Pengaruh Bahan Stek dan Hormon IBA (Indole butiric acid) terhadap Keberhasilan Stek Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus)

PENGARUH BAHAN STEK DAN HORMON IBA (Indole butiric
Acid) TERHADAP KEBERHASILAN STEK JABON MERAH
(Anthocephalus macrophyllus)

ADE SAEPULOH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan Stek
dan Hormon IBA (Indole butiric acid) terhadap Keberhasilan Stek Jabon Merah
(Anthocephalus macrophyllus) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Ade Saepuloh
NIM E44062584

ABSTRAK
ADE SAEPULOH. Pengaruh Bahan Stek dan Hormon IBA (Indole butiric acid)
terhadap Keberhasilan Stek Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus).
Dibimbing oleh SUPRIYANTO.
A. macrophyllus memiliki benih berukuran sangat kecil, bersifat semi
rekalsitran, masa berbuah yang pendek serta penyebaran alaminya yang masih
terpusat di daerah (Indonesia Timur) maka menyebabkan produksi benih atau
bibit yang berkualitas masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah (1)
Mendapatkan teknologi penyiapan bahan stek; (2) Menguji pengaruh bahan
stek dan hormon IBA terhadap keberhasilan stek jabon merah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teknik pelengkungan batang dapat meningkatkan produksi
tunas pada minggu ke-1 hingga minggu ke 10 pada kebun pangkas umur 1 tahun,
sedangkan pemberian NPK pada kebun pangkas 4 bulan menurukan produksi

tunas pada minggu ke-2 dan ke-4. Bahan stek batang berpengaruh nyata terhadap
persentase stek hidup, persentase stek berakar dan jumlah tunas yang dihasilkan.
Bahan stek pucuk kurang memuaskan untuk menghasilkan stek karena mudah
layu dan mudah busuk.
Kata kunci: Anthocephalus macrophyllus, kebun pangkas, stek jabon merah

ABSTRACT
ADE SAEPULOH. Effect of Cutting Materials and IBA (indole butyric acid)
Hormone on the Success Rate of Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus)
Cuttings. Supervised by SUPRIYANTO.
A. macrophyllus has very small seeds, semi-recalcitrant seeds, short fruiting
period and naturally spread out in the Eastern part of Indonesia that leads to limited
production of quality seeds and seedlings. The objectives of this research was (1)
to obtain a technology for cutting material preparation, (2) to test the cutting
materials and IBA hormonal effect on the success rate of cuttings of jabon
merah. The results showed that the technique for cutting material preparation
could increase the shoot production in stem bending treatment in the first to tenth
weeks after treatment in hedge orchard of 1 year old seedlings. NPK treatments
in hedge orchard of 4 month old seedlings decreased the shoot production at
the second and fourth weeks after treatments. Stem cutting materials were

significantly affect the survival percentage of cuttings, rooted cutting percentage
and number of shoots production. Shoot cutting materials was less satisfactory
results because it was easy to produce cuttings wilt and roted easily.
Keywords: Anthocephalus macrophyllus, hedge orchard, cutting of red jabon
(Anthocephalus macrophyllus)

PENGARUH BAHAN STEK DAN HORMON IBA (Indole butiric
Acid) TERHADAP KEBERHASILAN STEK JABON MERAH
(Anthocephalus macrophyllus)

ADE SAEPULOH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Stek dan Hormon IBA (Indole butiric acid)
terhadap Keberhasilan Stek Jabon Merah (Anthocephalus
macrophyllus)
: Ade Saepuloh
Nama
: E44062584
;-N1M

Disetujui oleh

Dr Ir Supriyanto
Pembimbing

MS

Tanggal Lulus:


28 AUG 2013

Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Stek dan Hormon IBA (Indole butiric acid)
terhadap Keberhasilan Stek Jabon Merah (Anthocephalus
macrophyllus)
Nama
: Ade Saepuloh
NIM
: E44062584

Disetujui oleh

Dr Ir Supriyanto
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat berhasil diselesaikan dengan
baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012
ini ialah pembiakan vegetatif, dengan judul Pengaruh Bahan Stek dan Hormon
IBA (Indole butiric acid) terhadap Keberhasilan Stek Jabon Merah
(Anthocephalus macrophyllus). Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir
Supriyanto selaku pembimbing; Bapak Ir Andi Sukendro, MSi yang telah banyak
memberi saran; Direktur SEAMEO BIOTROP; DKM Alhurriyyah (LAZ dan
Marboth) IPB Dramaga khususnya ust Drs E Syamsudin; Oktama Forestian SHut,
Anis Zamaluddin; Dwi Aprianto; Rahmat Alam; Ery Bunyamin Gufron; Abas;
Septina; teman-teman silvikultur angkatan 43; dan 44 khususnya Adrian; Idham
Fahmi; Adrian Fadri; Sabar Sampulan Nasution; Eri Sugiarto; Budi; dan temanteman SD sampai SMA atas dukungannya selama penelitian berlangsung. Di
samping itu, penulis sampaikan penghargaan kepada guru-guru Agama antara lain
ust Aab dan ust Asep; guru-guru SD khususnya Bapak Aceng; guru-guru SMP
khususnya Ibu Lilis dan Ibu Ade; guru-guru SMA khususnya Alm Bapak Aef
Saefudin; Prof Dr Ir H Ahmad Ansori Mattjik, MSc; Dr Asep Saefudin; Ibu Dr Ir

Lailan Syaufina; MSc, Dr Ir Iwan Hilwan, MS, Dadan Mulyana, SHut MSi;
Fakultas Kehutanan IPB; Departemen Silvikultur; atas dukungan moril maupun
materil selama saya menempuh pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengethuan
silvikultur tropika.

Bogor, September 2013
Ade Saepuloh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Taksonomi Jabon Merah

2

Sifat Kayu Jabon Merah

3

Prospek dan Manfaat Jabon Merah

3

Kebun Pangkas

4


Pembiakan Vegetatif Stek

4

METODE

5

Bahan

5

Alat

5

Prosedur Analisis Data

5


Kebun Pangkas Merah Umur 1 Tahun

5

Rancangan Percobaan Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 1 Tahun

6

Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 4 Bulan

8

Rancangan Percobaan Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 4 Bulan

8

Stek Jabon Merah

9

Rancangan Percobaan Stek Jabon merah
HASIL DAN PEMBAHASAN

11
12

Hasil

12

Kebun Pangkas Jabon merah Umur 1 Tahun

12

Kebun Pangkas Merah Umur 4 Bulan

15

Stek Jabon Merah

17

Pembahasan

23

Teknologi Produksi Bahan stek

23

Stek Jabon Merah
SIMPULAN DAN SARAN

25
32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Perbedaan ciri morfologi jabon merah dengan jabon putih
Hasil uji Duncan pengaruh pelengkungan batang terhadap jumlah
tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Hasil uji Duncan pengaruh pelengkungan batang terhadap panjang
kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk NPK terhadap jumlah
tunas anakan stek jabon merah umur 4 bulan selama 4 minggu
Rekapitulasi sidik ragam stek jabon merah
Hasil uji Duncan pengaruh bahan stek terhadap persentase hidup
stek Jabon merah
Hasil uji Duncan pengaruh bahan stek terhadap persentase bertunas
stek Jabon merah
Hasil uji Duncan pengaruh bahan stek terhadap jumlah tunas stek
Jabon merah

