analisis dampak kebijakan moneter melalui base money targeting framework (2000:01-2005:06) dan inflation targeting framework (2005:06-2013:12) terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di indonesia

(1)

Bandar Lampung

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER MELALUI BASE MONEY TARGETING FRAMEWORK (2000:01-2005:06) DAN INFLATION

TARGETING FRAMEWORK (2005:07-2013:12) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LAJU INFLASI INDONESIA

(Proposal Skripsi )

Oleh

Nama : Dwi Elyatika

NPM : 1011021059

Konsentrasi : Ekonomi Moneter

Dosen Pembimbing : Dr Yoke Muelgini, M. Sc.

: Nurbetty Herlina Sitorus, S.E., M.Si.

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

FRAMEWORK (2000:01-2005:06) DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK (2005:07-2013:12) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LAJU INFLASI DI

INDONESIA Oleh

DWI ELYATIKA

Pertumbuhan ekonomi dan kestabilan laju inflasi merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Tercapainya kestabilan harga akan berdampak pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak kebijakan moneter pada periode penerapan Base Money Targeting Framework (2000:01-2005:06) dan Inflation Targeting Framework (2005:07-2013:12) terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). Variabel yang digunakan meliputi inflasi, produk domestik bruto, uang primer, BI rate, Kurs tengah IDR/USD dan suku bunga kredit investasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1). Selama penerapan base money targeting framework uang primer berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun tidak signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia. 2). Selama penerapan inflation targeting framework BI rate berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia. 3). Pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi merespon positif adanya pergerakan dari variabel uang primer, kurs, dam suku bunga kredit investasi selama penerapan base money targeting

framework. 4). Pertumbuhan ekonomi merespon positif adanya guncangan yang berasal dari variabel BI rate, kurs, dan suku bunga kredit investasi. Inflasi merespon secara negatif adanya guncangan yang berasal dari variabel BI rate, kurs, dan suku bunga kredit investasi selama penerapan inflation targeting framework. 5). Dampak kebijakan moneter selama penerapan base money targeting terhadap pertumbuhan ekonomi sebagian besar dijelaskan oleh variabel PDB dengan presntase sebesar 40%, variabel suku bunga kredit investasi 34,8%, kurs 16,6%, dan uang primer 8,4%. Selama penerapan base money targeting terhadap laju inflasi sebagian besar dijelaskan oleh variabel inflasi sebesar 71,3%, kurs 23,1%, suku bunga kredit investasi 4,9%, dan uang primer 0,57%. 6). Dampak kebijakan moneter selama penerapan inflation targeting framework terhadap pertumbuhan ekonomi sebagian besar dijelaskan oleh variabel PDB dengan persentase sebesar 69,4%, BI rate 29,4%, kurs 0,60%, dan suku bunga kredit investasi 0,4%. Selama penerapan inflation targeting framework terhadap inflasi sebagian besar dijelaskan oleh variabel inflasi dengan persentase sebesar 72,7%, suku bunga kredit investasi 19,0%, BI rate sebesar 7,8%, dan kurs 0,4%.

Kata kunci: inflasi, PDB, uang primer, BI rate, kurs, suku bunga kredit investasi dan VECM JEL Klasisfikasi: E51, E52, E41, E430, E420


(3)

Abstract

AN ANALYSIS OF MONETER POLICY IMPACT THROUGH BASE MONEY AND INFLATION TARGETING FRAMEWORKS ON THE GROWTH OF ECONOMY AND

THE RATE OF INFLATION IN INDONESIA By

Dwi Elyatika

The growth of economy and stability of price are the aim which would like to be reached on conducting the monetary policy in Indonesia. Targeting price stability will have an impact on the reach of continuous economy growth.

The purpose of research is to analyze an impact of monetary policy at the implementation of base money targeting framework (2000: 01-2005:06) and inflation targeting framework (2005: 07-2013:12) on the growth of economy and the rate of inflation in Indonesia. The method which used in the research was vector error correction (VECM). The variable implemented were inflation, gross domestic product, base money, BI rate, the ID/USD middle kurs and investment credit interest.

The results of analysis were: 1). Along the implementation of base money targeting framework base money significantly had a positive influence to the growth of economy, however, hadn’t been significant on the rate of inflation in Indonesia. 2). Along the implementation of inflation targeting framework BI rate significantly influential negative to the growth of economy and the rate of inflation in Indonesia. 3). The growth of economy and the rate of inflation gave a positive response for movement of base money variable, kurs and investment credit interest along the implementation base money targeting framework. 4). The growth of economy gave a positive response about a shock on the rate of BI variable, kurs and investment credit interest. The inflation gave a negative response about a shock on the rate of BI variable, kurs and investment credit interest along the implementation of implementation of inflation targeting framework. 5). The impact of monetary policy along the implementation of base money targeting on economy growth mostly explained by PDB variable in the amount of 40%, 34.8 of investment credit interest, 16.6% of kurs and 8.4%base money. Along the implementation of base money targeting on the rate of inflation mostly explained by inflation variable in the amount of 71.3%, 23.1% of kurs, 4.9% of investment credit interest and 0.57% base money. 6). The impact of monetary policy along inflation targeting framework implementation on economy growth mostly explained by PDB variable in the amount of 69.4%, 29.4% of BI rate, 0.60% of kurs and 0.4%


(4)

Key words: Inflation, PDB, Base money, BI rate, Kurs, Investment Credit Interest, and VECMJEL classification: E51, E52, E41, E430, E420


(5)

TARGETI

N G F RAM EW OfrK (2005 :07- 2013 :

12) TERHADAP

PERTUMBUHAN EKOITO}II DAN LA'U INFLASI

DI INDOilESIA

Oleh

(Dwi

o;tyattka

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS

EKONOMI

DAN

BISNIS

UNIVERSTTAS LAMPUNG

BANDAR

LAMPUNG


(6)

Nama

Mahasiswa

,

Nomor Pokok lvla hasisr,va

Jurusan Fakultas:

'

'

f

fratqp

wofiIfi

2offi

:o 1*2{x}5 :o6 }

D4ll

INru,ATION TAfrGETINE

FTEMEWOW

(2OO5:{}7*2O15:12)

TERIIADAP

,

'

PE!ryuBUT{I

ErONOrrr

D,ilr r,Aru

IIIFUT$I DI

IITDONESIA

,, .

$)'tn,t{aqfat+fu

101102rOsg

Ekonomi Pembangunan ,'t,',1

Ekonomi'dan Bisnis,

FIENTETUJUI

1.

Komisi Pembimbing

![.

NIP 1

Nurbetty

llerllna

Sitonte,

S.E., !I.$1.

NrP 19801004 200604 2

N3

Ekonomi Pembangunan

s.E.,

ltI.E.P.

Dr.

!Iuelglnl,

t250

198705 1


(7)

i.,t i.:r:

::l:. jlr,i

i\j

ir:

,,!i

;i'li,

' -: .:]

:

fi,Jud


(8)

'Saya

pg

bertanda tangry di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telatr ditulis dengan

grgguh{tngguh dar ddak menrpakan penjiplakan hasil karya orang lain. Apabila dikemudian

tti

tEftuld bfrwa pernyataan ini tidak benar malca saya sanggup menerima hulnrman sanksi

wi

perturan yang berlalor".

Bandarlampung 3 Juni 2014

Penulis


(9)

penulis latrir di Bandr Lampung pada tanggel 9 Januari 1993, sebagai anak kedua dari tiga

brsaudara dai pasangan Bapak Mariman dan Ibu

Suratni-Penulis merruiai pendidilonnya di Sekolatr DasarNegeri 3 Gunung Terang padatdrun 1998 dan tamat padatahun 2004. Kemudian Penulis melanjutlon pendidikannya di Sekolatr Menengah PertmaNegeri 10 Burdarlampung yang diseiesailon pada tatrun 2007. Selardutrfia pe,nulis mco€rusl13n pendidilonnya di Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung dm hmat

@tahrm

2010. Padatahun yang sama, Penulis diterima sebagai mahasiswa di Jtrnrsan

Ehnomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lamp'mg melalui jalur

Sh{itr'rN.

Sfu

hliatr Ai falultas Ekonomi, penulis tercatat sebagai anggota Himpunan M*asisn'a

.Dkmi

Pembangunan (IIIMEPA) periode 2ll}t2lll.Padatahun 2lt2,penulis mengihrti


(10)

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MONETER MELALUI

BASE MONEY

TARGETING FRAMEWORK

(2000:01-2005:06) DAN

INFLATION

TARGETING FRAMEWORK

(2005:07-2013:12) TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LAJU INFLASI DI INDONESIA

(Skripsi)

Oleh

Dwi Elyatika

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2014


(11)

ABSTRAK

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MONETER MELALUI BASE MONEY TARGETING FRAMEWORK (2000:01-2005:06) DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK (2005:07-2013:12) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LAJU INFLASI DI

INDONESIA Oleh

DWI ELYATIKA

Pertumbuhan ekonomi dan kestabilan harga merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Tercapainya kestabilan harga akan berdampak pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak kebijakan moneter pada periode penerapan Base Money Targeting Framework (2000:01-2005:06) dan Inflation Targeting Framework (2005:07-2013:12) terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). Variabel yang digunakan meliputi inflasi, produk domestik bruto, uang primer, BI rate, Kurs tengah IDR/USD dan suku bunga kredit investasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1). Selama penerapan base money targeting framework uang primer berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun tidak signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia. 2). Selama penerapan inflation targeting framework BI rate berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia. 3). Pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi merespon positif adanya pergerakan dari variabel uang primer, kurs, dam suku bunga kredit investasi selama penerapan base money targeting

framework. 4). Pertumbuhan ekonomi merespon positif adanya guncangan yang berasal dari variabel BI rate, kurs, dan suku bunga kredit investasi. Inflasi merespon secara negatif adanya guncangan yang berasal dari variabel BI rate, kurs, dan suku bunga kredit investasi selama penerapan inflation targeting framework. 5). Dampak kebijakan moneter selama penerapan base money targeting terhadap pertumbuhan ekonomi sebagian besar dijelaskan oleh variabel PDB dengan persentase sebesar 40%, variabel suku bunga kredit investasi 34,8%, kurs 16,6%, dan uang primer 8,4%. Selama penerapan base money targeting terhadap laju inflasi sebagian besar dijelaskan oleh variabel inflasi sebesar 71,3%, kurs 23,1%, suku bunga kredit investasi 4,9%, dan uang primer 0,57%. 6). Dampak kebijakan moneter selama penerapan inflation targeting framework terhadap pertumbuhan ekonomi sebagian besar dijelaskan oleh variabel PDB dengan persentase sebesar 69,4%, BI rate 29,4%, kurs 0,60%, dan suku bunga kredit investasi 0,4%.


