PERANAN GURU IPS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP IT AR RAIHAN BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

SOCIAL TEACHER’S ROLE IN CHARACTER BUILDING OF STUDENTS IN SMP IT AR RAIHAN BANDAR LAMPUNG

By:

DIAN HANDAYANI ST

This research aims to assess the role of social studies teachers in the character formation of students as well as the factors affecting the social studies teacher's role in built the character of students. The method used in this research is qualitative with phenomenological approach. Results of this research stated that the role of social studies teachers as educators realized by planned lessons, directed talents and abilities of learners, responsible and realize authority. Social studies teacher teaching plan is realized by learning and implementing the learning plan. Social teachers as role models embodied in exemplary performances, spoken word, social, and environmental awareness. Social teachers as coach realized by building awareness of students, giving sample, and do characters that are taught together with teachers and learners. Factors that support the role of social studies teachers in the character formation of students is teachers' understanding of the duties and functions, understand the vision and mission of the school, the seriousness in running a job as a teacher, has four basic competence of a teacher, in cooperation with the entire school, as well as the support from student’s parent, while inhibiting factor the teacher's role in built the character of students is miscommunication with the school and the foundation associated firmness of teachers in built the character of the students, in addition to the parents of learners do not support 100% well itikad that has done by teachers in schools in form a good character within learners.


(2)

ABSTRAK

PERANAN GURU IPS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP IT AR RAIHAN BANDAR LAMPUNG

Oleh:

DIAN HANDAYANI ST

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik serta faktor yang mempengaruhi peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa peran guru IPS sebagai pendidik diwujudkan dengan merencanakan pembelajaran, mengarahkan bakat dan kemampuan peserta didik, bertanggung jawab dan mewujudkan kewibawaan. Guru IPS sebagai pengajar diwujudkan dengan merencanakan pembelajaran serta melaksanakan perencanaan pembelajaran tersebut. Guru IPS sebagai teladan diwujudkan dalam keteladanan penampilan, bertutur kata, pergaulan, dan kepedulian terhadap lingkungan. Guru IPS sebagai pelatih diwujudkan dengan membangun kesadaran peserta didik, mencontohkan, dan melakukan karakter yang diajarkan bersama guru dan peserta didik. Faktor yang mendukung peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik adalah pemahaman guru terhadap tugas dan fungsinya, memahami visi dan misi sekolah, kesungguhan dalam menjalankan pekerjaan sebagai guru, memiliki empat kompetensi dasar seorang guru, kerja sama dengan seluruh pihak sekolah, serta dukungan dari orang tua peserta didik, sedangkan faktor penghambat peran guru dalam pembentukan karakter peserta didik adalah terjadi miskomunikasi dengan pihak sekolah dan yayasan terkait ketegasan guru dalam membentuk karakter siswa, selain itu orang tua peserta didik tidak mendukung 100% itikad baik yang dilakukan oleh guru disekolah dalam membentuk karakter baik dalam diri peserta didiknya.


(3)

PERANAN GURU IPS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP IT AR RAIHAN

BANDAR LAMPUNG

Oleh: Dian Handayani ST

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(4)

PERANAN GURU IPS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP IT AR RAIHAN

BANDAR LAMPUNG

(Tesis)

Oleh:

Dian Handayani ST

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir Peran Guru IPS dalam Pembentukan


(6)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 Penerimaan Peserta Didik Barus SMP IT Ar RAihan


(7)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 9

1.3. Perumusan Masalah ... 9

1.4. Tujuan Penelitian ... 9

1.5. Kegunaan Penelitian ... 10

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ... 13

2.1.1 Pengertian IPS ... 13

2.1.2 Tujuan IPS ... 14

2.1.3 Ruang Lingkup IPS ... 15

2.1.4 Karakteristik IPS ... 15

2.2 Peran Guru IPS ... 17

2.2.1 Pengertian Guru IPS ... 17

2.2.2 Karakteristik Guru IPS ... 18

2.2.3 Pengertian Peran Guru ... 19

2.3 Pembentukan Karakter ... 21

2.3.1 Pengertian Pembentukan ... 21

2.3.2 Pengertian Karakter ... 21

2.3.3 Perbedaan Karakter, Etika, dan Moral ... 22

2.3.4 Tahapan-tahapan Pembentukan Karakter ... 23

2.4 Peran Guru dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik ... 28

2.4.1 Guru Berperan sebagai Pendidik ... 29

2.4.2 Guru Berperan sebagai Pengajar ... 31

2.4.3 Guru Berperan sebagai Teladan ... 34

2.4.4 Guru Berperan sebagai Pelatih ... 37

2.4.5 Guru Berperan sebagai Pembentuk Karakter ... 39

2.5 Penelitian yang Relevan ... 44


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 49

3.2 Sumber dan Jenis Data ... 52

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.4 Teknik Analisis Data ... 57

3.5 Pengecekan Keabsahan Data ... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 60

4.1.1 Sejarah dan Profil Sekolah ... 57

4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan SMP IT Ar Raihan Bandarlampung ... 63

4.1.2.1 Visi ... 63

4.1.2.2 Misi ... 63

4.1.2.3 Tujuan ... 63

4.1.3 Status Sekolah ... 64

4.1.4 Keberadaan SMP IT Ar Raihan ... 65

4.1.4.1 Kurikulum Sekolah ... 65

4.1.4.2 Keadaan Guru SMP IT Ar Raihan ... 66

4.1.4.3 Keadaan Peserta Didik ... 68

4.1.4.4 Sarana dan Prasarana ... 70

4.1.5 Peranan Guru IPS dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik ... ... 71

4.1.5.1 Guru IPS sebagai Pendidik ... 71

4.1.5.2 Guru IPS sebagai Pengajar ... 80

4.1.5.3 Guru IPS sebagai Teladan ... 86

4.1.5.4 Guru IPS sebagai Pelatih ... 93

4.1.5.5 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Peran Guru IPS dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik ... 96

4.2 Pembahasan ... 105

4.2.1 Guru IPS sebagai Pendidik ... 105

4.2.2 Guru IPS sebagai Pengajar ... 108

4.2.3 Guru IPS sebagai Teladan ... 111

4.2.4 Guru IPS sebagai Pelatih ... 114

4.2.5 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Peran Guru IPS dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik ... ... 117

4.3 Temuan Penelitian ... 123

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 126

5.2 Saran ... 127 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Izin penelitian dari Universitas ... 132

2. Surat Balasan Izin Penelitian dari SMP IT Ar Raihan ... 133

3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 134

4. Instrumen Pengumpulan Data Wawancara ... 135

5. Instrumen Pengumpulan Data Observasi ... 145

6. Instrumen Pengumpulan Data Dokumentasi ... 147

7. Hasil Wawancara dengan Guru IPS ... 148

8. Hasil Wawancara dengan Peserta Didik ... 195

9. Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah... 205

10 Hasil Observasi Guru IPS dan Peserta Didik ... 210


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1. Jumlah Penerimaan Siswa SMP IT AR RAIHAN ... 4

Tabel 1.2 Data Pelanggaran Siswa Selama Bulan September 2014 ... 6

Tabel 3.1 Sumber dan Jenis Data ... 54

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 56

Tabel 4.1 Rincian Peserta Didik SMP IT Ar Raihan ... 62

Tabel 4.2 Keadaan Guru SMP IT Ar Raihan ... 66

Tabel 4.3 Kondisi Peserta Didik SMP IT Ar Raihan Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 69

Tabel 4.4 Sarana dan Prasaran SMP IT Ar Raihan Bandarlampung ... 70

Tabel 4.5 Keterkaitan Tradisi IPS, Kompetensi Guru, dan Karakter yang dimunculkan Guru ... 119

Tabel 4.6 Keterkaitan Tradisi IPS, Kompetensi Peserta Didik, dan ketercapaian Karakter ... 121


(11)

(12)

(13)

MOTO

“…Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha

Teliti apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadilah : 11)

“Ilmu itu akan menjadikan mu seperti niat awal kau mencarinya. Niat mu baik, maka ilmu itu akan mem‟baik‟kan mu. Niat mu sombong, maka ilmu itu akan

sukses membuat mu menjadi sombong. Semua tergantung pada niatnya” (Dian Handayani ST)


(14)

(15)

PERSEMBAHAN Bismillahirrohamanirrohiim…

Segala puji hanya milik Allah, yang seluruh kerajaan langit dan bumi tunduk pada kuasa-Nya. Dengan segala kerendahan hati, ku persembahkan karya sederhana ini pada mereka yang telah dengan rela membersamai ku dalam berbagai keadaan. Ku hadiahkan kebahagiaanku pada mereka yang telah ikhlas menghapus segala kesedihanku. Untuk mereka, yang hanya Allah yang mampu membalas dengan setimpal terhadap apa yang mereka berikan pada ku:

 Suami tercinta, Heri Saputra, S.Pd., yang telah dengan setia mendampingi segala kekurangan dan kelebihanku, menjadi tempat bersandar dan menumpahkan segala perasaan. Terimakasih untuk segalanya, doa, motivasi dan seluruh peluh keringat yang tertumpah dalam membantu ku menyelesaikan studi. Bangga dan bahagia melengkapi separuh agama ini bersamamu. Semoga kelak Allah membangunkan sebuah rumah disyurga untuk kita tinggali kembali bersama. Amiin.

