1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak manusia lahir ke bumi, salah satu indera yang paling utama merasakan kepekaan yaitu indera pendengaran yang biasa disebut telinga. Pada
saat baru dilahirkan, telinga manusia sudah diperdengarkan dengan suara-suara di sekitarnya. Adapun bagi yang beragama Islam, pada telinganya senantiasa
dilantunkan suara
adzan
dan meresponnya dengan tangisan. Proses tersebut merupakan proses komunikasi langsung pertama yang terjadi antara manusia
dengan orang maupun lingkungan di sekitarnya. Pada saat di dalam kandunganpun sebenarnya manusia sudah diajak berkomunikasi secara tidak
langsung dan meresponnya dengan bergerak-gerak di dalam kandungan. Oleh karena itu, proses komunikasi merupakan proses alami yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Saat berkomunikasi, manusia memerlukan bahasa sebagai komponen
utamanya. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk saling berinteraksi dalam lingkungannya, baik itu di lingkungan keluarga, sekolah
maupun masyarakat. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dalam percakapan sehari-hari dan untuk menyampaikan maksud seseorang. Bahasa tak hanya dalam
bentuk lisan, melainkan juga dalam bentuk tulisan. Dasar keterampilan berbahasa anak berkembang dalam kehidupannya di keluarga. Selanjutnya anak akan
mempelajari bahasa yang lebih kompleks di sekolah, khususnya di jenjang Sekolah Dasar.
Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar merupakan jenjang sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari semua keterampilan berbahasa
yaitu keterampilan mendengarkan atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sejalan dengan Kurikulum Dinas Pendidikan dalam Resmini. dkk.,
2009, hlm. 31 yang isinya: ruang lingkup matapelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen
berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Adapun keluasan dan
kedalamannya dipertimbangkan berdasarkan jenjang kelas, semester, standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Semua keterampilan tersebut dikembangkan dan ditingkatkan secara menyeluruh di Sekolah Dasar. Hal tersebut tentunya akan dijadikan sebagai
landasan atau acuan sebagai bekal untuk melanjutkan pada jenjang sekolah berikutnya. Selain itu, siswa juga dituntut agar mampu menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional. Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, tidak hanya menuntut siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia secara
teori saja, melainkan juga praktiknya, karena siswa harus menguasai beberapa keterampilan.
Pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, pada intinya ditujukan untuk melatih siswa agar mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia
secara lisan dan tulis. Proses pembelajarannya sendiri mengutamakan banyak praktik yang mana siswa mengalami secara langsung proses pembelajaran,
sehingga pembelajarannya akan terasa lebih bermakna bagi siswa. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang tercantum dalam Dinas Pendidikan dalam Resmini. dkk., 2009, hlm. 29:
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan.
Jadi, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD yaitu mengarahkan siswa agar siswa dapat berbahasa, baik itu secara tertulis maupun secara lisan.
Jadi, siswa tidak hanya dituntut untuk dapat menguasai teori, akan tetapi siswa juga diarahkan untuk dapat mengaplikasikan bahasa dengan baik, termasuk
mampu mengapresiasi karya sastra. Kegiatan membaca merupakan keterampilan bahasa yang sangat melekat
dengan kehidupan sehari-hari. Banyak tulisan-tulisan yang ditempel di sepanjang jalan baik itu berupa pengumuman, iklan dan sebagainya. Secara tidak disengaja,
setiap orang yang melihat tulisan tersebut pasti membacanya walaupun tidak didasari dengan niat ingin membaca. Hal itu disebabkan karena tulisan-tulisan
tersebut berada di sekitar pandangan mata saat orang melewatinya. Selain itu, kegiatan membaca juga erat kaitannya dengan keterampilan-keterampilan lainnya.
Misalnya, saat seorang anak mendengarkan ibunya membacakan dongeng, secara
tidak disengaja, anak sedang belajar menyimak, lalu jika anak ingin membaca dongengnya sendiri, maka ia harus belajar membaca terlebih dahulu. Anak akan
belajar membaca mengenal huruf sambil belajar menulis. Kegiatan membaca diajarkan kepada anak sedini mungkin bertujuan agar anak dapat memperoleh
informasi yang dibutuhkannya melalui bacaan yang ia temui. Dengan kata lain, dengan membaca, maka akan menambah ilmu pengetahuan dari informasi yang
dibaca. Untuk itu, membaca merupakan suatu keterampilan berbahasa yang tidak kalah pentingnya dengan keterampilan-keterampilan bahasa yang lainnya.