(12)

Kata kunci: Inflasi, PDB, uang primer, BI rate, kurs, suku bunga kredit investasi dan VECM JEL Klasifikasi: E51, E52, E41, E430, E420


(13)

Abstract

AN ANALYSIS OF MONETER POLICY IMPACT THROUGH BASE MONEY AND INFLATION TARGETING FRAMEWORKS ON THE GROWTH OF ECONOMY AND

THE RATE OF INFLATION IN INDONESIA By

Dwi Elyatika

The growth of economy and stability of price are the aim which would like to be reached on conducting the monetary policy in Indonesia. Targeting price stability will have an impact on the reach of continuous economy growth.

The purpose of research is to analyze an impact of monetary policy at the implementation of base money targeting framework (2000: 01-2005:06) and inflation targeting framework (2005: 07-2013:12) on the growth of economy and the rate of inflation in Indonesia. The method which used in the research was vector error correction (VECM). The variable implemented were inflation, gross domestic product, base money, BI rate, the ID/USD middle curs and investment credit interest.

The results of analysis were: 1). Along the implementation of base money targeting framework

base money significantly had a positive influence to the growth of economy, however, hadn’t

been significant on the rate of inflation in Indonesia. 2). Along the implementation of inflation targeting framework BI rate significantly influential negative to the growth of economy and the rate of inflation in Indonesia. 3). The growth of economy and the rate of inflation gave a positive response for movement of base money variable, curs and investment credit interest along the implementation base money targeting framework. 4). The growth of economy gave a positive response about a shock on the rate of BI variable, curs and investment credit interest. The inflation gave a negative response about a shock on the rate of BI variable, curs and investment credit interest along the implementation of implementation of inflation targeting framework. 5). The impact of monetary policy along the implementation of base money targeting on economy growth mostly explained by PDB variable in the amount of 40%, 34.8 of investment credit interest, 16.6% of curs and 8.4%base money. Along the implementation of base money targeting on the rate of inflation mostly explained by inflation variable in the amount of 71.3%, 23.1% of curs, 4.9% of investment credit interest and 0.57% base money. 6). The impact of monetary policy along inflation targeting framework implementation on economy growth mostly


(14)

BI rate and 0.4 of curs.

Key words: Inflation, PDB, Base money, BI rate, Curs, Investment Credit Interest, and VECMJEL classification: E51, E52, E41, E430, E420


(15)

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MONETER MELALUI BASE MONEY TARGETING FRAMEWORK (2000:01-2005:06) DAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK (2005:07-2013:12) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LAJU INFLASI DI

INDONESIA

Oleh

Dwi Elyatika

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonom Dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2014


(16)

Judul skripsi : ANALISIS DAMPAK TARGET THE FED RATE TERHADAP KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA

(PERIODE 2005:07-2013:12) Nama Mahasiswa : Dwi Elyatika

Nomor Pokok Mahasiswa : 1011021059

Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Hi. Yoke Muelgini, M.Sc. Nurbetty Herlina Sitorus, S.E., M.Si. NIP. 1958 1230 198703 1002 NIP. 1980 1004 200604 2003

2. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

M. Husaini, S.E., M.E.P NIP 1960 1220 198903 1004


(17)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Hi. Yoke Muelgini, M.Sc ...

Sekretaris : Nurbetty Herlina Sitorus, S.E., M.Si ...

Penguji

/Bukan pembimbing : Dr. Saimul, S.E., M.Si ...

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si NIP 19610904 198703 1 011


(18)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

“Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telah ditulis dengan

sungguh-sungguh dan tidak merupakan penjiplakan hasil karya orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman sanksi

sesuai peraturan yang berlaku”.

Bandarlampung, 3 Juni 2014 Penulis


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 9 Januari 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mariman dan Ibu Suratmi.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3 Gunung Terang pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2004. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Bandarlampung yang diselesaikan pada tahun 2007. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, Penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Selama kuliah di Fakultas Ekonomi, penulis tercatat sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan (HIMEPA) periode 2010/2011. Pada tahun 2012, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur.


(20)

(21)

SANWACANA

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Alhamdulillahi rabbalalamin.

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat sehat, berkah, ridho dan hidayah-Nya, sehingga Penulis mampu menyelesaikan sebuah karya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung berserta jajarannya.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P sebagai Ketua dan Ibu Asih Murwiati selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Hi. Yoke Muelgini, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi Penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Nurbetty Herlina Sitorus, S.E., M.Si selaku dosen pembimbing yang juga telah banyak memberikan pelajaran, dan masukan selama proses penyusunan skripsi ini bagi Penulis. 5. Bapak Nairobi, S.E., M.Si atas bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.


(22)

7. Bapak Irsan Dalimunthe, S.E., selaku Pembimbing Akademik.

8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

9. Kedua orang tuaku, Papa Mariman dan Mama Suratmi yang telah memberikan segalanya demi kebaikanku.

10. Tante AIPTU Esther Mahidin, S.H. yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang demi kebaikanku

11. Adikku Desi Puspita Sari terimakasih selalu memberikan do’a dan keceriaan semoga langkah kita selalu dimudahkan oleh-Nya.

12. Sahabat -sahabatku Noventi Ersa Putri, Dita Purnama S.IP., Fitri Liani S.Ked., Rully Yudhasena S.Sos., M. Fachrurozi, S.H., Adimas R. Suryadharma S.TP, Refyna Anindya Wirawan, B.Sc., Rizky Putri Ramadhani, Astri Nurul Insani, Desitarani Kusuma Awalina dan Imaniar Isti Pratiwi.

13. IPDA A. Maulana, S.IK terimakasih atas segala dukungan dan kebersamaan. 14. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2010.

Akhir kata, Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis selanjutnya.

Bandarlampung, 3 Juni 2014


(23)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Permasalahan... 13 C. Tujuan ... 14 D. Kerangka Pemikiran ... 16 E. Hipotesis ... 18 F. Sistematika Penulisan ... 20

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter ... 21 a. Instrumen Kebijakan Moneter... 24 1. Operasi Pasar Terbuka ... 24 2. Cadangan Wajib Minimum ... 26 3. Fasilitas Diskonto ... 26 4. Moral Suasion ... 27 B. Perkembangan Kebijakan Moneter BI (2000:01-2013:12) ... 28 a. Base Money Targeting Framework ... 28 b. Inflation Targeting Framework... 29 C. Teori Kuantitas Uang ... 32 D. Produk Domestik Bruto ... 30 E. Inflasi... 34 F. Uang Primer ... 39 G. Suku Bunga Bank Indonesia ... 42 H. Nilai Tukar ... 44 I. Suku Bunga Kredit Tertimbang ... 45


(24)

J. Tinjauan Empiris ... 50 III. METODELOGI PENELITIAN

A. Data dan Sumber Data ... 62 B. Batasan Ukuran Variabel ... 63 1. Uang Primer ... 63 2. Suku Bunga Bank Indonesia ... 63 3. Nilai Tukar ... 64 4. Suku Bunga Kredit Tertimbang ... 64 5. Produk Domestik Bruto ... 64 6. Indeks Harga Konsumen ... 65 C. Metode Pengolahan Data ... 65 1. Interpolasi... 65 D. Metode Analisis ... 65 E. Proses dan Identifikasi Model ... 68 a. Uji Stasioneritas ... 68 b. Uji Kointegrasi ... 70 c. Penentuan Lag Optimum ... 71 d. Model Estimasi VECM ... 71 e. Impulse Response Function ... 72 f. Variance Decomposition ... 73 F. Prosedur Teknik Analisis ... 74

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Stasioneritas ... 76 1. Hasil Uji Stasioneritas pada Penerapan BMTF ... 77 2. Hasil Uji Stasioneritas pada Penerapan ITF ... 80 B. Hasil Uji Kointegrasi ... 83 C. Hasil Lag Optimum ... 85 D. Hasil Estimasi VECM ... 87 a. Hasil Estimasi VECM pada Penerapan BMTF ... 87 b. Hasil Estimasi VECM pada Penerapan ITF ... 92 E. Hasil Uji Impulse Response Functon ... 97 a. Hasil Uji Impulse Response Functon pada penerapan BMTF ... 97 b. Hasil Uji Impulse Response Functon pada Penerapan ITF ...104 F. Hasil Uji Analisis Variance Decomposition ...109 a. Hasil Uji Analisis Variance Decomposition pada BMTF ...109 b. Hasil Uji Analisis Variance Decomposition pada ITF ...111 G. Implikasi Hasil Penelitian ...113


