secara praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi dinas pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi Sekolah/Lembagapendidikan agar berperan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkompeten.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru untuk memberikan contoh yang baik aar dapat dijadikan teladan oleh peserta didik.

4. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi siswa dalam membentuk kepribadian sesuai dengan akhlak yang baik .

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu ini adalah ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan yang berhubungan dengan pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik. 2. Ruang Lingkup Subyek

Ruang lingkup subyek dalam penelitian ini adalah para siswa kelas VII Di SMP Negeri 12 Bandar lampung.


(10)

3. Ruang Lingkup Obyek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII DI SMP Negeri 12.

4. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 12 Bandar Lampung.

5. Ruang Lingkup Waktu

Waktu dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat izin penelitian pendahuluan tanggal 6 februari 2013 oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai dengan selesainya penelitian ini tanggal 28 mei 2013.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Tinjauan Tentang Implementasi Pendidikan Karakter a. Pengertian Implementasi

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)” (Webster dalam Wahab, 2005:64).

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga


(12)

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai, dan sikap.

Sementara itu, Lester dan Stewart dalam Agustino (2007:146) menyatakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

Kemudian menurut Grindle dalam Agustino (2007:154) mengutarakan tentang keberhasilan tentang keberhasilan dari implementasi diantaranya sebagai berikut pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan dan apakah tujuan program tersebut tercapai.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakankan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Nurul Zuriah (2008: 53-57) dalam buku Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti.

Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara


(13)

12

menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama).

Menurut Thomas Lickona dalam Heri Gunawan (2012:23) menyebutkan bahwa “pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya”.

Menurut Ramli dalam Heri Gunawan (2012:23) pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengarui karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencangkup keteladanan bagaimana prilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan bagaimana hal terkait lainnya.

Pandangan lain tentang karakter yang dikemukakan oleh Kusuma (2007:80) sebagai berikut:

Istialah karakter dianggap sama dengan kepribadian, kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentuk-bentukan yang diterima dari lingkungan. Istilah karakter juga dipahami oleh seseorang yang memiliki kepribadian, seseorang dipandang memiliki karakter atau tidak memiliki karakter atau karakter disamakan dengan kepribadian. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat khas yang terpatri pada diri seseorang, diwujudkan melalui nilai-nilai moral kemudian menjadi ciri khas seseorang yang terbentuk dalam


(14)

kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.

c. Implementasi Pendidikan Karakter

Pemahaman mengenai arti implementasi pendidikan karakter akan ikut menentukan isi pendidikan. Implementasi pendidkan karakter untuk menjadikan seseorang bermoral, maka isi pendidikan merupakan pilihan yang beranggapan paling tepat dalam mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.

Menurut paham ahli pendidikan karakter, jika tujuan pendidikan karakter akan mengarahkan seseorang menjadi berkarakter, yang penting adalah bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat (Dreeben, 1968) . Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu dilakukan pengondisian pendidikan karakter yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). 1. Pengetahuan (cognitive)

Secara sederhana dalam perkembangan aspek pengetahuan tahap pemikiran itu dapat dilihat dari beberapa hal yang dapat mempengaruhi pendidikan karakter. Pada tahap ini dalam penanaman nilai karakter, anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik. Dari sini dapat dimengerti bahwa dalam penanaman nilai budi pekerti pada anak perlu dimulai dari suatu yang konkret, nyata, baru pada pengertian yang abstrak. Pada usia yang lebih dini,


(15)

14

lebih ditekankan praktik dan pengalaman nyata, sedangkan pada usia selanjutnya dengan penyadaran kognitif dan pengertian. Pada anak kecil harus diberi banyak latihan, praktik dan dihadapkan pada kenyataan kongkret. Misalnya, melatih penghargaan terhadap orang lain melalui latihan memberikan pujian, hadiah, dan lain-lain. Sedangkan pada umur yang lebih tua akan dijelaskan apa maksud dari penghargaan. Pada anak yang semakin besar, semakin ditanamkan nilai sosialitas.

