Analisis pengaruh aglomerasi industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan nilai output industri terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011

(1)

ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) DAN NILAI OUTPUT INDUSTRI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN

2009-2011 SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh:

RAVINDRA BRAMASTYO REZKINOSA NIM: 1110084000018

JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Ravindra Bramastyo Rezkinosa

2. Tempat/Tanggal Lahir : Sleman, 5 Agustus 1992

3. Alamat : Pinus Barat VI B2/68

RT003/RW024 Perum Sasmita Jaya, Pamulang Barat,

Pamulang, Tangerang Selatan.

4. Telepon : 08891507880

5. E-mail : ravindrapakestrato@yahoo.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 13 Cilandak Barat Tahun 1998-2004

2. SMP Negeri 85 Pondok Labu Tahun 2004-2007

3. SMA Negeri 66 Pondok Labu Tahun 2007-2010

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2014

III.PENGALAMAN ORGANISASI


(7)

ii IV.SEMINAR DAN WORKSHOP

1. Workshop Islamic Economy Revivalism: Between Theory and Practice, UIN Jakarta, 2012

2. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Industri Keuangan dan Perbankan Syariah, UIN Jakarta, 2012

3. Studium General Jurusan IESP, UIN Jakarta, 2012

4. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, 2012

V. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Mustriyono Mustadjab

2. Tempat/Tanggal Lahir : Mojokerto, 10 Juni 1962

3. Ibu : Sayu Ngurah Christina S.P

4. Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarya, 15 April 1968

6. Alamat : Pinus Barat VI B2/68 RT

003/RW024 Perum Sasmita Jaya, Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang Selatan.

7. Telepon : 081381730135


(8)

iii

ABSTRACT

This study aims to gain insight about the effect of industrial agglomeration, labor force participation rate (LFPR), and Industrial Output Value to economic growth in Central Java Province. Data were obtained from the literature and digital printed Statistics 2009-2012. This study uses panel data regression with Fixed Effect Model, using data from a population of 35 districts / cities in Central Java Province. Analysis of the results showed that the industrial agglomeration has no significant effect on economic growth, which is in line with research from Jamzani Sodik and Didin Nuryadin 2011. Subsequently variable LFPR and Industrial Output Value have significant positive effect on economic growth in Central Java Province.

Keywords: Economic Growth, Industrial Agglomeration, LFPR and Industrial Output Value.


(9)

iv ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh aglomerasi industri, tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK), dan Nilai Output Industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Data penelitian diperoleh dari studi pustaka tercetak dan digital Badan Pusat Statistik periode 2009-2012. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel dengan Fixed Effect Model, dengan menggunakan data populasi 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Hasil Analisis menunjukkan bahwa aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini sesuai dengan penelitian Didin Nuryadin dan Jamzani Sodik 2011. Selanjutnya variabel TPAK dan Nilai Output Industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah

Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi, Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri.


(10)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Aglomerasi

Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolonganNya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb.

2. Keluarga terbaik dan tersayang yang saya miliki, Ibunda Sayu yang selalu memberikan yang terbaik dan mencurahkan segala perhatiannya selama ini, Ayahanda Mustriyono yang telah bekerja keras demi anak-anak dan


(11)

vi

keluarga, yang selalu menghibur serta memberikan dukungan di saat suka maupun duka. Tanpa didikan, dukungan dan pengorbanan kalian saya tidak akan menjadi pribadi seperti sekarang.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan.

4. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan.

5. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak.

6. Ibu Fitri Amalia S.Pd, M.Si. selaku dosen Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang ibu berikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu.


(12)

vii

7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah selalu memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu saya selama perkuliahan

8. Hanny Narulita , yang selalu meluangkan waktunya untuk menghibur saya ketika jenuh mengerjakan skripsi, menjadi sandaran ketika orang lain tidak mau mendengarkan dan memberikan support serta doanya. Keluarga Hanny Narulita, Ayah Bambang, Bunda Nurul dan Adik Ghazi serta Jauza yang selalu memberikan motivasi dan dukungan akan terselesaikannya penulisan ini.

9. Sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki, Oblak’s Squad (Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Bagus Adetya Akbar, Alfian Isnan, Ricky Fajar Adiputra, Muhammad Burhanuddin) yang dalam suka dan duka selalu menghibur dan memberikan dukungan yang teramat sangat.

10.Seluruh Teman-teman IESP 2010 terkhusus kelas Konsentrasi Pembangunan Muhammad Adi Rahman, Muhammad Reza Hermanto, Fita Rahmawati, Nonni Setianingsih, Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Izzatun Purnami, Umar Adi Syahputra, Denny Iswanto, Muhammad Yusuf Muharram, Sigit Aji Pambudi, Dio Syahrullah, Wildan Hidayatullah, Fajrul Syam Arzani dan Agus Setiawan.


(13)

viii

11.Teman-teman Band “The Wall”, Haris Sudrajat, Akhmad Reiza Armando, Eki Rizky Triputra, Uti Ramadina, Panji Pradipta Singgih, Gesit Pudyardhana dan Christianto Ario Wibowo yang telah memberikan motivasi non akademis dan berbagi pengalaman hidup yang sangat berarti

“Show Must Go On, Dude”.

12.Kelompok KKN Mentari – Desa Cigudeg Bogor, yang telah menghabiskan waktu hidup satu bulan bersama dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup yang sangat berguna bagi saya.

13.Kakak-kakak jurusan IESP yang dengan kerendahan hati telah berbagi ilmu dan memberikan banyak saran dan dukungan bagi saya selama perkuliahan maupun penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis.Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.

Tangerang Selatan, Juni 2014


(14)

ix DAFTAR ISI

Cover

Lembar Pengesahan Pembimbing

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah

Daftar Riwayat Hidup ... i

Abstract ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... ix

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Landasan Teori ... 15

1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi... 15

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik ... 18

b. Teori Pertumbuhan Baru ... 19

c. Teori Basis Ekonomi ... 20

d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) ... 21


(15)

x

2. Teori Aglomerasi ... 24

a. Konsep Aglomerasi ... 25

b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 26

3. TPAK ... 27

a. Pengertian TPAK ... 27

b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 32

4. Konsep dan Pengertian Nilai Output ... 32

a. Konsep Nilai Output ... 32

b. Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 34

B. Penelitian Terdahulu ... 35

C. Kerangka Pemikiran ... 40

D. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 45

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 45

B. Metode Pengumpulan Data ... 45

C. Metode Analisis Data ... 46

1. Metode Data Panel ... 46

2. Model Estimasi Regresi Data Panel ... 47

a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (PLS)... 47

b. Pendekatan Efek Tetap (FEM) ... 48

c. Pendekatan Efek Acak (REM) ... 48


(16)

xi

a. Uji Chow Test ... 49

b. Uji Hausman Test ... 50

4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik ... 51

a. Uji Normalitas ... 51

b. Uji Heteroskedastisitas ... 52

c. Uji Multikolineritas ... 52

d. Uji Autokorelasi ... 53

5. Uji Statistik... 54

a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) ... 54

b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) ... 55

c. Koefisien Determinasi (R2) ... 56

6. Operasional Variabel Penelitian ... 56

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 60

B. Analisa dan Pembahasan ... 66

1. Analisa Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah ... 66

2. Analisa Deskriptif Aglomerasi di Jawa Tengah... 68

3. Analisa Deskriptif TPAK di Jawa Tengah ... 69

4. Analisa Deskriptif Nilai Output di Jawa Tengah ... 70

C. Estimasi Modal Data Panel ... 71

1. Uji Chow ... 71


(17)

xii

D. Uji Asumsi Klasik ... 73

1. Hasil Uji Multikolonieritas ... 73

2. Hasil Uji Autokorelasi... 74

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 75

4. Hasil Uji Normalitas ... 76

E. Pengujian Hipotesis ... 77

1. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis ... 78

2. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis... 81

3. Koefisien Determinasi (R2) ... 82

4. Analisis Ekonomi ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(18)

xiii Daftar Tabel

No Judul Hal

1.1 Tabel laju pertumbuhan ekonomi di asean china dan india 2

1.2

Tabel PDRB Propinsi-propinsi di pulau jawa Atas dasar harga

konstan 5

1.3 Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah 7 1.4 Angkatan Kerja Yang Bekerja Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa 8 1.5 Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah 9