(25)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ...116 B. Saran ...125

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan Uang Primer (M0), PDB Riil, dan Laju Inflasi selama Penerapan BMTF Periode 2000:01-205:06... 6 2. Perkembangan BI Rate, PDB Riil, dan Laju inflasi selama

Penerapan ITF Periode 2005:07-2013:12 ... 10 3. Kerangka Pemikiran ... 14 4. Kebijakan Moneter (Analisis ISL-LM dan AD-AS) ... 16 5. Kerangka Kebijakan Moneter melalui pendekatan Kuantitas selama

Penerapan BMTF ... 28 6. Kerangka Kebijakan Moneter melalui Pendekatan Harga Selama

penerapan ITF ... 31 7. Teori Kuantitas Uang ... 33 8. Keseimbangan dalam Permintaan dan Penawaran Kredit ... 47 9. Trend Respon PDB terhadap perubahan Uang Primer, Nilai Tukar,

dan Suku Bunga Kredit Tertimbang pada penerapan BMTF ... 99 10. Trend Respon IHK terhadap perubahan Uang Primer, Nilai Tukar,

dan Suku Bunga Kredit Tertimbang pada penerapan BMTF ... 101 11. Trend Respon PDB terhadap perubahan BI Rate, Nilai Tukar, dan

Suku Bunga Kredit Tertimbang pada penerapan ITF ... 104 12. Trend Respon IHK terhadap perubahan BI Rate, Nilai Tukar, dan


(27)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi uang primer dalam neraca permbayaran ... 41 2. Hasil Ringkasan Penelitian The Real Effects of Monetary Policy

in China ... 50 3. Hasil Ringkasan Penelitian “Economic Fluctuation, Macro

Control and Monetary Policy in Transitional Chinese Economi” . 51 4. Hasil Ringkasan Penelitian “Kejutan Nilai Tukar riil terhadap

inflasi, output, dan neraca Transaksi Berjalan di Indonesia ... 53 5. Hasil Ringkasan Penelitian “Dampak Instrumen Kebijakan

MoneterTerhadap Perekonomian: Suatu Analsis Mekanisme Jalur Kebijakan Moneter ... 54 6. Hasil Ringkasan Penelitian “Dampak Kebijakan Moneter

terhadap performance Makro Ekonomi di Indonesia” ... 56 7. Hasil Ringkasan “Analisis Damoak Kebijakan Moneter melalui

Nilai Tukar Rupiah” ... 57 8. Hasil Ringkasan “Dampak Kebijakan Moneter terhadap Variabel

Makroekonomi Indonesia periode 1983:01-2003:02” ... 58 9. Hasil Ringkasan “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi

Inflasi di Indonesia dan China” ... 59 10. Ringkasan Hasil Penelitian “Analisis Dampak Kebijjakan

Moneter terhadap variabel ekonomi di Indonesia

(1989:01-2006:04)” ... 60 11. Deskripsi Data Input ... 62 12. Hasil Uji Unit Root PDB dengan Philip Perron Test pada orde

Level untuk data pada penerapan BMTF periode 2000:01-2005:06 77 13. Hasil Uji Unit Root IHK dengan Philip Perron Test pada orde

Level untuk data pada penerapan BMTF periode 2000:01-2005:06 77 14. Hasil Uji Unit Root PDB dengan Philip Perron Test pada orde

First Difference untuk data pada penerapan BMTF periode 2000:01-2005:06 ... 79


(28)

15. Hasil Uji Unit Root IHK dengan Philip Perron Test pada orde First Difference untuk data pada penerapan BMTF periode 2000:01-2005:06 ... 79 16. Hasil Uji Unit Root PDB dengan Philip Perron Test pada orde

Level untuk data pada penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) Periode 2005:07-2013:12 ... 80 17. Hasil Uji Unit Root IHK dengan Philip Perron Test pada orde

Level untuk data pada penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) Periode 2005:07-2013:12 ... 81 18. Hasil Uji Unit Roots PDB dengan Philip Perron Test pada orde

First Difference untuk data pada penerapan ITF periode 2005:07-2013:12 ... 82 19. Hasil Uji Unit Root IHK dengan Philip Perron Test pada orde

First Difference untuk data pada penerapan ITF periode 2005:07-2013:12 ... 83 20. Hasil Uji Kointegrasi residual persamaan BMTF terhadap PDB

dan IHK, dan ITF terhadap PDB dan Inflasi pada Ordo Level ... 84 21. Hasil uji kointegrasi residual persamaan BMTF terhadap PDB

dan IHK, dan ITF terhadap PDB dan Inflasi pada Ordo Level ... 85 22. Hasil Penentuan Lag Optimum ... 86 23. Hasil Estimasi VECM PDB pada Penerapan BMTF ... 87 24. Hasil Estimasi VECM IHK pada Penerapan BMTF ... 90 25. Hasil Estimasi VECM PDB pada Penerapan ITF ... 92 26. Hasil Estimasi VECM IHK pada Penerapan ITF ... 95 27. Variance Decomposition PDB pada penerapan BMTF ... 109 28. Variance Decomposition Persamaan IHK pada Penerapan BMTF 110 29. Variance Decomposition PDB pada penerapan ITF ... 111 30. Variance Decomposition IHK pada penerapan ITF ... 112


(29)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, pasca krisis moneter Indonesia tahun 1997-1999.

Kondisi krisis moneter pada 1997-1999 menunjukan bahwa pembangunan yang dilaksanakan pada masa sebelum terjadinya krisis mengandung banyak kelemahan pada struktur dan sistem perekonomian, karena pada pra krisis moneter sesuai dengan UU No. 13 Tahun 1968 BI memiliki tujuan yang bersifat multiple objectives diantaranya mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai rupiah, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam pelaksanaan kebijakan monter yang memiliki beberapa tujuan tersebut pada akhirnya menimbulkan distorsi ekonomi sehingga perlu diadakan penyesuaian kebijakan ekonomi yang selama ini ditempuh Indonesia. Pada dasarnya, kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan


(30)

kegiatan perekonomian yang diinginkan (Solikin dan Warjiyo, 2004). Sedangkan kerangka kebijakan moneter merupakan suatu aturan sederhana dan sistematis yang dapat digunakan untuk merumuskan bagaimana otoritas moneter menetapkan atau menyesuaikan instrumen-instrumen kebijakannya sebagai suatu fungsi reaksi dari hubungan antar variabel-variabel ekonomi moneter, keuangan, perbankan, dan sektor riil yang terjadi dalam

perekonomian suatu negara (Simons, 1936).

Sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi yang rendah dan stabil, dan kestabilan harga yang tercermin pada kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara-negara mitra dagang Indonesia yang selanjutnya akan berdampak pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang secara umum dapat diukur melalui peningkatan pada Produk Domestik Bruto (PDB).

Bank Indonesia dalam mencapai tujuan kebijakan moneter yang telah

ditetapkan memiliki kewenangan yaitu melakukan penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) melalui kerangka kebijakan moneternya. Secara operasional dalam pelaksanaan kebijakan moneter, pengendalian sasaran-sasaran moneter dapat dilakukan menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan


(31)

wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah (Bank Indonesia, 2014).

Rentang waktu dalam penelitian ini mencakup pada dua periode kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia pasca krisis moneter yaitu kebijakan moneter berdasarkan kerangka penetapan sasaran jumlah uang beredar (Base Money Targeting Framework, selanjutnya disebut BMTF) yang diterapkan BI selama periode 2000:1-2005:6 dan kebijakan moneter berdasarkan kerangka penetapan sasaran Inflasi (Inflation Targeting Framework, selanjutnya disebut ITF) yang diterapkan BI sejak 2005:07 hingga saat ini.

Sejak tahun 2000 berdasarkan rekomendasi IMF (International Monetary Funding) Bank Indonesia menerapkan BMTF dalam pelaksanaan kebijakan moneternya. Selama penerapan BMTF hingga Juni 2005, uang primer digunakan sebagai sasaran operasional dalam pelaksanaan kebijakan moneter oleh BI, yang dilakukan melalui pengetatan atau pelonggaran kebijakan moneter dengan tujuan untuk mengontrol jumlah uang beredar di masyarakat. Pengontrolan penawaran uang dilakukan agar jumlah uang beredar di

masyarakat cukup untuk memenuhi aktivitas ekonomi, sehingga tidak terjadi kelebihan permintaan. Dengan mengontrol uang primer pada tingkatan tertentu maka BI berupaya untuk mencapai sasaran akhir yaitu kestabilan harga, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja lebih (Alamsyah, 2001). Pada dasarnya, pelaksanaan BMTF menekankan beberapa hal. Pertama, penargetan base money memungkinkan bank sentral menetapkan target inflasi.


(32)

Kedua, penargetan base money memberikan sinyal kepada pasar mengenai posisi kebijakan moneter dalam kedudukannya sebagai alat kendali inflasi. Ketiga, Bank Indonesia dalam upaya mencapai tujuannya berupaya

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter (Warjiyo,2003). BMTF diterapkan berdasarkan pada teori kuantitas uang (quantity theory of money), yaitu MV=PY. Efektivitas kerangka ini sangat tergantung pada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, framework ini akan berjalan baik apabila hubungan antara base money dan inflasi stabil, sehingga bank sentral dapat mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat.