2. Perasaan (feeling)

Perasaan adalah kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dialami orang lain. Perasaan ini penting sebagai bagian dalam proses penanaman nilai hidup. Untuk sampai pada kemampuan ini orang harus mempunyai kesadaran dan pemahaman terlebih dahulu. Hubungan menjadi lebih baik karena adanya penghayatan akan perasaan orang lain.

3. Tindakan (action)

Tidakan merupakan gabungan kemampuan emosional dan sosial. Seseorang akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang tersebut mempunyai kesadaran akan emosinya, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan perasaan dengan baik dan kontrol dirinya sangat kuat. Suatu tindakan mempunyai peranan yang sangat besar, dan proses pembentukannya pun bukan ditentukan oleh faktor genetik, melainkan sangat dipengaruhi oleh pola


(16)

pengasuhan di dalam keluarga dan proses pendidikan di sekolah serta lingkungan sosialnya. Orang tua dan sekolah yang menekankan sistem pendidikan dengan model memberi kesempatan anak untuk mengatur dirinya serta model membimbing anak dalam setiap aktivitasnya akan melahirkan anak-anak yang mandiri, imajinatif dan mudah menyesuaikan dirinya.

d. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Secara umum telah kita ketahui bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga dan berguna bagi kehidupan manusia. Namun nilai yang dimaksud dalam karakter ini dapat dikatakan sebagai keyakinan seseorang dalam menentukan pilihan. Seperti yang dikemukakan oleh Gordon Allfort seorang ahli psikologi kepribadian sebagaimana dikutip oleh Mulyana (2004:9) “nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Allfort menetapkan keyakinan pada posisi yang lebih tinggi, ketimbang hasrat, motif, sikap keinginan dan kebutuhan”.

Selanjutnya, menurut Richard Eyre dan Linda (1995) dalam Heri Gunawan (2012 : 31) menyebutkan bahwa :

nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif, baik bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain. selanjutnya Richard menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut (1) kemampuan untuk berlipat ganda atau bertambah, meskipun sering diberikan kepada orang lain, dan (2) kenyataan bahwa makin banyak nilai yang diberikan kepada orang lain makin banyak pula nilai serupa yang diterima atau “dikembalikan” dari orang lain.


(17)

16

Menurut Heri Gunawan (2012 : 31) “nilai adalah merupakan rujukan untuk bertindak. Nilai merupakan standar untuk mempertimbangkan dan meraih perilaku tentang baik atau tidak baik dilakukan”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa nilai adalah suatu keyakinan seseorang yang menjadi pertimbangan sebelum ia bertindak dalam menentukan pilihannya yang menghasilkan perilaku positif baik bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.

Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.


(18)

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.


(19)

18

11. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat / Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.


(20)

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Dilihat dari beberapa point nilai karakter yang dijelaskan, SMP N 12 Bandar Lampung hanya menerapkan 7 nilai karakter sesuai dengan visinya yaitu : religius, disiplin, menghargai prestasi, cinta damai, cinta tanah air, peduli lingkungan, dan peduli sosial.

2. Tinjauan Tentang Perilaku Religius a. Pengertian Religius

Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius. Slim (Rasmanah, 2003) mendefenisikan istilah tersebut dari bahasa Inggris. Religi berasal dari kata religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Religiusitas berasal dari kata religiosity yang berarti keshalihan, pengabdian yang besar pada agama. Religiusitas berasal dari religious yang berkenaan dengan religi atau sifat religi yang melekat pada diri seseorang.


(21)

20

Religiusitas berasal dari bahasa latin “relegare” yang berarti mengikat secara erat atau ikatan kebersamaan (Mansen, dalam Kaye & Raghavan, 2000). Religiusitas adalah sebuah ekspresi Spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku dan ritual (Kaye & Raghavan, 2000).

Religiusitas merupakna aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986). Hal serupa juga diungkapkan oleh Glock & Stark (Dister, 1988) mengenai religiusitas yaitu sikap keberagamaan yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri

seseorang.

Definisi lain mengatakan bahwa religiusitas merupakan sebuah proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu yang sacral (Chatters, 2000). Sedangkan menurut Majid (1992) religiusitas adalah tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan kepada kegaiban atau alam gaib, yaitu kenyataan-kenyataan supra-empiris. Manusia melakukan tindakan empiris sebagaimana layaknya tetapi manusia yang memiliki religiusitas meletakan harga dan makna tindakan empirisnya dibawah supra-empiris.

