Representasi Hak Muslim Dalam Film Air Mata Fatimah

REPRESENTASI HAK MUSLIM DALAM FILM AIR MATA FATIMAH

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
Thabitha Nasthy Dhiraja
NIM: 1112051000141

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M

i

ABSTRAK
Thabitha Nasthy Dhiraja
NIM: 1112051000141

Representasi Hak Muslim dalam Film Air Mata Fatimah
Film merupakan media komunikasi massa. Film merupakan alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Akan tetapi
tidak selalu hal-hal yang ditayangkan dalam film dapat dimengerti tanpa
pengamatan yang mendalam. Air Mata Fatimah merupakan film drama religi
yang diangkat dari sebuah kisah nyata. Film Air Mata Fatimah ini
menggambarkan bagaimana Hamda dan Fatimah anak semata wayangnya yang
memperjuangkan hak-hak keIslamannya. Film drama religi ini merupakan film
yang berbeda dengan film lainnya, pasalnya film-film lain yang selama ini hadir
lebih mengedepankan percintaan dan berbalut religi, sedangkan film Air Mata
Fatimah lebih mengedepankan religi sosial.
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana makna denotasi, konotasi dan
mitos yang ada dalam film Air Mata Fatimah? Bagaimana perjuangan seorang
anak gadis yang menuntut hak keIslamannya di representasikan film Air Mata
Fatimah?
Metodologi penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme dan
pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan Metode
penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika Roland Barthes. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara yang diajukan kepada sutradara film Air
Mata Fatimah. Teknik observasi berupa pengamatan dan pencatatan dengan cara

menonton dan mengamati dialog dan adegan dalam film Air Mata Fatimah,
kemudian mencatat dan menganalisisnya. Penulis juga melakukan teknik
dokumentasi berupa pengumpulan dokumen-dokumen berupa film Air Mata
Fatimah, serta referensi dari artikel, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya
yang berkaitan dengan penulisan ini.
Penelitian ini menggunakan teori representasi Stuart Hall dan konsep
semiotika Roland Barthes. Menurut Stuart Hall representasi merupakan
perwakilan yang menghubungkan makna dan bahasa. Representasi dapat
berwujud gambar, kata, cerita yang mewakili ide, emosi, fakta dan sebagainya.
Dan bagaimana representasi tersebut dikaitkan dengan semiotika Roland Barthes
yang mengembangkan semiotik menjadi dua tataran pertanda tentang makna yang
terkandung dalam film. Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan penanda dan petanda yang disebut sebagai denotasi, kemudian konotasi
adalah istilah untuk menunjukan signifikasi tahap kedua, pada signifikasi tahap
kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.
Hasil penulisan mengacu kepada representasi hak muslim yang
disampaikan melalui tokoh-tokoh, dialog, perilaku, karakter dan kejadian dalam
film Air Mata Fatimah. Penulis menemukan bahwa film ini menggambarkan
bagaimana perjuangan seorang gadis muslim yang menuntut hak-haknya yang
terdapat dalam scene 21, scene 29-32, scene 43, scene 49-54, scene 55 dan scene

95. Film ini menggambarkan keterbatasan hak seorang gadis muslim dalam
kemerdekaan beragama, tidak mendapatkan hak persamaan, dan tidak
mendapatkan hak milik dan hak hidup.
Keyword: Semiotika, Representasi, Film, Hak, Air Mata Fatimah

ii

KATA PENGANTAR
bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syujur kita panjatkan kepada Allah SWT. Dialah tempat
bersandar, dan sumber hidup yang tanpa batas, Rahman dan Rahim tetap
menghiasi asma-Nya, sehingga penulis diberikan kekuatan fisik dan psikis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Representasi Hak Muslim dalam
Film Air Mata Fatimah”.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan atas penghulu umat Islam Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang telah
membuka pintu keimanan yang bertauhidkan kebenaran dan pencerahan atas
kegelapan manusia serta uswatun hasanah yang dijadikan sebuah pelajaran bagi
muslim dan muslimah hingga akhir zaman.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkan penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terimakasih pada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, terutama kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. Arief
Subhan, M. A. Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto,
P.hD. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Ibu Roudhonah,
M. Ag. Serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr.
Suhaimi, M. Si.

iii

2. Bapak Drs. Masran, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Ibu Fita Fathurokhmah, M. Si, Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Drs. Gun Gun Heryanto, M. Si, Selaku Dosen Penasehat
Akademik KPI E angkatan 2012 yang telah memberikan bantuan
dalam penyusunan proposal skripsi..