1.6

Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja

dan Nilai Output Industri di Jawa Tengah 10

2.1 Penelitian Terdahulu 36

3.1 Uji Durbin Watson 52

3.2 Operasional Variabel Penelitian 56

4.1 Wilayah Aglomerasi Di Propinsi Jawa Tengah 71

4.2 Uji Multikolinieritas 72

4.3 Uji Autokorelasi 74


(19)

xiv

Daftar Gambar

No Gambar Hal

2.1 Bagan Tenaga Kerja 28

2.2 Kerangka Pemikiran 41

4.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah 58

4.2 Distribusi Presentase PDRB Prop Jawa Tengah 60

4.3 Penduduk Jawa Tengah Berdasar Usia 62

4.4

Angkatan Kerja di Jawa Tengah Menurut Status

Pekerjaan 63

4.5 Diagram Pertumbuhan Ekonomi Prop Jawa Tengah 65

4.6 Aglomerasi Industri Propinsi Jawa Tengah 67


(20)

xv

Daftar Lampiran

No Lampiran Hal

1 Data Observasi

2 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2009 94

3 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2010 95

4 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2011 96

5 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2009 97 6 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2010 98 7 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2011 99

8 Presentase TPAK Jawa Tengah 2009 100

9 Presentase TPAK Jawa Tengah 2010 102

10 Presentase TPAK Jawa Tengah 2011 104

11 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2009 106 12 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2010 107 13 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2011 108

14 Uji Chow dan Uji Hausman 109

15

Hasil Uji multikolinierasitas, Autokol dan

Normalitas 110

16 Hasil Uji FEM 111


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, pembangunan ekonomi meliputi usaha masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan memperbesar tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dalam mencapai percepatan pembangunan, terjadi suatu keadaan dimana terdapat suatu pergeseran secara sektoral yang memperlihatkan bahwa pada awalnya sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian suatu wilayah yang selanjutnya bergeser kepada sektor lain seiring perubahan zaman dan tuntutan akan percepatan pembangunan disuatu negara.

Perkembangan akan pembangunan ekonomi tersebut memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan 2010:57) adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis-jenis barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Sedangkan menurut Tarigan (2005 : 46) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu keadaan dimana terjadi pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan di suatu wilayah tertentu, atau dapat dikatakan kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi.


(22)

2

Tabel 1.1

Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN China dan India Tahun (2003-2012)

No Negara 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Rata-rata

1 Indonesia 4.8 5.0 5.7 5.5 6.3 6.0 4.6 6.1 6.5 6.1 6.11

2 Singapura 4.6 9.2 7.4 8.7 8.8 1.7 (-1.3) 14.7 4.9 2.1 6.50 3 Thailand 7.1 6.3 4.6 5.1 5.0 2.5 (-2.3) 7.7 0.1 5.6 4.70 4 Filipina 4.9 6.7 4.8 5.3 6.7 4.2 1.1 7.6 4.0 4.9 5.39 5 Malaysia 5.8 6.8 5.0 5.6 6.3 4.9 (-1.5) 7.2 5.1 4.4 5.65 6 Myanmar 13.8 13.6 13.6 13.1 11.9 3.6 5.1 5.4 5.5 6.2 10.39 7 Vietnam 7.3 7.8 8.4 8.2 8.5 6.3 5.3 6.8 5.9 5.1 7.67 8 Brunei Darussalam 2.9 0.5 0.4 4.4 0.2 (-1.9) (-1.7) 2.6 2.2 2.7 1.62 9 China 10.0 10.1 11.3 12.7 14.1 9.6 9.2 10.4 9.2 7.9 11.36 10 India 6.9 7.6 9.1 9.6 10.0 7.0 5.9 10.1 6.9 4.9 8.26

Sumber : International Monetary Fund, World Economic Database, October 2012

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui pertumbuhan perekonomian di Indonesia dalam kurun waktu 2003 sampai dengan tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat dari krisis global. Indonesia mengalami penurunan akibat terjadinya krisis global. Pada saat krisis global perekonomian Indonesia mengalami penurunan dikarenakan terjadinya (1) tekanan kepada nilai tukar rupiah, (2) kinerja neraca pembayaran yang menurun, (3) dorongan pada laju inflasi (Seketariat Negara Republik Indonesia, 2010). Dalam menyikapi hal ini Bank Indonesia mengambil beberapa kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi melalui kebijakan stimulus moneter dan fiskal. Kebijakan ini menguatkan daya tahan perekonomian domestik serta membuat efek yang baik bagi perekonomian Indonesia (Sekertariat Negara Republik Indonesia).


(23)

3

Perekonomian Indonesia secara umum tahun 2009 mampu melewati tantangan krisis global meskipun pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari tahun 2008. Perekonomian Indonesia tahun 2009 mencapai 4,5% dan tertinggi di dunia setelah India dan China.Mulai awal 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 6,10%. Selanjutnya berturut-turut pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari tahun 2011 hingga 2012 yaitu sebesar 6,5 menjadi 6,7%. Dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi terbaik se-Asia Tenggara.

John Maynard Keynes (dalam Tarigan 2005:48), berpendapat bahwa untuk menjaga tingkat pertumbuhan yang efisien diperlukan adanya campur tangan pemerintah dan pengawasan langsung. Kaitan dari pendapat Keynes dalam fenomena ini adalah usaha pemerintah untuk mengurangi sektor primer dan menambah peran sektor non primer. Sektor non primer dalam hal ini yang perlu ditingkatkan adalah sektor industri yang menyumbang PDB sebesar 9,3% tahun 1972 yang akhirnya menjadi 28,34% pada tahun 2008. Terjadinya transformasi struktur ekonomi di Indonesia dari tahun 1972 hingga dekade 90an menyebabkan naiknya tingkat pertumbuhan di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7% per tahun sehingga Indonesia masuk kedalam kelompok negara HPAES (High Performing Asian Economies).


(24)

4

Proses industrialisasi dan pengembanagan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam dua pengertian sekaligus. Pertama adalah tingkat hidup yang lebih maju. Kedua, menjadikan taraf hidup yang lebih berkualitas, atau dapat dikatakan bahwa pembangunan industri itu sendiri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteran masyarakat, bukan merupakan kegiatan mandiri yang hanya sekedar berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik belaka (Arsyad, 2010:442).

Pada dasarnya, pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai kondisi fisik saja. Adanya industrialisasi atau pembangunan industri di suatu wilayah, tentu akan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat dalam arti akan mengubah tingkat hidup yang lebih maju dan bermutu. Pergesaran sektor dari sektor primer ke sektor non primer merupakan salah satu strategi pemerintah untuk dapat mempercepat pembangunan industrialisasi. Dalam hal ini peran pemerintah sangat besar untuk dapat mempermudah modal asing masuk ke Indonesia, yang pada akhirnya akan dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di wilayah yang menjadi tempat terjadinya pembangunan industrialisasi tersebut.

Kegiatan perindustrian cenderung berlokasi di dalam dan disekitar kota. Kecenderungan konsentrasi juga didukung oleh penelitian Kuncoro (2002) dengan menggunakan indeks entropy untuk mengukut konsentrasi industri Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Kesimpulan hasil studinya bahwa daerah-daerah industri utama di Pulau Jawa terletak di bagian barat (Jabodetabek dan sebagian


(25)

5

Jawa Barat) serta bagian Timur (Surabaya, Jawa Timur). Adapun daerah Industri di Jawa Tengah adalah Semarang dan sekitarnya serta daerah di sekotar Kota Surakarta (Solo). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai macam aspek seperti kekayaan sumber daya alam, angkatan kerja usia muda yang berpendidikan, pasar domestik yang luas dan tumbuh secara cepat, serta kondisi sarana dan prasarana yang lengkap. Aspek inilah yang menjadi faktor keunggulan Pulau Jawa.