3
13
14
15
17
17
20
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tata letak kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Tahapan pembuatan kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Bibit pangkasan sisa stek yang digunakan untuk kebun pangkas jabon
merah umur 4 bulan
Tata letak kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan
Tahapan persiapan dan pelaksanaan stek jabon merah
Tata letak stek jabon merah
Respon pertumbuhan tunas pada kebun pangkas yang dilengkungkan
secara teoritis (a) dan fakta yang terjadi (b)
Jumlah tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Panjang tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Jumlah tunas kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan
Jumlah daun kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan
Persentase hidup stek jabon merah
Stek pucuk jabon merah yang mati akibat pembusukan
Persentase berakar stek jabon merah
Stek pucuk jabon merah yang berhasil berakar
Persentase bertunas stek jabon merah
Stek batang jabon merah yang berhasil bertunas
Stek batang jabon merah yang berhasil berakar
Jumlah akar stek jabon merah
Jumlah tunas stek jabon merah

6
7
8
8
10
11
13
14
15
16
16
18
18
19
19
20
21
21
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
21
22
23
24
25
26
27
28

Sidik ragam pengaruh pelengkungan terhadap jumlah dan panjang
tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Uji Duncan pengaruh pelengkungan terhadap jumlah tunas kebun
pangkas jabon merah umur 1 tahun
Uji Duncan pengaruh pelengkungan terhadap panjang tunas
kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Sidik ragam pengaruh pemberian NPK terhadap jumlah tunas dan
jumlah kebun pangkas Jabon merah umur 4 Bulan
Uji Duncan pengaruh pengaruh pemberian NPK terhadap jumlah
tunas kebun pangkas jabon merah umur 4 Bulan
Uji Duncan pengaruh pengaruh pemberian NPK terhadap jumlah daun
kebun pangkas jabon merah umur 4 Bulan
Daftar sidik ragam stek jabon merah
Daftar Uji Duncan stek jabon merah

35
35
35
36
36
36
36
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kayu nasional pada tahun 2011 sekitar 56 juta m3 hanya mampu
dipenuhi oleh hutan alam produksi sebesar 5 juta m3 atau 9%, sedangkan sisanya
adalah dari hutan tanaman sebesar 20 juta m3 (Aldianoveri 2012). Dengan kondisi
tersebut, terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar 31 juta m3 per tahun. Hutan rakyat
nasional dengan luas 156 841.64 ha dan produksi 39 416 557 m3 (Rifa’i 2011),
dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi defisit tersebut. Aldianoveri
(2012) menambahkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan bahan baku
dari hutan rakyat pada tahun 2004–2006, persentase ekspor produk kayu olahan
yang menggunakan bahan baku dari hutan rakyat berkisar antara 38–40% atau
hampir separuh dari volume ekspor produk kehutanan telah menggunakan bahan
baku dari sumber-sumber alternatif. Salah satu sumber alterntif tersebut adalah
jabon merah.
Jabon merah (A. macrophyllus) menjadi salah satu jenis pohon yang banyak
diminati untuk tujuan penanaman di hutan rakyat karena pertumbuhannya yang
cepat dan sifat fisiknya yang memenuhi standar industri perkayuan, khususnya
industri kayu lapis. Jabon merah dengan sifat pertumbuhannya yang relatif cepat
dapat dijadikan andalan dalam memenuhi kebutuhan akan pasokan kayu melalui
pembangunan hutan rakyat jabon merah.
Namun jabon merah dengan ukuran benih yang sangat kecil dan sifatnya semi
rekalsitran, masa berbuah yang pendek yaitu Februari sampai April serta
penyebaran alaminya yang masih terpusat di daerah Indonesia Timur (Pulau
Sulawesi, Maluku dan Papua) menyebabkan ketersediaan bibit jabon merah
menjadi terbatas. Untuk itu perlu dicari teknologi pengadaan bibit melalui
pembiakan vegetatif antara lain stek, grafting, cangkok dan okulasi. Pengadaan
bahan stek harus dimulai dari pembangunan kebun pangkas agar pengadaan bibit
dapat dilaksanakan setiap saat, dan dapat menghasilkan bibit berkualitas dalam
skala besar.
Perbanyakan tanaman secara vegetatif memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan pembiakan generatif, yaitu menghasilkan bibit dalam
jumlah besar, pertumbuhan yang lebih seragam, dan menghasilkan keturunan
yang sifat dan keragaannya serupa dengan induknya (faktor genetik). Untuk
menjaga faktor genetik, beberapa sumber benih telah dipilih khususnya di Maluku
Selatan untuk pengembangan hutan rakyat jabon merah (Dephut 2013).
Stek merupakan teknik pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif yang dipisahkan dari induknya dan apabila ditanam pada kondisi yang
menguntungkan, akan tumbuh tunas dan berkembang menjadi tanaman yang
sempurna. Bahan stek tersebut dapat diperoleh melalui teknik induksi tunas
dengan mematikan dominasi apikal dan disalurkan ke dominasi lateral. Namun
perilaku pertumbuhan tunas lateral untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda.
Pembuatan stek dikatakan berhasil jika stek tersebut dapat menghasilkan akar dan
tumbuh normal. Induksi akar dapat dilakukan dengan menggunakan auksin, antara
lain IBA. Sensitivitas bahan stek untuk menghasilkan akar adventif setelah
diinduksi dengan hormon IBA tergantung kepada karakter bahan stek.

2
Penambahan hormon IBA (Indole butiric acid) pada stek diharapkan dapat
meningkatkan persentase hidup dan persentase berakar stek jabon merah serta
untuk menstimulir perakaran apabila hormon endogen tidak tercukupi.
Di masyarakat khususnya di Pulau Jawa telah banyak mengembangkan jabon
putih (A. cadamba) dengan teknik pembibitan dari biji dan stek. Namun pada
saat sekarang masyarakat juga mencoba mengembangkan jabon merah (A.
macrophyllus) dengan teknik pembibitan dari biji, sedangkan teknik stek jabon
merah belum banyak diketahui. Hal ini disebabkan oleh belum diketahuinya faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan akar adventif pada stek jabon merah.
Dalam penelitian ini dilakukan kajian teknologi penyiapan bahan stek dan menguji
kemampuan hormon IBA untuk pembuatan bibit dari stek batang dan stek
pucuk.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendapatkan teknologi penyiapan bahan
stek, (2) Menguji pengaruh bahan stek dan pemberian hormon IBA terhadap
keberhasilan stek jabon merah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan dalam pengadaan bibit
berkualitas dari stek A.macropyllus.

