Pendugaan fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu tunggu proses poisson periodik

ABSTRAK
NADIROH. Pendugaan Fungsi Sebaran dan Fungsi Kepekatan Peluang Waktu Tunggu Proses
Poisson Periodik. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI.
Pada tulisan ini dibahas pendugaan fungsi sebaran dan fungsi kepekatan peluang waktu
tunggu suatu proses Poisson periodik. Diasumsikan bahwa periode � dari proses tersebut diketahui,
sedangkan fungsi intensitasnya tidak diketahui. Proses Poisson dalam karya ilmiah ini diasumsikan
diamati pada interval 0, . Misalkan ( ) menyatakan waktu tunggu kejadian ke- sejak awal
pengamatan dari proses Poisson periodik yang dikaji. Masalah utama dalam karya ilmiah ini
adalah membuktikan kekonsistenan dari penduga fungsi sebaran � ( ) dan penduga fungsi
kepekatan peluang
dari waktu tunggu ( ) jika panjang interval pengamatan proses menuju
tak hingga. Kemudian, dikaji juga pendekatan asimtotik untuk ragam penduga bagi � ( ) dan
sebaran asimtotik penduga bagi � ( ) .

ABSTRACT
NADIROH. Estimation of Distribution Function and Probability Density Function of Waiting
Time of Periodic Poisson Process. Supervised by I WAYAN MANGKU and RETNO
BUDIARTI.
This manuscript is concerned with estimation of distribution and probability density function
of the waiting time of a periodic Poisson process. It is assumed, that the period � of this process is
known, but the intensity function is unknown. It is also assumed, that the Poisson process is

observed in the interval 0, . Let ( ) denotes the waiting time of -th event since the beginning
of observation of the Periodic Poisson Process being discussed. The main problem is to prove the
consistency of the estimator of the distribution function � ( ) and the probability density function
of the waiting time ( ) as the length of observation interval of the process goes to infinity.
In addition, asymptotic approximation of the variance and the asymptotic distribution of the
estimator of � ( ) are formulated.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyak fenomena dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat dimodelkan dengan
proses stokastik. Model ini menggunakan
aturan peluang untuk menggambarkan
perilaku suatu sistem yang tidak diketahui
dengan pasti di masa yang akan datang.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari yang
dapat dimodelkan dengan proses stokastik
yaitu proses kedatangan pelanggan ke pusat
servis (bank, kantor pos, supermarket, dan
sebagainya) dan proses masuknya pesan sms

atau panggilan telepon pada handphone.
Proses stokastik dibedakan menjadi dua
yaitu proses stokastik dengan waktu diskret
dan proses stokastik dengan waktu kontinu.
Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik
dengan waktu kontinu adalah proses Poisson
periodik. Proses Poisson periodik adalah
proses Poisson dengan fungsi intensitas
berupa fungsi periodik. Proses Poisson
periodik dapat digunakan untuk memodelkan
proses kedatangan pelanggan ke bank dengan
periode satu hari. Waktu kedatangan dari
kejadian kedisebut juga dengan waktu
tunggu sampai kejadian ke- terjadi. Dengan
kata lain, waktu tunggu kejadian ke- dari
suatu proses Poisson periodik merupakan
waktu antara titik mulainya pengamatan yaitu
0 dengan waktu kejadian ke- dari proses
Poisson periodik.
Karena banyaknya penerapan proses

Poisson periodik khususnya pada proses
kedatangan, sehingga diperlukan penduga
bagi fungsi sebaran dan fungsi kepekatan
peluang waktu tunggu suatu proses Poisson

periodik. Pada karya ilmiah ini dipelajari sifatsifat statistik seperti aproksimasi asimtotik
untuk nilai harapan dan ragam (variance)
yang digunakan untuk menunjukkan bahwa
penduga bagi fungsi sebaran dan fungsi
kepekatan peluang yang dihasilkan adalah
konsisten dan untuk menentukan sebaran
asimtotik dari penduga yang dikaji. Dalam
tulisan ini juga diberikan contoh penyusunan
penduga yang menggunakan data bangkitan
dengan pemrograman R. Materi karya ilmiah
ini diambil dari Helmers dan Mangku (2011).
Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah
untuk:
i) Mengonstruksi ulang penyusunan penduga

fungsi sebaran dan fungsi kepekatan
peluang waktu tunggu proses Poisson
periodik.
ii) Mengonstruksi
ulang
pembuktian
kekonsistenan bagi penduga fungsi
sebaran dan fungsi kepekatan peluang
waktu tunggu proses Poisson periodik.
iii) Mengonstruksi
ulang
pembuktian
pendekatan asimtotik bagi ragam penduga
fungsi sebaran waktu tunggu proses
Poisson periodik.
iv) Mengonstruksi ulang pembuktian sebaran
asimtotik bagi penduga fungsi sebaran
waktu tunggu proses Poisson periodik.
v) Melakukan simulasi komputer untuk
mempelajari perilaku penduga fungsi

sebaran bagi waktu tunggu kejadian
pertama dan kejadian kedua untuk ukuran
sampel yang terbatas.

2

LANDASAN TEORI
Ruang Contoh, Kejadian, dan Peluang
Percobaan acak adalah suatu percobaan
yang dapat diulang dalam kondisi yang sama,
yang hasilnya tidak dapat diprediksi secara
tepat
tetapi
dapat
diketahui
semua
kemungkinan hasil yang muncul.

Secara umum, himpunan kejadian
;

dikatakan saling bebas jika:
�(⋂∞ ) = ∏ �( )
untuk setiap himpunan bagian dari .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Peubah Acak dan Fungsi Sebaran
Definisi 1 (Ruang contoh)
Ruang contoh adalah himpunan semua
hasil yang mungkin dari suatu percobaan
acak, dan dinotasikan dengan Ω.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 2 (Kejadian)
Kejadian adalah suatu himpunan bagian
dari ruang contoh Ω.
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 7 (Peubah acak)
Misalkan Ω adalah ruang contoh dari suatu
percobaan acak. Fungsi � yang terdefinisi
pada Ω yang memetakan setiap unsur � Ω

ke satu dan hanya satu bilangan real � =
disebut peubah acak. Ruang dari � adalah
himpunan
bagian
bilangan
real
� = { ∶ = �(�), � Ω}.
(Hogg et al. 2005)

Definisi 3 (Kejadian lepas)
Kejadian dan disebut saling lepas jika
irisan dari keduanya adalah himpunan kosong
∅ .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Peubah acak dinotasikan dengan huruf
kapital, misalkan , , . Sedangkan nilai
peubah acak dinotasikan dengan huruf kecil
seperti , , . Setiap peubah acak memiliki
fungsi sebaran.