 My Little Boy, Haidar Al Fatih Hesadani. Bujang sholeh kebanggaan Ummi, yang selalu menjadi semangat terbesar dalam hidupku. Love u so my boy..

 Ayah Syafrudin dan Ibu Tuti Hastuti yang sudah mengorbankan waktu dan tenaga nya untuk terus membantuku. Doa tulus kalian yang begitu mudahnya diijabah Allah lah yang selama ini menguatkan dan memudahkan segala urusanku. Semoga Allah terus menyayangi kalian, sebagaimana kalian terus menyayangi aku. Amiin.

 Adikku, Roby Asrori Dinhas, untuk semua waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk membantuku.. terimakasih dek..


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang 21 Oktober 1987, anak pertama dari dua bersaudara merupakan buah hati Bapak Syafrudin dan Ibu Tuti Hastuti.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis untuk pertama kali pada TK Pertiwi Ketapang diselesaikan pada tahun 1993. Kemudian penulis melanjutkan ke SD Negeri 2 Wonomarto selesai pada tahun 1999. Jenjang selanjutnya penulis melanjutkan ke SMP N 6 Kotabumi selesai pada tahun 2002. Dan dilanjutkan ke SMU N 2 Kotabumi selesai pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Lampung yang selesai pada tahun 2009. Sejak Februari 2010 penulis mengabdikan diri sebagai guru PPKn di SMP IT Ar Raihan Bandarlampung hingga sekarang. Dan pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di jurusan Magister Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(17)

SANWACANA

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allh SWT, atas limpahan rahmat dan karunia yang tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peran Guru IPS dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik di SMP IT Ar Raihan Bandarlampung”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan motivasi, dan saran yang diberikan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Lampung sekaligus sebagai pembimbing I yang telah membimbing dalam penulisan tesis ini. Terimakasih Bapak, karena selalu bersabar menghadapi kekurangan penulis, memberikan semangat agar penulis bisa terus menghadirkan yang terbaik.

3. Bapak Dr. H. Bujang rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(18)

4. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. H. Pargito, M.Pd., selaku Ketua Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus sebagai pembimbing II yang telah membimbing dalam penulisan tesis ini. Terimakasih untuk semangat yang diberikan selama ini, bapak. Ketegasan bapak mengajarkan penulis untuk „bermental baja‟ dan mengajarkan siap dalam kondisi seperti apapun.

6. Ibu Dr. Risma M. Sinaga, M.Hum., selaku pembahas I yang telah membantu dalam perbaikan penulisan tesis ini. Bimbingan dengan Ibu tidak hanya berbagi ilmu, tetapi pengalaman hidup, bahkan bisa berbagi perasaan hati. Terimakasih untuk waktunya selama ini, bu. Bangga karena bisa „dekat‟ dengan ibu lewat cara seperti ini.

7. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku pembahas II yang telah membantu dalam perbaikan penulisan tesis ini. Terimakasih untuk kesabaran dan „tartil‟ nya Bapak dalam membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen FKIP Universitas Lampung, khususnya Dosen Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

9. Bu Esti, betapa menunggu menjadi menyenangkan dengan ibu, tanpa mu aku galau bu.. 

10. Yuk Ririek, Bu Lessie, Bu Dwi, Mak Yen, terimakasih sudah memberikan warna yang berbeda untuk „kehidupan S2‟ ini. Semoga persaudaraan kita tidak akan pernah putus meski tak lagi melangkah bersama.

11. Abi Zaiyad Namiri, M.Pd.I., selaku Kepala SMP IT Ar Raihan Bandarlampung.

12. Abi Andri, Ummi Siska, Miss Putri, Miss Maria, yang telah bersedia membantu dalam kelancaran penelitian ini.

13. Ummi Miswati, Ummi Citra, Ummi Vika yang telah bersedia membantu kelancaran dalam penelitian ini.


(19)

14. Siswa-siswa ku, Abimanyu, Muhagam, Rania, Suharto, dan Uca, yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

15. Teman-teman senasib dari SMP IT Ar Raihan, mbk Dila dan Abi Wid. Semoga apa yang kita lakukan ini barokah.

16. Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan IPS angkatan 2013.

17. Teman-teman mahasiswa Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

18. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Demikianlah penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua, akhir kata dengan kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih.

Bandarlampung, September 2015

Dian Handayani ST NPM 1323031007


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Islam Terpadu pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan Al Qur‟an dan As Sunnah. Konsep operasional Sekolah Islam Terpadu merupakan akumulasi dari proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama Islam, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Dalam aplikasinya sekolah Islam Terpadu diartikan sebagai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum, dengan pendekatan ini, semua mata pelajaran dan semua kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai ajaran dan pesan nilai Islam.

Diawal berdirinya, sekolah Islam terpadu ingin mengubah citra sekolah Islam yang dianggap kurang kompetitif dengan sekolah umum maupun sekolah non-Islam pada umumnya. Saat itu, sekolah pada umumnya hanya menekankan kepentingan akademik dan masalah agama menjadi hal yang kurang ditanamkan. Namun, pada masa sekarang, kesadaran orang tua akan kebutuhan pendidikan agama semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dengan makin banyaknya bermunculan sekolah-sekolah yang berbasis Islam dengan jumlah siswa yang tidak lagi sedikit.


(21)

2 SMP Islam Terpadu Ar Raihan Bandar Lampung merupakan salah satu lembaga pendidikan yang juga berkomitmen untuk menerapkan kombinasi pendidikan umum dengan pendidikan agama dengan 5 (lima) visi utamanya, yaitu:

a. Melaksanakan pendidikan yang mengembangkan seluruh potensi kecerdasan dengan pola pembelajaran terpadu dan seimbang antara dunia dan akhirat.

b. Mengimplementasikan pendidikan yang mengintegrasikan sisi keilmuan dan keislaman dengan media teknologi informasi.

c. Melaksanakan pendidikan yang berorientasi pada pemahaman bahwa segala ilmu yang dipelajari, baik ayat qauliyah (Al Qur‟an) maupun ayat kauniyah (Sains) adalah dalam rangka ibadah.

d. Menciptakan suasana pendidikan yang mampu membangun akhlak sesuai tuntunan Al Qur‟an dan Al-Hadits.

e. Menciptakan suasana pendidikan yang menyenangkan, kreatif, inovatif, dan berwawasan global. (Namiri, 2014)

Melalui visi tersebut SMP IT Ar Raihan kemudian dalam sistem pembelajarannya menerapkan dua kurikulum sekaligus, yaitu kurikulum sekolah menengah pertama dari Diknas yang dijalankan 100 % dan kurikulum yang diambil dari Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang juga dijalankan 100 %.

Diawal berdirinya, pihak yayasan, yang sebelumnya bernaung dibawah Yayasan Dian Cipta Cendekia (DCC) lalu kemudian memisahkan diri dan menjadi Yayasan Lampung Cerdas, memiliki kebijakan dalam penerimaan siswanya adalah dengan istilah “first come first serve”, dengan alasan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan di tempat yang mereka inginkan. Lalu ditunjang dengan fasilitas yang lengkap, SMP IT Ar Raihan lebih cenderung ditujukan bagi kalangan menengah ke atas, hal ini memang dimaksudkan agar para orang tua yang menginginkan sekolah dengan fasilitas lengkap dan


(22)

3 memadai namun juga sekaligus membimbing anak-anak mereka dalam hal ilmu agama. Di awal-awal berdiri dan beroperasinya, SMP IT Ar Raihan cenderung menjadikan tes masuk hanya sebagai formalitas. Komitmen dari orang tua untuk bekerja sama bersama pihak sekolah dalam hal mendidik anak-anak mereka menjadi prioritas utama dalam hal penerimaan peserta didik, sedangkan masalah yang berhubungan dengan akademik dan keagamaan menjadi prioritas berikutnya.