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Jabon Merah
Jabon merah atau yang lebih dikenal dengan nama lokal samama (Maluku),
karumama (Sulawesi Utara) memiliki nama latin Anthocephalus macrophyllus
Roxb.) Havil, dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Secara lengkap klasifikasi
jabon merah sebagai berikut:
Kindom
: Plantae
Sub Kindom
: Tracheobionta (tumbuhan berpembulu)
Super Divisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divis
: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Anthocephalus
Spesies
: Anthocephalus macrophyllus (Roxb. Havil)
Sinonim
: Bancalus macrophyllus (Roxb.) O. Kuntze, Nauclea
Macrophylla Roxb, Neolamarckia macrophylla (Roxb.)
Bosser.

3
Penyebaran jabon putih (A. cadamba Miq.) di Indonesia cukup luas meliputi
seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan
Selatan, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Pada penyebaran alami
jabon merah (A.macrophyllus) di Indonesia lebih sempit bila dibandingkan dengan
jabon putih, yang meliputi Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jabon tumbuh pada
daerah lembab di pinggir sungai, rawa dan kadang-kadang terendam air
(Halawane et al. 2011).

Sifat Kayu Jabon Merah
Ada dua jenis jabon yang ditanam di Indonesia, yaitu jabon merah dan
jabon putih. Cara paling mudah membedakan jabon merah dengan jabon putih yaitu
dengan meraba bagian bawah daunnya. Pada jabon merah terdapat bulu pada daun
sedangkan pada jabon putih t idak. Ciri morfologis jabon merah dan jabon putih
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan ciri morfologi jabon merah dengan jabon putih
Karakteristik

Jabon merah
(A. macrophyllus)

Jabon putih
(A. cadamba)

Berwarna merah
Runcing
Memanjang
Hijau
Tidak ada
Ada
Merah
Merah kehitaman
Kehitaman
Buah masak fisiologis
berwarna coklat
kemerahan

Berwarna coklat muda
Rata
Melebar
Merah
Ada
Tidak ada
Hijau kekuningan
Hijau kecoklatan
Coklat kelabu
Buah masak fisiologis
berwarna kuning

0.55 g/cm3
II – III
III

0.42 g/cm3
V
III – IV

Sifat Botanis
Tunas daun muda
Pangkal daun
Daun
Warna daun
Tangkai daun
Bulu daun
Urat daun primer
Batang muda
Batang pohon dewasa
Warna buah

Sifat kayu
Berat jenis
Kelas awet
Kelas kuat

Prospek Dan Manfaat Jabon Merah
Pertumbuhan jabon yang cepat, kemampuan untuk tumbuh pada berbagai
jenis tanah, tidak terserang penyakit dan hama yang serius, serta karakteristik

4
silvikultur yang ideal, menjadikan jabon begitu prospektif ketika pasokan untuk
kayu lapis dari hutan alam terus menurun (Soerianegara dan Lemmens 1993). Kayu
jabon juga dapat dipakai untuk bahan pembuatan sampan dan perkakas rumah
sederhana jika dikeringkan dengan benar. Kayu jabon juga dapat digunakan untuk
lapisan inti atau lapisan permukaan vinir (kayu lapis) dan cocok pula untuk bahan
papan partikel, papan semen dan papan blok (Krisnawati et al. 2011).

Kebun Pangkas
Kebun pangkas merupakan kebun bibit yang dirancang untuk menghasikan
tunas orthotrop sebagai bahan stek. Pada kebun pangkas jenis meranti, bibit untuk
kebun pangkas dapat diperoleh dari anakan alam, biji yang disemaikan, dan stek.
Pembuatan kebun pangkas dapat dilakukan dengan sistem penanaman langsung
pada tanah yang telah digemburkan dan diberi pupuk organik. Kebun pangkas dapat
pula dibangun dengan menanam bibit pada polybag ukuran (20 cm x 30 cm) di
dalam bedengan. Naungan dengan intensitas 50% diperlukan pada kebun pangkas.
Perawatan dan pemupukan secara berkala perlu dilakukan pada kebun pangkas.
Kebun pangkas memiliki kelebihan yaitu dapat menghasilkan tunas-tunas
yang selalu muda untuk dijadikan bahan stek, selain itu kebun pangkas telah banyak
diaplikasikan pada unit produksi skala besar untuk jenis pohon cepat tumbuh
seperti akasia dan eucaliptus. Pada kebun pangkas Acacia crasicarpa di PT Indah
Kiat, produktivitas kebun pangkas mencapai 25 bahan stek dari setiap pokok
tanaman dalam satu bulan. Secara umum penggunaan kebun pangkas untuk jenisjenis cepat tumbuh lebih efektif karena produktivitas tunas setiap pohon induk
sangat tinggi (25 tunas).
Namun demikian ada beberapa kendala dalam mengelola kebun pangkas
khususnya meranti antara lain: (1) Kemampuan bertunas yang kurang produktif
(3 sampai 6 tunas per bibit), (2) Pertumbuhan yang lambat (dapat dipangkas ulang
minimal setelah 4 bulan), dan (3) Setelah beberapa kali pemangkasan tidak lagi
menghasilkan tunas yang baik untuk distek. Selain itu permasalahan lainnya yaitu
masih perlunya penggantian pohon induk setelah beberapa kali periode
pengambilan bahan stek (Sakai dan Subiakto 2007).
Pembiakan Vegetatif Stek
Pembiakan vegetatif merupakan pembiakan tumbuhan yang menggunakan
salah satu bagian vegetatif tumbuhan itu sendiri misalnya akar, batang, daun, pucuk,
jaringan bunga, jaringan meristem dan sel tanpa melibatkan proses perkawinan atau
pembuahan (Susilowati 2008). Salah satu cara pembiakan vegetatif adalah dengan
cara stek. Penyetekan sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu perlakuan
pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun,
dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut
membentuk akar
(McMahon et al. 2007).
Kelebihan perbanyakan jabon merah dengan cara stek yaitu dapat
menghasilkan pertumbuhan bibit yang homogen dengan jumlah dan waktu yang

5
diinginkan, karena stek jabon merah dapat dilakukan secara konsisten dan
berkelanjutan. Hal tersebut mampu mengatasi kelemahan jabon merah yang sifat
benihnya semi rekalsitran serta masa berbuah yang pendek yaitu Februari sampai
April. Namun demikian ada kekurangan perbanyakan jabon merah dengan cara
stek, yaitu harga bibit relatif lebih mahal jika produktivitas bahan steknya terbatas.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP
dan Asrama masjid Alhurriyyah IPB Dramaga, Bogor Jawa Barat dilaksanakan
pada Juli 2012 sampai dengan Juli 2013.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kompos, hormon IBA,
Rotoone-f (0.057% IBA), pupuk NPK, fungisida sistemik dan kontak, insektisida,
cairan pemutih, dan bibit jabon umur 4 bulan dan umur 1 tahun. Bibit tersebut
diperoleh dari pembelian di persemaian masyarakat di Situgede dan SEAMEO
BIOTROP.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cangkul, gunting stek,
penggaris, gembor, tali rapia, sumpit bambu, kamera, alat tulis, timbangan, gelas
plastik, ember plastik, pengaduk, suntikan 10 mL, pisau pemotong, bak plastik,
gelas plastik, tutup saji plastik, plastik bening, polibag, sprayer, dan spidol
permanen.

