SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)

Disusun Oleh: CESILIA RATNA INTANNI D0206004 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan, yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011 kemarin mengatakan

jumlah pulau di Indonesia sebanyak 13.487 pulau. 1 Dengan populasi sebesar 237,6 juta orang pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk yang menempati urutan keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan

Amerika Serikat. 2 Beranekaragam suku bangsa, ras, bahasa, dan agama menempati seluruh wilayah di Indonesia. Enam agama yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sebelumnya pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, sekarang kebebasan beragama bagi Konghucu sudah diakui oleh negara sejak dicabutnya instruksi Presiden No.14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina melalui KEPPRES No.6 Tahun 2000

pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. 3 Adanya keberagaman ini

1 Mohamad Final Daeng, Indonesia Daftarkan 13.487 Pulau ke PBB, (http://nasional.kompas.com/read/2011/11/01/14162754/Indonesia.Daftarkan.13.487.Pulau.ke.P

2 BB diakses pada tanggal 16 November 2011, 10:14 WIB)

Bunga Manggiasih, Penduduk Indonesia Masuk Peringkat 4 Dunia, (http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-Masuk- Peringkat-4-Dunia diakses pada tanggal 29 Juli 2011, 18:51 WIB)

3 Suhadi Cholil, Resonansi Dialog Agama dan Budaya: Dari Kebebasan Beragama, Pendidikan Multikultural, sampai RUU Anti Pornografi , CRCS, Yogyakarta, 2008, hlm.81 3 Suhadi Cholil, Resonansi Dialog Agama dan Budaya: Dari Kebebasan Beragama, Pendidikan Multikultural, sampai RUU Anti Pornografi , CRCS, Yogyakarta, 2008, hlm.81

sebuah negara. 4 Semboyan itu sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dimana bangsa kita dipenuhi dengan keragaman yang berbeda tetapi bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan. Sebagai bangsa yang beragam, kita harus bersatu demi menciptakan masyarakat adil dan makmur. Dengan perbedaan- perbedaan tersebut seharusnya kita tidak saling bermusuhan, tapi hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Kita harus bisa menerima perbedaan- perbedaan yang ada dan saling menghargai satu sama lain. Apabila kita tidak bisa menghargai perbedaan di sekitar kita akan berdampak pada kesatuan bangsa. Seperti yang diungkapkan A.A. Ngr Anom Kumbara bahwa keberagaman sosio-kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan kebanggaan dan potensi kekayaan yang tak ternilai, tetapi juga mengandung potensi konflik yang amat besar. Apabila potensi konflik tersebut tidak dapat

4 Taufik Abdullah.“Refleksi Selintas tentang Primordialisme, Pluralisme, dan Demokrasi”, Jurnal 4 Taufik Abdullah.“Refleksi Selintas tentang Primordialisme, Pluralisme, dan Demokrasi”, Jurnal

Di Indonesia, potensi konflik antar agama dan golongan masih terlihat dan ini merupakan sebuah ancaman bagi pluralisme bangsa. Potensi konflik ini antara lain berbentuk kekerasan, pemaksaan kehendak, perusakan tempat ibadah, dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi pada tanggal 6 Februari 2011 kemarin, sebuah insiden kekerasan atas nama agama kembali terjadi di negara kita. Tiga korban tewas dan enam orang terluka parah dalam sebuah peristiwa penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di daerah Cikeusik, Pandeglang – Banten. Dua hari setelah insiden ini, kekerasan kembali terjadi di daerah Temanggung – Jawa Tengah. Terjadi kericuhan massa pada sidang pengadilan kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung. Dua bangunan Gereja dibakar, satu Gereja dirusak, satu sekolah, beberapa mobil dan motor dibakar dalam peristiwa ini. Kedua insiden ini menambah deretan berbagai kasus konflik atas nama agama dan perbedaan keyakinan di Indonesia.

Insiden ini memberikan cerminan bahwa kerukunan antar umat beragama dan kebebasan untuk memeluk agama dan keyakinan yang berbeda masih menjadi persoalan bagi sebagian warga negara. Beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar. Dalam menghadapi kemajemukan yang seperti itu tentu saja

5 A.A.Ngr Anom Kumbara.“Pluralisme dan Pendidikan Multikultural di Indonesia”, Jantra Jurnal Sejarah & Budaya . Edisi Vol.IV No.7 Tahun Juni 2009, hlm.531. Departemen Kebudayaan &

Pariwisata-Balai Pelestarian Sejarah & Nilai Tradisional. Yogyakarta Pariwisata-Balai Pelestarian Sejarah & Nilai Tradisional. Yogyakarta

Film “ ? “ mengisahkan hubungan antara tiga keluarga yang mempunyai perbedaan etnis dan agama. Ketiganya hidup berdampingan dalam lingkungan yang dikelilingi oleh Masjid, Gereja dan Klenteng. Dalam hubungan kehidupan sehari-hari adakalanya terjadi konflik karena perbedaan- perbedaan pandangan. Namun seringkali pula mereka saling mendukung dengan segala pengertian atas perbedaan-perbedaan tersebut. Dengan berbagai perbedaan pandangan hidup dan agama, pada akhirnya mereka semua menemukan satu kesamaan tentang hidup yang lebih baik dalam tatanan kebersamaan dan toleransi. Inilah potret Indonesia seutuhnya, dimana sikap saling mengerti dibutuhkan dalam memandang keragaman yang ada. Film ini sengaja diberi judul “ ? “ (baca : Tanda Tanya) untuk memberikan keleluasan

kepada para penonton dalam menyimpulkan makna dari keseluruhan cerita. 6 Sebagian besar karakter tokoh dalam film ini diperankan oleh pemain yang sudah terkenal di Indonesia, salah satunya adalah Henky Sulaeman, Revalina S.Temat, Agus Kuncoro, Reza Rahadian, dan beberapa artis terkenal

