Pengelolaan perkebunan sagu (Metroxylon spp) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau: seleksi bibit sagu berdasarkan jenis, tinggi pohon induk dan bobot bibit sagu terhadap pertumbuhan bibit sagu di persemaian

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp) DI
PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU :
SELEKSI BIBIT SAGU BERDASARKAN JENIS, TINGGI
POHON INDUK DAN BOBOT BIBIT SAGU TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN

AGUNG MAULANA
A24061344

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN

AGUNG MAULANA. Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp) di PT.
National Sago Prima, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi
Riau : Seleksi Bibit Sagu Berdasarkan Jenis, Tinggi Pohon Induk
dan Bobot Bibit Sagu Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu di
Persemaian. (Di bawah bimbingan M.H.BINTORO DJOEFRIE)

Kegiatan magang yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan pengalaman kerja di sektor perkebunan sagu serta memberikan wawasan
dan pengetahuan mengenai tanaman sagu. Kegiatan magang dilaksanakan pada 18
Febuari 2010 hingga 18 Agustus 2010 yang bertempat di PT. National Sago
Prima, Kab. Kep. Meranti, Provinsi Riau. Metode magang yang digunakan adalah
metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilaksanakan
dengan cara mengikuti kegiatan teknis di lapang seperti pembibitan, penyulaman
dan perawatan. Perawatan yang dilakukan di perkebunan sagu meliputi pengendalian gulma, pemupukan, penjarangan anakan dan pengelolaan air. Metode tidak
langsung dilaksanakan dengan melakukan studi pustaka serta diskusi dengan
pengelola kebun yang terdapat di perusahaan.
Kegiatan khusus yang dilakukan yaitu seleksi bibit sagu berdasarkan jenis,
tinggi pohon induk dan bobot bibit sagu terhadap pertumbuhan bibit sagu di
persemaian. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai kriteria bibit yang memiliki pertumbuhan yang paling baik di
persemaian. Bibit yang digunakan PT. National Sagu Prima untuk persemaian
selama ini yaitu : bibit tua, daun berwarna hijau, bobot 2-4 kg, banir keras,
perakaran cukup dan banir berbentuk ‘L’. Penentuan kriteria bibit yang tepat dapat meningkatkan persentase bibit hidup baik dipersemaian maupun di lahan.
Kegiatan persemaian yang dilakukan PT. National Sago Prima mengunakan sistem persemaian kanal. Sistem persemaian tersebut dapat menghasilkan
sekitar 70-90% bibit hidup. Jenis sagu yang terdapat di PT. National Sago Prima
yaitu jenis sagu berduri dan tidak berduri. Bibit jenis sagu tidak berduri umumnya
lebih toleran terhadap cuaca panas. Pohon induk yang telah dipanen dan bobot
bibit 3,5-4,5 kg memiliki pertumbuhan dan persentase bibit hidup tertinggi.


Management of Sago Plantation (Sago Metroxylon rottb.) In PT.National Sago Prima,
Selat Panjang, Riau, with Case Study Seed Sago Selection based on Type of Sago,
Height of Mother Plant sago and Weight of Seed In Nursery.

Abstract
Sago nursery is a special factor that performed during the internship activities at PT.
National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. The experiment was conducted to obtain
information in a nursery on the effects of this type of sago, height of mother plant sago and
weight of sucker. The type of sago used was spiny sago (S1) and sago without spiny (S2).
Height of mother plant used was 3.3 m - 4.6 m (T1), 4.6 m - 6.6 m (T2), more than 6.6 m (T3)
and mother plant that have been harvested (T4). Sucker Weight used was 0,5 kg – 1,5 kg
(B1), 2 kg – 3 kg (B2) dan 3,5 kg – 4,5 kg (B3). The results shown sago without spiny is
better than spiny sago, height of mother plant is not effect significantly and sucker weight 3,5
kg – 4,5 kg is better than two other sucker weight. During the internship activities, sago
cultivation activities conducted to obtain primary data. Secondary data were obtained by
conducting interviews, discussions and reading of literature contained in the company.

Key word: sago palm, parent plant sago, height of mother plant sago, sucker weight, sucker


PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp) DI
PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU :
SELEKSI BIBIT SAGU BERDASARKAN JENIS, TINGGI
POHON INDUK DAN BOBOT BIBIT SAGU TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
AGUNG MAULANA
A24061344

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul


: PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU : SELEKSI BIBIT SAGU
BERDASARKAN JENIS, TINGGI POHON INDUK
DAN BOBOT BIBIT SAGU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN.

Nama

: Agung Maulana

NRP

: A24061344

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.
NIP. 19480801 197403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP.19611101.198703.1.003

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 10 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayah A. Azis dan Ibu Ani
Sutarsih.
Penulis menempuh pendidikan formal yaitu SDN 01 Kalibata pada 19942000, SLTPN 182 Jakarta pada 2000-2003 dan SLTA N 55 Jakarta pada 20032006. Pada tahun 2006, penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui
jalus SPMB. Pada tahun 2007, penulis diterima di jurusan Agronomi dan
Hortikutura, Fakultas Pertanian, IPB.
Selama di IPB, Penulis tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Uni
Konservasi Fauna IPB (UKM UKF IPB) pada tahun 2007-2010. Penulis pernah
mengikuti berbagai kegiatan sebagai panitian baik pada lingkup departeman dan
UKM UKF IPB selama menjadi mahasiswa.


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, nikmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Sago Prima,
Selat Panjang, Riau : Seleksi Bibit Sagu Berdasarkan Jenis, Tinggi Pohon Induk
dan Bobot Bibit Sagu Terhadap Pertumbuhan Bibit Persemaian”.
Penulis melakukan kegiatan magang sebagai salah satu pilihan tugas akhir
dalam menyelesaikan studi di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku pembimbing skripsi
yang telah banyak membantu penulis baik selama magang maupun penulisan skripsi.
2. Seluruh Keluarga penulis atas doa dan dukungannya
3. Bapak Ir. V. Susilo Sugiarto selaku pembimbing lapang, Mas Juan
Maragia, SP dan Mbak Ruri Kurnia, SP atas bantuannya selama kegiatan
magang.
4. Pak Erwin, Pak Habib, Pak Setyo Budi, Pak Anas, Pak Pandu, Pak Budi
Setiawan, Pak Kornelis dan Pak Albert atas bantuannya.
5. Ibu Sulis, Pak Harsono dan seluruh asisten PT. Prima Kelola IPB atas
bantuannya dan masukkannya.