Secara teoritis jika jumlah output lebih besar daripada target output, maka bank sentral harus mengurangi pertumbuhan uang untuk menekan permintaan agregat. Jika output yang dihasilkan berada di bawah target, maka bank sentral harus meningkatkan pertumbuhan uang untuk mendorong permintaan agregat. Adanya pertumbuhan ekonomi memungkinkan kebijakan moneter untuk menyesuaikan perubahan perputaran uang, karena hal tersebut akan mengarah pada stabilitas yang lebih besar dalam output dan harga. Pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar akan berdampak pada peningkatan suku bunga kredit. Dimana, kenaikan suku bunga kredit akan menyebabkan penurunan pada konsumsi dan investasi yang berdampak pada penurunan


(33)

permintaan agregat yang selanjutnya akan menurunkan laju inflasi (Astuti, 2009).

Di dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, pergerakan kurs akan mempengaruhi sektor riil yang selanjutnya akan berdampak pada laju inflasi. Kebijakan moneter yang ekspansif yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat akan berdampak pada peningkatan konsumsi akan barang dan jasa baik impor ataupun ekspor. Peningkatan permintaan akan barang impor akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar rupiah yang dalam jangka panjang akan berpengaruh pada tekanan laju inflasi (Siagian, 2010).

Gambar 1 menunjukan hubungan antara perkembangan jumlah uang beredar (M0) dengan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia selama periode BMTF.

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia

Gambar 1 Perkembangan Uang Primer, PDB Riil, dan Laju Inflasi pada penerapan BMTF periode 2000:01-2005:06

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Da la m Sa tua n P er sen (%)

Perkembangan Jumlah Uang Beredar , Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi pada Penerapan Base Money Targeting Framework Periode 2000:01-2013:12

PDB Riil Inflasi M0


(34)

Pada Gambar 1 menunjukan bahwa sejak tahun 2000 hingga 2002 penerapan BMTF belum berjalan dengan baik dimana pergerakan uang primer hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat namun tidak didukung oleh penurunan laju inflasi. Hal ini disebabkan karena

perekonomian Indonesia masih dalam pemulihan pasca krisis moneter yang terjadi (Setiawan, 2011).

Pada tahun 2003 uang primer berada pada 1,20 persen menurun dari kondisi sebelumnya yaitu 1,48 persen, yang mana hal ini didukung oleh peningkatan pada PDB yaitu sebesar 3,90 persen dan inflasi mencapai 5,15 persen. Inflasi 2003 merupakan inflasi terendah yang dialami Indonesia pasca krisis, hal ini disebabkan karena menurunnya harga komoditas pangan pada periode tersebut dan pada 2003 BI berhasil mengendalikan jumlah uang beredar di bawah target indikatif yang telah ditetapkan pada awal tahun yang mana jika uang beredar berada di bawah target indikatif, diperkirakan pertumbuhan uang beredar tidak akan menimbulkan tekanan inflasi yang berlebihan.

Peningkatan uang primer selalu diikuti dengan peningkatan pada PDB Riil namun tidak selalu diikuti dengan penurunan dan kestabilan pada laju inflasi. Seperti pada tahun 2005 laju inflasi sebesar 17,12% meningkat tajam dari kondisi sebelumnya yaitu sebesar 6,40%. Kejutan (shocks) ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM yang berdampak pada lonjakan laju inflasi. Penerapan BMTF hanya dilakukakan oleh BI hingga Juni 2005, karena pada gambar 1 dapat dilihat pertumbuhan uang primer hanya berdampak pada penguatan


(35)

pertumbuhan ekonomi namun tidak diikuti dengan penurunan dan kestabilan laju inflasi.

Namun, dalam praktiknya, penerapan BMTF juga tidak terlepas dari berbagai kelemhan. Pertama, ketidakstabilan hubungan M0 dengan P dan Y.

Hubungan itu sendiri bertolak dari asumsi akan adanya fungsi permintaan uang atau velositas sirkulasinya yang bersifat stabil. Karena, jika hubungan ini menjadi tidak stabil, maka penargetan base money dianggap gagal mencapai tujuannya. Kedua, hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi yang semakin melemah, sehingga penetapan jumlah uang beredar tidak dapat memberikan sinyal apapun kepada pasar mengenai posisi kebijakan moneter yang sedang dijalankan. Ketiga, ketidakstabilan antara pertumbuhan uang dan inflasi, akuntabilitas bank sentral tidak dapat dipastikan hanya dengan

mengamati kinerjanya dalam mengupayakan base money sesuai dengan target yang telah ditetapkan, karena itu BI pun menjadi kurang akuntabel di mata publik (Hossain, 2010).

Upaya untuk mengatasi permasalahan pada penerapan BMTF, pemerintah bekerjasama dengan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi dari sisi moneter dengan menetapkan sasaran tunggal dalam kebijakan moneternya yaitu stabilitas harga. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan trade-off antara sasaran-sasaran yang hendak dicapai, akan tetapi juga dapat meningkatkan accountability dan credibility dari Bank Indonesia (Maimun Sholeh, 2004).


(36)

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dituntut untuk berkomitmen dalam mencapai target kestabilan nilai rupiah sebagai tujuan akhir atau tujuan jangka panjang kebijakan moneter. Maka, untuk mencapai tujuan tersebut sejak Juli 2005, BI menerapkan Inflation Targeting Framerwork (ITF) menggantikan Base Money Targeting Framework (BMTF). Perbedaan mendasar dari penerapan BMTF dan ITF adalah sasaran operasional yang digunakan dalam mencapai sasaran akhir yang ditetapkan BI, BMTF menggunakan uang primer sebagai sasaran kebijakan moneternya dan BI rate digunakan sebagai sasaran pada penerapan ITF.

ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode kedepan, karena secara eksplisit, dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Pada penerapan ITF kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. (Bank Indonesia, 2013).

Pergantian kerangka ini dilakukan oleh BI berdasarkan beberapa

pertimbangan. Pertama, pencapaian tujuan BI dalam pelaksanaan kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kedua, cukup sulit mengendalikan base money. Ketiga, ITF lebih memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat. Keempat, meningkatkan akuntabilitas dan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian


(37)

target. Kelima, banyak negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output (Bank Indonesia, 2006).

Dalam pelaksanaan ITF kebijakan moneter bekerja melalui pasar uang untuk mempengaruhi output. Besarnya output yang dihasilkan tergantung pada suku bunga. Ketika suku bunga rendah, permintaan akan barang dan jasa akan meningkat yang akan berdampak pada penguatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga dapat dilihat dari sisi perbankan dalam penyaluran kredit, dimana kredit yang disalurkan akan menurun seiring dengan penurunan pada BI rate. Kenaikan atau penurunan pada BI rate akan berpengaruh pada nilai tukar. Dimana, ketika BI rate meningkat dan suku bunga luar negeri tetap maka akan menyebabkan terapresiasinya nilai tukar yang berdampak pada menurunnya ekspor, namun disisi lain impor atas barang dan jasa yang dilakukan akan menjadi lebih murah dalam mata uang domestik sehingga menyebabkan peningkatan pada impor.

Gambar 2 menunjukan hubungan antara perkembangan BI rate dengan PDB riil dan laju inflasi di Indonesia selama penerapan ITF.


(38)

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia

Gambar 2 Perkembangan BI Rate, PDB Riil dan Laju Inflasi pada Penerapan ITF periode 2005:07-2013:12

Pada gambar 2, dapat dilihat bahwa pada penerapan ITF variabel BI rate bergerak seiring sejalan dengan laju inflasi dan kondisi tersebut didukung oleh penguatan pada pertumbuhan ekonomi.

Pada awal penerapan ITF tahun 2005 BI rate sebesar 12,75 persen meningkat dari kondisi sebelumnya yaitu 9,75 persen. Namun, pada awal penerapan ITF inflasi tidak mengalami penurunan justru mengalami lonjakan dari 6,40% pada 2004 menjadi 17,12% pada 2005 . Inflasi 2005 merupakan inflasi tertinggi pasca krisis moneter 1997-1999, tekanan akan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama tingginya inflasi tahun 2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional

menyebakan Pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM yang mana tersebut sangat mempengaruhi kondisi makro ekonomi Indonesia. Keberhasilan ITF ditunjukan pada kondisi yang berangsur membaik hingga desember 2007. Peningkatan pada BI Rate yaitu 8% selalu diikuti dengan

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

2004 2006 2008 2010 2012 2014

Da la m Sa tua n P er sen (%)

Hubungan antara BI rate, PDB Riil, dan laju inflasi pada Penerapan Inflation Targeting Framework

periode 2005:07-2013:12

PDB Riil Inflasi BI Rate


(39)

peningkatan pada pertumbuhan ekonomi 4,93% dan laju inflasi yaitu 7,40%. Namun pada 2008 terjadi kenaikan harga pangan dunia ini akan berdampak langsung bagi kondisi pangan Indonesia karena tingkat ketergantungan masyarakat masih tinggi khususnya impor bahan pangan, kondisi ini menyebabkan peningkatan laju inflasi menjadi 11,06%, kondisi ini diikuti oleh peningkatan pada BI Rate menjadi 9,25% dan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,19%.

Hingga Desember 2013 penerapan ITF di Indoensia terus menunjukan

keberhasilannya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi tiga variabel terus menerus membaik dari tahun-tahun sebelumnya dimana peningkatan pada BI Rate dan PBD Riil diikuti oleh kestabilan laju inflasi yaitu 7,50%, 7,09%, dan 8%. Hingga saat ini penerapan ITF lebih diminati oleh otoritas moneter karena ITF memiliki beberapa keunggulan dibandingkan BMTF. Pertama, sukses membantu banyak Negara dalam menurunkan dan mengarahkan ekspektasi laju inflasi di banyak Negara. Kedua, kebijakan moneter lebih fokus dan independen. Ketiga, lebih kuatnya komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas bank sentral. Keempat, membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah. Kelima, teruji dalam mengatasi kejutan inflasi yang kurang menguntungkan. Keenam, kebijakan moneter relative fleksibel dalam

mengendalikan kejutan inflasi temporer agar tidak mengganggu pencapaian target inflasi (Mishkin F.S. dan K. Schmidt-Hebbel, 2001).