Prosedur Analisis Data
Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 1 Tahun
Tahap pertama yaitu pembersihan lahan percobaan untuk menghilangkan
gulma, selanjutnya tanah diolah supaya gembur untuk mempermudah pertumbuhan
akar, dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam dengn ukuran 30 cm x 30 cm
dengan jarak tanam 30 cm x 50 cm. Lubang tanam yang telah dibuat diberikan
pupuk kompos secukupnya sebagai bekal nutrisi awal bibit yang akan ditanam,
barulah setelah itu bibit jabon merah dengan tinggi 1 meter dengan umur 1 tahun
ditanam. Bibit yang telah ditanam dibiarkan beradaptasi dengan lingkungan selama
1 minggu, setelah beradaptasi barulah bibit dilengkungkan tetapi bagian pucuk
belum dipotong, bibit dibiarkan lagi 1 minggu untuk beradaptasi dengan kondisi
batang yang dilengkungkan.

6
Setelah bagian pucuk memperlihatkan respon terhadap pelengkungan yaitu
dengan melihat bagian pucuk yang melengkung secara alami menuju arah atas,
barulah bibit dipotong bagian apikalnya. Pemeliharaan kebun pangkas meliputi
penyiraman pagi dan sore hari, pemupukan NPK dengan dosis 1 sendok makan/
tanaman. Penyemprotan dengan fungisida dan insektisida jika terjadi serangan
jamur atau serangga. Parameter yang diamati pada kebun pangkas jabon merah
umur 1 tahun adalah jumlah tunas dan panjang tunas. Pengukuran dan
penghitungan tunas yang muncul dilakukan setiap minggu selama 12 minggu. Hasil
pengukuran panjang setiap tunas yang tumbuh pada setiap bibit kemudian dirataratakan. Tahapan pembuatan kebun pangkas secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 2.

Rancangan Percobaan Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 1 Tahun
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK). Setiap perlakuan terdiri dari 5 sampel dengan ulangan 5 kali. Jumlah bibit
yang digunakan sebanyak 2 x 5 x 5 = 50 bibit. Tata letak kebun pangkas jabon
merah umur 1 tahun dapat dilihat pada Gambar 1.
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
V
I
II
III
IV
*****
xxxxx
*****
xxxxx
*****
xxxxx
*****
xxxxx
*****
xxxxx
Gambar 1 Tata letak kebun pangkas jabon umur 1 tahun
Perlakuan yang digunakan adalah:
Faktor P: pelengkungan batang.
P0 = Batang tidak dilengkungkan (*).
P1 = Batang dilengkungkan (X).
Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = μ + τi + βj+ εij
Keterangan:
Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan pelengkungan ke-i, kelompok ke-j.
μ
= Rata-rata umum.
τi
= Pengaruh perlakuan pelengkungan ke-i.
βj
= Pengaruh kelompok ke-j.
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan pelengkungan ke-i dan kelompok ke-j

7

a

b

c

d

f

e

Gambar 2 Tahapan pembuatan kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun: (a)
pembersihan lahan, (b) pengolahan lahan, (c) pembuatan lubang
tanam, (d) pemupukan, (e) penanaman bibit, (f) pelengkungan batang

8
Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 4 Bulan
Kebun pangkas ini dibuat dari bibit jabon merah umur 4 bulan. Bibit dipotong
dan disisakan bagian pangkalnya sepanjang 25 cm. Kemudian bagian ujung bibit
pangkasan tersebut dilapisi dengan plastik wrap untuk mengurangi penguapan
(Gambar 3). Bibit disusun sesuai dengan tata letak yang telah ditentukan (Gambar
3).
Pemeliharaan kebun pangkas ini meliputi penyiraman pagi dan sore hari,
penyemprotan fungisida dan insektisida apabila terjadi serangan jamur atau
serangga. Pemupukan dilakukan dengan dosis perlakuan 0.00 g, 0.50 g, dan 1.00
g NPK/bibit. Pupuk NPK dicairkan dengan air bersih dan disiram ke setiap bibit
sebanyak 10 mL. Pupuk NPK cair tersebut diberikan setiap minggu sekali sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan. Parameter yang diamati pada kebun pangkas
jabon merah umur 4 bulan meliputi jumlah tunas dan jumlah daun. Pengamatan
dilakukan setiap minggu selama 4 minggu.

Gambar 3 Bibit pangkasan sisa stek yang digunakan untuk kebun pangkas
jabon merah umur 4 bulan

Rancangan Percobaan Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 4 Bulan
Penelitian untuk pembuatan kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dosis pupuk
NPK. Setiap perlakuan terdiri dari 10 bibit diulang 3 kali. Sehingga jumlah bibit
yang digunakan sebanyak 3 x 10 x 3 = 90 bibit. Tata letak kebun pangkas jabon
merah umur 4 bulan dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
NPK 1.00 g I
NPK 0.50 g I
NPK 0.00 g III
NPK 1.00 g III
NPK 0.00 g I
NPK 0.00 g II
NPK 0.50 g II
NPK 0.50 g III
NPK 1.00 g II
Gambar 4 Tata letak kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan

9
Perlakuan yang digunakan adalah:
N0 = NPK 0.00 g (Kontrol)
N1 = NPK 0.50 g
N2 = NPK 1.00 g
Adapun model linier yang digunakan adalah sebagai berikut
Yij = μ + τi + βj+ εij
Keterangan
Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan pupuk NPK ke-i, kelompok ke-j.
μ
= Rata-rata umum.
τi
= Pengaruh perlakuan pupuk NPK ke-i.
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εi
= Pengaruh acak pada perlakuan pupuk NPK ke-i dan kelompok ke-j.

Stek Jabon Merah
Penyiapan media tanam dan bahan stek
Arang sekam dan cocopeat diaduk secara manual hingga merata, kemudian
direndam dengan larutan campuran fungisida kontak (Dithane 45 dengan dosis 2
g/L dan cairan pemutih Bayclin dengan dosis 30 mL/2 L (Gambar 5), setelah itu
media diaklimatisasi selama 1 minggu dengan cara dimasukan ke dalam karung
dan disimpan ditempat yang terlindung dari hujan. Bibit jabon merah dihardening
selama 2 minggu dengan cara dijemur tanpa diberi naungan dengan tujuan
memperkeras batang bibit dan mengurangi kandungan air bibit.
Pelaksanaan dan pemeliharaan
Bibit jabon merah dipotong dua kali dengan menggunakan cutter, potongan
pertama merupakan gabungan pucuk dan batang, kemudian dipotong lagi
sehingga terbentuk stek pucuk dan stek batang (Gambar 5). Panjang stek batang
7–10 cm dan memiliki 2 ruas, sedang panjang stek pucuk 5 cm dan minimal
memiliki 2 ruas. Setelah dipotong, stek dimasukan ke dalam ember berisi air,
kemudian larutan fungisida sistemik Benomyl dengan dosis 4 g/L. Setelah itu
bahan stek diolesi hormon dalam bentuk pasta sesuai dengan perlakuan yang telah
ditentukan, kemudian dibiarkan selama 1 menit dengan posisi terbalik agar
hormon lebih meresap ke dalam jaringan bahan stek.
Media tumbuh stek terdiri dari arang sekam dan cocopeat (1:1, v/v)
dimasukan dalam polibag 10 cm x 10 cm. Stek yang telah diolesi hormon
kemudian ditanam pada media tumbuh sedalam 2 cm lalu dipadatkan. Setelah
stek tertanam semua, polibag ditata dalam bak stek yang terbuat dari tudung saji,
kemudian stek disiram kembali dengan air bersih hingga airnya menetes. Setelah
itu sungkup dipasang dan ditutup rapat dengan plastik bening.
Pemeliharaan stek dilakukan dengan penyemprotan air bersih sebanyak
3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari. Penyemprotan fungisida dilakukan
seminggu sekali untuk pencegahan serangan jamur. Tahapan persiapan dan
pelaksanaan stek dapat dilihat pada Gambar 5.