Kebijakan pihak yayasan itu kemudian menghasilkan input siswa yang beraneka ragam baik dari sisi akademik maupun sikap sosial dan kepribadiannya. Karena sebagian besar bahkan hampir seluruh siswa berasal dari kalangan menengah ke atas, para siswa cenderung memiliki sifat manja, egois, dan semaunya sendiri, sehingga keberadaan guru dalam hal ini tentu menjadi sorotan utama, karena gurulah yang menjadi subjek utama dalam pentransferan ilmu kepada peserta didik, dan tidak dapat dipungkiri bahwa di sekolah guru sangat memiliki potensi yang besar dan berpengaruh terhadap pembentukan karakter peserta didiknya.

Keberadaan guru di sekolah menjadi sorotan utama, terutama pada karakter peserta didiknya. Sebagai subjek utama pentransferan ilmu kepada peserta didik, guru tidak hanya melakukan aktivitas mengajar, tetapi juga mendidik, yaitu bagaimana guru mampu melakukan perubahan tidak hanya dari sisi akademik peserta didiknya tetapi juga pada karakter peserta didiknya sehingga menghasilkan manusia yang dewasa dan berkarakter baik.

Mengingat SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung adalah sekolah yang baru berumur tujuh tahun tetapi jumlah pendaftar pada setiap tahunnya selalu melebihi target quota


(23)

4 kelas, maka peneliti berasumsi bahwa bukan masalah faktor kualitas lulusan yang menjadi daya tarik, tetapi quality assurance yang ditawarkan kepada wali murid untuk membentuk dan menanamkan nilai-nilai Islam kepada peserta didik. Hasil dari wawancara tertulis yang diselenggarakan oleh SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung ketika mengikuti ujian tes masuk menunjukkan bahwa hampir 70% orang tua mengharapkan pendidikan karakter yang baik bagi putra puterinya (Namiri, 2014). Berikut data jumlah siswa dari tahun 2008-2014:

Tabel 1.1 Jumlah Penerimaan Siswa SMP IT Ar Raihan

Tahun Jumlah Siswa

2008 64

2009 104

2010 104

2011 125

2012 108

2013 108

2014 108

Sumber: Administrasi SMP IT Ar Raihan

Perkembangan karakter siswa tentu sangat berkaitan erat dengan keberadaan mata pelajaran IPS, dimana pendidikan IPS merupakan sebuah program pendidikan yang komprehensif, yang mencakup empat dimensi, yaitu: dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi keterampilan (skills), dimensi nilai dan sikap (values and attitudes), dan dimensi tindakan (actions) (Sapriya, 2009 : 48). Melalui dimensi yang


(24)

5 ada pada pembelajaran IPS tersebut, peserta didik tentu diharapkan tidak hanya mampu memahami apa yang dipelajarinya secara konsep saja tetapi juga dapat mengimplementasikannya dalam bentuk tindakan. Pada dimensi ketiga yaitu dimensi nilai dan sikap, mata pelajaran IPS harus memiliki peran sebagai pembentuk pribadi dalam diri setiap peserta didiknya. Tentunya dimensi nilai dan sikap disini membutuhkan aktor yang menjalankan atau melaksanakannya sehingga mata pelajaran IPS tersebut mampu berperan dalam membentuk pribadi setiap peserta didik. Aktor yang dimaksudkan disini adalah guru, yang dikatakan di atas adalah sebagai subjek utama dalam proses pentransferan ilmu sekaligus merealisasikan dimensi nilai dan sikap tersebut.

Peran guru IPS sebagai pendidik di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung selain menjalankan tugasnya dalam mengajar juga dapat diketahui dari kegiatan lain, yaitu melaksanakan tanggung jawab dalam memahami nilai, norma moral, konsisten, memiliki ketegasan dalam masalah pembelajaran, dapat merealisasikan nilai spiritual, emosional, sosial, mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten untuk mendisiplinkan peserta didik dalam pembentukan karakter peserta didik dengan cara bertindak atas dasar kesadaran dan profesionalisme.

Kegiatan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan dalam prosesnya sering ditemukan penyimpangan peserta didik. Penyimpangan itu seperti, kesalahan dalam membuat keputusan, makan dan minum sambil berjalan dan mengomentari prilaku orang lain yang mengandung unsur ejekan, kurang peduli akan kebersihan


(25)

6 lingkungan, malas belajar serta beribadah, dan terlambat datang ke sekolah. Berikut daftar pelanggaran yang dilakukan siswa pada bulan September 2014.

Tabel 1.2. Data Pelanggaran Siswa Selama Bulan September 2014

No Jenis Pelanggaran Jumlah

pelanggaran

1 Tidak mengenakan atribut sekolah lengkap 80

2 Tidak menjaga kebersihan kuku tangan dan kaki 12

3 Memiliki games dan memainkannya disekolah 13

4 Bicara tidak sopan/kasar dan bertingkah tidak sopan 9 5 Membawa hp dan fasilitas gadget selain laptop ke sekolah 5

6 Berpacaran di dalam maupun luar sekolah 6

7 Makan di dalam kelas 6

8 Terlabat masuk kelas 5

9 Melakukan penekanan secara psikologis kepada sesama teman

1

10 Mencoret fasilitas sekolah 1

11 Makan dan minum berdiri 3

12 Rambut siswa putra panjang 2

13 Membuka situs yang tidak berkaitan dengan pelajaran saat KBM

1

14 Mencontek saat ujian berlangsung 1

15 Mengunggah foto tidak berjilbab oleh siswi putri 1 16 Menggunakan aksesoris baik bagi siswa ptra maupun putri 1

17 Tertawa berlebihan dan berteriak-teriak 1

18 Membawa kendaraan pribadi ke sekolah 1

19 Menyimpan gambar/ video porno di laptop 3


(26)

7 Dari tabel pelanggaran di atas dapat disimpulkan bahwa siswa masih banyak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di sekolah, dan ini dapat menjadi indikator cerminan karakter yang belum baik pada sebagian besar siswa-siswi di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung. Hal ini juga kemudian menjadi sorotan terkait keberadaan guru di sekolah, termasuk guru IPS.

Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dapat menjadi indikator peran guru yang belum maksimal atau mungkin belum berjalan sebagaimana diharapkan. Menanggapi permasalahan peserta didik ini, guru IPS harus melaksanakan peran sebagai pendidik. Pembentukan peserta didik dilakukan oleh Guru IPS dengan memberi teladan. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan akan menjadi contoh terhadap seseorang yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, hal-hal yang harus mendapat perhatian dan perlu untuk dilakukan oleh guru yaitu sikap dasar, bicara dan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap menghadapi keberhasilan dan kesalahan, pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berpikir, semangat, pengambilan keputusan, dan kesehatan.

Peran Guru IPS SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung dalam memberikan teladan kepada peserta didik untuk berakhlakul karimah dilakukan dengan cara berpenampilan dengan didasari disiplin berpakaian, mengajar di kelas sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, mengucapkan salam ketika bertemu dengan rekan kerja dan juga dilakukan ketika bertemu peserta didik, tidak segan-segan bersama peserta didik untuk membersihkan lingkungan sekolah, mengucapkan salam sebelum masuk keruangan kelas, mengawali pembelajaran dengan membaca basmallah diiringi


(27)

8 dengan salam dan sapaan yang menyenangkan untuk memberikan semangat belajar peserta didik .

Meruntut pada sejarah perjalanan SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung, Guru termasuk Guru IPS memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter ini. Namun di sisi lain, potensi mismanajemen pun tidak dipungkiri muncul di beberapa kebijakan yang diambil. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti orang tua, dan pihak manajemen sekolah tidak berjalan dengan konsisten sehingga peraturan yang dibuat sering tidak mengikat dan tidak tegas. Sebagai salah satu tonggak terpenting sekolah inilah peneliti bermaksud melaksanakan penelitian terkait dengan peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik.

