PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI INDOLE-3 BUTYRIC ACID (IBA) DAN JUMLAH BUKU PADA STEK TERHADAP PERAKARAN STEK BATANG MINI UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF APPLICATION OF SOME CONCENTRANTION OF INDOLE-3 BUTYRIC ACID (IBA) AND THE NUMBER OF NODES ON

THE ROOTING OF MINI CUTTING OF CASSAVA (Manihot esculenta Crantz)

By

Henni Elfandari

Scarcity of stakes as planting materials causes the reduction of cassava yield. An alternative to solve the problem is to use mini stem cutting. This is to save planting material, so the number of stakes needed is fullfiled. A stake is considered to grow well if there is a regeneration both in shoot and root. Regeneration of shoot and root can occur if phytohormone system in the plant. However, sometimes the ratio of growth regulator in the plant is not enough, so that the external growth regulator is needed. Growth regulator whose function is to regenerate shoot and root is auxin. In this research IBA which includes in auxin was used. Beside growth regulator, another factor responsible in regenerating shoot and root is the number of nodes along a stake. The objectives of this research were to know the effect of application of some concentrantion of indole-3 butyric acid (IBA) and the number of nodes on the rooting of mini cutting of cassava (Manihot esculenta Crantz).

This research used completely randomized design (RAL) arranged in factorial (4x3). The first factor was IBA concentrations consisting of 4 levels; without IBA, IBA 500 ppm, IBA 1,000 ppm, and IBA 2,000 ppm. The second factor was the number of nodes in cutting consisting of 3 kinds; stem cutting with one node, stem cutting with two nodes, and stem cutting with three nodes. This research was conducted in experiment garden of Agriculture Faculty in University of Lampung in Bandar Lampung from March to April 2012. Data analysis included the amount of shoots, the length of shoot, amount of nodes, amount of leaves, amount of roots, and length of root.

The results showed that the IBA application with concentration of 2,000 ppm was the best concentration in supporting rooting in mini cassava stem cutting. In the treatment of amount of nodes in the stem cutting, it was found that three-node in


(2)

stem cutting produced better root growth than other stem cuttings. The

combination of treatments of IBA with 2,000 ppm concentration and three-node in stem cutting produced the best mini stem cutting growth than other treatments. Keywords: IBA, rooting of mini cutting, cassava


(3)

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI INDOLE-3 BUTYRIC ACID (IBA) DAN JUMLAH BUKU PADA STEK TERHADAP

PERAKARAN STEK BATANG MINI UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

Oleh

Henni Elfandari [1], Ardian [2], Erwin Yuliadi [2] ABSTRAK

Kelangkaan stek sebagai bahan tanam mengakibatkan penurunan produksi ubikayu. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan stek batang mini. Hal ini dilakukan untuk menghemat bahan tanam, sehingga kebutuhan stek dapat terpenuhi. Suatu stek dikatakan berhasil tumbuh apabila terjadi regenerasi pucuk dan akar. Regenerasi pucuk dan akar dapat terjadi bila didukung dengan faktor fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh di dalam tanaman. Akan tetapi, terkadang rasio zpt di dalam tanaman tidak mencukupi, sehingga diperlukan aplikasi zpt secara eksternal. ZPT yang berperan dalam proses regenerasi pucuk dan akar adalah Auksin. Dalam penelitian ini digunakan IBA yang termasuk kelompok Auksin. Selain pemberian ZPT, faktor lain yang ikut berperan dalam regenerasi pucuk dan akar adalah jumlah buku pada stek. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi indole-3 butyric acid (IBA) dan jumlah buku pada stek terhadap perakaran stek batang mini ubikayu (Manihot esculenta Crantz).

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial (4x3). Faktor pertama ialah konsentrasi IBA yang terdiri atas 4 taraf, yaitu, tanpa IBA, IBA 500 ppm, IBA 1.000 ppm dan IBA 2.000 ppm, sedangkan faktor kedua berupa jumlah buku pada stek yang terdiri dari 3 taraf, yaitu stek satu buku, stek dua buku, dan stek tiga buku. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan Maret hingga April 2012. Analisis data meliputi jumlah tunas, panjang tunas rata-rata per stek, jumlah buku, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar rata-rata per stek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi IBA dengan konsentrasi 2.000 ppm merupakan konsentrasi terbaik dalam menunjang perakaran stek batang mini ubikayu. Pada perlakuan jumlah buku pada stek diketahui bahwa stek tiga buku menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih baik daripada stek lainnya.

Kombinasi perlakuan antara IBA dengan konsentrasi 2.000 ppm dan stek tiga buku menghasilkan pertumbuhan stek batang mini terbaik dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya.


(4)

1. Alumni Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(5)

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI INDOLE-3 BUTYRIC ACID (IBA) DAN JUMLAH BUKU PADA STEK TERHADAP PERAKARAN

STEK BATANG MINI UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

Oleh

HENNI ELFANDARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penampakan visual stek batang mini ubikayu saat 3mst Pada stek (berbuku satu, berbuku dua dan berbuku tiga) tanpa IBA (a), IBA 500 ppm (b), IBA 1000 ppm (c) dan


(7)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian …... 5

1.4 Landasan Teori ... 6

1.5 Kerangka Pemikiran ... 7

1.6 Hipotesis ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Botani Ubikayu ... 11

2.2 Syarat Tumbuh dan Perbanyakan Tanaman Ubikayu ... 12

2.3 Pentingnya Tanaman Ubikayu ... 13

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Stek ... 15

2.5 Zat Pengatur Tumbuh ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.2 Alat dan Bahan ... 20

3.3 Metode Penelitian ... 20

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 21

3.5 Pengamatan ... 22

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil Penelitian ... 24


(8)

ii

4.1.2 Persentase Stek Bertunas, Berakar, dan Berkalus ... 27

4.1.3 Jumlah Tunas ... 28

4.1.4 Panjang Tunas ... 29

4.1.5 Jumlah Buku ... 31

4.1.6 Jumlah Daun ... 33

4.1.7 Jumlah Akar ... 34

4.1.8 Panjang Akar ... 36

4.1.9 Bobot Basah Tunas ... 37

4.1.10 Bobot Kering Tunas ... 37

4.1.11 Bobot Basah Akar ... 38

4.1.12 Bobot Kering Akar ... 38

4.2 Pembahasan ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48


(9)

Terucap syukur kepada Allah SWT Sang Pencipta Bumi dan Langit, yang Maha Besar lagi Maha Penyayang atas nikmat, berkah dan karunia.