Tabel 1.2

Tabel PDRB Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2009-2011

No Propinsi 2009 2010 2011 2012 Rata-rata

1 DKI Jakarta 371.469 395.622 422.237 449.821 409.787 2 Jawa Barat 303.405 322.224 343.111 364.405 333.286 3 Banten 83.454 88.552 94.207 100.000 91.553 4 Jawa Tengah 176.673 186.993 198.270 210.848 193.196

5 DI.Yogyakarta 20.064 21.044 22.132 23.309 21.637 6 Jawa Timur 320.861 342.281 366.983 393.666 355.948

Sumber : BPS Indonesia 2012

Tabel diatas menjelaskan nilai PDRB dari Propinsi yang berada di Pulau Jawa. Jika dilihat, PDRB terbesar dari Propinsi yang berada di Pulau Jawa adalah Propinsi DKI Jakarta dengan rata-rata sebesar Rp. 409.787 Milyar. Kemudian PDRB Propinsi Jawa Tengah dengan rata-rata sebesar Rp. 193.196 Milyar. Dari tabel dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan dimana pola pemusatan terjadi di daerah yang sudah lengkap dengan sarana dan prasarana. Menurut Tarigan (2005:154) suatu tempat dengan konsentrasi penduduk dan kegiatannya


(26)

6

dinamakan sebagai kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan serta daerah nodal.

Aktivitas perekonomian yang terjadi dalam suatu wilayah disebabkan oleh berbagai fasilitas dan kemudahan. Apabila aktivitas-aktivitas ekonomi tersebut mengelompok karena dorongan berbagai faktor, maka akan membentuk yang dinamakan aglomerasi ekonomi. Markusen menyatakan bahwa aglomerasi

merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan

eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang berdekatan letaknya dengan perusahaan lain serta penyedia jasa-jasa (Kuncoro, 2002 : 24).

Keuntungan pengelompokan (aglomerasi) tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan suatu wilayah, namun disisi lain aglomerasi tersebut juga dapat menyebabkan dampak negatif seperti banyaknya perpindahan masyarakat dari desa ke kota dan pada akhirnya akan menyebabkan wilayah perkotaan menjadi semakin padat. Selanjutnya, dalam melakukan pengembangan wilayah, Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor dan komoditi yang diperkirakan dapat tumbuh dengan cepat di wilayah tersebut. Sektor yang telah dipilih tersebut tentu saja merupakan sektor yang memiliki prospek untuk dapat dikembangkan secara besar-besaran, yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi (Tarigan 2005 : 66) . Di Jawa Tengah dapat dikatakan telah terjadi fenomena pergeseran sektor dari sektor pertanian kepada sektor lain (industri) hal ini terlihat pada tabel di bawah ini.


(27)

7

Tabel 1.3

Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2009-2012

No Jenis 2009 2010 2011 2012

1 Pertanian 19,89 18,69 17,85 17,41

2 Pertambangan dan Galian 1,11 1,12 1,11 1,12

3 Industri Pengolahan 30,81 32,83 33,01 32,73

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,84 0,86 0,86 0,86

5 Bangunan 5,86 6,11 5,93 5,96

6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant 21,49 19,5 21,77 22,16

7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,27 5,92 5,37 5,45

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,81 3,58 3,78 3,89

9 Jasa-Jasa 10,89 10,49 10,32 10,42

Total 100 100 100 100

Sumber : BPS Jawa Tengah 2012

Tabel diatas menjelaskan bahwa sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan yang besarnya tiap tahun lebih dari 30%. Pada tahun 2009 sektor industri pengolahan mencapai 30,81% dari total PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kemudian pada tahun 2010 naik menjadi 32,83% selanjutnya pada tahun 2011 naik menjadi 33,01%. Pada tahun 2012 kontribusi sektor industri pengolahan menurun sebesar 0,28% dan menjadi 32,73%.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan di Propinsi Jawa Tengah yang terus meningkat menyebabkan terjadinya perubahan struktural yang dapat dijelaskan dengan teori dari Hollis B Chenery. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural dalam perekonomian suatu wilayah antara lain adalah kelancaran transisi dari pola perekonomian agraris ke perekonomian industri, kesinambungan akumulasi modal fisik dan manusia, perubahan jenis


(28)

8

permintaan konsumen, perkembangan daerah perkotaan berkat migrasi para pencari kerja dan daerah pertanian di pedesaan dan kota kecil. Selanjutnya, transformasi struktural hanya akan berjalan baik jika diikuti dengan pemerataan kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk dan menurunnya derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa.

Faktor lain yang mempengaruhi PDRB suatu wilayah adalah angkatan kerja yang bekerja atau dengan kata lain dapat kita sebut sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Angkatan kerja yang bekerja ini akan terbentuk menjadi besar apabila suatu daerah mempunyai jumlah penduduk yang besar juga. Pertumbuhan penduduk yang besar memiliki kecenderungan membawa pertumbuhan ekonomi yang lambat apabila tidak dapat mengatasi masalah angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan.

Tabel 1.4

Angkatan Kerja Yang Bekerja

Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2009-2011 (satuan jiwa)

No Provinsi 2009 2010 2011

1 DKI Jakarta 4.118.390 4.689.761 4.588.418 2 Jawa Barat 16.901.430 16.942.444 17.454.781 3 Jawa Tengah 15.835.382 15.809.447 15.916.135 4 DI Yogyakarta 1.895.648 1.775.148 1.798.595 5 Jawa Timur 19.305.056 18.698.108 18.940.340 6 Banten 3.704.778 4.583.085 4.529.660 Sumber: Statistik Indonesia. 2012

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa angkatan kerja di propinsi-propinsi yang berada di Pulau Jawa cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Propinsi dengan jumlah angkatan kerja terbesar adalah Jawa Timur selanjutnya


(29)

9

Jawa Barat dan di posisi ketiga terbesar adalah Jawa Tengah. Hal ini tentu saja sesuai dengan luas wilayah dari propinsi-propinsi tersebut yang juga besar, sehingga menghasilkan jumlah angkatan kerja yang bekerja juga besar.

Salah satu indikator telah terjadinya perubahan struktural dalam suatu wilayah perekonomian adalah dengan melihat akan nilai output dari sektor baru yang menjadi sektor unggulan. Nilai output atau hasil dari kegiatan industri pengolahan merupakan salah satu penyumbang pada PDRB di suatu wilayah. Nilai output ini tentu saja dibarengi dengan adanya kesinambungan antara modal fisik dan manusia yang dalam hal ini dapat diartikan bahwa modal fisik merupakan suatu input atau dana dalam menjalankan kegiatan produksi dalam perekonomian. Dengan adanya kesinambungan antara modal fisik dan modal manusia yang baik maka akan menghasilkan siklus kegiatan industri yang berkelanjutan dan pada akhirnya akan menghasilkan nilai output yang cukup baik. Berikut ini merupakan tabel total output industri pengolahan yang ada di Jawa Tengah.