6. Seluruh penghuni camp 3 dan seluruh karyawan PT. National Sago Prima.
7. Seluruh teman-teman mahasiswa AGH 43 dan UKF
8. Seluruh rekan-rekan satu bimbingan.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan diterima bagi pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Januari 2011

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
PENDAHULUAN............................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
Botani Sagu ..................................................................................................... 3

Ekologi Sagu ................................................................................................... 4
Jenis-Jenis Sagu ............................................................................................... 6
Pembiakan Sagu............................................................................................... 6
METODOLOGI .................................................................................................. 9
Waktu dan Tempat........................................................................................... 9
Metode Magang ............................................................................................... 9
Analisis Data ................................................................................................. 11
KONDISI UMUM PERUSAHAAN.................................................................. 12
Sejarah Kebun ............................................................................................... 12
Letak Geografis dan Administrasi .................................................................. 13
Keadaan Iklim, Tanah dan Topografi ............................................................. 13
Latar Belakang Pengusahaan Perkebunan Sagu.............................................. 14
Kondisi Pertanaman ....................................................................................... 14
Manajerial Kebun .......................................................................................... 15
Sistem Ketenagakerjaan ................................................................................. 16
Karyawan Tetap ......................................................................................... 16
Karyawan Kontrak ..................................................................................... 17
Karyawan Harian Lepas ............................................................................. 17
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ...................................................... 18
Pembibitan..................................................................................................... 18

Pengambilan Anakan Sagu (Sucker) ........................................................... 18
Persemaian Bibit Sagu................................................................................ 20
Pelabelan Rakit........................................................................................... 22
Penyulaman (Replanting)............................................................................... 23
Persiapan Bahan Tanam ............................................................................. 23
Persiapan Lahan (Blok) Tanam................................................................... 23
Penanaman Anakan Sagu ........................................................................... 25
Pemeliharaan ................................................................................................. 26
Pengendalian Gulma................................................................................... 26
Pengendalian Hama dan Penyakit ............................................................... 28
Pengelolaan Air.......................................................................................... 28

viii

Penjarangan anakan.................................................................................... 29
Sensus Tanaman ............................................................................................ 30
Sensus Hidup-mati ..................................................................................... 30
Sensus Produksi ......................................................................................... 30
PEMBAHASAN ............................................................................................... 32
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 69

Kesimpulan.................................................................................................... 69
Saran ............................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 71
LAMPIRAN...................................................................................................... 73

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh jenis sagu (S), tinggi
indukan sagu (T), bobot bibit (B), interaksi SxT, SxB, TxB dan
SxTxB terhadap prosentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang
daun 1, panjang daun 2, panjang daun 3, jumlah anak daun 1, jumlah
anak daun 2 dan jumlah anak daun 3....................................... .... ..............35
2. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap persentase bibit hidup................................................. 41
3. Interaksi antara jenis sagu (S) dengan tinggi pohon induk (T) terhadap
jumlah anak daun. .................................................................................. 42

4. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap panjang daun 1. .......................................................... 46
5. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap panjang daun 2. .......................................................... 48
6. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap panjang daun 3. .......................................................... 50
7. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap jumlah anak daun 1. ................................................... 53
8. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap jumlah anak daun 2. ................................................... 55
9. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit
sagu (B) terhadap jumlah anak daun 3. ................................................... 57

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Rumpun sagu.....................................................................................................7
2. Bentuk bibit sagu dari kiri ke kanan ‘L’, Tapal Kuda, Keladi ........................... 18
3. Letak anakan sagu (Flach, 1983)...................................................................... 19
4. Perendaman sucker ke dalam larutan fungisida ................................................ 21
5. Persemaian bibit sagu dalam rakit.................................................................... 21
6. Label papan di pinggir kanal............................................................................ 22
7. Pengukuran muka air tanah.............................................................................. 24
8. Penanaman bibit sagu ...................................................................................... 26
9. Jumlah daun berdasarkan interaksi antara jenis sagu (S) dengan tinggi pohon
induk (T).......................................................................................................... 43

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Layout percobaan ......................................................................................... 74
2. Peta lokasi Kabupten Kepulauan Meranti Provinsi Riau................................ 75
3. Peta lokasi Kebun PT. National Sago Prima.................................................. 76
4. Blok tanaman sagu ....................................................................................... 77
5. Struktur Organisasi Kebun............................................................................ 78
6. Data uji lanjut pengaruh jenis sagu (S).......................................................... 79
7. Data uji lanjut pengaruh tinggi pohon induk (T)............................................ 80
8. Data uji lanjut pengaruh bobot bibit (B)........................................................ 81

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sagu (Metroxylon spp.) sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman asli Indonesia. Sagu menjadi bahan pangan utama bagi sebagian
masyarakat Indonesia sebelum masuk dan berkembangnya budidaya padi. Sagu
saat ini tetap sebagai makanan pokok bagi sebagian masyarakat wilayah Indonesia
Timur dan sebagian kecil daerah Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, namun
statusnya hanya menjadi bahan pangan pengganti jika bahan pangan utama (beras)
sulit didapat. Pada sebagian masyarakat Indonesia, sagu hanya digunakan sebagai
bahan baku industri. Pati sagu dapat dikonversi menjadi bioenergi (etanol), polilaktat (bahan baku plastik), gula cair, glutamat dan bahan perekat (Bintoro, 2008)
Tanaman sagu dapat dibudidayakan pada daerah atau lahan marginal seperti tanah gambut dan daerah tergenang atau rawa. Sagu masih dibudidayakan
secara sederhana dan tidak intensif. Sagu umumnya tumbuh secara liar di alam
sebagai hamparan hutan sagu (Haryanto & Pangloli, 1994). Sagu yang dibudidayakan secara intensif akan memiliki produksi pati yang tinggi dibanding dengan yang hanya dibiarkan liar di alam tanpa perawatan. Menurut Bintoro (2008)
bobot batang sagu tuni yang tidak dibudidayakan di Seram Barat sekitar 1.057 kg
dengan kandungan pati 263 kg.
Pembudidayaan sagu secara intensif meliputi kegiatan pembukaan lahan,
pembuatan kanal, pembuatan plot tanam, pembibitan, pemupukan, pemangkasan,
pemisahan anakan dan pengendalian gulma. Perkebunan sagu agar berproduksi
pati sagu yang tinggi baik kuantitas maupun kualitas, memerlukan manajemen
pengelolaan yang baik. Pengelolaan perkebunan sagu meliputi aspek teknis dan
manajerial.
Sagu dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan
generatif dilakukan dengan mengunakan benih yang diperoleh dari pohon sagu
yang sudah berumur lebih dari 8 tahun. Bibit sagu yang berasal dari benih lambat
pertumbuhannya dan tidak efisien dari segi pemeliharaan dan waktu. Perbanyakan
vegetatif dilakukan dengan mengunakan anakan sagu atau bibit banyak digunakan petani sagu di Indonesia. Penentuan bibit yang baik merupakan langkah awal