Permasalahan yang dapat dikemukakan berdasarkan uraian di atas sebagai berikut. a. Standar penerimaan siswa yang belum terencana dan terprogram dengan jelas

dan tegas.

b. Sasaran utama sekolah bagi keluarga menengah ke atas menghasilkan input

yang beragam dan cenderung bertindak „semaunya‟.

c. Miskomunikasi dengan pihak terkait di sekolah membuat peraturan tidak berlaku tegas dan mengikat.

d. Mismenejemen yang terjadi di sekolah membuat guru IPS kurang mampu memaksimalkan perannya dalam membentuk karakter baik pada diri siswa.


(28)

9 1.2 Fokus Penelitian

Mengingat keterbatasan yang penulis miliki dan agar kajian penelitian tidak meluas, maka penulis membatasi pada masalah peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung. Berdasarkan batasan tersebut, maka materi penelitian ini sebagai berikut:

1. Peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung yang diwujudkan dalam peran guru sebagai pendidik, pengajar, teladan, dan pelatih.

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat peran guru dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian yang digariskan, maka permasalahan yang muncul dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah peran Guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung?

2. Apa sajakah faktor pendukung dan faktor penghambat peran Guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung?

1.4 Tujuan Penelitian


(29)

10 1. Untuk mengetahui peran Guru IPS terhadap pembentukan karakter peserta didik

di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat peran Guru IPS terhadap pembentukan karakter peserta didik di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung?

1.5Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh beberapa pihak, di antaranya adalah:

a. Bagi SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung dapat digunakan sebagai landasan untuk melaksanakan langkah strategis peningkatan mutu pelayaan pendidikan. b. Bagi Pasca Sarjana Pendidikan IPS Universitas Lampung dapat digunakan

sebagai salah satu referensi ilmiah untuk menambah wawasan mahasiswa.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup subjek, objek, tempat, waktu, dan kajian ilmu. Secara rinci masing-masing ruang lingkup tersebut dapat disajikan sebagai berikut

1.6.1 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru IPS dan siswa/siswi SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung.


(30)

11 1.6.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pembentukan karakter di SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung.

1.6.3 Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung yang beralamat di Jln. Purnawirawan no 114 Kel. Gunung Terang Kec. Langkapura Bandar Lampung. 1.6.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak judul disetujui hingga selesai. 1.6.5 Kajian Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam lingkup konsep-konsep pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang termuat di dalam lima tradisi social studies, yaitu: IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission), IPS sebagai ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences), IPS sebagai penelitian mendalam (social studies as reflective inquiry), IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism) dan IPS sebagai pengembangan pribadi individu (social studies as personal development of the individual).

Dalam penelitian ini terfokus pada IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). Kajian penelitian yang difokuskan pada peran guru dalam usahanya membentuk pribadi peserta didiknya, menjadikan peserta didik menjadi warga negara yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh


(31)

12 bangsa, dan dalam hal ini dimana IPS berperan sebagai media untuk dapat menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan yang tepat sebagai dasar mengambil keputusan dalam kehidupan dianggap sebagai tradisi IPS yang paling relevan dengan penelitian ini.

Tradisi transmisi kewarganegaraan IPS memiliki dua tujuan pokok, yaitu menanamkan kepada anak didik suatu komitmen dasar tentang nilai-nilai kemasyarakatan serta membantu anak didik mengembangkan kemampuannya untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut terhadap masalah yang dihadapi bangsa.

Tujuan pokok dari tradisi transmisi kewarganegaraan ini dianggap merupakan tradisi yang paling relevan terhadap penelitian ini, dimana penelitian ini memfokuskan pada peran guru IPS dalam membentuk karakter peserta didik yang mampu memiliki karakter yang baik yang kemudiaan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan mampu berkontribusi dalam memperbaiki permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini.


(32)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

2.1.1 Pengertian

Istilah IPS di Indonesia dikenal sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dan Kurikulum 1975. Dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (Sapriya, 2009: 7). Istilah pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari social studies yang dapat diartikan sebagai penelaahan tentang masyarakat (Tasrif, 2008: 1).

NCSS dalam Supardan (2015: 12) menyebutkan social studies, is the integrated study of the social science and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provide coordinate, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as all as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primaypurpose of social studies is to help young people to develop the ability to make informed and reasoned decision for the public goods as citizens of a culturally diverse, democratic society in a interdependent world.

Sejalan dengan teori diatas, Pargito (2010 : 7) menyebutkan bahwa Pendidikan IPS (social studies) adalah suatu kajian terpadu terhadap masalah-masalah sosial yang


(33)

14 dikemas secara sosial-psikologis untuk tujuan pendidikan. Menurut Gunawan (2011: 17) IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan himpunan pengetahuan tentang kehidupan sosial dari bahan realitas kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Di dalam pengetahuan sosial dihimpun semua materi yang berhubungan langsung dengan masalah penyusunan dan pengembangan masyarakat serta menyangkut pengembangan pribadi manusia sebagai masyarakat yang berguna. 2.1.2 Tujuan IPS

Tasrif (2008: 33) menjabarkan tujuan IPS secara garis besar adalah untuk (1) membentuk nilai moral dan etik (2) membentuk manusia yang berbudaya dan memiliki mental sosial (3) membentuk kecerdasan individu dan masyarakat.

Selain itu, menurut kurikulum 2004, tujuan IPS adalah untuk (1) mengajarkan konsep-konsep sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis (2) mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial (3) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial.

Dari pengertian di atas tujuan IPS dapat disimpulkan seperti tujuan pendidikan IPS yang dituturkan Nursid Sumaatmaja dalam Gunawan (2011: 18) adalah untuk membina anak didik menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara.


(34)

15 2.1.3 Ruang Lingkup IPS

Bertitik tolak dari pemahaman bahwa IPS merupakan ilmu yang membahas masyarakat dalam segala aspeknya, maka ruang lingkup pengajaran IPS mencakup:

Ditinjau dari aspek-aspeknya ruang lingkup hubungan tersebut adalah hubungan sosial, hubungan ekonomi, hubungan psikologi-sosial, budaya, sejarah, geografi, dan politik. Sedangkan dalam segi kelompoknya adalah dapat berupa keluarga, rukun tetangga, kampung, warga desa, organisasi masyarakat, bangsa. Sementara bila ditinjau dari tingkatnya bahwa ruang lingkup IPS dapat meliputi antara lain lokal, regional, dan global. Dan dari lingkup interaksi ruang lingkup dapat berupa kebudayaan, politik, dan ekonomi (Tasrif, 2008: 4)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPS adalah menyangkut kegiatan dasar manusia, maka bahan-bahannya bukan hanya mencakup ilmu-ilmu sosial dan humaniora, melainkan juga segala kegiatan dasar manusia seperti agama, sains, tekonologi, seni budaya, ekonomi dan sebagainya yang bisa memperkaya pendidikan IPS.

2.1.4 Karakteristik IPS

Menurut Sapriya (2009: 7) mengemukakan bahwa: salah satu karakteristik social studies adalah bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Perubahan dapat dalam aspek materi, pendekatan, bahkan tujuan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Ada beberapa karakteristik pembelajaran IPS yang dikaji bersama ciri dan sifat pembelajaran IPS menurut A Kosasi Djahiri (Sapriya, 2007: 19) adalah sebagai berikut:

a. IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya (menelaah fakta dari segi ilmu).


(35)

16 b. Penelaahan dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu saja melainkan bersifat komprehensif (meluas) dari berbagai ilmu sosial dan lainnya sehingga berbagai konsep ilmu secara terintegrasi terpadu digunakan untuk menelaah satu masalah/topik/tema.

c. Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquiri agar siswa mampu mengembangkan berfikir kritis, rasional dan analitis.

d. Program pembelajaran disusun dengan meningkatkan atau menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata dimasyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan dimasa yang akan datang baik dari lingkungan fisik maupun budayanya.

e. IPS dihadapkan pada konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil (mudah berubah) sehingga titik berat pembelajaran adalah proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa agar memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakat.

f. IPS mengutamakan hal-hal arti dan penghayatan hubungan antar manusia yang bersifat manusiawi.

g. Pembelajaran IPS tidak hanya mengutamakan pengetahuan semata juga nilai dan keterampilannya.

h. Pembelajaran IPS berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui program dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.

i. Dalam pengembangan program pembelajaran IPS senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip, karakteristik(sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan yang terjadi ciri IPS itu sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran IPS adalah bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Perubahan dapat dalam aspek materi, pendekatan, bahkan tujuan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat.