6 Press Release Tanda Tanya Maret, 6 Press Release Tanda Tanya Maret,

Film ini menarik untuk diteliti karena ini merupakan film pertama yang berani mengungkapkan konflik sosial sehari-hari karena perbedaan pandangan hidup dan sangat layak sebagai media pembelajaran nilai toleransi dalam keberagaman bagi masyarakat Indonesia. Hanung Bramantyo selaku sutradara film inipun merasa mempunyai kewajiban memperlihatkan realitas toleransi beragama sebagai inti film Tanda Tanya. Dia hanya memotret obyek realitas yang didapatkannya selama ini dan menuangkan dalam sebuah karya

film. 7 Film ini mengangkat hal-hal yang begitu sederhana, mengenai realitas

kehidupan sehari-hari dan tentunya membawa makna tersendiri. Secara keseluruhan, film “ ? “ memberikan gambaran berbagai kejadian yang didasari oleh pluralisme. Yenny Wahid, putri dari Alm.Gus Dur yang merupakan tokoh pluralisme juga mengatakan bahwa film “ ? “ ini berhasil mengungkapkan pluralisme di Indonesia dan inti film ini bahwa setiap orang

7 Hanung Bramantyo: Saya Muak dengan Film Seks dan Horor Indonesia

(http://jogjanews.com/hanung-bramantyo-saya-muak-dengan-film-seks-dan-horor-indonesia

Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid yang menilai film “ ? “ mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika dan keberagaman umat beragama di

Indonesia 9 . Sebagai bentuk pesan, film ini terdiri dari berbagai tanda dan simbol yang membentuk sebuah sistem makna. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara. Suara di sini maksudnya kata-kata yang diucapkan oleh sang tokoh dalam film tersebut, berikut dengan suara-suara lain yang

serentak mengiringi gambar-gambar, serta musik dalam film yang dimaksud. 10 Dalam sebuah film tidak semua maksud yang ingin disampaikan kepada audiens disampaikan melalui dialog. Dengan kata lain, dalam film juga kita jumpai komunikasi non verbal, di samping komunikasi verbal tentunya. Komunikasi non verbal yang disampaikan dalam sebuah film dapat berupa ekspresi wajah pemain (facial expressions), gerak-gerik (gesture), sikap (posture), dan simbol-simbol (symbols).

Oleh karena itu dalam hal ini analisis semiotik sangat berperan. Dengan semiotik tanda-tanda dan simbol-simbol dianalisa dengan kaidah- kaidah berdasarkan pengkodean yang berlaku, semiotika akan menemukan makna yang terselubung dalam sebuah pesan, dalam hal ini film. Penelitian

8 Tri Hatmodjo, Kisah Banser Bikin Yenny Menangis,

(http://harianjoglosemar.com/berita/kisah-banser-bikin-yenny-menangis-40826.html?page=32 diakses pada tanggal 20 Mei 2011, 13.06 WIB).

9 Ratna Puspita, GP Ansor: Film 'Tanda Tanya' Tidak Menyesatkan,

(http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/11/04/07/ljabmz-gp-ansor-film-tanda-tanya- tidak-menyesatkan-mui-jangan-buruburu-menyimpulkan diakses pada tanggal 20 Mei 2011,

13.16 WIB).

menginterpretasikan sebuah teks dan digunakan dalam menemukan makna dan pesan yang tersembunyi dalam sebuah film. Penelitian ini mengambil fokus representasi pluralisme yang disampaikan dalam bentuk film, khususnya film “ ? “.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana makna pluralisme direpresentasikan melalui lambang- lambang dalam film “ ? “ ?

C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana makna pluralisme yang direpresentasikan melalui lambang-lambang dalam film “ ? “.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoretis maupun praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut :

1. Manfaat teoretis : 1. Manfaat teoretis :

2. Manfaat praktis :

a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penelitian komunikasi dengan pendekatan semiotika pada film.

b. Menjadi rujukan bagi para peneliti yang berminat menganalisis film, khususnya melalui pendekatan analisis semiotika.