Dengan penuh ketulusan dan segala kerendahan hati, Penulis persembahkan skripsi ini kepada :

Bapak dan Ibu tercinta yang selalu menjaga, mengasihi, mendoakan, memberi arahan, masukan, dukungan dan motivasi selama ini. Untuk kedua adikku, Dyah dan Iman yang

memberikan kasih sayang, keceriaan, kebersamaan dan semangatnya. Tak lupa untuk Risky Ramadhana atas semangat, bantuan dan dukungannya. Dan untuk Almamater


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 3 Juni 1990, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Heri Widodo, S.IP. dan Ibu Dra. Hendrayati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sawah Lama Tanjung Karang Timur pada Tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada Tahun 2005, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada Tahun 2008. Pada Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Agroteknologi melalui jalur reguler dan memilih minat Agronomi pada Tahun 2010. Pada Tahun 2011, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Pesawaran Indah Dusun Wonorejo 3, Pesawaran dan Tahun 2012 melaksanakan Praktik Umum di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikulutra (BPSB-TPH), Lampung.

Selama menempuh kuliah, penulis berkesempatan untuk menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Produksi Tanaman Pangan (2011 dan 2012), Statistika Pertanian (2011 dan 2012), Genetika Dasar (2011), Pemuliaan Tanaman (2012), dan Ilmu Teknik Pengendalian Gulma (2011).


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Indole-3 Butyric Acid (IBA) dan Jumlah Buku Pada Stek Terhadap Perakaran Stek Batang Mini Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Penulis menyadari bahwa dalam

menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Ardian, M.Agr. selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan saran, motivasi, dan arahan kepada saya dengan penuh kesabaran dan

kebijaksanaan hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M.Sc. selaku Pembimbing Kedua yang telah bersabar dan penuh ketelitian dalam mengoreksi serta yang telah dengan kebesaran hati membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S. selaku Pembahas dan Pembimbing Akademik saya, ibu saya di kampus yang selalu sabar, teliti, dan bijaksana dalam membimbing saya dari awal perkuliahan hingga pengerjaan skripsi.


(12)

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. sebagai Ketua Program Studi Agroteknologi.

5. Seluruh Dosen di Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmunya, saya besar karena kemurahan hati kalian.

6. Bapak, Ibu, Dyah, Iman, dan seluruh keluarga besar penulis yang telah membeikan dorongan serta bantuan moril maupun materiil kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

7. Risky Ramadhana, Yurres Satrio Wibowo, Septian Hutagalung, Saputra Yurisqi, dan Parmitha Shari atas semangat, bantuan dan kebersamaanya selama menjalani perkuliahan,penelitian dan skripsi.

8. Teman seperjuangan penelitian, Marthalina Aksuri yang melewati susah senang bersama serta teman-teman AGT’08 khususnya AGT kelas C atas kebersamaanya selama perkuliahan.

Semoga semua pihak yang telah membantu mendapat balasan berupa rahmat dan berkah dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2012

Penulis,


(13)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) termasuk tanaman penghasil karbohidrat dan biomassa paling tinggi per satuan luas dan waktu dibanding dengan tanaman pangan lainnya. Tanaman ini mempunyai sifat adaptasi yang cukup luas, baik terhadap iklim yang kurang baik maupun lahan kurus dan kurang baik (Wargiono dan Barrett, 1987). Ubikayu berasal dari Amerika Latin dan sekarang ubikayu telah tersebar di beberapa negara lain, antara lain Indonesia, India, Thailand, Brazilia dan Malaysia (LIPI, 1977). Ubikayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat.

Di Indonesia, ubikayu mempunyai arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis ubi-ubian lainnya. Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi menjadikan ubikayu sebagai alternatif makanan pokok kedua setelah beras atau padi (LIPI, 1977). Di samping sebagai bahan makanan, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak.


(14)

2

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ubikayu tidak hanya terbatas untuk diolah menjadi makanan, pakan dan tepung, karena dalam beberapa tahun ke depan, ubikayu dipastikan akan naik kelas karena ubikayu dapat dijadikan sumber energi terbarukan atau bioenergi setelah diolah dan diproses secara kimia menjadi beberapa produk bernilai ekonomi tinggi (Vivaborneo, 2011).

Di dalam negeri, ubikayu biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak dan bahan pangan tradisional setelah beras dan jagung. Oleh sebab itu, harga ubikayu sangat fluktuatif dan tidak memberikan keuntungan yang memadai bagi petani. Untuk itu perlu ada pengembangan hasil olah ubikayu yang bernilai ekonomi tinggi seperti bietanol berbahan baku ubikayu. Di Indonesia, ubikayu merupakan sumber bioetanol yang cukup potensial untuk dikembangkan. Pengembangan bioetanol diharapkan dapat menjadi solusi sumber energi terbarukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani ubikayu. Dengan langkah ini, harga ubikayu akan menjadi stabil sehingga memberikan keuntungan yang cukup bagi petani (Yakinudin, 2010).

Seiring dengan meningkatnya industri pembuatan bioetanol di berbagai negara, permintaan persediaan ubikayu semakin tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Akan tetapi tingginya permintaan ini tidak diimbangi dengan jumlah tanaman yang ditanam. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah bibit stek yang berkualitas dan tidak meratanya distribusi bibit kepada para petani. Secara umum, satu tanaman ubikayu hanya mampu menghasilkan 10 bahan stek dan stek baru dapat diperolah setelah tanaman berumur 10 bulan atau lebih (BIP, 2005)


(15)

3

Untuk mengatasi kelangkaan stek demi memenuhi permintaan pasar, maka perlu diterapkan suatu cara perbanyakan vegetatif yang tepat agar didapatkan bibit unggul dalam waktu yang singkat. Penggunaan bibit dengan mutu yang baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan daya tumbuh yang tinggi, mempertahankan populasi tanaman dan mendapatkan hasil produksi yang tinggi (Wargiono dan Barrett, 1987). Salah satu cara mendapatkan bibit unggul dalam jumlah banyak adalah dengan menggunakan perbanyakan vegetatif, yaitu melalui penggunaan stek batang mini ubikayu sehingga dapat menghemat penggunaan bahan stek.

Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name dan true to type. Regenerasi akar dan pucuk tersebut dipengaruhi oleh faktor internal yaitu tanaman itu sendiri dan faktor eksternal atau lingkungan. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh (Sasanti dkk., 2008).

Zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses perakaran stek ialah auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu Indole-3 Acetic Acid (IAA), Napthalen Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole-3 Butyric Acid (IBA). IBA merupakan auksin yang menurut beberapa penelitian bersifat lebih efektif dibanding zat pengatur tumbuh dari

golongan auksin lainnya. IBA mempunyai kandungan kimia lebih stabil, daya kerjanya lebih lama dan dapat membentuk kalus lebih baik. IBA lebih stabil berarti tidak mudah terurai menjadi komponen-komponen lain. Aplikasi zat pengatur tumbuh yang efektif adalah pada konsentrasi tertentu. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat


(16)

4

merusak jaringan, karena pembelahan sel berkalus berlebihan, sedang konsentrasi yang terlalu rendah kurang efektif. Pada tanaman berkayu digunakan zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi 1.000 ppm sampai 2.000 ppm. (Harjadi dan Rochiman, 1973). Menurut Abdullah dkk. (2006) menyatakan bahwa pemberian 0.4% IBA dapat meningkatkan jumlah akar-akar primer pada stek batang jambu batu (Psidium

guajava Linn)

Keberhasilan inisiasi akar juga dipengaruhi oleh jumlah ruas atau buku pada suatu bahan stek. Stek yang mempunyai banyak buku umumnya memiliki pertumbuhan akar dan tunas yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan stek dengan jumlah buku sedikit. Hal tersebut diduga karena semakin banyak jumlah ruas bahan stek, maka kandungan karbohidrat dan nitrogennya juga semakin banyak sehingga dapat memacu pertumbuhan tunas dan akar. Menurut Mardani (2006), kandungan bahan makanan pada stek tanaman terutama protein dan karbohidrat serta unsur-unsur lain termasuk nitrogen sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta tunas tanaman.

Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh pemberian berbagai konsentrasi IBA dan jumlah stek buku terhadap perakaran stek batang mini tanaman ubikayu (Manihot esculenta Crantz).


(17)

5

1.2Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Konsentrasi IBA manakah yang tepat untuk merangsang perakaran stek batang mini ubikayu?

2. Berapakah jumlah buku yang berpengaruh terhadap perakaran stek batang mini ubikayu?

3. Apakah ada interaksi antara konsentrasi IBA dengan jumlah buku terhadap perakaran stek batang mini ubikayu?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifitas dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsentrasi IBA yang tepat bagi perakaran stek batang mini ubikayu

2. Untuk mengetahui jumlah buku yang mempengaruhi perakaran stek batang mini ubikayu

3. Untuk mengetahui interaksi antara konsentrasi IBA dengan jumlah buku terhadap perakaran stek batang mini ubikayu


(18)

6

1.4Landasan Teori

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengujian statistik ternyata perlakuan hormon IBA pada stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena) efektif untuk meningkatkan persen jadi stek yang berakar. Pada tingkat konsentrasi 100 ppm, stek yang berakar dapat mencapai 83,33 %. Ini berarti hormon IBA berpengaruh positif dalam merangsang perakaran stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena), sehingga proses perakaran menjadi lebih cepat dan mantap. Perakaran yang mantap dapat membantu stek dalam menyerap unsur hara dan air lebih baik untuk mempertahankan kondisinya agar tidak menjadi layu dan mati (Irwanto, 2001).

Pengaruh hormon IBA lebih baik dibandingkan dengan IAA pada semua parameter yang diamati (persen tumbuh, jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang daun). Aplikasi hormon IBA pada stek cabang bambu betung berpengaruh lebih baik daripada hormon IAA. Hal ini terlihat dari rataan persentase tumbuh yang dihasilkan. Pemakaian hormon IBA dengan konsentrasi 0.40 % menghasilkan rataan persentase sebesar 90.00%, sedangkan IAA dengan konsentrasi yang sama hanya menghasilkan 74.17%. Aplikasi IBA dengan konsentrasi 0.40% memberikan rataan tertinggi pada setiap parameter yang diamati. Rataan jumlah tunas tertinggi (6.05) masih ditunjukkan oleh aplikasi hormon IBA. Pada penelitian ini pengaruh perlakuan tunggal menunjukkan bahwa aplikasi hormon IBA memberikan rataan tertinggi (10.44 cm) pada tinggi tanaman dan rataan jumlah daun tertinggi (6.70) (Sumiasri dan Indarto, 2001).


(19)

7

Pemberian IBA juga memberikan pengaruh terhadap viabilitas stek ruas tunggal Vanili (Vanilla planifolia Andrews). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

perlakuan konsentrasi IBA sebanyak 300 ppm pada stek tunggal vanilli berpengaruh nyata terhadap panjang akar, bobot basah akar dan bobot kering akar tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang, jumlah tunas dan panjang tunas. (Kholis, 2006).

Jumlah buku pada suatu bahan stek juga ternyata mempengaruhi keberhasilan inisiasi akar. Pada percobaan pengaruh jumlah ruas dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit stek Nilam (Pogostemon cablin. Benth), didapatkan bahwa baik pada variabel bobot segar tunas maupun bobot segar akar, bahan stek 4 ruas

menghasilkan bobot terberat, yaitu 5,400 g dan 0,437 g tidak berbeda nyata dengan bahan stek 3 ruas yang memberikan hasil 4,082 g dan 0,182 g, namun keduanya berbeda nyata dengan bahan stek 2 ruas yang memberikan hasil 2,751 g dan 0,135 g (Mardani, 2006).