2

dalam budidaya sagu. Pohon sagu yang menghasilkan pati sagu yang baik berasal
dari tanaman yang baik dan awalnya dari bibit yang baik pula.
Karakteristik induk sagu dapat dijadikan sebagai acuan dalam mencari
abut yang memiliki pertumbuhan dan produksi yang baik. Karakteristik pohon sagu yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih abut adalah jenis atau spesies sagu, umur induk sagu, umur abut, tinggi induk sagu dan bobot bibit.
Saat ini, petani sagu masih mengunakan bibit sagu (abut) sebagai bahan tanam yang baik dalam menanam sagu. Kriteria abut yang dapat dijadikan bibit oleh
masyarakat yaitu berasal dari induk yang tua atau sudah dipanen, memiliki bobot
antara 2-3 kg dan memiliki banir berbentuk ‘L’.
Tujuan
Tujuan umum dari kegiatan magang adalah :
1. Mengetahui teknis budidaya sagu dalam skala perkebunan.
2. Memberikan pengalaman kerja dalam sektor perkebunan.
3. Memperoleh pengetahuan dan ilmu mengenai tanaman sagu.
Tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Mengetahui karakteristik jenis, tinggi induk dan bobot bibit sagu yang
digunakan yang memiliki pertumbuhan yang baik dalam persemaian.
2. Mengetahui perbedaan pertumbuhan yang didapat dari perbedaan karakteristik jenis, induk dan bobot bibit sagu.
3. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit
sagu yang baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Sagu
Metroxylon berasal dari bahasa latin yang terdiri atas dua kata, yaitu
Metro/Metra dan Xylon. Metra berarti pith (isi batang atau empulur) dan Xylon
berarti Xylem. Kata sago atau sagu memiliki arti pati yang terkandung dalam
batang palma sagu (Flach, 1997). Di Indonesia, ada beberapa nama daerah untuk
tanaman sagu seperti rumbia; kirai (Sunda); ambulung kersulu (Jawa) dan lapia
(Ambon). Di Malaysia sagu dikenal dengan nama rumbia dan balau, lumbia
(Philiphina), thagu bin (Myanmar), sakuu (Kamboja) dan sakhu (Thailand)
(Ruddle., et al 1976).
Menurut Suryana (2007), dikenal dua jenis sagu, yaitu Metroxylon sp dan
Arenga sp. Metroxylon sp umumnya tumbuh pada daerah rawa dan lahan marginal
sedangkan Arenga sp tumbuh pada daerah kering dan lahan kritis. Sagu merupakan tanaman monokotil dari Famili Palmae. Menurut Uhl dan Dransfield (1987)
dalam Flach (1997) tanaman sagu termasuk dalam Famili Palmae, subfamili
Calamoideae, genus Metroxylon dan spesies Metroxylon sp. Batang sagu
merupakan bagian yang mengandung pati. Sagu hanya memiliki satu batang dan
tidak bercabang karena sagu adalah tanaman monokotil yang hanya mempunyai
satu titik tumbuh. Batang sagu berbentuk silinder dengan diameter 50-90 cm
(Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu bebas daun dapat mencapai tinggi 1620 m pada saat masa panen.
Batang sagu digunakan sebagai tempat penyimpan pati sagu selama masa
pertumbuhan, sehingga semakin berat dan panjang batang sagu semakin banyak
pati yang terkandung di dalamnya. Pada umur panen 10-12 tahun, bobot batang
sagu dapat mencapai 1.2 ton (Rumalatu, 1981). Bobot kulit batang sagu sekitar
17-25 % sedangkan bobot empulurnya sekitar 75-83 % dari bobot batang. Pada
umur 3-5 tahun, empulur batang sagu sedikit mengandung pati, akan tetapi pada
umur 11 tahun empulur sagu mengandung 15-20 % pati sagu.
Daun sagu merupakan bagian yang sangat penting karena merupakan tempat terjadinya fotosintesis. Daun sagu muda berwarna hijau muda yang berangsurangsur menjadi hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerahan bila

4

sudah tua. Sagu memiliki daun sirip yang menyerupai daun kelapa yang tumbuh
pada atau pelepah (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pohon sagu dewasa memiliki
sekitar 18 pelepah daun dengan panjang 5-7 m. Dalam setiap pelepah terdapat 50
pasang anak daun dengan panjang 60-180 cm dan lebar 5 cm (Flach, 1983). Sagu
mengeluarkan satu pelepah daun sekitar satu bulan dengan umur daun mencapai
18 bulan (Flach, 1983). Pelepah daun yang sudah tua akan jatuh dan meninggalkan bekas pada batang. Apabila pertumbuhan dan perkembangan daun berlangsung baik, maka secara keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
akan baik pula sehingga proses pembentukan pati dari daun yang disimpan dalam
batang akan berlangsung secara maksimal (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Sagu dapat berbunga dan berbuah pada umur 10-15 tahun tergantung jenis
dan kondisi lingkungan. Kemunculan bunga sebagai tanda bahwa sagu akan mengalami akhir dari siklus hidupnya. Bunga sagu berbentuk majemuk yang keluar
dari pangkal atas. Bunga sagu berwarna coklat dan bercabang seperti tanduk rusa
yang terdiri atas cabang-cabang primer, sekunder dan tersier (Flach dalam
Haryanto dan Pangloli, 1992). Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan
dan betina. Bunga jantan masak dan mengeluarkan serbuk sari lebih awal dari
pada bunga betina pada pohon yang sama sehingga pembuahan terjadi secara
silang. Putik bunga sagu memiliki 3 sel telur, tetapi hanya satu yang dapat
berkecambah (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Buah sagu terbentuk setelah terjadi pembuahan. Buah sagu berbentuk bulat dan terdapat benih didalamnya. Waktu antara bunga muncul hingga fase
pembentukan buah dan buah matang berlangsung selama 2 tahun. Sagu menghasilkan pati tertinggi pada saat fase berbunga (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Ekologi Sagu
Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10° LS- 15° LU dan 90° - 180° BT
dengan ketinggian 0-700 mdpl. Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian 400 mdpl kebawah (Manan et al., 1984). Sagu dapat tumbuh di tempat yang
tanaman pertanian lain tidak dapat tumbuh. Lingkungan yang baik untuk sagu
adalah yang berlumpur, akar nafas tidak terendam, kaya mineral dan bahan
organik, air tanah berwarna coklat dan agak asam (Flach, 1983). Sagu dapat