E. Kerangka Teori dan Pemikiran

1. Film sebagai Bentuk Media Massa

Media massa adalah media, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yaitu komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak. Jenis media massa ada tiga, antara lain media massa cetak, massa elektronik, dan media massa online. Film termasuk media massa elektronik dimana isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dengan menggunakan teknologi elektro. Komunikasi merupakan suatu proses kebudayaan di mana suatu realitas diproduksi, dipertahankan, diperbaiki, dan diubah yang nantinya akan menemukan komunikasi sebagai bagian dari proses story telling mengenai human interest, sebagai mitos, sebagai

suatu kode budaya dan sebagai pengubah mitos. 11 Dari sudut pandang komunikasi massa, film memandang komunikasi sebagai penyampaian

11 Wanning Sun, “Mission Impossible? Soft Power, Communication Capacity, and the Globalization of Chinese Media”, International Journal of Communication 4, 2010, hlm 56-57,

pesan yang disampaikan dalam komunikasi film. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1994 (PP No. 7/ 1994) tentang Lembaga Sensor Film, film merupakan karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/ atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/ atau ditayangkan dengan

sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/ atau lainnya. 12

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam mencapai efek yang diharapkan. Dalam film, banyak kita temui tanda-

tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. 13 Dari tanda-tanda tersebut, masyarakat sebagai penikmat film dapat menemukan nilai moral dalam sebuah film. Sehingga, film tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan saja, melainkan juga bisa menjadi media edukasi/pendidikan.

Menurut Pawito, film adalah medium yang unik dan masih sangat menarik di dunia ini. Bukan hanya sebagai medium dengan tampilan

12 Lembaga Sensor Film, “Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film” , (http://www.lsf.go.id/ind diakses tanggal 18 Mei 2011, 14.15 WIB)

13 Alex Sobur. Op.Cit

dan penulis, termasuk siapa yang tetap menjaga nilai idealis dengan tanggung jawab politik sebaik menjaga nilai idealis dengan tanggung jawab budaya. Tidak dapat dibantah bahwa film sangat berbeda dari medium yang lain, contohnya televisi. Walaupun televisi, sebagai sebuah medium yang juga dengan tampilan audio-visual, televisi biasanya beroperasi untuk rating yang tinggi untuk memperoleh keuntungan. Dengan kata lain, produksi film tidak perlu selalu untuk memperoleh keuntungan tapi juga mengandung nilai karena film merefleksikan dan

dipengaruhi wacana budaya dan politik dalam masyarakat. 14 Teknologi film memiliki karakter yang spesial karena bersifat audio dan visual. Ini menjadikan film lebih kuat dalam menyampaikan pesan kepada khalayak yang multikultur dan lintas kelas sosial. Film berkomunikasi dengan komunikannya dengan bahasa verbal, dan juga non verbal. Film berbicara dengan audiensnya melalui bahasa, gerak-gerik tubuh, sikap, dan ekspresi muka pemainnya. Selain itu, film juga berkomunikasi dengan melibatkan unsur sinematografi.

Film juga memiliki dualisme sebagai refleksi atau sebagai representasi masyarakat. Memang sebuah film bisa merupakan refleksi atau representasi kenyataan. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film hanya memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan tersebut, misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film dokumentasi

14 Pawito. “Politics and Culture In Indonesian Cinema”,The Indonesian Journal of Communication

tersebut membentuk dan menghadirkan kembali kenyataan berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan. 15 Sebagai salah satu bentuk media massa, membuat keberadaan film memegang peranan penting terhadap para konsumennya, yaitu penonton film tersebut. Hal ini memungkinkan karena, cerita dalam film bisa dibuat sedemikian rupa sehingga audiens merasa perlu melaksanakan seperti apa yang terlihat dalam film tersebut. Dengan kata lain, khalayak bisa saja terpengaruh oleh film. Oleh karena itu, film-film yang mempunyai nilai moral yang positif sangat diperlukan untuk dipertontonkan kepada masyarakat luas, sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi masyarakat.

2. Memaknai Sebuah Film

Dewasa ini terdapat berbagai ragam film, namun semua film mempunyai satu sasaran yang sama, yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan masalah-masalah yang dikandung yang nantinya akan menghasilkan makna pesan tersendiri dari si pembuat film kepada penonton film. Menurut Marselli Sumarno dalam bukunya “Dasar-Dasar Apresiasi Film” terdapat tiga tahap dalam memaknai sebuah film yang

disebutnya sebagai tahap apresiasi film antara lain : 16

(a). Pemahaman Dalam tahap ini apresiasi berkaitan dengan keterlibatan emosional dan

15 Alex Sobur. Op.Cit

merasakan perasaan-perasaan dan dapat membayangkan dunia rekaan yang ingin diciptakan sutradara bersama tenaga-tenaga kreatif yang lain. Melalui kemampuannya menempatkan diri pada kedudukan tokoh-tokoh cerita dan menghadapi masalah-masalah bersama mereka. Lewat kemampuan ini sutradara menerapkan nilai-nilai estetik kepada pengalaman dan kemampuan mengolah gambar-gambar hingga mencapai daya ungkap yang optimal. Oleh karena itu, penonton akan dapat memahami masalah-masalah dan gagasan secara lebih jelas daripada yang pernah dipahami langsung dari kehidupan.