10

a

b

d

c

f

e

Gambar 5 Tahapan persiapan dan pelaksanaan stek jabon merah: (a) pengadukkan
media stek, (b) sterilisasi media stek, (c) sterilisasi bahan stek, (d)
pemotongan bahan stek, (e) pemberian hormon, (f) penanaman bahan stek

11
Parameter yang diamati
Parameter stek jabon merah yang diukur yaitu: (1) Persentase stek hidup,
(2) Persentase stek berakar, (3) Persentase stek bertunas, (4) Jumlah akar, dan (5)
Jumlah tunas.
Persentase stek hidup
% hidup=Jumlah stek hidup x 100%
Jumlah stek yang ditanam
Persentase stek berakar
% berakar=Jumlah stek berakar x 100%
Jumlah stek yang ditanam
Persentase bertunas
% bertunas=Jumlah stek bertunas x 100%
Jumlah stek yang ditanam
Jumlah akar
Jumlah akar primer dihitung secara manual pada akhir pengamatan.
Jumlah tunas
Jumlah tunas dihitung secara manual pada akhir pengamatan.

Rancangan Percobaan Stek Jabon Merah
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok pola faktorial 2 x 4 dengan 3 ulangan masing masing
ulangan terdiri dari 10 bibit. Jadi secara keseluruhan terdapat 240 stek. Tata letak
stek jabon merah dapat dilihat pada Gambar 6.
Kelompok
Kelompok
Kelompok
I
II
III
Ulangan
Ulangan
Ulangan
I
II
III
BH0.I
PH0.II
BH0.III
BH1.I
PH1.II
BH1.III
BH2.I
PH2.II
BH2.III
BH3.I
PH3.II
BH3.III
PH0.I
BH0.II
PH0.III
PH1.I
BH1.II
PH1.III
PH2.I
BH2.II
PH2.III
PH3.I
BH3.II
PH3.III
Gambar 6 Tata letak stek jabon merah
Dalam penelitian ini terdapat dua faktor perlakuan, yaitu:
Faktor 1: Faktor bahan stek
P = Stek pucuk
B = Stek batang

12
Faktor 2: Faktor konsentrasi hormon IBA
H0= 0 ppm (kontrol)
H1= 500 ppm Rootone F (0.057 % IBA)
H2= 1000 ppm IBA
H3= 1500 ppm IBA
Model umum rancangan faktorial yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij +ρk + εij
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan karena pengaruh bersama dari faktor bahan stek
taraf ke-i dan faktor konsentrasi hormon IBA taraf ke-j serta
ulangan ke-k.
μ
= Nilai rata-rata umum.
Ai
= Pengaruh faktor bahan stek taraf ke-i.
Bj
= Pengaruh faktor konsentrasi hormon IBA taraf ke-j.
(AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor bahan stek taraf ke-i dan faktor
konsentrasi hormon IBA taraf ke-j.
ρk
= Pengaruh pengelompokan.
εij
= Pengaruh kesalahan percobaan dari faktor bahan stek taraf ke-i dan.
faktor konsentrasi hormon IBA taraf ke-j serta ulangan ke-k.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 1 Tahun
Kebun pangkas adalah suatu areal yang berisi tanaman sebagai penghasil
tunas orthotrop dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak dengan cara dipangkas
untuk bahan stek. Pada penelitian ini, kebun pangkas jabon merah diberi perlakuan
pelengkungan dengan harapan dapat memproduksi tunas lebih banyak. Dengan
perlakuan tersebut ternyata menghasilkan pola pertumbuhan tunas yang berbeda
dengan kebun pangkas pada umumnya. Pola pertumbuhan tunas kebun pangkas
pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Ketika batang dilengkungkan, tanaman menganggap hal tersebut sebagai
suatu kerusakan. Tanaman mulai terganggu dalam distribusi nutrisinya. Dalam
keadaan seperti ini mekanisme reiterasi (pembentukan tunas) merupakan respon
dari perlakuan tersebut. Secara teoritis distribusi tunas akan terbentuk seperti pada
Gambar 7a, namun fakta dalam percobaan ini pola pertunasan mengikuti pola
Gambar 7b. Pola pada Gambar 7a terdapat dominasi tunas dititik tertinggi
pelengkungan, namun pada Gambar 7b pola pertunasan didominasi oleh tunas
yang terdekat dengan tanah atau terdekat dengan sumber nutrisi. Tunas dominan
tersebut akan menekan pertumbuhan tunas-tunas yang lain sehingga perpanjangan
tunas yang lain menjadi terhambat. Tunas dominan harus segera dipotong dan
dimanfaatkan sebagai bahan stek agar tunas yang lain cepat berkembang.

13

c

c

a

b

Gambar 7 (a) Respon pertumbuhan tunas pada kebun pangkas yang
dilengkungkan secara teoritis, (b) fakta yang terjadi, dan (c)
tunas dominan
Jumlah tunas
Jumlah tunas merupakan parameter produksi yang menghitung jumlah
tunas yang dapat digunakan sebagai bahan stek yang dihasilkan dari suatu kebun
pangkas (Hartono 2004). Hasil pengamatan pengaruh pelengkungan menunjukkan
bahwa pelengkungan berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang dihasilkan
dan mampu meningkatkan jumlah tunas pada minggu ke-1 sampai minggu ke10. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh pelengkungan batang terhadap jumlah
tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Perlakuan

Rata-rata jumlah tunas (buah)

Lengkung minggu ke-1
Kontrol minggu ke-1

3.84 a
2.44 b

Lengkung minggu ke-10
Kontrol minggu ke-10

5.38 a
3.11 b

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah tunas pada kebun pangkas yang
dilengkungkan meningkat 57.37% dibandingkan dengan kontrol pada minggu ke1 sedangkan pada minggu ke-10 meningkat 72.99%. Hasil pengamatan secara
visual menunjukkan tunas yang dekat dengan pangkal batang tumbuh lebih subur
(batang besar, daun lebih lebar, dan tunas lebih panjang).