5

tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang tahun
sampai lahan yang tidak terendam (Bintoro, 2008).
Sagu di pesisir Timur Privinsi Riau, sebagian besar tumbuh di lahan gambut. Lahan gambut merupakan areal yang cocok untuk pertumbuhan sagu karena
terdapat banyak bahan organik. Pertumbuhan sagu pada tanah mineral dengan
tanah gambut berbeda. Hal tersebut karena lahan gambut memiliki karakteristik
yang berbeda baik fisik maupun kimia tanah dengan lahan mineral.
Gambut merupakan penumpukan bahan organik yang tertimbun dalam keadaan basah atau jenuh air, sehingga hanya sedikit sekali mengalami perombakan
(Noor dalam Bintoro et al., 2010). Gambut memiliki karakteristik jenuh air
kurang dari 30 hari/tahun dengan kandungan C-organik mencapai 20 % atau jenuh
air lebih dari 30 hari/tahun dengan kandungan C-organik 18 %. Bobot isi gambut
berkisar antara 0,01-0,02 g/cm3 dan untuk wilayah kabupaten Meranti sekitar 0,05
g/cm3 (Bintoro et al., 2010).
Lahan gambut umumnya memiliki tingkat keasaman yang relatif tinggi
dengan kisaran pH 3-5 (Noor dalam Bintoro et al., 2010).

Lahan gambut

mengandung sedikit unsur hara yang dapat diserap tanaman. Rasio kadar karbon
per nitrogen (C/N) pada lahan gambut >30 %. Jika C/N > 30 %, maka N dalam
tanah akan termobilisasi oleh mikroorganisme sehingga meskipun banyak N dalam tanah namun ketersediaanya untuk tanaman sangat sedikit. Pada tanah
gambut, pohon sagu memperlihatkan gejala kahat hara yang ditandai dengan
kurangnya jumlah daun (Notohadiprawiro dan Louhenapessy, 1992 ).
Sebagian besar lahan gambut memiliki kesesuaian lahan untuk pertanian
sangat rendah. Lahan gambut dengan ketebalan > 1 m termasuk lahan marginal
dengan kelas kesesuaian lahan S3 (Bintoro et al., 2010). Pengelolaan drainase
pada lahan gambut berbeda dengan lahan mineral. Jika pada lahan mineral
diperlukan saluran drainase yang besar maka pada lahan gambut saluran drainase
kecil. Hal ini karena tingkat kehilangan air pada lahan gambut cukup tinggi. Tanaman yang cocok dibudidayakan di lahan gambut sangat sedikit dan umumnya
tanaman tahunan. Sagu dapat tumbuh baik di lahan gambut.

6

Jenis-Jenis Sagu
Keragaman sagu di Indonesia sangat luas. Menurut Flach dan Schuling
(1985) Sagu yang cukup dikenal dua tipe yaitu rumphii Mart, dan M sagu Rottb
sisanya hasil dari persilangan tersebut Sagu digolongkan menjadi dua jenis, yaitu
sagu yang hanya berbunga dan berbuah sekali dalam fase hidupmya dan sagu
yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Tanaman Sagu yang berbunga dan berbuah sekali terdiri atas sagu berduri dan
tidak berduri (Bintoro, 2008). Sagu berduri antara lain M rumphii Mart, M
microcanthum Mart M silvestre Mart dan M longispinum Mart. Sagu tidak berduri
adalah M sagu Rottb. Tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau
lebih terdiri atas M filarae Mart dan M elatum Mart. Pada wilayah Indonesia
bagian timur, sagu memiliki banyak jenis yang ditentukan berdasarkan ada
tidaknya duri, panjang duri, banyaknya duri, tingkat kelenturan duri, panjang
daun, lebar daun, warna daun dan rasa sagunya. (Lubis dalam Djumadi 1989)
Jenis sagu berbunga sekali umumnya banyak dibudidayakan karena
banyak mengandung pati sagu dibanding dengan yang berbuah dua kali. Saat ini
terdapat sagu hasil persilangan dari spesies yang ada sehingga ditemukan jenis
sagu yang lain. Persilangan tersebut terjadi secara alamiah yang terjadi dalam
waktu yang lama. Pengarahan persilangan untuk tanaman sagu belum banyak
dilakukan karena sulit untuk menyilangkan tanaman sagu.
Pembiakan Sagu
Sagu dapat berkembang biak secara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan anakan. Namun, umumnya dilakukan secara vegetatif (anakan). Anakan sagu muncul membentuk batang pada umur 4-5 tahun. Pohon sagu dan
anakannya akan membentuk rumpun (Gambar 1). Setiap rumpun terdapat 1-3
pohon dewasa, beberapa pohon muda, dan puluhan anakan. Pada satu rumpun
sagu biasanya hanya terdapat 1 pohon yang dapat dipanen tiap tahun. Dalam awal
pertumbuhan sebelum mampu berfotosintesa sendiri dan belum mampu membentuk perakaran yang sempurna, anakan memperoleh kebutuhan karbohidrat dari
pohon induk (Kurnia, 1991).

7

Gambar 1. Rumpun sagu (Flach, 1983)
Pembiakan generatif tanaman sagu mengunakan biji hasil fertilisasi, sedangkan pembiakan vegetatif mengunakan anakan yang keluar dari pangkal tanaman induk. Saat ini, pembiakan secara vegetatif banyak dilakukan, karena lebih
efisien dan tidak lama dalam pengadaannya. Pembiakan sagu mengunakan anakan
telah berkembang lebih pesat dibanding dengan cara generatif.
Pembiakan secara generatif masih belum banyak dilakukan karena benih
sagu belum tentu dapat berkecambah dengan baik. Benih sagu dikumpulkan dari
buah yang sudah tua atau telah matang. Buah didapat dari tanaman sagu yang
telah berumur 10-12 tahun. Benih tersebut dikecambahkan, lalu setelah 2 bulan
dipindahkan ke persemaian. Pembiakan dengan benih umumnya dilakukan sebagai hasil dari proses persilangan dari beberapa jenis sagu. Benih hasil persilangan
menjadi suatu jenis baru yang memiliki sifat yang berbeda.
Bibit sagu yang digunakan untuk pembiakan vegetatif diambil dari induk
yang menghasilkan pati yang tinggi. Anakan sagu untuk bibit sebaiknya diambil
dari rumpun yang sudah pernah dipanen (Flach, 1983). Bobot anakan yang baik
untuk bibit berkisar antara 2-3 Kg, karena lebih efisien dalam pengangkutan.
Namun semakin berat bobotnya, semakin baik karena bibit yang berat banyak
mengandung pati untuk energi pertumbuhan.