Tabel 1.5

Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah 2009-2011

(dalam ribu rupiah)

2009 2010 2011 rata-rata

141.798.575.132 151.027.992.932 165.341.778.648 152.722.782.237 Sumber : BPS Jawa Tengah

Fenomena yang terjadi dalam proses pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah dapat disimpulkan karena terjadi beberapa hal. Pertama, adalah terjadinya


(30)

10

pergeseran struktural, yaitu sektor yang merupakan sektor basis yang dalam hal ini adalah pertanian berubah menjadi sektor industri. Dari perubahan sektor tersebut menyebabkan terjadinya fenomena aglomerasi industri (pengelompokan industri) di wilayah yang ada dalam Propinsi Jawa Tengah. Terjadinya aglomerasi di Jawa Tengah ditunjukkan dengan perhitungan menggunakan Indeks Balassa, dimana nilai indeks lebih dari 1 ini berarti wilayah tersebut terjadi aglomerasi. Pergeseran sektor menjadi sektor industri juga didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari struktur demografi penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu proporsi jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) lebih besar dibanding usia 0-10 tahun dan 65 tahun keatas. Selanjutnya, nilai output industri di Propinsi Jawa Tengah juga cukup memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dimana nilai output industri tersebut didukung oleh sumber daya yang ada di Jawa Tengah baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Beberapa fenomena diatas ditampilkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1.6

Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja dan Nilai Output Industri Di Jawa Tengah

Tahun 2009-2011

Tahun Aglomerasi Usia 15-64 Nilai Output Industri

2009 1,03537 65,71% 141.798.575.132

2010 1,03577 66,52% 151.027.992.932

2011 1,02164 67,35% 165.341.778.648


(31)

11

Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Eko Wicaksono Pambudi (2012 : 7) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah) menunjukkan hasil analisis yang menyatakan bahwa variabel aglomerasi negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari beberapa uraian singkat diatas dapat dikatakan bahwa pola pemusatan atau aglomerasi dapat terjadi karena adanya perbedaan spesialisai antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain itu, keuntungan pola pemusatan atau aglomerasi diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Sementara itu dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi variabel Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri dapat dikatakan memberikan kontribusi walaupun tidak terlalu besar. Dengan ditemukannya fenomena yang terjadi dari uraian diatas, maka penelitian ini bermaksud untuk menganalisa kondisi tersebut, dengan mengambil

judul “PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR, TINGKAT


(32)

12

INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN

EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009-2011”

B. Perumusan Masalah

Suatu aktivitas perekonomian akan menghasilkan perkembangan perekonomian yang tentunya akan berdampak pada wilayah dimana aktivitas perekonomian itu berlangsung. Selain itu, wilayah yang berada di sekitarnya juga akan terkena dampak serta imbasnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak yang dapat terjadi memiliki kemungkinan positif dan negatifnya, dalam hal ini dampak positif yang akan terjadi adalah adanya peningkatan kegiatan perekonomian di wilayah tersebut sedangkan dampak negatifnya adalah kerugian sosial. Kerugian sosial dalam hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya pola pemusatan (aglomerasi) maka akan menimbulkan permasalahan akan kepadatan di wilayah perkotaan akibat dari perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang mencari pekerjaan di sektor industri di wilayah perkotaan. Selain itu, semakin bertambahnya jumlah industri manufaktur di Jawa Tengah tentu saja akan menambah keuntungan eksternal yaitu adanya penghematan aglomerasi. Aktivitas perekonomian tersebut juga ditunjang dengan adanya sarana penunjang baik fisik maupun materil untuk dapat mempermudah mobilisasi baik orang maupun barang.

Selanjutnya dalam penelitian ini fenomena mengenai pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah dapat dijelaskan karena terjadinya beberapa hal. Pertama adalah terjadinya pergeseran sektor dari sektor pertanian ke sektor


(33)

13

industri yang selanjutnya menyebabkan terjadinya pemusatan industri-industri tersebut di Jawa Tengah atau dengan kata lain terjadi aglomerasi industri. Kegiatan perindustrian yang memberikan sumbangsih terbesar dalam PDRB di Jawa Tengah tersebut didasarkan oleh struktur demografi penduduk di Jawa Tengah yang didominasi oleh penduduk usia kerja (15-64th) dengan rata-rata sebesar 65 persen dari jumlah penduduk total di Jawa Tengah. Kemudian aspek output nilai industri di Jawa Tengah yang didukung oleh ketersediaan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Berdasarkan uraian masalah yang disampaikan diatas, maka dapat ditulis pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah?

2) Sejauh mana pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ?

3) Sejauh mana pengaruh nilai output industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ?

4) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri, TPAK dan nilai output industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah?


(34)

14 C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah.

2. Menganalisis pengaruh TPAK terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.

3. Menganalisis pengaruh Nilai Output Industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.

4. Menganalisis pengaruh Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber masukan yang bermanfaat bagi

pengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 2. Sebagai tambahan referensi atau wawasan terhadap

perkembangan Propinsi Jawa Tengah, terutama mengenai industri manufaktur.


(35)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Pembangunan ekonomi pada saat ini merupakan salah satu syarat mutlak apabila suatu wilayah ingin mengalami pertumbuhan ekonomi. Suatu wilayah dikatakan sejahtera apabila dilihat dari pertumbuhaan ekonominya mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan wilayah yang lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya diikuti dengan terjadinya pemerataan pendapatan pada masyarakatnya. Menurut Boediono, pertumbuhan ekonomi merupakan output perkapita dalam jangka panjang, yang dapat diartikan bahwa presentase pertambahan output tersebut harusnya lebih besar daripada presentase jumlah penduduk (dalam Tarigan 2005 : 46)

1. Konsep dan Teori Pertumbuhan Ekonomi

Dalam pandangan ekonom klasik, sedikitnya terdapat empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu a) Luas tanah dan kekayaan alam, b) Jumlah penduduk, c) Jumlah stok barang dan modal, d) Tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2006 : 268). Faktor tersebut dapat dikatakan sebagai faktor yang cukup dominan dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.


(36)

16

Model pertumbuhan ekonomi neoklasik yang dikemukakan oleh Solow menyatakan bahwa persediaan modal dan angkatan yang bekerja dan asumsi bahwa produksi memiliki pengembalian konstan merupakan hal-hal yang mempengaruhi besaranya output. Model pertumbuhan Solow juga dirancang untuk mengetahui apakah tingkat tabungan, stok modal, tingkat populasi dan kemajuan teknologi mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Tarigan, 2005 : 52). Terdapat beberapa asumsi dari model pertumbuhan Solow yang antara lain meliputi faktor produksi yang tersedia yaitu buruh dan modal digunakan sesuai dengan kemampuannya, buruh terpekerjakan secara penuh, stok modal juga digunakan secara penuh serta kemajuan teknik bersifat netral (Jhingan 2012:275).

Menurut Todaro (2006 : 124), Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu :

1. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang notabenya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi seberapa besar perekonomian dapat menyerap angkatan kerja yang bekerja produktif.


(37)

17

2. Akumulasi Modal

Akumulasi modal merupakan gabungan dari investasi baru yang di dalamya mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya manusia yang digabung dengan pendapatan sekarang untuk dipergunakan memperbesar output pada masa datang.

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi menurut para ekonom merupakan faktor terpenting dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi memberikan dampak besar karena dapat memberikan cara-cara baru dan menyempurnakan cara lama dalam melakukan suatu pekerjaan.

Menurut Kuznet (dalam Jhingan, 2000 : 57) pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan kapasitas produksi dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan. Pertumbuhan ekonomi di daerah dapat dilihat menggunakan PDRB per kapita sehingga diketahui apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai atau belum.

Ada beberapa model pertumbuhan ekonomi yang berkembang dan relevan dengan penelitian ini, yaitu : Teori Pertumbuhan Ekonomi NeoKlasik, Teori Basis Ekonomi dan Teori Pertumbuhan Kuznet.


(38)

18 a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik

Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada beberapa aspek yang menjadi faktor penentu di dalamnya yaitu unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan tingkat output (Tarigan 2005:52). Dalam penjelasan selanjutnya dikatakan bahwa dapat terjadi suatu substitusi antara tenaga kerja (L) dengan kapital (K). Dalam teori ini dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi didasarkan pada tiga hal yang antara lain akumulasi modal, penawaran terhadap tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Peningkatan teknologi terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktifitas per kapita dapat meningkat.

Teori neoklasik juga membagi tiga jenis input yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1. Pengaruh modal dalam pertumbuhan ekonomi

2. Pengaruh teknologi dalam pertumbuhan ekonomi

3. Pengaruh angkatan kerja yang bekerja dalam pertumbuhan ekonomi

Teori neoklasik memiliki pandangan dari sudut yang berbeda dari teori klasik yaitu dari segi penawaran. Pertumbuhan ekonomi ini bergantung kepada fungsi produksi :


(39)

19

Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja dan T adalah teknologi. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen maka model neoklasik Solow juga disebut model pertumbuhan eksogen. Model Solow memiliki beberapa kekurangan dan untuk memperbaikinya dengan memecah total faktor produksi dengan memasukan variabel lain, dimana variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model ini disebut model pertumbuhan endogen.