14

Panjang tunas kebun pangkas jabon
merah umur 1 tahun (cm)

Perkembangan jumlah tunas kebun pangkas selama 12 minggu menunjukkan
bahwa dalam pertumbuhan tunas tersebut terjadi persaingan unsur hara sehingga
pada minggu ke-12 jumlah tunas yang tumbuh semakin sedikit dan terjadi
kematian tunas (Gambar 8). Sebaliknya pada minggu ke-2 dan ke-3 jumlah tunas
lebih banyak (8 buah).
Lengkung

Kontrol

9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
1

2

3

4 5 6 7 8 9
Perlakuan minggu ke-

10 11 12

Gambar 8 Jumlah tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Panjang tunas
Panjang tunas dapat menggambarkan dominansi suatu tunas terhadap tunas
lain dalam hal nutrisi, ruang tumbuh, penyerapan cahaya yang mengakibatkan
defisit nutrisi pada tunas lain yang kalah bersaing atau tumbuh belakangan yang
dapat berujung pada kematian tunas (Wijaya 2002). Selain itu panjang tunas juga
merupakan salah satu kriteria layak tidaknya suatu tunas untuk dijadikan bahan
stek. Ukuran bibit (5–35 cm) memiliki potensi yang sama dalam keberhasilan stek
pucuk dengan persentase keberhasilan diatas 80% (Qurrataayun 2011). Hasil
pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelengkungan tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang tunas yang dihasilkan (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh pelengkungan batang terhadap panjang tunas
kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Perlakuan

Rata-rata panjang tunas (cm)

Lengkung minggu ke-1

0.28 a

Kontrol minggu ke-1

0.23 a

Lengkung minggu ke-10
Kontrol minggu ke-10

3.98 a
4.13 a

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 3 menunjukkan bahwa pelengkungan tidak berpengaruh nyata terhadap
panjang tunas yang dihasilkan pada minggu ke-1 sampai minggu ke-10.
Panjang tunas kebun pangkas selama 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 9.

Panjang tunas kebun pangkas jabon
merah umur 1 tahun (cm)

15

Lengkung

Kontrol

7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
1

2

3

4

5 6 7 8 9
Perlakuan minggu ke-

10 11 12

Gambar 9 Jumlah tunas kebun pangkas jabon merah umur 1 tahun
Gambar 9 menunjukkan bahwa secara umum tunas pada kebun pangkas
kontrol (tidak dilengkungkan) lebih panjang dibandingkan dengan kebun
pangkas yang dilengkungkan, dan keduanya memperlihatkan masih terus
meningkat. Hal ini karena jumlah tunasnya yang semakin sedikit.

Kebun Pangkas Jabon Merah Umur 4 Bulan
Kebun pangkas ini merupakan bagian batang bawah sisa pemotongan stek
yang kemudian dipelihara dengan harapan menghasilkan tunas orthotrop yang
dapat digunakan sebagai bahan stek dan bagian atas batang yang terbuka dilapisi
dengan plastik wrap untuk mengurangi penguapan. Setelah itu bibit disusun sesuai
dengan tata letak yang telah dibuat dan dilakukan pengamatan parameter.
Parameter yang diukur dalam percobaan ini terdiri jumlah tunas dan jumlah daun.
Jumlah tunas
Faktor lingkungan seperti nutrisi anorganik, air, cahaya dan temperatur ikut
mempengaruhi pertumbuhan tunas (Hilmann 1990; Wijaya 2002). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata
terhadap jumlah tunas yang dihasilkan (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk NPK terhadap jumlah
tunas anakan stek jabon merah umur 4 bulan selama 4 minggu
Minggu ke2

Perlakuan
NPK 0.00 g
NPK 0.50 g
NPK 1.00 g

Rata-rata jumlah tunas (buah)
2.74 a
1.66 b
0.96 b

4

NPK 0.00 g
NPK 0.50 g
NPK 1.00 g

1.80 a
0.53 b
0.06 b

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

16

Jumlah tunas kebun pangkas
jabon merah umur 4 bulan
(buah)

Tabel 4 menunjukkan pemberian pupuk NPK dengan dosis yang semakin
meningkat menurunkan jumlah tunas yang dihasilkan pada minggu ke-2 dan ke-4.
Secara keseluruhan dosis pupuk 0.50 g/bibit menghasilkan jumlah tunas yang lebih
banyak daripada pada dosis 1.00 g/bibit. Beberapa tunas pada minggu ke-4 juga
mati. Hal ini diduga dosis 1.00 g/bibit telah berakibat toksis terhadap tanaman.
Perkembangan jumlah tunas untuk setiap perlakuan setiap minggunya dapat dilihat
pada Gambar 10.
NPK 0.00 g

2,50

NPK 0.50 g

NPK 1.00 g

2,74

3,00
2,16

2,00
1,50

1,80

1,67

1,59
1,23

0,97

1,00

1,07
0,95 0,93
0,53

0,50

0,07

1

2

3

4

Perlakuan minggu ke-

Gambar 10 Jumlah tunas kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan
Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah tunas yang paling banyak
pada kebun pangkas tanpa perlakuan (kontrol) disusul dengan perlakuan NPK 0.50
g dan 1.00 g. Hal ini berarti penambahan pupuk NPK untuk merangsang
pertumbuhan tunas pada bibit umur 4 bulan berpengaruh negatif.

Jumlah daun kebun pangkas
jabon merah umur 4 bulan
(helai)

Jumlah daun
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK tidak
berpengaruh nyata pada jumlah daun yang dihasilkan pada minggu ke-1 sampai
minggu ke-4. Perkembangan jumlah daun untuk setiap perlakuan setiap minggunya
dapat dibaca pada Gambar 11.
NPK 0.00 g
6,00

NPK 0.50 g

NPK 1.00 g

5,33

5,00

4,20

4,00
3,00
2,00

2,77
2,11
1,46
1,29

1,53

2,84

2,60
1,73

1,00

0,93
0,27

-

1

2
3
Perlakuan minggu ke-

4

Gambar 11 Jumlah daun kebun pangkas jabon merah umur 4 bulan

17
Gambar 11 menunjukkan bahwa dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4
jumlah daun tertinggi pada kebun pagkas yang tidak dipupuk diikuti perlakuan
pemberian NPK 0.50 g dan 1.00 g. Hal ini berarti perlu diturunkan dosis pupuk
NPK nya.

Stek Jabon Merah
Parameter yang diukur pada penelitian ini terdiri dari persentase stek hidup,
persentase stek bertunas, persentase stek berakar, jumlah akar dan jumlah tunas.
Rekapitulasi sidik ragam stek jabon merah dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Rekapitulasi sidik ragam stek jabon merah
Parameter
% Hidup
% Berakar
% Bertunas
Jumlah akar
Jumlah tunas

Bahan stek
(A)
*
ns
*
ns
*

Sumber keragaman
Hormon IBA
(B)
ns
ns
ns
ns
ns

Interaksi
A*B
ns
ns
ns
ns
ns

* berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, ns tidak berpengaruh nyata.

Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor bahan stek berpengaruh nyata terhadap
parameter persentase hidup stek, persentase bertunas dan jumlah tunas, sedangkan
faktor hormon dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata pada
semua parameter yang diamati.
Persentase hidup
Persentase hidup merupakan perbandingan antara jumlah stek yang hidup
hingga akhir masa pengamatan dengan seluruh bahan stek yang ditanam (Prakasa
2011). Salah satau ciri stek yang hidup adalah penampakannya yang masih segar
hingga akhir pengamatan, sedangkan stek yang mati dicirikan dengan warna batang
hitam, busuk, bakal tunas dan daun yang layu (Budiman 2000). Pengaruh bahan
stek berpengaruh nyata terhadap persentase hidup stek, dapat dilihat pada Tabel 6.

Table 6 Hasil uji Duncan pengaruh bahan stek terhadap persentase hidup stek
jabon merah
Bahan stek
Pucuk
Batang

Rata-rata persentase hidup (%)
8.33 b
48.33 a

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata persentase hidup stek batang jabon

18
merah lebih tinggi daripada stek pucuk. Persentase hidup stek pada setiap
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12.
56,67

Persentase hidup stek
jabon merah (%)

50,00
43,33

43,33

BH1

BH2

13,33
10,00

6,67

3,33
PH0

PH1

PH2

PH3

BH0

BH3

Perlakuan

Gambar 12 Persentase hidup stek jabon merah (PH0= pucuk 0 ppm IBA,
PH1= pucuk 500 ppm IBA. PH2= pucuk 1000 ppm IBA,
PH3= pucuk 1500 ppm IBA, BH0= batang 0 ppm IBA, BH1=
batang 500 ppm IBA, BH2= batang 1000 ppm IBA, BH3=
batang 1500 ppm IBA)
Gambar 12 menunjukkan bahwa persentase hidup stek beragam, persentase
hidup terendah pada perlakuan PH0 sebesar 3.33%, dan tertinggi pada perlakuan
BH3 sebesar 56.67%. Keragaan stek yang mati karena pembusukan dapat dilihat
pada Gambar 13.

Gambar 13 Stek pucuk jabon merah yang mati akibat pembusukan
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa stek mengalami pembusukan yang
mengakibatkan stek tidak mampu memproduksi tunas dan akar sehingga yang
berlanjut pada kematian stek. Pembusukan yang bermula dari ujung maupun
pangkal stek kemudian terus menjalar ke semua bagian bahan stek.

Persentase berakar

19
Persentase berakar merupakan kunci penting dalam menilai keberhasilan
suatu stek. Diharapkan dengan tumbuhnya akar, proses fisiologis pada stek dapat
berjalan dengan baik seperti bibit yang berasal dari biji (Prakasa, 2011). Faktor
bahan stek dan pemberian hormon IBA tidak berpengaruh nyata terhadap
persentase berakar stek. Persentase stek berakar pada setiap perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 14.
3,33

3,33

3,33

Persentase berakar stek
jabon merah (%)

3,33

-

-

-

PH0

PH1

PH2

PH3

BH0

BH1

BH2

BH3

Perlakuan

Gambar 14 Persentase berakar stek jabon merah (PH0= pucuk 0 ppm IBA,
PH1=pucuk 500 ppm IBA. PH2= pucuk 1000 ppm IBA, PH3=
pucuk 1500 ppm IBA, BH0= batang 0 ppm IBA, BH1= batang
500 ppm IBA, BH2= batang 1000 ppm IBA, BH3= batang 1500
ppm IBA)
Gambar 14 menunjukkan bahwa persentase berakar stek jabon merah
tertinggi adalah sebesar 3.33% pada perlakuan PH3, BH0, BH1, dan BH2,
selebihnya tidak berhasil berakar. Stek batang lebih mudah berkar daripada stek
pucuk. Kondisi stek pucuk yang berhasil berakar dapat dilihat pada Gambar 15.
Stek yang tidak mengalami pembusukan mampu berakar dan bertahan hidup

Gambar 15 Stek pucuk jabon merah yang berhasil berakar
karena proses fisiologis seperti penyerapan nutrisi dan air sudah dilakukan dengan

20
bantuan akar yang tumbuh. Selain itu adanya daun sebagai tempat fotosintesi
membuat stek sudah dapat menghasilkan fotosintat untuk kebutuhannya sendiri.
Persentase bertunas
Tumbuhnya tunas pada stek juga penting karena salah satu tempat sintesis
hormon auksin adalah di tunas muda (Srivastava 2002). Hormon endogen ini
diharapkan mampu mempercepat terbentuknya akar adventif pada stek. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh bahan stek berpengaruh nyata
terhadap persentase bertunas stek (Tabel 7).
Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh bahan stek terhadap persentase bertunas
stek jabon merah
Bahan stek
Pucuk
Batang

Rata-rata persentase bertunas (%)
1.66 b
56.66 a

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata persentase bertunas stek batang
sebesar 56.66% lebih tinggi daripada stek pucuk sebesar 1.66%. Persentase
bertunas stek pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 16.

Persentase bertunas stek
jabon merah (%)

60,00

60,00

63,33

43,33

-

-

PH0

PH1

3,33

3,33

PH2

PH3

BH0

BH1

BH2

BH3

Perlakuan

Gambar 16 Persentase bertunas stek jabon merah (PH0= pucuk 0 ppm IBA,
PH1=pucuk 500 ppm IBA. PH2= pucuk 1000 ppm IBA, PH3=
pucuk 1500 ppm IBA, BH0= batang 0 ppm IBA, BH1= batang 500
ppm IBA, BH2= batang 1000 ppm IBA, BH3= batang 1500 ppm
IBA)
Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa persentase bertunas stek pucuk hanya
mencapai 3.33% pada perlakuan PH3, sedangkan pada stek batang dapat mencapai
63.33% pada perlakuan BH3, sedangkan perlakuan PH0 dan PH1 stek pucuk tidak
mampu bertunas, dan pada stek batang nilai persentase bertunas terendah adalah
43.33% pada perlakuan BH1. Stek yang berhasil bertunas dapat dilihat pada
Gambar 17.

21

Gambar 17 Stek batang jabon merah yang berhasil bertunas
Pada Gambar 17 menunjukkan bahwa stek batang yang berhasil bertunas dan
membentuk akar, tetapi pertumbuhan tunas ini tidak diiringi dengan pertumbuhan
akar yang baik sehingga tunas kemudian layu setelah cadangan makanan di stek
batang telah berkurang. Cadangan makanan yang ada hanya cukup untuk
mempertahankan hidup dan pertumbuhan tunas.
Jumlah akar
Jumlah akar merupakan gambaran kemampuan hormon dalam menginduksi
dan menggandakan sel-sel meristematik akar untuk tumbuh dan berkembang
menjadi akar yang berfungsi untuk menopang pertumbuhan bibit menyerap unsur
hara dan air yang terdapat pada media tumbuh (Prakasa 2011). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pengaruh bahan stek dan pemberian hormon IBA tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah berakar stek. Stek yang berhasil berakar dapat
dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Stek batang jabon merah yang berhasil berakar

22
Stek berhasil berakar dan bertunas namun jumlah tunas yang dihasilkan
sangat sedikit, dan bahkan ada yang hanya membentuk kalus namun tidak
membentuk akar. Jumlah akar stek pada setiap perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 19.