Secara mendalam Chaplin (1997) mengatakan bahwa religi merupakan system yang konfleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang tercermin dalam sikap dan melaksanakan upacara-upacara keagaman yang dengan maksud untuk dapat berhubungan dengan Tuhan.


(22)

Berdasarkan definisi yang diungkapakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa religius merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.

b. Nilai-nilai (Religiusitas) Agama

Istilah nilai keberagamaan (religius) merupakan istilah yang tidak mudah untuk diberikan batasan secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak. Secara etimologi nilai keberagamaan berasal dari dua kata yakni: nilai dan keberagamaan.

Menurut Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam Ari Ginanjar (2001) terdapat beberapa perilaku religius yang tampak dalam diri seseorang dalam menjalankan tugasnya, di antaranya:

a. Kejujuran

Rahasia untuk meraih sukses menurut mereka adalah dengan selalu berkata jujur. Mereka menyadari, justru ketidakjujuran kepada pelanggan, orangtua, pemerintah dan masyarakat, pada akhirnya akan mengakibatkan diri mereka sendiri terjebak dalam kesulitan yang berlarut-larut. Total dalam kejujuran menjadi solusi, meskipun kenyataan begitu pahit.

b. Keadilan

Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun. Meraka berkata,


(23)

22

"pada saat saya berlaku tidak adil, berarti saya telah mengganggu keseimbangan dunia.

c. Rendah Hati

Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan atau kehendaknya. Dia tidak merasa bahwa dirinyalah yang selalu benar mengingat kebenaran juga selalu ada pada diri orang lain.

d. Bekerja Keras

Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja.

e. Disiplin Tinggi

Mereka sangatlah disiplin. Kedisiplinan mereka tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang berpegang teguh pada komitmen untuk diri sendiri dan orang lain adalah hal yang dapat menumbuhkan energi tingkat tinggi

Dalam kontek pembelajaran, beberapa nilai agama tersebut bukankan tanggung jawab guru agama semata. Kejujuran tidak hanya disampaikan lewat mata pelajaran agama saja, tetapi juga lewat mata pelajaran lainnya. Misalnya seorang guru matematika mengajarkan kejujuran lewat rumus-rumus pasti yang menggambarkan suatu kondisi yang tidak kurang dan tidak lebih atau apa adanya. Begitu juga seorang guru


(24)

ekonomi bisa menanamkan nilai-nilai keadilan lewat pelajaran ekonomi. Seseorang akan menerima untung dari suatu usaha yang dikembangkan sesuai dengan besar kecilnya modal yang ditanamkan.

Budaya religius sekolah adalah cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Menurut Glock & Stark dalam Muhaimin, ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu:

a. Dimensi keyakinan yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui keberadaan doktrin tersebut.

b. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

c. Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. d. Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa

orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi.

e. Dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.


(25)

24

c. Aplikasi Nilai Religius di Sekolah

Strategi Mewujudkan Budaya Agama di Sekolah Koentjaraningrat dalam Muhaimin mengatakan bahwa strategi pengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah, dapat dilakukan dalam tiga tataran, yaitu:

1. Tataran nilai yang dianut.

Pada tataran nilai yang dianut, dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya dibangun komitmen bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa terhadap pengembangan nilai-nilai yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Nilai-nilai yang bersifat vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya (halb min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitar. 2. Tataran praktik keseharian.

Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah. Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai


(26)

agama yang telah disepakati, Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah.

3. Tataran simbol-simbol budaya.

Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol budaya yang agamis.

Tujuan utama pengembangan lingkungan sekolah berwawasan imtaq ialah keberagamaan peserta didik itu sendiri, bukan terutama pada pemahaman tentang agama. Dalam hal ini, yang diutamakan pendidikan agama (Islam) dalam mengembangkan lingkungan berwawasan imtaq bukanhanya knowing (mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) ataupun doing (bisa mempraktikan apa yang diketahui) setalah diajarkannya di sekolah, justru lebih mengutamakanbeing-nya (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama). Karena itu, pendidikan agama Islam harus lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten (competence), tetapi samapi memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun konsep pengembangan lingkungan sekolah berwawasan imtaq meliputi:

1. Penciptaan Suasana Religius.

Penciptaan suasana religius merupakan upaya untuk mengkondisikan suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku religius (keagamaan). Hal ini dapat dilakukan dengan: (1) kepemimpinan, (2) skenario


(27)

26

penciptaan suasana religius, (3) tempat ibadah, (4) dukungan warga masyarakat.