5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mewariskan ilmu kepada penulis
selama masa aktif perkuliahan. Semoga ilmu yang Bapak dan Ibu
berikan bermanfaat bagi penulis dan menjadi amal baik yang akan
terus mengalir.
6. COSMIC PRODUCTION, rumah produksi film Air Mata Fatimah
yang telah memberikan izinnya kepada penulis untuk melakukan
penelitian film produksinya. Serta Bapak Bayu Pamungkas Atmojo
selaku Sutradara film Air Mata Fatimah yang telah meluangkan
waktunya kepada penulis untuk diwawancarai.
7. Para staf Tata Usaha (TU) yang telah membantu surat-menyurat untuk
penelitian skripsi ini. dan juga para staf perpustakaan yang telah
memberikan pelayanan dan fasilitas buku-buku referensi.
8. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sobary Firmansyah dan Ibu Nani
Nasution atas segala kasih sayang, perhatian, serta semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.

iv

9. Sahabat tercinta, Falah Fachrani, Fitri Permatasari, Mia Kurnia yang

selalu memberi dorongan, masukan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan KPI E 2012, Mudillah, Aisyah, Sarah,
Syifa, Nenden, Dityan, Bilqis, Nufus, dan yang lainnya, yang telah
bersama-sama berjuang masuk ke Universitas, dan selalu menjadi
tempat bertukar pikiran serta berbagi pengalaman yang berharga
selama berada di bangku kuliah.
11. Kawan-kawan KKN Al-Malika yang saat ini tengah berjuang juga
menghadapi skripsi di fakultas masing-masing.
12. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga pasrtisipasi mereka dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan
yang baik dari-Nya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis

Thabitha Nasthy Dhiraja

v


DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................

i

KATA PENGANTAR .....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
A.
B.
C.
D.
E.
F.

1

Latar Belakang Masalah .......................................................................
Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................
Tinjauan Pustaka ..................................................................................
Metodologi Penelitian ..........................................................................
Sistematika Penulisan ..........................................................................

1
4

5
6
7
12

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP ..................

14

A. Teori Representasi Stuart Hall .............................................................
B. Ruang Lingkup Semiotika....................................................................
1. Pengertian Semiotika ...............................................................
2. Semiotika Roland Barthes ........................................................
C. Konsep Hak Seorang muslim ...............................................................
D. Tinjauan Tentang Film .........................................................................
1. Pengertian Film ........................................................................
2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa..................................
3. Jenis-Jenis Film ........................................................................
4. Unsur-Unsur dalam Film .........................................................
5. Struktur Film ............................................................................


14
17
17
20
22
24
24
26
26
28
30

BAB III GAMBARAN UMUM FILM AIR MATA FATIMAH ....................

33

A.
B.
C.

D.

Sekilas Tentang Film Air Mata Fatimah ..............................................
Sinopsis Film Air Mata Fatimah ..........................................................
Profil Sutradara Film Air Mata Fatimah ..............................................
Pemain Film Air Mata Fatimah............................................................
1. Reyhanna Alhabsyi ..................................................................
2. Anindika Widya .......................................................................

33
34
36
36
36
38

vi

3. Reza Pahlevi .............................................................................
4. Oka Sugawa .............................................................................
5. Dwi Andhika ............................................................................
6. Jajang C. Noer ..........................................................................
E. Tim Produksi Film Air Mata Fatimah ..................................................

39
41
41
43
44

BAB IV TEMUAN ANALISIS DATA ...........................................................

46

A. Semiotika Cerita dalam Film Air Mata Fatimah ..................................
1. Scene 1 .....................................................................................
2. Scene 2 .....................................................................................
3. Scene 3 .....................................................................................
4. Scene 4 .....................................................................................
5. Scene 5 .....................................................................................
6. Scene 6 .....................................................................................
B. Representasi Makna dalam Film Air Mata Fatimah ............................

46
46
51
61
65
72
76
79

BAB V PENUTUP ...........................................................................................

83

A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Kritik dan Saran ...................................................................................

83
84

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

86

LAMPIRAN .....................................................................................................

88

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Scene 1 .............................................................................................

47

Tabel 4.2 Scene 2 .............................................................................................

52

Tabel 4.3 Scene 3 .............................................................................................

61

Tabel 4.4 Scene 4 .............................................................................................

66

Tabel 4.5 Scene 5 .............................................................................................

73

Tabel 4.6 Scene 6 .............................................................................................

76

viii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes ..........................................................

21

Gambar 3.1 Bayu Pamungkas Atmodjo ...........................................................

36

Gambar 3.2 Reyhanna Alhabsyi ......................................................................

36

Gambar 3.3 Anindika Widya ...........................................................................

38

Gambar 3.4 Reza Pahlevi .................................................................................

39

Gambar 3.5 Oka Sugawa..................................................................................

41

Gambar 3.6 Dwi Andhika ................................................................................

41

Gambar 3.7 Jajang C. Noer ..............................................................................