1.5Kerangka Pemikiran

Ubikayu (Manihot esculenta) merupakan salah satu tanaman pangan yang cukup populer bagi penduduk indonesia. Dikatakan tanaman pangan, karena ubikayu memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tanaman ubi-ubian lainnya. Kandungan gizi ubikayu per 100 g meliputi, kalori 146 kal, air 62,50 g, fosfor 40,00 g, karbohidrat 34,00 g, kalsium 33,00 mg, vitamin C 0,00 mg, protein 1,20 g, besi 0,70 mg, lemak 0,30 g dan vitamin B1 0,01 mg. Selain


(20)

8

karena kandungan gizi, ubikayu kerap ditanam karena proses penanaman yang mudah dan mempunyai daya adaptasi lingkungan yang tinggi.

Pemanfaatan ubikayu yang lazim dilakukan ialah dengan mengolahnya menjadi penganan seperti keripik, getuk dan lainnya. Inovasi lain dari pemanfaatan ubikayu masih sebatas menjadi bahan baku pembuatan tepung tapioka. Seiring dengan kemajuan zaman dan kecanggihan tekonologi, fungsi ubikayu sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bio-ethanol. Hal ini dikarenakan kebutuhan bio-ethanol sampai dengan 2010

diprediksi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter.

Kendala yang dihadapi dalam produksi ubikayu ialah ketersediaan bibit varietas unggul dalam jumlah yang memadai dan kelancaran distribusi bibit kepada para petani. Terbatasnya jumlah bibit yang dapat disebar dan didistribusikan dalam waktu yang cukup singkat disebabkan oleh jumlah stek yang mampu dihasilkan dari satu tanaman hanya berjumlah 10 stek dan umur tanaman dalam menghasilkan stek yang relatif lama, yaitu 10 bulan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kebutuhan bibit stek untuk keperluan penanaman ubikayu secara monokultur dengan luas lahan satu hektar yang membutuhkan 10.000-15.000 stek. Kondisi ini jelas menyulitkan petani dalam memperoleh bibit tanaman ubikayu.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan penelitian untuk mendapatkan teknologi perbanyakan stek yang cepat dan efisien. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit ubikayu ialah dengan menggunakan stek


(21)

9

batang mini ubikayu. Penggunaan “stek mini” dimaksudkan untuk menghemat pemakaian stek sehingga dapat mencukupi untuk areal yang lebih luas.

Untuk menunjang perakaran stek batang mini diperlukan pengaplikasian zat pengatur tumbuh berupa auksin. Auksin merupakan zpt yang mempunyai peranan luas

terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada stek tanaman.

Kelompok auksin terdiri dari IAA (Indole-3 Acetic Acid), IBA (Indole-3 Butyric Acid) dan NAA (Naphtalen Acetic Acid). IAA diidentifikasi tahun 1934 sebagai senyawa alami yang menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar adventif. IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif. Pada era yang sama juga ditemukan IBA dan NAA yang mempunyai efek sama dengan IAA.

1. Pemberian ZPT bukan satu-satunya faktor yang berperan dalam proses perakaran tanaman. Ada faktor lain yang juga ikut mempengaruhi proses perakaran

tanaman, yaitu jumlah buku/ruas yang ada pada stek. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa stek yang mempunyai banyak buku umumnya memiliki pertumbuhan akar dan tunas yang cenderung lebih baik dibandingkan stek dengan jumlah buku sedikit. Diharapkan dengan mengaplikasikan dua faktor tersebut akan didapatkan bahan stek mini yang mampu mengatasi permasalahan ketersediaan stek ubikayu, sehingga stek batang mini ubikayu


(22)

10

produksi ubikayu dapat terus ditingkatkan dan tentunya pasokan ubikayu untuk bahan baku bioetanol terjamin ketersediaannya.

1.6Hipotesis

Untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut :

2. Konsentrasi IBA sebanyak 2.000 ppm merupakan konsentrasi yang tepat untuk merangsang perakaran stek batang mini ubikayu

3. Stek 3 buku berpengaruh terhadap perakaran stek batang mini ubikayu


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Ubikayu

Ubikayu yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau singkong, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga

Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Ubikayu yang memiliki nama ilmiah Manihot

esculenta L. berasal dari Brazil, Amerika Selatan, yang menyebar ke asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubikayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak (Wikipedia, 2011).

Ubikayu termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubikayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubikayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubikayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1.200 meter di atas permukaan air


(24)

laut. Daun ubikayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau, atau merah.

Secara taksonomi, ubikayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malphigiales Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz (BPPT, 2005).

2.2Syarat Tumbuh dan Perbanyakan Tanaman Ubikayu

Tanaman ubikayu tumbuh optimal pada ketinggian antara 10-700 m di atas permukaan laut. Tanah yang sesuai adalah tanah yang berstruktur remah dan gembur. Selain itu kaya akan unsur hara. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah Alluvial, Latosol, Podsolik Merah Kuning, Mediteran, Grumosol, dan Andosol. Sementara itu pH yang dibutuhkan antara 4,5-8,0 dan untuk pH idealnya adalah 5,8. Curah hujan yang yang diperlukan antara 1.500 – 2.500 mm/tahun.

Kelembaban udara optimal untuuk tanaman antara 60%-65%. Suhu udara minimal 10’C. Lama penyinaran sekitar 10 jam tiap hari. Hidup tanpa naungan.

Ubikayu paling mudah untuk diperbanyak. Cara yang lazim digunakan adalah perbanyakan dengan cara stek batang dari batang panenan sebelumnya. Stek yang


(25)

baik diambil dari batang bagian tengah tanaman agar matanya tidak terlalu muda maupun tidak terlalu tua. Batang yang baik berdiameter 2-3 cm. Pemotongan batang stek dapat dilakukan dengan menggunakan pisau atau sabit yang tajam dan steril. Potongan batang untuk stek yang baik adalah 3-4 ruas mata atau 15-20 cm. Bagian bawah dari batang stek dipotong miring dengan maksud untuk menambah dan memperluas daerah perakaran (Anonim, 2009).

2.3Pentingnya Tanaman Ubikayu

Ubikayu merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Umumnya pengolahan tanaman hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat Indonesia. Bentuk olahan dari ubikayu biasanya berupa tepung, getuk, tapai, keripik dan lainya. Hal ini membuat posisi ubikayu menjadi salah satu primadona pangan setelah padi dan jagung.

Ubikayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubikayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti getuk, tapioka (tepung ubikayu), tapai, keripik dan lain-lain.

