umum di bank sentral tersebut selanjutnya disebut dengan uang primer, karena jenis uang ini merupakan inti dalam proses penciptaan uang beredar,
sehingga dalam penciptaannya uang primer sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia. BI adalah lembaga
yang melaksanakan pengendalian moneter dengan fungsi: 1 mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal sebagai alat pembayaran yang sah, 2
memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa, 3 melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap sistem perbankan, 4 memegang kas pemerintah.
Faktor-faktor yang mempengarui perubahan uang primer adalah perubahan
transaksi keuangan masyarakat yang tercermin pada neraca otoritas moneter, baik dari sisi pasiva maupun aktiva yang secara garis besar dapat
digambarkan sebagai berikut. Pada neraca otoritas moneter terdapat sisi pasiva kewajiban dan sisi aktiva kekayaan. Pada komponen penggunaan
uang primer sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan otoritas moneter, penggunaan uang oleh masyarakat yang
terkait dengan kemajuan perekonomian suatu Negara, serta pola transaksi masyarakat dengan luar negeri ekpor-impor dan aliran modal.
Tabel 1. Faktor- faktor yang mempengaruhi Uang Primer dalam Neraca Otoritas Moneter.
Aktiva Pasiva
Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih
− Tagihan bersih pada pemerintah pusat
− Tagihan pada sektor swasta domestik
− Tagihan pada bank umum − Aktiva lainnya bersih
Uang Kartal − Di masyarkat
− Di bank umum
Saldo giro − Milik masyarakat
− Milik bank umum
Sumber: Bank Indonesia, 2002.
Uang dalam sektor riil ini sangat bersinergi dimana peningkatan pada jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga
melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dapat menimbulkan inflasi dan dalam jangka panjang akan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang sangat rendah, maka kelesuan ekonomi akan terjadi. Apabila hal ini terus menerus terjadi,
kesejahteraan masyarakat secara kkeseluruhan pada gilirannya akan mengalami penurunan Suseno dan Solikin, 2002.
G. Suku Bunga Bank Indonesia BI rate
BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi
sebagai sinyal stance kebijakan moneter Siamat, 2001. BI Rate ditetapkan pada RDG Rapat Dewan Gubernur triwulanan yang
berlaku selama triwulan berjalan satu triwulan BI Rate berfungsi sebagai sinyal dari kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate tersebut.
Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai sinyal kebijakan moneter,
untuk mengarahkan target inflasi dan kurs kedepan yang ingin dicapai. Ilustrasi sederhananya, apabila BI Rate dinaikkan tandanya Bank Indonesia
ingin mencegah inflasi dan kurs kedepan yang dinilai akan memburuk. Sebaliknya ketika BI Rate diturunkan artinya Bank Indonesia menilai
kedepan inflasi dan kurs relatif terjaga, sehingga Bank Indonesia dapat melonggarkan tingkat suku bunga, sehingga penyaluran kredit lebih besar,
dan pertumbuhan ekonomi lebih cepat. BI Rate biasanya diimplementasikan pada suku bunga SBI 1 bulan, dalam perjalanannya diubah menjadi target
operasional suku bunga Overnight Pasar Uang Antar Bank PUAB. Dalam menetapkan BI Rate Bank Indonesia biasanya melihat 3 faktor utama antara
lain : 1.
Perkembangan Inflasi 2.
Perkembangan Nilai Tukar
3. Perkembangan kondisi moneter jumlah uang beredar, likuiditas
perbankan, dan semua variabel-variabel moneter, perbankan, dan keuangan. Kebijakan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia umumnya hanya
diberikan sebagai pedoman saja untuk bank-bank umum pemerintah, walaupun kemudian dijadikan juga sebagai landasan bagi bank-bank swasta
dalam hal ini termasuk bank swasta nasional devisa. Penetapan tingkat suku bunga ini disebut sebagai tingkat suku bunga dasar atau tingkat suku
bunga acuan, sedangkan nilai riilnya tercermin dalam tingkat suku bunga SBI Sinungan, 1994.
Dalam perekonomian terbuka sukubunga domestik ditentukan oleh tingkat
sukubunga dunia sebagai ekspektasi depresiasi mata uang domestik dengan luarnegeri merupakan kompensasi resiko kemungkinan depresiasi mata uang
domestik. Dengan demikian perubahan sukubunga domestik disebabkan oleh perubahan tingkat sukubunga dunia dan ekspektasi depresiasi mata uang
domestik. Tingkat sukubunga secara teoritis ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran uang.
Pemerintah melalui otoritas moneter dapat mempengaruhi tingkat sukubunga
pasar melalui instrumen tingkat sukubunga diskonto dan naik turunnya tingkat sukubunga pasar dipengaruhi oleh naik turunnya tingkat sukubunga
diskonto dari Bank Indonesia. Variabel penting yang dipertimbangkan otoritas moneter dalam menentukan sukubunga deposito adalah depresiasi
rupiah. Semakin terdepresiasi rupiah makin meningkat sukubunga diskonto.
H. Nilai Tukar
Kurs atau nilai tukar exchange rate adalah harga sebuah mata uang dari suatu Negara yang dinyatakan atau diukur dalam mata uang lainnya. Kurs
memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga
dari berbagai negara ke dalam mata uang lain Krugman dan Obstfeld, 2004. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas yang berlaku di Indonesia saat
ini, BI membiarkan nilai tukar menyesuaikan diri untuk menyamakan nilainya di pasar. Dengan kata lain, nilai tukar tercipta melalui mekanisme
pasar secara murni, sama halnya dengan komoditi apapun dimana nilai tukar terbentuk melalui penentuan antara kekuatan-kekuatan pada penawaran dan
permintaan. Untuk memahami perilaku kurs dalam jangka pendek adalah memahami
bahwa kurs merupakan harga asset domestik seperti deposito bank, obligasi, saham, dan lain-lain yang didenominasikan dalam mata uang domestik yang
dinyatakan dalam asset luar negeri. Oleh karena kurs adalah harga dari asset yang dinyatakan dalam asset lainnya, salah satu cara untuk mengetahui
penentuan kurs dalam jangka pendek adalah dengan menggunakan pendekatan pasar asset yang sangat bergantung pada teori permintaan asset
Mishkin, 2009. Berdasarkan teori paritas daya beli purchasing power parity kurs antara dua
mata uang dari dua Negara, sama dengan rasio tingkat harga barang dari kedua Negara bersangkutan. Daya beli domestik dari mata uang suatu Negara