Model pertumbuhan endogen beranggapan bahwa perdagangan internasional penting sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Model perdagangan internasional diukur melalui aktifitas ekspor dan impor, yaitu:

Y = F (� )

Dimana Y adalah output, A adalah produktifitas, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja, i adalah tahun, sedangkan indeks produktifitas (A) adalah fungsi dari ekspor (X) dan impor (M), yaitu :

�� = F ( � �)

b. Teori Pertumbuhan Baru

Ada beberapa ahli ekonom seperti Mankiw, Romer dan Weil melakukan studi penyempurnaan model pertumbuhan ekonomi neoklasik untuk memperjelas dan menambahkan dasar teoritis bagi sumber pertumbuhan ekonomi (Eko Wicaksono Pambudi, 2012: 44). Model Solow hanya dapat menerangkan


(40)

20

hubungan modal dan angkatan kerja yang bekerja saja, sehingga ditambahkan lagi variabel mutu modal manusia untuk membantu menjelaskan pola pertumbuhan ekonomi selain modal dan angkatan kerja yang bekerja, yaitu :

Y = 1− �1− −

Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, T adalah teknologi dan H adalah modal manusia. Lebih dalam lagi, menurut Paul Romer inovasi dan perubahan teknologi merupakan faktor utama bagi pertumbuhan ekonomi hal ini didasarkan pada pandangan bahwa inovasi dan perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas kapital dan tenaga kerja. (Abdul Hakim, 2010:106)

c. Teori Basis Ekonomi

Teori ini dikemukakan oleh Harry W Richardson yang menjelaskan bahwa terdapat suatu faktor penentu akan terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Permintaan barang dan jasa dari luar daerah tersebut dikategorikan salah satu contoh dari kegiatan ekspor. Namun, secara lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan ekspor tidak hanya mencakup penjualan barang dan jasa keluar daerah tetapi masyarakat luar yang datang dan membeli barang dan jasa di daerah tersebut (Tarigan, 2005 : 56). Pertumbuhan industri-industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya lokal baik tenaga kerja maupun bahan baku akan menghasilkan peluang kerja serta menghasilkan kekayaan daerah.


(41)

21 d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole)

Teori ini dapat diartikan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan fungsional dan pendekatan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (wilayah sekitarnya). Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah tersebut serta masyarakat akan dengan senantiasa datang memanfaatkan fasilitas yang disediakan di daerah tersebut.

Tarigan (2005: 162) mengatakan bahwa tidak semua kota dapat diartikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan memiliki empat ciri khusus yang antara lain adalah :

1) Adanya hubungan internal dari berbagai kegiatan yang memiliki nilai ekonomi.

Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Terdapat keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, akan terlihat kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan


(42)

22

menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.

2) Adanya efek pengganda (Multiplier Effect)

Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa bebrapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut. Karena kegiatan berbagai sektor di kota meningkat maka kebutuhan kota akan bahan baku dan tenaga akan meningkat.

3) Adanya Konsentrasi Geografis

Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Masyarakat yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan sehingga akan terjadi penghematan akan waktu, tenaga, dan biaya. Volume transaksi yang terjadi di wilayah tersebut maka akan meniongkat dan akan menciptakan economic of scale.


(43)

23 4) Bersifat mendorong wilayah belakangnya (sekitarnya)

Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang harmonis antara kota dengan wilayah belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku serta tenaga kerja dari wilayah belakang maupun sekitarnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila keadaan yang harmonis ini semakin maju dan berkelanjutan maka tidak dapat dipungkiri wilayah disekitar kota akan menjadi tumbuh juga.

Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam (di antara berbagai sektor di kota tersebut) maupun keluar (ke wilayah belakang serta sekitarnya).

e. Teori Pertumbuhan Kuznet

Pertumbuhan ekonomi Kuznet menunjukan adanya kemampuan jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai ketika terjadi keadaan dimana adanya perubahan struktural yang ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi, kelembagaan dan penyesuaian idiologi.


(44)

24

Teori pertumbuhan Kuznet menuliskan dalam analisinya menambahkan enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu :

1. Tingginya tingkat pendapatan perkapita.

2. Tingginya produktifitas tenaga kerja.

3. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi.

4. Tingginya faktor transformasi sosial idiologi.

5. Kemampuan perekonomian untuk melakukan perluasan pasar.

6. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.

2. Teori Aglomerasi

Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap wilayah Indonesia tidaklah sama. Hal ini sesuai dengan konsepsi Perroux tentang aglomerasi yang menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi pada semua tempat, namun hanya sebagian tempat tertentu saja. Biasanya akan terjadi fenomena daerah yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah sehingga akan berdampak pada munculnnya aglomerasi. Aglomerasi bisa diartikan sebagai kegiatan ekonomi terpusat pada wilayah-wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan antar wilayah.


(45)

25 a. Konsep Aglomerasi

Menurut Kuncoro (2002: 26), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan karena penghematan akibat dari perusahaan yang letaknya saling berdekatan dan akibat dari kalkulasi perusahaan secara individual. Selanjutnya Marshall merupakan salah satu pencetus dari istilah aglomerasi yang disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Industri yang terlokalisir muncul karena sebuah industri akan memilih tempat dimana tempat tersebut akan menjamin proses produksi akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama ( Mc Donald, 1997:37). Salah satu manfaat yang ditimbulkan oleh kegiatan aglomerasi adalah penghematan skala (scale economies).

Menurut Tarigan (2005 : 159-160) aglomerasi berdasarkan penghematan skala (economic of scale) adalah keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya lebih efisien. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih efisien maupun karena biaya tetap (fixed cost) tidak bertambah, walaupun jumlah produksi ditingkatkan (sampai batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak sebesar kenaikan produksi). Salah satu cara perhitungan aglomerasi industri adalah dengan indeks balassa yang merupakan suatu perhitungan rasio (perbandingan) dari jumlah tenaga kerja industri di suatu wilayah (kab/kota di Jawa Tengah) dengan total tenaga kerja industri di wilayah yang lebih besar (Propinsi Jawa Tengah) (Sbergami dalam Sodik, 2007: 7). Penggunaan Indeks Balassa didasarkan pada kekhususan untuk dapat membedakan faktor spesialisasi


(46)

26

yang mana dalam penelitian ini diwakili oleh jumlah atau besaran tenaga kerja. Selain itu, dalam pengertian New Ecomonical Geographic atau Teori Geografi Ekonomi Baru salah satu faktor utama penentu lokasi akan terjadinya aglomerasi industri adalah adanya keadaan dimana terkonsentrasinya pasar tenaga kerja yang dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masuk dalam usia kerja di suatu wilayah.

b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Richardson (dalam Tarigan 2005 : 55), berpendapat bahwa dengan adanya persaingan antar industri maka akan meningkatkan harga bahan baku dan faktor produksi, dan mengakibatkan biaya per unit mulai naik yang berdampak relokasi aktifitas ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai skala produksi maksimum. Dengan adanya aglomerasi ekonomi di suatu wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena akan tercipta efisiensi produksi, sedangkan wilayah lain yang tidak sanggup untuk bersaing akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya.

Jamie Bonet (2006 : 63), menjelaskan bahwa aglomerasi (pemusatan kegiatan) produksi digunakan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk mengetahui kesenjangan wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam perekonomian. Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik suatu


(47)

27

merupakan konsentrasi dari kegiatan ekonomi dan disebabkan oleh adanya penghematan yang terjadi di lokasi yang saling berdekatan.

Selanjutnya, aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara, pertama adalah dengan menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut dan yang kedua adalah dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi. Penelitian ini menggunakan konsep aglomerasi produksi yang diukur menggunakan proporsi jumlah tenaga kerja di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah tenaga kerja industri manufaktur di tiap-tiap Kab/kota di Propinsi Jawa Tengah.