43

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Komunikasi massa merupakan media yang sangat berpengaruh
bagi manusia. Komunikasi massa bekerja seperti jarum hipodermik atau
teori peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, di mana
kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan
obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.1 Salah
satu bentuk media komunikasi massa yang paling diminati adalah film,
karena melalui film pesan-pesan yang ingin disampaikan komunikator
dapat disalurkan dan dapat diterima oleh komunikan dengan baik. Film
yang menampilkan dan mempertunjukkan gambar-gambar hidup seolaholah memindahkan realitas ke atas layar besar. Maka tak heran apabila
film menjadi media komunikasi massa yang paling banyak diminati dari
dulu hingga saat ini.
Film merupakan karya estetika sekaligus sebagai alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Akan
tetapi tidak selalu hal-hal yang ditayangkan dalam adegan pada film dapat
dimengerti tanpa ada pengamatan yang mendalam, seringkali adegan yang
muncul mengandung pesan yang diwakilkan oleh properti-properti yang di
visualisasikan pada tayangan film itu sendiri. Film juga merupakan
ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan. Ia juga mencerminkan

1

Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Tanggerang: Ramdina
Prakasa, 2005), h. 12

1

2

dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas terlihat dalam
masyarakat.2 Maka dari itu terkadang kita harus lebih teliti dengan apa
yang kita tonton sehingga dapat memahami apa yang ingin disampaikan
dan dimaksud dari isi sebuah film.
Pembuatan film tidaklah mudah dan tidak sesingkat saat kita
menontonnya, tetapi membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang
baik proses pemikiran maupun proses teknik. Proses pemikiran berupa
pencarian ide atau gagasan cerita yang akan digarap, sedangkan proses
teknik berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan ide atau gagasan
menjadi sebuah film yang siap ditonton. Pencarian ide atau gagasan ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengangkat kisah dari novel,
kisah nyata, cerpen, puisi, dongeng atau bisa juga mengacu pada buku
catatan pribadi. Maka film yang diangkat oleh penulis ialah film “Air Mata
Fatimah” yang ide ceritanya diambil atau berasal dari sebuah kisah nyata
yang pernah terjadi di daerah Sumatera.
Film ini merupakan film drama religi yang mengisahkan tentang
perjuangan Hamda dan anak semata wayangnya yang bernama Fatimah.
Setiap hari mereka harus berjuang dengan kehidupan yang cukup
memprihatinkan. Mereka tersisih dari keramaian penduduk desa dan
tinggal di sebuah gubuk kecil di atas bukit yang jauh dari kehidupan
perkampungan. Hal ini dikarenakan, Hamda yang berprofesi sebagai
wanita tuna susila yang sering dicemooh dan diasingkan oleh warga.

2

Pranajaya, Film dan Masyarakat, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman, 1992),
h. 6

3

Hamda dan Fatimah yang terbuang menjadi menderita lahir dan batin
karena profesi sang Ibu yang hina tersebut.
Suatu hari Hamda mengalami dilema yang sangat serius ketika
Fatimah tidak menginginkan baju bagus untuk dikenakan, melainkan ia
ingin mempunyai Kitab Suci Al-Quran, mukena, sajadah, dan buku-buku
Agama Islam. Tentu saja Hamda yang berprofesi sebagai wanita tuna
susila tidak berani membelikan Fatimah alat-alat suci Islam dengan uang
hasil ia bekerja. Ketika Hamda dan Fatimah hendak membeli alat-alat suci
segera di usir dari toko dan di keroyok massa kampung tersebut karena
dianggap tidak pantas untuk membeli barang tersebut mengingat pekerjaan
sang ibu. Sebagai seorang muslim maka Fatimah memperjuangkan dan
menuntut hak-haknya sebagai seorang muslim yang ingin mempelajari
Agama Islam secara mendalam.
Film religi ini merupakan film yang berbeda dengan film religi
lainnya,

pasalnya

film-film

lain

yang

selama

ini

hadir

lebih

mengedepankan percintaan dan berbalut religi. Sedangkan film Air Mata
Fatimah lebih mengangkat religi sosial yang benar-benar mengandung
pesan moral Islam bagi penontonnya. Film ini dapat dikatakan sebagai
media dakwah, karena film ini mengandung nilai-nilai Islam dalam rangka
mengadakan suatu perbaikan umat dari kondisi buruk kepada kondisi yang
lebih baik lagi. Dakwah saat ini tidak selalu hanya melihat para Dai‟ah
yang memberikan tausyiah di depan mimbar dan forum majelis, melainkan
sudah berkembang kepada era globalisasi modern seperti melalui media
film. Dakwah adalah suatu kegiatan ajakan, baik berbentuk lisan maupun

4

tulisan (tingkah laku) dan sebagainya dilakukan secara sadar dan
berencana dalam usaha memengaruhi orang lain, baik secara individu
maupun kelompok, agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran,
sikap penghayatan serta pengalaman terrhadap ajaran agama sebagai pesan
yang disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur-unsur paksaan.3
Dengan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna simbolis mengenai
representasi perjuangan gadis muslim yang menuntut hak-hak untuk
mempelajari Agama Islam secara mendalam dalam film Air Mata Fatimah.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian

sekaligus

dijadikan

sebagai

judul

skripsi

yaitu:

“REPRESENTASI HAK MUSLIM DALAM FILM AIR MATA
FATIMAH”
B.

Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis sengaja
membatasi pengambilan adegan-adegan dalam film “Air Mata Fatimah”
yang memiliki simbol dan merepresentasikan perjuangan Fatimah yang
menuntut hak-haknya, dari total 95 scene menjadi 6 bagian yaitu scene 21,
scene 29-32, scene 43, scene 49-54, scene 55 dan scene 95.
Berdasarkan pembatasan masalah tadi, maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:

3

M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) cet. Ke-2, h.
17

5

1. Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam film Air
Mata Fatimah?
2. Bagaimana perjuangan seorang anak gadis yang menuntut hak
keislamannya di representasikan film Air Mata Fatimah?
C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitianya
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam
film Air Mata Fatimah.
b. Untuk mengetahui bagaimana perjuangan seorang anak gadis yang
menuntut hak keIslamannya di representasikan dalam film Air
Mata Fatimah.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademik
Diharapkan

hasil

penelitian

ini

dapat

memberikan

kontribusi dan menjadi referensi di bidang ilmu komunikasi, bagi
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI), dalam mengembangkan penelitian skripsi
menganalisis film dalam kajian semiotika.

6

b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah diharapkan
bisa memberikan deskripsi dalam membaca makna

yang

terkandung dalam sebuah film melalui kajian semiotika. Selain itu,
dari segi praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
praktisi perfilman terutama untuk memberikan sudut pandang lain
dalam melihat sebuah film.
D.

Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan
kepustakaan yang ada di Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir
serupa, diantaranya yaitu:
1. Skripsi Sita Mawarni Murdiarti (109051000167) dengan judul
“REPRESENTASI SIMBOL KEISLAMAN FILM MATA TERTUTUP
KARYA GARIN NUGROHO”. Dalam skipsi tersebut penulis
menganalisis simbol keIslaman dalam film Mata Tertutup. Penulis
menggunakan model analisis semiotika Charles Sanders Pierce dan
teori representasi. Kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis
teori reprentasi, yang kemudian dijadikan alasan penulis mengambil
skripsi tersebut sebagai acuan. Akan tetapi tentu saja terdapat
perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti
dan teori yang digunakan.

7

2. Skripsi

Meta Yunita

Kusuma (109051000152) dengan

judul

“REPRESENTASI TOLERANSI UMAT BERAGAMA DALAM
FILM SANG MARTIR”. Dalam skripsi tersebut penulis membahas
tentang representasi toleransi umat beragama dalam film Sang Martir
dengan menggunakan metode analisis semiotik Charles Sanders
Pierce. Kesamaan pada teori representasi yang digunakanlah yang
menjadi alasan penulis menjadikan skripsi tersebut sebagai acuan.
Akan tetapi tentu saja selalu terdapat perbedaan skripsi penulis, yaitu
dari segi kasus yang diteliti, metode analisis, dan objek penelitiannya.
3. Skripsi

Nurmalisa

Nazaroni

(1110051000114)

dengan

judul

“SEMIOTIKA JIHAD FI SABILILLAH „IBNU BATTUTAH‟
DALAM FILM JOURNEY TO MECCA”. Skripsi terakhir membahas
mengenai analisis semiotik jihad Ibnu Battutah dalam film Journey to
Mecca, menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Kesamaan
dalam menggunakan metode semiotika Roland Barthes lah yang
menjadi alasan penulis menjadikan skripsi tersebut sebagai acuan.
Sedangkan perbedaan dari skripsi tersebut ialah kasus yang diangkat
dan objek yang berbeda.
E.

Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigma konstruktivisme. Aliran ini melihat bahwa realitas ada

8

sebagai hasil konstruksi dari kemampuan berpikir seseorang.4 Maka
analisis dalam pandangan kontruktivis ialah menemukan bagaimana
realitas dikontruksi dan menggunakan cara apa kontruksi tersebut
dibentuk. Paradigma ini dipakai peneliti untuk menggali makna dan
pesan yang terkandung dalam film Air Mata Fatimah dan
mengkontruksikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada
penonton.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya
dengan menggunakan data empiris yang bertujuan mengembangkan
pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan
konteks yang relevan.5 Penulis akan menggunakan data-data empiris
lainnya untuk memberikan makna yang ingin disampaikan dalam film
Air Mata Fatimah, agar penafsiran pesan dalam film Air Mata
Fatimah tepat dengan isi pesan yang ingin disampaikan.
3. Metode Penelitian
Metode

yang

digunakan

dalam

penelitian

ini

ialah

menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes, yang berfokus
pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification).
Yang mana signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara
4

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta; Bumi Aksara, 2013),
h.48.
5
Mashuri dan M. Zainuddin, Metodelogi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif (Malang:
Refika Aditama, 2008), hal. 13

9

signifer (penanda) dan signinified (petanda) di dalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi,
yaitu makna yang paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang
digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Pada
signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui

mitos

(myth).