2. Internalisasi Nilai.

Internalisasi nilai dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai agama kepada para siswa, terutama tentang tanggung jawab manusia sebagai pemimpin (khalifah) yang harus arif dan bijaksana. Internalisasi nilai merupakan suatu proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan, yaitu peserta didik. Penanaman dan menumbuhkembangkan nilai tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran. Internalisasi nilai, dapat dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya dibangun komitmen bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa terhadap pengembangan nilai-nilai yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal.

3. Keteladanan.

Anak dalam pertumbuhannya memerlukan contoh. Dalam Islam percontohan yang diperlukan itu disebut uswah hasanah, atau keteladanan. Berkait dengan keteladanan ini, persoalan yang biasanya muncul adalah (1) tidak adanya keteladanan atau disebut krisis keteladanan, (2) suri tauladan yang jumlahnya banyak justru saling kontradiktif. Anak juga tidak akan tumbuh secara wajar jika terdapat berbagai contoh perilaku yang saling bertentangan. Keteladanan,


(28)

menjadikan kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru agama dan petugas sekolah sebagai figur dan cermin manusia yang berkepribadian agama. Kepribadian kepala sekolah dalam memimpin sangat dibutuhkan siswa dalam rangka mengembangkan lingkungan sekolah berwawasn imtaq melalui keteladanan.

4. Pembiasaan.

Perilaku seseorang tidak lebih dari hasil pembiasaan saja. Oleh karena itu, anak harus dibiasakan, misalnya dibiasakan mengucapkan salam tatkala bertemu maupun berpisah dengan orang lain, membaca basmalahsebelum makan dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah, dibiasakan shalat berjama’ah, serta memperbanyak silaturrahim,dan sebagainya.

5. Membentuk Sikap dan Perilaku.

Pembentukan sikap dan perilaku siswa berarti proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik metodik pendidikan dan pengajaran. Seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi,brain washing dan lain sebagainya. Pembentukan sikap dan perilaku siswa oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan memberikan nasehat kepada siswa dan adab bertutur kata yang sopan dan bertata krama baik terhadap guru maupun orang tua. Proses pembentukan sikap dan perilaku siswa tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah dan guru agama saja, melainkan


(29)

28

semua guru dan warga sekolah, dimana mereka berupaya untuk membentuk pola pikir, sikap dan perilaku siswa sesuai dengan ajaran agama.

B. Kerangka Pikir

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive) yang secara sederhana penanaman nilai karakter anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik, perasaan (feeling) yaitu kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dialami orang lain, dan tindakan (action) yaitu gabungan kemampuan emosional dan sosial .

Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan karakter mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan seseorang dalam perilaku religiusnya. Oleh karena itu menjadi tantangan dunia pendidikan untuk mengintegrasikan pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran terpadu, agar mampu menyiapkan SDM yang berperilaku religius.

Dari uraian diatas, maka kerangka pikir adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir Implementasi Pendidikan

Karakter (X)

1. pengetahuan (cognitive) 2. perasaan (feeling) 3. tindakan (action).

Perilaku Religius (Y) 1. kejujuran

2. keadilan 3. rendah hati 4. bekerja keras 5. disiplin tinggi


(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Kegiatan penelitian berupaya untuk menemukan data yang valid, dan serta dalam usaha mengadakan analisa secara logis rasional diperlukan langkah-langkah pengkajian dengan menggunakan metode penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai seperti yang diharapkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, yaitu dimana suatu metode penelitian yang bertujuan menggambarkan dan memaparkan secara tepat keadaan tertentu dalam masyarakat. Metode deskriptif adalah suatu penyelidikan yang bertujuan untuk menggambarkan atau menunjukkan keadaan seseorang, lembaga atau masyarakat tertentu pada masa sekarang ini berdasarkan pada faktor-faktor yang nampak saja (surface factor) di dalam situasi yang diselidikinya.