3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) a. Pengertian TPAK

Penduduk dibedakan menjadi dua golongan yakni tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan masyarakat luas. Yang tergolong dalam pengertian tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.

Tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan atas dasar batas usia kerja. Bank Dunia menyatakan bahwa batas usia kerja adalah 15 sampai 64 tahun. Namun di Indonesia batas usia kerja adalah 10 tahun keatas (sejak 1971-1999). Pemilihan umur 10 tahun tersebut didasari oleh kenyataan bahwa di daerah


(48)

28

pedasaan sudah banyak penduduk yang bekerja pada usia 10 tahun. Sejak tahun 2001 Indonesia mengikuti anjuran dari International Labour Organization (ILO), yauti mengubah batas minimal usia tenaga kerja di Indonesia dari 10 tahun menjadi 15 tahun.

Selanjutnya, angkatan kerja merupakan salah satu faktor positif dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dijelaskan dengan pengertian bahwa semakin banyak partisipasi angkatan kerja yang bekerja, akan meningkatkan tingkat produksi yang akhirnya akan berimbas pada naiknya pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa klasifikasi dalam angkatan kerja, yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Gambar 2.1 Bagan Tenaga Kerja

A. Penduduk Umur 15+

tahun

B. Angkatan Kerja (Labour Force)

C. Bukan Angkatan Kerja

(not in labour force)

Ibu Rumah Tangga

Pensiun Lain-lain

Sekolah

E. Mencari Pekerjaan/ Menganggur D. Bekerja


(49)

29

Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang sedang mencari kerja. Sedangkan penduduk yang termasuk dari bukan angkatan kerja adalah penduduk yang masuk dalam usia kerja namun sedang tidak bekerja seperti ibu rumah tangga, pensiunan, siswa sekolah maupun perguruan tinggi dan lain-lain. Dalam gambar diatas yang dikatakan dengan TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan rasio dari label huruf B dan A , dimana dalam bagan tersebut terlihat jelas bahwa bagan dengan label huruf B merupakan jumlah angkatan yang dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64. Untuk mendapatkan perhitungan matematis mengenai presentase TPAK maka dengan cara membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah total penduduk usia 15-64th.

Manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alokasi SDM yang efektif merupakan awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga perekonomian tetap tumbuh. Dapat dikatakan bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan ekonomi.

Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki, kelompok wanita, kelompok tenaga kerja terdidik, kelompok umur 15-19 tahun. Tidak semua penduduk dalam usia kerja terlibat dalam pekerjaan atau mencari


(50)

30

pekerjaan sebagian bersekolah atau mengurus rumah tangga dan lain-lain. Menurut Mulyadi Subri (2002:60) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur tersebut.

Menurut Payaman Simanjuntak (2001:36) TPAK merupakan ukuran tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan kerja yang dapat memberikan gambaran yang jelas sampai seberapa jauh sebenarnya penduduk yang termasuk usia kerja (sepuluh tahun keatas) benar-benar aktif dalam bekerja dan tidak aktif bekerja. Jadi TPAK adalah perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk dalam usia kerja.

Formulasi dalam perhitungan TPAK merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 (usia kerja) formulasinya adalah sebagai berikut :

TPAK = x 100%

Dimana :

X = Angkatan Kerja (baik yang bekerja ataupun yang sedang mencari pekerjaan


(51)

31

Faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya TPAK antara lain yaitu :

a) Jumlah penduduk bersekolah dan mengurus rumah tangga

Hubungan TPAK dan jumlah penduduk yang masih bersekolah adalah semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil jumlah angkatan kerja yang berarti TPAK semakin kecil.

b) Tingkat Umur

Umur berkaitan dengan TPAK, dengan adanya kenyataan bahwa penduduk berumur muda umumnya mempunyai tanggung jawab yang tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan mereka umumnya bersekolah.

c) Tingkat Upah

Kaitan antara tingkat upah dengan TPAKadalah melalui kenyataan bahwa semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak anggota keluarga yang tertarik untuk masuk ke pasar kerja atau dengan kata lain TPAK akan meningkat.

d) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berhubungan dengan TPAK karena semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk bekerja.


(52)

32 b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam pengertiannya, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja dengan penduduk usia kerja (usia 15-64 tahun). Dapat dikatakan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan bagian dari tenaga kerja dan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berlangsungnya serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terlaksana dengan baik apabila jumlah dan mutu dari tenaga kerja itu baik. Dengan mutu penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka akan menghasilkan angkatan kerja yang baik pula. Selain itu dengan adanya pertambahan penduduk, maka akan menaikkan jumlah tenaga kerja yang kemudian menambahkan kemungkinan untuk dapat lebih banyak lagi berproduksi. (Sadono, 2004 : 429)

4. Konsep dan Pengertian Nilai Output Industri a. Konsep Nilai Output Industri

Badan Pusat Statistik (BPS, 2000) mendefinisikan bahwa nilai output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah atau (negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal usul pelaku produksi maupun bentuk usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya


(53)

33

dihitung sebagai bagian dari output wilayah tersebut, oleh karena itu output sering disebut sebagai produk domestik. Wujud produk yang dihasilkan dapat berupa barang dan jasa, maka perkiraan output untuk produksi berupa barang diperoleh dengan cara mengalikan produksi dengan harga per unit. Sedangkan yang berupa jasa, output didasarkan pada penerimaan dari jasa yang diberikan pihak lain.

Produk yang dihasilkan oleh sektor menurut sifat teknologi yang digunakan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu produk utama, produk ikutan, dan produk sampingan. Produk utama adalah produk yang pada umumnya mempunyai nilai dan atau kuantitas yang paling dominan diantara produk-produk yang dihasilkan. Produk ikutan adalah produk yang secara otomatis terbentuk saat menghasilkan produk utama, teknologi yang digunakan untuk menghasilkan produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal. Sedangkan yang dimaksud produk sampingan adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda.

Secara umum untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan dimasukkan sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan produk sampingan masih tergantung pada karakteristiknya. Apabila karakteristiknya sama, maka masuk sebagai output sektor yang bersangkutan dan apabila berbeda karakteristiknya maka masuk pada sektor lain. Pada beberapa sektor penghitungan output relatif berbeda, seperti sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan dan sektor pemerintahan.


(54)

34 b) Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam pembentukan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terdapat sembilan macam sektor yang memiliki kontribusi. Salah satu sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan, yang mana nilai sektor industri pengolahan tersebut dapat dikatakan merupakan bagian dari pembentuk nilai PDRB yang ada. Nilai output industri yang merupakan bagian pembentukan nilai PDRB tersebut, memberikan dampak, pada besar atau kecilnya nilai PDRB di suatu wilayah.

Penggunaan nilai output industri yang lebih efektif adalah dalam hubungannya dengan penyelidikan pengaruh pengembangan satu kegiatan tertentu terhadap kegiatan lainnya yang merupakan sektor di dalam kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Dalam menyelidiki pengaruh tersebut anggapan yang paling penting ialah bahwa daerah yang akan dipelajari dianggap sebagai daerah tertutup. Dengan demikian berarti bahwa hubungan antar daerah disusun ke dalam dua sektor utama, yaitu ekspor dan impor. Hal ini disebabkan karena kita ingin menyelidiki pengaruh tersebut terhadap suatu daerah tunggal.

B. Penelitian Terdahulu

Nuryadin dan Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(55)

35

Pambudi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel aglomerasi menujukan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Qisthi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan 1986-2009” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari variabel modal dan pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan.

Sumiyati (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Modal Tetap Dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”

menyatakan bahwa hasil penelitian dalam jurnalnya menunjukkan bahwa Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indosia baik secara parsial maupun simultan.

Aldilla (2011) Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah menyatakan dalam hasilnya bahwa variabel tenaga kerja dan nilai output industri berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.