(b). Penikmatan Tahap ini terletak pada tingkat ketika penonton memahami dan menghargai penguasaan pembuat film terhadap cara-cara penyajian pengalaman hingga dicapai tingkat penghayatan yang intens. Penonton tertarik pada bagaimana cara sutradara dan tenaga kreatif yang lain menerapkan masalah dramatisasi, pengembangan konflik, klimaks, dan keutuhan film secara keseluruhan. Jadi, mengagumi penguasaan pembuat film dalam berkarya. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang lebih dibanding pada tingkat pertama. Tidak seorang pun bisa menikmati karya film, atau bahkan memahaminya sampai sesorang mengerti bahasanya. Oleh karena itu, unsur-unsur film (penyutradaan, penataan fotografi, penulisan skenario, penyuntingan, dan para pemeran) harus diselami. Kita harus (b). Penikmatan Tahap ini terletak pada tingkat ketika penonton memahami dan menghargai penguasaan pembuat film terhadap cara-cara penyajian pengalaman hingga dicapai tingkat penghayatan yang intens. Penonton tertarik pada bagaimana cara sutradara dan tenaga kreatif yang lain menerapkan masalah dramatisasi, pengembangan konflik, klimaks, dan keutuhan film secara keseluruhan. Jadi, mengagumi penguasaan pembuat film dalam berkarya. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang lebih dibanding pada tingkat pertama. Tidak seorang pun bisa menikmati karya film, atau bahkan memahaminya sampai sesorang mengerti bahasanya. Oleh karena itu, unsur-unsur film (penyutradaan, penataan fotografi, penulisan skenario, penyuntingan, dan para pemeran) harus diselami. Kita harus

(c). Penghargaan Tahap ini terjadi ketika penonton memasalahkan dan menemukan hubungan pengalaman yang ia dapat dari karya film dengan pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi. Pada tingkat ini, penonton memahami walaupun karya yang diciptakan bukan kenyataan, tapi justru itu diciptakan untuk membantu melihat hal-hal di dunia ini dengan pemahaman baru. Bukan lagi mengenai hal-hal teknis pembuatan film, melainkan sudah ke tingkat renungan, yaitu bersangkut paut dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup. Membandingkan apa yang kita yakini, kita lihat dalam kehidupan selama ini, dan sterusnya, dengan apa yang kita lihat dari sebuah film. Selain itu, kekaguman dan penghargaannya kepada pembuat film lebih meningkat lagi. Pemahaman tentang keterkaitan pengalaman film dengan pengalaman hidup nyata.

3. Film sebagai Representasi Realitas Masyarakat

Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Film mampu menangkap gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang

sebagai representasi dari suatu realitas. Menurut Graeme Turner, makna film merupakan representasi dari realitas masyarakat. Sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan ”menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan. Film dalam merepresentasikan realitas akan selalu terpengaruh oleh lingkup sosial dan ideologi dimana film tersebut dibuat dan akan berpengaruh kembali terhadap kondisi masyarakatnya. Graeme Turner menyebut perspektif yang dominan dalam seluruh studi tentang hubungan film dan masyarakat sebagai pandangan yang refleksionis, yaitu film dilihat sebagai cermin yang memantulkan kepercayaan-kepercayaan dan

nilai-nilai dominan dalam kebudayaannya. 17

Hubungan antara film dan ideologi kebudayaan bersifat problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik, budaya, tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut. Menurut Turner bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan – untuk memperbarui, memproduksi, atau me-reviewnya – ia

juga diproduksi oleh sistem-sistem makna itu. 18

4. Makna Pluralisme

Menurut The Oxford Dictionary (1980), pluralisme dijelaskan sebagai berikut;

17 Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer, Media Pressindo, Yogyakarta, 1999, hlm. 15

Negara monolitis; sebaliknya, mendukung desentralisasi dan otonomi untuk organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan individu

dalam masyarakat. Juga suatu keyakinan bahwa kekuasaan itu harus dibagi bersama-sama di antara sejumlah partai politik. (2) Keberadaan atau toleransi keberagamaan etnik atau kelompok-kelompok cultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap

dalam suatu badan, kelembagaan, dan sebagainya. 19

Menurut Prof.Diana.L.Eck, Professor of Comparative Religion and Indian Studies dan Director of Pluralism Project di Harvard University

ada tiga hal penjelasan arti proyek pluralisme, yaitu : 20

(1). Pluralisme bukan hanya beragam atau majemuk. Pluralisme lebih dari sekedar majemuk atau beragam dengan ikatan aktif kepada kemajemukan tadi. Meski pluralisme dan keragaman terkadang diartikan sama, ada perbedaan yang harus ditekankan. Keragaman adalah fakta yang dapat dilihat tentang dunia dengan budaya yang beraneka ragam. Pluralisme membutuhkan keikutsertaan.

(2). Pluralisme bukan sekedar toleransi. Pluralisme lebih dari sekedar toleransi dengan usaha yang aktif untuk memahami orang lain. Meskipun toleransi sudah pasti merupakan sebuah langkah ke depan dari ketidaktoleransian, toleransi tidak mengharuskan kita untuk mengetahui segala hal tentang orang lain. Toleransi dapat menciptakan iklim untuk menahan diri, namun tidak untuk memahami.