Pelaksanaan kebijakan moneter yang berfungsi dan berjalan dengan baik dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia, akan berdampak pada


(40)

pencapaian kestabilan harga yang pada akhirnya dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter merupakan fokus utama, dimana pengendaliannya

dilakukan melalui pengontrolan pada output dan memantau pergerakan inflasi kedepan tetap berada dalam sasaran yang telah ditetapkan.

Kinerja moneter yang efektif dan efisien mampu mendukung ketahanan perekonomian nasional dari dampak krisis global. Namun, tetap dibutuhkan beragam penguatan dan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (Bank Indonesia, 2013). Sejak didirikannya OJK saat ini kewenangan BI hanya terkait pengaturan dan pengawasaan macroprudential seperti menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Sesuai dengan UU No.21 Tahun 2011, OJK bertanggung jawab membantu BI di bidang microprudential, seperti pemantauan dan penilaian terhadap kesehatan sistem perbankan serta melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada perbankan.

Pada dasarnya, BMTF menekankan sebuah kerangka kebijakan moneter melalui sasaran operasional uang primer, dimana Indonesia pernah

menerapkan kebijakan ini sebelum Juli 2005. Sedangkan ITF menekankan sebuah kerangka kebijakan moneter berbasiskan penetapan suku bunga


(41)

nominal sebagai sasaran operasionalnya. Penelitian ini berupaya untuk menganalisis bagaimana penerapan kebijakan moneter Indonesia berdasarkan pada Based Money Targeting Framework (2000:1-2005:6) dan Inflation Targeting Framework (2006:1-2013:12) serta mengetahui dampak dari perubahan kerangka kebijakan moneter tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pergerakan Uang Primer (M0), Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan Suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia selama penerapan Base Money Targeting Framework (BMTF) periode 2000:1-2005:6?

2. Bagaimana pengaruh pergerakaan BI Rate, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan Suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia selama penerapan Inflation Targeting

Framework (ITF) periode 2005:7-2013:12?

3. Bagaimana respon pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi terhadap perubahan yang terjadi pada variabel uang primer, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi pada penerapan Base Money Targeting Framework (BMTF) periode 2000:01-2005:06?


(42)

4. Bagaimana respon pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi terhadap

perubahan yang terjadi pada variabel BI Rate, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi pada penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:07-2013:12?

5. Berapa besar kontribusi presentase varian setiap variabel uang primer, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi pada penerapan Base Money

Targeting Framework (ITF) periode 2000:01-2005:06?

6. Berapa besar kontribusi presentase varian setiap variabel BI Rate, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi pada penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:07-2013:12?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui pengaruh pergerakan Uang Primer (M0), Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan Suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia selama penerapan Base Money Targeting Framework (BMTF) periode 2000:1-2005:6

2. Mengetahui pengaruh pergerakaan BI Rate, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan Suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi


(43)

dan laju inflasi di Indonesia selama penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:7-2013:12

3. Mengetahui respon pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi terhadap perubahan yang terjadi pada variabel uang primer, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi pada penerapan Base Money Targeting Framework (BMTF) periode 2000:01-2005:06

4. Mengetahui respon pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi terhadap

perubahan yang terjadi pada variabel BI Rate, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi pada penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:07-2013:12

5. Mengetahui besarnya kontribusi presentase varian setiap variabel uang primer, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi pada penerapan Base Money Targeting Framework (ITF) periode 2000:01-2005:06

6. Mengetahui berapa besarnya kontribusi presentase varian setiap variabel BI Rate, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi pada penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:07-2013:12


(44)

D. Kerangka Pemikiran

Secara skematis, kerangka pemikiran dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dipaparkan dalam Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan kegiatan

perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang dicerminkan oleh stabilitas harga (rendah dan stabilnya laju inflsi),

membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya kesempatan kerja yang tersedia.

LAJU INFLASI

KEBIJAKAN MONETER

Base Money Targeting

Framework (BMTF)

PERTUMBUHAN EKONOMI

Uang Primer

Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS

Suku Bunga Kredit

Inflation Targeting

Framework (ITF)

BI Rate

Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS

Suku Bunga Kredit

PERTUMBUHAN EKONOMI

LAJU INFLASI


(45)

Dalam melaksanakan kebijakannya BI menggunakan kerangka operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir yang telah ditentukan. Kerangka operasional kebijakan moneter mencerminkan keterkaitan antara instrumen, sasaran operasional, sasaran antara, sasaran akhir yang ingin dicapai oleh BI

Dua kerangka operasional kebijakan moneter yang diterapkan dalam

perekonomian Indonesia adalah Base Money Targeting Framework (BMTF) yang diterapkan berdasarkan pendekatan kuantitas pada periode 2000:01-2005:06. Pada BMTF digunakan sasaran operasional uang primer dalam pelaksanaann kebijakannya serta didukung oleh beberapa variabel lain yaitu nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS dan suku bunga kredit investasi dalam mencapai tujuan dari kebijakan moneter Indonesia yaitu tercapainya

pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya berdampak laju inflasi di Indonesia.

Penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) pada periode

2005:7-2013:12 yang diterapkan berdasarkan pendekatan harga. Pada ITF digunakan sasaran operasional BI Rate dalam pelaksanaan kebijakannya yang didukung oleh beberapa variabel lain yaitu nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS dan suku bunga kredit investasi dalam mencapai tujuan dari kebijakan moneter yaitu tercapainya pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya berdampak laju inflasi di Indonesia.


(46)

E. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk penerapan Base Money Targeting Framework (BMTF) terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi Indonesia:

a. Diduga pergerakan uang primer (M0) berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

b. Diduga pergerakan nilai tukar Rupiah per Dollar AS (Kurs)

berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia c. Diduga pergerakan suku bunga kredit investasi berpengaruh secara

negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

d. Diduga pergerakan uang primer (M0) berpengaruh secara positif terhadap inflasi Indonesia.

e. Diduga pergerakan nilai tukar Rupiah per Dollar AS (Kurs) berpengaruh secara positif terhadap inflasi Indonesia.

f. Diduga pergerakan suku bunga kredit investasi berpengaruh secara negatif terhadap inflasi Indonesia.

2. Untuk penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi Indonesia:

a. Diduga pergerakan BI rate berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

b. Diduga pergerakan nilai tukar Rupiah per Dollar AS (Kurs) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.


(47)

c. Diduga pergerakan suku bunga kredit investasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

d. Diduga BI rate berpengaruh secara negatif terhadap inflasi Indonesia e. Diduga nilai tukar Rupiah per Dollar AS berpengaruh secara positif

terhadap inflasi Indonesia

f. Diduga suku bunga kredit investasi berpengaruh secara negatif terhadap inflasi Indonesia.

3. Diduga pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi merespon positif adanya shock yang terjadi pada variabel uang primer, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi selama penerapan Base Money

Targeting Framework (BMTF) periode 2000:01-2005:06

4. Diduga pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi merespon positif adanya shock yang terjadi pada variabel BI Rate, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi selama penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:07-2013:12

5. Diduga variabel uang primer, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi selama penerapan Base Money Targeting Framework (ITF) periode 2000:01-2005:06

6. Diduga variabel BI Rate, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan suku bunga kredit investasi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi


(48)

dan laju inflasi selama penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) periode 2005:07-2013:12

F. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang,

permasalahan, tujuan penelitian, hipotesis, kerangka pemikiran dan sistematika penulisan

Bab II. Tinjauan Pustaka dan penelitian terdahulu. Berisikan teori-teori ekonomi yang memiliki kaitan dengan penelitian ini serta penelitian terdahulu yang menjadi rujukan serta acuan dalam penelitian ini

Bab III. Metode penelitian. Membahas tentang tahapan penelitian, data dan sumber data, batasan variabel, alat analisis serta pengujian hipotesis

Bab IV. Hasil Perhitungan dan pembahasan. Berisikan analisis hasil perhitungan secara kuantitatif dan kualitataif

Bab V. Simpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA


(49)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan (Perry Warjiyo, 2004). Dalam praktek, perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang tercermin oleh stabilitas harga, membaiknya pertumbuhan ekonomi (output riil), serta cukup luasnya

lapangan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter ini dilakukan berbeda-beda dari suatu negara dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transmisi yang berlaku pada perekonomian yang

besangkutan.

Terdapat dua jenis kebijakan moneter yaitu kebijakan moneter yang bersifat ekspansif dan kebijakan moneter yang bersifat kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar. Sedangkan kebijakan moneter kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar.


(50)

Sesuai dengan UU No.3 Tahun 2004, Bank Indonesia mempunyai tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. kestabilan nilai rupiah yang dimaksud yaitu kestabilan pada harga barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi yang rendah dan stabil, serta kestabilan harga yang tercermin pada kestabilan nilai tukar Rupiah dengan mata uang negara-negara mitra dagang Indonesia.