Mohamad Ali ( 1985 : 120 ) menjelaskan bahwa:

Metode penelitian deskriptif dipergunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dengan analisis atau pengolahan data, menarik kesimpulan atau melaporkan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan dengan cara objektif dalam suatu deskripsi situasi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka penggunaan metode deskriptif sangat tepat dalam penelitian yang peneliti laksanakan, karena sasaran dan kajiannya


(31)

30

adalah untuk menjelaskan “Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII DI SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, dan menggambarkan serta menganalisis masalah yang ada sesuai kenyataan berdasarkan data-data dilapangan”.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Sugiyono (2008 : 117) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah dewan guru dan seluruh peserta didik kelas VII DI SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Untuk lebih jelasnya, berikut data populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini.

Tabel 2. Jumlah Peserta Didik Kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung

No. Kelas Jumlah

1. VII A 36

2. VII B 31

3. VII C 30

4. VII D 33

5. VII E 30

6. VII F 30

7. VII G 34

8. VII H 30

Jumlah 254


(32)

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sasaran dalam penelitian. Menurut Mohammad Ali ( 1987 : 62 ), sampel merupakan sebagian besar yang diambil dari keseluruhan objek penelitian yang dianggap mewakili populasi dan pengambilannya menggunakan teknik tertentu.

Menentukan besarnya sampel, peneliti berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto (2006 : 144) yaitu sebagai berikut :

Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Selanjutnya bila subjeknya lebih besar dari 100 dapat diambil 10 %-15 % atau 20 %-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari :

1. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.

2. Sempitnya wilayah pengamatan dari setiap subjek kerena

menyangkut hal banyak sedikitnya data.

3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Berdasarkan pendapat di atas, maka jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 20% dari jumlah populasi. Jumlah populasi siswa kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung sebanyak 254 siswa. Sehingga sampelnya adalah 20% x 254 = 50,8 dengan demikian jumlah keseluruhan sampel dibulatkan menjadi 51 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam menetukan sampel penelitian ini adalah dengan menggunakan sampel random yaitu mencampurkan subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama sehingga setiap subjek memperoleh kesempatan (chance) yang sama untuk


(33)

32

dipilih menjadi sampel (Suharsimin Arikunto 1997 : 120). Untuk mengetahui berapa besar penelitian sampel ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3. Distribusi Sampel Penelitian di SMPN 12 Bandar Lampung

No Kelas Perhitungan

1. VII A 36 siswa x 20% = 7,2

2. VII B 31 siswa x 20% = 6,2

3. VII C 30 siswa x 20% = 6

4. VII D 33 siswa x 20%= 6,6

5. VII E 30 siswa x 20% = 6

6. VII F 30 siswa x 20%= 6

7. VII G 34 siswa x 20%= 6,8

8. VII H 30 siswa x 20%= 6

Jumlah 50,8 = 254

Sumber : Hasil perhitungan proposional random sampling

C. Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 96) “variabel penelitian adalah objek

suatu penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Jadi, variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai, dan yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian.”

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini ialah Implementasi Pendidikan Karakter.

b. Variabel Terikat (Y)


(34)

D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1. Definisi Konseptual

a. Implementasi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

b. Perilaku Religius

Pendidikan karakter mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan seseorang dalam perilaku religiusnya. Oleh karena itu menjadi tantangan dunia pendidikan untuk mengintegrasikan pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran terpadu, agar mampu menyiapkan SDM yang berperilaku religius. Seseorang yang berperilaku religius mampu menunjukkan sikap sebagai berikut : kejujuran, keadilan, rendah hati, bekerja efisien dan keseimbangan.