Berikut ini diuraikan mengenai batasan pengertian membaca yang dikemukakan oleh para ahli. Tarigan 2008, hlm. 7 mengemukakan bahwa:
membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-katabahasa tulis. Dalam hal ini, membaca adalah suatu usaha untuk menelusuri makna yang ada dalam tulisan.
Dari pendapat tersebut, membaca merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Pesan tersebut dapat diperoleh melalui
penafsiran makna tulisan. Sementara itu, Resmini Djuanda 2007, hlm. 73 mengemukakan bahwa:
membaca merupakan kemampuan yang kompleks karena membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata.
Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar ia mampu memahami materi yang dibacanya, sehingga lambang-lambang
yang dilihatnya menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya. Maksud dari definisi di atas, selaras dengan pendapat sebelumnya yang
mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan untuk memahami makna lambang-lambang tulisan yang ditulis oleh penulis. Namun, untuk
memahami makna tersebut, pembaca tidak hanya memandangi lambang-lambang tertulis itu saja, melainkan juga dikerahkan kemampuan yang lebih kompleks.
Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Bonomo dalam Somadayo, 2013, hlm. 100 mengemukakan bahwa „Membaca merupakan suatu proses memetik serta
memahami arti atau makna yang terkandung dalam bahasa tulis
reading is bringging.
’Melalui membaca, seseorang akan memahami makna yang tertulis dalam tulisan, untuk selanjutnya memberikan respon atau tindakan terhadap
makna bacaan yang disampaikan oleh penulis, seperti halnya dikemukakan oleh
Davies dalam So madayo, 2013, hlm. 100 „Membaca merupakan suatu proses
mental atau proses kognitif yang di dalamnya seorang pembaca diharapkan bisa mengikuti dan mere
spon terhadap pesan si penulis.‟ Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
membaca merupakan suatu kegiatan berkomunikasi dengan cara memahami lambang-lambang bahasa yang tersirat dalam tulisan dengan tujuan untuk
memperoleh informasi dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Membaca bersifat reseptif yang berarti pembaca akan menerima informasi
atau pesan dari teks bacaan yang dibacanya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Brooks dalam Tarigan, 2008, hlm. 4 yang mengemukakan
bahwa „Menyimak dan membaca mempunyai persamaan, kedua-duanya bersifat
receptif,
bersifat menerima.‟ Perbedaannya, menyimak merupakan kegiatan menerima pesan atau
informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima pesan atau informasi dari sumber tertulis. Pesan yang disampaikan oleh penulis ke pembaca itu
merupakan informasi yang dibutuhkan oleh pembaca. Untuk itu, pembaca harus mampu memahami makna lambang atau tulisan dalam teks yang berupa kata,
frase, kalimat, paragraf ataupun berupa wacana yang utuh. Jadi, kegiatan membaca merupakan proses mengubah lambang atau tulisan menjadi sesuatu
yang mempunyai makna. Di sekolah, pembelajaran membaca perlu difokuskan pada pemahaman terhadap isi bacaan. Oleh karena itu, siswa perlu dilatih secara
intensif untuk memahami isi bacaan, bukan untuk menghafal isi bacaan. Dalam hal ini, tentunya guru sangat berperan besar dalam melatih kemampuan siswa
untuk memahami isi teks bacaan. Selain memahami isi teks bacaan, hal terpenting yang harus dikuasai siswa yaitu kemampuan untuk mengapresiasi berbagai
keterampilan bahasa yang telah ia pelajari. Proses membaca merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena
melibatkan beberapa kegiatan fisik dan mental. Menurut Resmini. dkk. 2010, hlm. 94 proses membaca terdiri dari beberapa aspek.
Aspek-aspek tersebut meliputi aspek sensori yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis, aspek perseptual yaitu kemampuan
untuk menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol, aspek skemata yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur
pengetahuan yang telah ada, aspek berpikir yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari dan aspek afektif yaitu
aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengalaman terhadap kegiatan membaca. Interaksi antar kelima aspek tersebut secara
harmonis akan menghasilkan pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya komunikasi yang baik antar penulis dengan pembaca.