(3). Pluralisme bukan sekedar relativisme. Pluralisme adalah pertautan

19 A.A.Ngr Anom Kumbara., Op.Cit., hlm.531 20 Moh.Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agama-Agama, Samudra Biru, Yogyakarta, 2011, 19 A.A.Ngr Anom Kumbara., Op.Cit., hlm.531 20 Moh.Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agama-Agama, Samudra Biru, Yogyakarta, 2011,

Pluralisme adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda- beda, beragam dan plural dalam hal ini beragama. Ini adalah kenyataan sosial dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam hidup bermasyarakat hendaknya saling membuka diri untuk saling dapat menerima semua keberadaan agama-agama yang lainnya, dengan tidak membicarakan atau mempertajam perbedaan pengajaran dalam agama masing-masing. Belajar dari (alm) Abdurrahman Wahid yang menolak paham relativisme yang menganggap semua agama sama tetapi mengakui dan menghormati

keberagaman agama. Menurut Machasin, pengertian pluralisme adalah adanya aneka kelompok suku, budaya, dan agama dalam masyarakat. Lanjutnya, di dalam Indonesia yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika ini adanya kemajemukan merupakan kenyataan yang tidak dapat kita tolak, akan tetapi pluralisme tidak hanya sekedar pengertian bahwa perbedaan itu ada tapi bahwa perbedaan itu menjadi sebuah pandangan hidup, sebuah cita-cita, dan sebuah dasar pijak dalam kehidupan

bersama. 21

21 Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis;Lokalitas, Pluralisme, Terorisme., LKiS,

Pendekatan semiotika dipilih karena pendekatan ini bisa memberikan ruang yang luas untuk melakukan interpretasi pada film ” ? ” sehingga pada akhirnya bisa diperoleh makna-makna yang ada di dalamnya.

Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap

mewakili sesuatu yang lain. 22 Analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar media massa (seperti karya lukis, patung, candi, monument, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival). Pemaknaan terhadap lambang – lambang dalam

tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik. 23

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai segala apa pun. Diantara semua jenis tanda-tanda yang terpenting adalah

22 Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm. 95

Arti harfiahnya ialah ‘kata-kata mengenai tanda-tanda’. 24

Terdapat dua nama yang berperan besar dalam sejarah kajian tentang tanda ini, yaitu Ferdinand de Saussure dari Prancis (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce dari Amerika (1839-1914). Saussure sebagai ahli linguistik, mengembangkan dasar-dasar dari linguistik dan memberi tekanan pada struktur yang menyusun tanda, sementara Peirce lebih menekankan pada konsep-konsep di luar tanda. Dalam usaha mencari makna suatu tanda, Pierce membuat teori triangle meaning yang terdiri atas sign, object, dan interpretant. Salah satu bentuk tanda adalah kata, sedangkan object adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam bentuk seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang

diwakili oleh tanda tersebut. 25

24 Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005, hlm 1.

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42

Gambar 1.1 Elemen Makna Pierce

Sedangkan Saussure lebih meletakkan bahwa bahasa itu adalah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi atau coretan bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yaitu

pikiran/konsep (aspek mental). 26

Konsep strukturalisme linguistik Saussure inilah yang kemudian dikembangkan oleh Roland Barthes yang biasa disebut dengan semiologi Barthes. Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Sedangkan dalam sistem semiologi Barthes ada tiga istilah, yaitu penanda, petanda, dan tanda. Roland Barthes mengulas apa yang sering disebut dengan sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini disebut Roland Barthes sebagai konotasi, yang menyelidiki makna-makna konotatif dalam bentuk mitos. Barthes menggambarkan proses signifikasi sebagai berikut:

Signified

(mental concept)

Signifier (physical

existence) of the sign)

Sign

Composed of

plus

signification

External reality

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990,hlm. 44.

Gambar 1.2 Elemen – elemen Makna Saussure

first order

second order

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai

denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. 27 Sedangkan konotasi adalah untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi para pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya “penyuapan” dengan memberi uang pelicin. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah

obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. 28

27 Alex Sobur, Op.Cit, hlm.127

denotation

connotation

myth

signifier

signified

melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam (Fiske, 2004: 88). Mitos merupakan cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Menurut Barthes, mitos adalah suatu sistem komunikasi dan mitos adalah suatu pesan. Hal ini yang menjadikan pemahaman bahwa mitos tidak mungkin merupakan objek, konsep, ataupun gagasan dan mitos merupakan

suatu objek penandaan (a mode of signification), suatu bentuk (a form). 29 Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana film “ ? “ dapat merepresentasikan pluralisme. Penelitian ini menggunakan kerangka analisis semiotika Roland Barthes. Adapun penjelasan bagan alur dan kerangka pemikiran dijelaskan sebagai berikut :

29 Roland Barthes, Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda,

Penjelasan alur dan kerangka pikir penelitian : Film “ ? “ melalui audio visual ini diciptakan dari berbagai tanda-tanda terjalin sehingga merepresentasikan sesuatu dan membentuk pesan. Pesan yang terdapat dalam film “ ? “ tersebut adalah misi yang hendak disampaikan oleh pembuat film kepada para penontonnya. Dalam film “ ? “ akan diambil scene-scene yang didalamnya merepresentasikan pluralisme melalui tanda- tanda. Tanda-tanda tersebut dapat berupa verbal (sinematografi) dan non verbal (aspek sosial) kemudian akan dianalisis dengan pendekatan semiotika Roland Barthes. Dalam hal ini berupa makna denotatif atau makna yang paling nyata atau makna konotatif yang memerlukan kedalaman interpretasi,

Aspek sosial

Tanda Verbal dan Non Verbal

Representasi Pluralisme di

tengah keragaman bangsa

Indonesia

Konotasi

Pendekatan Semiologi

Roland Barthes

Mitos

Makna

a. Toleransi beragama b. Humanisme

film tersebut.

F. Kerangka Konsep

1. Representasi Pluralisme

Penelitian ini meneliti tentang representasi yang berhubungan dengan pluralisme, yaitu adanya sikap mengakui dan menghargai perbedaan di tengah keragaman bangsa. Bila dikaitkan dengan film yang akan diteliti, representasi merupakan konvensi-konvensi yang dirancang untuk menarik perhatian sekaligus dapat dengan mudah dipahami seluas mungkin oleh audiencenya. Konvensi dalam bahasa representasi film tercermin pada kode-kode sinematografi dan naratif yang digunakannya.

Representasi diartikan sebagai suatu tindakan yang menghadirkan sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda, baik suara maupun gambar. Representasi merupakan penggambaran realitas yang dikomunikasikan atau diwakilkan dalam tanda. Konsep representasi dapat berubah-ubah, karena makna sendiri tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya adalah makna selalu dikonstruksikan, diproduksi lewat proses representasi.

Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies, bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Menurut Stuart Hall, representasi adalah salah satu praktek

manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Dalam kasus film sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkonstruksikan nilai- nilai budaya tertentu di dalam dirinya sendiri, tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai tadi diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Jadi ada semacam proses pertukaran kode-kode kebudayaan dalam tindakan menonton film sebagai

representasi budaya. 30

Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, tapi adanya keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Seorang baru dapat dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan

kemajemukan tersebut. 31

Pluralisme adalah adanya interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama serta membuahkan hasil tanpa konflik. Keberagaman dan toleransi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu-sama lain. Jika keberagaman tanpa toleransi, tentu yang muncul nanti hanya ego masing-masing. Akan tetapi, dengan adanya toleransi,

30 Husnun. Film Sebagai Bagian dari Media Massa (http://husnun.wordpress.com/2011/04/27/film-sebagai-bagian-dari-media-massa/diakses

tanggal 18 Mei 2011, 16.00 WIB) tanggal 18 Mei 2011, 16.00 WIB)

2. Aspek Sosial dalam Film

Merupakan segala aspek yang berkenaan dengan kondisi sosial yang terdapat dalam sebuah film. Aspek sosial dapat meliputi kondisi tokoh-tokoh dalam film, hubungan antar tokoh dalam film dan situasi yang digambarkan dalam film tersebut.

Kode-kode sosial ini biasa terlihat dari pesan-pesan verbal dan non verbal yang dikirimkan, baik berupa dialog, gerak tubuh, ekspresi wajah dan penampilan yang dapat dimaknai sebagai:

a. Toleransi Beragama

b. Humanisme

a. Toleransi Beragama

Bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural yang terdiri dari berbagai macam agama dan budaya yang beragam. Oleh karena itu, bangsa Indonesia dapat disebut sebagai bangsa yang bersifat multikulturalisme. Seperti yang diungkapkan Kuswaya Wihardit bahwa multikulturalisme merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya Bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural yang terdiri dari berbagai macam agama dan budaya yang beragam. Oleh karena itu, bangsa Indonesia dapat disebut sebagai bangsa yang bersifat multikulturalisme. Seperti yang diungkapkan Kuswaya Wihardit bahwa multikulturalisme merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya

dimana-mana. 32 Oleh karena itu dibutuhkan sikap toleransi antar sesama, dalam hal ini khususnya agama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari bahasa Latin ; tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya, salah satunya adalah kebebasan individu atau masyarakat untuk mengamalkan agama atau kepercayaan yang dianut.

Dalam Perisytiharan Hak Asasi Manusia Sejagat yang diterima oleh 50 anggota Perhimpunan Agung PBB pada 10 Desember 1948 di Paris, menafsirkan kebebasan beragama sebagai: Setiap orang berhak untuk memiliki kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak-hak ini termasuk kebebasan untuk berpindah agama atau kepercayaan, dan

32 Kuswaya Wihardit, “Pendidikan Multikultural: Suatu Konsep, Pendekatan dan Solusi”, Jurnal 32 Kuswaya Wihardit, “Pendidikan Multikultural: Suatu Konsep, Pendekatan dan Solusi”, Jurnal

diri maupun bersama orang lain. 33

Di Indonesia kebebasan beragama diatur dalam Undang- Undang Dasar 1945. Pemerintah secara resmi mengakui enam agama, dan beberapa larangan hukum terus berlaku terhadap beberapa jenis kegiatan keagamaan tertentu yang dianggap dapat menyinggung agama lain. Dalam UUD 1945 Pasal 29 sangat tegas disebutkan bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Pasal ini merupakan bentuk perlindungan negara terhadap semua umat beragama di Indonesia. Toleransi beragama dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai sikap keterbukaan untuk mendengar pandangan yang berbeda, yakni mengemukakan pandangan dan menerima pandangan dan tidak merusak pegangan agama masing-masing. Hakikat toleransi terhadap agama-agama lain merupakan syarat yang utama bagi setiap individu yang ingin kehidupan yang aman dan tenteram. Dengan begitu akan terwujud interaksi yang baik dikalangan masyarakat beragama.