Mitos

adalah

bagaimana

kebudayaan

menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau
gejala alam.6
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah film Air Mata Fatimah. Adapun
objek penelitiannya adalah potongan gambar dan dialog yang
mengandung unsur

perjuangan hak keislaman seorang anak gadis

yang ada dalam film Air Mata Fatimah.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer berupa data yang diperoleh dari rekaman video film
Air Mata Fatimah, yang kemudian dibagi per-scence dan dipilih
adegan-adegan sesuai rumusan masalah, yang digunakan untuk
penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen, atau
literatur-literatur data yang mendukung data primer, seperti buku6

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.127-128

10

buku yang sesuai dengan penelitian, artikel koran, catatan kuliah,
kamus istilah, internet dan sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data penulis menggunakan teknik
wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
a. Wawancara:

Teknik

wawancara

(interview)

adalah

teknik

pencarian data atau informasi mendalam yang diajukan kepada
responden atau informan dalam bentuk pertanyaan.7 Penulis
melakukan wawancara kepada pihak terkait, yang dapat membantu
penulis guna menggali informasi lebih mendalam yang berkaitan
dengan penulisan. Dalam penulisan ini data diperoleh dari
wawancara kepada Produser Pelaksana film Air Mata Fatimah
yaitu Bayu Pamungkas Atmodjo.
b. Observasi: Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan
sesuatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki.
Observasi dapat dilakukan sesaat atau pun mungkin dapat diulang.8
Observasi yang melakukan pengamatan secara langsung dan tidak
terikat terhadap objek penelitian dan unit analisis dengan cara
menonton dan mengamati secara teliti dialog-dialog, serta adeganadegan dalam film Air Mata Fatimah. Kemudian mencatat,
memilih, dan menganalisisnya sesuai dengan model penelitian yang
digunakan.

7

Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 79.
8
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu
sosial lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 116.

11

c. Dokumentasi: Teknik dokumentasi adalah pengumpulan dokumendokumen berupa film Air Mata Fatimah, serta referensi-referensi
yang didapat dari buku, atau artikel-artikel dari internet, surat
kabar, majalah, jurnal catatan, dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan penulisan ini.
7. Teknik Analisis Data
Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, kemudian
teknik analisis data diklasifikasikan sebagai berikut:9
a. Reduksi Data: Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi
data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis, ia
merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi.
b. Paparan Data: Tahapan penting yang kedua dari kegiatan analisis
adalah penyajian data, penyajian data ialah sekumpulan informasi
yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajianpenyajian maka akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan
apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah
9

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualiatif, (Jakarta: Unversitas
Indonesia, 1992), hlm. 16-19

12

mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat
dari penyajian-penyajian tersebut.
c. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi): Kegiatan analisis ketiga yang
penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Penarikan
kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi
yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Kemudian, dilakukan analisis data dengan
menggunakan teknik analisis semiotik Roland Barthes. Dimana
Roland mengembangkan semiotik menjadi denotasi, konotasi dan
mitos.
F.

Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah proses penulisan maka skripsi ini dibagi
menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN yang berisi Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penilitian, Tinjauan
Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II: LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
menjelaskan tentang semiotika, konsep semiotika Roland Barthes,
representasi hak muslim, serta tinjauan tentang film.
BAB III: GAMBARAN UMUM menguraikan gambaran umum
tentang film Air Mata Fatimah, profil Sutradara film Air Mata Fatimah,
tim produksi, dan profil pemain film Air Mata Fatimah.
BAB IV: TEMUAN DAN ANALISA DATA merupakan hasil
penelitian analisis semiotika terhadap film Air Mata Fatimah, berupa

13

identifikasi umum temuan data, makna konotasi, denotasi dan mitos dalam
film Air Mata Fatimah dan representasi makna dalam film Air Mata
Fatimah.
BAB V: PENUTUP DAN KESIMPULAN merupakan akhir atau
penutup dari penulisan skripsi ini, berisi kesimpulan dan saran-saran. Pada
bagian ini merupakan kesimpulan terhadap beberapa pertanyaan yang ada
dalam rumusan masalah.

14

BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
A.

Teori Representasi Stuart Hall
Stuart Hall beragumentasi bahwa representasi dipahami sebagai
berikut:10
Representation: Cultural Representation and signifying Practice,
“Representation
connect
meaning
and
language
to
culture...representation is an essential part of the process by wich
meaning is produced and exchanged between member of culture.”
Artinya: Perwakilan budaya dan praktek yang signifikan,
“perwakilan menghubungkan makna dan bahasa atas kebudayaan...
perwakilan merupakan bagian penting dari proses yang berarti
dihasilkan dan ditukar diantara para anggota”
Melalui representasi suatu makna diproduksi dan dipertukarkan
antar anggota masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa, representasi secara
singkat adalah cara memproduksi makna. Representasi bekerja melalui
sistem representasi, sistem ini terdiri dari dua komponen yang penting
yakni konsep pikiran dan bahasa. Keduanya saling berkorelasi, konsep dari
suatu hal yang diketahui dalam pikiran sehingga dapat mengetahui makna
akan

hal

tersebut,

namun

tanpa

bahasa

tidak

akan

bisa

mengkomunikasikannya. Kemudian akan menjadi lebih rumit ketika tidak
dapat mengungkapkan hal tersebut dengan bahasa yang dimengerti orang
lain.
Sistem representasi yang kedua adalah bekerja pada hubungan
antara tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah,
selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah akibat dari hal tersebut
10