(36)

17 2.2 Peran Guru IPS

2.2.1 Pengertian Guru IPS

Guru IPS adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini serta jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dalam bidang penelaahan atau kajian tentang masyarakat (IPS) (Ratu, 2011).

Sejalan dengan pengertian IPS yaitu program pembelajaran yang bertujuan untuk membantu dan melatih anak didik, agar mampu memiliki kemampuan untuk mengenal dan menganalisis suatu persoalan dari berbagai sudut pandang secara komprehensif (Supardan 2015: 17), maka seorang guru IPS tidak hanya harus mengenal detail berbagai karakter peserta didiknya namun juga harus mengenal dengan baik masyarakat sekitarnya. Komunikasi dan kedekatan emosional harus dibangun dan karena kedekatan inilah, guru dapat berperan lebih dalam menanamkan sikap-sikap dan nilai-nilai baik (karakter positif) kepada peserta didik, sehingga guru akan mampu menghasilkan anak didik yang dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sosialnya dari berbagai sudut pandang. Keberhasilan penanaman karakter positif ini tidak terlepas dari keteladanan yang tercermin dalam perilaku guru itu sendiri. Penanaman karakter positif yang dibarengi dengan keteladanan akan lebih banyak keberhasilannya.


(37)

18 2.2.2 Karakteristik Guru IPS

Guru yang merupakan bagian dari kaum intelektual harus mampu mengajarkan pengetahuan sosial dengan melalui proses yang bermakna sehingga belajar pengetahuan sosial dapat lebih berdaya. Wiraatmadja dalam Gunawan (2011: 140) mengatakan agar menjadi bermakna maka guru IPS dalam membelajarkan IPS harus melaksanakan hal-hal berikut:

a. Peserta didik menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, dan sikap yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya disekolah atau diluar sekolah.

b. Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan-gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi peserta didik.

c. Kebermaknaan dan pentingnya materi pengajaran ditekankan kepada bagaimana cara penyajiannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif. d. Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendalaman topik-topik terpilih dan

bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.

e. Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment (penilaian) hendaknya difokuskan pada perhatian peserta didik terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting yang terpateri dalam apa yang mereka pelajari.

f. Guru hendaknya berfikir reflektif dalam melakukan perencanaan/persiapan, pemberlakukan, dan assessment pembelajaran.

Untuk mengajarkan IPS dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan IPS tersebut dapat tercapai, maka seorang guru IPS harus melaksanakan hal-hal berikut:

a. Mengetahui pokok permasalahan b. Menguasai keterampilan mengajar

c. Mengetahui komponen pengajaran yang baik d. Guru yang bertujuan

e. Mengetahui tantangan mengajar pada abad ke dua puluh satu. (Gunawan, 2011: 161)


(38)

19 2.2.3 Pengertian Peran Guru

Penelaahan peran guru, diawali dengan perumusan istilah peran yang ditinjau dari arti harfiah dan konseptual. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, peran diartikan perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Depdiknas, 2007 : 136). Peran guru ialah keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Tohirin, 2005: 152). Di sekolah peran guru ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, bertindak sebagai pengajar dan pendidik, serta sebagai pegawai. Kedudukan yang paling utama adalah sebagai pengajar dan pendidik (Tohirin, 2005: 152).

Menurut Hadari Nawawi, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, mengatakan: Guru adalah orang – orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khusus diartikan, orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan (Ramayulis, 2008: 58).

Guru merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang, dimana orang itu dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya berkewajiban mendidik. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dinyatakan: guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Di dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bab VII pasal 27 tentang Tenaga Kependidikan, dinyatakan: Tenaga pengajar merupakan tenaga


(39)

20 pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru (Aulia, 2008: 61).

Untuk menjadi seorang guru yang professional, maka seorang guru, termasuk guru IPS haruslah memiliki empat standar kompetensi guru. Standar Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

Kaitannya dengan peran guru IPS terhadap pembentukan karakter peserta didik, maka standar kompetensi yang harus dikedepankan dari keempat standar kompetensi guru tadi adalah kompetensi kepribadian. Kompetensi Kepribadian, berupa kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa yang meliputi kemantapan pribadi dan akhlak mulia, kedewasaan dan kearifan, materi pelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi penguasaan materi keilmuan, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah, metode khusus pembelajaran bidang studi serta pengembangan wawasan etika dan pengembangan profesi.

UU No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru menjabarkan empat cakupan kompetensi inti guru mata pejaran di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK. Seorang guru IPS yang ideal dan diharapkan dapat memberikan dampak terhadap pembentukan karakter peserta didik adalah guru yang memiliki kompetensi inti sebagai berikut:


(40)

21 1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan

nasional Indonesia.

2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru

(http://repository.library.uks.edu/bitstream/handle/)

2.3 Pembentukan Karakter 2.3.1 Pengertian Pembentukan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Pembentukan berasal dari kata

Bentuk yang berarti ”pola“ membentuk berarti ”membuat jadi” sedangkan

pembentukan berarti “proses membuat jadi”. Jadi dalam hal ini pembentukan lebih

menyoroti kepada proses membuat jadi sebuah karakter.

2.3.2 Pengertian Karakter

Secara etimologi kata karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti ”to Mark” (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk dan tingkah laku (Alwisol, 2006: 8). Wilhelm menyatakan character can be measured corresponding to the individual’s set of psychological characteristic that affect person’s ability and inclination to function morally. Secara sederhana karakter merupakan ciri atau tanda yang melekat pada benda atau diri seseorang yang menunjukkan ketundukannya pada aturan atau standar moral dan termanifestasikan dalam tindakan (Toro, 2008: 29).


(41)

22 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan dalam Sudjarwo (2015: 91) menetapkan 18 unsur karakter yang dapat dibentuk pada diri peserta didik. Kedelapan belas karakter tersebut adalah:

1. Religius 2. Jujur 3. Toleran 4. Disiplin 5. Kerja Keras 6. Kreatif 7. Mandiri 8. Demokratis 9. Rasa Ingin Tahu

10. Semangat Kebangsaan 11. Cinta Tanah Air 12. Menghargai prestasi 13. Bersahabat/komunikatif 14. Cinta Damai

15. Gemar Membaca 16. Peduli Sosial 17. Peduli Lingkungan 18. Tanggung Jawab

Pada penelitian ini dikarenakan penelitian dilakukan pada level sekolah menengah pertama maka karakter yang ditekankan meliputi religius, disiplin, kreatif, gemar membaca, bertanggung jawab, jujur, peduli lingkungan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa karakter lain juga ikut terbentuk melalui peran guru yang dilakukan.

2.3.3 Perbedaan Karakter, Etika dan Moral

Istilah karakter juga memiliki kedekatan dan titik singgung dengan etika. Karena umumnya orang dianggap memiliki karakter yang baik setelah mampu bertindak


(42)

23 berdasarkan etika yang berlaku di tengah - tengah masyarakat. Etika, berasal dari bahasa yunani ethikos yang diambil dari kata ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, karakter, perasaan, sikap atau cara berfikir. Namun etika dalam perkembangannya lebih cenderung diartikan sebagai adat atau kebiasaan.

Penyebutan etika dikenal dalam bahasa Yunani dengan istilah etos atau etikos atau etika (tanpa memakai huruf H) yang mengandung arti usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirannya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik. Etika itu adalah sebuah ilmu bukan ajaran (Suseno, 1987: 14).

Etika dalam arti etimologi ini sering diidentikkan dengan moral yang berasal dari bahasa latin ”mos “ yang bentuk jamaknya ”mores “ yang berarti juga adat atau cara hidup (Maftukhi, 2007: 194). Meskipun etika dan moral secara etimologis sinonim, namun fokus kajian keduanya dibedakan. Etika lebih merupakan pandangan filosofis tentang tingkah laku, sedang moral lebih kepada aturan normatif yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika merupakan studi kritis dan sistematis tentang moral, sedangkan moral merupakan objek etika (Maftukhi, 2007: 194).

2.3.4 Tahapan-tahapan Pembentukan Karakter

Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor


(43)

24 bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut para developmental psychologist, setiap manusia memiliki potensi bawaan yang akan termanifestasi setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang dilahirkan dengan karakter atau nilai-nilai kebajikan. Dalam hal ini, Confosius-seorang filsuf terkenal di Cina-menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan-baik di keluarga, sekolah, maupun di lingkungan yang lebih luas-sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak (Latifah, 2010).

