Pengujian Preferensi dan Efikasi Rodentisida Antikoagulan Brodifakum terhadap Tiga Spesies Tikus Hama

PENGUJIAN PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA
ANTIKOAGULAN BRODIFAKUM TERHADAP
TIGA SPESIES TIKUS HAMA

RIZKY NAZARRETA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
RIZKY NAZARRETA. Pengujian Preferensi dan Efikasi Rodentisida
Antikoagulan Brodifakum terhadap Tiga Spesies Tikus Hama. Dibimbing oleh
SWASTIKO PRIYAMBODO.
Tikus merupakan satwa liar yang berasosiasi dengan kehidupan manusia
dan menjadi hama penting dalam bidang pertanian, perkebunan, dan permukiman.
Saat ini tiga spesies tikus hama yang keberadaannya sangat mengganggu dan
banyak menimbulkan kerugian adalah tikus sawah (Rattus argentiventer), tikus
rumah (R. rattus diardii), dan tikus pohon (R. tiomanicus). Upaya pengendalian

ketiga spesies tikus hama tersebut yang sering dilakukan adalah pengendalian
secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan konsumsi tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap
rodentisida berbahan aktif brodifakum yang diuji dengan umpan dasar serta
mengetahui keefektifan dari rodentisida ini dalam mengendalikan tiga spesies
tikus hama tersebut. Metode yang digunakan yaitu uji banyak pilihan (multiple
choice test) dan uji dua pilihan (bi choice test) selama lima hari dengan
menggunakan rodentisida berbahan aktif brodifakum dan umpan dasar (gabah,
beras, jagung). Setelah perlakuan hari ke-5, tikus uji diistirahatkan selama tiga
hari dengan diberi pakan gabah yang selanjutnya akan digunakan kembali untuk
perlakuan berikutnya jika dalam kondisi sehat. Hasil yang diperoleh dengan
menggunakan metode multiple choice test menunjukkan hasil yang relatif sama,
yaitu bahwa tikus lebih memilih mengonsumsi umpan dibandingkan rodentisida,
pada metode bi choice test terhadap tikus rumah dan tikus pohon lebih disukai
pada saat pemberian umpan jagung daripada umpan beras dan gabah, sedangkan
pada tikus sawah rodentisida brodifakum kurang disukai pada setiap pemberian
umpan. Rodentisida antikoagulan brodifakum lebih efektif dalam mengendalikan
tikus rumah dan tikus pohon, karena kedua spesies tikus ini kurang mengenali dan
tidak mengalami kecurigaan terhadap rodentisida tersebut.
Kata kunci: tikus sawah, tikus rumah, tikus pohon, rodentisida brodifakum


PENGUJIAN PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA
ANTIKOAGULAN BRODIFAKUM TERHADAP
TIGA SPESIES TIKUS HAMA

RIZKY NAZARRETA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM

: Pengujian Preferensi dan Efikasi Rodentisida Antikoagulan
Brodifakum terhadap Tiga Spesies Tikus Hama
: Rizky Nazarreta
: A34080048

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si
NIP. 19630226 198703 1 001
 
 
 
 

Diketahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 9 Agustus 1990 sebagai putri
pertama dari dua bersaudara pasangan Heri Suherismianto dan Asmida Aziz.
Tahun 2008 penulis menyelesaikan sekolah menengah di SMA Negeri 2 Bogor
dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan pilihan mayor Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian.
Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan baik di
dalam maupun di luar kampus. Pada tahun 2009-2010 menjadi fotografer Koran
Kampus IPB, tahun 2009-sekarang menjadi staf Capung Photography Club, tahun
2009-sekarang menjadi staf Entomologi Club, tahun 2010-sekarang menjadi
fotografer majalah Metamorfosa, tahun 2010-2011 menjadi salah satu staf bidang
komunikasi dan informasi di Himasita (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman).

Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum matakuliah Hama dan
Penyakit Tanaman Tahunan pada Semester Genap 2011-2012.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengujian Preferensi dan Efikasi
Rodentisida Antikoagulan Brodifakum terhadap Tiga Spesies Tikus Hama”.
Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai syarat untuk
memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian,
Departemen Proteksi Tanaman. Tulisan ini dapat terselesaikan karena bantuan
berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh hormat, cinta dan kasih sayang penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta serta adikku yang tidak pernah berhenti berdoa dan
memberikan perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, dan kasih
saying yang tidak ada habisnya untuk penulis.
2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan waktu, perhatian, semangat, bimbingan, saran dan masukan
selama berlangsungnya penelitian hingga penyusuna skripsi ini.
3. Dr. Ir. Efi Toding Tondok, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji tamu atas
masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Bonny P.W.Soekarno, M.S. selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberi arahan dan motivasinya.
5. Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc, Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, M.Si, Ir. Djoko
Prijono, M.Agr.Sc, dan seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi
Tanaman yang telah membimbing, mengajar dan mengarahkan penulis
selama menuntut ilmu di IPB.
6. PT. Pijar Nusa Pasifik yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.
7. Bapak Ahmad Soban selaku laboran yang telah banyak membantu penulis
dalam pelaksanaan penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Vertebrata Hama (Minkhaya
Silviana Putri dan Putri Setya Utami).
9. Siti Syarah, Keisha Disa, Risa Sondari, Dita Megasari, Rizkika Latania,
Meirza R, Sagita P, Utari S, Hastiana U, Rafiatul R, Istiqomah, Haikal
Catur, Rizky Irawan, Agus Sandra dan teman seperjuangan PTN 45 atas
bantuan dan dukungannya selama masa kuliah dan penyusunan skripsi.
10. Teman seperjuangan TPB B-09 dan KKP Brebes atas semangat, dukungan
yang tak habisnya diberikan untuk penulis.
11. Seluruh staff dan rekan-rekan di Proteksi Tanaman serta semua pihak yang
telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan memperoleh balasan yang

lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, namun penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat
bagi yang memerlukannya, khususnya di bidang ilmu proteksi tanaman.