Departemen Agama RI yang ditugaskan untuk mengatur dan menertibkan kehidupan umat multi-agama mencoba mengajukan konsep toleransi antar-umat beragama. Konsep yang terkenal adalah ketika

33 Dulce Amor Fortunado, Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia (1), (http://www.wisma-bahasa.com/?p=1507 diakses tanggal 20 Maret 2012 13.27 WIB) 33 Dulce Amor Fortunado, Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia (1), (http://www.wisma-bahasa.com/?p=1507 diakses tanggal 20 Maret 2012 13.27 WIB)

penganut agama dengan pemerintah. 34

David Little, seorang dosen di Pratice of Religion, Ethnicity and International Conflict , School of Divinity di Universitas Harvard memberi dua penjelasan mengenai toleransi antar-umat beragama. Pertama, bahwa toleransi antar-umat beragama sebagai jawaban atas sebuah kumpulan kepercayaan yang berpikir secara murni yang tidak dapat ditolak, bisa dengan penolakan tetapi tidak memakai paksaan atau kekerasan. Selanjutnya, kalau ada seseorang yang tidak setuju dengan kita, lalu kita ingin menghukum orang-orang ini. Kalau kita menekankan perasaan atau keinginan ini, menurutnya ini adalah toleransi. Yang kedua, toleransi tidak hanya berarti kita tidak memakai paksaan atau

kekerasan, tetapi kita bisa menghormati pandangan yang lain. 35 Perkembangan tentang toleransi dalam agama-agama yang diakui di Indonesia berjalan sesuai dengan pemahaman keagamaan dalam setiap agama itu sendiri. Berikut kutipan mengenai toleransi dalam perspektif berbagai agama :

34 Robby Kurnadi,‘PASSING OVER’ Pola Baru Toleransi Beragama Di Indonesia,

(http://www.bandungedukasi.com/2012/01/%E2%80%98passing-over%E2%80%99-pola-baru- toleransi-beragama-di-indonesia/ diakses tanggal 20 Maret 2012 13.54WIB)

Toleransi juga diajarkan dalam agama Islam, bahkan dalam Islam termasuk ajaran yang sangat prinsip. Berlaku baik dengan sesama manusia memang sangat dianjurkan Islam. Dalam sejarah Islam tidak pernah memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Pemaksaan dalam bentuk apapun agar orang lain beriman sesuai dengan agama yang memaksa adalah tindakan tidak etis dan bertentangan dengan kemauan atau kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun umat Islam untuk mengembangkan konsep kebebasan beragama dan pluralisme.

Misalnya (Q., s. al-Baqarah/2:148) : 36

“Bagi setiap kelompok mempunyai tujuan, ke sanalah Ia mengarahkannya; maka berlombalah kamu dalam mengejar kebaikan. Di mana pun kamu berada, Allah akan menghimpun kamu karena Allah berkuasa atas segalanya”

Kutipan al-Qur’an di atas menggambarkan mengenai masalah kebebasan beragama dan pluralisme menurut pandangan Islam. Hal ini dimulai dengan fakta bahwa manusia terbagi dalam berbagai kelompok, masing- masingnya memiliki tujuan hidup berbeda. Setiap komunitas diharapkan dapat menerima keanekaragaman sosial budaya, toleransi satu sama lain yang memberi kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang untuk menjalani kehidupannya menurut keyakinannya masing-masing.

36 Komaruddin Hidayat & Ahmad Gaus AF, Passing Over: Melintasi Batas Agama, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm.173

Kebebasan beragama sebagai salah satu Hak Asasi Manusia juga mendapatkan perhatian khusus dari Gereja Katolik dalam Konsili Vatikan

II yang tertuang dalam Deklarasi Dignitatis Humanae art.1. Gereja harus bersikap pluralis berintegritas terbuka dimana Gereja Katolik tidak mau jatuh dalam sikap pluralisme yang menganggap semua agama sama saja. Gereja Katolik mengakui pluralisme agama dan mengakui bahwa dalam agama-agama lain pun ada kebenaran. Selain itu, Gereja Katolik juga memberi penghargaan tinggi kepada kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan keyakinannya. Oleh karena itu, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa :

“Semua orang wajib mencari kebenaran, terutama dalam apa menyangkut Allah dan Gereja-Nya. Sesudah mereka mengenal kebenaran tersebut, mereka wajib memeluk dan mengamalkannya” (DH 1. par. 3).

Pengakuan akan kebenaran yang terdapat dalam agama-agama dan kepercayaan lain seperti yang tertuang dalam Deklarasi Dignitatis Humanae art. 1 di atas mau menunjukkan penghargaan Gereja terhadap kebebasan manusia. Gereja beranggapan bahwa kebebasan sebagai hak asasi yang dianugerahkan Allah kepada setiap orang sesuai dengan kodratnya sebagai ciptaan dan citra-Nya. Setiap orang berhak, tanpa paksaan dari pihak manapun baik negara maupun masyarakat dan umat

37 Fajar, Kebebasan Beragama di Indonesia dalam Terang Deklarasi Dignitatis Humanae (Dokumen Konsili Vatikan II), ( http://filsafat.kompasiana.com/2011/02/22/kebebasan-

beragama-di-indonesia-dalam-terang-deklarasi-dignitatis-humanae-dokumen-konsili- vatikan-ii/ diakses pada tanggal pada tanggal 06 Juni 2012, 13:28 WIB) beragama-di-indonesia-dalam-terang-deklarasi-dignitatis-humanae-dokumen-konsili- vatikan-ii/ diakses pada tanggal pada tanggal 06 Juni 2012, 13:28 WIB)