Definisi 4 (Medan-�)
Medan- � adalah suatu himpunan ℱ yang
anggotanya terdiri atas himpunan bagian
ruang contoh Ω, yang memenuhi syarat
berikut:
i) ∅ ℱ.
ii) Jika 1 , 2 , … ℱ, maka ∞=1
ℱ.
iii) Jika
ℱ, maka
ℱ.
(Hogg et al. 2005)

Definisi 8 (Fungsi sebaran)
Misalkan � adalah peubah acak dengan
ruang
�.
Misalkan
kejadian

= (−∞, ] ⊂ �, maka
peluang
dari
kejadian adalah
.

=�
Fungsi � disebut fungsi sebaran dari peubah
acak .
(Hogg et al. 2005)

Definisi 5 (Ukuran peluang)
Ukuran peluang � pada (∅, ℱ) adalah
fungsi � ∶ ℱ
0,1 yang memenuhi:
i) � ∅ = 0 , � Ω = 1.
ii) Jika 1 , 2 , … adalah himpunan lepas yang
merupakan anggota dari ℱ, yaitu:
∩ = ∅,
untuk setiap , dengan ≠ , maka

.
= ∞
� ∞=1
i=1 �
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 9 (Peubah acak diskret)
Peubah acak � dikatakan diskret jika
semua himpunan nilai dari peubah acak
tersebut merupakan himpunan tercacah.
(Hogg et al. 2005)

Pasangan Ω, ℱ, � disebut ruang peluang.

Definisi 6 (Kejadian saling bebas)
Kejadian dan dikatakan saling bebas
jika:
� ∩
=� �
.


Definisi 10 (Fungsi massa peluang)
Fungsi massa peluang dari peubah acak
diskret adalah fungsi ∶ ℝ ⟶ [0,1] yang
diberikan oleh
=� = .
(Hogg et al. 2005)
Definisi 11 (Peubah acak kontinu)
Peubah acak dikatakan kontinu jika ada
fungsi
sehingga fungsi sebaran � dapat
dinyatakan sebagai

3



=

( )
−∞

ℝ, dengan ∶ ℝ ⟶ 0, ∞ adalah fungsi
yang terintegralkan lokal. Fungsi
disebut
fungsi kepekatan peluang bagi peubah acak .
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 12 (Peubah acak Poisson)
Suatu peubah acak disebut peubah acak
Poisson dengan parameter , > 0 jika fungsi
massa peluangnya diberikan oleh


=
untuk

= 0,1, …

!
(Ross 2007)

Lema 1 (Jumlah peubah acak Poisson)
Misalkan
dan
adalah peubah acak
yang saling bebas dan memiliki sebaran
Poisson dengan parameter berturut-turut 1
dan 2 . Maka + memiliki sebaran Poisson
dengan parameter 1 + 2 .
(Taylor & Karlin 1984)
Bukti: lihat Taylor & Karlin 1984.

Momen, Nilai Harapan, dan Ragam
Definisi 13 (Nilai harapan)
1. Jika adalah peubah acak diskret dengan
, maka nilai
fungsi massa peluang
harapan dari
dinotasikan dengan

adalah


=

asalkan jumlah di atas konvergen mutlak.
2. Jika adalah peubah acak kontinu dengan
, maka
fungsi kepekatan peluang
nilai harapan dari adalah




=

( )
−∞

Definisi 15 (Fungsi pembangkit momen)
Misalkan adalah peubah acak sehingga
untuk > 0, nilai harapan dari
terdefinisi
pada − < < . Fungsi pembangkit momen
dari
dinyatakan
=�
, untuk
− < < .
(Hogg et al. 2005)
Definisi 16 (Fungsi indikator)
Misalkan adalah suatu kejadian. Fungsi
indikator dari
adalah suatu fungsi
∶ Ω ⟶ 0,1 , yang diberikan
oleh:
1,
jika �
.
(�) =
0,
jika �
.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Nilai harapan dari fungsi indikator adalah
sebagai berikut:
= 1. �
+ 0. �

=� .
Kekonvergenan Peubah Acak
Terdapat
beberapa
cara
untuk
menginterpretasikan
pernyataan
kekonvergenan barisan peubah acak,

untuk ⟶ ∞.

Definisi 17 (Konvergen dalam peluang)
Misalkan 1 , 2 , … adalah barisan peubah
acak pada suatu ruang peluang Ω, ℱ, � .
Barisan peubah acak
dikatakan konvergen

, jika
dalam peluang ke , dinotasikan
untuk
setiap
�>0
berlaku
P
− > � ⟶ 0, untuk ⟶ ∞.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Lema 2 (Sifat kekonvergenan dalam
peluang)
Misalkan
konvergen dalam peluang ke
dan konvergen dalam peluang ke maka
konvergen dalam peluang ke
,
dinotasikan dengan

asalkan integral di atas konvergen mutlak.
(Hogg et al. 2005)
Definisi 14 (Ragam)
Misalkan
adalah peubah acak diskret
dengan fungsi massa peluang ( ) dan nilai
harapan �
. Ragam dari
dinotasikan
dengan
( ) atau � 2 adalah
� 2 = �( − �
)2
=

−�

2

.

(Hogg et al. 2005)

.
(Hogg et al. 2005)
Bukti: lihat Hogg et al. 2005.
Definisi 18 (Konvergen dalam sebaran)
Misalkan 1 , 2 , … , adalah peubah acak
pada suatu ruang peluang Ω, ℱ, � . Suatu
barisan peubah acak
dikatakan konvergen
dalam sebaran ke peubah acak , ditulis
P(

,
untuk
)⟶P

⟶ ∞,
jika
untuk ⟶ ∞, untuk

4

semua titik
= P(


dimana fungsi sebaran
) adalah kontinu.
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Penduga dan Sifat-Sifatnya
Definisi 19 (Statistik)
Statistik adalah suatu fungsi dari satu atau
lebih peubah acak yang tidak tergantung pada
satu atau beberapa parameter yang nilainya
tidak diketahui.
(Hogg et al. 2005)
Definisi 20 (Penduga)
Misalkan
adalah contoh
1, 2, … ,
acak. Suatu statistik ( 1 , 2 , … , ) yang
digunakan untuk menduga fungsi parameter
(�) dilambangkan dengan
� , disebut
penduga
bagi
(�). Bilamana
nilai
= , maka nilai
1 = 1, 2 = 2, … ,
( 1 , 2 , … , ) disebut sebagai dugaan
(estimate) bagi (�).
(Hogg et al. 2005)
Definisi 21 (Penduga tak bias)
(i) Suatu penduga yang nilai harapannya sama
dengan
parameter
� ,
yaitu
=
(�)
disebut