Tepung tapioka yang dibuat dari ubikayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.


(26)

Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan dekstrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, industri buah kaleng, pengolahan es krim, minuman, dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain.

Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran pakan ternak. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubikayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi (Ipteknet, 2005).

Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi ubikayu mulai bergeser pada taraf pengolahan yang benilai ekonomis, yaitu sebagai bahan baku pembuatan

bioetanol. Di Indonesia, ubikayu memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis lainnya. Selain itu kandungan pati dalam ubikayu yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif (Heppy dan Risky, 2010).

Pengembangan bioetanol diharapkan dapat menjadi solusi sumber energi terbaharukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani ubikayu. Melalui langkah ini, harga ubikayu akan menjadi stabil sehingga memberikan keuntungan yang cukup bagi petani. Masalah krisis energi masa depan yang terbaharukan pun akan terselesaikan dan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri energi (Yakinudin, 2010).


(27)

2.4Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Stek

Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat

dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya.

Untuk menunjang keberhasilan perbanyakan tanaman dengan cara stek, tanaman sumber seharusnya mempunyai sifat-sifat unggul serta tidak terserang hama dan/atau penyakit. Selain itu, manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber juga penting diperhatikan agar tingkat keberhasilan stek tinggi. Kondisi lingkungan dan status fisiologi yang penting bagi tanaman sumber diantaranya adalah:

1. Status air. Stek lebih baik diambil pada pagi hari saat bahan stek dalam kondisi segar.

2. Suhu. Tanaman stek lebih baik ditumbuhkan pada suhu 12°C hingga 27°C. 3. Cahaya. Durasi dan intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman sumber

tergantung pada jenis tanaman.

4. Kandungan karbohidrat. Untuk meningkatkan kandungan karbohidrat bahan stek yang masih ada pada tanaman sumber bisa dilakukan

pengeratan untuk menghalangi translokasi karbohidrat. Pengeratan juga berfungsi menghalangi translokasi hormon dan substansi lain yang mungkin penting untuk pengakaran, sehingga terjadi akumulasi zat-zat tersebut pada bahan stek (Hartmann dkk., 1997 dalam Sasanti dkk., 2008).


(28)

Faktor lingkungan tumbuh stek yang cocok sangat berpengaruh pada terjadinya regenerasi akar dan pucuk. Lingkungan tumbuh atau media pengakaran

seharusnya kondusif untuk regenerasi akar yaitu cukup lembab, evapotranspirasi rendah, drainase dan aerasi baik, suhu tidak terlalu dingin atau panas, tidak terkena cahaya penuh (200-100 W/m2) dan bebas dari hama atau penyakit. (Sasanti dkk., 2008)

2.5Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat Pengatur Tumbuh atau sering disingkat dengan ZPT mempunyai peranan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidup suatu tanaman. ZPT adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan (Maspary, 2010).

ZPT dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran fitohormon bila tanaman kurang dapat memproduksi fitohormon dengan baik. Hormon yang berasal dari bahasa Yunani yaitu hormaein ini mempunyai arti : merangsang, membangkitkan atau mendorong timbulnya suatu aktivitas biokimiauntuk

membangun kompleks makromolekul, dan elemen struktural sehingga fitohormon tanaman dapat didefinisikan sebagai senyawa organik tanaman yang bekerja aktif dalam jumlah sedikit, ditransportasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologi tanaman. Salah satu jenis ZPT ialah auksin yang berfungsi untuk merangsang pemanjangan sel,


(29)

sintesis DNA kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal tanaman, gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan.

Auksin sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar. Auksin juga dapat digunakan untuk merangsang pembungaan secara seragam, untuk mengatur pembuahan, dan untuk mencegah gugur buah. Auksin alami banyak terdapat di dalam cairan biji jagung muda yang masih berwarna kuning, air seni sapi, ujung koleoptil tanaman oat, umbi bawang merah, dan air kelapa.

Auksin merupakan salah satu kelompok zat pengatur tumbuh. Auksin adalah hormon tumbuhan pertama yang diketahui (Heddy, 1986). Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. Peran auksin pertama kali ditemukan oleh ilmuan Belanda bernama Fritz Went (1903-1990) (Wikipedia, 2010). Fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat

perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat

pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin. Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari, maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari. Tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme (Anonim, 2010)


(30)

Menurut Boulline dan Went (1933) dalam Sasanti dkk. (2008), ditemukan substansi yang disebut rhizocaline pada kotiledon, daun dan tunas yang

menstimulasi perakaran pada stek. Menurut Hartmann dkk. (1997) dikutip oleh Sasanti dkk. (2008), zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah Auksin.

Ada 3 golongan Auksin, yaitu Indole-3 Acetic Acid (IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole-3 Butyric Acid (IBA). IBA dan NAA lebih sering digunakan dibandingkan IAA karena molekul kimiawi IAA lebih labil di larutan air, sehingga IAA tidak digunakan secara komersial sebagai regulator pertumbuhan tanaman (Wikipedia, 2010).

Menurut Weisman dkk., (1988) dalam Ayudia (2008), dewasa ini, IBA

merupakan jenis auksin yang paling sering digunakan dalam menginduksi akar dibandingkan jenis auksin lainnya. Selain karena kemampuannya dalam merangsang terbentuknya akar pada eksplan, IBA memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengendalikan inisiasi akar. Di samping itu, IBA juga memiliki kestabilan yang baik dan tingkat toksisitas yang rendah dibandingkan NAA dan IAA (Kusumo, 1984 dalam Ayudia, 2008)

Penambahan IBA 2 ppm menghasilkan persentase terbentuknya akar yang tinggi dan jumlah akar terbanyak bila dikombinasikan dengan riboflavin. Penambahan IBA dengan konsentrasi 4 dan 8 ppm menghasilkan jumlah akar lebih sedikit dan ukurannya lebih pendek. (Drew dkk., 1993 dalam Dwi dan Ida 2010)


(31)

Pada kultur gladiol, pemberian IBA konsentrasi tinggi akan menghambat pemanjangan akar, sedangkan konsetrasi yang lebih rendah menghasilkan akar yang lebih panjang. (Badriah dkk.,1998 dalam Dwi dan Ida 2010


(32)

III. BAHAN DAN METODE

1.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan Maret sampai dengan April 2012.