2. Definisi Operasional

Rencana Pengukuran variabel untuk mempermudah pengukuran di

lapangan, maka beberapa konsep dalam penelitian ini perlu dioperasionalkan, yaitu:

1. Implementasi Pendidikan Karakter ( X ) dengan indikator sebagai berikut:


(35)

34

a. pengetahuan (cognitive)

Secara sederhana dalam perkembangan aspek pengetahuan tahap pemikiran itu dapat dilihat dari beberapa hal yang dapat mempengaruhi pendidikan karakter. Pada tahap ini dalam penanaman nilai karakter, anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik.

b. perasaan (feeling)

Perasaan adalah kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dialami orang lain. Perasaan ini penting sebagai bagian dalam proses penanaman nilai hidup.

c. tindakan (action).

Tidakan merupakan gabungan kemampuan emosional dan sosial. Seseorang akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang tersebut mempunyai kesadaran akan emosinya, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan perasaan dengan baik dan kontrol dirinya sangat kuat.

2. Perilaku Religius (Y ) dengan indikator sebagai berikut:

a. Kejujuran

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.


(36)

b. keadilan

Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun. Meraka berkata, "pada saat saya berlaku tidak adil, berarti saya telah mengganggu keseimbangan dunia.

c. rendah hati

Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan atau kehendaknya.

d. bekerja keras

Mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja.

e. disiplin tinggi

Kedisiplinan tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan.

E. Rencana Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini variabel diukur dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Implementasi Pendidikan Karakter (X) :

a. Terlaksana

b. Kurang terlaksana c. Tidak terlaksana


(37)

36

2. Perilaku Religius (Y) meliputi : a. Baik

b. Cukup Baik c. Kurang Baik

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pokok

Teknik pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Angket

Angket adalah pertanyaan yang dibuat oleh peneliti yang akan diberikan kepada responden. Metode ini peneliti gunakan dengan tujuan mengumpulkan data secara langsung dari responden.

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar (2004: 10) “angket

adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirimkan pada responden

baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara)”

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan angket. Teknik angket adalah teknik pokok yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data dengan cara membuat daftar pertanyaan secara tertulis yang kemudian diajukan kepada responden.

Dalam penelitian ini bentuk angket yang digunakan adalah angket tertutup. Setiap item soal memiliki 3 alternatif jawaban terdiri dari A, B, dan C sehingga responden dengan mudah memilih salah satu diantara jawaban yang tersedia. Adapun pemberian nilai dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Memilih alternatif A atau jawaban yang dikehendaki diberi skor 3


(38)

2. Memilih alternatif B atau jawaban yang kurang dikehendaki diberi skor 2

3. Memilih alternatif C atau jawaban yang tidak dikehendaki diberi skor 1

2. Teknik Penunjang

Teknik penunjang dalam penelitian ini adalah :

a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Metode wawancara yang digunakan oleh peneliti bertujuan untuk menunjang hasil angket yang belum lengkap.

b. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 206) teknik dokumentasi adalah“mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lager, agenda. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan dokumen yang telah ada pada objek penelitian, seperti ; arsip-arsip, laporan, buku-buku yang menyangkut dengan penelitian ini.”

c. Observasi

Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti sehingga data yang diperoleh lebih lengkap dan akurat.


(39)

38

G. Validitas Alat Ukur dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran kevalidan instrument pengumpul data, seperti yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006 : 144) bahwa “validitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrument.”

Sesuai pendapat di atas, untuk menentukan validitas item, penelitian menggunakan logikal validity yaitu melalui kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator dengan cara konsultasi kepada para pembimbing kemudian dilakukan perbaikan atau revisi sesuai dengan keperluan.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 170) “uji reliabilitas merupakan suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik sehingga mampu

mengungkap data yang bisa dipercaya”.

Uji reliabilitas angket dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menyebarkan angket kepada 10 orang di luar responden.