8

Bibit sagu dibedakan berdasarkan bentuk dari bibit sagu tersebut dan tempat keluarnya anakan. Berdasarkan bentuk anakan, dapat dibedakan menjadi 3
bentuk yaitu keladi, tapal kuda dan bentuk ‘L’. Bentuk keladi merupakan anakan
dengan posisi banir lurus dengan pucuk dan pelepah daun. Tapal kuda merupakan
bentuk anakan dengan banir dan pucuk daun membentuk Sudut 90° sampai 180°
dan bentuk ‘L’ merupakan bibit dengan banir dan pucuk membentuk Sudut ± 90°
Bibit sagu berdasarkan tempat tumbuhnya dibedakan menjadi anakan
aerial dan basal. Anakan aerial adalah anakan yang tumbuh atau keluar dari batang yang terdapat di atas permukaan tanah. Anakan jenis aerial, banir dan akarnya dapat dilihat. Anakan basal adalah anakan yang tumbuh di bawah permukaan
tanah dan banir tidak dapat dilihat.
Bobot bibit mempengaruhi pertumbuhan bibit selama di persemaian. Pada
saat awal persemaian, jumlah dan ukuran daun bibit sagu masih sangat minim,
oleh karena pati dalam banir diperlukan untuk pembentukan daun saat persemaian. Pati tersebut berasal dari banir bibit sagu (Wahid dalam Bintoro., et al. 2008).
Pembibitan tanaman sagu umumnya mengunakan sistem kanal. Bibit yang
direndam dalam kanal lebih baik dibandingkan dengan yang mengunakan media
polibag dan media lumpur (Bintoro., et al. 2008). Penanaman sagu pada polibag
memilki kelemahan diantaranya penyiraman dan pemberian hara harus lebih intensif dan rawan terhadap penyakit (Bintoro, 2008). Pada kanal ketersediaan air
melimpah dan seluruh banirnya terendam. Menurut Suryana (2007), agar
mendapatkan persentase bibit hidup yang tinggi (>80%) dilakukan perendaman
pangkal batang bawah pada air yang mengalir. Penanaman dalam kolam, tinggi
air di kolam terkadang macak-macak. Hal tersebut membuat bibit sagu stres dan
pertumbuhan terhambat (Pinem, 2008).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat
Kegiatan magang ini dilakukan selama enam bulan, dimulai dari 18 Febuari 2010 sampai 18 Agustus 2010. Kegiatan magang bertempat di perkebunan
sagu PT. National Sago Prima, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
Metode Magang
Metode yang dilakukan meliputi metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan teknis di lapang.
Pelaksanaan kegiatan teknis budidaya yaitu dengan mengikuti seluruh kegiatan
sebagai pakerja dan pengawas. Kegiatan teknis di lapang yang diikuti seperti
pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Kegiatan teknis lapang
dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan instruksi dan arahan dari asisten
divisi dan mandor. Seluruh teknis kegiatan magang yang dilakukan berdasarkan
prosedur kerja yang diterapkan oleh perusahaan.
Pelaksanaan metode langsung dengan mengikuti kegiatan teknis budidaya
dan memperoleh data primer. Data primer didapat setelah melaksanakan langsung
seluruh kegiatan magang. Data primer berupa prestasi kerja dan hambatan yang
terjadi selama kegiatan. Data primer akan dibandingkan dengan standar kerja yang
berlaku di perusahaan.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan melakukan studi pustaka
yang ada di perusahaan, diskusi dan wawancara kepada karyawan yang ada di perusahaan. Kegiatan tersebut dilakukan baik saat jam kerja maupun di luar jam kerja
para karyawan. Data yang didapat dari kegiatan tersebut berupa data sekunder
yakni informasi tentang perusahaan. Informasi tersebut antara lain sejarah perusahaan, lokasi, kondisi kebun, iklim, ketenagakerjaan dan informasi administrasi.
Aspek khusus yang dilakukan selama kegiatan magang yakni teknis persemaian bibit sagu. Kegiatan persemaian bibit sagu meliputi pencarian anakan,
persemaian dan perawatan bibit dalam persemaian. Untuk mengetahui informasi

10

lebih lanjut mengenai kriteria bibit yang baik digunakan dalam persemaian,
dilakukanlah suatu percobaan penyeleksian bibit selama di persemaian.
Percobaan ini mengunakan tiga faktor sebagai kombinasi percobaan, antara lain jenis Sagu, tinggi pohon tnduk dan bobot bibit sagu. Jenis sagu yang
digunakan antara lain sagu berduri (S1) dan sagu tidak berduri (S2). Pohon induk
sagu yang digunakan dibedakan menjadi 3 kelompok tinggi pohon induk dan satu
induk yang sudah dipanen, antara lain tinggi pohon induk 3,3 – 4,6 m (T1), 4,6 –
6,6 m (T2), > 6,6 m (T3) dan Induk sudah dipanen (T4). Bobot yang digunakan
antara lain bobot 0,5 – 1,5 kg (B1), bobot 2 - 3 kg (B2) dan bobot 3,5 – 4.5 kg
(B3). Alat yang digunakan yaitu meteran, gunting atau golok, rakit persemaian,
dan timbangan. Bahan yang digunakan adalah anakan sagu, pestisida, fungisida
(Dithane M-45) dan label percobaan.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan PetakPetak Terbagi (Split-Split Plot) dimana Jenis sagu menjadi petak utama, tinggi
pohon indukan menjadi anak petak dan bobot bibit menjadi anak-anak petak. Pada
percobaan ini terdapat 24 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan. Setiap kombinasi
percobaan terdiri atas 10 bibit sagu. Percobaan ini mengunakan 720 bibit sagu
yang diamati semua bibitnya. Percobaan dilakukan di dalam kanal dengan mengunakan rakit. Penyusunan letak abut dalam rakit yang sesuai dengan rancangan
dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Pengambilan anakan sagu dipisahkan antara sagu yang berduri dan sagu
yang tidak berduri. Penentuan ada tidaknya duri sagu dilakukan sebagai salah satu
faktor pertama dalam percobaan. Rumpun sagu yang akan diambil anakannya
terlebih dahulu diukur tinggi pohon induknya atau pohon utamanya. Tinggi pohon
induk diukur dari batas pangkal batang bawah bebas akar hingga ujung batang
atas bebas daun. Penentuan tinggi pohon induk dilakukan sebagai faktor kedua.
Anakan yang telah dipilih kemudian ditimbang bobotnya setelah dipangkas
daunnya 30-40 cm. Bibit yang sudah dipilih direndam dalam larutan fungisida
selama ± 1 menit. Bibit kemudian diberi label sesuai jenis, tinggi dan bobotnya.
Bibit diletakan dalam rakit yang telah disusun sesuai petak percobaan. Pengamatan dilakukan setiap minggu dari minggu 0 (pengamatan awal) hingga minggu ke