Bogor, April 2012
Rizky Nazarreta

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar belakang ...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
Tikus Sawah (Rattus argentiventer) ...................................................... 5
Klasifikasi dan Morfologi ................................................................ 5
Bioekologi ........................................................................................ 5

Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Sawah .............................. 6
Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) ...................................................... 6
Klasifikasi dan Morfologi ................................................................ 6
Bioekologi ........................................................................................ 7
Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Rumah ............................. 8
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus) ........................................................... 8
Klasifikasi dan Morfologi ................................................................ 8
Bioekologi ........................................................................................ 9
Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Pohon .............................. 10
Metode Pengendalian Tikus Sawah, Tikus Rumah, dan
Tikus Pohon ........................................................................................... 10
Rodentisida ............................................................................................ 11
Brodifakum C31H23BrO ................................................................... 12
Umpan .................................................................................................... 13
Gabah ............................................................................................... 13
Beras ................................................................................................ 13
Jagung .............................................................................................. 14
BAHAN DAN METODE ............................................................................... 15
Waktu dan Tempat ................................................................................ 15
Bahan dan Alat ...................................................................................... 15


Metode ................................................................................................... 16
Persiapan Hewan Uji ......................................................................
Persiapan Rodentisida dan Umpan ................................................
Pengujian Pendahuluan ..................................................................
Pengujian Konsumsi Rodentisida dan Umpan pada
Tikus Sawah, Tikus Rumah dan Tikus Pohon ................................
Konversi Umpan .............................................................................
Rasio Konsumsi Rodentisida terhadap Umpan ..............................
Peubah yang Diamati ......................................................................
Rancangan Percobaan .....................................................................

16
16
17
17
19
19
19
19


HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 20
Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras,
dan Jagung (No Choice Test)) .............................................................. 20
Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Rodentisida vs Gabah vs
Beras vs Jagung (Multiple Choice Test) ............................................... 22
Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Rodentisida vs Umpan
(Bi Choice Test) .................................................................................... 24
Rasio Konsumsi Rodentisida/Umpan terhadap Tikus .......................... 26
Kematian dan Konsumsi Hewan Uji ..................................................... 27
Perubahan Bobot Tikus ......................................................................... 28
Konsumsi Gabah pada Masa Istirahat ................................................... 30
Gejala Keracunan .................................................................................. 31
Pembahasan Umum ............................................................................... 32
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 35
Kesimpulan ............................................................................................ 35
Saran ...................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36
LAMPIRAN ..................................................................................................... 38


DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perlakuan dalam pengujian rodentisida dan umpan pada tiga spesies
tikus hama .................................................................................................... 18
2 Konsumsi rerata tikus sawah, tikus rumah, tikus pohon terhadap
perlakuan kontrol (no choice test) ............................................................... 20
3 Konsumsi rerata tikus sawah, tikus rumah, tikus pohon terhadap
perlakuan pada multiple choice test............................................................. 22
4 Konsumsi rerata tikus sawah, tikus rumah, tikus pohon terhadap
perlakuan pada bi choice test....................................................................... 24
5 Rasio konsumsi rodentisida terhadap umpan (%) pada tikus sawah,
tikus rumah, dan tikus pohon ...................................................................... 26
6 Kematian dan konsumsi hewan uji pada saat perlakuan .............................. 27
7 Perubahan bobot tubuh tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon
pada saat perlakuan ..................................................................................... 29
8 Konsumsi gabah terhadap tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon
pada masa istirahat ...................................................................................... 30

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kurungan tunggal (single cage) .................................................................. 15
2 Timbangan elektronik .................................................................................. 16
3 Pengujian perlakuan rodentisida dan umpan ............................................... 17
4 Konsumsi rerata tikus pada perlakuan multiple choice test ......................... 22
5 Gejala pendarahan pada mulut tikus ............................................................ 31
6 Gejala pendarahan pada anus tikus .............................................................. 32

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Analisis ragam konsumsi perlakuan kontrol gabah, beras, dan
jagung pada tikus sawah .......................................................................... 39

2

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs gabah vs beras vs jagung
(multiple choice test) pada tikus sawah ................................................... 39

3

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs beras (bi choice test)
pada tikus sawah ...................................................................................... 39

4

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs gabah (bi choice test)
pada tikus sawah ....................................................................................... 39

5

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs jagung (bi choice test)
pada tikus sawah ....................................................................................... 40

6

Analisis ragam konsumsi perlakuan kontrol gabah, beras, dan jagung
pada tikus rumah ...................................................................................... 40

7

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs gabah vs beras vs jagung
(multiple choice test) pada tikus rumah ................................................... 40

8

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs beras (bi choice test)
pada tikus rumah ...................................................................................... 40

9

Analisis ragam konsumsi rodentisida vs gabah (bi choice test)
pada tikus rumah ...................................................................................... 41

10 Analisis ragam konsumsi rodentisida vs jagung (bi choice test)
pada tikus rumah ...................................................................................... 41
11 Analisis ragam konsumsi perlakuan kontrol gabah, beras, dan jagung
pada tikus pohon ....................................................................................... 41
12 Analisis ragam konsumsi rodentisida vs gabah vs beras vs jagung
(multiple choice test) pada tikus pohon ................................................... 41
13 Analisis ragam konsumsi rodentisida vs beras (bi choice test)
pada tikus pohon ...................................................................................... 42
14 Analisis ragam konsumsi rodentisida vs gabah (bi choice test)
pada tikus pohon ...................................................................................... 42
15 Analisis ragam konsumsi rodentisida vs jagung (bi choice test)
pada tikus pohon ...................................................................................... 42
16 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan kontrol (baris) pada
tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon .............................................. 42
17 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan kontrol (kolom) pada
tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ............................................... 43

18 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan multiple choice test
(baris) pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon .......................... 43
19 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan multiple choice test
(kolom) pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ....................... 43
20 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan gabah vs rodentisida
(baris) pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ........................... 43
21 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan beras vs rodentisida
(baris) pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon .......................... 44
22 Analisis ragam konsumsi rerata perlakuan jagung vs rodentisida
(baris) pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon .......................... 44
23 Analisis ragam konsumsi rerata umpan dan rodentisida pada
perlakuan bi choice test (kolom) pada tikus sawah ................................. 44
24 Analisis ragam konsumsi rerata umpan dan rodentisida pada
perlakuan bi choice test (kolom) pada tikus rumah ................................. 44
25 Analisis ragam konsumsi rerata umpan dan rodentisida pada
perlakuan bi choice test (kolom) pada tikus pohon ................................. 45
26 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida/umpan pada tikus sawah ..... 45
27 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida/umpan pada tikus rumah ...... 45
28 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida/umpan pada tikus pohon ..... 45
29 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida/umpan rerata (baris)
pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ...................................... 46
30 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida/umpan rerata (kolom)
pada tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ..................................... 46
31 Analisis ragam konsumsi gabah pada masa istirahat terhadap
tikus sawah ............................................................................................... 46
32 Analisis ragam konsumsi gabah pada masa istirahat terhadap
tikus rumah ............................................................................................... 46
33 Analisis ragam konsumsi gabah pada masa istirahat terhadap
tikus pohon ............................................................................................... 47
34 Analisis ragam konsumsi rerata gabah (kolom) pada masa istirahat
terhadap tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ................................ 47
35 Analisis ragam konsumsi rerata gabah (baris) pada masa istirahat
terhadap tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon ................................ 47


 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun
perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber
penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan
kerja bagi sebagian besar penduduk, dan pengelolaan lingkungan hidup. Pertanian
dalam arti luas meliputi sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta
menambah kesejahteraan pendapatan masyarakat.
Salah satu subsektor pertanian yang dapat dikembangkan dan merupakan
komoditas

unggulan

nasional

adalah

subsektor

perkebunan.

Peluang

pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, berkaitan
dengan: (a) pengembangan industri perkebunan yang menghasilkan produk hulu
hingga hilir, (b) semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha
perkebunan rakyat, dan (c) semakin luasnya pangsa pasar dan tumbuhnya
berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan.
Menurut Suswono (2010) saat ini ada enam komoditas yang memberikan
kontribusi terhadap kebutuhan pangan yaitu (1) kelapa dan kelapa sawit untuk
penyediaan minyak goreng, (2) kopi, teh, dan kakao untuk makanan dan minuman
penyegar, serta (3) tebu untuk bahan makanan dan minuman pemanis.
Potensi dan perkembangan keenam komoditas perkebunan tersebut cukup
besar, namun usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak lepas dari kendala baik
pada proses hulu maupun hilir. Salah satu kendala yang dihadapi adalah
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang meliputi hama, penyakit, dan
gulma. Kendala ini menjadi sangat penting karena dapat menyebabkan penurunan
kualitas dan kuantitas komoditas pertanian. Salah satu hama penting dalam usaha
pertanian hulu hingga hilir adalah tikus.
Tikus merupakan hewan liar dari Ordo Rodentia (hewan pengerat), Kelas
Mamalia (hewan menyusui) yang dikenal sebagai hewan pengganggu dalam
kehidupan manusia. Hewan ini bersifat omnivora, sering menimbulkan kerusakan
dan kerugian dalam kehidupan manusia antara lain dalam bidang pertanian,
 
 


 

perkebunan, permukiman dan kesehatan (Meehan 1984). Di Indonesia terdapat 8
spesies tikus yang berperan sebagai hama tanaman pertanian yang menyebabkan
kehilangan ekonomi dan vektor patogen bagi manusia, yaitu Bandicota indica
(wirok besar), Rattus norvegicus (tikus riul), R. rattus diardii (tikus rumah), R.
argentiventer (tikus sawah), R. tiomanicus (tikus pohon), R. exulans (tikus
ladang), Mus musculus (mencit rumah), dan M. caroli (mencit ladang)
(Priyambodo 2009).
Tikus adalah mamalia nokturnal yang mencari makan, pasangan dan
orientasi kawasan pada saat setelah matahari terbenam hingga menjelang matahari
terbit. Tikus bergerak menempuh perjalanan yang mempunyai lintasan tetap (run
ways) yang ditentukan oleh jarak pakan dan tempat persembunyian. Tikus
merupakan hama yang relatif sulit dikendalikan karena memiliki kemampuan
adaptasi, mobilitas, berkembangbiak, dan daya rusak yang tinggi. Menurut
Thamrin et al. (1998) habitat tikus pada agroekosistem yang berbeda-beda
tergantung spesiesnya.
Tikus sawah (R. argentiventer) merupakan salah satu hama utama pada
tanaman padi yang dapat menimbulkan kerusakan dan menyebabkan kehilangan
produksi yang cukup besar. Tikus sawah dapat menyerang semua stadia
pertumbuhan tanaman padi sejak di persemaian hingga padi siap dipanen, dan
bahkan dapat menyerang padi di dalam penyimpanan. Tikus rumah (R. rattus
diardii) sering dijumpai di lingkungan rumah dan gudang, serta mempunyai
kemampuan merusak yang tinggi karena tidak hanya makanan di rumah saja yang
dimakannya, tetapi benda-benda lain yang dijumpainya juga dikerat. Tikus pohon
(R. tiomanicus) biasanya hidup di areal perkebunan dan banyak ditemukan pada
area perkebunan kelapa sawit, kakao, dan tebu. Tikus ini dapat menyebabkan
kerusakan yang sangat besar, baik pada tanaman yang baru ditanam atau di
pembibitan, tanaman yang belum menghasilkan, maupun tanaman yang sudah
menghasilkan.
Menurut Priyambodo (2009), tikus memiliki kemampuan indera yang
sangat menunjang setiap aktivitas kehidupannya. Di antara kelima organ
inderanya, hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi
kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera yang berkembang sangat baik. Tikus

 
 


 

juga memiliki kemampuan fisik yang sifatnya khas atau unik, yaitu menggali
(digging), memanjat (climbing), meloncat (jumping), mengerat (gnawing),
berenang (swimming), dan menyelam (diving). Selain itu, tikus memiliki
kemampuan bereproduksi yang tinggi yang didukung oleh kondisi biotik dan
abiotik yang menyebabkan jumlahnya semakin berlimpah.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan tikus antara
lain dengan cara sanitasi, kultur teknis, fisik, mekanik, biologi, dan kimiawi. Dari
sekian banyak metode pengendalian tersebut, tampaknya pengendalian tikus di
habitat tertentu secara kimiawi, dengan menggunakan umpan beracun (rodentisida
sintetik) masih menjadi pilihan utama. Penggunaan rodentisida sintetik dinilai
lebih efektif dibandingkan dengan yang lain sehingga cara ini umum digunakan
meskipun cara ini dianggap kurang ramah lingkungan dan dapat membunuh
organisme bukan sasaran (Priyambodo 2009). Pada kenyataannya, manusia lebih
menyukai metode ini untuk mematikan tikus, karena racun yang diberikan kepada
tikus menunjukkan daya kerja yang efektif dengan memberikan hasil kematian
tikus yang nyata.
Pengendalian tikus secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida
merupakan pengendalian yang paling umum dilakukan daripada pengendalian
lainnya, meskipun menurut konsep pengelolaan hama terpadu (PHT) seharusnya
metode ini dilakukan sebagai alternatif terakhir. Pengendalian secara kimiawi
dengan menggunakan rodentisida biasanya dilakukan dengan mencampurkan
racun dan umpan dasar yang disukai tikus, sehingga diperlukan jenis umpan yang
dapat menahan agar tikus tersebut tetap memakan umpan tersebut lebih banyak
(arrestant). Menurut Priyambodo (2009), penggunaan umpan bertujuan untuk
mengurangi rasa tidak enak dari racun yang digunakan.
Pengendalian tikus sampai saat ini masih banyak mengalami kendala,
terutama pada pengendalian dengan menggunakan rodentisida. Salah satunya
dengan adanya kejeraan tikus dan trauma dengan kegagalan dalam pengendalian.
Selain itu, umpan beracun kurang disukai dan kurang menarik perhatian tikus
karena di lapangan terdapat makanan tikus yang melimpah, sehingga perlu
dilakukan penelitian rodentisida yang efektif dibandingkan dengan umpan dasar
untuk mengendalikan tikus.

 
 


 

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan konsumsi tikus sawah,
tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida berbahan aktif brodifakum
yang diuji dengan umpan dasar serta mengetahui keefektifan dari rodentisida ini
dalam mengendalikan tiga spesies tikus hama tersebut.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
mengenai ketertarikan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap
rodentisida berbahan aktif brodifakum pada saat tersedia makanan di sekitarnya
dan keefektifan rodentisida untuk mengendalikan tiga spesies tikus hama tersebut.

 
 


 

TINJAUAN PUSTAKA

Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Klasifikasi dan Morfologi
Tikus sawah (R. argentiventer) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia,
Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, dan
Genus Rattus. Tikus sawah mempunyai ciri morfologi yang dapat dibedakan
dengan spesies lainnya yaitu memiliki rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut,
bentuk badan silindris, warna badan dorsal coklat kelabu kehitaman, warna badan
ventral kelabu pucat atau putih kotor, warna ekor ventral coklat gelap, bobot
badan antara 70-300 gram, panjang badan 130-210 mm, panjang ekor antara 110160 mm, panjang secara keseluruhan dari kepala sampai ekor 240-370 mm, lebar
daun telinga 19-22 mm, panjang telapak kaki 32-39 mm, formula puting susu 3 +
3 pasang (Priyambodo 2009).

Bioekologi
Tikus sawah mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
sering dijumpai di daerah persawahan. Tanaman padi merupakan pakan utama
bagi tikus sawah dan dapat merusak semua stadia pertumbuhan. Jumlah anakan
padi yang dikerat oleh seekor tikus sawah dalam semalam tergantung dari musim
dan fase pertumbuhan tanaman. Tikus sawah adalah jenis hama pengganggu
pertanian utama dan sulit dikendalikan karena tikus ini mampu “belajar” dari
tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya (Permada, 2009).
Tikus menyerang padi pada malam hari, sedangkan pada siang hari tikus
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang dan
daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera, sebagian tikus
bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali ke sawah
setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus di daerah
persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print),
jalur jalan (run way), feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Tikus dapat
berkembangbiak apabila makanannya banyak mengandung zat tepung. Populasi

 
 


 

tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan dan tempat
persembunyian yang memadai (Priyambodo 2009).

Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Sawah
Seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dapat
dirusak oleh tikus. Walaupun demikian, tikus paling senang memakan bagian
malai atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Pada stadia persemaian, tikus
mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji
yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian
pangkal batang untuk memakan bagian batangnya. Adapun pada stadia generatif,
tikus memotong pangkal batang untuk memakan bagian malai atau bulirnya
(Priyambodo 2009).
Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase tanaman padi.
Pada fase vegetatif, tikus akan memutuskan batang padi sehingga tampak
berserakan dan tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk
makan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus bersifat khas, yaitu ditengahtengah petakan sawah tampak gundul, sedangkan bagian tepi biasanya tidak
diserang. Tikus juga menyerang bedengan persemaian dengan memakan benihbenih yang disebar atau mencabut tanaman-tanaman yang baru tumbuh
(Priyambodo 2009). Kehilangan hasil panen akibat serangan tikus sawah hampir
selalu terjadi pada setiap musim tanam, di beberapa daerah sentra produksi padi di
Indonesia. Rata-rata luas serangan tikus sawah pada periode 1994-2005 mencapai
113.514 ha dengan intensitas kerusakan 20% (Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan 2006).

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Klasifikasi dan Morfologi
Tikus rumah (R. rattus diardii) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia,
Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus
Rattus, dan Spesies Rattus rattus dan Subspesies R. rattus diardii (CABI 2005).
Ciri morfologi tikus rumah adalah bentuk badan silindris, tekstur rambut
agak kasar, bentuk hidung kerucut, telinga berukuran besar tidak berambut pada

 
 


 

bagian dalam dan dapat menutupi mata jika ditekuk ke depan, warna badan bagian
perut dan punggung coklat hitam kelabu, warna ekor coklat hitam, bobot tubuh
berkisar antara 60 sampai 300 gram, ukuran ekor terhadap kepala dan badan
bervariasi (lebih pendek, sama, atau panjang). Pada tikus betina memiliki dua
pasang puting susu di dada dan tiga pasang di perut (10 buah) (Rochman 1992).
Seperti tikus pohon, tikus rumah juga memiliki kemampuan memanjat yang baik.
Tikus rumah memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang aktivitasnya
kecuali penglihatan (Priyambodo 2009).

Bioekologi
Tikus rumah mempunyai distribusi geografi yang menyebar di seluruh
dunia sehingga disebut hewan kosmopolit. Tikus rumah biasanya hidup di
lingkungan perumahan, pasar, dan membuat sarang di atap rumah. Namun apabila
bahan makanan berkurang, tikus rumah akan mencari makan di sawah sekitar
rumah, gudang, maupun di pekarangan sekitar perumahan. Tikus rumah termasuk
hewan arboreal yang dicirikan dengan adanya ekor yang panjang serta tonjolan
pada telapak kaki yang besar dan kasar, tikus mampu memanjat dinding karena
ditunjang dari adanya tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar, selain itu
dapat meloncat secara horizontal sejauh 240 cm dan meloncat secara vertikal
setinggi 77 cm (Priyambodo 2009).
Tikus rumah merupakan hewan yang memiliki kemampuan untuk
berkembangbiak dengan cepat dan melahirkan anak sepanjang tahun tanpa
mengenal musim. Selama mempertahankan kelangsungan hidupnya, tikus rumah
memanfaatkan pakan yang mengandung karbohidrat (gula dan pati), lemak,
protein, mineral, dan vitamin (Meehan 1984). Tikus termasuk hewan omnivora,
menyukai makanan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, sayur, serealia,
daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus biasanya membutuhkan pakan dalam
keadaan kering sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, namun apabila pakan dalam
keadaan basah kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus
rumah biasanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia atau
yang ditemukan dalam jumlah sedikit untuk mencicipi atau untuk mengetahui
reaksi yang terjadi pada tubuhnya akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan.

 
 


 

Apabila tidak terjadi reaksi yang membahayakan, tikus akan menghabiskan pakan
yang tersedia atau pakan yang ditemukan (Priyambodo 2009).

Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Rumah
 

Asosiasi tikus dengan manusia banyak bersifat parasitisme. Kerugian yang

disebabkan oleh tikus rumah adalah kerusakan pada bangunan rumah, kantor,
gudang dan pabrik. Aktivitas tikus dalam mengeratkan gigi serinya dan dalam
menggali tanah atau membuat sarang dapat menimbulkan kerusakan pada
bangunan kantor, pabrik, gudang, dan rumah. Tikus rumah juga dapat
menyebabkan berkurangnya simpanan bahan makanan di rumah dan gudang
makanan, kontaminasi pada bahan makanan, terbawanya patogen seperti
Salmonella sp., Leptospirosa sp., amoeba Entamoeba histolytica, dan Giardia
muris dari tikus ke manusia atau hewan peliharaan (Priyambodo 2009).
Selain sebagai hama pada perumahan, tikus rumah juga menjadi hama
pada pertanian, diantaranya adalah kelapa sawit. Beberapa faktor yang
menyebabkan serangan tikus rumah pada kelapa sawit adalah adanya
pengendalian yang dikhususkan untuk tikus pohon namun tidak efektif untuk tikus
rumah. Pengendalian tikus pohon yang dapat membuka jalan bagi tikus rumah
untuk menyerang kelapa sawit, dan perkembangbiakan dan penyerbukan pada
bunga kelapa sawit oleh kumbang Elaeidobius kamerunicus dapat menjadi
sumber protein bagi tikus rumah (Wood 1984).

Tikus Pohon (Rattus tiomanicus)
Klasifikasi dan Morfologi
Tikus pohon (R. tiomanicus) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia,
Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus
Rattus (Walker 1999). Ciri khas tikus pohon yang dapat dibedakan dengan spesies
lain yaitu ekor yang lebih panjang daripada panjang tubuhnya yang dapat
mempermudah mencari makanan pada pohon yang tinggi, tubuh bagian dorsal
berwarna coklat kekuningan dan bagian ventral berwarna putih kekuningan
(Aplin et al 2003).

 
 


 

Tikus pohon memiliki ciri-ciri bentuk badan silindris, tekstur rambut agak
kasar, bentuk hidung kerucut, warna ekor coklat hitam, memiliki bobot tubuh 55300 gram, panjang kepala dan badan 130-200 mm, panjang ekor 180-250 mm,
panjang keseluruhan 310-450 mm, lebar daun telinga 20-23 mm, panjang telapak
kaki belakang 32-39 mm, dan pada tikus betina memiliki lima pasang puting susu
yaitu dua pasang di dada dan tiga pasang di perut (Priyambodo 2009).

Bioekologi
Tikus pohon (R. tiomanicus) disebut juga tikus rawa atau tikus belukar
karena habitatnya pada pohon, rawa, dan belukar. Tikus pohon mempunyai
distribusi geografi di sekitar Asia Selatan dan Asia Tenggara dan pada umumnya
ditemukan pada berbagai tanaman seperti kelapa sawit, kelapa, kakao, dan tebu.
Tikus pohon tidak dapat membuat sarang dengan cara menggali tanah, tetapi
membuat sarang di antara pelepah-pelepah daun kelapa sawit atau celah-celah
yang ada di antara pohon (Priyambodo 2009). Penyebaran dari tikus pohon
dipengaruhi oleh penyebaran sumberdaya pakan di lingkungannya. Habitat setiap
spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi wilayah
penyebaran dari spesies tikus tersebut (Meehan 1984).
Tikus pohon termasuk golongan omnivora (pemakan segala) tetapi
cenderung untuk memakan biji-bijian atau serealia (Sipayung, Sudharto dan Lubis
1987). Kebutuhan pakan dalam bentuk kering bagi seekor tikus pohon setiap hari
kurang lebih sekitar 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan untuk pakan dalam
bentuk pakan basah sekitar 20% dari bobot tubuhnya (Priyambodo 2009).
Tikus merupakan hewan poliestrus yaitu dapat melahirkan anak sepanjang
tahun tanpa mengenal musim, memiliki masa bunting yang singkat antara 2-3
bulan, dan rata-rata enam ekor per kelahiran. Faktor abiotik yang mempengaruhi
dinamika populasi tikus adalah cuaca dan air, sedangkan faktor biotik yaitu
tumbuhan, patogen, predator, tikus lain, dan manusia (Priyambodo 2009). Tikus
pohon memiliki kemampuan fisik yang baik seperti memanjat, mengerat,
meloncat, dan berenang (Rochman 1992). Kemampuan tikus dalam memanjat
didukung oleh adanya tonjolan pada telapak kaki (footpad) yang relatif besar
dengan permukaan yang kasar. Footpad masih ditambah oleh cakar yang berguna

 
 

10 
 

untuk memperkuat pegangan, serta ekor sebagai alat keseimbangan pada saat
memanjat (Priyambodo 2009).  Kerusakan yang disebabkan oleh tikus pohon
disebabkan tikus memiliki kemampuan mengerat yang tinggi sebagai aktivitas
untuk mengurangi panjang gigi seri yang tumbuh terus menerus (Meehan 1984).

Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Pohon
Serangan tikus pohon dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar pada
sektor pertanian terutama subsektor perkebunan. Tikus pohon merupakan hama
penting pada subsektor komoditas kelapa sawit, kelapa, tebu, dan kakao. Pada
tanaman kelapa sawit, tikus pohon dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar
baik pada tanaman yang baru ditanam, tanaman yang belum menghasilkan,
maupun tanaman yang sudah menghasilkan (Priyambodo 2009). Pada tanaman
kelapa sawit yang baru ditanam dan belum menghasilkan, tikus mengerat serta
memakan bagian pangkal pelepah daun, sehingga mengakibatkan pertumbuhan
tanaman terhambat jika keratan tikus mengenai titik tumbuhnya. Pada tanaman
kelapa sawit yang sudah menghasilkan, tikus pohon dapat memakan buahnya
sekitar 4,29 sampai 13,6 gram per hari dan dapat menghilangkan produksi sekitar
5% per tahun (Wood 1984).
Pada tanaman kelapa, gejala serangan yang disebabkan oleh tikus pohon
diantaranya buah kelapa berlubang dekat tampuknya dan terdapat lubang pada
sabut dan tempurung yang sama besarnya (Suhardiono 1993). Pada tanaman
kakao, tikus merupakan hama penting karena serangannya sangat merugikan.
Tikus menyerang buah kakao yang masih muda dan memakan biji beserta
dagingnya (Hindayana et al 2002). Perkembangan tikus sangat dipengaruhi oleh
keadaan pakan dan lingkungan sekitar (Aplin et al 2003). Bila pakan yang ada di
sekitarnya berlimpah, maka tikus akan berkembangbiak sangat cepat sehingga
kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar.

Metode Pengendalian Tikus Sawah, Tikus Rumah, dan Tikus Pohon
Pengendalian tikus yang sering dilakukan oleh manusia antara lain dengan
cara kultur teknis, pengendalian fisik-mekanik, pemanfaatan musuh alami,
penggunaan bahan kimia, dan sanitasi. Pengendalian dengan cara kultur teknis

 
 

11 
 

hanya bisa diaplikasikan untuk tikus yang menghuni habitat pertanian atau
perkebunan; pengendalian sanitasi dapat dilakukan berupa tindakan mengelola
dan memelihara lingkungan sehingga menjadi tidak sesuai bagi kehidupan dan
perkembangbiakan tikus; pengendalian secara fisik-mekanik yaitu usaha untuk
mengubah lingkungan fisik agar dapat menyebabkan kematian pada tikus antara
lain dengan penggunaan perangkap, suara ultrasonic, gelombang elektromagnetik,
pengahalan dan berburu; pengendalian secara biotik dan genetik, untuk
pengendalian secara biotik dapat menggunakan musuh alami (predator) sedangkan
pengendalian secara genetik dapat dilakukan dengan pelepasan individu tikus
yang membawa gen perusak dan pelepasan individu steril atau mandul pada
populasi tikus untuk menurunkan laju reproduksi tikus; pengendalian kimiawi
dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang dapat mematikan atau
mengganggu aktivitas tikus (Priyambodo 2009).
Dalam upaya menekan kerusakan oleh tikus, pengendalian tikus hama
dengan menggunakan bahan kimia merupakan alternatif yang paling umum
ditempuh dibandingkan dengan upaya pengendalian lainnya (Sunarjo 1992).
Umumnya pengendalian tikus dengan menggunakan rodentisida dapat dikatakan
berhasil (Buckle dan Smith 1996). Pengendalian dengan menggunakan bahan
kimia dapat member efek yang positif maupun negatif. Efek positif berupa hasil
yang cepat, mudah diaplikasikan dan efektif sedangkan efek negatifnya dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan dan resistensi hama.

Rodentisida
Rodentisida

merupakan

bahan

kimia

yang

digunakan

dalam

mengendalikan tikus. Jika ditinjau dari cara penggunaannya, terdapat dua macam
rodentisida yang umum digunakan yaitu fumigasi dan umpan beracun. Fumigasi
bersifat racun nafas dan bahan yang umumnya digunakan adalah belerang oksida,
sedangkan rodentisida umpan beracun bersifat racun perut yang berdasarkan
kecepatan kerjanya dibagi menjadi dua jenis yaitu racun akut (bekerja cepat) dan
racun kronis (bekerja lambat) (Prakash 1998).
Racun akut adalah jenis racun kelompok rodentisida yang dapat
menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu kurang dari 24

 
 

12 
 

jam atau kurang (Buckle dan Smith 1996). Racun akut merupakan racun yang
sangat berbahaya dan tidak memiliki antidot yang spesifik, oleh karena itu jenis
rodentisida ini dibatasi keberadaannya di beberapa negara dan hanya diizinkan
digunakan oleh profesional. Contoh bahan aktif rodentisida yang tergolong racun
akut adalah seng fosfida, brometalin, crimidine, dan arsenic trioksida yang bekerja
secara cepat dengan cara merusak jaringan syaraf dalam saluran pencernaan dan
masuk ke dalam aliran darah (Priyambodo 2009).
Racun kronis merupakan kelompok rodentisida yang bekerja secara lambat
dengan cara mengganggu metabolisme vitamin K yang dapat menghambat
pembentukan protrombin, bahan yang di dalam darah bertanggung jawab terhadap
pembekuan darah dan merusak pembuluh kapiler sehingga merusak pembuluh
darah internal (Sunarjo 1992). Yang tergolong ke dalam racun kronis antara lain
bahan aktif kumatetralil, warfarin, fumarin, dan pival yang termasuk racun
antikoagulan generasi I, serta brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen yang
termasuk racun antikoagulan generasi II (Priyambodo 2009).
Racun akut bekerja lebih cepat dalam membunuh tikus dengan cara
merusak sistem syaraf dan melumpuhkannya, sedangkan racun kronis
(antikoagulan) bekerja lebih lambat dengan cara menghambat proses koagulasi
atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo
2009). Racun kronis lebih sering digunakan dibandingkan dengan racun akut
dalam pengendalian tikus karena dapat mengurangi sifat curiga dari tikus yang
lain. Bahan aktif dari racun kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat
sehingga tikus tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun.

Brodifakum C31H23BrO
Brodifakum merupakan rodentisida antikoagulan generasi II yang yang
potensial dan dikenalkan pertama kali di Inggris pada tahun 1977 (Prakash 1998).
Brodifacoum juga merupakan produk yang hampir tidak dapat larut dalam air
(Sikora 1981). Bentuk fisik racun ini adalah blok dengan warna hijau dan biru,
sedangkan bentuk asli racun ini berupa bubuk putih (Oudejans 1991).
Brodifakum bekerja sebagai antikoagulan yang tidak langsung mematikan
tikus termasuk juga terhadap strain tikus yang tahan terhadap racun antikoagulan

 
 

13 
 

jenis lainnya. Konsentrasi penggunaan adalah 0,005% dalam bentuk umpan pelet
dan blok yang siap pakai (Sikora 1981). Cara kerja racun ini adalah dengan
mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Hewan pengerat
dapat menyerap dosis yang mematikan dengan hanya 50 mg/kg bahan aktif
(Oudejans 1991). 

Umpan
Beras
Beras merupakan padi yang telah diproses dan dibuang kulitnya yang juga
menjadi salah satu bahan makanan pokok penduduk dunia. Gabah yang telah
mengalami proses penggilingan akan menghasilkan beras. Beras didominasi oleh
pati yaitu sekitar 80 sampai 85%. Beras juga mengandung protein, vitamin
(terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras dapat digolongkan
menjadi dua kelompok yaitu pati dengan struktur tidak bercabang (amilosa) dan
pati dengan struktur bercabang (amilopektin). Komposisi kedua golongan pati ini
sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak,
keras, atau pera). Komposisi beras mengandung karbohidrat 81,3 sampai 83,9%,
dan protein 1,3 sampai 2,4% (Samad 2003). Beras merupakan salah satu sumber
karbohidrat yang tinggi. Sebagian besar komponen karbohidrat beras adalah pati
(85-90%), dan komponen lainnya adalah protein (8%), pentosa (2-2,5%), dan gula
(0,61-1,4%) (Suharjo dan Kusharto 1998).

Gabah
Gabah merupakan bulir atau buah pada tanaman padi yang telah
dipisahkan dari jeraminya dan akan menjadi beras setelah dipisahkan dari
kulitnya. Gabah juga merupakan bagian yang terpenting dari tanaman padi. Bila
gabah kering dikelupas kulit bijinya, maka akan diperoleh sekam yang berwarna
kuning dengan jumlah sampai 20% dari gabah kering dan isi biji yang disebut
dengan beras pecah kulit (Hasbullah 2005).
Serangan tikus dapat menyebabkan berkurangnya simpanan gabah.
Kerusakan pada tanaman padi bukan hanya disebabkan oleh tikus sawah saja,
pada beberapa kejadian ditemukan bahwa tikus rumah dan tikus pohon juga

 
 

14 
 

menyerang pertanaman padi di sawah terutama apabila ketersediaan makanan
berkurang. Tikus biasanya menyerang bagian malai atau bulir tanaman padi pada
stadia generatif, sedangkan pada stadia persemaian tikus mencabut benih yang
suda tumbuh untuk memakan bagian biji yang masih tersisa (Buckle dan Smith
1996).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus jauh lebih besar daripada yang
dikonsumsinya karena cara makan yang sedikit demi sedikit pada bulir gabah.
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, tikus lebih banyak memakan bulir padi
dan menyisakan bekas bulir yang tidak dapat digunakan lagi. Pengendalian tikus
dapat dilakukan dengan cara mengatur jarak tanam, melakukan penanaman
serempak, menanam tanaman perangkap, melakukan gropyokan, memasang pagar
plastik, dan menggunakan bahan kimia (Priyambodo 2009).

Jagung
Jagung merupakan salah satu alternatif pangan sumber karbohidrat dan
juga menjadi salah satu tanaman pangan dunia yang penting selain gandum dan
padi. Selain mengandung karbohidrat, jagung juga sebagai sumber protein, lemak,
kalsium dan vitamin. Biji jagung kaya akan karbohidrat, kandungan karbohidrat
dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Tikus dapat menyebabkan
kerusakan pada pertanaman jagung, namun tidak terlalu berat karena jagung
memiliki kandungan karbohidrat yang lebih kecil dibandingkan beras dan
memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (Hasbullah 2005). Meskipun
demikian jika pakan tersebut yang tersedia di lapang dalam jumlah besar, maka
tikus akan menyebabkan kerusakan yang tinggi (Suharjo dan Kusharto 1998).

 
 

15 
 

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dimulai dari bulan Desember 2011 sampai Maret 2012.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah hewan uji yaitu tikus sawah (Rattus
argentiventer), tikus rumah (R. rattus diardii), tikus pohon (R. tiomanicus),
umpan dasar (beras, gabah, dan jagung), rodentisida bahan aktif brodifakum
0,005%, tempat pakan, gelas, kurungan tunggal (single cage) yang didalamnya
terdapat bumbung bambu sebagai tempat persembunyian tikus (Gambar 1), kuas
untuk membersihkan sisa pakan, plastik untuk menimbang tikus, dan timbangan
elektronik (analytical top loading animal balance) (Gambar 2).

Gambar 1 Kurungan tunggal

 
 

16 
 

Gambar 2 Timbangan elektronik

Metode
Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus sawah, tikus rumah, dan tikus
pohon yang diperoleh dari penangkapan di daerah Subang dan di sekitar kampus
IPB, Dramaga, Bogor. Pada pengujian ini digunakan 25 ekor tikus sawah, 28 ekor
tikus rumah dan 25 ekor tikus pohon. Kriteria tikus yang digunakan adalah tidak
bunting, berat badan > 70 g, dewasa, perbandingan jenis kelamin 1:1. Tikus yang
diperoleh dari lapang diadaptasikan terlebih dalam kurungan pemeliharaan selama
tiga hari dengan diberi pakan gabah dan minum setiap hari selama masa adaptasi.
Penentuan bobot tikus dilakukan dengan cara memasukkan seekor tikus ke dalam
kantung plastik besar yang sebelumnya sudah diatur (re-zero) kemudian plastik
diikat erat dan ditimbang pada timbangan elektronik, lalu bobot tikus yang telah
ditimbang kemudian dicatat.

Persiapan Rodentisida dan Umpan
Dalam pengujian ini rodentisida yang digunakan adalah rodentisida siap
pakai berbahan aktif brodifakum yang berbentuk blok berwarna hijau dengan
konsentrasi bahan aktif 0,005%. Rodentisida yang diberikan pada masing-masing
perlakuan sebanyak 4 blok (sekitar 12 g) per hari. Jenis umpan yang digunakan
yaitu beras, gabah, dan jagung yang diberikan untuk masing-masing perlakuan
sekitar 20 g per hari (Gambar 3).

 
 

17 
 

a

b

c

d

Gambar 3 Pengujian perlakuan rodentisida dan umpan
a = Rodentisida brodifakum

b = Umpan gabah

c = Umpan beras

d = Umpan jagung

Pengujian Pendahuluan
Pengujian ini dilakukan untuk mengadaptasikan tikus di dalam arena yang
akan dilanjutkan untuk pengujian perlakuan berikutnya. Metode ini dilakukan
dengan cara memasukkan satu mangkuk umpan gabah, satu mangkuk air, dan satu
ekor tikus yang telah ditimbang sebelumnya ke dalam arena.

Pengujian Konsumsi Rodentisida dan Umpan pada Tikus Sawah, Tikus
Rumah dan Tikus Pohon
Pengujian ketertarikan tikus terhadap rodentisida dan umpan dilakukan
dengan menggunakan uji banyak pilihan (multiple choice test), uji dua pilihan (bi
choice test) dan uji tanpa pilihan (no choice test). Pengujian dengan banyak
pilihan dilakukan untuk membandingkan rodentisida dan umpan yang paling

 
 

18 
 

banyak dikonsumsi