Chris Baker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Bantul: Kreasi Wacana Offset, 2000), h. 19

14

15

maka makna juga berubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam
pemaknaan.
Jadi representasi adalah proses yang terus berkembang seiring
dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu
manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Oleh karena itu
yang terpenting dalam sistem representasi adalah bahwa kelompok
masyarakat tersebut dapat bertukar makna dengan baik yaitu kelompok
masyarakat yang memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan, sehingga
dapat menciptakan pemahaman yang sama. Menurut Stuart Hall11
Member of same cultural must share concept, images, and ideas
which enable them to think and feel about the world in roughly
similiar ways. The must share, broadly speaking, the same
„cultural codes‟ in this sense, thinking and feeling are themselves
„system of respresentation‟.
Artinya: Anggota dari budaya yang sama harus berbagi konsep,
gambar, dan ide-ide yang dapat memungkinkan mereka untuk
berfikir dan merasakan dunia dengan cara yang hampir sama.
Konsep harus berbagi, secara umum, adalah „kode budaya‟ yang
sama dalam hal ini, berpikir dan merasakan sendiri yang
merupakan „sistem perwakilan‟.
Berfikir dan merasa menurut Stuart Hall juga merupakan sistem
representasi, sebagai sistem representasi maka berfikir dan merasa juga
berfungsi untuk memaknai sesuatu. Oleh karena itu untuk dapat
melakukan hal tersebut maka diperlukan latar belakang pemahaman yang
sama terhadap konsep, gambar, dan ide (cultural code).
Pemahaman terhadap sesuatu benda tersebut dapat sangat berbeda
pada lompok lainnya. Karena pada dasarnya masing-masing masyarakat
mempunyai cara tersendiri dalam memaknai sesuatu. Suatu kelompok
11

Chris Baker, Cultural Studies: Teori dan Praktik, h. 22

16

masyarakat yang memiliki pemahaman yang berbeda dalam memaknai
kode-kode budaya tidak akan bisa memahami makna kelompok
masyarakat lain. Konsep yang masih abstrak harus diterjemahkan dalam
„bahasa‟ yang lazim, agar dapat dihubungkan antara konsep dan ide-ide
tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai
suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya.
Oleh karena itu konsep (dalam pikiran) dan tanda (bahasa) menjadi
bagian penting yang digunakan dalam proses kontruksi atau produksi
makna. jadi dapat disimpulkan bawha representasi adalah suatu proses
untuk memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran kita melalui
bahasa. Proses produksi makna tersebut dimungkinkan dengan hadirnya
sistem representasi.
Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi
merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggaris bawahi
hal-hal tertentu. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan
untuk melakukan representasi tentang sesuatu yang mengalami proses
seleksi.

Mana

yang sesuai

dengan

kepentingan-kepentingan

dan

pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan
sementara tanda lain diabaikan.12 Representasi bukanlah suatu kegiatan
atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang
seiring dengan kemampuan intelekual dan kebutuhan para pengguna tanda
yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi
merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan

12

Marcel Danesi, Pesan Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 3

17

baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil
pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna
diproduksi dan dikontruksi. Ini menjadi proses penandaan praktik yang
membuat suatu hal bermakna sesuatu.13
Menurut pengertian di atas representasi adalah sebuah cara dimana
memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Representasi
merujuk kepada segala bentuk media terutama media massa terhadap
segala apa yang dikonstruksikannya dan bagaimana kita memaknainya.
B.

Ruang Lingkup Semiotika
1.

Pengertian Semiotika
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang
disebut dengan “tanda”. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat
tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda tersebut
sebagai “kebohongan”, dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi di
baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri. Menurut Saussure,
persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikontruksikan oleh kata-kata
dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini
dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia,
lebih dari sekedar merefleksikan realitas yang ada.14

13

Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,
(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 123
14
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 87

18

Dalam arti lain semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Semiotika atau dalam istilah Roland Barthes,
semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memakai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini
tidak

dapat

dicampuradukkan

dengan

mengkomunikasikan

(to

communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal ini di mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.15
Terdapat beberapa tokoh yang menggeluti bidang semiotik atau
semiotika, diantaranya sebagai berikut: 16
a. Charles Sanders Pierce: Pierce terkenal karena teori tandanya. Di
dalam lingkup semiotika, Pierce, sebagaimana dipaparkan Lechte,
seringkali mengulang-ngulang bahwa secara umum tanda adalah yang
mewakili sesuatu bagi seseorang. Berdasarkan objeknya, Pierce
membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol. Dijelaskan, ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.
Misalnya seperti potret dengan peta. Indeks adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang
bersifat kausal atau kenyataan, contohnya seperti asap sebagai
penanda bahwa adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukan
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.
b. Ferdinand de Saussure: Sedikitnya ada lima pandangan Saussure yang
di kemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi15
16