1.2Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan, yaitu stek batang tanaman ubikayu klon Kasesart, IBA (Indole-3 Butyric Acid), pupuk daun (Growmore), fungisida, air dan bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan yaitu cangkul, papan nama, ember, meteran, handsprayer, penggaris, buku tulis, alat tulis, plastik semi transparan, paranet, dan alat lain yang mendukung penelitian ini.

1.3Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan disusun secara faktorial (4x3). Faktor pertama adalah konsentrasi IBA yang terdiri dari 4 taraf (tanpa IBA (0 ppm), 500 ppm, 1.000 ppm, dan 2.000 ppm)


(33)

dan faktor kedua adalah jumlah buku pada stek (stek satu buku, stek dua buku, dan stek tiga buku). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Setiap unit percobaan terdiri dari 2 tanaman. Homogenitas ragam diuji dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Dari data yang diperoleh, dilakukan analisis ragam, dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%.

1.4Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan kegiatan yang meliputi kegiatan persiapan lahan, pemberian IBA, penanaman, penyungkupan, pemeliharaan, transplanting, dan pengamatan.

Lahan penelitian berukuran 2 x 2.5 m. Lahan yang akan digunakan untuk penanaman dibersihkan dari gulma terlebih dahulu. Selanjutnya pengolahan lahan dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul. Pengolahan tanah dilakukan hingga tanah menjadi gembur dan siap untuk digunakan untuk penanaman.

Stek yang akan digunakan diambil dari stek batang tanaman ubikayu klon Kasesart yang telah berumur 10 bulan. Stek dipotong-potong menjadi stek satu buku, dua buku, dan tiga buku. Panjang stek satu buku 3 cm, stek dua buku 4-5 cm dan stek tiga buku 6-7 cm dan diameter stek 2-3 cm. Sebelum penanaman disiapkan hormon IBA dengan konsentrasi 500 ppm, 1.000 ppm dan 2.000 ppm. Stek yang telah siap tanam dicelupkan ke dalam larutan IBA selama 15 detik.


(34)

Stek yang sudah diberi perlakuan ditanam secara tegak lurus pada lahan yang telah disiapkan dengan jarak tanam 5 x 5 cm. Saat awal penanaman hingga 2 mst (minggu setelah tanam) tanaman disungkup dengan tujuan agar kelembaban tetap terjaga. Penyungkupan dengan menggunakan plastik semi transparan. Dilakukan penyiraman setiap hari agar kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi dengan baik. Pemberian pupuk daun dilakukan setiap 2 hari sekali dengan dosis 3 g/l.

Pada umur stek 3 mst (minggu setelah tanam), stek dilakukan pindah tanam dengan mencabut tanaman secara perlahan-lahan agar akar tidak putus. Setelah itu dilakukan penanaman kembali di tempat yang sama.

1.5Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada umur stek 3 mst dan 5 mst saat stek telah dilakukan penanaman ulang (transplating). Variabel yang diamati dalam penelitian ini ialah :

1. Waktu bertunas, didapat dengan mengamati periode waktu tunas muncul dari stek per perlakuan.

2. Persentase stek bertunas, berakar dan berkalus, dihitung dengan cara menghitung persentase jumlah stek yang bertunas, berakar, dan berkalus. Persentase dihitung dengan menggunakan rumus :

=

3. Jumlah tunas, didapat dengan menghitung jumlah tunas per stek dari masing-masing perlakuan


(35)

4. Tinggi tunas, didapat dengan cara mengukur tinggi dari pangkal tunas sampai titik tumbuh tunas.

5. Jumlah buku, didapat dengan cara menghitung jumlah seluruh buku per stek dari masing-masing perlakuan

6. Jumlah daun, didapat dengan cara menghitung seluruh daun yang muncul per stek dari masing-masing perlakuan

7. Jumlah akar, dihitung banyaknya akar yang muncul per stek dari masing-masing perlakuan

8. Panjang akar, diukur dari leher akar hingga ujung akar pada setiap pengamatan.

9. Bobot basah tunas dan akar, diukur dengan cara menimbang tunas atau akar pada 5 mst. Pengukuran bobot basah dilakukan dengan menggunakan timbangan eletrik.

10.Bobot kering, pada pengamatan ini bahan stek dimasukkan ke dalam oven hingga kadar airnya mencapai 12%. Lalu berangkasan ditimbang dengan menggunakan timbangan eletrik.


(36)

1

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Aplikasi IBA dengan konsentrasi 2.000 ppm mampu meningkatkan proses perakaran stek batang mini ubikayu

2. Stek tiga buku menunjukkan gejala pertumbuhan yang lebih baik daripada stek satu buku untuk setiap variabel pengamatan

3. Interaksi antara konsentrasi IBA dan jumlah buku pada stek saat 3 mst

memberikan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan panjang tunas, jumlah buku, jumlah daun dan jumlah akar. Sedangkan pada umur 5 mst, interaksi keduanya berpengaruh terhadap jumlah tunas, panjang tunas, jumlah buku dan jumlah daun.

5.2Saran

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan membedakan jenis media yang digunakan sehingga stek batang mini ubikayu dapat tumbuh dengan optimal. Media yang digunakan hendaknya mendukung proses pembentukan akar stek ke arah yang lebih baik.


(37)

45

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A.T.M, Hossain, M.A dan Bhuiyan, M.K. 2006. Clonal propagation of guava (Psidium guajava Linn.) by stem cutting from mature stock plants. Journal of Forestry Research, 17(4): 301−304

Abidin, Zainal. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa; Bandung

Anonim. 2009. Budidaya Singkong (Manihot esculenta)

http://pertanian.blogdetik.com/2009/03/10/budidaya-singkong-manihot esculenta/. Diakses pada tanggal 14 Juni 2011

Anonim. 2010. Hormon Auksin. http://ilmubelajarbiologi.blogspot.com/ 2010/01/hormon-auksin. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Ayudia. 2008. Induksi Akar Pada Biakan Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia serpentine L.) Secara Kultur Jaringan.

http://elib.ub.ac.id/bitstream/123456789/18547/1/Induksi-akar-pada biakan tanaman-pule-pandak. Skripsi Hal.21. Diakses pada tanggal 16 Juni 2011

Balai Informasi Irian Jaya. 1995. Budidaya Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Lembar Informasi Pertanian, BIP Irian Jaya 150/95. http://www.pustaka-deptan.go.id.