3,00

Jumlah akar stek
jabon merah (buah)

3,00

1,00

-

-

PH0

PH1

1,00

1,00

PH2

PH3

BH0

BH1

BH2

BH3

Perlakuan

Gambar 19 Jumlah akar stek jabon merah (PH0= pucuk 0 ppm IBA,
PH1=pucuk 500 ppm IBA. PH2= pucuk 1000 ppm IBA, PH3=
pucuk 1500 ppm IBA, BH0= batang 0 ppm IBA, BH1= batang
500 ppm IBA, BH2= batang 1000 ppm IBA, BH3= batang 1500
ppm IBA)
Gambar 19 menunjukkan bahwa jumlah akar stek pucuk terbanyak adalah 3
akar pada perlakuan PH2 dan PH3, sisanya tidak mampu berakar, dan pada stek
batang jumlah 1 akar pada perlakuan BH0, BH1, dan BH2, sedangkan BH3 tidak
mampu berakar.
Jumlah tunas
Jumlah tunas yang pada stek dipengaruhi oleh kandungan bahan makanan
yang terdapat pada stek. Faktor bahan stek berpengaruh nyata terhadap jumlah
tunas stek (Tabel 8).
Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh bahan stek terhadap jumlah tunas stek
jabon merah
Bahan stek
Pucuk
Batang

Rata-rata jumlah tunas (buah)
0.25 b
12.25 a

a

Angka-angka pada kolom yang samayang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 8 menunjukkan bahwa stek pucuk menghasilkan rata-rata tunas lebih
sedikit (0.25) tunas dibanding dengan stek batang (12.25 tunas), perkembangan
jumlah tunas selengkapnya lihat Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa
jumlah tunas tertinggi sebanyak 2.16 tunas pada perlakuan BH3 pada perlakuan

23
PH0, PH1 stek tidak menghasilkan tunas. Pada umumnya jumlah tunas baru akan
mudah terbentuk pada stek batang daripada stek pucuk. Jika stek batang dapat
dijadikan bahan stek yang bagus maka peluang pelipatan jumlah tunasnya lebih
tinggi daripada stek pucuk

Jumlah tunas stek
jabon merah (buah)

2,38
2,00

1,94

PH3

BH0

2,22

2,16

BH2

BH3

1,00

-

-

PH0

PH1

PH2

BH1

Perlakuan

Gambar 20 Jumlah tunas stek jabon merah (PH0= pucuk 0 ppm IBA,
PH1=pucuk 500 ppm IBA. PH2= pucuk 1000 ppm IBA, PH3=
pucuk 1500 ppm IBA, BH0= batang 0 ppm IBA, BH1= batang
500 ppm IBA, BH2= batang 1000 ppm IBA, BH3= batang 1500
ppm IBA)

Pembahasan
Teknologi Produksi Bahan Stek
Teknik pelengkungan batang sering digunakan khususnya pada perkebunan
apel untuk merangsang pembungaan. Pada penelitian ini, hal yang sama dilakukan
namun dengan tujuan yang berbeda, dengan umur jabon yang masih 1 tahun dan
belum mencapai fase generatif, maka pelengkungan diharapkan dapat
meningkatkan jumlah tunas dan pertumbuhan tunas pada kebun pangkas jabon
merah sehingga produksi tunas orthotrop yang akan digunakan sebagai bahan stek
semakin meningkat.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa faktor pelengkungan batang
berpengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Hal ini diduga akibat dari
perubahan pola distribusi makanan dari arah dominasi apikal ke dominansi lateral.
Hal ini juga berakibat pada perubahan pola aliran auksin dari arah atas ke bawah
kemudian dirubah dari atas ke arah samping (lateral).
Selain itu pelengkungan juga berpengaruh pada aliran auksin ke tunas
lateral (Sanyal dan Bangerth 1998) bahwa stres mekanik akibat pelengkungan
menurunkan transport auksin 2 hingga 2.50 kali. Dengan semakin berkurangnya
transport auksin akibat stres mekanik, dominansi apikal menjadi semakin lemah.
Hal ini memberikan kesempatan pada tunas-tunas lateral yang semula

24
pertumbuhannya terhambat oleh dominansi apikal untuk tumbuh lebih leluasa. Hal
ini senada dengan hasil pengamatan Ito et al. (1999) yang menyebutkan bahwa
pelengkungan dapat meningkatkan produksi pembungaan dan mempengaruhi
konsentrasi hormon pada tunas lateral pada tanaman pear Jepang.
Pada penelitian ini, jumlah tunas meningkat pada minggu ke-1 hingga
minggu ke-2, hal ini diduga bahwa efek pemotongan pucuk dan efek pelengkungan
mulai bekerja dalam menurunkan dominasi apikal apikal. Namun pada minggu
ke-3 terjadi penurunan jumlah tunas hingga minggu ke-12 (Gambar 8). Hal ini
disebabkan adanya persaingan antar tunas dalam mendapatkan nutrisi. Pada
penelitian ini terdapat tunas yang dominan dan diduga menekan pertumbuhan
tunas dalam hal ini panjang tunas.
Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor pelengkungan batang tidak berpengaruh
terhadap panjang tunas yang dihasilkan. Panjang tunas yang dihasilkan kebun
pangkas yang dilengkungkan lebih pendek dibandingkan dengan kebun pangkas
kontrol. Kim et al. (2004) menyebutkan bahwa pelengkungan dapat
mempengaruhi transport air, penurunan tansport air mungkin karena kerusakan
pada xylem akibat pelengkungan batang. Penurunan transport air ini berpotensi
menurunkan hasil fotosintesis.
Hal ini senada dengan Kim dan Lieth (2003) yang menyebutkan bahwa
pelengkungan menghambat transport air dan mungkin juga mempengaruhi
konsentrasi karbohidrat pada daun dan tunas. Dengan menurunnya hasil
fotosintesis maka pertumbuhan tunas pada kebun pangkas yang dilengkungkan
menurun. Pertumbuhan panjang tunas salah satunya dipengaruhi oleh hormon
auksin, auksin menyebabkan terjadinya pemanjangan sel dengan mempengaruhi
plastisitas dinding sel, namun dengan adanya pelengkungan, diduga transport
auksin menjadi terganggu (Sanyal dan Bangerth 1998), dan proses
pemanjangan sel menjadi terganggu. Selain itu kondisi kebun pangkas yang
berada di samping tegakan mengakibatkan intensitas cahaya matahari khususnya
pagi hari menjadi berkurang sehingga proses fotosintesis menjadi kurang
maksimal.
Ketersediaan unsur hara dalam tanah penting bagi pertumbuhan tanaman.
Defisiensi unsur hara akan mengganggu pertumbuhan tanaman terganggu.
Ketersediaan unsur-unsur