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 13-15
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 39-62

19

Strauss, salah satunya ialah Signifier (penanda) dan signified
(petanda). Dengan kata lain penanda adalah “bunyi yang bermakna”
atau “coretan yang bermakna”. Bisa juga disebut aspek material dari
bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau
dibaca. Sedangkan, petanda adalah gambaran mental, pikiran atau
konsep. Bisa juga disebut aspek mental dari bahasa. Dalam tanda
bahasa yang konkret, kedua unsur tadi merupakan sesuatu yang tidak
dapat dilepaskan.
c. Roland Barthes: Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun
merupakan sifat asli dalam tanda, membutuhkan keaktifan pembaca
agar dapat berfungsi. Secara panjang lebar Barthes mengulas apa yang
sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua yang
dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua
ini disebut Barthes dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya
secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran
pertama.
Beberapa jenis semiotik umum yang digunakan dalam sebuah
penelitian yang diantaranya adalah:17
a. Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic): Semiotik Pragmatik
menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang
menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan,
dalam batas perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik
17

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Wacana Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 100

20

merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem
tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik
Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan
perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian.
b. Semiotik

Sintaktik

menguraikan

(semiotic

tentang

kombinasi

syntactic):
tanda

Semiotik
tanpa

Sintaktik

memperhatikan

maknanya ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik
Sintaktik ini mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang
menginterpretasikan. Dalam arsitektur, semiotik sintaktik merupakan
tinjauan tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi
dari berbagai sistem tanda.
c. Semiotik

Semantik

(semiotic

semantic):

Semiotik

Sematik

menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan „arti‟ yang
disampaikan. Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan
tentang sistem tanda

yang dapat

sesuai

dengan arti

yang

disampaikan. Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna
yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui
ekspresi wujudnya.
2.

Semiotik Roland Barthes
Roland Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga menengah
protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayyonne, kota kecil dekat
pantai Atlantik, di sebelah barat daya Prancis. Barthes dikenal sebagai

21

salah satu pemikir strukturalis yang rajin mempraktikkan model linguistik
dan semiologi saussuren.18
Barthes adalah salah satu pegikut Saussure, Barthes membuat
sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda.
Fokus Barthes lebih tertuju pada gagasan signifikasi dua tahap (two order
signification).

Gambar 2.1
Dalam gambar di atas, Barthes menjelaskan signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signified
(petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal, Barthes
menyebutnya sebagai denotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan
Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Pada signifikasi tahap
kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).19

18

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 122
19
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 127-128

22

a. Makna Denotasi: Denotasi sebagai suatu hubungan tanda-isi sederhana
atau makna yang paling nyata. Apa yang digambarkan tanda terhadap
sebuah objek.
b. Makna Konotasi: konotasi adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
c. Makna Mitos: mitos adalah bagaimana menjelaskan atau memahami
beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi.
C.

Konsep Hak Seorang Muslim
Muslim adalah seseorang yang menganut Agama Islam, ketika
seseorang dikatakan sebagai muslim itu artinya ia memiliki hak untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Kewajiban seorang
muslim ialah berilmu, beriman, berdakwah, berjihad dan beristiqomah.
Berilmu yaitu mendalami Agama Islam dengan cara mempelajari ilmu
fiqih, apabila kita mempelajari ilmu fiqih maka kita akan mengetahui
mana yang diperintahkan dan mana yang harus ditinggalkan menurut
ajaran Islam. Beriman ialah mempercayai adanya Allah, dan ketika orang
beriman ia akan berjuang dijalan Allah. Amal ialah perbuatan yang sesuai
dengan tuntutan syariatnya. Berdakwah adalah menyampaikan Islam
dengan cara Bil-Hikmah, yaitu mengajak orang lain kepada kebaikan.
Berjihad, berjuang dan berkorban dalam membela keagungan dan

23

kemuliaan Al-Islam. Istiqomah ialah konsisten, sabar, tabah dalam
beragama Islam.
Hak asasi manusia menurut pandangan Islam dapat dilihat dalam
konteks penjabaran yang sama sebagaimana tercermin dengan Hak Asasi
Manusia di dunia modern.20
a. Hak Hidup dan Hak Milik
Hak paling utama bagi manusia adalah hak untuk hidup dan
mempunyai hak atas apa yang dimilikinya. Kedua hak ini dijamin oleh
Nabi yang mengatakan bahwa setiap Muslim adalah saudara.
b. Hak Kebebasan Berpendapat dan Mengeluarkan pernyataan
Hak ini telah dikenalkan Islam sejak semuka. Hak ini merupakan
kebiasaan orang Islam untuk bertanya kepada Nabi tentang beberapa
masalah yang berkenaan dengan suatu perintah Tuhan yang
diwahyukan kepadaNya. Seiap pemerintahan Islam berada dalam
urusan-urusan penting, baik melalui parlemen maupun melalui
referendum.
c. Amar bil-Ma‟ruf
Hak manusia yang lain, yang dianugerahkan Islam secara khas adalah
hak setaip Muslim untuk memerintahkan kebaikan kepada orang
muslim yang lain dan mencegah mereka dari perbuatan jahat. Setiap
muslim dapat menasehati muslim lainnnya untuk mengikuti tingkah
laku yang benar dan mencegah perbuatan salah.