Untuk mencapai tujuan kebijakan moneter, Bank Indonesia melaksanakan tiga tugas pokok, yaitu: (i) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, (ii) mengatur dan menjaga sistem perbankan, (iii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem keuangan yang sehat akan mendukung efektivitas pelaksanaan pengendalian moneter Karenna mekanisme transmisi kebijakan moneter ke kegiatan ekonomi riil berlangsung melalui sistem perbankan. Secara teori dampak kebijakan moneter terhadap perekonomian dapat dilihat dari kurva keseimbangan pasar uang dan pasar barang (IS-LM) serta permintaan dan penawaran agregat (AD-AS) pada Gambar 4 dibawah ini.


(51)

Gambar 4. Kebijakan Moneter (Analisis IS-LM dan AD-AS)

Pada gambar 4 menunjukan kurva IS-LM dimana (a) bertambahnya

penawaran (supply) uang dari Ms0 ke Ms1 yang disebabkan penurunan tingkat bunga dari r1 ke r0 yang berakibat pada penarikan dana oleh masyarakat dari perbankan. Kebijakan moneter ekspansif ini bertujuan untuk menambah jumlah uang beredar dimasyarakat untuk men-stimulus perekonomian. Penurunan suku bunga dari r1 ke r0 menyebabkan jumlah uang beredar dimasyarakat meningkat dan meningkatkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa sehingga menggeser tingkat pendapatan dari Y0 ke Y1 (b). Secara teori Y = f(S + C), penurunan pada tingkat suku bunga akan

mengurangi komponen tingkat tabungan (S) dan meningkatkan pendapatan

P

p1

p0

Y0 Y1 AD0 AD AS A1 A2 Y (c) IS Y Y0 r0 r1 Y1 LM1 LM0 E0 E1 r (b )

Ms0 Ms1 (a)

M r1

r0


(52)

(Y) yang selanjutnya akan meningkatkan konsumsi (C). Dengan asumsi perekonomian dalam keadaan tenaga kerja penuh (full employment) maka peningkatan permintaan akan barang dan jasa karena peningkatan pendapatan (Y) akan membuat harga naik dari p0 ke p1 (c).

Hubungan antara jumlah uang beredar (M), tingkat bunga (r) dan pendapatan (y) dapat kita lihat pada keseimbangan pasar uang yang dapat digambarkan melalui kurva LM, penambahan jumlah uang beredar dan atau penurunan suku bunga akan menggeser kurva LM ke kanan dari LM0 ke LM1. Dengan asumsi kurva IS tetap maka pergeseran kurva LM0 ke LM1 akan menyebabkan keseimbangan pasar barang (IS) dan pasar uang (LM) akan bergeser dari E0 ke E1 (b). Pergeseran LM0 ke LM1 yang menyebabkan perubahan keseimbangan di pasar barang dan pasar uang dari E0 ke E1 yang pada gilirannya akan mengeser kurva permintaan agregat (AD) dari AD0 ke AD1 dan membentuk keseimbangan perekonomian yang baru pada titik A1 dan A2 (c). Dari gambar diatas terlihat bagaimana tingkat suku bunga (r) dan jumlah uang beredar (M) mempengaruhi tingkat harga (p).

a. Instrumen Kebijakan Moneter

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan instrumen kebijakan moneter yang penting, karena melalui OPT bank sentral dapat mempengaruhi sasaran operasionalnya (jumlah uang beredar atau suku bunga) secara lebih efektif. Dikatakan demikian karena sinyal arah kebijakan moneter dapat disampaikan


(53)

melalui OPT, yang pelaksanaannya dilakukan secara terbuka dan

pembentukan suku bunganya dilakukan atas inisiatif bank sentral dengan frekuensi dan kuantitas sesuai dengan yang diinginkan.

OPT berbentuk kegiatan jual-beli surat-surat berharga oleh bank sentral melalui mekanisme lelang atau non lelang. Apabila bank sentral akan mengurangi jumlah uang beredar dimasyarakat, maka bank sentral akan menjual surat-surat berharganya yang akan berdampak pada pengurangan alat-alat likuid bank dan selanjutnya akan memperkecil kemampuan sistem perbankan dalam memberikan pinjaman. Demikian sebaliknya, apabila bank sentral akan menambah jumlah uang beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga yang akan berdampak pada peningkatan alat-alat likuid sistem perbamkan dan selanjutnya akan berdampak pada peningkatan

kemampuan sistem perbankan dalam memberikan kredit kepada masyarakat. Di Indonesia Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilakukan oleh Bank Indonesia dengan tiga cara yaitu (i) melalui lelang SBI dimana besarnya lelang SBI ini dimaksudkan untuk mencapai besarnya target uang primer yang ditetapkan. (ii) Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi) yang dilakukan secara harian, yang dilakukan melalui penawaran kepada bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di Bank Indonesia, (iii) sterilisasi/intervensi valuta asing., dimana Bank Indoensia melakukan intervensi di pasar valuta asing terutama bila pemerintah akan membiayai kegiatan suatu proyek yang membutuhkan dana besar dengan cara menggunakan dana valuta asing yang disimpan sebani cadangan devisa di Bank Indoesia.


(54)

2. Cadangan Wajib Minimun (Reserve Requirment)

Cadangan wajib minimum adalah instrumen yang merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan sistem perbankan untuk memelihara sejumlah aset likuid sebesar presentase tertenntu dari kewajiban lancarnya. Sebagian aset likuid tersebut harus dipelihara dalam bentuk kas dan sebagian lainnya dalam bentuk rekening giro pada bank sentral.

Cadangan wajib minimum ini banyak digunakan oleh bank sentral sebagai instrumen pengendalian moneter disamping sebagai ketentuan prudential regulation yang berfungsi untuk memastikan bahwa bank-bank memiliki likuiditas yang cukup setiap saat apabila nasabah melakukan penarikan simpanannya.

Naik turunnya persentase cadangan akan mempengaruhi kemampuan sistem perbankan dalam memberikan kredit. Apabila persentase diturunkan,

kemampuan bank dalam memberikan kredit akan meningkat. Sebaliknya, apabila persentase cadangan dinaikkan, hal tersebut setara dengan terjadinya penurunnan jumlah uang beredar yang dapat meningkatkan suku bunga.

3. Fasilitas Diskonto (Discount Facility)

Fasilitas diskonto adalah fasilitas kredit (dan/atau simpanan) yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank dengan jaminan surat-surat berharga dan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh bank sentral sesuai dengan arah

kebijakan moneter. Tinggi rendahnya tingkat diskonto akan mempengaruhi permintaan kredit dari sistem perbankan .


(55)

Tingkat diskonto yang ditetapkan pada instrumen ini ada yang berada di atas suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) dan ada pula yang berada

dibawah suku bunga PUAB. Pada umumnya, penggunaan fasilitas diskonto ini oleh sistem perbankan akan dikenakan penalty agar perbankan tidak sering menggunakan fasilitas diskonto dari bank sentral mengingat instrumen ini berfungsi sebagai mekanisme yang bertujuan untuk menjaga stabilitas di pasar uang.

Dengan menaikkan diskonto, maka biaya untuk meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan bank umum untuk melakukan peminjaman ke bank sentral. Akibatnya, jumlah uang yang beredar dapat ditekan / dikurangi. Di samping itu, posisi jumlah cadangan juga dapat dipengaruhi melalui instrumen ini. Apabila tingkat diskonto mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada bank. Peningkatan jumlah cadangan ini merupakan indikasi bahwa bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang ketat.

4. Himbauan Moral (Moral Suasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.


(56)

B.Perkembangan Kebijakan Moneter BI 2000:01-2013:12

1. Penargetan Besaran Moneter (Base Money Targeting Framework)

Pada penargetan moneter bank sentral menggunakan sasaran operasional uang primer untuk dapat mencapai sasaran akhir kebijakan moneter yaitu stabilitas harga. Kelebihan utama dari penargetan moneter dibandingkan penargetan nilai tukar adalah kemungkinan kebijakan moneter yang independen sehingga Bank Indonesia dapat memfokuskan pencapaian tujuan yang ditetapkan seperti kestabilan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Sumber :Bank Indonesia

Gambar 5 Kerangka operasional kebijakan moneter dengan pendekatan kuantitas pada Base Money Targeting Framework (BMTF)

Penargetan besaran moneter ini sangat bergantung pada kestabilan hubungan antara besaran moneter terhadap sasaran kebijakan akhir yakni perkembangan harga dan output pada sektor riil. Semakin berkembangnya instrument

keuangan dan semakin berkembangnya kegiatan perekonomiaan domestik dengan internasional, maka kestabilan hubungan tersebut menjadi terganggu seperti yang terjadi pada ketidakstabilan tingkat perputaran uang. Maka hal ini menjadi salah satu alasan untuk bank sentral tidak menggunakan strategi ini bahkan menginggalkan stragtegi ini.

INSTRUMEN SASARAN

OPERASIONAL SASARAN ANTARA SASARAN AKHIR − OPT − GMW − Fasilitas Diskonto − Moral

− Uang Primer (M0)

− Reserve Bank

− Besaran Moneter (M1,M2, Kredit) − Suku Bunga − Stabilitas Harga − Pertumbuha n Ekonomi − Kesempatan Kerja


(57)

Dalam kerangka operasional diatas, kebijakan moneter Indonesia ditentukan oleh pertumbuhan uang primer secara langsung melalui pengontrolan penawaran uang dengan beberapa instrumen kebijakan antara lain, Operasi pasar terbuka (OPT), Cadangan Wajib, Fasilitas Diskonto, dan Moral suasion yang diharapkan jumlah uang beredar sehingga peredaran uang didalam masyarakat dapat terkontrol.