11

11. Peubah yang diamati selama pengamatan antara lain Prosentase bibit hidup,
jumlah daun, panjang daun 1, 2, 3 dan jumlah anak daun 1, 2, 3.
Analisis Data
Data yang didapat selma kegiatan magang baik data primer maupun data
sekunder selanjutnya dianalisis dengan metode analisis deskriptif, yaitu pemaparan data hasil kegiatan magang yang menggambarkan seluruh kegiatan yang dilakukan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kerja yang dimiliki
oleh perusahaan.
Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis ragam (uji F). Jika data
hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan analisis uji lanjut
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

Sejarah Kebun
PT. National Sago Prima dulu bernama PT National Timber and Forest
Product. PT National Timber and Forest Product merupakan anak perusahaan PT.
Siak Raya Group yang didirikan pada 4 September 1970 dan berkedudukan di
Provinsi Riau. PT. National Timber and Forest Product mendapatkan Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan SK Menteri Pertanian No.135/ KPTS/
UM/3/1974 pada tanggal 14 Maret 1974 dengan luas areal 100 000 ha. PT. National Timber and Forest Product mendapatkan ijin untuk membangun HTI Murni
sagu di Hutan Teluk Kepau Kec. Tebing Tinggi Kab. Bengkalis Propvinsi Dati I
Riau seluas 19.900 ha selama 20 tahun sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No.
1083/ MENHUT-IV/1995 Tanggal 24 Juli 1995.
Pada tahun 1995, PT. National Timber and Forest Product mengajukan
Izin Penebangan Kayu (IPK) dengan SK No.17/KTPS/HUT/1996. PT. National
Timber and Forest Product mendapatkan IPK dengan syarat harus menanami lagi
dengan Hutan Tanaman Industri seperti sagu (Metroxylon spp), tanaman unggulan
setempat seperti Geronggang (Cratoxylon spp), tanaman kehidupan seperti kelapa
(Cocos nucifera Linn.) dan mempertahankan hutan konservasi seluas 10% dari
luasan yang diajukan. PT. National Timber and Forest Product mengajukan
Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkalis.
PT. National Timber and Forest Product mengajukan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) berdasarkan surat permohonan Direktur Utama PT. National Timber and Forest Product No. 48/NTI/HPH-D/IX/1993
pada tanggal 6 September 1993 dan No. 135/NT/HTI-D/XII/2004. Pada tahun
2008, PT. National Timber and Forest Product mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) berdasarkan SK Menteri Kehutanan
No.353/MENHUT-II/2008. Luas wilayah PT. National Timber and Forest Product
berdasarkan SK Menteri Kehutanan no.353/MENHUT-II/2008 seluas 21 620 Ha.
Areal yang baru digunakan seluas 12 000 Ha.
PT. National Timber and Forest Product pada tahun 2009 namanya
berganti menjadi PT. National Sago Prima sesuai dengan SK Menteri Kehutanan

13

No. SK 380/MENHUT-II/2009 Tanggal 25 Juni 2009. PT. National Sago Prima
merupakan bagian dari Sampoerna Biofuel yang merupakan perusahaan yang
akan mengembangkan biofuel dari berbagai komoditas. PT. Sampoerna Agro
membeli seluruh saham perkebunan sagu tersebut.

Letak Geografis dan Administrasi
PT. National Sago Prima secara geografi terletak pada 00 32’ – 10 08’ LU
dan 1010 43’ – 1030 08’ BT. Secara administratif terletak di Desa Kepau Baru,
Desa Teluk Buntal, Desa Sungai Tohor Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari,
Desa Kayu Ara, dan Desa Sungai Pulau, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten
Kepulauan Meranti, Propinsi Riau (Lampiran 2). Lokasi PT National Sago Prima
berbatasan dengan PT. Lestari Unggul Makmur di Utara, dengan Desa Tanjung
Sari dan Desa Tanjung Gadai di Timur, dengan Desa Teluk Buntal dan Kampung
Baru di Selatan dan PT. Unisraya di Barat.
Keadaan Iklim, Tanah dan Topografi
Wilayah perkebunan PT. National Sago Prima termasuk dalam wilayah
hutan hujan tropis dengan curah hujan berkisar pada 2.200 mm/ tahun. Intensitas
sinar matahari cukup tinggi, dan hari hujan tiap bulan antara 7-13 hari dengan
intensitas curah hujan berkisar 16-17 mm/hari. Menurut Schmidt dan Fergusson
(1951), areal PT. National Sago Prima termasuk type B dengan Q = 33,3 %
(NTFP, 1997).
Karakteristik lahan pada lokasi perkebunan adalah lahan gambut dalam
(3-5 m) dengan tingkat kematangan sedang (gambut hemik). Gambut di wilayah
PT. Nationa Sago Prima termasuk dalam gambut oligotropik yaitu gambut yang
sedikit mengandung bahan mineral. Sekitar 99 % lahan perkebunan merupakan
tanah organosol dan sisanya tanah aluvial. Tanah aluvial banyak terdapat disekitar
sungai yang terletak di dalam perkebunan. Sungai yang ada di lokasi perkebunan
antara lain Sungai Mukun, Sungai Pulau, Sungai Buntal dan Sungai Suir Kiri.
Lokasi kebun PT. Nationa Sago Prima terletak di ketinggian antara 0-5 mdpl.
Tingkat kemiringan lahan antara 0 – 5 %.