Balitkabi, 2011. Perbanyakan Stek Ubi Kayu Dengan Stek Mini Dan Populasi Tinggi. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/id/ubikayu/perbanyakan-stek ubikayu-dengan-stek-mini-dan-populasi-tinggi. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id/. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Dwi, W. A., dan Ida, F. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Papaya.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bt152104.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011


(38)

46

Harjadi, S.S dan K. Rochiman. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dept. Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Hal. 35 – 67.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R. L. Geneve. 1997. Plant propagation principles and practices. 6th ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J.

Heddy, S.1986. Hormon Tumbuhan. CV.Rajawali; Jakarta

Heppy dan Risky. 2010. Pembuatan Bioetanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape.

http://eprints.undip.ac.id/3674/1/makalah_bioethanol_Heppy_R.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2011

Ipteknet, 2005. Pengolahan pangan (Tepung Tapioka)

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011 Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA terhadap Persen jadi Stek Pucuk Meranti

(Shorea montigena).

http://www.freewebs.com/irwantoshut/shorea_montigena.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Grafindo. Jakarta. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. 1977. Ubi-ubian. Balai Pustaka; Jakarta

Mardani, D.Y., 2006. Pengaruh Jumlah Ruas dan Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Stek Nilam (Pogostemon cablin Benth). Skripsi. Institut Pertanian (INTAN). Yogyakarta

Maspary. 2010. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.

http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/zat-pengatur-tumbuh-tanaman.html. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Kholis, N., 2006.Pengaruh Konsentrasi IBA Terhadap Viabilitas Stek Ruas Tunggal Vanili (Vanilla planifolia Andrews).

http://student-research.umm.ac.id/index.php/dept_of_agronomy/article/view/3172. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011

Sasanti, Minarsih, Dzurrahmah, Basuki W., Willy B.S. 2008. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Buatan. http://willy.situshijau.co.id. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Sitompul, S.M dan Guritno, B. 1994. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 412 hlm


(39)

47

Sumiasri, N. dan Indarto, N. S. 2001. Tanggap Stek Cabang Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Pada Penggunaan Berbagai Dosis Hormon IAA Dan IBA. Jurnal Natur Indonesia III (2): 121 – 128 (2001).

http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol3/4.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Vivaborneo, 2011. Potensi Ubi Kayu Sebagai Penghasil bioetanol. http://www.vivaborneo.com/potensi-ubi-kayu-sebagai-penghasil bioethanol.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Wargiono, J. dan D. M. Barrett. 1987. Budidaya Ubi kayu. Yayasan Obor Indonesia dan Gramedia; Jakarta

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor. 121 hlm

Wikipedia. 2010. Auksin. http://id.wikipedia.org/wiki/Auksin. Halaman ini terakhir diubah pada 14:56, 31 Juli 2010. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Wikipedia, 2011.Singkong. http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Yakinudin, A., 2010. Bioetanol Singkong Sebagai Sumber Bahan Bakar Terbaharukan Dan Solusi Untuk Meningkatkan Penghasilan Petani Singkong.http://www.ipb.ac.id/lombaartikel/pendaftaran/uploads/

1/teknoogi-dan energi/artikel_ilmiah_bioetanol.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011


(1)

Stek yang sudah diberi perlakuan ditanam secara tegak lurus pada lahan yang telah disiapkan dengan jarak tanam 5 x 5 cm. Saat awal penanaman hingga 2 mst (minggu setelah tanam) tanaman disungkup dengan tujuan agar kelembaban tetap terjaga. Penyungkupan dengan menggunakan plastik semi transparan. Dilakukan penyiraman setiap hari agar kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi dengan baik. Pemberian pupuk daun dilakukan setiap 2 hari sekali dengan dosis 3 g/l.

Pada umur stek 3 mst (minggu setelah tanam), stek dilakukan pindah tanam dengan mencabut tanaman secara perlahan-lahan agar akar tidak putus. Setelah itu dilakukan penanaman kembali di tempat yang sama.

1.5Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada umur stek 3 mst dan 5 mst saat stek telah dilakukan penanaman ulang (transplating). Variabel yang diamati dalam penelitian ini ialah : 1. Waktu bertunas, didapat dengan mengamati periode waktu tunas muncul dari stek

per perlakuan.

2. Persentase stek bertunas, berakar dan berkalus, dihitung dengan cara menghitung persentase jumlah stek yang bertunas, berakar, dan berkalus. Persentase dihitung dengan menggunakan rumus :

=

3. Jumlah tunas, didapat dengan menghitung jumlah tunas per stek dari masing-masing perlakuan


(2)

5. Jumlah buku, didapat dengan cara menghitung jumlah seluruh buku per stek dari masing-masing perlakuan

6. Jumlah daun, didapat dengan cara menghitung seluruh daun yang muncul per stek dari masing-masing perlakuan

7. Jumlah akar, dihitung banyaknya akar yang muncul per stek dari masing-masing perlakuan

8. Panjang akar, diukur dari leher akar hingga ujung akar pada setiap pengamatan. 9. Bobot basah tunas dan akar, diukur dengan cara menimbang tunas atau akar pada

5 mst. Pengukuran bobot basah dilakukan dengan menggunakan timbangan eletrik.

10.Bobot kering, pada pengamatan ini bahan stek dimasukkan ke dalam oven hingga kadar airnya mencapai 12%. Lalu berangkasan ditimbang dengan menggunakan timbangan eletrik.


(3)

1

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Aplikasi IBA dengan konsentrasi 2.000 ppm mampu meningkatkan proses perakaran stek batang mini ubikayu

2. Stek tiga buku menunjukkan gejala pertumbuhan yang lebih baik daripada stek satu buku untuk setiap variabel pengamatan

3. Interaksi antara konsentrasi IBA dan jumlah buku pada stek saat 3 mst

memberikan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan panjang tunas, jumlah buku, jumlah daun dan jumlah akar. Sedangkan pada umur 5 mst, interaksi keduanya berpengaruh terhadap jumlah tunas, panjang tunas, jumlah buku dan jumlah daun.

