Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan

PERANCANGAN PRIMER SPESIFIK UNTUK MENDETEKSI
DINI JAMUR PANGAN EKTOMIKORIZA PELAWAN

LATIFAH ANWARIAH SALMA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Primer
Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan adalah
benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013
Latifah Anwariah Salma
NIM G34080055

4

ABSTRAK
LATIFAH ANWARIAH SALMA. Perancangan Primer Spesifik untuk
Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan. Dibimbing oleh
NAMPIAH SUKARNO dan UTUT WIDYASTUTI.
Jamur pelawan (Heimioporus sp.) merupakan jamur pangan ektomikoriza
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tubuh buah jamur terbentuk bila terjadi
simbiosis dengan tanaman inangnya dan produksi tubuh buah pertama dihasilkan
pada inang yang sudah dewasa. Oleh karena itu, diperlukan perancangan primer

spesifik untuk mendeteksi dini keberadaan miselia jamur tersebut di daerah
rizoplan bibit tanaman inang. Pada penelitian ini, diperoleh lima sekuen ITS
rDNA jamur pelawan (JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE) yang berukuran 743-745 pb
dengan variasi basa di bawah 3,3%. Namun, kelima sekuen tersebut, bila
dibandingkan dengan tiga sekuen ITS rDNA jamur pelawan koleksi laboratorium
yang telah ada (JPPK, JPPM, dan JPPX), memiliki variasi yang cukup signifikan.
Oleh sebab itu, dirancang dua kelompok primer. Kelompok pertama, ialah
pasangan primer yang dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan
JPA-JPE, yaitu PelAF1-Pel5.8SR1 (±230 pb), Pel5.8SF2-PelAR2 (±320 pb), dan
PelAF1-PelAR2 (±650 pb). Kelompok kedua, ialah pasangan primer yang
dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPPK-JPPX, yaitu
PelBF1-Pel5.8SR1 (±180 pb), Pel5.8SF2-PelBR2 (±260 pb) dan PelBF1-PelBR2
(±560 pb). Hasil pengujian kespesifikan primer terhadap DNA cendawan
Mortierella sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp., Glomerella sp.,
Volvariella sp., dan Ganoderma applanatum (IPBCC.10.658) menunjukkan
bahwa primer PelAF1-PelAR2 spesifik untuk jamur pelawan kelompok pertama
dan primer PelBF1-PelBR2 spesifik untuk jamur pelawan kelompok kedua,
sedangkan pasangan primer lainnya dapat mengamplifikasi seluruh atau sebagian
dari DNA cendawan uji.
Kata kunci: ektomikoriza, Heimioporus sp., ITS rDNA, jamur pangan pelawan,

primer spesifik

5

ABSTRACT
LATIFAH ANWARIAH SALMA. Specific Primer Designed for Early Detection
of Edible Ectomycorrhiza Pelawan. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and
UTUT WIDYASTUTI.
Pelawan mushroom (Heimioporus sp.) is an edible ectomycorrhiza which
has significant economical value. The fruiting bodies of the mushroom are firstly
developed in the symbiosis system in the mature host plant. The existence of the
mycelia in the rhizoplane of the host plant in seedling stage need to be detected to
ensure successful colonization of targeted fungi in mature host plant. Therefore,
specific primer is needed for early detection. In this experiment, five sequences of
ITS rDNA of pelawan mushroom (JPA, JB, JPC, JPD, and JPE) were successfully
obtained which size of 743-745 bp and their bases variation was below 3,3%. The
five sequences however, had a significant variation when they were compared
with other ITS rDNA sequences of pelawan mushroom collection of the
Mycology Division and RCBB-IPB laboratory (JPPK, JPPM, and JPPX).
Therefore, the primers were designed into two different groups. The first group

was primers designed based on ITS rDNA sequences of fruiting body of JPA-JPE.
They were PelAF1-Pel5.8SR1 (±230 bp), Pel5.8SF2-PelAR2 (±320 bp), and
PelAF1-PelAR2 (±650 bp). The second group was primers designed based on ITS
rDNA sequences of fruiting body of JPPK-JPPX. They were PelBF1-Pel5.8SR1
(±180 bp), Pel5.8SF2-PelBR2 (±260 bp), and PelBF1-PelBR2 (±560 bp). The
specificity of the designed primers were tested against fungal DNA of Mortierella
sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp., Glomerella sp., Volvariella sp.,
and Ganoderma applanatum (IPBCC.10.658) as well as DNA from both groups
of pelawan mushroom. The results indicated that primers PelAF1-PelAR2 was
specific to the first group and primers PelBF1-PelBR2 was specific to the second
group of pelawan mushroom, but the other primers could amplify all or some of
the fungal DNA tested.
Key words: ectomycorrhiza, edible pelawan mushroom, Heimioporus sp., ITS
rDNA, specific primer

6

7

PERANCANGAN PRIMER SPESIFIK UNTUK MENDETEKSI

DINI JAMUR PANGAN EKTOMIKORIZA PELAWAN

LATIFAH ANWARIAH SALMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

8

Judul Skripsi : Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan
Ektomikoriza Pelawan

Nama
: Latifah Anwariah Salma
: G34080055
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir N am ia Sukamo
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
Pembimbing II

9
Judul Skripsi : Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan
Ektomikoriza Pelawan
Nama
: Latifah Anwariah Salma

NIM
: G34080055

Disetujui oleh

Dr Ir Nampiah Sukarno
Pembimbing I

Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

10


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Juni 2012 hingga bulan April 2013 ini berjudul Perancangan Primer
Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno dan Ibu
Dr Ir Utut Widyastuti MSi yang telah banyak memberi bimbingan. Terima kasih
kepada Prof Dr Ir Alex Hartana yang telah memberikan banyak saran dan
masukan. Terima kasih kepada Penelitian Unggulan Strategis Nasional atas nama
Dr Sri Listiyowati dengan judul “Penggunaan Pelacak Molekuler dalam Rangka
Budiddaya Jamur Ektomikoriza Pelawan yang Bernilai Ekonomi Tinggi” dan
PPSHB-IPB atas fasilitas yang telah diberikan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf Laboratorium Mikologi IPB,
staf Laboratorium BIORIN PPSHB IPB, staf Departemen Biologi, keluarga besar
OWA, serta rekan-rekan Biologi angkatan 45. Kepada Mbak Pepy, Ibu Emi, Pak
Kus, Ibu Dini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu, penulis sampaikan banyak terima kasih atas bantuannya. Terima kasih pula
kepada Siti, Agil, Inggit, Raka, Gina, Rani, dan Nurul. Ungkapan terima kasih
yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada ibu, bapak, Miqdad Abdul
Halim, Sa’adatul Aliyah, Syihabuddin Ahmad, serta seluruh keluarga atas doa dan
kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Latifah Anwariah Salma

11

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
HASIL
Identifikasi Jamur Pelawan untuk Perancangan Primer Spesifik
Perancangan Primer Spesifik

Pengujian Kespesifikan Primer
PEMBAHASAN
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xii
1
1
2
2
2
3
6
6
8
10

14
17
17
20
27

12

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Variasi pada sekuen ITS rDNA jamur pelawan
Analisis BLAST sekuen rDNA jamur pelawan melalui situs NCBI
Primer hasil rancangan dari jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE)
Primer hasil rancangan dari jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM,
dan JPPX)
5 Pengujian kespesifikan primer yang dirancang terhadap beberapa DNA
cendawan uji

7
7
9
9
14

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir metode penelitian
3
2 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan primer ITS1-ITS4 6
3 Konstruksi pohon filogenetik jamur pelawan berdasarkan daerah ITS rDNA
dengan metode Neighbour-Joining, bootstrap 1000×
8
4 Peta sekuen ITS1-ITS2 rDNA jamur pelawan dan posisi primer yang
dirancang
10
5 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan suhu penempelan
55 oC
11
6 Amplifikasi ITS1-ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer PelAF1-PelAR2
dan PelBF1-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC
12
7 Amplifikasi ITS1 rDNA cendawan uji dengan primer PelAF1-Pel5.8SR1 dan
PelBF1-Pel5.8SR1 pada suhu penempelan 55 oC
12
8 Amplifikasi ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer Pel5.8SF2-PelAR2 dan
Pel5.8SF2-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tubuh buah jamur pelawan yang dikoleksi bulan Juli 2012 dari daerah
Namang, Kabupaten Bangka Tengah
20
2 Tubuh buah jamur pelawan yang dikoleksi bulan Maret dan Oktober 2011
dari daerah Air Pasir, Kabupaten Bangka Tengah
20
3 Pensejajaran sekuen ITS rDNA jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE)
dengan jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM dan JPPX) dan posisi
primer spesifik
21
4 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE)
dengan sekuen ITS1 dan ITS2 rDNA anggota Boletaceae lain
24
5 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM,
dan JPPX) dengan sekuen ITS1 dan ITS2 rDNA anggota Boletaceae lain
25
6 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan sekuen 5.8S rDNA dengan
sekuen 5.8S rDNA anggota Boletaceae lain
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jamur pelawan berpotensi sebagai sumber pangan fungsional dan dikenal
sebagai makanan eksklusif. Hal ini dikarenakan jamur pelawan memiliki
kandungan gizi dan fungsi kesehatan yang baik serta mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi. Hanya satu kilogram kering tubuh buahnya dapat mencapai Rp.
180.000,- (Rich 2011). Jamur ini tumbuh di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat lokal dan telah diekspor ke negara
Malaysia dan Singapura. Jamur pelawan merupakan jamur ektomikoriza yang
masih sulit dibudidayakan karena pertumbuhannya bergantung pada tumbuhan
inang dan informasi biologi tentang jamur ini masih sangat terbatas.
Jamur pelawan dikenal sebagai cendawan kelompok bolete yang memiliki
ciri-ciri tubuh buah berdaging dengan himenium berpori dan berperan sebagai
ektomikoriza (Drehmel et al. 2008). Jamur ini termasuk ke dalam filum
Basidiomycota, kelas Agaricomycetes, ordo Boletales, dan famili Boletaceae.
Jamur pelawan memiliki karakter yang sesuai dengan genus Heimioporus, yaitu
spora yang berwarna kuning zaitun kecoklatan, berbentuk agak seperti telur
sampai lonjong, dan permukaanya memiliki ornamen (Halling dan Fechner 2011;
Tasuruni 2012). Jamur pelawan memiliki tudung tubuh buah berwarna merah
marun tua, merah kecoklatan, sebagian kuning kecoklatan, sering dengan bagian
tepian berwarna kuning. Tangkai tubuh buahnya berwarna merah marun tua,
merah kecoklatan, atau merah muda. Pori jamur pelawan berwarna merah tua,
kuning muda pucat, sampai kehijauan. Selain itu, analisis rDNA pada jamur ini
menunjukkan bahwa jamur pelawan berkerabat dekat dengan Strobilomyces
retisporus dengan nilai homologi 89% (Tasuruni 2012).
Jamur pelawan bersimbiosis dengan akar tumbuhan Tristaniopsis
merguensis (Famili Myrtaceae) yang dikenal dengan nama pelawan tudak atau
pelawan bukit. Akar tumbuhan T. merguensis yang terkolonisasi miselia jamur
pelawan menunjukkan morfologi khusus, seperti percabangan yang intensif dan
pendek, struktur bunga karang, dan mantel hifa yang menyelubungi permukaan
luar akar. T. merguensis yang akarnya telah bersimbiosis membentuk
ektomikoriza mampu menyerap unsur hara lebih baik daripada akar yang tidak
bersimbiosis. Kolonisasi tersebut mampu meningkatkan tinggi tanaman dan
kandungan klorofil pada daun T. merguensis (Hidayanti 2010).
Jamur ektomikoriza membentuk tubuh buah untuk menghasilkan spora
sebagai struktur reproduksi. Tubuh buah beberapa jamur ektomikoriza seperti
pelawan juga bermanfaat sebagai jamur pangan. Tubuh buah jamur ektomikoriza
pertama kali dihasilkan pada tumbuhan inang yang telah dewasa yang biasanya
berumur tiga atau lima tahun setelah tanam (Smith dan Read 2008). Di alam, satu
tanaman inang dapat bersimbiosis dengan berbagai spesies cendawan
ektomikoriza. Misalnya, pada inang Salix reinii ditemukan 23 spesies
ektomikoriza yang menghasilkan tubuh buah (Nara et al. 2003). Hal yang sama
pada tumbuhan T. merguensis, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa T.
merguensis bersimbiosis dengan beberapa spesies cendawan kelompok bolete dan
agaric. Oleh sebab itu, untuk mendeteksi masing-masing spesies ektomikoriza

2
yang bersimbiosis pada tumbuhan inang sebelum terbentuk tubuh buah,
diperlukan suatu teknik deteksi yang cepat, akurat, efektif, dan efisien.
Salah satu metode deteksi yang dapat dikembangkan yaitu dengan metode
berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer spesifik yang
dapat mengamplifikasi daerah dengan urutan basa DNA tertentu dan hanya
terdapat pada spesies tertentu pula (White et al. 1990). Primer spesifik dapat
dirancang dengan menggunakan DNA ribosom (rDNA) cendawan. Pada rDNA
terdapat daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) yang berperan sebagai DNA
barcode pada dunia Fungi (Schoch et al. 2012). Daerah ITS mengapit gen
penyandi rDNA 5.8S yang ditranskripsikan menjadi rRNA 5.8S dan merupakan
daerah terkonservasi, sementara daerah ITS mengandung sinyal untuk proses
transkripsi dan kurang terkonservasi. Daerah ITS1 dan ITS2 bervariasi di antara
spesies karena mengalami mutasi dan berevolusi dengan cepat (Hillis dan Dixon
1991; Baldwin et al. 1995). Oleh sebab itu, sekuen ITS1 dan ITS2 yang bervariasi
digunakan untuk membuat primer spesifik.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan merancang primer spesifik untuk mendeteksi
keberadaan jamur pelawan pada tahap dini sebelum membentuk tubuh buah dan
menguji kespesifikan primer hasil rancangan tersebut dengan metode berbasis
PCR.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah komputer yang terhubung ke
internet, mesin PCR, mesin elektroforesis, UV transluminator, laminar, shaker,
mortar, water bath, mesin sentrifugasi, mesin vacuum, hot plate, freezer,
microwave, dan alat-alat laboratorium lainnya.
Bahan yang digunakan adalah tubuh buah jamur pelawan A (JPA), jamur
pelawan B (JPB), jamur pelawan C (JPC), jamur pelawan D (JPD), DNA genom
tubuh buah jamur pelawan E (JPE) (Bagian Mikologi dan PPSHB IPB), dan isolat
cendawan Mortierella sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp.,
Glomerella sp., Volvariella sp., dan Ganoderma applanatum (IPBCC.10.658).
Selain itu, digunakan media PDA (Potato Dextrose Agar), media PDB (Potato
Dextrose Broth), nitrogen cair, CTAB (Cetyl Trimetil Ammonium Bromida) 2×, βmerkapto etanol 0,2% (v/v), fenol, kloroform isoamil alkohol (CI) 24:1, fenol
kloroform isoamil alkohol (PCI) 25:24:1, NaOAC (sodium asetat) 2 M pH 5,2,
etanol 100%, etanol 70%, RNAse (10 µL/U), enzim taq polymerase (5 U/µL),
buffer PCR 10×, dNTPs 10 mM, primer reverse (10 pmol), primer forward (10
pmol), ddH2O, marker 1 Kb DNA Ladder, marker 100 bp DNA Ladder, gel
agarosa 1% dan 2% (b/v), TAE (Tris-Asetat EDTA) 1×, loading dye, serta
etidium bromida (5 mg/mL).

3
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam berbagai tahapan yang terdiri dari identifikasi
tubuh buah jamur pelawan, perancangan primer spesifik, dan pengujian
kespesifikan primer. Alur penelitian disajikan pada Gambar 1.
Identifikasi tubuh
buah jamur pelawan

Isolasi DNA genom
dengan metode CTAB
Perancangan
primer spesifik
Amplifikasi DNA
dengan primer universal
ITS1-ITS4
Pencarian sekuen ITS
rDNA anggota famili
Boletaceae di
GeneBank

Sekuensing

Analisis BLAST di situs
NCBI

Konstruksi pohon
filogenetik dengan
program MEGA 5.05

Pensejajaran sekuen ITS
rDNA dengan program
Clustal W

Pemilihan
oligonukleotida
spesifik

Pengujian
Kespesifikan Primer

Isolasi DNA genom
cendawan uji dengan
metode CTAB

Amplifikasi DNA
cendawan uji dan jamur
pelawan dengan primer
yang dirancang

Identitas jamur
pelawan
Primer

Primer
spesifik

Primer tidak
spesifik

Gambar 1 Bagan alir metode penelitian
1 Identifikasi Jamur Pelawan untuk Perancangan Primer Spesifik
1.1 Isolasi DNA Genom Tubuh Buah Jamur Pelawan Bahan yang digunakan
untuk isolasi DNA ialah empat tubuh buah jamur pelawan JPA, JPB, JPC, dan
JPD yang memiliki ciri-ciri morfologi yang sama dan dikoleksi pada bulan Juli
2012. Ciri-ciri tersebut ialah tudung tubuh buah jamur berwarna merah tua dengan
permukaan yang halus, tangkai tubuh buah berwarna merah tua dengan
permukaan yang beralur dan menjala, pori berwarna kuning sampai merah, serta

4
miselia bagian dalam tubuh buah berwarna krem. Isolasi DNA genom jamur
dilakukan dengan metode CTAB yang dimodifikasi (Sambrook et al. 1989).
Sebanyak 2 gram bagian tudung tubuh buah dihaluskan di dalam mortar yang
mengandung nitrogen cair hingga berbentuk serbuk. Sebanyak 0,5 g hasil gerusan
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf berisi 600 µL buffer CTAB 2× dengan
tambahan 1,2 µL β-merkapto etanol 0,2% yang telah dipanaskan pada suhu 65 oC.
Tabung eppendorf berisi bahan tersebut, kemudian diinkubasi pada suhu 65 oC
selama 35 menit kemudian disimpan dalam es selama 5 menit. Setelah itu, bahan
ditambahkan dengan 600 µL fenol dan disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 10
menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Kemudian diambil supernatannya sebanyak
600 µL dan ditambahkan dengan 600 µL PCI (25:24:1) ke dalam supernatan.
Bahan kembali disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 10 menit dengan kecepatan
10.000 rpm. Setelah itu, supernatannya diambil sebanyak 600 µL dan
ditambahkan dengan 600 µL CI (24:1). Bahan kemudian disentrifugasi pada suhu
4 oC selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi
diambil kemudian ditambahkan dengan NaOAC 2 M sebanyak 0,1 kali volume
supernatan dan etanol 100% sebanyak 2 kali volume supernatan. Bahan kemudian
disimpan di dalam freezer selama satu malam. Setelah itu, bahan disentrifugasi
pada suhu 4 oC selama 15 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan
dibuang dan peletnya diambil. Pelet selanjutnya ditambah etanol 70% sebanyak
500 µL dan disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 5 menit dengan kecepatan
10.000 rpm. Supernatan kembali dibuang dan pelet dikeringkan dengan cara
divakum. Setelah pelet kering, kemudian ditambahkan ddH2O sebanyak 50 µL
dan RNAse sebanyak 0,2 kali volume ddH2O. Bahan diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 10 menit kemudian pada suhu 70 oC selama 10 menit. Keberhasilan isolasi
DNA divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1%
untuk amplikon berukuran lebih dari 500 pb dan gel agarosa 2% untuk amplikon
berukuran kurang dari 500 pb dengan buffer TAE 1× dan tegangan sebesar 100
volt selama 25-30 menit.
1.2 Amplifikasi DNA menggunakan Primer Universal Proses PCR daerah
ITS1-ITS2 dilakukan terhadap keempat DNA tubuh buah yang telah diisolasi dan
DNA tubuh buah jamur pelawan JPE (koleksi Mikologi-PPSHB IPB). Primer
yang digunakan ialah primer forward ITS1 (TCC GTA GGT GAA CCT GCG G)
dan primer reverse ITS4 (TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC). Sebanyak 1 µL
DNA (50-100 ng/µL) dimasukkan ke dalam 9 µL larutan campuran PCR yang
terdiri dari 0,2 µL enzim taq polymerase (5 U/µL); 0,2 µL dNTPs 10 mM; 0,25
µL primer forward (10 pmol); 0,25 µL primer reverse (10 pmol); 1 µL buffer
PCR 10×; dan 7,2 µL ddH2O. Proses PCR melalui beberapa tahapan, yaitu
denaturasi awal pada suhu 95 oC selama 5 menit dan sebanyak 35 siklus untuk
denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik; penempelan pada suhu 52 oC selama
45 detik; dan ekstensi pada suhu 72 oC selama 90 detik. Setelah itu dilanjutkan
dengan pasca ekstensi pada suhu 72 oC selama 5 menit dan pendinginan pada suhu
25 oC selama 10 menit.
1.3 Sekuensing DNA dan Analisis Bioinformatika Sekuensing dilakukan
terhadap kelima DNA tubuh buah jamur, yaitu tubuh buah JPA, JPB, JPC, JPD
dan JPE dengan menggunakan jasa PT. Genetika Science Indonesia. Sebanyak 55

5
µL hasil enam kali volume larutan campuran PCR (6×10 µL) dikirim ke
perusahaan jasa sekuensing untuk memperoleh urutan basa DNA dan sebanyak 5
µL digunakan untuk menentukan keberhasilan PCR dengan elektroforesis. Sekuen
DNA yang diperoleh selanjutnya dianalisis pada program BLAST dalam situs
http://www.ncbi.nlm.nih.gov dan dibuat pohon filogenetiknya menggunakan
program MEGA 5.05 (Tamura et al. 2011) untuk mengidentifikasi jamur pelawan
tersebut. Pada analisis pohon filogenetik, selain menggunakan kelima sekuen
DNA tersebut, juga digunakan sekuen ITS rDNA JPPK, JPPM, dan JPPX koleksi
Bagian Mikologi dan PPSHB IPB.
2 Perancangan Primer Spesifik
Primer dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan yang
diperoleh dari hasil sekuensing yang disejajarkan dengan 22 sekuen ITS rDNA
dari 21 spesies anggota famili Boletaceae lainnya yang diperoleh dari situs
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Pensejajaran tersebut dilakukan dengan program
Clustal W pada situs http://www.ebi.ac.uk (Thompson et al. 1994). Daerah variasi
berdasarkan pensejajaran sekuen tersebut dijadikan acuan pembuatan primer
spesifik. Primer yang dirancang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama ialah primer spesifik berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPA,
JPB, JPC, JPD, dan JPE, sedangkan kelompok kedua ialah primer spesifik
berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPPK, JPPM, dan JPPX.
Hasil perancangan primer yang dipilih ialah primer yang memiliki
presentasi GC sebesar 50-55%, angka dimer dan hairpin yang kecil, dan suhu
leleh (Tm) 60-62 oC. Presentasi GC ditentukan dengan cara menghitung
banyaknya basa G dan C yang ada pada oligonukleotida primer, dikalikan dengan
panjang basa total oligonukleotida, dibagi seratus. Dimer merupakan terbentuknya
ikatan antara sesama primer forward, sesama primer reverse, ataupun primer
forward dan primer reverse. Hairpin merupakan terbentuknya ikatan antara satu
basa, dengan basa lainnya dalam satu sekuen primer. Suhu leleh secara kasar
dapat ditentukan dengan cara menghitung jumLah seluruh basa A dan T pada
oligonukleotida primer dikalikan dua, kemudian ditambahkan dengan jumLah
seluruh basa G dan C pada oligonukleotida primer dikalikan empat, yang
dinyatakan dengan rumus Tm = 2(A+T) + 4(G+C). Basa G dan C berpasangan
dengan membentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan basa A dan T berpasangan
dengan membentuk dua ikatan hidrogen, sehingga suhu leleh basa G dan C lebih
tinggi dibandingkan suhu leleh basa A dan T.
3 Pengujian Kespesifikan Primer
Pengujian primer dilakukan terhadap DNA cendawan uji, yaitu Mortierella
sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp., Glomerella sp, Volvariella sp.,
dan Ganoderma applanatum IPBCC.10.658, serta DNA jamur pelawan sebagai
kontrol positif.
3.1 Isolasi DNA Genom Cendawan Uji Masing-masing cendawan uji
ditumbuhkan pada media PDB dan diagitasi pada suhu ruang selama satu minggu.
Miselia hasil kultur tersebut kemudian dipanen, disaring dan dilakukan isolasi
DNA dengan metode CTAB seperti pada isolasi DNA dari tubuh buah jamur

6
pelawan. DNA jamur pelawan hasil isolasi sebelumnya digunakan sebagai kontrol
positif.
3.2 Amplifikasi DNA menggunakan Primer Spesifik Sampel DNA jamur
pelawan dan DNA cendawan uji diamplifikasi dengan menggunakan pasangan
primer yang telah dirancang. Reaksi amplifikasi yang digunakan sama dengan
proses amplifikasi menggunakan primer universal, namun dengan suhu
penempelan yang berbeda, yaitu 55 oC.

HASIL

Identifikasi Jamur Pelawan untuk Perancangan Primer Spesifik
1 Isolasi DNA Genom dan Amplifikasi DNA Jamur Pelawan dengan Primer
Universal
DNA genom berhasil diisolasi dari kelima tubuh buah jamur pelawan JPA,
JPB, JPC, JPD, dan JPE (Lampiran 1). Hasil amplifikasi yang divisualisasikan
pada gel agarosa menunjukkan bahwa kelima DNA memiliki ukuran yang kurang
lebih sama, yaitu sekitar 750 pb dengan pita DNA yang sangat jelas (Gambar 2).
M
1000 pb
750 pb

1

2

3

4

5

Keterangan:
M: 1 Kb DNA ladder,
kolom 1: jamur pelawan A (JPA),
kolom 2: jamur pelawan B (JPB),
kolom 3: jamur pelawan C (JPC),
kolom 4: jamur pelawan D (JPD),
dan kolom 5: jamur pelawan E
(JPE).

Gambar 2 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan primer
ITS1-ITS4

2 Sekuensing DNA dan Analisis Bioinformatika
Hasil sekuensing dari lima sampel DNA tubuh buah jamur pelawan
menunjukkan bahwa kelima sekuen DNA mempunyai sedikit variasi dengan
panjang 743-745 pasang basa (Tabel 1). Dari keseluruhan panjang sekuen ITS
rDNA tersebut, ditemukan empat basa berbeda yang terdapat pada daerah ITS1
dan ITS2. Pada basa ke-41 daerah ITS1 rDNA, tubuh buah JPE mempunyai basa
C sementara yang lainnya tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
insersi basa C pada DNA tubuh buah JPE. Begitu pula pada basa ke-671 dan basa
ke-737 daerah ITS2 rDNA tubuh buah JPC yang kemungkinan terjadi insersi basa
G dan basa C. Pada posisi basa ke-667 daerah ITS2 rDNA kelima tubuh buah
jamur pelawan diduduki oleh basa T atau basa A yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya mutasi basa T menjadi basa A, atau sebaliknya.

7
Tabel 1 Variasi pada sekuen ITS rDNA jamur pelawan
Basa keSekuen
Panjang
Daerah ITS1
Daerah ITS2
DNA
sekuen (pb)
41
667
671
737
JPA
T
743
JPB
A
743
JPC
T
G
C
745
JPD
T
743
JPE
C
A
744
Selain lima sekuen tersebut, terdapat pula sekuen ITS rDNA jamur pelawan
lainnya, koleksi laboratorim Mikologi dan PPSHB IPB, yaitu JPPK, JPPM dan
JPPX (Lampiran 2). Data analisis BLAST sekuen ITS rDNA jamur pelawan
tersebut disajikan pada Tabel 2. Analisis BLAST kelima sekuen DNA jamur
pelawan menunjukkan bahwa jamur tersebut homolog dengan Boletaceae tipe
OTU LH-41 yang memiliki nomor aksesi GQ268588.1 pada GenBank. Nilai
penutupan yang didapatkan sebesar 86% dengan kesamaan sebesar 99%. Selain
itu, data hasil analisis BLAST juga menunjukkan bahwa kedua kelompok jamur
pelawan cukup berkerabat dekat dengan Strobilomyces retisporus (HE814079.1)
dengan nilai penutupan dan kesamaan yang beragam. Nilai penutupan tersebut
berkisar antara 72-90% dan kesamaannya berkisar antara 85-89%.
Tabel 2 Analisis BLAST Sekuen rDNA Jamur Pelawan melalui Situs NCBI
Sekuen
Query
Max
Homologi
No. aksesi
Skor
E-value
rDNA
coverage
ident
JPA
1173
86%
0.0
99%
JPB
1168
86%
0.0
99%
Boletaceae type
JPC
GQ268588.1 1168
86%
0.0
99%
OTU LH-41
JPD
1173
86%
0.0
99%
JPE
1168
86%
0.0
99%
JPA
545
72%
2e-151 85%
JPB
545
72%
2e-151 85%
JPC
545
72%
2e-151 85%
Strobilomyces
JPD
545
72%
2e-151 85%
retisporus, isolate HE814079.1
JPE
545
72%
2e-151 85%
1178
JPPK
684
90%
0.0
87%
JPPM
684
90%
1e-176 89%
JPPX
619
88%
9e-174 85%
Apabila kelima sekuen (JPA-JPE) disejajarkan dengan ketiga sekuen
koleksi laboratorium tersebut (JPPK, JPPM, dan JPPX), maka diperoleh variasi
yang cukup signifikan, terutama pada daerah ITS1 dan ITS2 (Lampiran 3). Hal ini
menunjukkan bahwa kedelapan sekuen DNA terdiri dari dua kelompok yang
berbeda. Kelompok pertama ialah kelompok tubuh buah jamur pelawan JPA-JPE
dan kelompok kedua ialah JPPK, JPPM, dan JPPX. Data analisis pohon
filogenetik juga menunjukkan hal yang sama, yaitu kedua kelompok tubuh buah
terpisah menjadi dua clade (Gambar 3) dengan nilai bootstrap 96.

8

Lokasi:
Namang

Lokasi:
Air Pasir

Gambar 3 Konstruksi pohon filogenetik jamur pelawan berdasarkan daerah ITS
rDNA dengan metode Neighbour-Joining, bootstrap 1000×

Perancangan Primer Spesifik
Penamaan primer dipilih berdasarkan kelompok jamur pelawan, posisi
primer pada sekuen rDNA jamur pelawan, arah amplifikasi primer (forward atau
reverse), dan sekuen target yang diamplifikasi.
Dari pensejajaran sekuen ITS rDNA jamur pelawan kelompok pertama
(JPA-JPE), diperoleh dua sekuen oligonukleotida primer forward dan dua sekuen
oligonukleotida primer reverse (Tabel 3). Primer forward tersebut, yaitu PelAF1
dan Pel5.8SF2, masing-masing memiliki panjang oligonukleotida 20 basa. Begitu
pula primer reverse Pel5.8SR1 dan PelAR2 memiliki panjang oligonukleotida 20
basa. Keempat primer tersebut, yaitu PelAF1, Pel5.8SR1, Pel5.8SF2, dan PelAR2
masing-masing memiliki nilai %GC dan TM yang sama, yaitu 50% dan 60 oC.
Dari pensejajaran sekuen ITS rDNA jamur pelawan kelompok kedua (JPPK,
JPPM, dan JPPX), diperoleh dua sekuen oligonukleotida primer forward dan dua
sekuen oligonukleotida primer reverse (Tabel 4). Primer forward tersebut, yaitu
PelBF1 dan Pel5.8SF2, masing-masing memiliki panjang oligonukleotida 20 basa.

9
Begitu pula primer reverse Pel5.8SR1 dan PelBR2 memiliki panjang
oligonukleotida 20 basa. Keempat primer tersebut, yaitu PelBF1, Pel5.8SR1,
Pel5.8SF2, dan PelBR2 masing-masing memiliki nilai %GC dan TM yang sama,
yaitu 50% dan 60 oC.
Primer PelAF1 dan PelAR2 masing-masing dirancang berdasarkan sekuen
ITS1 dan ITS2 yang spesifik pada JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE, namun tidak
terdapat pada sekuen ITS rDNA spesies lain yang satu famili dengan jamur
pelawan (Lampiran 4). Sedangkan primer PelBF1 dan PelBR2 masing-masing
dirancang berdasarkan sekuen ITS1 dan ITS2 yang spesifik pada JPPK, JPPM,
dan JPPX, namun tidak terdapat pada sekuen ITS rDNA spesies lain yang satu
famili dengan jamur pelawan (Lampiran 5). Sementara itu, primer Pel5.8SR1 dan
Pel5.8SF2 yang masing-masing ditujukan untuk mengamplifikasi daerah ITS1
dan ITS2 dirancang berdasarkan sekuen 5.8S rDNA dari kedua kelompok jamur
pelawan (Lampiran 6).
Tabel 3 Primer hasil rancangan dari jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE)
Posisi
%GC Tm Amplikon
Primer
Sekuen primer (5’-3’)
(basa ke-) (%) (oC)a
(pb)
PelAF1
TGA TGC TTG GGA CTT
73-92
50
60
GAG AC (forward)
(ITS1)
228
Pel5.8SR1 GAT GCG AGA ACC 281-300
50
60
AAG AGA TC (reverse)
(5.8S)
Pel5.8SF2 GCA TGC CTG TTT 402-421
50
60
GAG TGT CA (forward)
(5.8S)
316
PelAR2
GAT GAA CAC CGA 698-717
50
60
TTC CTA GC (reverse)
(ITS2)
a

Tm (Melting temperature)= 2(A+T) + 4(G+C)

Tabel 4 Primer hasil rancangan dari jamur pelawan
JPPM, JPPX)
Posisi
Primer
Sekuen primer (5’-3’)
(basa ke-)
PelBF1
CTT CGT CTG TCA ACA 124-143
ACC CT (forward)
(ITS1)
Pel5.8SR1 GAT GCG AGA ACC 279-298
AAG AGA TC (reverse)
(5.8S)
Pel5.8SF2 GCA TGC CTG TTT 399-418
GAG TGT CA (forward)
(5.8S)
PelBR2
ATT GGA GGT CAA 661-680
GTC TCG AG (reverse)
(ITS2)
a

kelompok kedua (JPPK,
%GC
(%)
50

Tm Amplikon
(oC)a
(pb)
60
175

50

60

50

60
262

50

60

Tm (Melting temperature)= 2(A+T) + 4(G+C)

Dari hasil perancangan, terdapat beberapa kombinasi pasangan primer yang
dapat digunakan (Gambar 4). Primer jamur pelawan kelompok pertama terdiri
dari tiga pasang primer, yaitu PelAF1-Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelAR2, dan
PelAF1-PelAR2. Pasangan primer PelAF1-Pel5.8SR1 dapat digunakan untuk
mengamplifikasi daerah ITS1-5.8S rDNA, Pel5.8SF2-PelAR2 untuk daerah 5.8SITS2 rDNA, dan PelAF1-PelAR2 untuk daerah ITS1-ITS2 rDNA. Primer jamur

10
pelawan kelompok kedua juga terdiri dari tiga pasang primer, yaitu PelBF1Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelBR2, dan PelBF1-PelBR2. Pasangan primer PelBF1Pel5.8SR1 dapat digunakan untuk mengamplifikasi daerah ITS1-5.8S rDNA,
Pel5.8SF2-PelBR2 untuk daerah 5.8S-ITS2 rDNA, dan PelBF1-PelBR2 untuk
daerah ITS1-ITS2 rDNA.
ITS1

ITS2

5.8S

PelAF1
PelBF1

PelAR2
Pel5.8SR1

Pel5.8SF2

PelBR2

Gambar 4 Peta sekuen ITS1-ITS2 rDNA jamur pelawan dan posisi primer yang
dirancang

Pengujian Kespesifikan Primer
Primer yang telah dirancang mula-mula diuji kespesifikannya terhadap
sesama jamur pelawan yang berbeda kelompok, yaitu kelompok pertama dan
kelompok kedua. Ketiga pasang primer kelompok pertama yang dirancang
berdasarkan sekuen ITS rDNA JPA-JPE menunjukkan terbentuknya pita yang
jelas dan terang pada hasil amplifikasi yang dilakukan terhadap sampel jamur
pelawan kelompok pertama yang diwakili oleh DNA tubuh buah jamur pelawan
JPA. Sementara itu, primer yang sama tidak dapat mengamplifikasi sampel DNA
tubuh buah jamur pelawan JPPK atau jika teramplifikasi menghasilkan pita yang
sangat tipis. Berdasarkan gambar hasil visualisasi pada gel agarosa, pasangan
primer PelAF1-Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelAR2, dan PelAF1-PelAR2 berturutturut menghasilkan pita dengan ukuran ±230 pb, ±320 pb, dan ±650 pb (Gambar
5). Ketiga primer kelompok kedua yang dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA
JPPK, JPPM, dan JPPX dapat mengamplifikasi sampel DNA JPPK sebagai
kontrol positif jamur pelawan kelompok kedua dan menunjukkan terbentuknya
pita amplikon yang jelas dan terang, namun primer tersebut tidak mengamplifikasi
sampel DNA JPA atau menghasilkan pita yang sangat tipis. Pasangan primer
PelBF1-Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelBR2, dan PelBF1-PelBR2 berturut-turut
menghasilkan pita dengan ukuran ±180 pb, ±260, ±560 pb (Gambar 5).

11
M

1

2

4

Keterangan:
Amplifikasi daerah ITS1 rDNA.
M: 100 pb DNA ladder, kolom 1-2: primer
PelAF1-Pel5.8SR1, kolom 3-4: primer
PelBF1-Pel5.8SR1. Kolom 1 dan 3: DNA
jamur pelawan JPA, kolom 2 dan 4: DNA
jamur pelawan JPPK.

3

4

Keterangan:
Amplifikasi daerah ITS2 rDNA.
M: 100 pb DNA ladder, kolom 1-2: primer
Pel5.8SF2-PelAR2, kolom 3-4: primer
Pel5.8SF2-PelBR2. Kolom 1 dan 3: DNA
jamur pelawan JPA, kolom 2 dan 4: DNA
jamur pelawan JPPK.

3

4

Keterangan:
Amplifikasi daerah ITS1-ITS2 rDNA.
M: 1 Kb DNA ladder, kolom 1-2: primer
PelAF1-PelAR2, kolom 3-4: primer PelBF1PelBR2. Kolom 1 dan 3: DNA jamur pelawan
JPA, kolom 2 dan 4: DNA jamur pelawan
JPPK.

3

400 pb
300 pb
200 pb

(a)
M

1

2

400 pb
300 pb
200 pb

(b)
M

1

2

750 pb
500 pb

(c)

Gambar 5 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan suhu
penempelan 55 oC
Kespesifikan primer juga diuji terhadap beberapa sampel DNA cendawan
yang bukan kelompok jamur pelawan, yaitu Mortierella sp. (Zygomycota),
Penicillium sp. (cendawan bermitospora), Hypoxylon sp. (Ascomycota), Fusarium
sp. (Ascomycota), Glomerella sp. (Ascomycota), Volvariella sp. (Basidiomycota),
dan Ganoderma applanatum IPBCC.10.658 (Basidiomycota) yang hasilnya
secara berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8.
Cendawan uji tersebut merupakan spesies-spesies cendawan yang mewakili
kelompok cendawan sejati. Pada uji ini juga digunakan DNA tubuh buah jamur
pelawan JPA sebagai kontrol positif untuk primer spesifik kelompok pertama dan
DNA tubuh buah jamur pelawan JPPK sebagai kontrol positif untuk primer
spesifik kelompok kedua.

12

M

1

2

3

4

5

6

5

6

7

Keterangan:
Amplifikasi
menggunakan primer
PelAF1-PelAR2.
M: 1 Kb DNA ladder
kolom 1: DNA jamur
pelawan JPA

8

750 pb
500 pb

(a)
M

1

2

3

4

7

Keterangan:
Amplifikasi
menggunakan primer
PelBF1-PelBR2.
M: 1 Kb DNA ladder
kolom 1: DNA jamur
pelawan JPPK

8

750 pb
500 pb

(b)

Cendawan uji:
kolom 2: Mortierella sp. Kolom 3: Penicillium sp., kolom 4: Hypoxylon sp., kolom 5:
Fusarium sp., kolom 6: Glomerella sp. kolom 7: Volvariella sp., kolom 8: Ganoderma
applanatum

Gambar 6 Amplifikasi ITS1-ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer PelAF1PelAR2 dan PelBF1-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC
M

1

2

3

4

5

6

7

Keterangan:
Amplifikasi
menggunakan primer
PelAF1-Pel5.8SR1.
M: 1 Kb DNA ladder
Kolom 1: DNA jamur
pelawan JPA

8

500 pb

250 pb

(a)
M

1

2

3

4

500 pb
250 pb

(b)

5

6

7

8

Keterangan:
Amplifikasi
menggunakan primer
PelBF1-Pel5.8SR1.
M: 1 Kb DNA ladder
Kolom 1: DNA jamur
pelawan JPPK

Cendawan uji:
kolom 2: Mortierella sp. Kolom 3: Penicillium sp., kolom 4: Hypoxylon sp., kolom 5:
Fusarium sp., kolom 6: Glomerella sp. kolom 7: Volvariella sp., kolom 8: Ganoderma
applanatum

Gambar 7 Amplifikasi ITS1 rDNA cendawan uji dengan dengan primer PelAF1Pel5.8SR1 dan PelBF1-Pel5.8SR1 pada suhu penempelan 55 oC

13

500 pb

M

1

2

3

4

5

6

7

8

5

6

7

8

250 pb

(a)
M

1

2

3

4

300 pb
200 pb

(b)

Keterangan:
Amplifikasi
menggunakan primer
Pel5.8SF2-PelAR2.
M: 1 Kb DNA ladder
kolom 1: DNA jamur
pelawan JPA
Keterangan:
Amplifikasi
menggunakan primer
Pel5.8SF2-PelBR2.
M: 1 Kb DNA ladder
kolom 1: DNA jamur
pelawan JPPK

Cendawan uji:
kolom 2: Mortierella sp. Kolom 3: Penicillium sp., kolom 4: Hypoxylon sp., kolom 5:
Fusarium sp., kolom 6: Glomerella sp. kolom 7: Volvariella sp., kolom 8: Ganoderma
applanatum

Gambar 8 Amplifikasi ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer Pel5.8SF2PelAR2 dan Pel5.8SF2-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC
Pasangan primer PelAF1-PelAR2 hanya dapat mengamplifikasi kontrol
positif DNA jamur pelawan JPA dan PelBF1-PelBR2 hanya dapat
mengamplifikasi kontrol positif DNA jamur pelawan JPPK (Gambar 5).
Sementara itu, pasangan primer PelAF1-Pel5.8SR1 selain mampu
mengamplifikasi kontrol positif JPA, juga mampu mengamplifikasi seluruh DNA
cendawan uji. PelBF1-Pel5.8SR1 mampu mengamplifikasi kontrol positif JPPK,
Mortierella sp., Fusarium sp., dan Ganoderma applanatum (Gambar 6).
Pel5.8SF2-PelAR2 mampu mengamplifikasi DNA kontrol positif JPA,
Mortierella sp., Glomerella sp., dan Ganoderma applanatum (IPBCC.10.658).
Pel5.8SF2-PelBR2 mampu mengamplifikasi kontrol positif JPPK dan seluruh
DNA cendawan uji kecuali Fusarium sp. dan Glomerella sp. (Gambar 7).
Rangkuman hasil amplifikasi keenam pasang primer tersebut ditunjukkan pada
Tabel 5.

14
Tabel 5 Pengujian kespesifikan primer yang dirancang terhadap beberapa DNA
cendawan uji
Hasil amplifikasia
Posisi
KespesiPrimer
amplikon JA JK Mo Pe Hy Fu Gl Vo Ga
fikan
PelAF1ITS1+b

PelAR2
ITS2
PelBF1ITS1+

PelBR2
ITS2
PelAF1ITS1+
+
+
+
+
+
+ +
+
×
Pel5.8SR1 5.8S
PelBF1ITS1+
+
+
+
+
×
Pel5.8SR1 5.8S
Pel5.8SF2- 5.8S+
+
+
+
×
PelAR2
ITS2
Pel5.8SF2- 5.8S+
+
+
+
+
+
+
×
PelBR2
ITS2
a

JA: JPA, JK: JPPK, Mo: Mortierella sp., Pe: Penicillium sp., Hy: Hypoxylon sp., Fu: Fusarium
sp., Gl: Glomerella sp., Vo: Volvariella sp., Ga: Ganoderma applanatum
b
(+): terbentuk pita amplikon, (-): tidak terbentuk pita amplikon, (√): primer spesifik untuk DNA
tubuh buah jamur pelawan, (×): primer tidak spesifik untuk DNA tubuh buah jamur pelawan

PEMBAHASAN
Kelima DNA genom tubuh buah jamur pelawan kelompok pertama (JPAJPE) dan tiga DNA genom tubuh buah jamur pelawan kelompok kedua (JPPK,
JPPM, dan JPPX) yang telah diamplifikasi dengan primer ITS1-ITS4
menghasilkan ukuran amplikon 700-750 pb. Hal ini menunjukkan bahwa analisis
DNA yang dilakukan benar karena nilai tersebut ialah ukuran DNA
Basidiomycota. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bellemain et al. (2010) bahwa
kisaran amplikon anggota Basidiomycota yang diamplifikasi dengan primer ITS1ITS4 bernilai 500-800 pb dengan rata-rata sekitar 635 pb.
Analisis lebih lanjut terhadap hasil sekuensing menunjukkan bahwa terdapat
variasi dalam tubuh buah jamur pelawan. Jamur pelawan kelompok pertama
mempunyai ukuran ITS1-ITS2 rDNA sekitar 750 pb sedangkan jamur pelawan
kelompok kedua mempunyai ukuran ITS1-ITS2 rDNA sekitar 700 pb. Variasi
pada kedua kelompok jamur pelawan tersebut tidak cukup untuk memisahkan
keduanya ke dalam spesies yang berbeda, karena perbedaannya hanya sekitar
3,3%. Perbedaan ini juga terlihat pada data hasil analisis pohon filogenetik yang
menunjukkan bahwa kedua kelompok jamur pelawan terpisah menjadi dua clade
yang berbeda dengan nilai bootstrap 96. Perbedaan ini tidak cukup untuk
memisahkannya ke dalam tingkat spesies, namun variasi sekuen ITS1-ITS2 rDNA
pada kedua kelompok jamur pelawan tersebut cukup untuk merancang dua
kelompok primer yang spesifik untuk masing-masing kelompok jamur pelawan.
Kedua kelompok tubuh buah jamur pelawan tersebut berasal dari dua lokasi yang
berbeda, yaitu dari daerah Namang dan daerah Air Pasir, sehingga kemungkinan
kedua kelompok tersebut merupakan dua strain yang berbeda.

15
Berdasarkan hasil sekuensing dari lima sampel DNA tubuh buah jamur
pelawan kelompok pertama, didapatkan lima sekuen DNA yang sedikit bervariasi
dengan panjang 743-745 pasang basa. Hasil sekuensing tersebut terdiri dari
seluruh bagian ITS1, 5.8S, dan ITS2 rDNA jamur pelawan. Dari keseluruhan
panjang sekuen ITS rDNA tersebut, ditemukan empat basa yang berbeda terdapat
pada daerah ITS1 dan ITS2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nilsson et al.
(2008), bahwa dalam satu spesies yang sama, bisa terdapat variasi pada daerah
ITS1 dan ITS2, sedangkan daerah 5.8S merupakan daerah yang terkonservasi.
Pada Basidiomycota, keragaman intraspesies yang terdapat pada daerah ITS
rDNA memiliki rata-rata sebesar 3,33%. Variasi sekuen ITS rDNA pada
cendawan dapat terjadi akibat mutasi yang mencakup proses insersi dan delesi
sehingga terdapat perbedaan basa nukleotida dan gap ketika disejajarkan (Mount
2001). Hal ini menunjukkan bahwa secara molekuler, kelima DNA tubuh buah
yang digunakan merupakan satu spesies yang sama. Oleh karena itu, daerah
tersebut digunakan sebagai acuan untuk perancangan primer spesifik kelima tubuh
buah jamur pelawan tersebut.
Hasil pensejajaran dan analisis pohon filogenetik kelima sekuen jamur
pelawan JPA-JPE dan tiga sekuen jamur pelawan JPPK, JPPM, dan JPPX
menunjukkan bahwa kedelapan tubuh buah jamur pelawan terpisah menjadi dua
kelompok (Gambar 3) dengan nilai bootstrap 96. Kelompok pertama ialah
kelompok tubuh buah jamur pelawan JPA-JPE dan kelompok kedua ialah JPPK,
JPPM, dan JPPX. Meskipun keragaman intraspesies sekuen ITS pada
Basidiomycota rata-rata sebesar 3,3%, namun bisa terdapat pengecualian,
misalnya keragaman intraspesies pada Thanatephorus cucumeris dapat mencapai
15,7% (Nilsson et al. 2008). Oleh sebab itu, belum dapat ditentukan apakah kedua
kelompok jamur pelawan tersebut berbeda pada tingkat strain atau spesies.
Kelompok pertama, yang terdiri dari JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE merupakan
kelompok jamur pelawan yang dipanen pada bulan Juli 2012 dari daerah Namang,
Kabupaten Bangka Tengah. Kelompok kedua, yaitu JPPK, JPPM, dan JPPX
merupakan kelompok jamur pelawan yang dipanen pada bulan Maret dan
Oktober 2011 dari daerah Air Pasir, Kabupaten Bangka Tengah (Tasuruni 2012).
Anggota spesies dalam ingroup merupakan kerabat jamur pelawan pada tingkat
famili (Boletaceae). Sementara itu, Scleroderma citrinum adalah outgroup yang
merupakan cendawan ektomikoriza dari famili Sclerodermataceae. Kedua famili
tersebut termasuk ke dalam ordo Boletales (Binder dan Hibbett 2006).
Analisis BLAST menunjukkan bahwa jamur pelawan kelompok pertama
berkerabat dekat dengan sekuen Boletaceae tipe OTU LH-41 (GQ268588.1).
Sekuen tersebut diperoleh dari DNA ektomikoriza yang diisolasi dari akar pada
tanah pasir di Lambir Hills National Park, Pulau Serawak, Malaysia (Peay et al.
2010). Namun demikian, data morfologi isolat Boletaceae tipe OTU LH-41 tidak
dapat ditelusuri karena sekuen tersebut tidak berasal dari kultur, melainkan dari
akar yang bersimbiosis dengan cendawan mikoriza. Amplifikasi menggunakan
DNA yang langsung diisolasi dari lingkungan tempat hidupnya dan tanpa
pengkulturan terlebih dahulu disebut metode environmental PCR. Metode tersebut
memungkinkan terisolasinya DNA cendawan mikoriza maupun non-mikoriza
yang terdapat pada akar (Yuan et al. 2010). Meskipun demikian, data analisis
BLAST juga menunjukkan bahwa kedelapan sekuen jamur pelawan berkerabat
dengan Strobilomyces retisporus. Menurut Corner (1972) Strobilomyces

16
retisporus merupakan sinonim dari Heimioporus retisporus. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Tasuruni (2012), bahwa jamur pelawan termasuk ke dalam
genus Heimioporus.
Perancangan primer spesifik dalam penelitian ini menggunakan sekuen
ITS1, 5.8S, dan ITS2 rDNA. Sekuen 5.8S tersebut tetap digunakan walaupun
bersifat konservatif antar spesies pada cendawan, karena apabila menggunakan
sekuen ITS1 untuk primer reverse (Pel5.8SR1) dan sekuen ITS2 untuk primer
forward (Pel5.8SF2) akan menghasilkan amplikon yang terlalu pendek yang dapat
berakibat sulitnya visualisasi DNA pada gel agarosa. Selain itu, pada posisi yang
menghasilkan ukuran amplikon yang cukup panjang, presentasi GC pada sekuen
ITS1 dan ITS2 tersebut kurang dari 45%.
Keberhasilan proses PCR sangat bergantung dari primer yang digunakan,
sehingga dalam merancang primer terdapat beberapa kriteria penting yang harus
dipenuhi, antara lain panjang primer, komposisi basa, dan suhu leleh primer.
Panjang primer yang ideal berkisar antara 18-30 nukleotida dengan komposisi GC
antara 45-60%. Suhu leleh (Tm) primer yang baik berkisar antara 52-58oC dan
dianjurkan basa nitrogen pada ujung 3’ adalah G atau C untuk menghindari
kesalahan penempelan sehingga tidak terbentuk pita ganda, yaitu terjadinya
amplifikasi pada dua situs yang berbeda dari DNA tubuh buah jamur pelawan,
sehingga terbentuk dua amplikon (Abd-Elsalam 2003). Oleh sebab itu, untuk
mengetahui keberhasilan perancangan primer berdasarkan kriteria tersebut, perlu
dilakukan pengujian primer terhadap DNA yang digunakan sebagai acuan
perancangan primer itu sendiri dan DNA lain untuk mengetahui kespesifikannya.
Pasangan primer PelAF1-PelAR2 terbukti hanya dapat mengamplifikasi
kelompok pertama jamur pelawan yang diwakili oleh DNA JPA sebagai kontrol
positif. Begitu pula pasangan primer PelBF1-PelBR2 terbukti hanya dapat
mengamplifikasi kontrol positif DNA JPPK sebagai wakil dari jamur pelawan
kelompok kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan primer PelAF1-PelAR2
dan PelBF1-PelBR2 dapat digunakan untuk pengembangan deteksi dini secara
molekuler masing-masing kelompok jamur pelawan. Kespesifikan kedua pasang
primer tersebut juga menunjukkan bahwa pemilihan oligunukleotida primer pada
daerah ITS1 dan ITS2 rDNA jamur pelawan sudah tepat karena primer tersebut
hanya homolog dengan sekuen DNA jamur pelawan dan tidak bisa menempel
pada DNA spesies lain. Selain itu, hasil analisis pengujian kespesifikan primer
juga menunjukkan bahwa primer yang dirancang spesifik pada jamur yang berasal
dari lokasi pengoleksian yang berbeda yang diduga memiliki strain yang berbeda,
karena dapat membedakan jamur pelawan kelompok pertama dan jamur pelawan
kelompok kedua.
Pasangan primer PelAF1-Pel5.8SR1, PelBF1-Pel5.8SR1, Pel5.8SF2PelAR2, dan Pel5.8SF2-PelAR2 tampak belum spesifik karena dapat
mengamplifikasi DNA seluruh atau sebagian cendawan uji. Hal ini menunjukkan
bahwa keempat pasangan primer tersebut belum dapat digunakan untuk
pengembangan deteksi molekuler. Terbentuknya pita amplikon yang belum
spesifik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya ukuran amplikon yang
terlalu pendek, suhu penempelan yang belum optimum, terjadinya kesalahan
penempelan (mismatch), dan terkontaminasinya sampel DNA dengan DNA lain
yang dapat teramplifikasi oleh primer. Suhu penempelan yang terlalu rendah
dapat menyebabkan primer menempel pada sekuen DNA yang kurang homolog

17
(terjadinya mismatch), sehingga dapat terbentuk pita ganda atau pita amplikon
yang kurang spesifik. Apabila suhu penempelan dinaikkan, maka primer yang
menempel pada sekuen yang kurang homolog dapat terlepas. Namun, apabila
suhu penempelan terlalu tinggi, maka primer yang menempel pada sekuen
homolog pun dapat terlepas kembali sehingga tidak terbentuk pita amplikon
(White et al. 1990; Ishii dan Fukui 2001).

SIMPULAN
Primer berhasil dirancang dari dua kelompok tubuh buah jamur pelawan.
Primer kelompok pertama dirancang berdasarkan DNA tubuh buah jamur pelawan
JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE, yang diperoleh dari daerah Namang, Kabupaten
Bangka Tengah, sedangkan primer kelompok kedua dirancang berdasarkan DNA
tubuh buah jamur pelawan JPPK, JPPM, dan JPPX yang diperoleh dari daerah Air
Pasir, dari kabupaten yang sama. Uji kespesifikan primer menunjukkan bahwa
pasangan primer PelAF1-PelAR2 cukup spesifik untuk jamur pelawan kelompok
pertama (JPA-JPE), sedangkan PelBF1-PelBR2 spesifik untuk jamur pelawan
kelompok kedua (JPPK, JPPM, dan JPPX). Kedua pasang primer tersebut dapat
digunakan untuk pengembangan deteksi dini masing-masing kelompok jamur
pelawan. Sementara itu, PelAF1-Pel5.8SR1, PelBF1- Pel5.8SR1, Pel5.8SR2PelAR2, dan Pel5.8SR2-PelBR2 belum spesifik.

DAFTAR PUSTAKA
Abd-Elsalam KA. 2003. Bioinformatic tools and guideline for PCR primer design.
Afr J Biotechnol. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 22]; 2(5):91-95. Tersedia pada:
http://www.academicjournals.org/AJB.
Baldwin BG, Sanderson MJ, Porter JM, Wojcicchowski MF, Campbell CS,
Donoghue MJ. 1995. The ITS region of nuclear ribosomal DNA: a valuable
source of evidence on Angiosperm phylogeny. Ann Missouri Bot Gard.
[Internet]. [diunduh 2012 Sep 1]; 82(2):247-277. Tersedia pada:
http://links.jstor.org/sici?sici=00266493%281995%2982%3A2%3C247%3ATI
RONR%3E2.0.CO%3B2-E.
Bellemain E, Carlsen T, Brochmann C, Coissac E, Taberlet P, Kauserud H. 2010.
ITS as an environmental DNA barcode for fungi: an in silico approach reveals
potential PCR biases. BMC Microbiol. 10:189.
Binder M, Hibbett DS. 2006. Molecular systematics and biological diversivication
of Boletales. Mycologia 98(6):971-981.
Corner EJH. 1972. Boletus in Malaysia. Singapore: The Government Printer.
Drehmel D, James T, Vilgalys R. 2008. Molecular phylogeny and biodiversity of
the boletes. Fungi 1(4):17-23.
Halling RE, Fechner NA. 2011. Heimioporus (Boletineae) in Australia.
Australasian Mycol. 29:47-51.

18
Hidayanti AR. 2010. Analisis simbiosis ektomikoriza pohon pelawan
(Tristaniopsis merguensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hillis DM, Dixon MT. 1991. Ribosomal DNA: Molecular evolution and
phylogenetic inference. Quart Rev Biol. 66(4):411-453.doi:10.1086/417338.
Ishii K, Fukui M. 2001. Optimization of annealing temperature to reduce bias
caused by a primer mismatch in multitemplate PCR. Appl Env Microbiol.
67(8):3753-3755.doi: 10.1128/AEM.67.8.3753-3755.2001.
Mount DW. 2001. Bioinformatics: Sequence and Genome Analysis. New York
(US): Cold Spring Harbor Lab Pr.
Nara K, Nakaya H, Hogetsu T. 2003. Ectomycorrhizal sporocarp succession and
production during early primary succession on Mount Fuji. New Phytol.
158:193-206.doi:10.1046/j.1469-8137.2003.00724.x.
Nilsson RH, Kristiansson E, Ryberg M, Hallenberg N, Larsson KH. 2008.
Intraspecific ITS variability in the Kingdom Fungi as expressed in the
international sequence databases and its implications for molecular species
identification. Evol Bioinfo. 4:193-201.doi:10.4137/EBO.S653.
Peay KG, Kennedy PG, Davies SJ, Tan S, Bruns TD. 2010. Potential link between
plant and fungal distributions in a dipterocarp rain forest: community and
phylogenetic structure of tropical ectomycorrhizal fungi across a plant and