2. Penargetan Inflasi (Inflation Targeting Framework)

Melemahnya hubungan antara besaran moneter dan sasaran akhir darikebijakan moneter membuat banyak Negara mulai mengadopsi atau menggunakan

penargetan inflasi pada kebijakan moneternya.

Bernake dan Mishkin mendefinisikan Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai sebuah pendekatan dalam kebijakan moneter yang ditandai dengan pengakuan eksplisit bahwa inflasi adalah tujuan utama kebijakan moneter. Terdapat tiga hal penting yang mencirikan ITF sebagai sebuah kerangka

kebijakan moneter. Pertama, kebijakan moneter diarahkan secara eksplisit pada pencapaian target inflasi yang diumumkan secara eksplisit kepada publik. Kedua, dalam framework ini, kebijakan moneter dilakukan dengan merespon perkembangan inflasi ke depan (forward looking). Ketiga, kebijakan moneter dilakukan secara transparan dengan akuntabilitas yang terukur.

Salah satu faktor pendorong ITF adalah berakhirnya rezim Base Money pada tahun 2005, hal tersebut membuat Bank Indonesia memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan moneter yang akan digunakan selanjutnya. Dorongan


(58)

untuk menjadikan inflasi sebagai target kebijakan moneter disebabkan oleh perkembangan dalam teori makroekonomi, diantaranya:

− Netralis Uang

Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi besaran kuantitas seperti output dan pengangguran dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang peningkatan nominal uang hanya akan membuat harga naik secara proporsional. Ketika tingkat harga naik maka peningkatan uang tidak akan berpengaruh kepada output dan tingkat bunga. Menurut Blanchard (2009) tidak adanya trade off dalam jangka panjang antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sehingga dalam jangka panjang uang bersifat netral dalam perekonomian.

− Inflasi Rendah mendorong output jangka panjang

Menurut Fisher (1993) inflasi yang rendah akan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Inflasi yang tinggi akan menurunkan konsumsi, investasi, dan produktivitas.

− Pentingnya Kredibilitas Kebijakan

Dalam upaya menyetabilkan inflasi kredibilitas kebijakan dipandang sebagai faktor utama yang dapat mengarahkan para pembuat kebijakan membentuk ekspektasi inflasi kearah yang diinginkan.


(59)

Sumber : Bank Indonesia

Gambar 6 Kerangka Operasional Kebijakan Moneter Melalui Pnedekatan Harga pada Inflation Targeting Framework

Dalam pencapaian sasaran akhir laju inflasi dalam International Targeting Framework, secara periodic Bank Indonesia memantau perkembangan berbagai variabel ekonomi riil, moneter, dan keuangan untuk meyakinkan bahwa sasaran inflasi yang telah ditargetkan dapat tercapai. Pemantauan terhadap variabel ekonomi riil dilakukan baik dari sisi permintaan (Konsumsi, investasi, ekspor impor baik swasta maupun pemerintah) maupun dari sisi penawaran (seluruh sektor ekonomi. Sebagai contoh apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, BI dapat menggunakan kebijakan moneter

ekspansif dengan menurunkan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Dengan pemantauan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat diketahui secara dini kemungkinan tekanan terhadap inflasi di masa depan (Bank Indonesia, 2003).

BI Rate

Jalur Suku Bunga

Jalur Harga Aset

Konsumsi dan Investasi

Jalur Ekspektasi Jalur Kredit

Jalur Nilai Tukar Ekspor

PDB


(60)

C. Teori Kuantitas Uang

Menurut teori kuantitas uang yang dikembangkan oleh Irving Fisher penyebab utama dari inflasi adalah jumlah uang beredar yang melebihi kapasitasnya. Teori ini pada dasarnya menggambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung yang sistematis antara

pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu

identitas dan dikenal sebagai “The Equation of Exchange”:

M V = P T (2.4)

Dimana,

M = Jumlah uang yang beredar V = Velositas uang

P = Tingkat harga T = Jumlah transaksi

Dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan ekonomi (MV) sama dengan jumlah output, yang dihitung dengan harga yang berlaku, yang ditransaksikan (PT).

Dalam perkembangannya teori kuantitas uang mengalami beberapa

perubahan yaitu karena jumlah transaksi barang dan jasa adalah variabel yang sulit untuk ditentukan; maka diasumsikan bahwa pasar berada pada titik keseimbangan jika jumlah transaksi (T) diganti dengan jumlah kuantitas barang yang dihasilkan (Q) sehingga persamaan berubah menjadi:


(61)

MV = PQ (2.5)

Dimana,

M = Jumlah uang yang beredar V = Velositas uang

P = Tingkat harga

Q = Jumlah barang dan jasa

Tingkat harga (P) dan jumlah barang dan jasa (Q) dengan kata lain output (PQ) akan menghasilkan stabilitas harga pada full employment jika Output nominal sama dengan output potensial (PQ = PQ*). Dan jika V dianggap tetap maka :

M = PQ = PQ* (2.6)

Dengan kata lain perubahan pada jumlah uang beredar akan secara langsung mempengaruhi output dan selanjutnya mempengaruhi tingkat harga.

Gambar 7. Teori Kuantitas Uang

Y Y* P*u

P* P

Y*u

M M’ M’’

MV = PY M’V = PY

M’’V = PY Tingkat Harga

Output

Md


(62)

Pada gambar 7 diatas dijelaskan bahwa target output (Y*) dapat dicapai jika jumlah uang beredar bertambah dari M ke M’ (hubungan positif) dengan tingkat harga diperkirakan akan naik dari P ke P*, ketika terjadi goncangan (shock) terhadap output karena ekspansi moneter berlebih dan menyebabkan output meningkat dari Y* ke Y*u, harga meningkat dari P* ke P*u dan jumlah uang beredar meningkat dari M’ ke M’’ (hubungan positif), maka untuk mengembalikan keseimbangan output nominal ke targetnya, jumlah uang beredar harus diturunkan dari M’’ ke M’ agar output dan harga kembali ketitik keseimbangan semula (target pertumbuhan).

D. Produk Domestik Bruto

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan pada Produk Nasional Bruto (PDB) Rill atau Pendapatan Nasional Rill. Jadi pertumbuhan dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi peningkatan output riil. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat, dalam hal ini berarti terdapat kenaikan dalam pendapatan nasional yang ditunjukkan oleh PDB (Sukirno, 2000).

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB suatu negara, dapat dikatakan semakin baik pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Hal ini


(63)

hanya bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB setiap tahun. Dengan demikian dalam pengertian makro,

pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (Tambunan , 2009: 44).

Kontribusi sektor perbankan terhadap PDB Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal ini menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia yang setiap tahun mengalami peningkatan. Karena meningkatnya kontribusi PDB sektor perbankan identik dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Rumus PDB adalah:

(2.7)

Yang mana:

g = PDB

PN-riil0 = PDB tahun sekarang PN-riil1 = PDB tahun sebelumnya

Kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia baik melalui cara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi komponen-komponen pada permintaan agregat yang selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tercermin pada peningkatan PDB.

E. Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang


(64)

dapat disebabkan oleh berbagai faktor ekonomi. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi digunakan sebagai indikator untuk melihat tingkat perubahhan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Menurut Bank Indonesia (2003), inflasi disebabkan oleh dua faktor yaitu:

1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan yang pada akhirnya memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya jumlah uang beredar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut yang kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat.

2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya

kelangkaan produksi atau bias terjadi karena adanya kelangkaan distribusi meskipun permintaan secara umum tidak ada perubahan. Adanya

ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dan lain-lain), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk

menghasilkan produksi, aksi spekulasi (penimbunan), dan sebagainya sehingga memicu kelangkaan produksi di pasaran.


(65)

Sementara inflasi yang meningkat secara terus menerus disebut hyperinflation dimana terjadi peningkatan harga yang sangat tinggi yang disebabkan

bertambahnya Money Supply dalam perekonomian. Kondisi tersebut biasanya terjadi pada saat defisit pemerintah yang ditutupi dengan pencetakan uang dimana bank sentral membeli langsung obligasi pemerintah untuk menutupi defisit.

Inflasi dapat dihitung dengan menggunnakan beberapa indikator sebagai berikut:

1. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) yakni indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan hharga dari barang dan jasa yang diproduksi masyarakat.

2. Indeks Harga Perdagangan Besar, merupakan indikator yang

menggambarkan pergerakan harga dari komiditi, yaitu komditi yang diperdagangkan di suatu daerah. Yang diamati dalam Indeks Harga Perdagangan Besar ini adalah barang-barang mentah dan barang setengah jadi yang merupakan input bagi produsen.

3. Deflator GDP adalah indikator yang menggambarkan perkembangan harga dari tingkat produsen dan menunjukan perubahan dari rasio antara PDB nominal dengan PDB riil.

Indeks harga konsumen diukur melalui biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. Indeks perdagangan besar biasanya mengacu pada perdagangan bahan


(66)

mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi berskala besar. Perubahan indeks ini sejalan dengan perubahan IHK (Mishkin, 2009).

(2.8)

Yang mana:

π = inflasi

IHKt = Indeks Harga Konsumen Tahun Sekarang IHKt-1 = Indeks Harga Konsumen Tahun Sebelumnya

Inflasi memiliki dampak positif dan negatif tergantung pada tingkatannya. Apabila inflasi itu ringan, itu adalah keadaan baik dan memiliki dampak positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan mendorong masyarakat untuk

meningkatkan tabungan dan investasinya. Sebaliknya keadaan hyperinflation, dapat menimbulkan pengaruh yang buruk bagi perekonomian secara

keseluruhan yang dapat dilihat pada kurang terkendalinya tingkat produksi (ouput) dan harga. (Bank Indonesia, 2004).