2. Hasil uji coba dikelompokkan dalam belahan ganjil dan genap.

3. Hasil item ganjil dan genap dikolerasikan dengan Product Moment, yaitu:

  

 

n

y

y

n

x

x

n

y

x

xy

r

xy 2 2 2 2


(40)

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antar gejala x dan y

xy : Product dari gejala x dan y

n : Jumlah sampel. ( Sutrisno Hadi, 1989 : 318 )

4. Untuk reliabilitas angket digunakan rumus Sperman Brown, yaitu :

rxy =

) ( 1

) ( 2

rgg gg r r

Keterangan :

rxy = koefisien reliabilitas seluruh item

rgg = koefisien antara item genap dan ganjil

( Sutrisno Hadi, 1989 : 37 )

5. Adapun hasil perhitungan di masukan dalam kriteria reliabilitas menurut Manase Malo ( 1989 : 139 ) adalah sebagai berikut :

0,90 – 1,00 = reliabilitas tinggi 0,50 – 0,89 = reliabilitas sedang 0,00 – 0,49 = reliabilitas rendah

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara menangkap secara objektif temuan-temuan dilapangan yang dibantu dengan mempergunakan tabel distribusi frekuensi untuk kemudian diinterprestasikan dengan kalimat-kalimat atau pertanyaan-pertanyaan yang mudah dipahami.


(41)

40

Teknik untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini digunakan rumus Chi kuadrat yaitu:

Rumus :

Keterangan :

= Chi Kuadrat

= Jumlah baris

= Jumlah kolom

= Frekuensi pengamatan

= Frekuensi yang diharapkan

Kriteria uji hipotesis = adalah H0 ditolak jika hit < tab dengan signifikansi 5 % (Sudjana, 1992 : 280). Untuk menguji hipotesis yang kedua digunakan tabel kontrol Chi Kuadrat, dengan kriteria uji : H1 diterima jika hit ≥ tab pada taraf signifikansi 5% N : 25. Untuk mengolah dan menganalisis data, akan digunakan teknik analisis data dengan merumuskan :

I =

Keterangan : I : Interval

NT : Nilai Tertinggi



B i K d

Eij

Eij

Oij

X

1 : :1

2 2 2

B j I

K I j

ij

0

ij

E 2  2

 2

K NR


(42)

NR : Nilai Terendah

K : Kategori (Sutrisno Hadi, 1996 : 12)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi : Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :

: Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan (Sutrisno Hadi, 1996 : 37)

Makin dekat harga C pada C maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.

n

X x

C

2 2

2

X

m m Cmaks

1  

maks C


(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh implementasi pendidikan karkter di sekolah terhadap perilaku religius peserta didik kelas VII di SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 maka dapat dilihat bahwa implementasi pendidikan karakter dengan perilaku religius siswa SMPN12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 adalah 20 responden (39,2%) menyatakan baik, 23 responden (45,1%) menyatakan cukup baik, dan sisanya 8 responden (15,7%) menyatakan kurang baik. Berdasarkan hasil perhitungan ini maka pengaruh implementasi pendidikan karakter dengan perilaku religius peserta didik SMPN12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 masuk ke dalam cukup baik karena sebagian besar siswa belum memahami konsep dasar pendidikan karakter sehingga siswa belum sepenuhnya mengaplikasikan perilaku religius dalam kehidupan sehari-hari .

B. Saran 1. Orang tua

Diharapkan orang tua mampu menerapkan pendidikan kerakter di lingkungan keluarga dengan cara membentuk watak, moral dan pola asuh


(44)

yang baik pada anak serta selalu membiasakan diri untuk berperilaku religius . Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak karena dengan menerapkan pendidikan karakter di lingkungan keluarga maka senantiasa anak akan mengamalkan nilai-nilai karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, oleh karena itu guru diharapkan mampu berperan dan bertanggung jawab dalam pengembangan pendidikan karakter dengan cara menanamkan nilai-nilai karakter ke dalam setiap mata pelajaran.

3. Guru

Peran dan tanggung jawab guru sebagai pendidik karakter peserta didik banyak terfokus pada pembelajaran di kelas untuk itu guru harus menjadi model dan memberikan keteladanan bagi peserta didik.

4. Peserta didik

Diharapkan peserta didik mampu memahami konsep dasar dari pendidikan karakter sehingga dengan begitu peserta didik akan terbiasa untuk menanamkan nilai karakter untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D dan Suroso, F. N. 2001. Psikologi Islami,. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineke Cipta.

Caroline, C. 1999. Hubungan antara Religiusitas Dengan Tingkat Penalaran Moral Pada Pelajar Madrasah Mu”Allimat Muhammadiyah Yogyakarta, Yoyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung : Alfabeta.

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta. 434 Halaman.