5.2Saran

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan membedakan jenis media yang digunakan sehingga stek batang mini ubikayu dapat tumbuh dengan optimal. Media yang digunakan hendaknya mendukung proses pembentukan akar stek ke arah yang lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A.T.M, Hossain, M.A dan Bhuiyan, M.K. 2006. Clonal propagation of guava (Psidium guajava Linn.) by stem cutting from mature stock plants. Journal of Forestry Research, 17(4): 301−304

Abidin, Zainal. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa; Bandung

Anonim. 2009. Budidaya Singkong (Manihot esculenta)

http://pertanian.blogdetik.com/2009/03/10/budidaya-singkong-manihot esculenta/. Diakses pada tanggal 14 Juni 2011

Anonim. 2010. Hormon Auksin. http://ilmubelajarbiologi.blogspot.com/ 2010/01/hormon-auksin. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Ayudia. 2008. Induksi Akar Pada Biakan Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia serpentine L.) Secara Kultur Jaringan.

http://elib.ub.ac.id/bitstream/123456789/18547/1/Induksi-akar-pada biakan tanaman-pule-pandak. Skripsi Hal.21. Diakses pada tanggal 16 Juni 2011

Balai Informasi Irian Jaya. 1995. Budidaya Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Lembar Informasi Pertanian, BIP Irian Jaya 150/95. http://www.pustaka-deptan.go.id.

Balitkabi, 2011. Perbanyakan Stek Ubi Kayu Dengan Stek Mini Dan Populasi Tinggi. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/id/ubikayu/perbanyakan-stek ubikayu-dengan-stek-mini-dan-populasi-tinggi. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id/. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Dwi, W. A., dan Ida, F. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Papaya.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bt152104.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011


(5)

46

Harjadi, S.S dan K. Rochiman. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dept. Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Hal. 35 – 67.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R. L. Geneve. 1997. Plant propagation principles and practices. 6th ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J.

Heddy, S.1986. Hormon Tumbuhan. CV.Rajawali; Jakarta

Heppy dan Risky. 2010. Pembuatan Bioetanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape.

http://eprints.undip.ac.id/3674/1/makalah_bioethanol_Heppy_R.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2011

Ipteknet, 2005. Pengolahan pangan (Tepung Tapioka)

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011 Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA terhadap Persen jadi Stek Pucuk Meranti

(Shorea montigena).

http://www.freewebs.com/irwantoshut/shorea_montigena.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Grafindo. Jakarta. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. 1977. Ubi-ubian. Balai Pustaka; Jakarta

Mardani, D.Y., 2006. Pengaruh Jumlah Ruas dan Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Stek Nilam (Pogostemon cablin Benth). Skripsi. Institut Pertanian (INTAN). Yogyakarta

Maspary. 2010. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.

http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/zat-pengatur-tumbuh-tanaman.html. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Kholis, N., 2006.Pengaruh Konsentrasi IBA Terhadap Viabilitas Stek Ruas Tunggal Vanili (Vanilla planifolia Andrews).

http://student-research.umm.ac.id/index.php/dept_of_agronomy/article/view/3172. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011

Sasanti, Minarsih, Dzurrahmah, Basuki W., Willy B.S. 2008. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Buatan. http://willy.situshijau.co.id. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Sitompul, S.M dan Guritno, B. 1994. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 412 hlm


(6)

Sumiasri, N. dan Indarto, N. S. 2001. Tanggap Stek Cabang Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Pada Penggunaan Berbagai Dosis Hormon IAA Dan IBA. Jurnal Natur Indonesia III (2): 121 – 128 (2001).

http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol3/4.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Vivaborneo, 2011. Potensi Ubi Kayu Sebagai Penghasil bioetanol. http://www.vivaborneo.com/potensi-ubi-kayu-sebagai-penghasil bioethanol.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Wargiono, J. dan D. M. Barrett. 1987. Budidaya Ubi kayu. Yayasan Obor Indonesia dan Gramedia; Jakarta

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor. 121 hlm

Wikipedia. 2010. Auksin. http://id.wikipedia.org/wiki/Auksin. Halaman ini terakhir diubah pada 14:56, 31 Juli 2010. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011

Wikipedia, 2011.Singkong. http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Yakinudin, A., 2010. Bioetanol Singkong Sebagai Sumber Bahan Bakar Terbaharukan Dan Solusi Untuk Meningkatkan Penghasilan Petani Singkong.http://www.ipb.ac.id/lombaartikel/pendaftaran/uploads/

1/teknoogi-dan energi/artikel_ilmiah_bioetanol.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2011


Dokumen yang terkait

Pengaruh Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Anggur Vitis vinifera h.)

0 30 77

Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) Terhadap Pertumbuhan Vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash)

1 42 61

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN ZPT IBA (Indole Butyric Acid) DAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK PUCUK MENTIGI (Vaccinium varingiaefolium (Bl) Miq)

0 7 26

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI ASAM NAFTALEN ASETAT DAN JUMLAH BUKU PADA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG MINI TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)

1 14 39

BERBAGAI PENGARUH PERLAKUAN PADA STEK BATANG UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP PERTUMBUHAN UBI

3 43 48

JUDUL INDONESIA: BERBAGAI PENGARUH PERLAKUAN PADA STEK BATANG UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP PERTUMBUHAN UBI

0 27 47

PEMBERIAN IBA (INDOLE BUTYRIC ACID) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP ERTUMBUHAN STEK KEPUH

1 6 43

PERTUMBUHAN STEK BATANG DAN KANDUNGAN POLIFENOL PADA TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) SETELAH PEMBERIAN VARIASI KONSENTRASI NAA (1-Napthalene Acetic Acid) DAN IBA (Indole-3-Butyric Acid).

0 1 14

Pengaruh Beberapa Genotipe dan Pelukaan Stek (Pengeratan) Terhadap Pertumbuhan Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) untuk Meningkatkan Produktivitas

0 1 4

Pengaruh Beberapa Genotipe Dan Bagian Asal Stek Terhadap Pertumbuhan Ubikayu (Manihot Esculenta Crantz) Untuk Meningkatkan Produktivitas

0 0 4