Inflasi menyebabkan masyarkat enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Tabungan memang menghasilkan bunga, akan tetapi jika tingkat inflasi diatas bunga, nilai uang tetap turun. Ketika masyarakat enggan menabung, maka dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena perkembangan dunia usaha membutuhkan dana yang berasal dari tabungan masyarakat.


(67)

Bagi produsen, inflasi dapat memberikan keuntungan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya. Namun, ketika inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga akhirnya merugikan produsen, maka para produsen enggan untuk meneruskan usahanya. Secara umum inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu Negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi yang pada akhirnya akan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat (Bank Indonesia, 2014).

F. Uang Primer (M0)

Pengertian dasar dari uang adalah suatu benda yang dapat ditukarkan dengan benda lain dan dapat digunakan untuk menilai benda lain. Uang dapat berfungsi antara lain sebagai Alat tukar (barter), Alat penyimpan nilai (penyimpan kekayaan), Satuan hitung, Ukuran pembayaran yang tertunda (transaksi hutang). Uang primer didefinisikan sebagai kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia) terhadap sektor swasta domestic dan bank umum, berupa uang logam dan uang kertas yang berada di luar Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2002).

Sebagai pelaksana fungsi otoritas moneter, BI memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal. Dalam praktik, BI juga menerima simpanan giro bank umum. Uang kartal dan simpanan giro bank


(68)

umum di bank sentral tersebut selanjutnya disebut dengan uang primer, karena jenis uang ini merupakan inti dalam proses penciptaan uang beredar, sehingga dalam penciptaannya uang primer sangat dipengaruhi oleh

kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia. BI adalah lembaga yang melaksanakan pengendalian moneter dengan fungsi: (1) mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal sebagai alat pembayaran yang sah, (2)

memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa, (3) melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap sistem perbankan, (4) memegang kas pemerintah. Faktor-faktor yang mempengarui perubahan uang primer adalah perubahan transaksi keuangan masyarakat yang tercermin pada neraca otoritas moneter, baik dari sisi pasiva maupun aktiva yang secara garis besar dapat

digambarkan sebagai berikut. Pada neraca otoritas moneter terdapat sisi pasiva (kewajiban) dan sisi aktiva (kekayaan). Pada komponen penggunaan uang primer sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan otoritas moneter, penggunaan uang oleh masyarakat yang terkait dengan kemajuan perekonomian suatu Negara, serta pola transaksi masyarakat dengan luar negeri (ekpor-impor dan aliran modal).


(69)

Tabel 1. Faktor- faktor yang mempengaruhi Uang Primer dalam Neraca Otoritas Moneter.

Aktiva Pasiva

Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih

− Tagihan bersih pada pemerintah pusat

− Tagihan pada sektor swasta domestik

− Tagihan pada bank umum

− Aktiva lainnya bersih

Uang Kartal

− Di masyarkat

− Di bank umum Saldo giro

− Milik masyarakat

− Milik bank umum

Sumber: Bank Indonesia, 2002.

Uang dalam sektor riil ini sangat bersinergi dimana peningkatan pada jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dapat menimbulkan inflasi dan dalam jangka panjang akan mengganggu pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang sangat rendah, maka kelesuan ekonomi akan terjadi. Apabila hal ini terus menerus terjadi, kesejahteraan masyarakat secara kkeseluruhan pada gilirannya akan mengalami penurunan (Suseno dan Solikin, 2002).


(1)

4. Setelah seluruh variabel yang digunakan stationary, dilakukan pengujian kointegrasi untuk mengetahui hubungan jangka panjang dari variabel yang digunakan.

5. Pengujian dilanjutkan dengan penentuan lag optimum yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari setiap variabel dalam sistem.

6. Berikutnya yaitu uji estimasi model OLS klasik dan estimasi Vector Error Corection Model (VECM) untuk melihat hubungan jangka pendek dari variabel yang digunakan dengan melihat EC nya.

7. Kemudian dilakukan uji Impulse Response yang dilakukan untuk melihat efek dari guncangan (shock) dari variabel-variabel endogen yang terdapat di dalam model yang diamati.

8. Pengujian selanjutnya adalah variance decomposition yang dilakukan untuk memprediksi kontribusi presentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu dalam sistem VAR.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat terkait dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base money targeting framework terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Uang primer berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

b. Nilai tukar rupiah per dollar AS berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

c. Suku bunga kredit investasi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

d. Uang primer berpengaruh tidak signifikan dan positif terhadap laju inflasi di Indonesia.

e. Nilai tukar rupiah per dollar AS berpengaruh signifikan dan positif terhadap laju inflasi.


(3)

f. Suku bunga kredit investasi berpengaruh signifikan dan negatif pada laju inflasi.

2. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan inflation targeting framework terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Dalam jangka panjang BI rate berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

b. Dalam jangka panjang nilai tukar rupiah per dollar AS berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama penerapan ITF.

c. Dalam jangka panjang suku bunga kredit berpengaruh signifikan dan negatif terhadap PDB selama penerapan ITF.

d. Pada jangka panjang BI rate berpengaruh signifikan dan positif terhadap laju inflasi Indonesia selama periode penerapan ITF. e. Pada jangka panjang, nilai tukar rupiah per dollar AS berpengaruh

signifikan dan positif terhadap laju inflasi Indonesia selama penerapan ITF.

f. Suku bunga kredit berdampak signifikan dan negatif terhadap laju inflasi selama penerapan ITF di Indonesia.


(4)

3. Dari hasil uji impulse response function (IRF), PDB merespon seluruh pergerakan variabel-variabel pada penerapan BMTF secara positif dan variabel-variabel pada penerapan BMTF terus mengalami peningkatan secara terus-menerus hingga akhir periode pengamatan baik variabel uang primer, kurs, maupun suku bunga kredit investasi.

Dari hasil uji impulse response function (IRF), Inflasi merespon seluruh pergerakan variabel-variabel pada penerapan BMTF. Inflasi merespon adanya guncangan dari uang primer yang mencapai kestabilan pada periode kelima. Inflasi merespon guncangan kurs secara positif dan stabil sejak periode kelima. Guncangan dari kredit investasi pada awalnya direspon negatif oleh inflasi, namun sejak periode kelima dan seterusnya inflasi terus merespon positif dan mencapai kondisi yang stabil.

4. Dari uji impulse response function dihasilkan bahwa PDB merespon negatif adanya guncangan dari BI rate dan mencapai kestabilan pada periode ke-15 yaitu sebesar -23,8 basis poin. Guncangan pada kurs direspon negatif oleh PDB dan mencapai kestabilan pada period eke 10 yaitu sebesar -4 basis poin. Respon PDB mencapai kestabilan akibat guncangan variabel kredit investasi yaitu sebesar 3,8 basis poin pada periose ke 20.

Inflasi merespon negatif adanya guncangan dari BI rate selama penerapan ITF dan terus mengalami penurunan dari awal hingga akhir periode pengamatan. Inflasi merespon positif adanya shock dari BI rate dan


(5)

merespon negatif adanya guncangan dari kurs serta merespon negatif adanya guncangan dari suku bunga kredit investasi.

5. Hasil analisis variance decomposition menunjukan bahwa selain berasal dari PDB itu sendiri, pada penerapan BMTF variabel yang paling besar memberikan konrtribusi terhadap PDB adalah suku bunga kredit investasi. Nilai tukar rupiah per dolar AS juga memberikan kontribusi yang positif terhadap PDB, dimana kebijakan moneter yang dilakukan akan

berpengaruh pada kegiatan ekonomi di sektor riil terutama dalam ekspor-impor sehingga nilai tukar rupiah menjadi salah satu faktor yang

berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. pada penerapan BMTF

Hasil analisis variance decomposition menyatakan bahwa pada penerapan BMTF selain berasal dari inflasi itu sendiri, setiap variabel memiliki kontribusi yang berbeda pada perkembangan inflasi dengan urutan presentase pengaruh terbesar adalah variabel uang primer, suku bunga kredit dan nilai tukar Rupiah per dollar AS. Nilai tukar rupiah

memberikan kontibusi yang positif dan tidak signifikan namun terus mengalami peningkatan dari awal hingga akhir periode pengamatan.

6. Berdasarkan hasil variance decomposition dapat disimpulkan bahwa pada penerapan ITF, pergerakan PDB paling besar dipengaruhi oleh PDB itu sendiri. Selain itu nilai tukar rupiah per dolar AS juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB. Namun, BI rate kurang signifikan memberikan kontribusinya terhadap pergerakan PDB pada penerapan ITF di Indonesia.


(6)

Pada periode ITF, pergerakan laju inflasi paling besar dipengaruhi oleh inflasi itu sendiri. Suku bunga kredit investasimemiliki kontribusi yang cukup besar terhadap laju inflasi di Indonesia pada penerapan ITF hingga akhir periode pengamatan. Nilai tukar rupiah per dolar AS juga

memberikan kontribusi yang besar terhadap laju inflasi. Namun, pada penerapan ITF BI rate tidak menunjukan kontribusi yang signifikan dalam menjelaskan perubahan ataupun pergerakan laju inflasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, penulis memberikan saran agar penelitian selanjutnya menjadi lebih baik, yaitu:

1. Untuk melihat peranan kebijakan moneter secara keseluran dan

mengetahui seberapa besar efektifitas kebijakan moneter yang diterapkan, disarankan untuk menggunakan mekanisme transmisi kebijakan moneter dan melihat dampaknya terhadap sektor riil dan laju inflasi.