,
,

,
1 2
penduga tak bias bagi (�).
= (�)
(ii) Jika lim ∞ �
1, 2, … ,
maka ( 1 , 2 , … , ) disebut penduga
tak bias asimtotik bagi (�).
(Hogg et al. 2005)
Definisi 22 (Penduga konsisten)
Suatu penduga yang konvergen dalam
peluang ke parameter (�) disebut penduga
konsisten bagi (�).
(Hogg et al. 2005)
Definisi 23 (MSE suatu penduga)
Mean Square Error (MSE) dari suatu
penduga
untuk parameter � adalah fungsi
dari � yang didefinisikan oleh �� ( − �)2 .
Dengan kata lain MSE adalah nilai harapan
kuadrat dari selisih antara penduga
dan
parameter �, yang dapat dihitung sebagai
berikut:
��

−�

dengan bias

2

2

−�
=
+ ��
=
+ (bias(� ))2
=� − � .
(Casella & Berger 1990)

Proses Stokastik
Definisi 24 (Proses stokastik)
Proses stokastik =
,
adalah
suatu himpunan dari peubah acak yang
memetakan suatu ruang contoh Ω ke suatu
ruang state.
(Ross 2007)
Jadi untuk setiap pada himpunan indeks
, ( ) adalah suatu peubah acak. Kita sering
menginterpretasikan sebagai waktu dan
sebagai state (keadaan) dari proses pada
waktu .
Suatu proses stokastik
disebut proses
stokastik dengan waktu diskret jika himpunan
indeks
adalah himpunan tercacah.
Sedangkan suatu proses stokastik
disebut
proses stokastik dengan waktu kontinu jika
adalah suatu interval.
Definisi 25 (Inkremen bebas)
Suatu proses stokatik dengan waktu
kontinu {
,
disebut memiliki
inkremen
bebas
jika
untuk
semua
, peubah acak
0 < 1 0,
jika dipenuhi tiga syarat berikut:
i)
0 = 0.
ii) Proses tersebut memiliki inkremen bebas.
iii) Banyaknya kejadian pada sembarang
interval waktu dengan panjang memiliki
sebaran (distribusi) Poisson dengan nilai
harapan
. Jadi untuk semua , > 0,
ℯ− ( )
,

+ −
=
=
!
= 0,1, …
(Ross 2007)
Dari syarat (iii) dapat dilihat bahwa proses
Poisson memiliki inkremen stasioner. Dari
syarat ini juga dapat diperoleh bahwa

= .

Definisi 29 (Intensitas lokal)
Intensitas lokal dari suatu proses Poisson
tak homogen
dengan fungsi intensitas
pada titik �ℝ adalah
, yaitu nilai fungsi
di .
(Cressie 1993)

Definisi 30 (Fungsi periodik)
Suatu fungsi
disebut periodik jika
berlaku
+ � = ( ) untuk semua

dan
ℤ. Konstanta terkecil � yang
memenuhi persamaan di atas disebut periode
fungsi tersebut.
(Browder 1996)
Definisi 31 (Proses Poisson periodik)
Proses Poisson periodik adalah suatu
proses Poisson tak homogen yang fungsi
intensitasnya adalah fungsi periodik.
(Mangku 2001)
Definisi 32 (Intensitas global)
Misalkan
0,
adalah proses Poisson
pada interval 0, . Intensitas global � dari
proses Poisson ini didefinisikan sebagai

0,
lim


jika limit di atas ada.

(Cressie 1993)

Lema 3 (Eksistensi intensitas global)
Jika
[0, ] adalah proses Poisson
periodik dengan fungsi intensitas , maka

0,
lim


pada Definisi 32 ada dan nilainya sama
dengan
1 �
.
�=
� 0

Bukti: lihat Lampiran 1.

Beberapa Definisi dan Lema Teknis
Definisi 33 (Fungsi terintegralkan lokal)
Fungsi intensitas disebut terintegralkan
lokal jika untuk sembarang himpunan Borel
terbatas kita peroleh
= ∫ ( ) < ∞.
(Dudley 1989)
Definisi 34 (�(. ) dan (. ))
Simbol-simbol (. ) dan (. ) merupakan
cara untuk membandingkan besarnya dua
fungsi ( ) dan ( ) dengan menuju suatu
limit .
i) Notasi
=
,
,
menyatakan bahwa
.

( )
( )

terbatas, untuk

6

=

ii) Notasi
menyatakan

bahwa

( )
( )

,

,

0,

untuk

.
(Serfling 1980)
Definisi 35 (Titik Lebesque)
Kita katakan adalah titik Lebesque dari
jika berlaku
1
+ − ( )
= 0.
lim
∞2

(Wheeden & Zygmund 1977)
Lema 4 (Teorema deret Taylor)
Deret Taylor dari fungsi f di (atau di
sekitar
atau berpusat di ) memenuhi
persamaan


f ( x)  
n 0

f ( n ) (a)
n!

 f ( a) 

 x  a n

f (1) ( a)
1!

 x  a 1 

f (2)  a 
2!

 x  a 2  ...

(Stewart 1999)

Lema 5 (Formula Young dari Teorema
Taylor)
Misalkan g memiliki turunan ke- yang
berhingga pada suatu titik
, maka
n

g  y  g  x  
k 1

untuk

g k   x 
n
k
 y  x  o y  x ,
k!





.
(Serfling 1980)

Bukti: lihat Serfling 1980.
Lema 6 (Teorema Limit Pusat)
Misalkan 1 , 2 , … . ,
adalah barisan
peubah acak bebas dari suatu sebaran yang
masing-masing memiliki nilai harapan dan
ragam tak nol � 2 . Jika

1
=

maka
konvergen ke sebaran normal baku,
dinotasikan
∞.



Bukti: lihat Lampiran 2.

(0,1)

untuk

(Hogg et al. 2005)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perumusan Penduga
Misalkan
adalah suatu proses Poisson
dengan fungsi intensitas yang merupakan
fungsi periodik dan terintegralkan lokal yang
diamati pada suatu interval 0, . Pembahasan
ini hanya untuk kasus periode � yang
diketahui. Karena periodik, dengan periode
� yang diketahui, maka
+ � = ( )
untuk semua
ℝ dan
ℤ.
Misalkan �
menyatakan waktu tunggu
kejadian ke- dari proses Poisson � sejak
awal pengamatan (waktu 0). Andaikan
terdapat suatu realisasi tunggal � � dari
proses Poisson periodik � yang diamati pada
interval [0, ].
Untuk setiap bilangan real > 0, dan
untuk setiap bilangan bulat positif , fungsi
sebaran dari ( ) dapat dinyatakan sebagai

=� ( )
=� ( )
=1−� ( )<
=1− �
=0 +�
=1 +⋯
+ �(
= − 1)
−Λ( )

=1−

+

−Λ( )

+
= 1−

−Λ( )

dengan Λ

−Λ( )

1+Λ

= ∫0

Λ

+⋯

Λ

−1 !