14

Latar Belakang Pengusahaan Perkebunan Sagu
Sagu merupakan penghasil karbohidrat yang merupakan sumber energi
bagi manusia. Sagu yang merupakan tanaman asli Indonesia sudah lama dikenal
dan dimanfaatkan patinya oleh sebagian masyarakat, salah satunya di daerah
pesisir timur pulau Sumetera. Selain sebagai bahan makan pokok, sagu juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri seperti bioetanal, lem dan plastik
Lahan gambut yang terdapat di Provinsi Riau terdapat pada bagian pesisir
Timur dari wilayahnya. PT. National Sago Prima yang terletak di Pulau Tebing
Tinggi, hampir seluruh wilayahnya merupakan tanah gambut dengan kedalaman
berkisar antara 3-5 m. Pengusahaan lahan gambut untuk perkebunan sawit saat ini
dilarang sedangkan untuk perkebunan sagu masih diperbolehkan.
Pemberian Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (PHPHTI) bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan yang kurang produktif, mendukung industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan devisa, melestarikan
lingkungan hidup melalui konservasi hutan serta memperluas lapangan kerja dan
usaha. Lahan gambut atau rawa gambut menghasilkan gas CO2 yang cukup tinggi.
Jika penebangan hutan dilakukan tanpa penanaman kembali akan menbuat gas
CO2 akan menguap dan menjadi penyebab Global Warming. Sagu memiliki
kemampuan menyerap karbon dalam bentuk CO2 paling tinggi dibandingkan
dengan tanaman perkebunan lain. Hal tersebut karena dalam satu rumpun sagu
terdapat banyak anakan yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2. Berdasarkan alasan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka PT. NTFP mengembangkan Hutan Tanaman Industri sagu yang saat ini beralih kepemilikannya pada
PT. Nasional Sago Prima.
Kondisi Pertanaman
Tanaman sagu yang ada di PT. National Sago Prima ditanam secara
bertahap mulai dari tahun 1996-1997. Areal Perkebunan saat ini dibagi menjadi
12 Divisi, masing-masing divisi memiliki sekitar 20-24 Blok yang tiap bloknya
seluas 50 ha (1000 m x 500 m). Tiap-tiap Blok dibatasi oleh kanal-kanal. Kanalkanal tersebut berfungsi untuk menjaga ketersediaan air, sarana transportasi, jalur
panen serta pembatas atau Barier jika terjadi kebakaran agar tidak menjalar ke
blok yang lain.

15

Jenis sagu yang ada di PT. National Sago Prima adalah jenis sagu yang
memiliki duri seperti sagu tuni (Metroxylon rumphii Mart.) dan Sagu Ihur
(Metroxylon sylvester Mart.), dan sagu tak berduri yaitu sagu Molat (Metroxylon
sagus Rotb.). Selain jenis sagu tersebut, terkadang dijumpai sagu yang memiliki
duri yang sangat jarang atau sangat sedikit, sagu tersebut dikenal dengan sagu
Sangka.
Sagu yang ditanam memiliki jarak tanam 15 m x 15 m, 10 m x 10 m, 9 m
x 9 m atau 8 m x 8 m. Tiap blok terdapat 100-125 baris tanaman sagu, bergantung
pada jarak tanam yang digunakan. Jalur lorong atau jalur angkut dibuat dengan
arah Utara-Selatan dengan panjang lorong ± 500 m. Satu lorong terdiri atas 2 baris
tanaman sagu. Tiap baris tanaman terdapat 50-70 rumpun tanaman sagu bergantung pada jarak tanam yang digunakan.
Manajerial Kebun
PT. National Sago Prima memiliki struktur organisasinya berbentuk garis.
Stuktur organisasi tersebut umumnya masih sederhana dan pembagian spesialisasi
belum mendalam serta karyawan yang bekerja sedikit. Keunggulan sistem
organisasi tersebut adalah instruksi langsung diberikan oleh seorang pimpinan
secara jelas dan tegas karena rantai komando pendek. Komando dapat diterima
hingga level bawah dengan jelas. Kelemahan sistem tersebut adalah adanya
kepemimpinan tunggal sehingga keputusan diambil berdasarkan kemauan pribadi.
Garis komando merupakan garis hubungan kerja dengan pola perintah atau
instruksi. Garis komando menghubungkan pola kerja antara pimpinan atau atasan
sebagai pemberi instruksi terhadap bawahan yang menerima dan menjalankan
instruksi. Garis koordinasi merupakan garis hubungan kerja dengan pola
kerjasama dan koordinasi dari setiap pihak yang terhubung. Garis koordinasi
menghubungkan pola kerja antara pihak yang memiliki kedudukan yang sama
dalam stuktur organisasi. Pihak-pihak yang terhubung dengan garis koordinasi
memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain untuk melaksanakan
suatu tugas.
Puncuk pimpinan tertinggi di PT. National Sago Prima dipegang oleh
seorang General Manager (GM). Seorang GM membawahi bagian Technical

16

Support, Kordinator Asissten, bagian External dan KTU. Karyawan yang termasuk dalam bagian tersebut bekerja dalam ruang lingkup pusat, artinya mereka
bekerja dalam tingkat perusahaan secara keseluruhan.
PT. National Sago Prima membagi beberapa wilayah kerja mereka
menjadi beberapa divisi. Setiap divisi dikepalai oleh seorang Asisten Divisi yang
bertanggung jawab kepada General Manager dan Asisten Divisi dibawah kendali
Koordinator Asisten. Setiap Asisten Divisi membawahi seorang Administratur,
Mandor I dan Pengawas.