20

Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta: Asia
Foundation, 1987) h. 65

24

d. Hak Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan
Hak dasar manusia lainnya adalah hak kebebasan beragama dan
berkeyakinan.

Orang

Islam

tidak

hanya

diharuskan

untuk

menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan, mereka juga
diharapkan bermurah hati terhadap non-muslim yang tidak menyerang
dengan alasan Agama.
e. Hak Persamaan
Hak

manusia

lainnya

adalah

hak

persamaan.

Al-quran

menggambarkan idealisasinya tentang persamaan manusia seperti
yang tertera pada ayat berikut ini:

“Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan kamu laki-laki
dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
muliah di sisi Allah adalah orang yang paling baik tingkah lakunya.”
(Q.S. Al-Hujurat: 13)
D.

Tinjauan Tentang Film
1.

Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis
yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat
potret) atau tempat gambar yang positif (yang akan dimainkan di

25

bioskop).21 Sedangkan secara etimologis, film berarti moving image atau
gambar bergerak. Awalnya, film lahir sebagai bagian dari perkembangan
teknologi.22 Sedangkan menurut Hafied Cangara23, film dalam pengertian
sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian
yang lebih luas bisa juga termasuk sebuah acara yang disiarkan melalui
televisi, dalam kemampuan visualisasinya dan disukung oleh audio yang
khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media
pendidikan serta penyuluhan dengan jangkauan tempat penonton yangn
berbeda juga sangat luas. Karena itu film merupakan rekaman segala
macam gambar hidup atau bergerak, dengan suara untuk mendukung
gambar-gambar tersebut.
Film saat ini juga menjadi media belajar manusia mengenai sejarah,
tingkah laku manusia dan ilmu pengetahuan. Film bukan lagi sekedar
hiburan karena dalam film mengangkat realita kehidupan yang ada
dimasyarakat yang dikombinasikan dengan unsur hiburan dan pendidikan
didalamnya.
Film adalah bagian dari kehidupan sehari-hari kita, dalam banyak
hal, bahkan cara kita berbicara dipengaruhi oleh metafora film.24 Jadi
dapat disimpulkan bahwa film merupakan karya seni berupa gambar
bergerak

yang

mengandung

hiburan

dan

pembelajaran

yang

dipertunjukkan lewat proyeksi atau media elektronik, yang dapat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari manusia.
21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 316
22
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotik Media, (Yogyakarta: Jalasutra 2010), h. 132.
23
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 138
24
John Vivian, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2008) h. 160

26

2.

Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan
melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak luas.25 Komunikasi massa yang
mengandalkan media massa memiliki fungsi utama yaitu menjadi
penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa
memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada
masyarakat secara luas dalam waktu cepat dan singkat.26 Sehingga dapat
dipahami bahwa komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi
dimana seorang komunikator dapat menjangkau ribuan atau lebih khalayak
yang dilakukan melalui medium media massa.
Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa dari
berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian. Seni film sangat
mengandalkan teknologi sebagai bahan baku produksinya maupun dalam
hal eksibisi kehadapan penontonnya.27 Ini berarti film dapat digunakan
sebagai bentuk media komunikasi massa dan film dapat digunakan sebagai
bentuk penyampaian pesan moral dan juga sebagai bentuk kritik sosial.

3.

Jenis-jenis Film
Marcel Danesi mengatakan bahwa ada tiga jenis atau kategori
utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi.28

25

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) h.
71
26
Burhan Bungin, h. 80
27
John Vivian, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2008) h. 160
28
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotik Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 134-135

27

a. Film Fitur
Film fitur merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu
berupa narasi, yag dibuat dalam tiga tahap. Tahap praproduksi
merupakan periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa
berupa adaptasi dari novel, atau cerita pedek, cerita fiktif atau kisah
nyata yang dimodifikasi, maupun karya cetakan lainnya, bisa juga
yang ditulis secara khusus untuk dibuat fimnya. Tahap produksi
merupakan masa berlangsungnya pembuatan film berdasarkan
scenario pengambilan gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita,
disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.
b. Film Dokumenter
Film

dokumenter

merupakan

film

nonfiksi

yang

menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu
menggambarkan perasaanya dan pengalamannya dalam situasi
yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau
pewawancara. Robert Claherty mendefinisikannya sebagai “karya
ciptaan mengenai kenyataan”, creative treatment of actually.
Dokumenter seringkali