Melalui pendidikan karakter akan mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pendidikan karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. Karakter berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter membuat manusia mampu berfungsi di dunia tanpa harus berfikir apa yang harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial (social arrangement). Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang tua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat. Karakter yang di bentuk secara


(44)

25 sosial meliputi accepting, preserving, taking, exchanging, dan biophilous (Ghufron, 2010: 61).

Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahapan pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; keempat, pada usia tua, disebut sebagai tahap pembijaksanaan.

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai pengetahuannya itu kalau ia tidak berlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter tidak sebatas pengetahuan, karakter lebih dalam lagi, menjangkau emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling, atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan siswa didik agar mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.

Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu menatap mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap


(45)

26 anaknya yang berusia di bawah enam bulan akan memengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikan anak yang kreatif.

Menurut T.Lickona, E.Schaps, dan Lewis, pendidikan karakter harus didasarkan oleh sebelas prinsip berikut:

1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

2. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.

3. Menggunakan pemikiran yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter.

4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik.

6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membantu karakter mereka, dan membantu mereka sukses.

7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.

8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama. 9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun

inisiatif pendidikan karakter.

10.Memfungsikan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra usaha dalam membangun karakter.

11.Mengevaluasi sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa. (Lewis dkk, 2010)

Penerapan pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan-sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik bedasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji


(46)

27 dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar hubungan antar manusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat (Bashori, 2013).

Sekolah yang telah berkomitmen untuk mengembangkan karakter melihat diri mereka sendiri melalui lensa moral, untuk menilai apakah segala sesuatu yang berlangsung di sekolah memengaruhi perkembangan karakter siswa. Pendekatan yang komprehensif menggunakan semua aspek persekolahan sebagai peluang untuk pengembangan karakter.

Di samping itu, sekolah dan keluarga perlu meningkatkan efektivitas kemitraan dengan merekrut bantuan dari komunitas yang lebih luas (bisnis, organisasi pemuda, lembaga keagamaan, pemerintah, dan media) dalam mempromosikan pembangunan karakter. Kemitraan sekolah-orang tua ini seyogyanya dilakukan dengan baik dengan menekankan penggalangan dukungan program, selain dukungan financial agenda. Pertemuan antara sekolah dan orang tua perlu dijadwalkan dan dilaksanakan secara rutin melalui forum pertemuan, rapat komite sekolah, pengajian, halal bihalal atau silaturahmi, peringatan hari-hari besar agama dan lain-lain yang didalamnya juga dicarikan persamaan pemahaman dan sikap antara sekolah dan orang tua dalam memproses memperkuat pendidikan karakter secara bersama-sama.

Fungsi dan peran sekolah menjadi strategi dalam membangun karakter agar peserta didik memiliki pemahaman, penghayatan, komitmen, dan loyalitas terhadap standar prilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti.


(47)

28 Karenanya, pendekatan holistis dalam pedidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati perilaku model, dan mempraktikkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai, peserta didik diharapkan belajar perduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan keterampilam empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup (Zubaedi, 2011: 116).

2.4 Peran Guru dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik

Peran guru yang mengandung arti keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Di lembaga pendidikan, peran guru ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, bertindak sebagai pengajar dan pendidik dalam membentuk dan membina peserta didik.

Penelaahan pembinaan karakter akhlakul karimah, diawali dengan perumusan istilah pembinaan yang ditinjau dari arti harfiah dan konseptual. Di dalam kamus Bahasa Indonesia, pembinaan diartikan usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. M. Arifin, mengatakan pembinaan adalah pembangunan dan pembaharuan. A.R. Tilaar, mengatakan: Pembinaan merupakan suatu bentuk pendidikan dalam arti bahwa antara pembina dan yang dibina terdapat kesamaan tujuan. Pembina memiliki dunia


(48)

29 yang lebih luas horizonnya, baik dunia ilmu pengetahuannya, dunia cita-cita, yang dirangkum dalam pengertian orang yang mempunyai kearifan.

Peran guru sebagai pembina karakter peserta didik berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu dan membina peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Guru bukan sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.

Secara rinci peran guru dalam proses pembentukan karakter peserta didik, yaitu :

2.4.1 Guru Berperan sebagai Pendidik dalam Pembentukan Karakter

Pendidikan umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak (Dewantara, 1977: 14). Pendidik adalah pemegang peran utama pengembang interaksi pada peserta didik (Sudjarwo, 2015: 88). Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh panutan, dan diidentifikasi oleh peserta didik dilingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi. Menurut E. Mulyasa, mengatakan standar kualitas pribadi mencakup: Tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam


(49)

30 merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, seni sesuai dengan bidang yang dikembangkannya, mampu mengambil keputusan secara mandiri, bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, mengambil keputusan tepat waktu dan tepat sasaran tanpa menunggu perintah atasan khususnya yang berkaitan dengan masalah pembelajaran. Sedangkan disiplin; guru harus memenuhi peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional terutama dalam pembelajaran.

Muzayyin Arifin, mengatakan : Sebagai pendidik, guru harus mampu menempatkan diri sebagai pengarah dan pembina, pengembang bakat dan kemampuan anak didik kearah titik maksimal yang dapat mereka capai (Arifin, 2003: 118). Guru bukan hanya memompa ilmu pengetahuan ke dalam jiwa anak melalui kecerdasan otaknya, akan tetapi harus mampu mengarahkan kemana seharusnya bakat dan kemampuan masing-masing anak didik itu dikembangkan. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada mencerdaskan intelegensi, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi anak menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan mengambangkannya untuk kesejahteraan hidup manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai yang dijiwai oleh norma agama serta prikemanusiaan yang adil dan beradab. Seperti yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa dalam pendidikan harus senantiasa diingat, bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri (zelfstanding), tidak


(50)

31 tergantung kepada orang lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking) (Dewantara, 1977: 4).

Peran guru sebagai pendidik merupakan peran yang berkaitan dengan tugas: memberi bantuan dan dorongan, pengawasan dan pembinaan, serta tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Guru berkewajiban meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan, kesehatan jasmani, keterampilan dasar, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Sesuai dengan definisi social studies menurut NCCS bahwa tujuan utama social studies adalah untuk pengembangan civic competence (Supardan, 2015: 8), dan sebagai pendidik, guru IPS harus memahami dengan baik tujuan tersebut.

2.4.2 Guru Berperan sebagai Pengajar dalam Pembentukan Karakter

Ki Hajar Dewantara (1977: 17) mengatakan bahwa pengajaran pengetahuan haruslah ditujukan kearah kecerdikan murid, selalu bertambahnya ilmu yang berfaedah, membiasakannya mencari pengetahuan sendiri, mempergunakan pengetahuannya untuk mencapai keperluan umum. Guru sebagai pengajar merupakan orang yang menguasai ilmu dan mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktis, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi, serta implementasi (Mudzakir dan Mujib, 2008: 81). Nana Syaodih Sukmadinata, mengatakan: Tugas guru sebagai pengajar meliputi rangkaian kegiatan yang dapat membantu perkembangan intelektual, afektif dan


(51)

32 psikomotor, melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan. Guru sebagai pengajar bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan program pengajaran serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan (Sukmadinata, 2007: 252).

Peran guru dalam merencanakan kegiatan belajar meliputi, menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar berdasarkan kemampuan peserta didik, menetapkan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar (Dimyati, 2002: 163). Perencanaan pembelajaran menjadi penting bagi seorang guru IPS dikarenakan perencanaan guru adalah menghasilkan kelas yang berjalan lancar dan dengan lebih sedikit masalah kedisiplinan dan lebih sedikit interupsi atau penyimpangan (Supardan, 2015: 173). Peran guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitori kegiatan belajar sejak awal sampai akhir yang mencangkup memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan, mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber, membagikan perhatian pada sejumlah pelajar menurut tugas dan kebutuhan, memberikan umpan balik yang diakhiri dengan evaluasi kemampuan belajar (Dimyati, 2002: 164). Peran guru yang dilakukan dalam pembelajaran adalah membuat ilustrasi, mendefinisikan, menganalisis, mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan, menciptakan, kepercayaan, memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi, menyesuaikan metode pembelajaran, dan memberikan nada perasaan (Mulyasa, 2008:


(52)

33 40). Peran guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan peserta didik dengan tujuan menimbulkan perasaan bebas untuk berkreasi dalam belajar. Hubungan terbuka tersebut dilakukan dengan cara; membuat hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan peserta didik, mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan. Jiwa peserta didik, tanggap dan memberikan reaksi positif pada peserta didik, membina hubungan saling mempercayai, kesiapan membantu peserta didik, membina suasana aman sehingga peserta didik leluasa bereksplorasi, dan mendorong terjadinya emansipasi dengan penuh tanggung jawab (Dimyati, 2002: 164).

Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga ia benar-benar berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan peserta didik berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, guru akan menjawab dengan penuh keyakinan akan jawaban yang benar berdasarkan referensi.

Sebaiknya guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan peserta didik. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dibahas bersama peserta didik. Guru dapat menunjukan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh peserta didik yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata peserta didik yang lain. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pembelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti yang wajib dipelajari, mana materi tambahan, mana materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas. Dengan pemetaan seperti ini akan mempermudah guru dalam melaksanakan tugas sebagai sumber belajar (Dimyati, 2002: 21).


(53)

34 2.4.3 Guru Berperan sebagai Teladan dalam Pembentukan Karakter

Keteladan merupakan aspek paling penting dalam mengajarkan karakter kepada anak. Seperti yang dituliskan Ki Hajar Dewantara (1977: 28) bahwa yang termasuk peralatan pendidikan (yang dimaksud peralatan pendidikan adalah alat-alat pokok, cara-caranya mendidik) adalah sebagai berikut:

1. Memberi contoh (voorbeeld)

2. Pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming) 3. Pengajaran (leering, wulang-wuruk)

4. Perintah, paksaan dan hukuman (regeering en tucht) 5. Laku (zelfbeheersching,zelfdiscipline)

6. Pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).

Di dalam kamus Bahasa Indonesia, teladan adalah sesuatu yang patut untuk ditiru atau baik untuk dicontoh yang terhimpun didalam perbuatan, kelakuan, dan sifat (Depdiknas, 2007: 1160). Zainu, M.J, mengatakan: Guru harus memiliki sikap teladan yang baik bagi orang lain, baik dalam tutur kata, perbuatan, perilaku, dan merasakan senang apabila peserta didiknya memperoleh kebaikan (Zainu, 1997: 64). Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Pada dasarnya manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara menjalankan syariat Allah. Pendidikan dengan materi keteladanan berarti pendidikan dengan memberikan contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, dan cara berpikir (Aly, 2002: 97).


(54)

35 Pentingnya keteladanan dalam pembentukan karakter peserta didik dikarenakan Karakter yang baik dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru

mengatakan “kerjakan ini dan jangan kerjakan itu”. Menanamkan sopan santun

memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan tidak akan sukses, jika tidak disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata (Nata, 2006: 165). Pendidikan dengan memberikan keteladanan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan kebengkokan anak, bahkan merupakan dasar dalam meningkatan keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji (Ulwan, 2002: 42).

Keteladanannya menjadi faktor penting dalam membina karakter anak, jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berkarakter mulia, berani menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak-anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuknya karakter mulia, keberanian, dan sikap yang menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama (Ulwan, 2002: 2).

Pada dasarnya, kebutuhan akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain. Bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikan, bagaimanapun suci beningnya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan nilai-nilai moral yang tinggi (Muzhahiri, 1999: 2).


(55)

36 Dalam psikologi, kepentingan penggunaan keteladanan didasarkan atas adanya insting untuk beridentifikasi dalam diri setiap manusia yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik) dengan tokoh indentifikasi. Robert R. Sear, mengartikan identifikasi:

Identification is the name we choose to give to whatever process occurs when child adopts the method of role practice,=, i.e., acts as though he were occupying another person’s role ( Identifikasi ialah nama yang kami pilih untuk menunjukkan proses apapaun yang berlangsung ketika anak mengadopsi cara berperan, yaitu berlaku seakan-akan ia melakukan peran orang lain (Sears, 1976: 370).

Identifikasi mencakup segala bentuk peniruan peran yang dilakukan seseorang terhadap tokoh identifikasinya. Dengan perkataan lain, identifikasi merupakan mekanisme penyesuaian diri yang terjadi melalui kondisi interaksional dalam hubungan sosial antara individu dan tokoh identifikasinya. Seseorang yang berada dalam kondisi yang lemah bisa mengikuti apapun yang dilakukan tokoh identifikasinya (Rakhmat, 1989: 12). Agar individu tidak menjadi budak lingkungan, identifikasi pada anak-anak hendaknya disertai dengan penanaman pengertian akan apa yang ditirunya dan kesadaran akan tujuan. Dengan pengertian dan kesadaran, ia akan dapat memilih apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk diikuti (Ja‟far, 1982: 73).

Identifikasi yang bertujuan merupakan, proses berpikir yang memadukan ketergantungan serta dorongan untuk meniru dengan kesadaran akan apa yang ditiru. Identifikasi ini yang akan dapat membentuk kepribadian muslim (Aly, 2002: 83). Sehubungan dengan ini, pendidik hendaknya memperhatikan identifikasi tersebut


(56)

37 kepada tujuan pendidikan Islam, mempersiapkan dirinya sebagai tokoh identifikasi, dan menyiapkan atau menciptakan tokoh identifikasi sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, baik tokoh sejarah maupun tokoh cerita, melalui gambar, lisan, ataupun tulisan (Aly, 2002: 97).

Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan akan mendapat panutan peserta didik serta orang dilingkungannya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru dalam memberikan keteladanan kepada peserta didik untuk membina akhlaqul karimah, yaitu sifat dasar, bicara dengan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berpikir, prilaku neuotis, pengambilan keputusan, kesehatan, dan gaya hidup secara umum (Mulyasa, 2008: 47).

Kaitannya dengan IPS seperti yang dikatakan Goble dalam Supardan (2015: 161) bahwa dari sudut pandang kontinuitas sosial, guru memiliki fungsi yang paling penting untuk mewujudkan model aksi sosial yang berfungsi sebagai motor bagi siswa dan masyarakatnya. Guru harus mencontohkan terlebih dahulu baru kemudian guru tersebut akan mampu menggerakkan siswanya untuk mengikuti apa yang dilakukannya dan kemudian ini akan berdampak pada masyarakat sekitarnya.

2.4.4 Guru Berperan sebagai Pelatih dalam Pembentukan Karakter

Seperti yang telah disebutkan pada teori di atas, bahwa menurut Ki Hajar Dewantara (1977: 28) yang menjadi salah satu alat pendidikan atau bagaimana cara mendidik adalah dengan memberikan pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming). Pembiasaan


(57)

38 diawali dengan proses memberikan latihan, seseorang yang memberikan latihan disebut dengan pelatih. Di dalam kamus Bahasa Indonesia pelatih dapat diartikan orang yang mengajar seseorang agar terbiasa melakukan sesuatu atau membiasakan diri. Kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seseorang individu dan yang dilakukannya secara berulang-ulang untuk hal yang sama (Depdiknas, 2007: 146).

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan intelektual maupun motorik sehingga guru bertindak sebagai pelatih. Dalam peran ini, guru bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompentensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing. Pelatihan yang dilakukan harus memperhatikan kompetensi dasar, materi standar, perbedaan individu peserta didik, dan lingkungannya.

Pelatihan dalam pembentukan karakter dapat dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan pada peserta didik secara terus menerus agar peserta didik terbiasa melakukannya meskipun tugas tersebut memaksa jiwa peserta didik. Budi pekerti yang baik dan akhlak-akhlak yang luhur itu memang dapat dicapai dengan jalan melatih diri yakni mula-mula sekali dengan memaksa jiwa untuk berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan budi dan karakter yang baik tadi, akhirnya akan menjadi

watak dan tabi‟at sehari-hari (Depdiknas, 2007: 146). Dengan demikian, peserta didik

secara tidak sadar telah membiasakan perilaku yang mulia, serta mempunyai daya kreativitas dan produktivitas yang professional dan terampil dalam mengamalkan karakter yang baik. Sejalan dengan Banks dalam Supardan (2015: 14) bahwa program social studies di sekolah-sekolah harus dirancang untuk membantu anak didik untuk


(58)

39 memperoleh kecakapan/ keterampilan untuk mengenal dan memecahkan masalah melalui pengambilan keputusan yang tepat dan rasional.