Sistem Ketenagakerjaan
PT. National Sago Prima memiliki beberapa tipe karyawan yang bekerja di
bagian administasi dan bagian kegiatan lapang. Pembagian tersebut berdasarkan
jabatan dan lama bekerja dalam perusahaan.
Karyawan Tetap
Karyawan tetap adalah karyawan yang tercatat dalam perusahaan sebagai
karyawan dan bekerja tetap. Karyawan tetap mendapatkan berbagai tunjangan
seperti tunjangan kesehatan. Jam kerja karyawan tetap mulai pukul 07.00 hingga
pukul 16.00 dengan istirahat pukul 11.00 hingga 13.00. Karyawan tetap terdiri
atas karyawan harian tetap dan karyawan bulanan tetap.
Karyawan harian tetap adalah karyawan tetap yang upah/gaji kerjanya
dihitung berdasarkan jumlah hari mereka bekerja. Setiap hari kerja mereka
mendapatkan upah sebesar Rp. 40.600,00. Jika terdapat hari libur mereka tidak
mendapatkan upah. Karyawan harian tetap berbeda dengan karyawan harian lepas
karena karyawan harian tetap memiliki keterikatan dengan perusahaan. Contoh
karyawan harian tetap di PT. National Sago Prima adalah operator Speedboad.
Karyawan bulanan tetap adalah karyawan tetap yang upah atau gaji
mereka diterima berdasarkan perjanjian kontrak kerja. Mereka menerima gaji
tetap tiap bulan sesuai perjanjian kerja. Karyawan bulanan tetap meliputi seluruh
staf administrasi, asisten divisi, mandor dan pengawas. Karyawan tetap tinggal di
sekitar lokasi kebun dengan fasilitas dari perusahaan seperti tempat tinggal
(Mess/Camp).

17

Karyawan Kontrak
Karyawan kontrak adalah pekerja atau karyawan suatu kontraktor yang
memiliki kerjasama kerja dengan PT. National Sago Prima. Karyawan kontrak
mandapat upah dari kontraktor tempat mereka bekerja. Setiap kontraktor memiliki
target kerja yang telah disepakati dengan perusahaan. Jika target tersebut tidak
terpenuhi maka akan ada denda dari perusahaan kepada kontraktor. Setiap
kontraktor diawasi oleh pengawas yang diutus dan merupakan karyawan
perusahaan.
Karyawan kontrak biasanya mengerjakan perkerjaan seperti pengimasan,
pembuatan lorong, weeding dan pembersihan kanal. Karyawan kontrak selama
masa kerjanya tinggal di dalam lokasi kebun dengan fasilitas yang diberikan
perusahaan. Jam kerja mereka tidak dapat ditetapkan oleh perusahaan asalkan
pekerjaan mereka sesuai target yang telah disepakati.

Karyawan Harian Lepas
Karyawan harian lepas (KHL) adalah karyawan atau buruh perusahaan
tidak tetap dan tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan. Mereka menerima
upah berdasarkan jumlah hari mereka kerja. Tiap hari kerja mereka mendapat
upah Rp. 40.600,00. Mereka tidak mendapatkan berbagai tunjangan dari
perusahaan. Jam kerja karyawan harian lepas mulai jam 06.30-14.30 dengan
istirahat pukul 12.00-13.00.
Karyawan harian lepas diawasi dan mendapat instruksi dari mandor
perusahaan. Karyawan harian lepas dapat menjadi karyawan tetap jika mereka
bekerja secara terus menerus selama 3 bulan dan mendapat rekomendasi dari
mandor pengawasnya. Karyawan harian lepas biasanya melakukan perkerjaan
seperti pembuatan lorongan, piringan dan pembersihan gulma.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Pembibitan
Pengambilan Anakan Sagu (Sucker)
Anakan sagu merupakan bahan tanam yang dapat diperoleh dari dalam
kebun (Inhouse) ataupun dari kebun masyarakat (Outsource). Anakan sagu yang
dijadikan bibit harus memiliki beberapa kriteria. Bibit yang digunakan sebaiknya
diambil dari pohon induk yang memiliki potensi produksi tinggi, bibit masih segar
dengan pelepah yang masih hijau, bibit tua dengan ciri banir (bonggol) yang
keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup, perakaran yang cukup, panjang
pelepah minimal 30 cm, dan tidak terserang hama serta banir berbentuk L
(Bintoro, 2008). Anakan sagu yang dijadikan bibit diambil dari anakan yang
berada di bawah permukaan tanah (Abut Basal) karena bekas luka pada pohon
induk dapat tertutup tanah.

Gambar 2. Bentuk bibit sagu dari kiri ke kanan ‘L’, Tapal Kuda, Keladi
Bibit sagu yang akan diambil dari dalam kebun umumnya berasal dari
induk yang telah dipanen. Rumpun sagu di PT. National Sago Prima sebagian
besar belum pernah dipanen. Adapun rumpun yang telah dipanen umumnya baru
satu kali panen. Berbeda dengan rumpun sagu milik masyarakat yang telah
beberapa kali panen.

19

Pengambilan anakan sagu untuk dijadikan bibit harus berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) pengambilan anakan. Pada umumnya SOP
pengambilan anakan adalah sebagai berikut :
a. Jarak anakan dari pohon induk minimal 0.5 m
b. Diameter pelepah anakan minimal 2,5-3,0 cm dengan tinggi
pelepah kurang lebih 1 m
c. Anakan mudah digoyangkan
d. Anakan sudah matang secara fisiologis
e. Dari jumlah anakan yang memenuhi kriteria seperti tersebut diatas,
disisakan 4 anakan yang tidak diambil
f.

Bibit diambil dengan cara memotongnya tepat pada bagian sucker
yang agak menyempit dan keras

g. Anakan yang sudah diambil dipotong pelepahnya sehingga tersisa
kurang lebih 0.5 m
h. Anakan tersebut ditimbang bobotnya, anakan yang akan diambil
sebagai bibit adalah yang mempunyai bobot 2 – 3 kg
i. Anakan dikumpulkan untuk kemudian dipelihara dalam persemaian, berupa rakit-rakit pada kanal-kanal yang telah te

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit

0 16 63

Pengelolaan sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan

0 3 164

Pengelolaan budidaya sagu (Metroxylon spp.) Di PT National sago prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pemangkasan dan aplikasi

1 17 169

Pengelolaan sagu (Metroxylon spp.) Di PT National sago Prima, selat panjang Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan aspek khusus pertumbuhan bibit di lapang

0 2 113

Pengelolaan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan studi kasus pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu

0 7 150

Manajemen Pengelolaan Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kepulauan Meranti, Riau.

3 13 135

Hubungan Bobot Anakan dan Waktu Pembibitan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu (Metroxylon sagu Rottb)

0 22 50

Pengaruh Intensitas Naungan terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu (Metroxylon spp.) di Persemaian dengan Sistem Persemaian Rakit

0 4 121

Hubungan Bobot Anakan dan Waktu Pembibitan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu (Metroxylon sagu Rottb.)

0 2 103

Pengelolaan Persemaian Bibit Sagu (Jvfelroxylon Sp) 01 Perkebunan P. T. National Timber And Forest Product Unit Btl Murni Sagu, Selat Panjang. Riau

0 5 79