3) Toleransi dalam Perspektif Agama Kristen Protestan 38 Dalam agama Kristen Protestan juga menganjurkan agar antar sesama umat manusia selalu hidup rukun dan harmonis seperti yang terdapat dalam Alkitab yang menjadi sumber setiap ajaran dan praktek hidup umat Kristen Protestan. Berikut mengenai pandangan Alkitab tentang pluralisme dan toleransi seperti yang tercantum dalam Injil Lukas 10:29-37 yang berbunyi :

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: ”Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: ”Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar

38 Stanley R. Rambitan, Pluralisme dan Toleransi Beragama dalam Pandangan Kristen, (http://stanleyrambitan.blogspot.com/2011/07/pluralitas-toleransi-kristen.html diakses pada

tanggal pada tanggal 06 Juni 2012, 20:04 WIB) tanggal pada tanggal 06 Juni 2012, 20:04 WIB)

tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: ”Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: ”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Ayat Alkitab di atas mencerminkan pandangan dan sikap Yesus terhadap bangsa/agama lain dimana Yesus mengakui dan menerima eksistensi mereka, dan mereka adalah bangsa yang perlu diperlakukan secara baik,yaitu dengan memberikan perhatian dan mengangkat harkat martabat

hidup mereka. Dari ajaran Yesus dalam Alkitab itu tampak bahwa ada pandangan dan sikap eksklusif mengenai pluralitas dimana pluralitas diterima, dipahami dan dihargai sebagai sebuah kenyataan mutlak. Penerimaan itu harus bermanfaat dan menjadi berkat, membawa damai sejahtera bagi semua pihak. Untuk melaksanakan usaha itu, orang harus memiliki iman yang kuat dan hidup dengan menerapkan cinta kasih

(sesuai Hukum Kasih: Kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia).

4) Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu 39

Dalam agama Hindu kerukunan antar umat beragama merupakan landasan hidup yang hamonis saling kasih sayang seperti yang terdapat dalam pandangan Catur Purusa Artha, yang terdiri atas :

39 Yusri Fattala. Toleransi dalam Perspektif Agama-Agama,

( http://aufamaudy0408.blogspot.com/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html diakses tanggal 10 April 2012, 12:03 WIB) ( http://aufamaudy0408.blogspot.com/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html diakses tanggal 10 April 2012, 12:03 WIB)

 Artha, berarti kekayaan dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma.

 Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh berdasarkan Dharma.  Moskha berarti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya atma dari lingkaran samsara. Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu yang setiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha juga mesti berdasarkan Dharma.

Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya kerukunan antar umat beragama. Keempat dasar tersebut dapat memberikan sikap saling menghargai keberadaan umat beragama lain.

5) Toleransi dalam Perspektif Agama Budha 40

Sikap yang harus dijalankan oleh umat Budha dalam hubungan antar umat beragama, yaitu sikap saling menghormati dan toleransi. Hal ini sesuai dengan ajaran Budha Sila Paramita yang mengajarkan bahwa setiap orang jangan melakukan perbuatan jahat dengan pikiran, ucapan, dan perbuatan sehingga menyebabkan orang lain menderita. Selain itu, ada

40 M.Masyhur Amin & Mohammad Najib, Agama, Demokrasi dan Transformasi Sosial, LKPSM, 40 M.Masyhur Amin & Mohammad Najib, Agama, Demokrasi dan Transformasi Sosial, LKPSM,

mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk tanpa membeda-bedakan.

 Karuna, berarti belas kasihan, sikap batin yang timbul apabila melihat penderitaan makhluk lain.  Mudita, berarti simpati, sikap batin yang merasa gembira dan bahgia melihat orang lain karena keberhasilannya.  Upekkha, berarti sikap batin yang selalu seimbang dalam segala keadaan karena menyadari bahwa setiap maklhuk hidup akan memetik buah perbuatannya.

6) Toleransi dalam Perspektif dalam Agama Konghucu 41

Dalam agama Konghucu juga ditemui konsep ajaran yang dapat menciptakan kehidupan harmonis antara sesama yang disebut Wu Chang :

 Ren/Jin ; cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa serta dapat menyelami perasaan orang lain.

 I/Gi ; rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela kebenaran.  Li atau Lee ; sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.  Ce atau Ti ; sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.

41 Yusri Fattala. Toleransi dalam Perspektif Agama-Agama, Op.Cit

dapat memegang janji dan menepatinya. Berdasar kelima sifat mulia di atas, Konghucu sangat menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan dan juga antara manusia dengan alam lingkungan. Setiap penganut Konghucu hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat di atas, sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama dapat terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari keyakinan.

Pada dasarnya, semua agama menjunjung tinggi nilai toleransi. Islam mengajarkan Assalamualaikum, Kristiani mengajarkan Cinta Kasih, Hindu mengajarkan Dharma, Budha mengajarkan Sila Paramita, dan Konghucu mengajarkan Wu Chang. Semuanya itu menuntut pemeluknya untuk menanamkan dan menebarkan cinta kasih serta rasa toleran kepada pemeluk lain.

b. Humanisme

Secara harfiah, humanisme dapat diartikan sebagai aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan menginginkan pergaulan hidup yang lebih baik. Menurut Mangunhardjana, humanisme juga dapat dimaknai sebagai paham tentang manusia dan sebagai pemikiran etis telah berjasa mengembalikan harkat dan martabat manusia,