Peran guru sebagai pelatih dan pembiasa terhadap peserta didik dalam berakhlakul karimah dan memiliki keterampilan untuk mengambil keputusan secara tepat akan dapat menjadikan peserta didik biasa berakhlakul karimah dengan penuh kecintaan, semangat untuk berbuat, serta merasa ikhlas dalam melakukan, meskipun pada awalnya ada unsur pemaksaan dari guru.

2.4.5 Guru Berperan Sebagai Pembentuk Karakter

Membentuk karakter peserta didik seyogyanya juga diemban oleh mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS mempunyai tugas mulia dan menjadi fondasi penting bagi pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu mampu menumbuhkembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang bertanggung jawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia (Zubaedi, 2011: 287). Dengan begitu peserta didik diharapkan dapat peka terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif untuk memperbaiki segala ketimpangan, dan terampil untuk mengatasi setiap masalah-masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang tanggung jawab utamanya adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat baik ditingkat


(1)

126

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kesimpulan dihasilkan berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebagai berikut.

5.1.1 Peran guru IPS sebagai pendidik diwujudkan dengan merencanakan pembelajaran, mengarahkan bakat dan kemampuan peserta didik, bertanggung jawab dan mewujudkan kewibawaan. Karakter yang terbentuk melalui peran guru sebagai pendidik adalah gemar membaca, disiplin, dan menghargai orang lain. Guru IPS sebagai pengajar diwujudkan dengan merencanakan pembelajaran serta melaksanakan perencanaan pembelajaran tersebut. Karakter yang terbentuk melalui peran guru sebagai pengajar adalah kreatif dan bertangggung jawab. Guru IPS sebagai teladan diwujudkan dalam keteladanan penampilan, bertutur kata, pergaulan, dan kepedulian terhadap lingkungan. Karakter yang terbentuk melalui peran guru sebagai teladan adalah religius, menghargai orang lain dan peduli terhadap lingkungan. Guru IPS sebagai pelatih diwujudkan dengan membangun kesadaran peserta didik, mencontohkan, dan melakukan karakter yang diajarkan bersama guru dan peserta didik. Karakter yang terbentuk melalui peran guru sebagai pelatih adalah religius, jujur, disiplin, percaya diri dan menghargai orang lain.


(2)

127 5.1.2 Faktor yang mendukung peran guru IPS dalam pembentukan karakter peserta didik adalah pemahaman guru terhadap tugas dan fungsinya, memahami visi dan misi sekolah, kesungguhan dalam menjalankan pekerjaan sebagai guru, memiliki empat kompetensi dasar seorang guru, kerja sama dengan seluruh pihak sekolah, serta dukungan dari orang tua peserta didik, sedangkan faktor penghambat peran guru dalam pembentukan karakter peserta didik adalah terjadi miskomunikasi dengan pihak sekolah dan yayasan terkait ketegasan guru dalam membentuk karakter siswa, selain itu orang tua peserta didik tidak mendukung 100% itikad baik yang dilakukan oleh guru disekolah dalam membentuk karakter baik dalam diri peserta didiknya.

5.2 Saran

Perilaku yang diwujudkan oleh guru IPS SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung dalam pembentukan karakter peserta didik merupakan langkah baik dalam mewujudkan pembangunan bangsa dan negara dengan menyiapkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara kognitif tetapi juga cerdas secara afektif yaitu memiliki akhlak atau perilaku yang baik. Perilaku guru tersebut tentu membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Sehubungan dengan ini maka peneliti menyarankan sebagai berikut. 1. Keberhasilan pembentukan karakter baik pada diri peserta didik tidak hanya

disebabkan oleh peran guru saja melainkan juga ada peran dari menejemen sekolah, sehingga hendaknya menejemen sekolah ikut serta dalam melancarkan proses pembentukan karakter peserta didik yang dilakukan oleh guru IPS, dengan


(3)

128 cara mendukung dan membuat kebijakan yang selaras dengan apa yang dilakukan oleh guru.

2. Proses pendidikan tidak akan berhasil jika hanya dilakukan di sekolah, perlu kerjasama yang baik dengan orang tua agar pembentukan karakter baik pada diri peserta didik mampu berjalan dan menuai hasil dengan sebaik-baiknya. Orang tua diharapkan dapat melakukan hal senada yang telah dilakukan oleh guru disekolah.

3. Dukungan dari seluruh menejemen sekolah dan orang tua tidak akan berhasil tanpa kesadaran pribadi dari peserta didik, sehingga kemauan keras dari peserta didik untuk mampu menjadi warga negara yang baik sangat diperlukan dan mampu memudahkan diri peserta didik tersebut dalam membentuk karakter baik pada diri mereka sendiri.


(4)

129

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. UMM: Malang.

Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam, logos Wacana Ilmu: Jakarta.

Arifin, M.. 1976. Hubungan Timbal Balik pendidikan Agama Dilingkungan Sekolah

dan Keluarga, Bulan Bintang; Jakarta.

Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta. Arismantoro. 2008. Tinjauan Berbagai Character Building. Tiara Wacana:

Yogykarta.

Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa.

Yrama Widya: Bandung.

Daradjat, Zakiah. 2004. Ilmu pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta.

Daryanto. Suryati Darmiatun. 2013. Impelemtasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Gava Media: Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Jakarta.

Dewantara, Ki Hajara. 1977. Karya Ki Hajar Dewantara, Yogyakarta: Majelisluhur Persatuan Taman Siswa.

Dimyati. 2002. Belajar dan pembelajaran, rineka cipta: Jakarta. Drever, James. 1988. Kamus Psikologi, Bina Aksara: Jakarta.

Fathurrohman, Pupuh Dkk. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter, Refika Aditama: Bandung.


(5)

130 Ghufron, Anik. 2010. Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Pada Kegiatan

Pembelajaran. UNY: Yogyakarta.

Gunawan, Rudy. 2011. Pendidikan IPS. Alfabeta: Jakarta.

Ja`far, M.. 1982. Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Al-Ikhlas: Surabaya

Khoiruddin Bashori. Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa. 2013. Media Indonesia.com

Lickona,T. E Schaps. Lewis. 2010. Eleven Principles of Effective Character

Education. Character Education Partneship: Washington DC.

Maftukhi. 2007. Etika Imperatif Kategoris Kant dalam Filsafat Barat. Arruz Media; Yogyakarta.

Mazhahiri, Husein. 2002. Pintar Mendidik Anak, lentera: Jakarta.

MJ, Zainu. 1997. Petunjuk Praktis Bagi Pendidik Muslim. Pustaka Istiqomah: Solo. Moeloeng, Lexy. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya:

Bandung.

Mujib, Abdul. Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Kencana Prenada: Jakarta.

Mulyasa, Enco. 2008. Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan, Remaja Rosdakarya: Bandung.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia. Pustaka Progressif: Surabaya.

Nasution, S.. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito: Bandung. Nata, Abuddin. 2006. Akhlaq Tasawuf. Rajagrafindo: Jakarta.

Pargito.2010. IPS Terpadu, Program Pascasarjana FKIP Unila: Bandarlampung. Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Psikologi Komunikasi, Remadja Karya: Bandung.

Redaksi Nuansa Aulia. HImpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Nuansa Aulia, 2008.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


(6)

131 Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Sears, Robert R. 1976. Patterns Of Child Rearing, Stanford University Press: California.

Shoimin, Aris. 2014. Guru Berkarakter. Gava Media: Yogyakarta.

Sudarno. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang keperawatan. Nuha Karya: Yogyakarta.

Sudjarwo. 2015. Proses Sosial dan Interaksi Sosial dalam Pendidikan, Mandar Maju: Bandung.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Alfabeta: Bandung.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologis Proses Pendidikan, Remaja Rosdakarya: Bandung.

Supardan, Dadang. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bumi Aksara; Bandung.

Suprayogo, Imam. Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Surahmad, Winarno. 1988. Cara Pembuatan Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi. Tarsito: Bandung.

Suseno, Franx Magnis. 1987. Etika Dasar. Pusat Filosof: Jakarta.

Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Agama Islam. Raja Grafindo Persada; Jakarta. Ulwan, Abdullah Nashih. 2002. Pendidikan Anak dalam Islam, terjemah oleh

Jamaluddin Miri. Pustaka Amani: Jakarta.

Yulis. Rama. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia: Jakarta.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam

Lembaga Pendidikan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

---

Ratu, Guru IPS dan Evaluasi. 2011. http://ratusilumanular.blogspot.com http://Repositori.Library.uksw.edu./bitstream/handle/