(56)

36

Quigley (1993) dalam tulisannya yang berjudul Urban diversity and Economic Growth menyatakan bahwa aglomerasi memiliki sedikitnya tiga keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, antara lain skala ekonomi, penghematan bahan baku dalam produksi, dan kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang berbagai macam aspek produksi menjadi lebih besar.

Stuart S. Rosenthal dan William C. Strange (2001) dalam tulisannya yang berjudul Determinant of Agglomeration menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi (yang dijelaskan dengan meningkatnya produktifitas) di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan faktor-faktor produksi lainnya.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil

Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik

2007 Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia Aglomerasi Angkatan Kerja Laju Inflasi Ekspor Netto Human Capital Metode Regresi Linear Berganda Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan Ekonomi


(57)

37

Eko

Wicaksono Pambudi

2013 Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah) Aglomerasi Investasi Ketimpangan Wilayah Modal Tenaga Kerja Metode Data Panel 175 observasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel aglomerasi menunjukkan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Wildan Qisthi

2011 Pengaruh Modal, Tenaga Kerja dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan 1986-2009 Modal Tenaga Kerja Pendapatan Asli Daerah Pertumbuhan Ekonomi Ordinary Least Square (OLS) Dalam penelitiannya dijelaskan variabel modal, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dengan P.E


(58)

38

Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil

Euis Ety Sumiyati

2008 Pengaruh Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan Ekonomi Modal Tenaga Kerja Ordinary Least Square (OLS)

Modal tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara parsial maupun simultan Reza Aldilla

2011 Pengaruh Tenaga Kerja dan Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta pengaruhnya terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah Tenaga Kerja Nilai Output Pertumbuhan Ekonomi Indeks Ketimpangan Menjadikan variabel pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderating dengan ordinary least square (OLS) Variabel tenaga kerja dan nilai output berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah

Quigley 1993 Urban Diversity And Economic Growth Aglomerasi wilayah Jumlah Penduduk Pertumbuhan Ekonomi Ordinary Least Square (OLS) Aglomerasi memiliki beberapa keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah antara lain skala ekonomi


(59)

39

Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil

bahan baku produksi, dan kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang produksi menjadi lebih besar Stuart S. Rosenthal dan Willian C Strange

2001 Determinant Of Agglomeration Spillovers Labour Market Pooling Input Sharing Product Shipping Cost Natural Advantage Ordinary Least Square (OLS) Terdapat hubungan positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi (yang dijelaskan dengan meningkatnya Produktifitas) di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan faktor-faktor produksi lainnya

Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian

Dari beberapa uraian mengenai penelitian terdahulu diatas dapat dijelaskan perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK) dan Nilai Output Industri yang dijadikan sebagai variabel independen dengan variabel dependen Laju Pertumbuhan Ekonomi Di Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah.


(60)

40

Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dari penelitian ini. Selain itu dapat dijadikan ciri perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain.

C. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator keberhasilan suatu negara dalam rangka mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi terjadinya perkembangan GNP potensial yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan meningkatkan standar hidup masyarakat (Asfia Murni, 2007:173). Dalam mengambangkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara, terdapat beberapa faktor-faktor pendukungnya. Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Y) yaitu faktor aglomerasi industri (X1), jumlah tenaga kerja (X2) dan infrastruktur penunjang (X3). Faktor-faktor tersebut akan diteliti secara simultan maupun parsial yang diukur dengan alat analisis regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya.

Menurut Hoover dan Giarratani (dalam Sumodiningrat 2004 : 12) menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu keadaan meningkatnya keuntungan-keuntungan sebagai akibat dari pemusatan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya akibat adanya penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk. Aglomerasi dapat dikatakan sebagai suatu faktor pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena adanya unsur spasial didalamnya. Penghematan yang terjadi tentu saja akan merangsang


(61)

41

kegiatan perekonomian menjadi lebih besar dan berakibat pada tingkat pertumbuhan ekonomi.

Akibat adanya aglomerasi khususnya aglomerasi industri, maka akan dapat membuka lapangan kerja baru. Hal ini dikarenakan kegiatan industri memerlukan berbagai macam sumber daya baik alam maupun sumber daya manusia dan dalam hal ini sumber daya manusia adalah tenaga kerja. Tenaga kerja yang ada di suatu wilayah khususnya di Propinsi Jawa Tengah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tenaga kerja yang bekerja dan tidak bekerja. Dalam penelitian ini Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja atau angkatan kerja yang bekerja yang akan diteliti.

Kegiatan industri merupakan kegiatan yang saling terkait. Kegiatan industri yang terjadi di Propinsi Jawa Tengah tentu saja memberikan kontribusi terhadap nilai PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Dalam penelitian ini nilai output industri merupakan salah satu yang dapat dikatakan memiliki pengaruh atau kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Dari beberapa uraian diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut ini.


(62)

42

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Periode

Tahun 2009-2011

Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik menjelaskan bahwa suatu pertumbuhan ekonomi dapat terjadi apabila memenuhi faktor-faktor pendukung yang antara lain adalah modal (K). Tenaga kerja (K), dan Teknologi (T). Dasar pemikiran tersebut yang dijadikan sebagai latar belakang penelitian ini dengan pemilihan tiga variabel bebas Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri.

Laju Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Model Regresi Data Panel (Uji Chow) (Uji Hausman) Uji Asumsi Klasik

 Uji Normalitas

 Uji Heterokedastisitas

 Uji Multikolinieritas

 Uji Autokorelasi

Uji Statistik

 Uji Secara Parsial (Uji t)

 Uji Secara Simultan (Uji F)

 Koefisien Determinasi

Hasil, Kesimpulan dan Saran

Aglomerasi Industri (X1)

Nilai Output Industri (X3)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X2)


(63)

43

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa diduga terjadi hubungan antara Aglomerasi Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah . Dalam hal ini hubungan tersebut dapat diartikan bahwa adanya Aglomerasi Industri atau pemusatan kegiatan industri menunjang akan terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang mana dijelaskan oleh adanya fenomena perubahan struktur di Propinsi Jawa Tengah dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Selanjutnya variabel TPAK diduga memiliki pengaruh serta hubungan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang didasarkan pada unsur demografi penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu usia 15-64 tahun yang merupakan usia tenaga kerja lebih mendominasi daripada usia 0-10 tahun dan usia 65 tahun keatas. Dengan kata lain Propinsi Jawa Tengah memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup banyak. Variabel nilai output industri dalam gambar diatas diduga memiliki hubungan serta pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang didasarkan pada besaran nilai output industri yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Propinsi Jawa Tengah

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pendapat sementara dari suatu penelitian serta pedoman dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori terkait dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih.


(64)

44

Dari uraian mengenai hubungan antar variabel diatas, maka dapat dituliskan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Aglomerasi Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.

3. Nilai Output Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.

4. Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.


(65)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Batasan atau ruang lingkup penelitian terdapat pada variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen atau variabel tidak terikat dalam penelitian ini adalah laju pertumbuhan ekonomi di tiap kab/kota di Jawa Tengah yang selalu berfluktuasi dan variabel independen dalam penelitian ini adalah aglomerasi industri, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan nilai output industri manufaktur. Penelitian ini merupakan penelitian populasi karena data yang digunakan adalah seluruh data dari kabupaten atau kota di Propinsi Jawa Tengah. Periode penelitian didasarkan pada data yang digunakan dalam analisis meliputi tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode data panel. Sedangkan jenis data yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari hasil pengolahan pihak kedua. Adapun data yang digunakan merupakan data tahunan.

B. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data diperoleh dengan cara dokumentasi, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan kategori klasifikasi data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian dari berbagai sumber antara lain buku-buku, jurnal, serta website publikasi yang ada.


(66)

46

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang bersumber dari Buku Jawa Tengah Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, serta data yang berasal dari sumber-sumber lain. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Library Research

Data yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal koran dan hal lain yang berhubungan dengan aspek penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid.