+ ⋯+
.

−1

Λ

−1

−1 !

(1)

dimana untuk
Misalkan
= −�

setiap bilangan real
,
menunjukkan
bilangan bulat terbesar yang kurang dari atau
sama dengan . Maka, untuk setiap > 0
didapatkan
=�
+
dengan




0 < < �. Dimisalkan � = � −1 ∫0 ( )
merupakan intensitas global dari . Maka
untuk setiap > 0 dapat dituliskan
.
(2)

Λ
= ��

Dari persamaan (1) dan (2), model peluang
( )
adalah semiparametrik, dengan bagian
nonparametrik
diberikan
oleh
fungsi
dimana
= ∫0
, 0 < < �,
Λ
bagian parametrik diberikan oleh � (dengan
periode � yang diketahui).
Misalkan � ( ), ( ) merupakan penduga
bagi � ( ) ( ) dengan menggunakan data
amatan
� ∩ 0, , yaitu suatu proses

Poisson yang diamati pada [0, ] , diberikan
oleh
m 1
 ˆ  z   
ˆ z 
Fˆ ( m) ( z )  1  e n    1  ˆ n  z   ...  n
Z ,n
 m  1 ! 

(3)
dengan
Λ

dimana,

=� �

� =
Λ
dan



=

=



1


� −1





0, �
� �



,
(5)

�,

=0

(4)

+ �

(6)

.

Fungsi kepekatan peluang dari �
diberikan oleh
=

= ( )



−Λ( )

−1

Λ

−1 !

(7)
tetapi

dengan
( ) tidak diketahui,
( ) dapat diduga dengan
=

,

( )

( )

−Λ ( )

Λ

−1

−1 !

(8)
dimana untuk setiap > 0 , ( ) diberikan
oleh
  1
ˆn  z   
N  s  k  hn , s  k  hn  0, n
n k 0 2hn
(9)
( ) merupakan penduga fungsi intensitas
dari dimana
merupakan barisan bilangan
real positif yang konvergen ke 0, yaitu
0
jika
∞.



Kekonsistenan bagi ��(



),

dan ��

,

Teorema 1 (Kekonsistenan bagi ��( ) , )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik (dengan periode �) dan terintegralkan
lokal. Untuk setiap > 0 dan untuk setiap
bilangan bulat positif , berlaku


,



( )
(10)

8

jika
∞.
Bukti:
Teorema 1 akan dibuktikan setelah bukti
Lema 7, Lema 8, Lema 9, dan Teorema 2.
Teorema 2 (Pendekatan asimtotik bagi
ragam ��( ) , )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik (dengan periode �) dan terintegralkan
lokal. Untuk setiap > 0 dan untuk setiap
bilangan bulat positif

Λ

�Λ

2

=



�� + 1 + 2

Λ



Lema 7 (Ketakbiasan bagi � )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik (dengan periode �) dan terintegralkan
lokal. Untuk setiap > 0, maka
�Λ
=Λ .
(12)
Bukti:
Perhatikan

Λ

= ∫0

+∫



=

= Λ



= 1+







Λ

Suatu penduga bagi Λ
Λ

=

1



� −1

=0

(13)
dapat

>0 , Λ

sehingga untuk setiap
dituliskan bahwa

+






Λ

=
=





1

=0
� −1



=0

1





�Λ

=

(14)
diberikan oleh

+ �, � + � .

(15)

Perlu diperhatikan bahwa peubah acak Λ
dan
Λ
saling
bebas
dan
Λ
+ Λ
= � �. Oleh karena itu,
untuk setiap > 0 , Λ
dapat dituliskan
sebagai berikut

( )

( )
0

Λ
.

� −1

=

=
=



1



=0
� −1



1



1



= Λ



+ �

(17)
dapat dihitung

Nilai harapan dari Λ
sebagai berikut
1

Λ

.
(16)
dapat dihitung

+ �



�+ �

=0

� −1



+ �, � + �
( )

+ �

( )

=0


Λ

.

(18)
Dengan menggunakan persamaan (17) dan
(18), nilai harapan dari Λ
dapat dihitung
sebagai berikut
�Λ

= 1+

= 1+





= Λ( ).
Jadi Lema 7 terbukti.
.

+

�,

=0
� −1

1

= Λ

bahwa



0

= ��,

= ��



=

.

Bukti:
Untuk membuktikan Teorema 2 diperlukan
tiga Lema berikut.

Λ

=

� −1

1

2



Λ



Nilai harapan dari Λ
sebagai berikut

 e Λ( z )  Λ  z  m1   q( z )
 1 
ˆ

 
 o 
Var FZ ( m ) ,n ( z ) 

  n
(m  1)!
 n 


(11)
jika

.
Dimana



= 1+

�Λ
Λ

+

+




Λ

�Λ

Lema 8 (Kekonvergenan ragam bagi � )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik (dengan periode �) dan terintegralkan
lokal. Untuk setiap > 0, maka
( )
.
Λ ( ) =


(19)
��, maka
Catatan: karena 0 Λ
persamaan (19) untuk setiap
> 0 dapat
dituliskan dalam bentuk:
−1
Λ ( ) =
,
(20)
jika
∞.

9

Bukti:
Karena peubah acak Λ
dan Λ
saling
bebas, maka dari persamaan (16) diperoleh
2

Λ

= 1+

2

+





Λ

Λ

.

(21)
Untuk 0
� dan pasangan bilangan
integer
, , dengan
≠ ,
maka
�, + � dan
�, + � adalah
saling bebas, sehingga diperoleh ragam dari
peubah
acak
Λ
adalah
Λ
=

=

=

=
=
=

1


2

1


2

=0
� −1
=0

1


� −1

2

� −1

�,




=0

1


2



2

� −1

1

Λ





Λ

+ �

( )

.

=

=

=

=
=
=



2



2



2



2



2

� −1

+ �, � + �

=0

1

� −1

=0

1

1

� −1



�+ �

=0
� −1



+ �, � + �
( )

+ �

( )

2

= 1+

1


Λ



Λ

1+

(23)
Dengan mensubstitusi persamaan (22) dan
(23) ke dalam persamaan (21) diperoleh



2

1

Λ





Λ

Λ

Λ

2

+
2

+





+
1





Λ

Λ
.

Kemudian dari persamaan (13), diperoleh
, sehingga
Λ
= �� − Λ
2

1+



= 1+



Λ



= 1+

2

+

2
2



+2
2

Λ



+

Λ

+
Λ



Jadi

persamaan

Λ

2



2



(21)
Λ

�� − Λ

�� −
2

+

�� + 1 + 2


= ( ).

=





��

Λ

2

Λ

(24)
dituliskan

dapat
( )
=


∞, maka Lema 8 terbukti.

Lema 9 (Sebaran asimtotik bagi � )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik (dengan periode �) dan terintegralkan
lokal. Untuk setiap > 0, maka


Λ

( )

− Λ( )

∞.

jika

0,1
(25)

Bukti:
Perhatikan bahwa
Λ



=



=

+

1


−Λ

1+





=
.



=

=0

1



2

0

(22)
Selanjutnya untuk ragam dari peubah acak
Λ
dapat dihitung sebagai berikut
Λ
1

= 1+

jika

( )

=0

1

+ �

�,

+ �

2

Λ



1+



1+




1+

� −1

=0







Λ

�,

Λ

+

Λ

−Λ

+

Λ





−Λ
+ �

−Λ

Λ

Λ

10

+
1



� −1



=



+

Λ

+ �, � + �

=0

1+



� −1
=0



� −1
=0

=

menjadi



�,


1+

� −1
=0

+ Λ

Λ

+ �


Λ ( )




�,

+ �



�Λ

+ �, � + �



�Λ

�Λ

Λ

1+

1+





�Λ

�Λ

(27)

Λ



, maka sebaran di atas

Λ



.

jika
∞.
� −1
Karena
+ �, � + �
adalah
=0
peubah acak Poisson dengan nilai harapan
∞,
jika

maka
�Λ
 n 1

c
  N   zr  k ,  k    n Λ  zr  
d
 k 0
 
 Normal  0,1
c


n Λ  zr 




jika
∞ . Selanjutnya dengan mengalikan
unsur



2

Λ
1+

sehingga

2



2

0, 1 +

Karena

, maka sebaran di atas

1+



−Λ

+

 n 1

  N  k , zr  k   n   zr  
 k 0



n   zr 




0, Λ

Λ



(26)
� −1
�, + � adalah peubah
Karena =0
acak
Poisson dengan
nilai
harapan
∞, jika
∞ maka
�Λ
 n 1

  N  k , zr  k   n Λ  zr  
d
 k 0
 
 Normal  0,1


n Λ  zr 




jika
∞. Selanjutnya dengan mengalikan
unsur Λ
menjadi

2

(28)
jika
∞.
Dengan mensubstitusikan persamaan (27)
dan (28) ke dalam persamaan (26), maka







0, Λ

�Λ

Λc ( )
+ �, � + �



� −1
=0

Λ

Λ

−Λ

 n 1

c
  N   zr  k ,  k    n Λ  zr  
 k 0



n Λ c  zr 







jika

Λ

+

−Λ



2

2



(

),

Λ

= ( ),

−Λ

0, 1),

( )
∞. Jadi Lema 9 terbukti.

( ) = 1−

+



.

0,

Bukti Teorema 2:
Pertama perhatikan
dapat dituliskan


Λ

Λ

= 1−

,

−Λ ( )

bahwa �
1+Λ

Λ ( ) −1
−1 !
Λ ( ) .

(

),

( )

+⋯

(29)
Dimana untuk setiap > 0

w2
wm1 
f m  w   e  w 1  w 
 ... 
.
2!
 m  1! 

Dengan menggunakan Formula Young dari
Teorema Taylor, maka
f m ˆ n  z   f m  Λ  z    f m  Λ  z   ˆ n  z   Λ  z 







f

"
m



 ˆ  z   Λ  z 
 Λ  z 
n

2!

2

 ...
(30)

Karena
dengan



=

,

menggunakan

(30),

sebagai berikut

,

dapat

Λ

persamaan
dituliskan

11



 


 ˆ  z   Λ  z 



  f  Λ  z    Var 

2!


2
Var FˆZ  m ,n  z   f m  Λ  z   Var ˆ n  z 

2

2

n

m



 f m  Λ  z   f m  Λ  z  





Perhatikan bahwa
=−












ˆ
 Cov  ˆ z  Λ z ,  n  z   Λ  z 




n


2!












Λ

=

−Λ

Λ
−1 !



2


   ...
 


(31)

−1 2

.

 e ( z )  ( z ) m1   q( z ) 
 
m
n
.
  m  1!   n 
Untuk melengkapi bukti dari Teorema 2, harus
dibuktikan bahwa ruas kedua dan seterusnya
pada persamaan (31) harus menjadi
2

2

2

 e ( z )  ( z ) m1   1 
2 1

 o     f m  ( z )   o  


 m  1!   n 
n

(33)
sehingga

,
=

jika
kedua



Λ

2

+

Λ


Λ

2

1

∞. Untuk membuktikan bahwa ruas
dan
seterusnya
akan
2

1


, perhatikan ruas
menjadi
Λ
kedua dari persamaan (31), dimana
wm 1
wm  2
 e w
f m( w)  e  w
(m  1)!
( m  2)!

 m 1 
 f m ( w) 
 1
 w

sehingga, ruas kedua dari persamaan (31)
dapat dituliskan

 E  ˆ
2

n

 z   Λ  z 



2






4

2  m 1

ˆ  z  Λ z
  f m ( w)  
 1 E 
n
 w






4

2  m 1

 1 
  f m ( w)  
 1 O  2 
 w

n 
2
1
  f m ( w)  o  
n
2

∞, dengan asumsi =
untuk
∞. Dengan mengunakan cara yang sama
ruas lainnya dari persamaan (31) dapat
dituliskan dalam persamaan (33), karena
faktanya bahwa untuk setiap bilangan bulat
dapat
positif , turunan kedari
dituliskan
( )
−1
= ′
,

jika

(32)
Dengan menggunakan persamaan (32) dan
Lema 8, maka ruas pertama pada persamaan
(31) menjadi

 f   ( z)  Var  ˆ ( z)   



 
ˆ  z  Λ z
n
Var 

2!


2

−1 !
yang secara tidak langsung menyatakan
2



 f m  Λ  z  

−1



f m  Λ  z  

2

jika
∞. Kemudian
dapat dituliskan


=
+



=





,

,

Λ



Λ

2

Λ

2

Λ
1

2

Λ

−1 2

−Λ

Λ
=
−1 !
Jadi Teorema 2 terbukti.

+
( )


+

1
1

.

Bukti Teorema 1:
Berdasarkan persamaan (1) dan (3), maka
persamaan
(10)
dapat
dituliskan



( z )  F  m
m
Z   ,n
Z


z




 m  1 !  

m 1


   z    
 z
 1  e   1  ( z )  ... 


 m  1!  



m 1

   z   
 z
 e   1  ( z )  ... 

 m  1! 

m 1
ˆ z 
 ˆ  z   

 e n    1  ˆ n  z   ...  n
.
 m  1 ! 

(34)

 1  e

ˆ n  z 


 1  ˆ n  z   ... 


 ˆ n  z  

m 1

12

Kemudian disisipkan persamaan di bawah ini
ke dalam persamaan (34)

ˆ
   z  m 1 
en  z   1   ( z )  ... 
.
 m  1 ! 

Sehingga persamaan (34) dapat dituliskan
m 1

ˆ
   z  
 e z   en  z  1  ( z )  ... 


 m  1! 


    z  m1  ˆ  z  m1  
n
ˆ n  z  
ˆ
.
e

 ( z )   n  z    ...  

m

m
 1 !  
1
!






(35)
Perhatikan ruas pertama dari persamaan (35)
yaitu:





e

 z 




ˆ
   z  m1 
 en  z   1  ( z )  ... 

 m  1! 


 z 



= e

=e

  z 

  z 

  ˆ



n



(37)




Op  n

= O p  n 1/2 



(38)
jika
∞.
Karena

   z 
1   ( z )  ... 

untuk

e

  z 

1
l!

kemudian

   z 

   z    ˆ  z  
l

l

n

disisipkan



ˆ  z   ...  
ˆ z

n
n

l 1

    z 
l 1

sehingga

   z    ˆ  z  
1
     z       z   ˆ  z   ...   ˆ  z      z   
l!
   ˆ  z       z   ˆ  z   ...   ˆ  z      z   
1
    z       z       z   ˆ  z   ...   ˆ  z   
l!
  ˆ  z     ˆ  z       z    ...   ˆ  z      z   
1

l

l

n

l!

l 1

l 1

l

n

n

l 1

l 1

l

n

n

l 1

n

l 1

l 2

n



1
l!

n

l 2

l 1

n

n

   z    ˆ  z 
n

   z 

l 1





l 1





l 1

l 2
    z   ˆ n  z   ...  ˆ n  z 

m 1

 e  ( z )  O (1)

 m  1!
setiap
1,
sehingga
m 1

ˆ
   z  
 en  z   1   ( z )  ... 

 m  1 ! 




 1  ( z )
 Op 
e
 n
 1 
 Op 
.
 n
Jadi ruas pertama dari persamaan (35)
−1/2
menghasilkan
, jika
∞. Untuk
ruas kedua dari persamaan (35), pertama
ˆ
perhatikan bahwa en ( z )  1 dengan peluang
1. Untuk setiap 1
− 1, maka
l



   z     ˆ  z  

1

n

l!

l 1

l 2
    z   ˆ n  z   ...  ˆ n  z 



l max  ˆ  z  ,    z  
l!
1

   z     ˆ  z     ˆ  z       z    .

l
 1!


   z     ˆ  z  

1

l 1

n

l 1

n

l 1

 z    ( z )   ...
1/2



l!

   z 

1 ˆ
2
  n  z     z    ...
2!

ˆ

 en  z   e z  1  e


l!



n

 ˆ n  z   z 

l

n

l 1

 ˆ  z   z  
e n
 1   ˆ  z     z  

e

l

n

(36)
dengan menggunakan deret Taylor dan Lema
9 persamaan (36) dapat dituliskan dalam
bentuk



   z     ˆ  z  

n

l 1

n

1


2 , jadi hasil
Faktanya Λ
−Λ
=
dari ruas kedua pada persamaan (35) tidak
akan melebihi

 ˆ n





l 1
l 1
 m 1 
ˆ  z
m 1   z 


n


 z     z   
 l  1!
l 1
 l 1  l  1 !


 O p  n 1/ 2  e  n  z   O p  n 1/ 2  e  z 







ˆ

 O p  n 1/ 2 

jika
∞.
Dengan mensubstitusikan hasil dari
perhitungan ruas pertama dan kedua ke dalam
persamaan (35), didapatkan

 z
 
FˆZ   ,n ( z )  FZ    z    e    e
 1  ( z)  ...   m 1 ! 
  

m 1
m 1


ˆ n  z   
  z 

ˆ  z  

ˆ
e
 ( z )   n  z   ...    m  1!   m  1!  






 1 
 1 
O 
O  
 n
 n
 1 
O 
.
 n
Jadi Teorema 1 terbukti.
m 1

 z

m

 ˆ n z

m

n

p

p





p





13

Teorema 3 (Kekonsistenan bagi �� , )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik (dengan periode �) dan terintegralkan
lokal. Jika
0,
ln
∞, maka untuk
setiap > 0 dan untuk setiap bilangan bulat
positif berlaku
p
fˆ ( m ) ( z ) 
 f Z  m  z 
,n

Z

∞ , asalkan

jika
dari .

(39)
adalah titik Lebesque

Lema 10 (Kekonsistenan bagi � )
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik dan terintegralkan lokal. Jika
bandwidth
0 dan
∞ untuk
∞,
maka
( )

(40)
∞, asalkan adalah titik Lebesque

untuk
dari .

Bukti:
Untuk membuktikan Lema
dibuktikan:
(i) � ( )
( ), jika
∞.

10,

(41)


1
Eˆn  s    EN  s  k  hn , s  k  hn 
n k 0 2hn








1

n k 0 2hn

misalkan

s  k  hn



0, n



 n 1
n

  y  s    O 1  dy

n  hn 2hn





1

Var  N  s  k  hn , s  k  hn  
2 
n k 0 4hn 2





1
2hn

2  1
 EN  s  k  hn , s  k  hn  0, n
n 2 k 0 4hn 2
  

 EN  s  k  hn , s  k  hn  0, n
2nhn k 0 2nhn


   s   o 1 
2nhn


 1 

  s   o    0,
2nhn
 nhn 

jika
∞.
Berdasarkan

1
2hn

untuk

1
2hn

 hn

Z 

Z ( m ) ,n

ˆ

1

m 1

n

 m  1 !

   z  e z 

   z 

m 1

 m  1!

.

m 1

   z 
ˆ
 ˆn  z  e n  z 
 m  1 !
 m  1!

m 1

n

   z 

m 1

 m  1 !

   z  e z 

1

    y  s     s dy  2h    s dy  O  n  .

   z 

m 1

 m  1!

m 1
  ˆ  z  
   z   
ˆ
n
 ˆn  z  e   n  z  

  m  1 !
 m  1 ! 

    z  m 1 
ˆ
.
 ˆn  z  e   n  z     z  e  z  
  m  1 ! 


(44)
m 1

 hn

n  hn

 ˆ  z  

 ˆ  z  

ˆn  z  e n  z 

    y  s     s     s dy  O  n 

 hn

dihasilkan

m 1

1

1

(ii)

Bukti Teorema 3:
Berdasarkan persamaan (7) dan (8) maka
persamaan (39) dapat dituliskan
( z)  f m  z 


ˆ
ˆn  z  e n  z 

hn

dan

   z 
ˆ
ˆn  z  e n  z 
 m  1!

   y  s dy  O  n 

hn

(i)

,
∞. Jadi Lema 10 terbukti.

sehingga

hn

0, n



h

hn

(42)

(43)
Kemudian disisipkan persamaan di bawah ini
ke dalam persamaan (43)

− ( + �),

  n 1
  y  s  I  y  s  k  0, n dy

n k 0 hn 2hn

∞.

0, jika

2 

ˆ

s  k  hn

=



Var ˆn  s 

 ˆn  z  en  z 

  x  I  x   0, n dx



h

cukup

( )

(ii)



Bukti:
Untuk membuktikan Teorema 3 diperlukan
Lema 10.

( )

karena adalah titik Lebesque dari , maka
kita dapat
Eˆn  s     s   o 1 .
untuk
∞.





14

Perhatikan ruas pertama pada persamaan (44)
yaitu
  ˆ  z  m 1    z  m 1 
ˆ z

ˆ
 n
.
n  z  e

m  1 ! 
  m  1 !



−Λ
Untuk setiap > 0 ,
= (1)
jika
∞. Dan juga karena untuk setiap
bilangan bulat positif
Λ

dan

−1

−1 !

,

−1

Λ

−1 !

=

(1)

ruas pertama pada persamaaan (44)
menghasilkan (1) untuk
∞. Kemudian
untuk ruas kedua pada persamaan (44) yaitu
    z  m1 
ˆ z
  z 

n
ˆ

.
   ze
n  z  e
  m  1! 


Berdasarkan Lema 10 dan faktanya bahwa
= − adalah fungsi yang kontinu, kita
dapat untuk setiap > 0,





−Λ

−Λ

,
∞ . Karena untuk setiap bilangan

jika

bulat positif

, maka

Λ

−1

−1 !

Z ( m ) ,n

( z)  f Z    z 

 
ˆ  z   m 1    z   m 1 
ˆ
n

 ˆn  z  e   n  z  

  m  1 !
 m  1 ! 

    z  m 1 
ˆ

 ˆn  z  e   n  z     z  e   z  
  m  1 ! 


 o p (1)  o p (1)



 o p (1).

 m  1 !
   z 

∞.

 z 

 Fˆ

Z ( m ) ,n

q( z )

( z)  F

m
Z 

n

.

 z 
1 

n

p

(46)
jika
∞ . Selanjutnya pada persamaan
(46), untuk bilangan bulat positif
yang
diberikan, harus dibuktikan
m ! n e

   z 

m

 z 

 Fˆ

 ˆ
q( z )

n

( z )  FZ ( m1) ( z )

Z ( m1) , n

q( z )

n





 1 

 n

 z     z    Op 

(47)
jika
∞. Dari persamaan (47) kita dapat
FˆZ ( m1) ,n ( z )  FZ ( m1)  z 





e

e

m 1

   z  
 1   ( z )  ... 


 m  1 ! 

ˆ  z   m 1 



n
z 
ˆ

1   n  z   ... 

 m  1 ! 



  z 

ˆ

n

  z 

   z 

m

e

m!



 Fˆ
e

m
Z   ,n

  z 

ˆ z

n

( z )  FZ  m  z 

   z 

m

e

 ˆ  z  
m!



ˆ z

n



d
 N  0,1
( m ) ( z )  F ( m ) ( z ) 
,n
Z

m

n

 ˆ  z  

m

n

m!

(45)
jika

n e


ˆ  z     z    O 

q( z )


),

Teorema 4 (Sebaran asimtotik)
Misalkan fungsi intensitas
adalah
periodik dan terintegralkan lokal. Untuk setiap
> 0 dan untuk setiap bilangan bulat positif
maka

 m 1! n e( z ) Fˆ

m1
   z   q( z ) Z

Λ



n



Jadi Teorema 3 terbukti.
Sebaran Asimtotik bagi ��(

�� + 1 + 2

Bukti:
Untuk membuktikan persamaan (45) kita
menggunakan Lema 9. Dimana

e

m





= (1) jika

∞ . Jadi pada ruas kedua menghasilkan
(1) untuk
∞.
Berdasarkan hasil ruas pertama dan kedua
pada persamaan (44),


2

=

m 1

∞. Sehingga

= (1) untuk

Dimana (0,1) menyatakan peubah acak
normal baku dengan ( ),

m!

(48)
Kemudian disisipkan persamaan di bawah ini
m
   z 
ˆ
en  z 
m!
sehingga


 Fˆ m ( z )  F m  z   e z 



Z

e

,n

ˆ n  z 



Z

   z 
m!

m

e

ˆ n  z 

  z 
m!

   z 
m!

m

m

e

ˆ n  z 

 ˆ  z 

m

n

m!
(49)

15

Maka

persamaan

(47)

dapat

dituliskan



   z 


 1 
1  Op  n  
q( z ) 
 

n
m

ˆ  z   ˆ  z 
    z      z 
m

n

m



m 1

m 1
  z   ..  ˆ n  z     z  

m 1

ˆ n  z   ..    z  ˆ n  z 

n

m

m 1

m2

n

m ! n e

   z 


 z



 z     z    Op 

m n

n

jika
∞.
Untuk ruas kedua dari persamaan (50) dapat
dituliskan
 z 
    z  m 
m ! n e
  z 
ˆ n  z 


e
e

 m! 
   z  m q ( z )









 z 

 e z   eˆ n  z  



q( z ) 

n e


1  e

n 
q( z ) 
n
q( z )



 ˆ n  z    z 

1  1   ˆ


q( z )
n

n




ˆ  z   ( z )  O  1 

n
p 

 n



jika
∞.
Untuk ruas ketiga dari persamaan (50) dapat
dituliskan
m
m 

  z  
m! n e z  ˆ n  z   ˆ n  z 

e

m
 m !
m ! 
   z   q( z )



   z 

n

e

m



 ˆ n  z    z 

q( z )







m
m
 ˆ
 n  z      z  



n

m 1

  z   ...  ˆ n  z     z  

m2

  z   ...     z  

m 1



 z





 ˆ  z 
 n









m 1

 ˆ n  z 



m2

  z   ...     z  

   z 

m 1

m 1


 1  ˆ
1  O p 
  n  z     z 
 n 

n





  z  q( z ) 









m 1
m2


 ˆ n  z  
 ˆ n  z  

...
1












   z  

  z 

n

   z 



ˆ  z     z   1  O 

q( z )


n

1 

n 

p




m 1

ke dalam Λ n ( ) − Λ
dan dengan
menggunakan deret Taylor, persamaan di atas
menjadi

m n
  z  q( z )

 ˆ  z     z   O 
n

p

1 

n

(53)
jika
∞.
Dengan mensubstitusikan persamaan (51),
(52) dan (53) ke dalam persamaan (50)
diperoleh



kemudian disisipkan

 ˆ  z 




 1  ˆ
1  O p 
  n  z     z 
q( z ) 
 n 



(52)





 ˆ n  z 



m 1
 1 


1  O p 
   ...  1
 n 



 z    ( z )   ...



m 1

n





n



m

n

(51)



   z 

 1 

 n

 ˆ
q( z )

m

m 1

m2


 1 
1  O p    ˆ n  z     z 
q( z ) 
 n 

n



ˆ  z 

( z )  FZ  m  z 

m
Z   ,n

m 1

n



 Fˆ
q( z )

 z 



n

m 1

jika
∞.
Berdasarkan persamaan (46), ruas pertama
dari persamaan (50) dapat dituliskan

m 1

ˆ  z  ˆ  z   ˆ  z    z   ..    z  
  z      z       z   ˆ  z   ..   ˆ  z   
n

(50)




 1 
1  Op   
q( z ) 
 n 

n

   z 





m n
  z  q( z )

 ˆ
q( z )
n

n

m n

q( z )

n

 1 

 n

 ˆ  z     z    O
n

 ˆ  z     z    O
n

 1 

 n

 z     z    Op 

 z   ( z )   Op 

  z  q( z )
n

 ˆ

p

p

 1 


 n

 1 

.
 n

Sehingga Teorema 4 terbukti.

16

Hasil Simulasi

1.0
0.8
0.6
0.0

0.2

0.4

FungsiSebaran

0.6
0.4
0.0

0.2

FungsiSebaran

0.8

1.0

Di sini akan diperlihatkan cara penentuan
penduga untuk fungsi sebaran waktu tunggu
kejadian pertama dan kedua dengan
menggunakan data bangkitan dengan fungsi
intensitas

 2 s  
  s   exp  cos 
 .
  


Data dibangkitkan pada interval 0, ,
untuk � = 5, dengan = 10�, = 50�, =
100 dan
= 200�. Kemudian dengan
menggunakan
pemrograman
R
dapat
diperoleh gambar grafik fungsi sebaran dan
penduganya untuk waktu tunggu kejadian
pertama yaitu ketika
= 1 dan kejadian
kedua ketika = 2 sebagai berikut:

0

2

4

6

8

10

0

2

4

z

8

10

Gambar 3
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 1
pada (0,10), dengan = 100� dan grid 0.05.

0.6
0.4
0.0

0.0

0.2

0.2

0.4

0.6

FungsiSebaran

0.8

0.8

1.0

1.0

Gambar 1
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 1
pada (0,10), dengan = 10� dan grid 0.05.

FungsiSebaran

6
z

0

2

4

6

8

10

z

Gambar 2
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 1
pada (0,10), dengan = 50� dan grid 0.05.

0

2

4

6

8

10

z

Gambar 4
Grafik �
dan �
, ketika = 1
,
pada (0,10), dengan = 200� dan grid 0.05.

0.8
0.6
0.0

0.0

0.2

0.4

FungsiSebaran

0.6
0.4
0.2

FungsiSebaran

0.8

1.0

1.0

17

0

2

4

6

8

10

0

2

4

z

8

10

Gambar 7
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 2
pada (0,10), dengan = 100� dan grid 0.05.

0.0

0.6
0.4
0.0

0.2

0.2

0.4

0.6

FungsiSebaran

0.8

0.8

1.0

1.0

Gambar 5
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 2
pada (0,10), dengan = 10� dan grid 0.05.

FungsiSebaran

6
z

0

2

4

6

8

10

z

0

2

4

6

8

10

z

Gambar 6
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 2
pada (0,10), dengan = 50� dan grid 0.05.

Gambar 8
Grafik � ( ) ( ) dan � ( ), ( ), ketika = 2
pada (0,10), dengan = 200� dan grid 0.05.

Dari gambar di atas, terlihat bahwa suatu
penduga bagi fungsi sebaran kejadian pertama
dan kejadian kedua akan mendekati fungsi
sebaran yang sebenarnya jika semakin besar
panjang interval pengamatan . Hal ini sesuai
dengan Teorema 1, yaitu � ( ), akan

konvergen dalam peluang ke � ( ) jika
menuju tak hingga. Dan juga dapat
disimpulkan semakin besar nilai diperlukan
yang lebih besar untuk memperoleh kualitas
penduga yang sama.

SIMPULAN
Pada karya ilmiah ini dikaji masalah
pendugaan fungsi sebaran � ( ) dan fungsi
kepekatan peluang
waktu tunggu dari
suatu proses Poisson periodik. Dimisalkan

adalah waktu tunggu kejadian keproses Poisson periodik � sejak awal
pengamatan. Andaikan terdapat suatu realisasi
tunggal � � dari proses Poisson periodik �
yang diamati pada interval [0, ]. Untuk setiap
bilangan real > 0 dan untuk setiap bilangan
bulat positif , fungsi sebaran dan fungsi
kepekatan peluang dari ( ) dapat dinyatakan
sebagai
m 1

  z  

  z 
1    z   ... 

FZ ( m )  z   1  e

 m  1! 

dan
−1
Λ
−Λ
.
=
−1 !
Penduga fungsi sebaran � ( ) ( ) dan fungsi
kepekatan peluang
dapat dinyatakan
sebagai
m 1

ˆ n  z  
ˆ  z 


FˆZ ( m ) ,n  z   1  e n 1  ˆ n  z   ... 

 m  1! 





dan
,

=

−Λ

Λ



−1

−1 !

.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa:
i) � ( ), ( ) merupakan penduga yang
konsisten bagi � ( ) ( ), yaitu
jika

ii)


∞.



,

( )

merupakan penduga
konsisten bagi
, yaitu
,

yang

,

jika
∞.
iii) Pendekatan
asimtotik
� ( ), ( ) adalah

bagi

 e Λ( z )  Λ  z  m1 

Var FˆZ ( m ) ,n ( z )  
 (m  1)! 


jika
∞.
iv) Sebaran asimtotik bagi � ( ),





 m 1! n e Fˆ

m1
   z   q( z ) Z
( z )

( m)

,n

2

ragam

 q( z )  1  
 o 

 n 
 n
( ) adalah



d
 N  0,1
( z)  FZ ( m) ( z) 

jika
∞.
v) Berdasarkan hasil simulasi diperoleh
bahwa semakin besar nilai diperlukan
yang lebih besar untuk memperoleh
kualitas penduga yang sama.

PENDUGAAN FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN
PELUANG WAKTU TUNGGU PROSES POISSON PERIODIK

NADIROH

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU