Penyediaan protein hewani untuk meningkatkan konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap rodentisida

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK
MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS
SAWAH TERHADAP RODENTISIDA

ARIEF YANA FUJILESTARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyediaan Protein
Hewani untuk Meningkatkan Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap
Rodentisida adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Arief Yana Fujilestari
NIM A34090066

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
ARIEF YANA FUJILESTARI. Penyediaan Protein Hewani untuk Meningkatkan
Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap Rodentisida. Dibimbing oleh
SWASTIKO PRIYAMBODO.
Tikus merupakan salah satu hama yang penting dalam kehidupan manusia,
baik dalam bidang pertanian dan perkebunan. Berbagai cara telah dilakukan dalam
pengendalian tikus, salah satunya dengan penggunaan rodentisida umpan beracun.
Daya tarik umpan yang tepat diperlukan karena bahan racun yang digunakan
sebagai rodentisida tidak disukai oleh tikus. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh konsumsi protein hewani terhadap rodentisida, sehingga
bisa meningkatkan pengendalian tikus pohon dan tikus sawah secara optimal. Ada

empat pengujian dalam penelitian ini. Tikus sawah mengonsumsi lebih banyak
gabah, sementara tikus pohon beras pecah kulit. Tikus pohon lebih banyak
mengonsumsi larva serangga daripada beras pecah kulit, sementara tikus sawah
tetap gabah. Konsumsi tikus sawah terhadap larva serangga memperlihatkan tidak
berbeda nyata dengan brodifakum, sementara tikus pohon berbeda nyata.
Konsumsi tikus sawah terhadap larva serangga memperlihatkan berbeda nyata
dengan bromadiolon, sementara tikus pohon tidak berbeda nyata.
Kata kunci: beras pecah kulit, gabah, larva serangga, tikus pohon, tikus sawah.

ABSTRACT
ARIEF YANA FUJILESTARI. Resources Supply of Animal Protein to Increase
Consumption of Wood Rats and Ricefield Rats towards Rodenticide. Supervised
by SWASTIKO PRIYAMBODO.
Rat is one of the important pest to human life, both in the agricultural and
plantation. Various tactics have been done to control rodent, one of them used
poisonous bait (rodenticide). Attractiveness of bait is necessary because rats not
prefer like taste of active ingredients of rodenticide. The aims of research to
investigate the consumption rate of animal protein towards rodencitide, therefore
it can increase the effective control to ricefield rats and wood rats. There are four
trial in this research. Ricefield rats consumed more unhulled rice. Wood rats

consumed more brown rice. Wood rats consumed more insect larvae than brown
rice, otherwise ricefield rats consumed more unhulled rice. The consumption of
ricefield rats to insect larvae showed no difference with brodifacoum, while wood
rats showed difference. Consumption of ricefield rats to insect larvae showed
difference to bromadiolone, while wood rats showed no difference.
Keywords: brown rice, insect larvae, ricefield rats, unhulled rice, wood rat.

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK

MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS
SAWAH TERHADAP RODENTISIDA

ARIEF YANA FUJILESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan.

Tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai Januari 2015
ini berjudul “Penyediaan Protein Hewani untuk Meningkatkan Konsumsi Tikus
Pohon dan Tikus Sawah terhadap Rodentisida”. Penulisan tugas akhir penelitian
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Dr. Ir.
Swastiko Priyambodo, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi
bantuan, bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
diucapkan kepada Dr. Ir. Wayan Winasa, Msi sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing penulis selama ini. Terima kasih kepada Dr. Ir.
Widodo, MS selaku dosen penguji tamu yang juga memberikan saran dan
bimbingan saat seminar dan sidang tugas akhir ini.
Ucapan terima kasih penulis juga ucapkan ayah, ibu, serta seluruh keluarga
besar penulis, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada
teman-teman Laboratorium Vertebrata Hama, Fatma, Mute, dan Tika, serta
teman-teman Proteksi Tanaman 46, khususnya Rima, Oki, Kavy, Meyta, Cici,
Fika, Arfi, Widya, Nisa, Arini, Diska, dan juga teman-teman lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis.
Pada penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang bersifat
membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis yang lebih
baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Arief Yana Fujilestari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Umpan Serelia terhadap Tikus Pohon dan Tikus Sawah
Pengujian Umpan Serealia dan Larva Serangga dengan Rodentisida
Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif
Brodifakum
Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif
Bromadiolon
Pengaruh Konsumsi terhadap Bobot Tubuh Tikus
Tingkat dan Lama Kematian (Mortalitas) Tikus
Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah pada Pasca Perlakuan
SIMPULAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
ix
1

1
2
2
2
3
3
3
5
6
6
6
7
8
9
10
10
12
12
12
13

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Konsumsi tikus uji terhadap umpan
6
Konsumsi tikus uji terhadap umpan dengan rodentisida
7
Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum
7
Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum
8

Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon
8
Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon
8
Tingkat dan lama kematian tikus pohon dan tikus sawah pada uji tiga dan
uji empat
10
Konsumsi tikus pohon dan tikus sawah pasca perlakuan
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Umpan dan rodentisida: (a) gabah, (b) beras pecah kulit, (c) beras,
(d) jagung, (e) ulat hongkong, (f) brodifakum, (g) bromadiolon.
Kurungan tunggal (single cage)
Histogram pengaruh konsumsi terhadap bobot tubuh tikus pohon (TP)
dan tikus sawah (TS) sebelum ( ) dan sesudah ( ) pengujian


3
4
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap umpan serealia
Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap umpan serealia
Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap beras PK vs ulat
hongkong vs brodifakum
Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah vs ulat hongkong
vs brodifakum
Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong
vs brodifakum
Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong
vs brodifakum
Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong
vs bromadiolon
Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong
vs bromadiolon
Analisis ragam konsumsi tikus uji pasca pengujian tiga
Analisis ragam konsumsi tikus uji pasca pengujian empat

15
15
15
15
15
15
15
16
16
16

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara
berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memanfaatkan sektor pertanian sebagai salah satu mata pencaharian utama
penduduknya. Hal ini karena wilayah daratan Indonesia yang sangat luas dan
ditunjang oleh struktur geografis yang beriklim tropis sangat cocok untuk
budidaya berbagai komoditas pertanian, hortikultura, dan perkebunan, sehingga
pengembangan sektor pertanian dianggap strategis di Indonesia.
Usaha untuk meningkatkan produk pertanian banyak mengalami kendala,
salah satunya adalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme
pengganggu tanaman ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi terhadap
petani dan masyarakat. Hama merupakan salah satu OPT dari kelompok hewan.
Jika OPT ini dibiarkan atau terlambat untuk dikendalikan, maka dapat
menimbulkan kerugian secara ekonomi, karena menimbulkan penurunan kuantitas
dan kualitas produk, penambahan biaya rutin dalam bercocok tanam, dan
menyebabkan gangguan bagi langkah-langkah budidaya pertanian (Djafaruddin
1995).
Tikus merupakan salah satu hama penting dalam kehidupan manusia, di
bidang pertanian dan perkebunan. Tikus menyebabkan kerusakan pada
pertanaman padi, jagung, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Meehan 1984). Di
Indonesia ada beberapa spesies tikus yang berperan sebagai hama, dua
diantaranya adalah tikus pohon (Rattus tiomanicus) dan tikus sawah (Rattus
argentiventer) (Priyambodo 2009).
Berbagai taktik dan strategi pengendalian telah dilakukan terhadap
pengendalian tikus. Secara garis besar pengendalian tikus dapat dikelompokkan
menjadi kultur teknis, sanitasi, fisik-mekanis, biologis atau hayati, dan kimiawi.
Pengendalian tikus yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah kimiawi dengan
menggunakan rodentisida umpan beracun, meskipun menurut konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pengendalian ini digunakan sebagai alternatif
terakhir jika cara lain tidak memberikan hasil yang optimal (Priyambodo 2009).
Umpan beracun secara garis besar terdiri dari bahan-bahan racun (poison),
umpan (bait), dan bahan tambahan (aditives). Berdasarkan cara kerjanya, racun
tikus dibagi menjadi dua yaitu racun akut yang bekerja cepat dengan cara merusak
sistem syaraf tikus dan racun kronis yang bekerja lambat dengan cara
menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh
darah kapiler. Selain itu, keefektifan penggunaan rodentisida dalam pengendalian
tikus perlu diperhatikan karakterisitik dalam memilih umpan tikus yang tepat
(Priyambodo 2009).
Daya tarik umpan yang tepat diperlukan karena bahan racun yang digunakan
sebagai rodentisida tidak disukai oleh tikus. Bahan pakan dalam pembuatan
umpan beracun biasanya serealia, seperti gabah, beras pecah kulit, beras, dan
jagung. Selain serealia, hewan kecil seperti larva serangga juga dapat dijadikan
sebagai umpan beracun untuk tikus. Hal ini tergantung dari kebiasaan pakan dan
keadaan habitat tersebut. Selain itu, dalam pertumbuhan normal tikus

2
membutuhkan karbohidrat, protein, dan lemak secara berimbang (Nurihidayati
2010).
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah
apakah serealia yang paling disukai oleh tikus sawah dan tikus pohon sehingga
bisa di bandingkan dengan larva serangga sebagai protein hewani untuk umpan
beracun sebagai alternatif dalam mengendalikan tikus sawah dan tikus pohon
secara optimal.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi protein
hewani sebagai konsumsi tikus pohon dan tikus sawah terhadap rodentisida, serta
pengaruhnya pada bobot tubuh tikus uji.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi awal tentang
tingkat konsumsi protein hewani bagi tikus pohon dan tikus sawah terhadap
rodentisida untuk pengendalian secara optimal.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung pada bulan Desember 2014 sampai Januari 2015 di
Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian
Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari semak belukar
di sekitar kampus IPB Darmaga untuk tikus pohon serta persawahan dari Subang
untuk tikus sawah. Tikus yang digunakan adalah tikus pohon dan tikus sawah
berjenis kelamin jantan dan betina, dewasa, sehat, dan tidak bunting. Bobot tubuh
tikus di atas 70 g dengan jumlah tujuh ekor dari tiap jenis tikus per perlakuan.
Tikus-tikus uji yang berhasil ditangkap dari lapang diadaptasikan terlebih dahulu
dalam kurungan di Laboratorium Vertebrata Hama dan diberi pakan gabah secara
melimpah (ad libitum).
Persiapan Umpan dan Rodentisida
Bahan-bahan yang digunakan sebagai umpan seperti gabah, beras pecah
kulit, beras, jagung, dan ulat hongkong diperoleh dari toko bahan makanan,
tempat penggilingan padi, dan toko pakan ternak di sekitar Kampus IPB Darmaga
dan Kota Bogor. Rodentisida yang digunakan merupakan racun kronis berbahan
aktif brodifakum 0.005% dan bromadiolon 0.005% diperoleh dari perusahaan
pestisida (gambar 1).

a

c

b

e

f

d

g

Gambar 1 Umpan dan rodentisida: (a) gabah, (b) beras pecah kulit, (c) beras, (d)
jagung, (e) ulat hongkong, (f) brodifakum, (g) bromadiolon.

4
Persiapan Kurungan
Kurungan yang digunakan merupakan kurungan tunggal (single cage)
terbuat dari aluminium, dilengkapi dengan tempat minum, tempat pakan, dan
bumbung bambu untuk tempat bersembunyi tikus (gambar 2).

Gambar 2 Kurungan tunggal (single cage)
Pengujian
Pengujian pertama adalah uji umpan serealia untuk mengetahui jenis umpan
yang paling banyak dikonsumsi oleh tikus pohon dan tikus sawah. Umpan yang
digunakan adalah gabah, beras pecah kulit, beras, dan jagung yang diberikan
masing-masing sebanyak 20 g selama lima hari berturut-turut. Perlakuan
dilakukan dengan tujuh ulangan pada tiap jenis tikus uji.
Pengujian kedua dilakukan setelah didapat konsumsi serealia tertinggi pada
pengujian pertama. Ulat hongkong digunakan sebagai protein hewani diuji dengan
rodentisida berbahan aktif brodifakum dan serealia yang terbanyak dikonsumsi
menggunakan metode banyak pilihan (multiple choice test). Serealia dengan
konsumsi tertinggi pada uji pertama diberikan sebanyak 20 g, ulat hongkong 10 g,
dan rodentisida berbahan aktif brodifakum 15 g selama empat hari berturut-turut.
Pengujian ini untuk menentukan umpan yang paling banyak dikonsumsi di antara
serealia, ulat hongkong, dan rodentisida tersebut. Perlakuan dilakukan dengan
tujuh ulangan pada tiap jenis tikus uji.
Pengujian ketiga menggunakan metode dua pilihan (bi-choice test) antara
ulat hongkong dan rodentisida berbahan aktif brodifakum. Setiap perlakuan
diberikan sebanyak 20 g selama tiga hari berturut-turut dengan perlakuan tujuh
ulangan pada tiap jenis tikus.
Pengujian keempat menggunakan metode dua pilihan (bi-choice test) antara
ulat hongkong dan rodentisida berbahan aktif bromadiolon. Setiap perlakuan
diberikan sebanyak 20 g selama tiga hari berturut-turut dengan perlakuan tujuh
ulangan pada tikus pohon dan pada tikus sawah.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah tingkat konsumsi umpan dan rodentisida pada
tikus pohon dan tikus sawah selama pengamatan, bobot awal dan bobot akhir
tikus uji, jumlah dan lama kematian tikus uji, dan konsumsi tikus uji pasca
perlakuan rodentisida. Penghitungan rerata bobot tikus digunakan rumus sebagai
berikut:

5
Rerata bobot tikus (g) = bobot awal (g) + bobot akhir (g)
2
Rasio konsumsi umpan dan rodentisida digunakan rumus sebagai berikut:
Rasio konsumsi
umpan atau rodentisida yang dikonsumsi (g) × 100%
umpan atau
=
jumlah keseluruhan yang dikonsumsi
rodentisida (%)
Pada setiap pengamatan, umpan dan rodentisida yang tidak dikonsumsi
termasuk yang tercecer di alas kandang ditimbang, lalu diganti dengan yang baru
untuk pengamatan selanjutnya. Data konsumsi selama pengamatan dikonversi ke
100 g bobot tubuh tikus, dengan rumus sebagai berikut:
Konversi umpan/rodentisida (g) = konsumsi umpan/rodentisida ×100
rerata bobot tikus
Analisis Data
Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL), terhadap pengujian pertama dengan empat perlakuan, pengujian kedua
dengan tiga perlakuan, serta pengujian ketiga dan keempat dengan dua perlakuan.
Masing-masing pengujian terdapat tujuh ulangan untuk tikus pohon dan tikus
sawah. Pengolahan data konversi umpan/rodentisida menggunakan perangkat
lunak Microsoft Office Excell 2010. Analisis ragam terhadap data konversi
dilakukan dengan program Statistical Analysis System (SAS) for windows 9.1
untuk uji t pada P = 0.05 dan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Umpan Serelia terhadap Tikus Pohon dan Tikus Sawah
Hasil yang diperoleh dari pengujian ini menunjukkan bahwa tikus pohon
mengonsumsi beras pecah kulit paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
gabah, beras, dan jagung. Sementara konsumsi antara gabah, beras, dan jagung
memiliki nilai yang tidak berbeda nyata (Tabel 1). Dengan demikian, serealia
yang paling disukai tikus pohon adalah beras pecah kulit dan dapat digunakan
sebagai umpan yang menarik bagi tikus pohon. Tikus pohon termasuk kelompok
omnivora (pemakan segala) tetapi cenderung untuk memakan serealia atau bijibijian (Sipayung et al. 1987).
Tabel 1 Konsumsi tikus uji terhadap umpan
Tikus pohon
Konsumsi
Umpan
Rasio
(g/100 g
konsumsi (%)
bobot tikus)
58.4
Beras PK
6.137a
25.2
Gabah
2.649b
10.5
Beras
1.104b
6.0
Jagung
0.626b

Tikus sawah
Konsumsi
Rasio
(g/100 g
konsumsi (%)
bobot tikus)
40.9
4.030a
52.4
5.157a
4.2
0.410b
2.7
0.267b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

Tikus sawah mengonsumsi beras pecah kulit dan gabah paling tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan dengan beras dan jagung. Dengan demikian, beras
pecah kulit dan gabah paling disukai oleh tikus sawah, sehingga dapat digunakan
sebagai umpan yang menarik bagi tikus sawah. Konsumsi pakan tikus sawah
tergantung pada kondisi lingkungan dan pertanaman padi.
Rasio konsumsi tikus pohon terhadap beras pecah kulit menunjukkan
persentase paling tinggi dibandingkan dengan gabah, beras, dan jagung.
Sementara rasio konsumsi tikus sawah terhadap gabah dan beras pecah kulit
menunjukkan persentase hampir sama dan paling tinggi dibandingkan beras dan
jagung.
Menurut hasil penelitian Nugroho et al. (2009), di dalam saluran pencernaan
tikus sawah ditemukan endosperm padi, bagian pangkal batang padi, serpihan
rumput, bagian tanaman dikotil. Namun demikian makanan pokok yang lebih
disukai tikus sawah adalah padi yang berarti bisa gabah dan beras pecah kulit.
Kebutuhan pakan tikus ± 10-15% dari bobot badan dan kebutuhan air minum ±
15-30 ml per hari (Anggara et al. 2008, Rohman et al. 2005). Berdasarkan hasil
pengujian ini, beras pecah kulit untuk tikus pohon dan gabah untuk tikus sawah
menjadi umpan serealia pada pengujian selanjutnya.
Pengujian Umpan Serealia dan Larva Serangga dengan Rodentisida
Hasil yang diperoleh dari pengujian ini, menunjukkan bahwa tikus pohon
mengonsumsi beras pecah kulit dan ulat hongkong paling tinggi dan berbeda

7
nyata dibandingkan dengan brodifakum (Tabel 2). Dengan demikian, tikus pohon
menyukai beras pecah kulit dan ulat hongkong, sementara brodifakum tidak
disukai. Hal ini karena tikus pohon menyukai pakan serealia yang dapat dipegang
oleh kedua tungkai depannya dan larva serangga yang memang terdapat pada
lingkungan habitatnya (Priyambodo 2009). Secara umum konsumsi beras pecah
kulit diprediksi lebih banyak dan berbeda nyata daripada ulat hongkong karena
dalam pertumbuhan normal tikus lebih membutuhkan karbohidrat, sementara
protein hewani untuk pelengkap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beras
pecah kulit dan ulat hongkong dikonsumsi dengan rasio yang relatif sama, artinya
kedua umpan ini berada dalam tingkat palatabilitas yang sama.
Tabel 2 Konsumsi tikus uji terhadap umpan dengan rodentisida
Tikus pohon
Tikus sawah
Umpan dan
Konsumsi
Rasio
Konsumsi
Rasio
rodentisida
(g/100 g bobot
konsumsi
(g/100 g bobot
konsumsi
tikus)
(%)
tikus)
(%)
Beras PK/Gabah
5.579a
46.3
6.210a
67.1
Ulat Hongkong
6.473a
53.7
3.049b
32.9
Brodifakum
0.000b
0
0.000c
0
Ket: Beras pecah kulit untuk tikus pohon. Gabah untuk tikus sawah.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

Tikus sawah mengonsumsi gabah paling tinggi dan berbeda nyata
dibandingkan ulat hongkong dan brodifakum. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa gabah dikonsumsi paling tinggi dibandingkan umpan yang lain. Dengan
demikian, gabah paling disukai daripada ulat hongkong dan brodifakum. Tikus
sawah juga menyukai ulat hongkong sementara brodifakum tidak disukai karena
tidak dikonsumsi. Hal ini menunjukkan, baik gabah dan ulat hongkong bisa
menjadi campuran umpan beracun yang baik dan tepat pada rodentisida tersebut.
Konsumsi tikus pohon dan tikus sawah terhadap brodifakum menunjukkan hasil
terendah diantara ketiga umpan tersebut. Tikus mempunyai sifat yang mudah
curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya (termasuk pakan) dan juga jera
umpan (Sudarmaji dan Herawati 2009).
Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum
Pada pengujian ini dilakukan metode bi-choice test antara ulat hongkong
dan rodentisida berbahan aktif brodifakum terhadap tikus pohon dan tikus sawah
selama tiga hari berturut-turut (Tabel 3). Hasil pengujian menunjukkan bahwa
nilai konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong dengan brodifakum berbeda
nyata. Dengan demikian, ulat hongkong lebih banyak dikonsumsi tikus pohon
daripada brodifakum.
Tabel 3 Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum
Konsumsi (g/100 g bobot tikus)
Jenis tikus uji
Pr > |t|1
Ulat hongkong
Brodifakum
Tikus pohon
8.649
2.183
0.008
Tikus sawah
3.294
1.184
0.107

8
Ket: 1Analisis konsumsi tikus uji terhadap umpan dan rodentisida menggunakan uji t dengan P =
0.05.

Tabel 4 Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum
Umpan dan rodentisida
Rasio konsumsi (%)
Ulat hongkong
Brodifakum
Tikus pohon
79.85
20.15
Tikus sawah
73.56
26.44
Nilai konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dengan brodifakum
tidak berbeda nyata. Rasio konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dan
brodifakum menunjukkan nilai yang hampir sama dengan tikus pohon (Tabel 4).
Total konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dan brodifakum lebih sedikit
dibandingkan konsumsi tikus pohon. Hal ini menunjukkan bahwa tikus sawah
mengonsumsi hanya sedikit ulat hongkong dan bodifakum karena tikus sawah
memiliki tingkat kecurigaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus pohon.
Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif Bromadiolon
Konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong dan rodentisida berbahan
aktif bromadiolon menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata meskipun rasio
konsumsi ulat hongkong lebih banyak daripada bromadiolon (Tabel 5). Hasil
pengujian menunjukkan bahwa nilai konsumsi tikus pohon terhadap ulat
hongkong dengan bromadiolon tidak berbeda nyata. Rasio konsumsi tikus pohon
terhadap ulat hongkong lebih tinggi daripada bromadiolon, artinya tikus pohon
lebih menyukai ulat hongkong (Tabel 6).
Tabel 5 Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon
Konsumsi (g/100 g bobot tikus)
Jenis tikus uji
Pr > |t|1
Ulat hongkong
Bromadiolon
Tikus pohon
9.774
5.011
0.065
Tikus sawah
5.256
0.020
0.022
Ket: 1Analisis konsumsi tikus uji terhadap umpan dan rodentisida menggunakan uji t dengan P =
0.05.

Tabel 6 Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon
Umpan dan rodentisida
Rasio konsumsi (%)
Ulat hongkong
Bromadiolon
Tikus pohon
66.11
33.89
Tikus sawah
99.62
0.38
Nilai konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon
berbeda nyata. Rasio konsumsi ulat hongkong lebih tinggi dibandingkan
bromadiolon, artinya tikus sawah lebih menyukai ulat hongkong. Dilihat dari nilai
konsumsinya, bromadiolon hampir tidak dikonsumsi oleh tikus sawah. Tikus
sawah lebih menyukai pakan berbentuk serealia dibandingkan dengan pakan
berbentuk blok sementara bromadiolon berbentuk blok. Metode yang digunakan
pada pengujian ini adalah metode pilihan. Dengan demikian, tikus sawah lebih
menyukai ulat hongkong daripada bromadiolon karena ulat hongkong merupakan

9
umpan lain yang tidak beracun dan mudah dipegang oleh tikus sawah (Utami
2012).
Bromadiolon didesain untuk rodentisida tikus rumah. Hal ini karena
rodentisida jenis ini memiliki bau yang khas (lebih menyengat) bagi tikus di
permukiman sehingga lebih efektif apabila diaplikasikan pada tikus rumah.
Pengaruh Konsumsi terhadap Bobot Tubuh Tikus
Pada setiap pengujian dilakukan penimbangan bobot tubuh tikus pohon dan
tikus sawah. Bobot awal diperoleh dari penimbangan sebelum dilakukan
pengujian, sementara bobot akhir diperoleh dari penimbangan setelah dilakukan
pengujian. Penimbangan bobot tubuh tikus pohon dan tikus sawah dilakukan
untuk mengetahui perubahan bobot tubuh tikus tersebut.
Pada pengujian pertama tikus pohon dan tikus sawah mengalami
peningkatan bobot tubuh (Gambar 3). Tikus pohon mengalami kenaikan bobot
tubuh sebesar 6.2 g, sementara tikus sawah mengalami kenaikan sebesar 12.7 g.
Pada pengujian ini, umpan yang diberikan tidak beracun sehingga tikus uji
mengalami kenaikan bobot tubuh.
160
140
120
100
80
60
40
20
00
TP

TS
Uji I

TP

TS
Uji II

TP

TS
Uji III

TP

TS

Uji IV

Gambar 3 Histogram pengaruh konsumsi terhadap bobot tubuh tikus pohon (TP)
dan tikus sawah (TS) sebelum ( ) dan sesudah ( ) pengujian
Pada pengujian kedua tikus pohon dan tikus sawah juga mengalami
kenaikan bobot tubuh masing-masing sebesar 8.3 g dan 5.4 g. Hal ini disebabkan
tikus pohon dan tikus sawah tidak mengonsumsi rodentisida yang diberikan saat
pengujian, sehingga bobot tubuh tikus uji tetap meningkat.
Pada pengujian ketiga tikus pohon dan tikus sawah mengalami penurunan
bobot tubuh karena diberikan umpan dan rodentisida. Tikus pohon mengalami
penurunan sebesar 0.6 g, sementara tikus sawah 12.2 g.
Pada pengujian keempat memiliki hasil yang berbeda pada tiap jenis tikus
uji, tikus pohon mengalami kenaikan bobot tubuh sebesar 4.8 g, sementara tikus
sawah penurunan sebesar 4.1 g. Secara umum, saat pengujian umpan yang
terdapat rodentisida, bobot tubuh tikus uji akan mengalami penurunan. Konsumsi
tikus pohon terhadap ulat hongkong masih lebih tinggi dibandingkan bromadiolon
sehingga terjadi peningkatan bobot tubuh.

10
Tingkat dan Lama Kematian (Mortalitas) Tikus
Kematian (mortalitas) tikus uji terjadi pada pengujian tiga dan pengujian
empat. Persentase mortalitas dan lama kematian pada tiap jenis tikus pengujian
tiga lebih besar dan lebih singkat daripada pengujian empat (Tabel 7). Mortalitas
tikus pohon sebesar 85.7% dengan lama kematian 3.7 hari pada uji tiga sementara
pada uji empat mortalitas 57.1% dengan lama kematian 5.3 hari. Pada tikus sawah
uji tiga, mortalitas sebesar 42.9% dengan lama kematian 2.7 hari sementara pada
uji empat mortalitas 57.1% dengan lama kematian 4 hari.
Tabel 7 Tingkat dan lama kematian tikus pohon dan tikus sawah pada uji tiga dan
uji empat
Uji III
Uji IV
Lama
Lama
Jenis tikus
Mortalitas (%)
kematian
Mortalitas (%)
kematian
(hari)
(hari)
Tikus pohon
85.7
3.7
57.1
5.3
Tikus sawah
42.9
2.7
28.6
4
Konsumsi tikus pohon pada uji tiga berbeda dengan konsumsi pada uji
empat, sehingga menghasilkan tingkat dan lama kematian yang berbeda pula.
Konsumsi tikus pohon pada uji tiga, memiliki rerata yang banyak dan berbeda
nyata sehingga menimbulkan tingkat kematian yang besar dan lama kematian
yang singkat.
Konsumsi tikus sawah pada uji tiga berbeda pula dengan konsumsi pada uji
empat. Hal ini disebabkan tikus sawah pada uji empat mengonsumsi ulat
hongkong sangat banyak sementara bromadiolon hampir tidak dikonsumsi,
sehingga tingkat mortalitas lebih rendah dan lama kematian lebih lama daripada
uji tiga.
Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah pada Pasca Perlakuan
Konsumsi tikus uji terhadap beras pecah kulit atau gabah pasca perlakuan
uji tiga dan uji empat dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Konsumsi tikus pohon dan tikus sawah pasca perlakuan
Jenis tikus
Uji III
Uji IV
Tikus pohon
3.819a
5.740a
Tikus sawah
4.839a
6.384a
Ket: Beras pecah kulit untuk tikus pohon. Gabah untuk tikus sawah.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

Setelah pengujian selama tiga hari, kemudian tikus pohon dan tikus uji
diberikan pakan beras pecah kulit atau gabah selama tujuh hari. Pemberian pakan
pasca pengujian ini bertujuan untuk mencermati lama kematian tikus pohon dan
tikus sawah yang sudah mengonsumsi rodentisida. Berdasarkan Tabel 6
menunjukkan bahwa pada uji tiga dan uji empat, konsumsi pakan tikus pohon
lebih rendah daripada tikus sawah, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Hal ini terjadi karena konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong dan

11
rodentisida saat pengujian cukup besar sehingga mengganggu proses fisiologis
dan dapat menurunkan konsumsi beras pecah kulit.
Pada pengujian tiga, konsumsi tikus uji lebih kecil daripada uji empat. Hal
ini juga karena konsumsi tikus uji terhadap brodifakum lebih besar daripada
konsumsi tikus uji terhadap bromadiolon. Dengan demikian, proses peracunan
lebih kuat serta tingkat mortalitas lebih besar dan lama mortalitas lebih cepat.

SIMPULAN
Kesimpulan
Diantara empat serealia yang diuji, tikus pohon lebih menyukai beras pecah
kulit sementara tikus sawah menyukai gabah dan beras pecah kulit. Tikus pohon
menyukai ulat hongkong walau tidak berbeda dengan beras pecah kulit, sementara
tikus sawah lebih menyukai gabah. Dengan tersedianya ulat hongkong, maka tikus
pohon dan tikus sawah mengonsumsi brodifakum dalam jumlah yang cukup
mematikan sebagian hewan uji. Dengan tersedianya ulat hongkong, maka tikus
pohon mengonsumsi bromadiolon dalam jumlah yang cukup mematikan,
sementara tikus sawah tidak. Konsumsi umpan membuat bobot tubuh tikus pohon
dan tikus sawah meningkat, sebaliknya konsumsi rodentisida membuat bobot
tubuh tikus tersebut menurun.
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada spesies tikus lain dan
rodentisida dengan bahan aktif yang berbeda untuk mengetahui pengaruh protein
hewani pada rodentisida.

DAFTAR PUSTAKA
Anggara AW, Sudarmadji. 2008. Modul G-2: Pengendalian hama tikus terpadu
(PHTT). Pelatihan TOT SL-PTT Padi Nasional. Subang (ID): Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi.
Djafaruddin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Meehan AP. 1984. Rats and Mice, Their Biology and Control. East Grinstead:
Rentokil Limitied.
Nugroho C, Idris, Widjanarko RDT. 2009. Bioekologi tikus sawah sebagai
pengetahuan dasar dalam tindakan pengendalian. Buletin Teknologi dan
Informasi Pertanian: 54-66 [internet]. [diunduh 2015 Januari 16]. Tersedia
pada: http://sultra.litbang.pertanian.go.id/.
Nurihidayati. 2010. Uji bentuk umpan dan rodentisida akut terhadap tiga spesies
tikus. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Priyambodo S. 2009. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-4. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Rohman, Sudarmaji, Anggara AW. 2005. Bioekologi hama tikus sawah.
Lokakarya Pemuliaan Partisipatif dan Uji Multilokasi dan Lokakarya PTT
dan PHTT. Badan Litbang Pertanian.
Sipayung A, Duryadi D, Lubis AU. 1987. Preferensi tikus terhadap jenis makanan
dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit. Laporan Tahunan Kerjasama
Penelitian P.P. Marihat-Biotrop. Bogor (ID): Seameo-Biotrop.
Sudarmaji, Herawati NA. 2009. Ekologi tikus sawah dan teknologi
pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi: 295-322. Tersedia
pada: http://yogya.litbang.pertanian.go.id/.
Utami PS. 2012. Pengujian antikoagulan bromadiolon pada tikus sawah (Rattus
argentiventer Rob. & Klo.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

15
Lampiran 1
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap umpan serealia
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
3
130.5174964 43.5058321 10.06
0.0002
24
103.8113714 4.3254738
27
234.3288679

Lampiran 2
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap umpan serealia
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
3
131.2531821 43.7510607 9.57
0.0002
24
109.7516857 4.5729869
27
241.0048679

Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap beras PK vs ulat
hongkong vs brodifakum
Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
Perlakuan
2
172.2422000 86.1211000 9.87
0.0013
Galat
18
157.0224286 8.7234683
Total
20
329.2646286
Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah vs ulat
hongkong vs brodifakum
Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
Perlakuan
2
134.9892095 67.4946048 13.79
0.0002
Galat
18
88.1136857 4.8952048
Total
20
223.1028952
Lampiran 5 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong vs
brodifakum
Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
Perlakuan
1
146.3191143 146.3191143 10.22
0.0077
Galat
12
171.8010286 14.3167524
Total
13
318.1201429
Lampiran 6 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong vs
brodifakum
Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
Perlakuan
1
15.58235000 15.58235000 3.03
0.1071
Galat
12
61.65134286 5.13761190
Total
13
77.23369286
Lampiran 7 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong vs
bromadiolon
Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
Perlakuan
1
79.3968286 79.3968286 4.11
0.0654
Galat
12
231.6942571 19.3078548
Total
13
311.0910857

16

Lampiran 8 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong vs
bromadiolon
Sumber
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
Perlakuan
1
95.9444643 95.9444643 6.87
0.0224
Galat
12
167.6187714 13.9682310
Total
13
263.5632357
Lampiran 9
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Analisis ragam konsumsi tikus uji pasca pengujian tiga
db
JK
KT
F Hitung
1
3.6414000
3.6414000
0.36
12
122.5695714 10.2141310
13
126.2109714

Lampiran 10
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Pr > F
0.5616

Analisis ragam konsumsi tikus uji pasca pengujian empat
db
JK
KT
F Hitung
Pr > F
1
1.4528643
1.4528643
0.12
0.7322
12
142.1485714 11.8457143
13
143.6014357

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Desember 1990 dari pasangan
ayah Arief Sukarto dan ibu Puji Suryanti. Penulis adalah putri sulung dari tiga
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 1 Citeureup dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan
kepanitiaan dari Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA),
termasuk menjadi pengurus periode 2011-2012. Penulis juga merupakan anggota
Capung Club Himasita (2011-2012). Selama mengikuti perkuliahan, penulis
pernah menjadi asisten praktikum Nematologi Tumbuhan pada tahun ajaran
2012/2013.