C. Metode Analisis Data 1. Metode Data Panel

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data panel. Analisis data panel merupakan kombinasi dari deret waktu (time series) dengan kerat lintang (cross section). Menurut Baltagi (2005:125), keunggulan penggunaan data panel dibandingkan deret waktu dan kerat lintang adalah:

a. Data panel membuat data lebih informatif, lebih bervariasi dan mengurangi kolinearitas antar variabel sehingga lebih efisien.

b. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan studi berulang dari cross section.

c. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks.


(1)

111

Lampiran 13

NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2011

No Kab/Kota Input Output Nilai Tambah

1 Kab Cilacap 1.583.916.347 3.243.262.975 1.659.346.628 2 Kab Banyumas 502.104.702 724.238.662 222.133.960 3 Kab Purbalingga 794.388.074 1.902.454.203 1.108.066.129 4 Kab Banjarnegara 155.170.635 303.283.389 148.112.754 5 Kab Kebumen 224.909.836 316.145.309 91.235.473 6 Kab Purworejo 242.477.429 300.402.013 57.924.584 7 Kab Wonosobo 325.646.069 781.027.928 455.381.859 8 Kab Magelang 1.248.489.489 1.800.297.159 551.807.670 9 Kab Boyolali 2.631.560.596 3.921.077.118 1.289.516.522 10 Kab Klaten 2.905.579.601 3.945.316.774 1.039.737.173 11 Kab Sukoharjo 7.006.790.696 11.981.244.557 4.974.453.861 12 Kab Wonogiri 244.342.866 421.613.133 177.270.267 13 Kab Karanganyar 8.822.299.570 12.756.218.177 3.933.918.607 14 Kab Sragen 2.691.223.982 4.103.527.017 1.412.303.035 15 Kab Grobogan 273.188.005 391.781.262 118.593.257 16 Kab Blora 45.384.275 63.454.285 18.070.010 17 Kab Rembang 405.701.518 645.867.383 240.165.865 18 Kab Pati 2.756.261.348 5.167.692.085 2.411.430.737 19 Kab Kudus 29.632.589.762 44.182.199.767 14.549.610.005 20 Kab Jepara 2.155.896.848 4.198.098.889 2.042.202.041 21 Kab Demak 1.497.546.579 4.325.992.956 2.828.446.377 22 Kab Semarang 6.100.095.101 11.948.335.988 5.848.240.887 23 Kab Temanggung 1.022.780.995 1.792.018.519 769.237.524 24 Kab Kendal 6.132.469.601 8.372.863.324 2.240.393.723 25 Kab Batang 979.099.880 2.055.299.277 1.076.199.397 26 Kab Pekalongan 1.705.308.525 2.423.690.460 718.381.935 27 Kab Pemalang 253.232.148 441.701.435 188.469.287 28 Kab Tegal 1.084.923.085 1.533.659.487 448.736.402 29 Kab Brebes 340.800.840 505.252.496 164.451.656 30 Kota Magelang 251.243.750 486.215.878 234.972.128 31 Kota Surakarta 1.236.879.942 2.007.373.126 770.493.184 32 Kota Salatiga 1.217.924.581 1.853.559.590 635.635.009 33 Kota Semarang 15.918.188.274 25.035.306.475 9.117.118.201 34 Kota Pekalongan 400.332.631 700.165.773 299.833.142 35 Kota Tegal 436.440.844 591.141.779 254.700.935 Total 103.225.188.424 165.221.778.648 62.096.590.224


(2)

112

Lampiran 14

Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 40.843871 (34,67) 0.0000

Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.


(3)

113

Lampiran 15

Hasil Uji Multikolinieritas

Hasil Uji Autokorelasi

Tabel 4.2 Hasil Pengujian

Autokorelasi

R-squared 0.964400 Mean dependent var 4.908496 Adjusted R-squared 0.944740 S.D. dependent var 4.923446 S.E. of regression 0.146864 Sum squared resid 1.445131 F-statistic 49.05459 Durbin-Watson stat 2.458796 Prob(F-statistic) 0.000000

AGLOMERASI TPAK OUTPUT

AGLOMERASI 1.000000 -0.280357 0.385508

TPAK -0.280357 1.000000 -0.122904


(4)

114

Hasil Uji Normalitas

Kab/Kota PE Aglomerasi TPAK Output 5%

Kab Cilacap 0.804255 0.823545 0.855140 0.786961 0,05

Kab Banyumas 0.850896 0.766812 0.843532 0.795274 0,05

Kab Purbalingga 0.787504 0.795715 0.773136 0.824385 0,05

Kab Banjarnegara 0.772472 0.847194 0.781452 0.766765 0,05

Kab Kebumen 0.810323 0.768792 0.868144 0.868035 0,05

Kab Purworejo 0.786522 0.823022 0.811067 0.861832 0,05

Kab Wonosobo 0.772472 0.867944 0.797394 0.845187 0,05

Kab Magelang 0.857372 0.830809 0.783567 0.850791 0,05

Kab Boyolali 0.769696 0.795404 0.815714 0.864925 0,05

Kab Klaten 0.772057 0.768101 0.858703 0.802124 0,05

Kab Sukoharjo 0.853794 0.778641 0.856834 0.785696 0,05

Kab Wonogiri 0.831479 0.832530 0.841744 0.822790 0,05

Kab Karanganyar 0.767635 0.777712 0.767781 0.827406 0,05

Kab Sragen 0.784242 0.774432 0.865152 0.828947 0,05

Kab Grobogan 0.766850 0.787549 0.868487 0.794728 0,05

Kab Blora 0.767930 0.775971 0.855252 0.774943 0,05

Kab Rembang 0.781215 0.808359 0.815332 0.766822 0,05

Kab Pati 0.863016 0.845946 0.862400 0.865773 0,05

Kab Kudus 0.773047 0.767251 0.824333 0.768950 0,05

Kab Jepara 0.866378 0.769109 0.861625 0.776894 0,05

Kab Demak 0.774084 0.802367 0.786236 0.770232 0,05

Kab Semarang 0.864991 0.862353 0.801886 0.866078 0,05

Kab Temanggung 0.854781 0.773488 0.863895 0.863526 0,05

Kab Kendal 0.766894 0.866121 0.864118 0.862210 0,05

Kab Batang 0.791994 0.862954 0.767433 0.776929 0,05

Kab Pekalongan 0.769283 0.799829 0.866955 0.794571 0,05

Kab Pemalang 0.830969 0.817947 0.823325 0.868652 0,05

Kab Tegal 0.800498 0.868419 0.826419 0.867618 0,05

Kab Brebes 0.856490 0.768569 0.813703 0.783369 0,05

Kota Magelang 0.838768 0.768755 0.818357 0.851893 0,05

Kota Surakarta 0.829382 0.831341 0.786137 0.799989 0,05

Kota Salatiga 0.830702 0.766811 0.868815 0.830241 0,05

Kota Semarang 0.832050 0.816703 0.821342 0.866969 0,05

Kota Pekalongan 0.768604 0.766948 0.791123 0.868811 0,05


(5)

115

Lampiran 16

Hasil Uji Fixed Effect

Dependent Variable: LNP__E__

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/20/14 Time: 09:53

Sample: 2009 2011 Periods included: 3

Cross-sections included: 35

Total panel (balanced) observations: 105 Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.006105 0.192088 5.237728 0.0000 AGLOMERASI -0.063717 0.040100 -1.588955 0.1168 TPAK 0.005390 0.002454 2.196322 0.0315 OUTPUT 0.044800 0.006077 7.372086 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.964400 Mean dependent var 4.908496 Adjusted R-squared 0.944740 S.D. dependent var 4.923446 S.E. of regression 0.146864 Sum squared resid 1.445131 F-statistic 49.05459 Durbin-Watson stat 2.458796 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.615008 Mean dependent var 1.556464 Sum squared resid 1.835229 Durbin-Watson stat 2.667674


(6)

116

Lampiran 17

Hasil Analisis Aglomerasi

Tabel 4.1

Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah

Aglomerasi Wilayah Kuat (>4)

Sedang (2-4)

Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan

Lemah (1-2)

Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab