Analisis Cemaran Daging Babi Pada Kornet Sapi di Wilayah Ciputat dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)

(1)

ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA KORNET SAPI DI WILAYAH CIPUTAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far)

Oleh : YOPI MULYANA

106102003439

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 M/1431 H


(2)

ii NAMA : YOPI MULYANA

NIM : 106102003439

JUDUL SKRIPSI : ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA KORNET SAPI DI WILAYAH CIPUTAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION (PCR)

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Zilhadia, M.Si.,Apt. NIP: 197308222008012007

Dr. Wahyu Purbowasito NIP: 196612141986081001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. NIP: 195601061985101001


(3)

iii

Skripsi dengan judul:

ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA KORNET SAPI DI WILAYAH CIPUTAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan tim penguji oleh:

YOPI MULYANA NIM: 106102003439

Menyetujui,

Pembimbing

1. Pembimbing I Zilhadia, M.Si.,Apt. ...

2. Pembimbing II Dr. Wahyu Purbowasito ...

Penguji ...

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ... 2. Anggota Penguji I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ... 3. Anggota Penguji II Farida Sulistiawati, M.Si., APt. ...

4. Anggota Penguji III Supandi, M.Si., Apt. ...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tanggal lulus: 14 Desember 2010


(4)

(5)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA KORNET SAPI DI WILAYAH CIPUTAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

ADALAH KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN YANG TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA.

Jakarta, Desember 2010


(6)

v

Judul: Analisis Cemaran Daging Babi Pada Kornet Sapi di Wilayah Ciputat dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan daging babi pada kornet sapi berdasarkan pada fragmen DNA spesifik babi. Penelitian ini menggunakan metode PCR yang sensitif untuk mengidentifikasi perbedaan suatu spesies berdasarkan keragaman DNA. Total DNA dari enam merek kornet diisolasi dengan menggunakan cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v). Daging babi dan daging sapi digunakan sebagai kontrol. Genom yang dihasilkan diamplifikasi dengan menggunakan masing-masing satu pasang primer yang spesifik untuk babi dan spesifik untuk sapi pada DNA mitokondria. PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi menghasilkan amplikon dengan ukuran 271 bp dan dengan menggunakan primer spesifik DNA babi menghasilkan amplikon dengan ukuran 227 bp. Metode PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA babi dapat mengamplifikasi DNA babi hingga 0,1% daging babi dalam campuran daging babi dan daging sapi. Semua sampel kornet sapi yang diuji dengan metode PCR dapat teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi, sedangkan dengan menggunakan primer spesifik DNA babi dapat teramplifikasi satu sampel kornet.


(7)

vi

Title: Analysis of Porcine Contamination on Beef Corned in Ciputat Area by Using Method of Polymerase Chain Reaction (PCR)

Analysis of porcine on beef corned in Ciputat area by using polymerase chain reaction method has been done to identify porcine contamination in beef corned based on fragments of pig specific DNA. This research used PCR method which is sensitive in identifying different species from DNA diversity. The DNAs obtained from six corned brands were isolated by using cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v). In order to ensure the validity in differentiating the DNAs of pig and cow, the researcher used porcine and beef as controls. The obtained genoms were amplified by using one pair of primer which was both specific for porcine and beef in mitochondrial DNA. PCR method using specific primer of cow’s DNA resulted an amplikon at 271 bp and PCR method using specific primer of pig’s DNA resulted an amplikon at 227 bp. PCR method by using specific primer of pig’s DNA could only amplify up to 0,1% of porcine in the mixture of porcine and beef. All the sample of beef corneds tested with PCR method using specific primer of cow’s DNA could be amplified, whereas only one of the provided beef corned samples could be amplified by PCR method using specific primer of pig’s DNA.


(8)

vii

Puji dan sanjungku untuk Allah Tuhanku, yang menunjukan arah yang benar, yang memberi petunjuk ke arah kebaikan dan hanya dari-Nya lah segala kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tersampaikan kepada junjungan alam, nabi Muhammad SAW, seorang rosul terpercaya, kepada keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga tiba hari pembalasan.

Tulisan ini tidak akan bernilai seutuhnya, hingga orang-orang baik membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikannya. Ketulusan hati penulis untuk menuturkan terima kasih kepada orang-orang dermawan atas bantuannya; materi, teori, ilmu, waktu dan semuanya yang begitu berharga.

Terima kasih kepada Ibu Zilhadia M.Si., Apt. selaku pembimbing I, atas bantuan, bimbingan serta motivasinya, dan Bapak Dr. Wahyu Purbowasito, selaku pembimbing II, atas bimbingan dan arahannya kepada penulis.

Orang baik hati yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam berkarya Bapak M. Yanis Musdja M.Sc., Apt. Ketua Program Studi Farmasi, Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, dan Bapak Dr. Bambang Marwoto Apt., M.Eng., selaku kepala Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan studi di Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT, serta tidak lupa kepada dosen-dosen farmasi, atas ilmu dan ”sharing”nya, penulis ucapkan terima kasih.

Orang tua penulis, Bapak Mamal Kamaludin dan Ma Teti Sumaeti, motivator terbaik di dunia ini, Kakak (A’ Aris & A’ Eko) dan Adik tercinta, Putri. Bapak Ir. H. Jonih Rahmat S.H.I., dan Ibu Hj. Sri Wardani, ’malaikat cinta’ kami di yayasan Ar-Rahmah, yang dari merekalah penulis belajar makna cinta, makna kehidupan dalam sekolah alam ini.

Istri penulis yang begitu sabar menemani perjalanan penulis menapaki jalan kehidupan, pembawa cahaya dalam sebenarnya makna cinta.


(9)

viii

Pa Imam, Pa Dudi, Bu Uli & Pa Aa), terima kasih atas bimbingannya, dan staf Mercian, Jepang. Terima kasih atas kebaikannya selama ini.

Kakak-kakak dari biologi UI (ba’ Rerin, ba’ Ulima & ba’ Rara) dan kakak-kakak dari Bioteknologi Al-Azhar (ba’ Driya & ba’ Wika), adik-adik Biokimia IPB (Syifa, Ganep, Ayu, Fitri, Bowo & Helmi), juga tak lupa Keysuke, terima kasih telah mengisi hari-hari penulis selama di Biotek-Serpong.

Teman-teman yayasan Ar-Rahmah, yang centil dan menggemaskan, meskipun sering mengesalkan, kalian adalah kebanggaan, terima kasih atas dukungan, canda, dan pijitan-pijitannya kala lelah.

Teman yang selalu siap membantu kala sulit menghadang, lelah menerpa, orang baik dan bijak, Syaikhul Azis dan Laukha Mahfudzoh, terima kasih atas bantuannya selama ini. Rico, teman yang rela berkorban, Wa Mamet (Rahmat) dan Ust. Oim (Muhammad Wali Abdurrahim), terima kasih banyak atas bantuannya. Serta tidak lupa Alim terima kasih telah menjadi teman akhir-akhir masa perjuangan, dan Ajeng Ayu terima kasih banyak atas bantuan dan dukungannya.

Teman-teman Farmasi 2006, kakak kelas, adik kelas penulis, dan semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga karya yang sederhana ini, turut memperkaya hasanah ilmu dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Jakarta, Desember 2010


(10)

ix

Halaman

ABSTRAK ... v

ABSTRACK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sel ... 6

2.2 DNA ... 7

2.2.1. Pengertian DNA ... 7

2.2.2. Ekstraksi dan purifiksi DNA ... 8

2.3 Metode PCR ... 10

2.4 Primer spesifik DNA ... 15

2.5 Desain primer DNA ... 17

2.6 DNA Mitokondria ... 18

2.7 Elektroforesis gel ... 20

BAB III KERANGKA KONSEP ... 23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat ... 24

4.2 Alat dan Bahan ... 24

4.2.1 Alat ... 24

4.2.2 Bahan ... 25


(11)

x

4.4.1 Pengumpulan sampel ... 25

4.4.2 Isolasi DNA ... 25

4.4.2.1. Isolasi DNA dari daging segar ... 26

4.4.2.2. Isolasi DNA dari daging kornet ... 27

4.4.3 Pembuatan gel agarosa dan elektroforesis ... 30

4.4.4 Gel documentation ... 31

4.4.5 Amplifikasi PCR ... 31

4.4.6 Uji spesifikasi primer ... 32

4.4.7 Uji sensitifitas primer spesifik DNA babi ... 32

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 34

5.2 Pembahasan ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(12)

xi

Tabel 1 Efek inhibitor terhadap aktivitas taq polymerase ... 13

Tabel 2 Ukuran pemisahan molekul DNA linear pada standar gel agarosa ... 21

Tabel 3 Gradien konsentrasi campuran daging babi dan daging sapi ... 33

Tabel 4 Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom ... 55

Tabel 5 Komposisi campuran reaksi PCR ... 56


(13)

xii

Gambar 1. Sel eukariotik dan sel prokaryotik ... 6 Gambar 2. Struktur DNA ... 7 Gambar 3. Diagram skematik aplikasi isolasi DNA dengan menggunakan

metode fenol-kloroform ... 10 Gambar 4. Skematik PCR secara teoritik ... 11 Gambar 5. Tampilan skematik dari DNA mitokondria vertebrata ... 19 Gambar 6. Hasil elektroforesis isolasi genom daging babi, daging sapi, dan

campuran daging babi dan daging sapi ... 34 Gambar 7. Hasil elektroforesis produk PCR menggunakan primer spesifik

DNA sapi dan primer spesifik DNA babi pada daging segar ... 34 Gambar 8. Hasil elektroforesis isolasi genom dari daging sapi segar dan

kornet dengan berbagai perlakuan ... 35 Gambar 9. Hasil elektroforesis produk PCR daging kornet dengan berbagai

perlakuan menggunakan primer spesifik DNA sapi ... 35 Gambar 10. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer

spesifik DNA sapi pada campuran daging babi dan daging sapi ... 36 Gambar 11. Hasil elektroforesisproduk PCR dengan menggunakan primer

spesifik DNA babi pada campuran daging babi dan daging sapi... 36 Gambar 12. Hasil elektroforesis isolasi genom sampel kornet ... 37 Gambar 13. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer

spesifik DNA sapi pada sampel kornet ... 37 Gambar 14. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer

spesifik DNA babi sampel kornet ... 38 Gambar 15. Kondisi PCR ... 56


(14)

xiii

Lampiran 1. Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom ... 55

Lampiran 2. Kondisi PCR ... 56

Lampiran 3. Komposisi campuran reaksi PCR ... 56


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim membutuhkan jaminan kehalalan produk pangan untuk dikonsumsi. MUI dengan LP-POM MUI berusaha memberikan ketenangan kepada masyarakat muslim Indonesia dalam hal konsumsi pangan dengan menerapkan adanya sertifikasi halal MUI.

Pada dasarnya, Islam mengajarkan bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali ada nas yang sah dan tegas dari syar’i untuk mengharamkannya. Jika tidak ada nas yang sah (misalnya karena ada sebagian hadits lemah) atau tidak ada nas yang tegas yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah (Qordowi, 1993).

Sejumlah produk telah disertifikasi halal oleh MUI, termasuk produk pangan daging. Akan tetapi, masyarakat muslim masih merasakan ketidaktenangan dalam hal kehalalan produk daging yang biasa dikonsumsi, karena beberapa produsen berusaha meraih keuntungan yang lebih besar dengan menggunakan daging babi dalam produk yang tercantum dikemasannya sebagai daging sapi.

Beberapa kasus adanya pencampuran daging babi terhadap daging sapi baik dalam daging mentah maupun dalam produk olahan terjadi di Indonesia. Pada tahun 2009, adanya pencampuran daging babi dalam daging sapi ditemukan di pasar tradisional Ibuh, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat


(16)

(Sholeh, 2009), di Semarang dan Jawa Tengah. Kandungan daging babi juga ditemukan dalam dendeng sapi di kota Malang, Jawa Timur (Irawati, 2009).

Beberapa metode analisis telah dikembangkan untuk mengidentifikasi perbedaan kandungan daging dalam suatu produk. Teknik analisis kimia instrumen dengan menggunakan FTIR telah digunakan dalam analisis kandungan asam lemak (Harahap, 2008). Saeed et al. (1989) telah melakukan analisis trigliserida jenuh babi menggunakan kromatografi cair dengan sistem reverse phase column dan deteksi Ultra Violet (UV). Disamping itu, analisis perbedaan kandungan daging juga dilakukan dengan menggunakan imunoelektroforesis (Necidova et al., 2002) dan imunoassay (ELISA).

Teknik lainnya untuk mengidentifikasi kandungan daging yang berbeda dalam suatu produk adalah dengan menggunakan metode identifikasi molekular yang berdasarkan pada analisis DNA. Sejumlah teknik analisis DNA telah dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan

komposisi DNA pada makanan daging olahan. Random Amplified

Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR) merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam membedakan spesies yang dikandung dalam produk daging olahan (Calvo et al., 2001). Teknik tersebut merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mendeteksi DNA pada satu jenis makhluk hidup dan kurang tepat jika digunakan untuk mendeteksi produk makanan komersial yang terdiri dari campuran beberapa jenis daging (Novianingsih, 2008).


(17)

Metode lainnya adalah dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) (Ong et al., 2007; Novianingsih, 2008; Lenstra et al., 2001) dan dengan menggunakan primer spesifik DNA terhadap informasi genetik dari suatu spesies tertentu (Ilhak et al., 2006; Abdullah, 2008; Kesmen et al., 2009; Calvo et al., 2001; Walker et al., 2002). Metode analisis dengan menggunakan DNA memiliki beberapa keuntungan, yaitu pertama, DNA dapat ditemukan di semua tipe sel pada suatu individu dengan informasi genetik yang identik. Kedua, DNA merupakan molekul yang stabil dalam proses ekstraksi dan analisis DNA sangat mungkin dikerjakan dari beberapa tipe sampel yang berbeda (Jain, 2004).

Analisis PCR menggunakan primer spesifik DNA dengan memanfaatkan urutan DNA mitokondria merupakan metode yang umum digunakan saat ini untuk mengidentifikasi spesies tertentu (Abdullah et al., 2008; Kesmen et al., 2009; Calvo et al., 2001; Ilhak et al., 2001). Penggunaan DNA mitokondria dalam analisis PCR dapat meningkatkan sensitifitas, karena setiap sel memiliki sekitar seribu mitokondria dan setiap mitokondria memiliki sepuluh salinan DNA. Sehingga, terdapat sekitar sepuluh ribu salinan DNA mitokondria dalam sel (Jain, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi terdapat tidaknya kandungan daging babi dalam produk kornet yang dijual di wilayah Ciputat menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik DNA yang didasarkan pada informasi DNA mitokondria. Dengan menggunakan primer spesifik DNA, DNA yang diisolasi dari sampel kornet akan diamplifikasi secara in


(18)

vitro dengan menggunakan mesin PCR, hasil amplifikasi diidentifikasi dengan menggunakan elektroforesis gel, sehingga akan terlihat pita DNA sesuai dengan ukuran panjang DNA yang diamplifikasi. Pita ini dibandingkan dengan pita DNA dari daging babi dan daging sapi sebagai pembanding.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimanakah kondisi optimal isolasi DNA pada kornet sapi?

2. Bagaimanakah kondisi optimal untuk amplifikasi primer spesifik DNA babi sehingga menghasilkan produk PCR?

3. Apakah reaksi PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA babi dapat mengamplifikasi DNA pada kornet sapi?

1.3 Tujuan penelitian

1. Menentukan kondisi optimal dalam proses isolasi DNA pada kornet sapi.

2. Menentukan kondisi optimal dalam proses PCR untuk menghasilkan produk PCR yang dapat digunakan sebagai dasar analisis cemaran kandungan daging babi pada produk pangan kornet.

3. Mendeteksi adanya kandungan daging babi dalam kornet yang dijual di wilayah Ciputat dengan menggunakan teknik PCR.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang keamanan dan kehalalan produk makanan yang beredar di Ciputat, khususnya produk olahan daging, dalam hal ini adalah


(19)

kornet, sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam mengkonsumsi produk olahan daging.


(20)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sel

Sel merupakan unit terkecil dari makhluk hidup, dalam arti bahwa sel dapat hidup tanpa kehadiran sel yang lain. Di alam, sel dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu prokariotik (sel bakteri) dan eukariotik. Sel prokariotik pada umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur sederhana, sedangkan sel eukariotik memiliki ukuran yang lebih besar dan strukturnya lebih kompleks.

Sel Eukariotik Sel Prokariotik

Gambar 1. Sel eukariotik dan sel prokariotik ( Raven, et al., 2005)

Perbedaan utama antara sel prokariotik dan sel eukariotik adalah terletak pada lokasi materi genetiknya (DNA). DNA prokariotik tidak dibatasi oleh membran inti, sedangkan pada sel eukariotik dibatasi oleh membran inti (Sumadi dan Marianti, 2007).


(21)

2.2. DNA

2.2.1. Pengertian DNA

DNA merupakan polimer linear rantai panjang yang terdiri atas nukleotida. Nukleotida yaitu unsur pembangun asam nukleat yang mengandung satu gugus fosfat, gula, dan sebuah basa purin atau pirimidin (molekul-molekul berbentuk cincin pipih mengandung nitrogen dan karbon). Jika nukleotida-nukleotida itu tersambung dalam jumlah besar disebut polinukleotida (Watson et al.,1988).

Nukleotida-nukleotida terikat menjadi satu yang dihubungkan oleh gugus fosfat dengan residu deoksiribosa pada atom karbon 5’ dengan nukleotida berikutnya pada atom karbon 3’ yang membentuk rantai-rantai polipeptida (Brown dan Todd, 1952). Ikatan ini menjadi tulang punggung DNA.

Gambar 2. Struktur DNA (http://www.websters-online-dictionary.org) DNA terdiri dari basa purin (adenosin dan guanin) dan pirimidin (timin dan sitosin), jumlah adenosin sama dengan jumlah timin,


(22)

sedangkan jumlah guanin sama dengan jumlah sitosin (Chargaff, 1951). Masing-masing basa purin dan pirimidin dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Meskipun ikatan-ikatan hidrogen ini sangat lemah, namun setiap nukleotida mengandung begitu banyak basa sehingga rantai-rantai komplementernya tidak pernah terpisah secara spontan pada kondisi fisiologis. Akan tetapi, jika DNA terkena pengaruh suhu yang mendekati titik didih, maka banyak pasangan DNA yang putus sehingga heliks gandanya terbelah menjadi rantai-rantai komplementernya (denaturasi) (Watson dan Crick, 1953).

Proses denaturasipun dapat dipengaruhi oleh pH yang ekstrim (pH<3 atau pH>10). Namun proses denaturasi ini dapat kembali lagi pada posisi normal (renaturasi) membentuk heliks-heliks ganda asal jika kondisi dikembalikan kepada suhu subdenaturasi (mendekati 600

2.2.2. Ekstraksi dan Purifikasi DNA

C) (Marmur dan Lane, 1958). Akan tetapi proses renaturasi dapat menjadi tidak sempurna jika suhu tidak begitu mengikat atau suhu lebih rendah (Marmur et al., 1958).

DNA (Deoxyribonucleic Acid) pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tumbuhan terdapat di dalam inti sel, dan beberapa organel lain di dalam sel, seperti mitokondria (DNA mitokondria) dan kloroplas. Ekstraksi DNA dari organisme eukariot dilakukan dengan melalui proses penghancuran dinding sel (lysis of cell wall), penghilangan protein dan RNA (cell digestion), pengendapan


(23)

DNA (precipitation of DNA) dan pemanenan. (Sulandari, S., dan Arifin, M.S.Z., 2003).

Secara umum, kualitas DNA dapat ditentukan oleh keberadaan kontaminasi RNA, protein, lipid, dan konstituen sel lainnya yang berhubungan dengan enzim restriksi, ligase, dan DNA polimerase termostabil. Yang lebih penting adalah preparasi harus terbebas dari DNA nuklease yang dapat merusak DNA (Merante et al., 1998).

Metode yang biasa digunakan untuk melisiskan sel adalah dengan menggunakan buffer yang mengandung satu atau lebih deterjen, contohnya SDS (B), NP-40, atau Triton X-100. Setelah hancur, residu dari protein dan lipid dapat dihilangkan dengan menggunakan fenol dan kloroform. Isoamil alkohol dapat digunakan untuk membantu pemisahan fase air dan fase organik. Dengan perbandingan masing-masing fenol, kloroform, dan isoamil alkohol sebesar 25:24:1 (Burden dan Whitney, 1995; Mülhardt, 2007). Secara skematik, aplikasi isolasi DNA dengan menggunakan metode fenol-kloroform dapat dilihat pada gambar 3.

Berbagai teknik ekstraksi telah dikembangkan dari prinsip dasar tersebut, sehingga saat ini muncul teknik ekstraksi dan purifikasi DNA dalam bentuk kit. Prinsip dasar ekstraksi DNA adalah serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari komponen sel lainnya. Hasil ekstraksi ini merupakan tahapan penting dalam langkah berikutnya.


(24)

Gambar 3: Diagram skematik aplikasi isolasi DNA dengan menggunakan metode fenol-kloroform (Marante et al., 1998)

2.3. Metode PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode untuk mengamplifikasi primer dari urutan DNA secara spesifik dengan menggunakan media enzimatik (Kolmodin dan Birch, 2002) dan sangat mudah terkontaminasi baik dari luar mesin PCR ataupun dari bahan amplifikasi sebelumnya (McDonagh, 2003). Kualitas dan spesifitas amplifikasi dengan menggunakan PCR bergantung pada kondisi amplifikasinya yaitu (1) program siklus amplifikasi (suhu, primer, nukleotida, polymerase, konsentrasi magnesium, waktu dan jumlah siklus), (2) komposisi dari bahan yang akan diamplifikasi, dan (3) jumlah serta sifat


(25)

alamiah target DNA sampel (untai tunggal/single stranded atau untai

ganda/double stranded) (Committee on DNA Technology in Forensic

Science, 2002).

Gambar 4. Skematik PCR secara teoritik (Donald M. Coen, 2001)

Reaksi dibuat siklus dengan cara pemanasan dan pendinginan, yang mencakup terjadinya denaturasi template, penempelan primer (annealing) dan elongasi fragmen DNA spesifik. Tahap denaturasi berlangsung dengan cepat pada suhu 94-950 C, sedangkan penempelan primer bergantung pada Tm (melting temperature) dari primer template hybrid. Dalam Masing-masing siklus, fragmen target akan meningkat secara eksponensial. Setelah 35 siklus ribuan fragmen yang dikopi akan didapatkan. Untuk menganalisis DNA spesifik hasil dari PCR, dapat menggunakan elektroforesis yang berdasarkan pada ukuran produk yang dihasilkan dan reaksi sequensing


(26)

untuk mendeteksi struktur primer DNA. Selain itu, sequensing juga dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya mutasi (Crocker, 2003).

Untuk memprediksi Tm dari primer, pengaturan konsentrasi primer dan konsentrasi keseluruhan garam biasanya dengan menggunakan software, sedangkan untuk mendapatkan suhu terbaik dalam proses annealing adalah dengan cara optimasi. Kebanyakan template mengalami proses elongasi pada suhu 720

Berikut adalah komponen penting dalam PCR (Sambrook dan Russel, 2001).

C (Kolmodin, 2002).

1. DNA polymerase termostabil yang mengkatalisis sintesis DNA

Terdapat banyak enzim yang dapat digunakan untuk mengkatalisis sintesis DNA. Yang paling banyak digunakan adalah taq polymerase (0,5-2,5 unit per standar reaksi 2,5-50 µl). Standar PCR mengandung 2x1012 sampai 10x1012 molekul enzim. Enzim menjadi berkurang ketika produk yang diamplifikasi mencapai nilai akumulasi 1,4x1012 hingga 7x1012

Taq polymerase merupakan DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus. Beberapa enzim yang serupa dapat diisolasi dari organisme thermophilic lain. termasuk Thermus thermophilus, Th. flaws, Th. litoralis, Pyrococcus furiosus, dan Bacillus stearothermophilus.

.

Taq polymerase telah diisolasi dari Th. aquaticus dengan beberapa strain yang berbeda, dan masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Strain yang paling banyak digunakan


(27)

adalah strain YT-1 yang pada saat ini dapat dihasilkan dari klon rekombinan (Weir, 1993).

Aktifitas enzim bergantung pada kation ion bivalen. Konsentrasi optimum MgCl2 adalah 2 mM. laju polimerisasi maksimum dihasilkan dengan 0,7-0,8 mM dNTPs. Inhibisi substrat diamati pada konsentrasi dNTPs 4-6 mM. Kation monovalen juga memiliki efek terhadap aktifitas enzim. Kondisi optimum adalah 50 m/V KCl, dimana inhibisi terjadi pada konsentrasi >75 n%V KC1. NaCl, NH4Cl, dan NH4

Tabel 1. Efek inhibitor terhadap aktifitas taq polymerase I

asetat tidak dapat menggantikan KCl tanpa penurunan aktifitas yang spesifik. Bahan pendenaturasi seperti deterjen dan pelarut dalam konsentrasi yang rendah dapat ditoleransi oleh taq polymerase (Landgraf dan Wolfes, 1993).

Sumber: Landgraf , A., Wolfes, H., (1993) dalam Enzymes of Molecular biology

Inhibitor Konsentrasi Aktivitas

UREA <0.5 M 100

1 O M 118

1.5 M 107

2.O M 82

SDS 0.001 % 105

0.01 % 10

0.1 % <01

Etanol <3 % 100

10 % 110

DMSO <l % 100

10 % 53

20 % 110

DMF <5 % 100

10 % 82


(28)

2. Sepasang Oligonukleotida Primer

Kehati-hatian dalam desain primer dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Primer memberikan pengaruh yang besar pada kesuksesan pengerjaan PCR. Reaksi standar mengandung jumlah primer yang terbatas, khususnya 0,1-0,5 µM pada masing-masing primer (6x1012 sampai 3x1013

3. Deoksinukleosida Trifosfat (dNTPs)

molekul). Jumlah ini cukup untuk 30 siklus amplifikasi untuk 1 kb segmen DNA. Dalam jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan mispriming, yang membuat amplifikasi yang tidak spesifik.

PCR standar mengandung jumlah dATP, dTTP, dCTP dan dGTP yang equimolar. Konsentrasi 200-250 µM dari masing-masing dNTP, direkomendasikan untuk taq polymerase dalam reaksi yang mengandung 1,5 mM MgCl2

4. Kation Divalen

. Jumlah tersebut harus menghasilkan ∼6-6,5 µg DNA dalam 50 µl, yang cukup sama untuk reaksi multipleks delapan pasang primer atau lebih yang digunakan pada waktu yang sama.

Semua taq polymerase membutuhkan kation divalen bebas (biasanya Mg2+ ) untuk aktifitasnya. Ion kalsium cukup menginaktifkan polymerase, karena dNTPs dan oligonukleotida berikatan dengan Mg2+. Konsentrasi molar kation harus melebihi konsentrasi molar gugus fosfat yang disumbangkan oleh dNTPs dan primer. Untuk itu, tidak mungkin direkomendasikan konsentrasi optimal dari Mg2+ dalam semua kondisi, meskipun sering digunakan dalam konsentrasi 1,5 mM. Dalam beberapa


(29)

kasus, peningkatan konsentrasi mg2+

5. Buffer

hingga 4,5 atau 6 mM dapat menurunkan nonspesifik priming.

Tris-Cl disesuaikan pada pH antara 8,3 hingga 8,8 pada suhu ruang, yang dimasukan ke dalam standar PCR pada konsentrasi 10 mM. ketika diinkubasi pada suhu 720

6. Kation Monovalen

C (suhu yang biasa digunakan untuk fase ekstensi PCR), pH campuran turun menghasilkan buffer dengan pH ∼7,2.

Buffer PCR standar mengandung 50 mM KCl yang bekerja baik untuk mengamplifikasi segmen DNA yang panjangnya >500 bp. Dengan

menaikan konsentrasi KCl hingga ∼70-100 mM seringkali dapat

meningkatkan hasil dari segmen DNA yang pendek. 7. Template DNA

Template DNA mengandung urutan target yang akan ditambahkan pada PCR dalam bentuk single strand atau double strand. Amplifikasi Template DNA sirkular sangat tidak efisien dibandingkan dengan DNA linear.

2.4. Primer spesifik DNA

Dengan menggunakan teknik DNA rekombinan telah dihasilkan klon DNA “spesies spesifik” dan dapat digunakan sebagai DNA probe untuk mendeteksi spesies tertentu dalam suatu produk daging olahan. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan pelacak spesifik. Pendekatan yang memanfaatkan kemajuan bioinformatika dan


(30)

teknik PCR, saat ini merupakan salah satu cara yang relatif dapat dilakukan. Pengembangan penanda spesifik gen dengan memanfaatkan informasi dari database yang diakses dari internet.

Dua dari tiga puluh tiga produk makanan yang berlabel halal di Saudi Arabia dideteksi oleh Abdullah (2008) dengan menggunakan primer spesifik DNA babi dan terbukti mengandung cemaran daging babi. Calvo et al. (2001) telah mengembangkan metode PCR dalam mendeteksi kandungan babi dalam produk daging yang telah dipanaskan dan daging yang belum dipanaskan. Isolasi DNA spesifik babi dilakukan secara berulang, setelah dianalisis hasil urutan secara berulang, sepasang primer disintesis. Untuk memastikan efektifitas dan spesifisitas, pengujian dilakukan terhadap 55 sampel DNA dari darah babi yang berasal dari peternakan yang berbeda dan menunjukan hasil yang positif. Sedangkan sebanyak 200 sampel dengan spesies yang berbeda, menunjukan hasil yang negatif.

Urutan primer dapat dibuat dengan menggunakan software komputer. Urutan nukleotida dianalisis BLAST untuk menentukan daerah-daerah terkonservasi, dan urutan nukleotidanya dikonfirmasi. Dua diantara daerah tersebut dipilih untuk dasar merancang sepasang primer. Perancangan ini dapat dilakukan dengan program primer3 secara online ataupun secara semimanual dengan memperhatikan parameter-parameter yang umum, antara lain jumlah nukleotida, kandungan GC 50% atau lebih (Santoso, 2001).


(31)

2.5. Desain primer DNA

Pemilihan primer dalam PCR menentukan efisiensi dan spesifisitas PCR. Tujuan dari desain primer adalah spesifitas yang dihasilkan hanya ketika masing-masing bagian pasang menempel dengan stabil pada target urutan dalam template DNA (Sambrook dan Russel, 2001). Primer akan menempel pada daerah spesifik dan menjadi inisiasi perpanjangan dan penanda akhir dari daerah yang dipilih. Pemilihan primer berhubungan dengan Tm (melting temperature) yaitu suhu pada saat untai DNA terpecah menjadi setengah untai tunggal dan setengahnya lagi untai ganda. Tm mencirikan stabilitas bentuk DNA hybrid, karenanya Tm menjadi pusat parameter dalam desain primer. Tm dipengaruhi oleh panjang primer, urutan primer, konsentrasi garam, konsentrasi primer, dan ada tidaknya agen denaturasi (denaturan) (Chen, 2002).

Mulhardt (2007) dalam bukunya Molecular Biology and Genomics, The Experimenter Series menyatakan bahwa ada beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk memperkirakan Tm, dengan menggunakan varian yang sederhana, Tm dari komponen GC primer dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut:

Tm = 4×(nomor G atau C)+2×(nomor A atau T)

persamaan ini hanya dapat digunakan untuk primer yang pendek dengan panjang sekitar 20 basa.

Primer dengan komposisi G+C yang tinggi (GC %) memiliki Tm


(32)

memiliki dua ikatan hidrogen. Tm primer biasanya meningkat sesuai dengan panjangnya.

Berikut adalah langkah-langkah pemilihan primer (Sambrook dan Russel, 2001).

a. Analisis gen target untuk priming site yang potensial

b. Membuat daftar yang memungkinkan untuk forward dan reverse c. Memilih pasangan yang terbaik dari forward dan reverse primer

yang sama komposisi G+C nya

2.6. DNA Mitokondria

Mitokondria memiliki diameter 1–2 μm dan mengandung berm acam-macam salinan DNA yang berbentuk sirkular. Jumlah dan bentuk mitokondria berbeda-beda untuk setiap sel dengan tipe yang berbeda dan dapat berubah. Rata-rata sel eukariotik mengandung 103-104 salinan mitokondria (Passarge, 2007), karena DNA mitokondria diekspresikan dalam spesies atau gen yang berbeda setelah mengalami evolusi (Kumari, 2007).

Ukuran genom mitokondria hewan berkisar 14000-39000 pasang basa. Ukuran genom mitokondria minimum untuk berfungsinya mitokondria hewan multiseluler adalah 14000 pasang basa. DNA mitokondria merupakan DNA rantai ganda yang berbentuk sirkular. Ukuran DNA mitokondria relatif sangat kecil dibandingkan dengan ukuran genom intinya. Karena ukuran genomnya yang relatif kecil ini, maka genom ini dapat dipelajari secara menyeluruh sebagai suatu unit tersendiri (Solihin, 1994). Urutan DNA


(33)

mitokondria secara luas telah digunakan untuk mempelajari evolusi genetik, karena mudah didapatkan, memiliki laju evolusi yang cepat, dan secara umum mengikuti pola keturunan (Kumari, 2007).

Lockley dan Bardsley (2000) dalam Kumari (2007) menyatakan

bahwa hewan memiliki DNA mitokondria berbentuk sirkular dengan ukuran kecil (15-20 kb), terdiri dari 37 gen yang menyandi tRNAs, 2 rRNAs, dan 13 mRNAs. mRNAs merupakan gen penyandi protein, terutama menyangkut transpor elektron dan fosforilasi oksidatif mitokondria.

DNA mitokondria hewan secara umum memiliki jumlah dan jenis gen yang sama, yaitu 13 daerah yang mengkode protein (URF1, URF2, URF3,

URF4, URF5, URF6, URFA6L, URF4L, Cytochrome Oxidase unit I,

Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III, Cytochrome b danATPase 6); 2 gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA dan 16S rRNA; 22 gen pengkode tRNA (Solihin, 1994).

Gambar 5. Tampilan skematik dari DNA mitokondria vertebrata (Pereira, S. Luiz,2000)


(34)

Genom mitokondria disusun dengan efisien, tidak memiliki intron, memiliki wilayah intergenik yang kecil yang membuat pembacaan frame seringkali mengalami tumpang tindih (overlap) (Lockley and Bardsley, 2000).

2.7. Elektroforesis gel

Elektroforesis merupakan teknik yang sederhana, cepat dan dapat dilakukan untuk memisahkan fragmen DNA yang tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan prosedur lain. Selain itu, lokasi DNA di dalam gel dapat ditentukan secara langsung melalui bercak warna fluoresens yang berinterkalasi dengan konsentrasi yang rendah (Sambrook dan Russel, 2001).

Gel agarosa merupakan metode yang sederhana dan efektif untuk memisahkan dan mengidentifikasi fragmen DNA dengan panjang 0,5-25 kb. Agarosa dilarutkan dalam buffer dengan pemanasan hingga terlarut, kemudian dimasukan ke dalam wadah cetakan gel yang telah tersedia sisir untuk meletakan sampel, dalam waktu yang tidak lama, agarosa akan mengeras, dan gel yang terbentuk ditempatkan dalam wadah laju migrasi (flow-migration chamber), buffer elektroforesis ditambahkan hingga gel terendam oleh larutan buffer. DNA dimasukan ke dalam sumur, dan arus dialirkan (biasanya 50 dan 150 volt). Setelah DNA bergerak dengan jarak yang cukup, gel ditandai dengan pewarnaan dan diamati dengan menggunakan cahaya UV (Mülhardt, 2007).


(35)

Agarosa merupakan polimer linear yang mengandung residu D- dan L- galaktosa yang digabung oleh α-(13) dan β-(1-4) glycoside, yang berasal dari rumput laut. Rantai agarosa berbentuk serat helik yang berkumpul menjadi struktur yang melingkar (supercoil) dengan jari-jari 20-30 nm. Elatin dari agarosa dihasilkan dalam mesh tiga dimensi yang diameternya 50 nm hingga >200 nm (Sambrook dan Russel, 2001).

Faktor-faktor yang menentukan jarak migrasi DNA melalui gel agarosa (Sambrook dan Russel, 2001).

1. Ukuran molekul DNA

Molekul besar berpindah lebih lambat karena membutuhkan usaha yang besar dan kurang efisien melewati pori-pori gel dibandingkan dengan molekul yang kecil.

2. Konsentrasi agarosa

Fragmen DNA linear memberikan jarak perpindahan yang berbeda melalui gel yang mengandung konsentrasi yang berbeda.

Tabel 2. Ukuran pemisahan molekul DNA linear pada standar gel agarosa

Konsetrasi agarosa (% [w/v])

Jarak pemisahan DNA linear (kb)

0,3 5-60

0,6 1-20

0,7 0,8-10

0,9 0,5-7

1,2 0,4-6

1,5 0,2-3

2,0 0,1-2


(36)

3. Konformasi DNA

DNA bentuk I (superhelical circular), bentuk II (nicked circular) dan bentuk III (linear) berpindah melalui gel agarosa pada jarak yang berbeda. Pergerakan relatif dari ketiga bentuk utamanya bergantung pada konsentrasi dan tipe agarosa yang digunakan, selain itu dipengaruhi juga oleh kekuatan arus listrik yang digunakan, kekuatan buffer ionik dan bentuk superhelical dari DNA bentuk I. Pada beberapa kondisi, DNA bentuk I lebih cepat daripada DNA bentuk III, tetapi pada kondisi yang lain DNA bentuk III lebih cepat daripada DNA bentuk I.

4. Voltase yang digunakan

Perpindahan molekul DNA di dalam gel dirangsang oleh arus listrik yang mengalir dari kutub negatif menuju kutub positif. Pada voltase rendah, DNA linear mengalami perpindahan secara proporsional. Semakin besar tegangan arus listrik, maka perpindahan molekul DNA semakin cepat, demikian pula sebaliknya. Untuk mencapai resolusi maksimum dari fragmen DNA dengan ukuran >2 kb, gel agarosa harus dijalankan tidak boleh lebih dari 5-8 V/cm.

5. Tipe agarosa

Terdapat dua tipe utama dari agarosa yaitu agarosa standar dan agarosa pada suhu rendah (low-melting temperature).

6. Buffer elektroforesis

Mobilitas elektroforesis DNA dipengaruhi oleh komposisi dan kekuatan ionik buffer elektroforesis.


(37)

23

KERANGKA KONSEP

Daging kornet sapi

Cek dengan PCR

+  mengandung DNA babi -  tidak mengandung DNA babi • Isolasi DNA

Cek hasil isolasi DNA dan identifikasi produk PCR dengan menggunakan elektroforesis

Set primer spesifik

Gel Documentation

Apakah mengandung DNA babi??

Optimasi Isolasi DNA pada daging segar

PCR Optimasi kondisi PCR

pada daging segar


(38)

24 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Gen, Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaan dari bulan Juni 2010 hingga Oktober 2010.

4.2. Alat dan Bahan

4.2.1. Alat

Alat yang digunakan adalah mortar, pestle, pipet mikro 0,1--2 μl, 2-20 μl, 20-200 μl, 100-1000 μl [Finnpipette, BIO-RAD, Nichiryo, BenchMate], tip 10 μl, 100 μl dan 1000 μl [Sorenson], freezer -20° C [Angelantoni Scientifica], lemari pendingin 4° C [Glacio-TOSHIBA], mesin PCR [TaKaRa & BIO-RAD], thermostat & shaking bath [Heto], tabung sentrifugasi 15 ml [Iwaki, Corning, FALCON, BIOLOGIX], tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml [Sorenson], tabung mikrosentrifugasi 200 μl [Axygen], rak tabung, mesin sentrifugasi [Beckman J2-HS & Tomy], timbangan [Mettler], ice maker [HOSHIZAKI], vorteks [Heidolph], magnetic stirrer [Heidolph MR3001], inkubator [memmert], microwave

[National], heat block [Thermolyne], spatula, gunting,

elektroforesis tray [Bio-rad], chamber elektroforesis [Mupid2], comb, gel documentation, dan spektrofotometer Nano Drop ND-1000. Alat gelas yang digunakan adalah gelas ukur, labu Erlenmeyer (100 ml & 250 ml), gelas Beaker (600 ml & 1000 ml),


(39)

dan tabung penyimpanan bahan (50 ml, 100 ml, 250 ml & 500 ml) [Schott-DURAN].

4.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging babi, daging sapi dan produk kornet sapi yang dijual di wilayah Ciputat. Bahan lain yang digunakan yaitu TE (Tris-Cl & EDTA) pH 8,0, etanol 70%, isopropanol, NaCl 5 M, DNase-free RNase, Proteinase K, buffer PCR Fast Star Taq DNA Polymerase (Roche), agarosa, buffer 1xTAE, sybr safe 1x, loading dye dan ddH2

4.3. Tahapan Penelitian

O.

1. Pengumpulan sampel

2. Isolasi DNA sampel dan pembanding 3. Amplifikasi DNA

4. Pembuatan gel agarosa dan elektroforesis

5. Identifikasi hasil PCR dengan menggunakan elektroforesis 6. Dokumentasi gel

4.4. Prosedur Kerja

4.4.1. Pengumpulan sampel

Sampel kornet sapi dikumpulkan dari semua merek yang beredar di wilayah Ciputat dengan jumlah sampel sebanyak 6 merek produk kornet sapi dengan produsen yang berbeda.

4.4.2. Isolasi DNA

Proses isolasi DNA pada daging berbeda antara isolasi DNA pada daging segar dengan isolasi DNA pada daging kornet. Hal ini


(40)

disebabkan adanya senyawa tambahan pada daging kornet sehingga memerlukan proses optimasi.

4.4.2.1. Isolasi DNA pada daging segar

DNA pada daging segar diisolasi dari daging sapi, daging babi dan campuran daging babi dan daging sapi. Campuran daging sapi dan daging babi ini digunakan untuk menguji sensitifitas primer spesifik babi.

Proses isolasi DNA pada daging segar adalah sebagai berikut: Sebanyak 500 mg daging dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi 15 ml, ditambahkan 8 ml cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v), ditambahkan 5 µl proteinase K dan diinkubasi pada suhu 550 C selama 16-18 jam. Selanjutnya, campuran ditambahkan 5 µl RNAse, kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370 C. Sebanyak 750 µl dari campuran tersebut dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi 1,5 ml dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk ditambahkan 300 µl natrium klorida 5 M yang kemudian dihomogenkan dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipisahkan kemudian ditambah dengan 750 µl kloroform-isoamilalkohol (24:1), kemudian dihomogenkan dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah itu supernatan dipisahkan dan ditambahkan isopropanol (equal volume), diinkubasi semalam pada suhu -200 C. Selanjutnya


(41)

disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm, supernatan yang terbentuk dibuang, pelet ditambahkan dengan 600 µl etanol 70%, dihomogenkan dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, DNA dikeringkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditambahkan buffer TE 30 µl. Keberadaan DNA dicek dengan menggunakan elektroforesis dan konsentrasinya dicek dengan menggunakan spektrofotometri nanodrop 1000. DNA yang telah dilarutkan buffer TE disimpan pada suhu -200

4.4.2.2. Isolasi DNA pada kornet

C untuk PCR.

• Preparasi sampel

Untuk mendapatkan DNA dari daging kornet, diperlukan preparasi pada sampel, sehingga senyawa tambahan yang terdapat di dalam produk kornet tidak mengganggu proses isolasi DNA. Proses preparasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan pencucian dan pemanasan. Proses ini merupakan serangkaian cara untuk memisahkan senyawa tambahan, yang nantinya hanya akan digunakan satu proses preparasi terbaik sebagai metode terpilih dan digunakan dalam proses isolasi DNA pada sampel.

- Pencucian

Masing-masing sebanyak 1 gr daging kornet dimasukan ke dalam 2 tabung sentrifugasi 15 ml yang


(42)

berbeda, kemudian ditambahkan dengan pelarut yang berbeda kepolarannya untuk setiap tabung. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut polar (air) pada tabung pertama dan pelarut non polar (n-heksan) pada tabung kedua. Daging ditiriskan, kemudian masing-masing dihaluskan. Daging yang sudah halus hasil pencucian kemudian ditambahkan cell lysis buffer untuk isolasi DNA.

- Pemanasan

Sebanyak 1 gr daging kornet dihaluskan, kemudian diletakan di atas kertas saring dengan diameter 10 cm. Daging tersebut dipanaskan pada suhu ± 700

• Isolasi DNA

C selama 15 menit. Dengan pemanasan ini diharapkan lemak akan mencair dan terserap oleh kertas saring. Hasil pemanasan ini kemudian ditambahkan cell lysis buffer untuk isolasi DNA.

Masing-masing sebanyak 1 gr daging kornet dari hasil perlakuan (pencucian dan pemanasan) dimasukan ke dalam tabung sentrifugasi 15 ml dan ditambahkan 8 ml cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v), kemudian ditambahkan 5 µl proteinase K dan diinkubasi pada suhu 550 C selama 16-18 jam. Selanjutnya ditambahkan 5 µl RNAse, diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370 C dan disentrifugasi


(43)

pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit, supernatan yang terbentuk ditambahkan 4 ml natrium klorida 5 M, dihomogenkan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang didapat dipisahkan dan ditambahkan dengan 4 ml kloroform-isoamilalkohol

(24:1), dihomogenkan kemudian disentrifugasi pada

kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya supernatan dipisahkan dan ditambahkan dengan isopropanol (equal volume), dihomogenkan dan diinkubasi selama semalam pada suhu -200 C. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm, kemudian supernatan dibuang, pelet ditambahkan dengan 500 µl buffer TE. Larutan DNA yang didapatkan dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml, kemudian ditambahkan dengan 400 µl kloroform-isoamilalkohol (24:1) dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Penambahan kloroform-isoamilalkohol ini diulangi sebanyak 2 kali, setelah itu supernatan yang dihasilkan ditambahkan dengan isopropanol (equal volume), diinkubasi selama 30 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm, pelet yang dihasilkan ditambah dengan 200 µl etanol 70%, dihomogenkan dan disentrifugasi pada 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, DNA dikeringkan dalam desikator selama 10 menit dan ditambahkan dengan buffer TE


(44)

menggunakan elektroforesis dan konsentrasinya dicek dengan menggunakan spektrofotometri nanodrop 1000. DNA yang telah dilarutkan TE disimpan pada suhu -200

• Pemilihan metode terbaik

C untuk PCR.

Dari hasil isolasi dengan menggunakan berbagai perlakuan tersebut, kemudian dipilih hasil yang terbaik berdasarkan konsentrasi, kemurnian, pita genom dan hasil amplifikasi dengan menggunakan PCR.

4.4.3. Pembuatan Gel Agarosa dan Elektroforesis

4.4.3.1. Pembuatan gel agarosa

Gel agarosa 1,2% dibuat dengan menambahkan 0,36 gr agarosa dalam 30 ml buffer TAE 1x, dipanaskan hingga larut

(1 menit 20 detik) dalam microwave, Larutan agarosa

didinginkan hingga suhu 400

4.4.3.2. Elektroforesis

C dan ditambah dengan sybr safe 0,3 μl, dituang ke dalam tray, Agarosa didinginkan hingga membeku selama 30-45 menit.

Gel diangkat dari cetakan dan dimasukan ke dalam chamber elektroforesis kemudian ditambahkan buffer TAE 1x sehingga gel terendam kira-kira 1 mm. Sebanyak 10 µl sampel

DNA dicampur dengan 2 µl loading dye kemudian

dimasukkan ke dalam sumur gel. Alat elektroforesis dinyalakan (diberi arus listrik) selama 30 menit. DNA akan


(45)

bergerak menuju muatan positif. Hasil elektroforesis dilihat dengan menggunakan dokumentasi gel (gel documentation).

4.4.4. Gel documentation

Komputer dan kamera digital dinyalakan. Gel agarosa hasil dari elektroforesis dimasukan ke dalam UV transiluminator. UV transiluminator dinyalakan dan pita DNA akan berpendar saat terkena sinar UV. Hasil gel agarosa saat disinari UV didokumentasikan dalam komputer.

4.4.5.Amplifikasi PCR

Campuran reaksi total PCR dibuat dalam volume 50 µl pada tabung 0,2 ml. Amplifikasi menggunakan dua jenis primer yaitu primer

spesifik untuk babi; forward: 5’- CAT TCG CCT CAC TCA CAT

TAA CC -3’, reverse: 5’- AAG AGA GAG TTC TAC GGT CTG

TAG- 3’ (Kesmen et al., 2009) dan primer spesifik untuk sapi; forward: 5’- GCC ATA TAC TCT CCT TGG TGA CA - 3’, dan reverse: 5’- GTA GGC TTG GGA ATA GTA CGA - 3’ (Ilhak, 2006). Campuran reaksi dibuat dengan menggunakan Fast star Taq DNA Polymerase dan kemudian larutan dihomogenkan (lampiran 4). Mesin thermal cycler dice diprogram dengan kondisi denaturasi awal pada suhu 940 C selama 5 menit, denaturasi pada suhu 940 C selama 45 detik, annealing pada suhu 610 C selama 45 detik, elongasi 720 C selama 90 detik, elongasi akhir pada suhu 720 C selama 5 menit dan suhu penyimpanan 40 C [∞].


(46)

Amplifikasi DNA pada daging segar dan daging kornet menggunakan program PCR yang sama, yang membedakan adalah jumlah siklus yang digunakan. Pada proses amplifikasi daging segar, untuk menghasilkan amplikon yang jelas terbaca pada saat elektroforeis cukup dengan menggunakan 30 siklus, sedangkan pada daging kornet membutuhkan 35 siklus.

4.4.6. Uji spesifikasi primer

Masing-masing primer yang digunakan diuji spesifikasinya dengan menggunakan PCR. Primer spesifik DNA babi digunakan untuk mengamplifiksi DNA dari daging babi dan DNA dari daging sapi. Begitu juga primer spesifik DNA sapi digunakan untuk mengamplifikasi DNA dari daging sapi dan DNA dari daging babi. Hasil PCR kemudian dielektroforesis dan dibandingkan. Primer spesifik DNA sapi dikatakan spesifik jika hanya mengamplifikasi DNA dari daging sapi, tetapi tidak dapat mengampifikasi DNA dari daging babi. Begitu juga primer spesifik DNA babi dikatakan spesifik jika hanya mengamplifikasi DNA dari daging babi dan tidak dapat mengamplifikasi DNA dari daging sapi.

4.4.7. Uji sensitifitas primer spesifik DNA babi

Primer spesifik DNA babi diuji sensitifitasnya dengan menggunakan PCR. Template DNA diambil dari hasil isolasi pencampuran daging antara daging babi dan daging sapi. Gradien konsentrasi yang digunakan adalah sebagai berikut:


(47)

Tabel 3. Gradien konsentrasi campuran daging babi dan daging sapi

No % Cemaran daging babi

Bobot daging babi (mg)

Bobot daging sapi (mg)

Bobot total (sapi+babi) (mg)

1 0.1 2 1998 2000

2 0.5 10 1990 2000

3 1 20 1980 2000

4 2.5 50 1950 2000

5 5 100 1900 2000

6 10 200 1800 2000

Hasil PCR kemudian dielektroforesis, sehingga akan terlihat konsentrasi terkecil yang masih mampu terdeteksi dengan menggunakan primer spesifik DNA babi.


(48)

34

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil

Gambar 6. Hasil elektroforesis isolasi genom daging babi, daging sapi dan campuran daging babi dan daging sapi

Gambar 7. Hasil elektroforesis produk PCR menggunakan primer spesifik DNA sapi dan primer spesifik DNA babi pada daging segar

Keterangan:

1. 0,1% daging babi; 99,9% daging sapi 2. 0,5% daging babi; 99,5% daging sapi 3. 1% daging babi; 99% daging sapi 4. 2,5% daging babi; 97,5% daging sapi 5. 5% daging babi; 95% daging sapi 6. 10% daging babi; 90% daging sapi 7. Daging sapi 8. Daging babi 1000 bp

500 bp 300 bp 200 bp

M 1 2 3 4 M

1000 bp 500 bp 300 bp 200 bp

227bp 271bp


(49)

Gambar 8. Hasil elektroforesis isolasi genom dari daging sapi segar dan kornet dengan berbagai perlakuan

Gambar 9. Hasil elektroforesis produk PCR daging kornet dengan berbagai perlakuan menggunakan primer spesifik DNA sapi

Keterangan :

1. Daging sapi segar tanpa perlakuan 2. Daging sapi segar dengan pemanasan 3. Daging sapi segar dicuci dengan

n-heksan

4. Daging sapi segar dicuci dengan air 5. Kornet tanpa perlakuan

6. Kornet dengan pemanasan 7. Kornet dicuci dengan n-heksan 8. Kornet dicuci dengan air M. Ladder 100 bp

Keterangan : 1.Tanpa perlakuan

2.Perlakuan dengan pemanasan 3. Dicuci dengan n-heksan 4. Dicuci dengan air M. Ladder 100 bp 1000 bp

500 bp 300 bp 200 bp

271 bp

M 1 2 3 4

1000 bp 500 bp 300 bp 200 bp


(50)

Gambar 10. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi pada campuran daging babi dan daging sapi

Gambar 11. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA babi pada campuran daging babi dan daging sapi 1000 bp 500 bp 300 bp 200 bp Keterangan:

1. 0,1% daging babi; 99,9% daging sapi 2. 0,5% daging babi; 99,5% daging sapi 3. 1% daging babi; 99% daging sapi 4. 2,5% daging babi; 97,5% daging sapi 5. 5% daging babi; 95% daging sapi 6. 10% daging babi; 90% daging sapi 7. Daging sapi 8. Daging babi

Keterangan:

1. 0,1% daging babi; 99,9% daging sapi 2. 0,5% daging babi; 99,5% daging sapi 3. 1% daging babi; 99% daging sapi 4. 2,5% daging babi; 97,5% daging sapi 5. 5% daging babi; 95% daging sapi 6. 10% daging babi; 90% daging sapi 7. Daging sapi 8. Daging babi

1000 bp 500 bp 300 bp 200 bp 271 bp 271 bp


(51)

Gambar 12. Hasil elektroforesis isolasi genom sampel kornet

Gambar 13. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi pada sampel kornet

Keterangan:

1. Sampel kornet no. 1 2. Sampel kornet no. 2 3. Sampel kornet no. 3 4. Sampel kornet no. 4 5. Sampel kornet no. 5 6. Sampel kornet no. 6 M. Ladder 100 bp

Keterangan:

1. Sampel kornet no. 1 2. Sampel kornet no. 2 3. Sampel kornet no. 3 4. Sampel kornet no. 4 5. Sampel kornet no. 5 6. Sampel kornet no. 6 7. Daging sapi dengan primer spesifik DNA sapi

8. Daging babi dengan primer spesifik DNA babi

M. Ladder 100bp 1000 bp 500 bp 300 bp 200 bp 1000 bp 500 bp 300 bp 200 bp 271 bp 227 bp


(52)

Gambar 14. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA babi sampel kornet

Keterangan:

1. Sampel kornet no. 1 2. Sampel kornet no. 2 3. Sampel kornet no. 3 4. Sampel kornet no. 4 5. Sampel kornet no. 5 6. Sampel kornet no. 6 7. Daging babi dengan primer spesifik DNA babi

8. Daging sapi dengan primer spesifik DNA sapi

M. Ladder 100bp 1000 bp

500 bp 300 bp 200 bp

271 bp 227 bp


(53)

5.2. Pembahasan

5.2.1 Isolasi Genom

Genom diisolasi dari sampel kornet yang berasal dari toko, pasar dan swalayan yang terdapat di wilayah Ciputat dengan jumlah 6 merek kornet, sedangkan daging babi dan daging sapi didapatkan dari pasar Bogor. Metode isolasi yang digunakan adalah dengan menggunakan cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v) seperti yang dilakukan oleh Kesmen et al. (2009) dengan melakukan beberapa modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah pada volume sampel, kecepatan sentrifugasi, dan pengendapan protein.

Sampel yang diisolasi sebanyak satu gram dan diinkubasi dengan menggunakan cell lysis buffer pada suhu 550

Metode ini menggunakan SDS (Sodium Dodesil Sulfat/Natrium Lauryl Sulfat) sebagai deterjen kationik untuk melisiskan dinding sel dengan cara melarutkan membran lipid, sehingga dinding sel menjadi rusak dan mengeluarkan komponen-komponennya yaitu protein, lipid, karbohidrat, DNA dan RNA (Dale & Malcom, 2002). SDS yang digunakan sebanyak 1% (w/v) (Malisa, 2006; Kesmen et al., 2009)

C selama 16-18 jam yang kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm. Sedangkan Kesmen et al. (2009) menggunakan supernatan hasil inkubasi hanya 750 µl. Volume ini tidak bermasalah jika digunakan pada sampel daging segar, akan tetapi daging pada sampel kornet telah mengalami pengolahan, sehingga DNA yang terdapat di dalam sel menjadi rusak.


(54)

dari total volume cell lysis buffer yang terdiri 10 mM Tris-Cl pH 80,1 mM EDTA pH 8,0. Tris merupakan dapar yang berfungsi untuk menjaga pH, sangat larut dalam air dan inert untuk berbagai jenis reaksi enzimatik (Sambrook & Russel, 2001). Menurut Ageno (1969), kondisi basa dapat memecah DNA, begitu juga dengan kondisi asam menyebabkan DNA terdenaturasi (Marmur & Lane, 1958), sehingga pH ekstrim dapat mengganggu proses isolasi DNA, sedangkan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic acid) berfungsi sebagai bahan pengkhelat yang mengikat kation divalen, sehingga menjadikan ketidakstabilan membran (Dale & Malcom 2002; Raven, 2002; Harisha, S., 2007), disamping itu kehadiran kation divalen menjadi kofaktor bagi DNAse, sehingga dengan pengikatan kation divalen, aktifitas DNAse dapat dihambat (Weir, 1993).

Kontaminan protein dihilangkan dengan menggunakan proteinase K (Fermentas), salah satu dari enzim golongan serin protease (Ebeling, W., et al., 1974; Sweeney & Walker, 1993) yang merupakan protease endolitik, memecah ikatan peptida sisi karboksilat pada gugus alipatik dan aromatik, khususnya alanin (Sweeney & Walker, 1993). Protein yang telah rusak dipisahkan dari larutan bersamaan dengan karbohidrat dan komponen lainnya yang telah lisis dengan menggunakan sentrifugasi.

Pada proses pengendapan protein, natrium klorida 5 M digunakan sebagai pengendap protein. Konsentrasi garam yang tinggi dapat mengendapkan protein karena adanya fenomena salting out,


(55)

dimana keberadaan ion dari garam menghasilkan penurunan muatan suspensi. Dalam suspensi koloid, pada kondisi pH isoionik, muatan protein kurang berpengaruh dibandingkan dengan gaya dari suspensi, protein memiliki kelarutan yang minimal dan dapat mengendap. Pengendapan protein secara umum bergantung pada derajat hidrasi, yaitu pengikatan molekul air oleh sisi luar protein dan bertindak sebagai faktor penstabil dalam suspensi. Beberapa titik konsentrasi garam dapat menurunkan zeta potensial menjadi nol dan protein akan mengendap. Efek ini ditingkatkan dengan kompetisi molekul air dengan konsentrasi garam yang tinggi. (Holme, David. J & Hazel Peck, 1998). Selain itu, protein mempunyai perbedaan kelarutan dalam larutan garam, nilai kelarutanya relatif, dan dengan meningkatkan konsentrasi garam, kebanyakan protein akan mengendap (Harisha, S., 2007).

Residu dari protein dan lipid dihilangkan dengan menggunakan kloroform dan isoamilalkohol. Kloroform merupakan pelarut organik yang dapat mendenaturasi dan memisahkan kontaminasi protein. Pelarut ini mempunyai massa jenis yang lebih besar daripada air, sehingga pada saat ekstraksi dalam campuran, kedua pelarut berada pada fase bawah (Burden dan Whitney, 1995). Isoamil alkohol dapat digunakan untuk membantu pemisahan fase air dan fase organik dengan perbandingan masing-masing kloroform dan isoamil alkohol sebesar 24:1 (Burden dan Whitney, 1995; Mülhardt, 2007, Wu et al,


(56)

2009). Presipitasi protein ini dilakukan sebanyak dua kali pengendapan untuk membuang residu protein yang tertinggal.

DNA total dipisahkan dari larutan dengan cara pengendapan dengan menggunakan isopropanol (Sambrook & Russel, 2001). Dengan adanya NaCl di dalam larutan akan menyebabkan DNA kurang hidrofil, sehingga kelarutannya di dalam air menjadi berkurang. Hal ini terjadi karena NaCl akan terionisasi menjadi Na+ dan Cl-, ion positif Na+ akan menetralisir muatan negatif gugus fosfat pada DNA, yang menyebabkan DNA menjadi kurang hidrofil. Dengan penambahan isopropanol, yang mempunyai konstanta dielektrik yang lebih rendah daripada air, membuat interaksi Na+ dengan PO3

-Genom divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1,2% dengan tegangan 100 volt. Loading dye yang terdiri dari glycerol dan bromphenol blue dicampurkan ke dalam genom, Glycerol berfungsi sebagai pemberat, sehingga DNA berada di bawah sumur gel, sedangkan bromphenol blue berfungsi sebagai visualisasi pada gel (Carson, 2006), sehingga jarak yang diharapkan dapat ditentukan, dan proses running tidak melebihi batas gel.

lebih mudah, sehingga membuat DNA kurang hidrofil dan DNA dapat mengendap.

Gambar 6 menunjukan hasil isolasi genom dari daging sapi, babi, dan dari campuran daging babi dan daging sapi. Gambar ini menunjukan pita yang smear. Genom yang smear pada hasil elektroforesis disebabkan karena tidak utuhnya genom yang terisolasi.


(57)

Genom mengalami fragmentasi menjadi banyak fragmen yang berbeda ukuran dan tertahan pada gel sesuai dengan ukurannya yang menghasilkan gambar yang smear. Genom yang mengalami fragmentasi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah lamanya waktu homogenasi dengan menggunakan lysis buffer (Aljanabi et al., 1999) penggerusan dengan menggunakan mortar yang cukup kuat (Santiana, 2010), dan aktifitas DNAse yang dapat memotong ikatan pospodiester DNA (Weir, 1993).

Konsentrasi genom hasil isolasi diukur dengan menggunakan spektrofotometer Nano Drop ND-1000 pada panjang gelombang 260 nm. Konsentrasi yang dihasilkan dari masing-masing sampel bervariasi antara 1000 ng/ μl – 2800 ng/ μl dengan jumlah sampel sebanyak satu gram (lampiran 1). Dengan menggunakan jumlah yang sama, nilai konsentrasi yang didapatkan daging segar ±3 kali lebih besar dibandingkan konsentrasi yang didapatkan dari daging kornet. Ini menunjukan adanya pengaruh pengolahan pada daging kornet terhadap stabilitas DNA.

Perbandingan antara panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (260/280) merupakan nilai kemurnian DNA (Harisha, S., 2007). Nilai kemurnian yang dihasilkan dari genom yang diperoleh memiliki nilai antara 1,6-1,9 (lampiran 1). Menurut Stephenson (2003) nilai kemurnian kurang dari 1,8 menunjukan adanya kontaminasi protein. Nilai ini dipengaruhi oleh kandungan protein yang sangat tinggi dalam sampel daging, dengan menggunakan presipitasi bertingkat


(58)

menggunakan kloroform-isoamil alkohol dapat meningkatkan kemurnian DNA dari sampel daging. Masih menurut Stephenson (2003) dalam bukunya Calculations in molecular biology and biotechnology, a guide to mathematics in the laboratory DNA yang bebas dari protein mempunyai nilai mendekati 1,8, sedangkan nilai yang lebih dari 2,0 menunjukan adanya kandungan RNA (Stephenson, 2003).

Gambar 8 merupakan hasil elektroforesis genom dengan berbagai perlakuan. Genom yang dihasilkan dari daging segar cukup jelas, sedangkan genom yang dihasilkan dari daging kornet tidak begitu jelas terlihat, yang menunjukan pecahnya genom. Jika dilihat dari konsentrasi dan kemurniannya (lampiran 1), rata-rata konsentrasi yang didapatkan cukup besar untuk mendapatkan pita genom, akan tetapi hal ini tidak terjadi, karena pembacaan yang dilakukan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm adalah gugus kromofor dari basa purin dan pirimidin (Weaver, F. Robert, 2004) yang merupakan basa dari DNA, sehingga, meskipun urutan DNAnya terputus, akan tetapi, konsentrasi yang terbaca akan tetap besar.

Sampel nomor 8 (gambar 8) yang merupakan hasil isolasi yang sampelnya dicuci dengan menggunakan air, menampilkan pita DNA yang tebal dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Metode ini yang menjadi acuan dalam proses isolasi daging kornet berikutnya. Dari hasil elektroforesis dengan menggunakan berbagai perlakuan ini, didapatkan metode optimal untuk mengisolasi DNA dari daging


(59)

kornet, yaitu dengan pencucian menggunakan air (gambar 8). Dari gambar 12 terlihat pada sampel nomor 4 pita genom sangat tebal dibandingkan pita genom yang lainnya. Jumlah sampel sebanyak 2 gram (2 kali dari jumlah sampel yang lain) dan perendaman dengan menggunakan air selama lebih dari 2 hari menjadikan senyawa-senyawa additive yang bersifat polar yang terdapat di dalam sampel dapat ditarik oleh air, sehingga tidak mengganggu proses isolasi.

5.2.2 Polymerase Chain Reaction (PCR)

DNA mitokondria diamplifikasi dengan menggunakan primer spesifik untuk spesies sapi (Ilhak, 2006) dan primer spesifik untuk spesies babi (Kesmen et al., 2009). Primer diuji spesifikasinya yaitu dengan cara kedua primer digunakan untuk mengamplifikasi daging sapi segar dan daging babi segar. Gambar 7 menunjukan hasil uji spesifik primer yang digunakan. Dari gambar 7 dapat terlihat bahwa primer spesifik untuk sapi hanya dapat mengamplifikasi sekuen DNA pada spesies sapi, sedangkan tidak dapat mengamplifikasi sekuen DNA pada spesies babi, begitu juga sebaliknya, primer yang spesifik untuk babi hanya dapat mengamplifikasi sekuen DNA pada spesies babi dan tidak dapat mengamplifikasi sekuen DNA spesies sapi.

Reaksi PCR yang dilakukan menggunakan genom dengan konsentrasi 100 ng/µl. Konsentrasi ini optimal untuk mendapatkan amplikon yang tebal pada 30 siklus untuk daging segar, akan tetapi untuk sampel daging kornet dibutuhkan 35 siklus. Amplifikasi menggunakan fastar taq DNA polymerase dengan suhu annealing 610


(60)

C untuk kedua primer. Komponen yang penting dalam proses amplifikasi PCR adalah Mg2+ yang berfungsi sebagai penstabil enzim, disamping itu, konsentrasi Mg2+ mempengaruhi penempelan primer (Khosravinia & Ramesha, 2007). Konsentrasi MgCl2

Gambar 11 menunjukan sensitifitas primer yang digunakan terhadap campuran daging babi terhadap daging sapi pada 30 siklus. Seperti yang dilakukan Kesmen et al. (2009), primer ini dapat mengamplifikasi sekuen DNA hingga 0,1%, meskipun pada konsentrasi 0,1% daging babi terhadap campuran daging babi dan daging sapi menghasilkan pita yang sangat tipis.

yang digunakan dalam campuran reaksi adalah 5 mM (Ilhak, 2006) dan campuran lainnya mengikuti standar yang direkomendasikan (lampiran 4).

Gambar 9 merupakan hasil elektroforesis produk PCR dari genom yang mengalami perlakuan yang berbeda-beda. Primer yang digunakan adalah primer yang spesifik untuk spesies sapi. Terlihat bahwa dengan dilakukan pencucian menggunakan air pada sampel daging kornet, menunjukan adanya bagian dari genom yang teramplifikasi (nomor 4 gambar 9).

Proses amplifikasi untuk spesies sapi terletak pada daerah lokus tRNA lysine pada sekuen DNA mitokondria dengan panjang produk 271 pasang basa, sedangkan untuk spesies babi pada lokus ND5 CDS pada sekuen DNA mitokondria dengan panjang produk 227 pasang basa. Amplifikasi sekuen DNA mitokondria pada sampel kornet dihasilkan dengan jumlah 35 siklus (gambar 13), berbeda dengan


(61)

amplifikasi pada daging segar yang berhasil dengan 30 siklus (gambar 10). Peningkatan jumlah siklus pada daging kornet disebabkan jumlah DNA yang terisolasi sedikit dan mengalami kerusakan akibat pengolahan.

Semua sampel kornet dapat teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi (gambar 13). Dengan menggunakan daging sapi dan daging babi sebagai pembanding, terlihat bahwa adanya perbedaan ukuran yang dihasilkan oleh produk PCR dari sampel kornet dan daging sapi dibandingkan dengan produk PCR dari daging babi.

Pada gambar 14 terlihat adanya pita hasil elektroforesis produk PCR dari sampel kornet dengan menggunakan primer spesifik DNA babi. Satu merek kornet dapat teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik DNA babi. Sampel kornet nomor 6 menunjukan adanya sekuen yang teramplifikasi dan memiliki ukuran yang sama dengan pita yang dihasilkan dari kontrol positif. Hal ini mengindikasikan adanya DNA babi pada sampel kornet tersebut, yang menunjukan terdapat cemaran daging babi pada kornet sapi.


(62)

48

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Hasil terbaik yang didapatkan dari hasil optimasi isolasi DNA pada daging kornet yang dilakukan yaitu dengan pencucian menggunakan air. Hal ini dapat dilihat dari hasil amplifikasi PCR fragmen DNA pada genom hasil isolasi dengan pencucian menggunakan air dapat teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik.

2. Reaksi amplifikasi dengan menggunakan pasangan primer spesifik DNA babi (CAT TCG CCT CAC TCA CAT TAA CC dan AAG AGA GAG TTC TAC GGT CTG TAG) dan pasangan primer spesifik DNA sapi (GCC ATA TAC TCT CCT TGG TGA CA dan GTA GGC TTG GGA ATA GTA CGA) memiliki kondisi yang sama yaitu denaturasi awal pada suhu 940 C selama 5 menit, denaturasi pada suhu 940 C selama 45 detik, annealing pada suhu 610 C selama 45 detik, elongasi pada suhu 720 C selama 90 detik dan elongasi akhir pada suhu 720

3. DNA babi dapat teramplifikasi hingga kandungan 0,1% daging babi pada campuran daging babi dan daging sapi.

C selama 5 menit dengan menggunakan 30 siklus untuk daging segar dan 35 siklus untuk sampel kornet.

4. Dari enam sampel kornet sapi yang berbeda, DNAnya teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi, sedangkan hanya satu


(63)

sampel DNAnya teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik DNA babi.

6.2. Saran

1. Perlu adanya kombinasi metode guna verifikasi lebih lanjut mengenai analisis cemaran daging babi dengan menggunakan metode PCR, misalnya dengan menggunakan sequencing dan Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP).

2. Perlu dilakukan inovasi pengembangan metode PCR dalam analisis DNA babi pada sampel makanan, seperti pembuatan kit spesifik untuk mendeteksi daging babi, sehingga proses analisis dapat lebih cepat.


(64)

50

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ibrahim A., 2008. Improved DNA Extraction Method for Porcine

Contaminants Detection in Imported Meat to The Saudi Market, Saudi Journal of Biological Sciences 15 (2): 225-229.

Ageno, M., E. Dore, & C. Frontali, 1969. Alkaline Denaturation Of DNA, Biophysical Journal (9): 1281-1311.

Aljanabi, S.M., L Forget & A. Dookun, 1999. An Improoved and Rapid Protocol for Isolation of Polysaccharide- and Polyphenol-Free Sugarcane DNA. Plant Molecular Biology Reporter(17): 1–8.

Brown, D. M., & A.R. Todd, 1952. Nucleoides, Part X Some Observations on Structure and Chemical Behavior of The Nucleic Acids, J. chem. Soc., pt.(1): 52-58.

Burden, D. W., & Whitney, D. B., 1995. Biotechnology: Protein to PCR a Course in Strategies and Lab Techniques, Boston: Birkhauser Boston.

Calvo J. H., Zaragoza P., & Osta R., 2001, Technical Note: A Quick and More Sensitive Method to Identify Pork in Processed and Unprocessed Food by PCR Amplification of A New Specific DNA Fragment, J Anim Sci. (79): 2108-2112.

Carson, Susan, 2006. Manipulation and Expression of Recombinant DNA A

Laboratory Manual Second Edition, Elsevier Academic Press, Burlington USA.

Chargaff, 1951. Structure and Function of Nucleic Acids As Cell Constituent. Fed.proc., (10): 654-659.

Chen, B.Y., Janes, H. W., & Chen, S., 2002. PCR Cloning Protocols Second Edition, Totowa, New Jersey : Humana Press Inc.

Coen, D. M. 2001, Current Protocols In Molecular Biology, England : John Wiley & Sons, Inc.

Committee on DNA Technology in Forensic Science, 1992. DNA Technology in Forensic Science, Washington, D.C.: NATIONAL ACADEMY PRESS. Crocker, J., & Murray, P. G., 2003. Molecular Biology in Cellular Pathology,


(65)

Dale, Jeremy W. & Malcom von Schantz, 2002. From Genes to Genomes: Concepts and Applications of DNA Technology. John Wiley & Sons, Ltd. Ebeling, W., Hennrich N., Klockow M., Metz H., Orth H.D., & lang H., 1974.

Proteinase K fromTritirachium albumLimber, Eur. J. Biochem., (47) 91-97. Elrod, S. L., & Stansfield, W. D., 2002. Schaum’s Outlines of Theory and

Problem of Genetics, fourth edition, alih bahasa Damaring Tyas W., Jakarta: penerbit Erlangga.

Harahap, Rizkina, 2008. Analisa Komposisi Asam Lemak dan Sifat Farmakokimia pada Lemak Hewani (Ayam, Sapi, Babi), Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Harisha, S., 2007. Biotechnology Procedures and Experiments Handbook, New Delhi, India: Infinity Science Press LLC.

Holme, David. J. & Hazel Peck, 1998. Analytical Biochemistry, third edtion, London: Pearson Education.

Ilhak, O. I., & Arslan A., 2007, Identification Of Meat Species By Polymerase Chain Reaction (PCR) Technique,turk. J. Vet. Anim. Sci. 31(3): 159-163. Jain, Shally. 2004, Use Of Cytochrome B Gene Variability In Detecting Meat

Species By Multiplex Pcr Assay, Department Of Veterinary Public Health, College Of Veterinary Science & Animal Husbandry, Anand Agricultural University, Anand.

Irawati, Dahlia, 2009. Dendeng Sapi Dicampur Daging Babi di Malang,

Kesmen, Z. , Yetim, H., & Şahin, F. 2009, Identification Of Different Meat Species Used In Sucuk Production By Pcr Assay, Research/Araştırma GD09028.

Khosravinia, H. & Ramesha, K. P., 2007. Influence of EDTA and Magnesium on DNA Extraction from Blood Samples and Specificity of Polymerase Chain Reaction, African Journal of Biotechnology Vol. 6 (3): 184-187,

Kolmodin L. A., & Birch D. E., 2002 . Polymerase Chain Reaction Basic Principles and Routine Practice, dalam: Chen, B.Y., Janes, H. W., Chen, S., PCR Cloning Protocols Second Edition Totowa, New Jersey : Humana Press Inc.

Kumari, Rajni, 2007, Meat Species Identification by Real Time PCR, Department of Animal Biotechnology College of Veterinary Science & Animal Husbandry Anand Agricultural University, Anand


(66)

Landgraf , A., & Wolfes, H., 1993. Taq Polymerase (EC 2.7.7.7) With Particular Emphasis on Its Use in PCR Protocols, dalam : Michael M. Burrell, Enzymes of Molecular biology, New Jersey : Humana press inc.

Lenstra, J.A., Buntjer,J.B., & Janssen F. W. 2001, On the Origin of Meat - DNA Techniques for Species Identification in Meat Products, Veterinary Sciences Tomorrow, April.

Malisa, A. L., Gwakisa, P., Balthazary, S., Wasser, S. K., & Mutayoba, B. M., 2006. The Potential of Mitochondrial DNA Markers and Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism for Domestic and Wild Species Identification, African Journal of Biotechnology Vol. 5 (18): 1588-1593.

Marmur, J., & L Lane, 1958. Strand Separation and Specific Recombination in Deoxyribonucleic Acids Logical Studies. Proc. Natl. Acad. Sci. USA (44): 671-682.

McDonagh, Susan, 2003. PCR Protocols Methods in Molecular Biology Volume 226, Second Edition, Totowa, New Jersey: Humana Press Inc.

Merante, F., Raha, S., & Ling, M., 1998. Molecular Biomethods Handbook, New Jersey: Humana Press Inc.

Mülhardt, Cornel, 2007. Molecular Biology and Genomics, The Experimenter Series, Oxford: Academic Press.

Necidova, L., E. Rencova, & I. Svoboda, 2002. Counter Immunoelectrophoresis: A Simple Method for The Detection of Species-Specific Muscle Proteins in Heat-Processed Products, Vet. Med. – Czech, 47, (5): 143–147.

Novianingsih, Ita, 2008, Penggunaan Teknik Polymerase Chain

Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) Untuk Mendeteksi DNA Babi Pada Makanan Komersial, Jurusan Biologi, FMIPA-Universitas Negeri Jakarta.

Ong, S.B., Zuraini, M.I., Jurin, W.G., Cheah, Y.K., Tunung, R., Chai, L.C., Haryani, Y., Ghazali, F.M., & Son, R., 2007. Meat Molecular Detection: Sensitivity of Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism in Species Differentiation of Meat From Animal Origin, ASEAN Food Journal 14 (1): 51-59.

Passarge, Eberhard, 2007. Color Atlas of Genetics, third edition. New York: Thieme.

Pereira, S. Luiz, 2000. Mitochondrial Genome Organization and Vertebrate Phylogenetics, Genet. Mol. Biol. vol.23 no.4 São Paulo.


(67)

Qordhawi, M. Yusuf, 1993. Halal dan Haram Dalam Islam, Bina Ilmu.

Raven, P.H., & Johnson, G.B., 2002. Biology, sixth edition, Amerika Serikat: McGRAW Hill.

Raven, P.H., Johnson, G.B., Losos, J.B., & Singer, S.R., 2005. Biology, seventh edition, Amerika Serikat: McGRAW Hill.

Sambrook, J., & Russell, D. W., 2001. Molecular Cloning, A Laboratory Manual 3rd edition, New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Santiana, R., 2010. Identifikasi Polimorfisme dan Konstruksi Filogenetik Temulawak (Curcuma zhanthorriza roxb

Sholeh, G. Fouri, 2009. Temuan Daging Babi Tak Pengaruhi Pedagang Padang, .) Berdasarkan Sekuen Daerah Matk dan Intergenic Spacertrns-trnfm DNA Kloroflas. Departemen Biologi FMIPA UI, Depok.

Santoso, Djoko, 2001. Pengembangan Pelacak DNA Spesifik Gen melalui

Bioinformika: Identifikasi Gen Penyandi Protein Biji 21 kDa Pada Kakao UAH Indonesia, Menara Perkebunan, 69 (1): 10-17.

diakses 1 juni 2010 pukul 12.45

Stansfield, W. D.,1991. Theory and Problems of Genetics, second edition (schaum series), alih bahasa: Machidin Apandi dan Lanny T. Hardy, Jakarta : penerbit Erlangga.

Stephenson, Frank, H., 2003. Calculations in Molecular Biology and

Biotechnology, A Guide to Mathematics in The Laboratory, Academic Press, California, USA.

Sumadi, Marianti A., 2007. Biologi sel, Yogyakarta: Graha ilmu.

Sweeney J. Patricia & John M. Walker, 1993. dalam Michael M. Burrell, Enzymes of Molecular biology, New Jersey : Humana press inc.

Watson, James D., & Crick, F.H.C., 1953. Molecular Structure of Nucleic Acids, Nature, (171): 737-738.

Watson, James D., John tooze, & David T. Kurtz, 1988. Recombinant DNA (DNA rekombinan), alih bahasa: Wisnu Gunarno, Jakarta : penerbit Erlangga.

Walker Jerilyn A., David A. Hughes, Bridget A. Anders, Jaiprakash Shewale, Sudhir K. Sinha, & Mark A. Batzer, 2002. Quantitative intra-short interspersed element PCR for species-specific DNA identification, Analytical Biochemistry 316 (2003): 259–269.


(68)

Weaver, F. Robert , 2004. Molecular Biology, second edition, The McGraw−Hill, Kansas.

Weir, A. F., 1993. Nucleases, dalam: Michael M. Burrell, Enzymes of Molecular Biology, New Jersey: Humana press inc.

Wu, Liang, Fenge Li, Changyan Deng, Dequan Xu, Siwen Jiang & Yuanzhu Xiong, 2009. A Method for Obtaining DNA From Compost, Appl Microbiol Biotechnol, (84): 389–395.


(69)

Lampiran 1

Tabel 4. Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom

No Sampel Konsentrasi

(ng/μl)

Kemurnian (A260/A280)

1 Daging babi 960,8 1,52

2 Daging sapi 1280,5 1,07

3 0,1% daging babi 1655,1 1,71

4 0,5% daging babi 1845,3 1,73

5 1% daging babi 839,1 1,62

6 2,5% daging babi 901,7 1,65

7 5% daging babi 1465,6 1,74

8 10% daging babi 1640,1 1,76

9 Daging segar tanpa perlakuan 4797,3 1,08 10 Daging segar dengan pemanasan 4826,6 1,05 11 Daging segar dicuci dengan n-hekssan 4720,5 1,33 12 Daging segar dicuci dengan air 4687,3 1,45 13 Sampel tanpa perlakuan 1588,3 1,91 14 Sampel dengan pemanasan 1752,0 1,87 15 Sampel dicuci dengan n-heksan 2812,7 1,84 16 Sampel dicuci dengan air 1966,4 1,85

17 Sampel 1 1615,8 1,87

18 Sampel 2 1308,6 1,60

19 Sampel 3 2790,3 1,70

20 Sampel 4 1018,7 1,66

21 Sampel 5 1007,2 1,69


(70)

Lampiran 2

Kondisi PCR yang digunakan untuk amplifikasi menggunakan primer spesifik DNA sapi dan primer spesifik DNA babi adalah sama, yaitu:

Gambar 15. Kondisi PCR

Lampiran 3

Tabel 5. Komposisi campuran reaksi PCR

Komposisi Jumlah

Buffer PCR 10x 5 µl

MgCl Buffer 3mM 5 µl

dNTP 200µM 4 µl

Taq Polymerase 0,4 µl

Primer Forward 10µM 2 µl

Primer Reverse 10µM 2 µl

Template 2 µl

ddH2O 29,6 µl

Total 50 µl

940 C

610 C 940 C

720 C 720 C

40 C 5 menit

~ 5 menit

90 detik 45 detik

45 detik


(1)

Qordhawi, M. Yusuf, 1993. Halal dan Haram Dalam Islam, Bina Ilmu.

Raven, P.H., & Johnson, G.B., 2002. Biology, sixth edition, Amerika Serikat: McGRAW Hill.

Raven, P.H., Johnson, G.B., Losos, J.B., & Singer, S.R., 2005. Biology, seventh edition, Amerika Serikat: McGRAW Hill.

Sambrook, J., & Russell, D. W., 2001. Molecular Cloning, A Laboratory Manual 3rd edition, New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Santiana, R., 2010. Identifikasi Polimorfisme dan Konstruksi Filogenetik Temulawak (Curcuma zhanthorriza roxb

Sholeh, G. Fouri, 2009. Temuan Daging Babi Tak Pengaruhi Pedagang Padang, .) Berdasarkan Sekuen Daerah Matk dan Intergenic Spacertrns-trnfm DNA Kloroflas. Departemen Biologi FMIPA UI, Depok.

Santoso, Djoko, 2001. Pengembangan Pelacak DNA Spesifik Gen melalui Bioinformika: Identifikasi Gen Penyandi Protein Biji 21 kDa Pada Kakao UAH Indonesia, Menara Perkebunan, 69 (1): 10-17.

diakses 1 juni 2010 pukul 12.45

Stansfield, W. D.,1991. Theory and Problems of Genetics, second edition (schaum series), alih bahasa: Machidin Apandi dan Lanny T. Hardy, Jakarta : penerbit Erlangga.

Stephenson, Frank, H., 2003. Calculations in Molecular Biology and Biotechnology, A Guide to Mathematics in The Laboratory, Academic Press, California, USA.

Sumadi, Marianti A., 2007. Biologi sel, Yogyakarta: Graha ilmu.

Sweeney J. Patricia & John M. Walker, 1993. dalam Michael M. Burrell, Enzymes of Molecular biology, New Jersey : Humana press inc.

Watson, James D., & Crick, F.H.C., 1953. Molecular Structure of Nucleic Acids, Nature, (171): 737-738.

Watson, James D., John tooze, & David T. Kurtz, 1988. Recombinant DNA (DNA rekombinan), alih bahasa: Wisnu Gunarno, Jakarta : penerbit Erlangga.

Walker Jerilyn A., David A. Hughes, Bridget A. Anders, Jaiprakash Shewale, Sudhir K. Sinha, & Mark A. Batzer, 2002. Quantitative intra-short interspersed element PCR for species-specific DNA identification, Analytical Biochemistry 316 (2003): 259–269.


(2)

Kansas.

Weir, A. F., 1993. Nucleases, dalam: Michael M. Burrell, Enzymes of Molecular Biology, New Jersey: Humana press inc.

Wu, Liang, Fenge Li, Changyan Deng, Dequan Xu, Siwen Jiang & Yuanzhu Xiong, 2009. A Method for Obtaining DNA From Compost, Appl Microbiol Biotechnol, (84): 389–395.


(3)

Lampiran 1

Tabel 4. Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom

No Sampel Konsentrasi

(ng/μl)

Kemurnian (A260/A280)

1 Daging babi 960,8 1,52

2 Daging sapi 1280,5 1,07

3 0,1% daging babi 1655,1 1,71

4 0,5% daging babi 1845,3 1,73

5 1% daging babi 839,1 1,62

6 2,5% daging babi 901,7 1,65

7 5% daging babi 1465,6 1,74

8 10% daging babi 1640,1 1,76

9 Daging segar tanpa perlakuan 4797,3 1,08 10 Daging segar dengan pemanasan 4826,6 1,05 11 Daging segar dicuci dengan n-hekssan 4720,5 1,33 12 Daging segar dicuci dengan air 4687,3 1,45 13 Sampel tanpa perlakuan 1588,3 1,91 14 Sampel dengan pemanasan 1752,0 1,87 15 Sampel dicuci dengan n-heksan 2812,7 1,84 16 Sampel dicuci dengan air 1966,4 1,85

17 Sampel 1 1615,8 1,87

18 Sampel 2 1308,6 1,60

19 Sampel 3 2790,3 1,70

20 Sampel 4 1018,7 1,66

21 Sampel 5 1007,2 1,69


(4)

Kondisi PCR yang digunakan untuk amplifikasi menggunakan primer spesifik DNA sapi dan primer spesifik DNA babi adalah sama, yaitu:

Gambar 15. Kondisi PCR

Lampiran 3

Tabel 5. Komposisi campuran reaksi PCR

Komposisi Jumlah

Buffer PCR 10x 5 µl

MgCl Buffer 3mM 5 µl

dNTP 200µM 4 µl

Taq Polymerase 0,4 µl

Primer Forward 10µM 2 µl

Primer Reverse 10µM 2 µl

Template 2 µl

ddH2O 29,6 µl

Total 50 µl

940 C

610 C 940 C

720 C 720 C

40 C 5 menit

~

5 menit 90 detik

45 detik 45 detik


(5)

Lampiran 4.

Tabel 6. Komposisi bahan yang digunakan

Larutan Komposisi dan cara pembuatan Sumber EDTA (0,5 M; pH 8,0) Sebanyak 186,1 g disodium

EDTA.2H2O dilarutkan dalam 800 ml H2

Sambrook & Russell, 2001: A1.26

O, dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer,

larutan ditambahkan NaOH hingga pH 8,0

Tris-Cl (10 mM; pH 8,0) 121,1 g tris dilarutkan ke dalam 800 ml H2

Sambrook & Russell, 2001: 6.28

0, pH disesuaikan menggunakan HCl hingga pH 8,0

TE buffer (pH 8,0) 100 mM Tris pH 8,0 10 mM EDTA pH 8,0

Sambrook & Russell, 2001: A1.7

TAE 50X Sebanyak 242 g tris; 57,1ml asam asetat glasial; dan 100 ml EDTA 0,5M (pH 8,0) dilarutkan dalam air hingga volume 1 L

Sambrook & Russell, 2001: A1.17

Cell Buffer Lysis 10 mM Tris-Cl (pH 8,0) 1m M EDTA (pH8,0) 1% (w/v) SDS

Sambrook & Russel, 2001: 6.28;

Kesmen, 2009 NaCl 5 M 100 ml 29,29g NaCl dilarutkan dalam 100 ml

H2O Kloroform-isoamil

alkohol (24:1), 100 ml

96 ml kloroform 4 ml isoamil alkohol


(6)