Jadi, kegiatan membaca merupakan suatu kegiatan yang kompleks, yang menggabungkan aspek sensori, aspek perseptual, aspek skemata, aspek berpikir
dan aspek afektif. Kelima aspek tersebut akan diajarkan dalam kegiatan membaca di Sekolah Dasar. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, hlm. 25
pada matapelajaran bahasa Indonesia kelas III semester 2, terdapat Kompetensi Dasar yang berbunyi “Membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang
tepat.” Salah satu kegiatan membaca di Sekolah Dasar adalah kegiatan membaca
puisi. Membaca puisi merupakan kegiatan membaca nyaring suatu karya sastra. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih diarahkan pada kompetensi siswa
untuk mampu berbahasa dan mengapresiasi sastra yang dilakukan secara terintegrasi. Hal itu sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djuanda
2006, hlm. 54 bahwa “Di sekolah dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan
berapresiasi sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi.”
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran sastra yang paling utama ialah kegiatan apresiasi, sedangkan untuk
pengetahuan sastra diperlukan untuk mendukung kemampuan apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum. Begitupun dengan materi membaca puisi,
kegiatan yang lebih penting untuk dilakukan yaitu siswa harus mampu mengapresiasi puisi dengan cara memahami makna yang terkandung di dalamnya
dan mampu membacakannya dengan penuh penghayatan seperti halnya mengalami sendiri cerita yang ada dalam baris puisi. Dalam membaca puisi,
indikator atau tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa terdiri dari pengucapan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat sesuai dengan isi puisi.
Membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat, bukanlah hal yang mudah bagi siswa, terutama bagi siswa yang kurang percaya diri dan kurang
lancar dalam membaca. Untuk itu, guru harus menggunakan strategi, metode dan teknik yang tepat agar dapat mempermudah siswa mencapai tujuan pembelajaran
dalam membaca puisi tersebut. Selain itu, guru juga dapat merancang suatu permainan yang dapat mengasah kemampuan siswa dalam membaca puisi. Jadi,
guru sangat berperan penting dalam melatih siswa agar mampu mengapresiasi sastra dengan baik.
Ketika melakukan observasi di kelas III SD Negeri Cilangkap II Kecamatan Buahdua kabupaten Sumedang, ternyata siswa masih merasa kesulitan
dalam membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Hal tersebut terlihat saat siswa maju ke depan kelas untuk membacakan puisi yang berjudul
“Khayalanku”. Hampir semua siswa tidak mampu membaca puisi dengan memperlihatkan ekspresi wajah yang tepat, mereka semua cenderung membaca
dengan ekspresi wajah datar, ada juga yang sambil tertawa-tertawa karena malu dilihat oleh teman-temannya. Bahkan, hampir semua siswa menutupi wajahnya
dengan buku dan tidak mau melihat ke depan. Selain itu, ada beberapa juga di antara mereka yang malu-malu untuk maju ke depan kelas dengan alasan malu
karena dilihat oleh teman-temannya. Selain kesulitan dalam ekspresi, untuk pengucapan lafal dan intonasi juga sebagian besar dari mereka tidak membaca
puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat. Dengan demikian, tujuan pembelajaran tidak tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.
Permasalahan tersebut ditemukan saat peneliti melakukan praktik pembelajaran pada tanggal 16 Desember 2014. Saat memasuki kelas, siswa
tampak antusias mengikuti pembelajaran, sehingga situasi dan kondisi kelaspun terbilang cukup kondusif. Pada awal pembelajaran, guru menyuruh siswa untuk
berdoa sebelum belajar. Kemudian mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, melakukan apersepsi dengan menanyakan apakah ada yang pernah mendengar
kata puisi atau adakah siswa yang pernah melihat orang membacakan puisi. Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa
pada pertemuan hari itu. Bahan materi ajar yang pertama disampaikan yaitu tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam membaca puisi dengan lafal
yang benar, lalu aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam membaca puisi dengan intonasi yang tepat dan yang terakhir yaitu tentang beberapa jenis ekspresi
wajah yang sesuai dengan isi puisi. Guru menjelaskan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat dalam membaca puisi sambil mempraktikkan secara langsung melalui
puisi “Khayalanku”. Semua siswa memperhatikan dan menulis dengan semangat. Namun, ada beberapa siswa yang membuat keributan disebabkan oleh gangguan
dari kakak kelasnya yaitu kelas IV yang ruangan kelasnya berada di belakang kelas III. Itulah permasalahannya, jalan akses ke kelas IV adalah melalui ruang
kelas III, karena di kelas IV tidak terdapat pintu keluar, sehingga apabila siswa ataupun guru kelas IV keluar masuk kelas, maka akses jalannya itu melalui pintu
dan ruangan kelas III. Hal tersebut tentunya mengganggu kekondusifan suasana belajar, karena perhatian siswa kelas III sering teralihkan oleh siswa kelas IV yang
lalu lalang keluar masuk. Selain itu, tak jarang pula siswa kelas IV ikut-ikutan mendengarkan guru saat mengajar dan berkata tidak sopan. Setelah selesai
menjelaskan materi, guru memberikan evaluasi tertulis kepada siswa, siswa mengerjakannya dengan semangat. Setelah semuanya selesai mengerjakan dan
mengumpulkan hasil kerjanya. Guru menyuruh siswa maju ke depan kelas secara bergantian untuk membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat.
Aspek penilaiannya terdiri dari aspek kognitif dan keterampilan. Adanya penilaian aspek kognitif akan sangat berpengaruh dalam tingkat ketercapaian
aspek keterampilan membaca puisi siswa. Apabila siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran pada aspek kognitif, maka tujuan pembelajaran pada aspek
keterampilanpun akan meningkat. Jadi, aspek kognitif akan mempermudah siswa dalam menguasai keterampilan membaca puisi.
Hasil data secara keseluruhan menunjukkan bahwa dari enam aspek yang dinilai, yaitu aspek kognitif yang meliputi aspek-aspek yang harus diperhatikan
dalam pengucapan lafal, intonasi dan ekspresi serta aspek keterampilan membaca puisi yang meliputi pengucapan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Hasilnya,
dari 16 orang siswa, hanya 12,5 atau dua orang siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum KKM. Sementara itu, 87,5 atau 14 orang siswa belum
tuntas atau belum mencapai KKM. Hasil kerja siswa berdasarkan aspek kognitif yaitu menyebutkan aspek-
aspek yang harus diperhatikan dalam pengucapan lafal yang benar, dapat diketahui bahwa ada enam orang atau 37,5 dari 16 orang siswa dapat
menyebutkan tiga aspek artikulasinya jelas, volume suara nyaring dan lancartidak terbata-bata yang harus diperhatikan dalam membaca puisi dengan
lafal yang benar, empat orang atau 25 dari 16 orang siswa hanya menyebutkan dua aspek. Sementara sisanya yaitu enam orang atau 37,5 dari 16 orang siswa
hanya menyebutkan satu aspek. Aspek kognitif yaitu menyebutkan aspek-aspek yang harus diperhatikan
dalam pengucapan intonasi yang tepat, dapat diketahui bahwa ada enam orang atau 37,5 dari 16 orang siswa dapat menyebutkan tiga aspekjeda, tekanan kata
dan tempo yang harus diperhatikan dalam membaca puisi dengan intonasi yang tepat, enam orang atau 37,5 dari 16 orang siswa hanya menyebutkan dua aspek.
Sementara sisanya yaitu empat orang atau 25 dari 16 orang siswa hanya menyebutkan satu aspek.
Aspek kognitif yaitu menyebutkan macam-macam ekspresi sedih, marah, senanggembirabahagia, takut, terkejut, bersemangat, cemas, malu-malu, bosan,
tak percayaheran, bingung dengan benar, dapat diketahui bahwa ada tujuh orang atau 43,75 dari 16 orang siswa dapat menyebutkan tiga macam ekspresi, enam
orang atau 37,5 dari 16 orang siswa hanya menyebutkan dua ekspresi. Sementara sisanya yaitu tiga orang atau 18,75 dari 16 orang siswa hanya
menyebutkan satu ekspresi. Aspek keterampilan membaca puisi dengan lafalyang artikulasinya jelas,
volume suara nyaring dan lancartidak terbata-bata, dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang dapat membaca puisi dengan tiga lafal yang benar maupun dua
lafal yang benar, enam orang atau 37,5 dari 16 orang siswa dapat membaca puisi dengan satu lafal yang benar. Sementara sisanya yaitu 10 orang atau 62,5
dari 16 orang siswa tidak dapat membaca puisi dengan lafal yang benar. Aspek keterampilan membaca puisi dengan intonasi jeda, tekanan kata
dan tempo yang benar, dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang dapat membaca puisi dengan tiga intonasi yang tepat, empat orang atau 25 dari 16
orang siswa dapat membaca puisi dengan dua intonasi yang tepat, lima orang atau 31,25 dari 16 orang siswa dapat membaca puisi dengan satu intonasi yang tepat.
Sementara sisanya yaitu tujuh orang atau 43,75 dari 16 orang siswa tidak dapat membaca puisi dengan intonasi yang tepat.
Aspek keterampilan membaca puisi dengan ekspresi wajah antusias, sedih dan gembira yang tepat, dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang
dapatmembaca puisi dengan tiga ekspresi yang tepat maupun dua ekspresi yang tepat, tiga orang atau 18,75 dari 16 dapat membaca puisi dengan satu ekspresi
yang tepat. Sementara sisanya yaitu 12 orang atau 75 dari 16 orang siswa tidak dapat membaca puisi dengan ekspresi yang tepat.
Secara keseluruhan, siswa kelas III mendapat nilai membaca puisi 814,2 51 dari jumlah keseluruhan nilai 1.600 100. Jika dirata-ratakan, maka nilai
rata-ratanya yaitu 51. Dengan demikian, kemampuan siswa kelas III SD Negeri Cilangkap II dalam pembelajaran membaca puisi masih sangat rendah, karena
hanya 12,5 atau dua orang siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum KKM yaitu 68,00. Dengan kata lain, 14 orang siswa yang masih belum tuntas
atau belum mencapai KKM. Setelah diketahui beberapa masalah yang terjadi, peneliti menganalisis
penyebab terjadinya permasalahan tersebut dengan melakukan observasi, angket dan wawancara. Aspek yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah kinerja guru
dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran membaca puisi.Beberapa masalah yang disebabkan oleh kinerja guru yang kurang maksimal adalah sebagai berikut.
1. Guru hanya menggunakan metode ceramah, yang diakhiri dengan metode
penugasan. 2.
Guru tidak menggunakan strategi, model, metode dan media pembelajaran yang akan membuat siswa lebih mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Beberapa identifikasi masalah yang ditemukan dalam aktivitas siswa adalah sebagai berikut.
1. Beberapa siswa perhatiannya dapat teralihkan dan tidak fokus mengikuti
pembelajaran. 2.
Siswa yang belum mendapat giliran maju ke depan kelas cenderung menertawakan temannya yang maju dan membacakan puisi, sehingga siswa
yang maju tidak bisa tampil maksimal karena ditertawakan oleh teman- temannya.
3. Siswa sulit memperlihatkan ekspresi wajah yang disesuaikan dengan isi puisi,
mereka cenderung memperlihatkan muka datar dan hanya menunduk melihat buku saja tanpa melihat ke depan kepada teman-temannya.
4. Sulit memahami apa itu lafal dan intonasi.
5. Sulit membaca puisi dengan intonasi yang tepat dalam setiap barisnya.
6. Sebagian juga sulit membaca dengan lafal yang benar dan jelas.
Terlepas dari beberapa masalah di atas, guru harus kreatif dan inovatif agar dapat meningkatkan kemampuan membaca puisi siswa. Upaya tersebut dapat
dilakukan oleh guru yaitu dengan menerapkan model dan metode pembelajaran maupun suatu permainan yang menarik bagi siswa. Salah satunya yaitu dengan
menerapkan permainan
Get, Match, and Read.
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti akan melaksanakan sebuah Penelitian Tindakan Kelas yang
berjudul “Penerapan Permainan
Get, Match and Read
untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Puisi di Kelas III SD Negeri Cilangkap II Kecamatan
Buahdua Kabupaten Sumedang”.
B. Rumusan dan Pemecahan Masalah