Koesoema, Doni A. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta : KANISIUS.

Madjid, R. 1997. Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan. Bandung : Mizan Pustaka

Majid, Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian . Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sahlan, Asmaun dan Prasetyo, Teguh Angga. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.

Sudjana. 1986. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. 508 Halaman.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(46)

Susilo, Muhammad Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara


(1)

Teknik untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini digunakan rumus Chi kuadrat yaitu:

Rumus :

Keterangan :

= Chi Kuadrat

= Jumlah baris

= Jumlah kolom

= Frekuensi pengamatan

= Frekuensi yang diharapkan

Kriteria uji hipotesis = adalah H0 ditolak jika hit < tab dengan signifikansi 5 % (Sudjana, 1992 : 280). Untuk menguji hipotesis yang kedua digunakan tabel kontrol Chi Kuadrat, dengan kriteria uji : H1 diterima jika hit ≥ tab pada taraf signifikansi 5% N : 25. Untuk mengolah dan menganalisis data, akan digunakan teknik analisis data dengan merumuskan :

I =

Keterangan : I : Interval

NT : Nilai Tertinggi



B i K d

Eij

Eij

Oij

X

1 : :1

2 2 2

B j I

K I j

ij

0

ij

E 2  2

 2

K NR NT


(2)

41

NR : Nilai Terendah

K : Kategori (Sutrisno Hadi, 1996 : 12)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi : Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :

: Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan (Sutrisno Hadi, 1996 : 37)

Makin dekat harga C pada C maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.

n

X x

C

2 2

2

X

m m Cmaks

1

 

maks


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh implementasi pendidikan karkter di sekolah terhadap perilaku religius peserta didik kelas VII di SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 maka dapat dilihat bahwa implementasi pendidikan karakter dengan perilaku religius siswa SMPN12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 adalah 20 responden (39,2%) menyatakan baik, 23 responden (45,1%) menyatakan cukup baik, dan sisanya 8 responden (15,7%) menyatakan kurang baik. Berdasarkan hasil perhitungan ini maka pengaruh implementasi pendidikan karakter dengan perilaku religius peserta didik SMPN12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 masuk ke dalam cukup baik karena sebagian besar siswa belum memahami konsep dasar pendidikan karakter sehingga siswa belum sepenuhnya mengaplikasikan perilaku religius dalam kehidupan sehari-hari .

B. Saran

1. Orang tua

Diharapkan orang tua mampu menerapkan pendidikan kerakter di lingkungan keluarga dengan cara membentuk watak, moral dan pola asuh


(4)

79

yang baik pada anak serta selalu membiasakan diri untuk berperilaku religius . Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak karena dengan menerapkan pendidikan karakter di lingkungan keluarga maka senantiasa anak akan mengamalkan nilai-nilai karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, oleh karena itu guru diharapkan mampu berperan dan bertanggung jawab dalam pengembangan pendidikan karakter dengan cara menanamkan nilai-nilai karakter ke dalam setiap mata pelajaran.

3. Guru

Peran dan tanggung jawab guru sebagai pendidik karakter peserta didik banyak terfokus pada pembelajaran di kelas untuk itu guru harus menjadi model dan memberikan keteladanan bagi peserta didik.

4. Peserta didik

Diharapkan peserta didik mampu memahami konsep dasar dari pendidikan karakter sehingga dengan begitu peserta didik akan terbiasa untuk menanamkan nilai karakter untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D dan Suroso, F. N. 2001. Psikologi Islami,. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineke Cipta.

Caroline, C. 1999. Hubungan antara Religiusitas Dengan Tingkat Penalaran Moral Pada Pelajar Madrasah Mu”Allimat Muhammadiyah Yogyakarta, Yoyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Bandung: Citra Umbara

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung : Alfabeta.

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta. 434 Halaman.

Koesoema, Doni A. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta : KANISIUS.

Madjid, R. 1997. Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan. Bandung : Mizan Pustaka

Majid, Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian . Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sahlan, Asmaun dan Prasetyo, Teguh Angga. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.

Sudjana. 1986. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. 508 Halaman.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu PenetahuanBudaya Universitas Indonesia.

Susilo, Muhammad Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara