s pgsd kelas 1105672 chapter2

(1)

18 BAB II

PENERAPAN PERMAINAN GET, MATCH AND READ UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PUISI DI KELAS III

SD NEGERI CILANGKAP II

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

1. Hakikat Bahasa dan Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Bahasa merupakan alat komunikasi. Manusia hidup dengan bahasa, tanpa bahasa tak akan ada hubungan saling interaksi antar manusia, tak akan ada peradaban manusia dan tak akan ada juga suatu negara. Bahasa merupakan identitas suatu bangsa, bahasa merupakan pemersatu dan bahasa juga merupakan sarana untuk mengungkapkan perasaan. Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003, hlm. 88) “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.” Sementara itu, menurut Kridalaksana (dalam Chaer, 2012, hlm. 32) „Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.‟ Berdasarkan kedua pendapat tersebut, jelas bahwa bahasa merupakan suatu lambang bunyi yang lahir dan digunakan dalam kehidupan masyarakat.

Sementara itu, Sapani. dkk. (1998, hlm. 6) mengemukakan bahwa “Bahasa adalah media utama bagi manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya, baik untuk berbagi rasa, berbagi informasi, bertukar pikiran, mencari dan menyebarkan ilmu serta mengembangkan budaya, ilmu dan teknologi.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi yang digunakan masyarakat untuk sarana komunikasi, baik untuk mengungkapkan pikiran maupun perasaan. Oleh karena itu, bahasa merupakan hal yang melekat pada diri manusia yang berfungsi untuk sarana berhubungan dengan manusia lainnya dan juga untuk mengekspresikan diri (pikiran dan perasaan). Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan bahasa harus diutamakan, karena dengan menguasai bahasa, maka anak akan mampu mempelajari hal-hal yang lainnya.


(2)

Setiap bangsa mempunyai bahasa yang menjadi ciri khasnya sendiri.Salah satunya Indonesia, Indonesia merupakan suatu bangsa dan negara yang memiliki bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga merupakan matapelajaran wajib yang ada di sekolah, khususnya Sekolah Dasar.

Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, tidak hanya menuntut siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia secara teori saja, melainkan juga praktiknya, karena dilihat dari beberapa keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa. Pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar pada intinya ditujukan untuk melatih siswa agar mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia secara lisan dan tulis. Proses pembelajarannya sendiri mengutamakan banyak praktik yang mana siswa mengalami secara langsung proses pembelajaran, sehingga pembelajarannya akan terasa lebih bermakna bagi siswa. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal serupa dikemukakan oleh Djuanda (2006, hlm. 54) bahwa “Di Sekolah Dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi.” Jadi, pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar lebih mengutamakan pada kemampuan berbahasa siswa, bukan semata-mata penguasaan terhadap teori saja.

2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Proses pembelajaran merupakan kegiatan belajar yang dilakukan siswa dengan bimbingan guru di sekolah. Dalam pembelajaran, terdapat beberapa matapelajaran yang menggunakan kompetensi tertentu sesuai dengan karakteristik dari matapelajaran itu sendiri.

Pembelajaran di sekolah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa terhadap materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Berhasil atau tidaknya penerapan pembelajaran dapat diukur berdasarkan peningkatan kemampuan siswa terhadap materi pembelajaran yang diajarkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan sebelumnya.Tujuan utama pembelajaran bahasa Indonesia di SD yaitu untuk melatih kemampuan


(3)

komunikasi siswa secara lisan maupun tulis, seperti yang tercantum dalam Dinas Pendidikan (dalam Resmini. dkk., 2009, hlm. 29):

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan.

Maksud dari pernyataan di atas, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD yaitu mengarahkan siswa agar siswa dapat berbahasa baik itu secara tertulis maupun secara lisan. Jadi, siswa tidak hanya dituntut untuk dapat menguasai teori, akan tetapi siswa juga diarahkan untuk dapat mengaplikasikan bahasa dengan baik, termasuk mampu mengapresiasi karya sastra.

Sejalan dengan pernyataan di atas, tujuan umum pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006, hlm. 22).

a. Peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

b. Peserta didik memiliki kemampuan menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

c. Peserta didik memiliki kemampuan memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. d. Peserta didik memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia

untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial.

e. Peserta didik memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

f. Peserta didik mampu menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD yaitu untuk melatih siswa agar mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar serta dapat memanfaatkan bahasa Indonesia dengan benar dalam kehidupannya. Pengetahuan akan bahasa memang penting, namun yang lebih penting adalah mengajarkan kepada siswa bagaimana cara menggunakan bahasa. Jadi, pengajaran bahasa Indonesia di SD diajarkan untuk menambah pengetahuan maupun keterampilan.


(4)

3. Penerapan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Ruang lingkup matapelajaran bahasa Indonesia di SD mencakup beberapa keterampilan bahasa yang harus dikuasai siswa. Sesuai dengan yang tercantum dalam Kurikulum Dinas Pendidikan (dalam Resmini. dkk., 2009, hlm. 31) yang isinya:

ruang lingkup matapelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca dan menulis. Adapun keluasan dan kedalamannya dipertimbangkan berdasarkan: jenjang kelas, semester, standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Jadi, melalui pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, siswa dapat mengoptimalkan perkembangan bahasanya. Pembelajaran bahasa tersebut dapat berkembang dengan mempelajari berbagai keterampilan bahasa yang diajarkan secara berjenjang sesuai dengan tingkatan kelas dan semester di sekolah. Menurut Tarigan & Tarigan (2008, hlm. 23) ada beberapa ciri khas keterampilan yang berlaku juga dalam keterampilan berbahasa.

Pertama, keterampilan berbahasa bersifat mekanistis. Keterampilan ini dapat dikuasai melalui latihan atau praktik terus-menerus. Keterampilan berbahasa erat kaitannya dengan pengalaman. Di sini berlaku ungkapan „belajar melalui pengalaman. Kedua, pengalaman bahasa. Ketiga, jenis pertanyaan aplikasi sangat cocok dalam mengembangkan keterampilan berbahasa.

Berdasarkan pendapat di atas, dengan pembelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan terus-menerus dari mulai kelas I hingga kelas VI yang disertai banyak praktik, maka perkembangan berbahasa siswa akan terus berkembang. Selain itu, pembelajarannyapun dilakukan secara kontekstual, sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami apa yang dipelajarinya. Jadi, pembelajaran keterampilan berbahasa dilakukan dengan banyak praktik secara langsung disertai dengan pembelajaran yang dikaitkan dengan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar siswa. B.Keterampilan Membaca

1. Pengertian Membaca

Salah satu keterampilan bahasa yang harus dikuasai oleh siswa yaitu keterampilan membaca.Kegiatan membaca merupakan keterampilan bahasa yang sangat melekat dengan kehidupan sehari-hari.Banyak tulisan-tulisan yang ditempel di sepanjang jalan baik itu berupa pengumuman, iklan dan


(5)

sebagainya.Secara tidak disengaja, setiap orang yang melihat tulisan tersebut pasti membacanya walaupun tidak didasari dengan niat ingin membaca.Hal itu disebabkan karena tulisan-tulisan tersebut berada di sekitar pandangan mata saat orang melewatinya. Kegiatan membaca diajarkan kepada anak sejak usia dini. Dengan membaca, maka akan menambah ilmu pengetahuan dari informasi yang dibaca. Untuk itu, membaca merupakan suatu keterampilan berbahasa yang tidak kalah pentingnya dengan keterampilan-keterampilan bahasa yang lainnya.Berikut ini diuraikan mengenai batasan pengertian membaca yang dikemukakan oleh para ahli.Tarigan (2008, hlm. 7) mengemukakan bahwa:

membacaadalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dalam hal ini, membaca adalah suatu usaha untuk menelusuri makna yang ada dalam tulisan.

Berdasarkan pendapat tersebut, membaca merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Pesan tersebut dapat diperoleh melalui penafsiran makna tulisan. Sementara itu, Resmini &Djuanda (2007, hlm. 73) mengemukakan bahwa:

membaca merupakan kemampuan yang kompleks karena membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar ia mampu memahami materi yang dibacanya, sehingga lambang-lambang yang dilihatnya menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya. Maksud dari definisi di atas, selaras dengan pendapat sebelumnya yang mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan untuk memahami makna lambang-lambang tulisan yang ditulis oleh penulis. Namun, untuk memahami makna tersebut, pembaca tidak hanya memandangi lambang-lambang tertulis itu saja, melainkan juga dikerahkan kemampuan yang lebih kompleks. Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Bonomo (dalam Somadayo, 2013, hlm. 100) mengemukakan bahwa „Membaca merupakan suatu proses memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam bahasa tulis (reading is bringging).’ Melalui membaca, seseorang akan memahami makna yang tertulis dalam tulisan, untuk selanjutnya memberikan respon atau tindakan terhadap makna bacaan yang yang disampaikan oleh penulis, seperti halnya dikemukakan oleh Davies (dalam Somadayo, 2013, hlm. 100) „Membaca merupakan suatu


(6)

proses mental atau proses kognitif yang di dalamnya seorang pembaca diharapkan bisa mengikuti dan merespon terhadap pesan si penulis.‟Selain itu, membaca juga merupakan suatu kegiatan pemerolehan informasi secara tertulis, seperti yang dikemukakan oleh Rusyana (dalam Dalman, 2013, hlm. 6) bahwa„Membaca merupakan suatu kegiatan memahami pola-pola bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk memperoleh informasi darinya.‟

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan berkomunikasi denan cara memahami lambang-lambang bahasa yang tersirat dalam tulisan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Membaca bersifat reseptif yang berarti pembaca akan menerima informasi atau pesan dari teks bacaan yang dibacanya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Brooks (dalam Tarigan, 2008, hlm. 4) yang mengemukakan bahwa „Menyimak dan membaca mempunyai persamaan, kedua-duanya bersifat receptif, bersifat menerima.‟ Perbedaannya, menyimak merupakan kegiatan menerima pesan atau informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima pesan atau informasi dari sumber tertulis. Pesan yang disampaikan oleh penulis ke pembaca itu merupakan informasi yang dibutuhkan oleh pembaca.Untuk itu, pembaca harus mampu memahami makna lambang atau tulisan dalam teks yang berupa kata, frase, kalimat, paragraf ataupun berupa wacana yang utuh. Jadi, kegiatan membaca merupakan proses mengubah lambang atau tulisan menjadi sesuatu yang mempunyai makna.

2. Tujuan Membaca

Membaca merupakan suatu kegiatan yang tak terlepas dari kehidupan manusia. Melalui membaca, manusia mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan. Melihat kemajuan zaman seperti sekarang, tanpa membaca maka seseorang tidak akan berpikiran maju dan berwawasan luas. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, maka berikut ini terdapat beberapa tujuan membaca yang dikemukakan oleh Akhadiah (dalam Djuanda, 2008, hlm. 115-116):

a. untuk mendapatkan informasi, b. meningkatkan citra diri,


(7)

d. membaca untuk tujuan rekreatif,

e. mencari nilai-nilai keindahan atau estetis.

Pendapat di atas, mengemukakan bahwa tujuan membaca mencakup banyak aspek, dimulai dari untuk mencari informasi, sarana hiburan dan estetika. Sementara itu, menurut Tarigan (2008, hlm. 9) tujuan utama membaca adalah “Untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan.Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca.” Tujuan membaca menurut Tarigan tersebut adalah untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dari bacaan.

Dari beberapa tujuan membaca yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama membaca adalah untuk mendapatkan atau memperoleh informasi.Selebihnya, tergantung dari tujuan membaca yang dikehendaki pembaca pada saat melakukan kegiatan membaca.

3. Jenis-jenis Membaca

Membaca banyak jenisnya, seperti halnya yang dikemukakan oleh Tarigan (2008, hlm. 22-144):

jenis-jenis membaca terdiri dari membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca dalam hati terbagi menjadi dua, yaitu membaca ekstensif dan membaca intensif. Membaca ekstensif meliputi membaca survei, membaca sekilas dan membaca dangkal. Membaca intensif meliputi membaca telaah isi dan telaah bahasa. Membaca telaah isi meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis dan membaca ide, sedangkan membaca telaah bahasa meliputi membaca bahasa dan membaca sastra.

a. Membaca Nyaring

Membaca nyaring merupakan proses mengkomunikasikan isi bacaan (secara nyaring) kepada orang lain. Dengan tujuan utamanya mengkomunikasikan isi bacaan, maka si pembaca bukan hanya dituntut harus mampu melafalkan dengan suara nyaring lambang-lambang bunyi bahasa saja, melainkan juga dituntut harus mampu melakukan proses pengolahan agar pesan-pesan atau muatan makna yang terkandung dalam lambang-lambang bunyi bahasa tersebut dapat tersampaikan secara jelas dan tepat kepada orang yang mendengarnya. Jadi, membaca nyaring tidak hanya sekedar membaca dengan mengeluarkan suara.


(8)

b. Membaca dalam Hati

Membaca dalam hati ialah cara atau teknik membaca tanpa suara, sehingga hanya otak dan mata yang bekerja. Jenis membaca ini lebih ditekankan kepada pemahaman isi bacaan.Membaca dalam hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu membaca ekstensif dan membaca intensif.

1) Membaca ekstensif

Membaca ekstensif merupakan membaca yang dilakukan secara luas.Siswa diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam memilih bahan-bahan bacaan yang ingin dibacanya. Membaca ekstensif dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Membaca survei

Membaca survei adalah sejenis kegiatan membaca dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum tentang isi cerita dari bahan bacaan yang hendak dibaca. Dengan kata lain, pembaca hanya sekedar melihat atau menelaah bagian bacaan yang dianggap penting saja.

b) Membaca sekilas

“Membaca sekilas adalah jenis membaca yang membuat mata bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mencari serta mendapatkan informasi, penerangan.” (Tarigan, 2008, hlm. 32)

c) Membaca dangkal

Membaca dangkal merupakan kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang dangkal atau tidak terlalu mendalam dari bahan bacaan yang dibaca.Membaca jenis ini biasanya dilakukan untuk mencari hiburan saja.

2) Membaca intensif

Membaca intensif merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama, teliti dan terperinci.Membaca intensif dibagi menjadi dua, yaitu membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa.

a) Membaca telaah isi

Membaca telaah isi dibagi menjadi empat jenis, yaitu. (1) Membaca teliti

Membaca ini bertujuan untuk memahami secara detail gagasan yang terdapat dalam keseluruhan bacaan. Jadi, pembaca dituntut untuk saling mengaitkan gagasan antar kalimat maupun gagasan antar paragraf.


(9)

(2) Membaca pemahaman

Membaca pemahaman adalah aktivitas membaca yang ditempuh dengan sangat teliti, biasanya agak lambat, dengan tujan memahami keseluruhan isi bacaan yang dilakukan secara mendalam agar pesan yang disampaikan dapat masuk ke dalam otak dan hati.

(3) Membaca kritis

Membaca kritis adalah salah satu jenis membaca yang bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta dalam bacaan, kemudian menganalisisnya.

(4) Membaca ide

Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat dalam bacaan. b) Membaca telaah bahasa

Membaca telaah bahasa dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (1) Membaca bahasa

Membaca bahasa umumnya bertujuan untuk memperluas dan mengembangkan kosakata serta melatih kefasihan berbahasa.

(2) Membaca sastra

Membaca sastra merupakan kegiatan membaca karya sastra, baik dalam hubungannya dengan kepentingan apresiasi maupun dalam hubungannya dengan kepentingan studi dan kepentingan pengkajian.

4. Keterampilan Membaca di Sekolah Dasar

Pada hakikatnya, aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses merupakan kegiatan fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk merupakan konsekuensi dari hasil kegiatan membaca. Proses membaca merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena melibatkan beberapa kegiatan fisik dan mental. Menurut Resmini. dkk. (2010, hlm. 94) proses membaca terdiri dari beberapa aspek.

Aspek-aspek tersebut meliputi aspek sensori yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis, aspek perseptual yaitu kemampuan untuk menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol, aspek skemata yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan yang telah ada, aspek berpikir yaitu kemampuan membuat


(10)

inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari dan aspek afektif yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengalaman terhadap kegiatan membaca. Interaksi antar kelima aspek tersebut secara harmonis akanmenghasilkan pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya komunikasi yang baik antar penulis dengan pembaca.

Secara garis besar, aspek-aspek tersebut meliputi aspek sensori, aspek perseptual, aspek skemata, aspek berpikir dan aspek afektif. Apabila kelima aspek tersebut berinteraksi dengan baik, maka akan menciptakan komunikasi yang baik pula antar penulis dengan pembaca. Kelima aspek tersebut akan diajarkan dalam kegiatan membaca di Sekolah Dasar. Keterampilan membaca puisi termasuk ke dalam keterampilan membaca lanjut. Untuk materi keterampilan membaca puisi, akan dipaparkan pada subbab khusus dalam bab ini, yaitu pada sub C.

5. Hubungan Antara Keterampilan Membaca dengan Keterampilan Bahasa Lainnya

a. Hubungan Antara Membaca Dengan Menyimak

Keterampilan menyimak dan keterampilan membaca sangat berkaitan erat, keduanya sama-sama merupakan kegiatan menerima informasi. Sebagaimana Brooks (dalam Tarigan, 2008, hlm. 4) mengemukakan bahwa:

menyimak dan membaca mempunyai persamaan, kedua-duanya bersifat reseptif, bersifat menerima. Perbedaannya, menyimak menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima informasi dari sumber tertulis. Dengan perkataan lain, menyimak menerima informasi dari kegiatan berbicara, sedangkan membaca menerima informasi dari kegiatan menulis.

Keterampilan menyimak juga merupakan faktor penting bagi keberhasilan anak dalam belajar membaca. Berikut ini merupakan hubungan-hubungan antara membaca dan menyimak:

1) Pada saat anak belajar membaca permulaan di kelas rendah, petunjuk-petunjuk pengajaran membaca yang disampaikan oleh guru disampaikan kepada anak melalui lisan, sehingga anak akan memahami petunjuk tersebut melalui kegiatan menyimak.

2) Anak yang belum lancar membaca, ia akan menerima lebih banyak pengajaran melalui menyimak daripada membaca.


(11)

3) Kosakata simakan yang terbatas akan berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman terhadap bahan bacaan.

4) Menyimak akan membantu anak untuk menangkap ide pokok yang disampaikan pembicara. Namun, bagi siswa kelas tinggi membaca lebih efektif daripada menyimak sesuatu yang mendadak untuk memahami informasi lebih terperinci.

b. Hubungan Antara Membaca Dengan Berbicara

Perkembangan kecakapan berbahasa lisan dan kesiapan baca sangat berkaitan erat, seperti halnya yang dikemukakan oleh Tarigan (2008, hlm. 8):

beberapa proyek penelitian telah memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara perkembangan kecakapan berbahasa lisan dan kesiapan membaca. Telaah-telaah tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan-kemampuan umum berbahasa lisan turut melengkapi suatu latar belakang pengalaman yang menguntungkan serta keterampilan bagi pengajaran membaca.

Kemampuan-kemampuan umum berbahasa lisan yang mencakup ujaran yang jelas dan lancar, kosakata yang luas dan beraneka ragam, penggunaan kalimat-kalimat lengkap, pendengaran yang tepat dan kemampuan menghubungkan kejadian-kejadian dalam urutan yang wajar dan logis akan sangat berpengaruh pada pembelajaran membaca. Apabila anak mempunyai kemampuan berbahasa lisan yang baik seperti yang telah diuraikan di atas, maka proses belajar membacanyapun akan berkembang dengan baik. Sebaliknya, apabila anak tidak bisa mengucapkan ujaran yang jelas dan lancar serta kosakata yang dikuasainya belum banyak. Maka, anak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Misalnya, anak yang pengucapan ujarannya kurang jelas dan lancar, maka saat membaca permulaan dengan teknik membaca nyaring, anak tersebut akan mengalami kesulitan, karena membaca nyaring melibatkan kemampuan melihat bacaan dan mengucapkannya secara nyaring. Begitupun dengan anak yang kosakatanya belum luas, maka saat belajar membaca permulaan, ia akan mengalami kesulitan dalam memahami makna teks bacaan yang dibaca. Tetapi pada saat tahap membaca pemahaman, dengan sering membaca, maka kemampuan berbicaranya akan meningkat, karena ia menguasai kosakata yang luas dan belajar merangkai kalimat efektif melalui membaca.


(12)

Senada dengan pernyataan-pernyataan di atas, berikut ini dijelaskan hubungan-hubungan antara bidang kegiatan lisan dan membaca menurut Tarigan (2008, hlm. 5).

1) Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa lisan.

2) Pola-pola ujaran yang tuna-aksara mungkin mengganggu pelajaran membaca bagi anak-anak.

3) Kalau pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membantuk suatu dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka. Misalnya, kesadaran linguistik mereka terhadap istilah-istilah baru, struktur kalimat yang baik dan efektif serta penggunaan kata-kata yang tepat. 4) Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara

langsung. Seandainya muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka sang guru hendaknya mendiskusikan dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada saat anak masih di kelas rendah, kemampuan berbicara akan sangat menentukan kemampuannya dalam membaca. Sedangkan pada saat anak di kelas tinggi, kemampuan membaca anak, akan sangat bermanfaat dalam untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak.

c. Hubungan Antara Membaca Dengan Menulis

Membaca dan menulis mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Sederhananya, bila seseorang menulis, tulisan tersebut akan dibaca oleh orang lain, atau setidaknya akan dibaca oleh diri sendiri di waktu yang lain. Hal tersebut, sejalan dengan pendapat Tarigan (2008, hlm. 4), yaitu “Antara menulis dan membaca terdapat hubungan yang sangat erat. Bila kita menuliskan sesuatu, kita pada prinsipnya ingin agar tulisan itu dibaca oleh orang lain; paling sedikit dapat kita baca sendiri pada saat lain.” Oleh karena itu, pada dasarnya hubungan membaca dan menulis itu adalah hubungan antara penulis dan pembaca.

C. Keterampilan Membaca Puisi 1. Pengertian Puisi

Puisi merupakan salahsatu karya sastra Indonesia yang sudah ada sejak lama. Puisi dapat didefinisikan sesuai dengan perkembangan dan struktur yang membentuknya.Banyak pendapat yang memberikan batasan tentang puisi.Batasan tersebut biasanya berhubungan dengan struktur fisiknya saja ataupun struktur


(13)

batinnya saja.Akan tetapi, ada juga yang memberikan batasan yang mencakup kedua struktur itu.Puisi adalah suatu karya sastra yang bersifat imajinatif.Puisi juga bersifat konotatif, bahasanya memiliki banyak kemungkinan makna.Hal tersebut disebabkan oleh pemadatan kata dalam baris-baris puisi. Menurut Supriyadi (2006, hlm. 44).

Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima atau poeisis yang berarti pembuatan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry yang berarti membuat atau pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.

Menurut pendapat di atas, puisi merupakan suatu karya yang berisi pesan atau gambaran yang diciptakan seseorang, yang di dalamnya dapat mencakup fisik maupun batiniah seseorang. Sementara Muljana (dalam Waluyo, 2005, hlm. 23)menyatakan bahwa „Puisi merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan kata sebagai ciri khasnya.Pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma dan musikalitas.‟Batasan yang dikemukakan oleh Muljana tersebut berkaitan dengan struktur fisiknya saja.Namun, jika pengertian tersebut ditinjau dari segi bentuk batin puisi, maka menurut Spencer (dalam Waluyo, 2005, hlm. 23) „Puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.‟

Jika didefinisikan mencakup struktur fisik dan batin puisi, maka „Puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.‟ (Waluyo, 2005, hlm. 25). Sementara menurut Hasanuddin (2002, hlm. 5) “Puisi merupakan pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan. Perasaan dan pikiran penyair yang masih abstrak dikonkretkan.” Berdasarkan pendapat tersebut, maka puisi merupakan sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Hal tersebut senada dengan pendapat Wordsworth (dalam Zulfahnur. dkk., hlm. 4) yang mengatakan bahwa „Puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan.‟

Selain itu, menurut McCaulay (dalam Aminuddin, 2004, hlm. 134) mengungkapkan bahwa puisi adalah „Salahsatu cabang sastra yang menggunakan


(14)

kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan penulisnya.‟ Jelas bahwa puisi merupakan karya sastra yang menggunakan kata-kata untuk menuangkannya dan diperlukan imajinasi untuk merangkai kata-katanya. Tidak beda dengan pendapat Djuanda & Iswara (2009, hlm. 3) mengemukakan bahwa “Puisi adalah sebuah karya sastra sebagai karya kreatif dari imajinasi manusia.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah sebuah karya sastra imajinatif berupa kata-kata yang indah dan diciptakan dengan tujuan sebagai pernyataan perasaan penyair.

2. Jenis-jenis Puisi

Puisi banyak jenisnya. Agar mampu mengapresiasi puisi dengan baik, maka harus dapat mengenal berbagai jenis puisi. Menurut Djuanda & Iswara, (2009, hlm. 11) jenis puisi yang dikenal dalam dunia sastra di antaranya adalah sebagai berikut.

a.Puisi epik b.Puisi ode c.Puisi himne d.Puisi naratif e.Puisi lirik (liris)

f. Puisi didaktik (puisi didaktis) g.Puisi satirik atau puisi satir h.Puisi romantis

i. Puisi elegi

Puisi epik merupakan puisi kepahlawanan. Puisi ode merupakan puisi pujian terhadap seseorang yang berjasa. Puisi himne merupakan puisi pujian terhadap Tuhan, ataupun ungkapan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Puisi naratif merupakan puisi yang mengandung rangkaian cerita peristiwa yang dialami seseorang. Puisi lirik merupakan puisi yang memerhatikan bunyi akhir dan jumlah suku kata pada setiap barisnya. Puisi didaktik merupakan puisi yang mengandung nilai-nilai pendidikan yang digambarkan secara jelas. Puisi satir merupakan puisi sindiran terhadap suatu kelompok masyarakat tertentu. Puisi romantis merupakan puisi yang berisi luapan perasaan cinta. Terakhir, puisi elegi merupakan puisi ratapan sedih seseorang.


(15)

Berdasarkan jenis-jenis puisi di atas, jenis puisi yang diajarkan di kelas III yaitu puisi naratif, puisi ode, puisi himne dan puisi elegi. Namun, yang lebih sering diajarkan adalah puisi naratif, karena puisi naratif merupakan jenis puisi yang berisi cerita yang memuat suatu peristiwa atau kejadian yang dialami seseorang. Hal tersebut sesuai dengan perkembangan tingkat berpikir siswa kelas III yang cenderung masih menyukai pembelajaran yang mengandung cerita. Oleh karena itu, untuk pembelajaran membaca puisipun akan lebih optimal apabila belajar puisi naratif.

3. Pengertian Membaca Puisi

Membaca puisi berbeda dengan membaca bacaan lainnya, karena membaca puisi mengandung nilai estetis atau keindahan. Menurut Ichsan (dalam Abbas, 2006, hlm. 115)„Membaca puisi mengandung arti mengungkapkan suatu ide dengan perantaraan bunyi bahasa yang indah dan mengesankan.‟

Menurut pendapat di atas, menjelaskan bahwa membaca puisi merupakan kegiatan membaca dengan tujuan mengungkapkan bunyi bahasa yang indah. Pernyataan tersebut, sesuai dengan pendapat Supriyadi (2009, hlm. 115) yang mengemukakan bahwa:

pembelajaran membaca puisi secara estetis dimaksudkan agar siswa dapat membaca dengan intonasi, jeda, tempo yang tepat, serta melatih siswa menghayati karakter (sedih, haru, gembira) puisi yang dibacanya. Dengan latihan membaca dengan intonasi dan jeda yang tepat, siswa dilatih membedakan perubahan makna yang terjadi karena intonasi dan jeda yang berbeda.

Menurut pendapat di atas, membaca puisi merupakan kegiatan membaca yang dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek dengan tujuan agar dapat memaknai isi puisi yang dibaca. Membaca puisi dapat dilakukan dengan cara pemebrian contoh oleh guru maupun melalui rekaman pembacaan puisi. Hal tersebut dilakukan agar siswa tahu bagaimana cara membaca puisi yang baik dengan memperhatikan pengucapan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat sesuai dengan isi puisi. Setelah pemberian contoh, barulah guru dapat menyuruh siswa untuk mempraktikkan membaca puisi di mejanya masing-masing maupun di depan kelas.


(16)

4. Tahap-tahap Membaca Puisi

Dalam membaca puisi, harus mengikuti tahap-tahap membaca puisi. Menurut Zulfahnur. dkk. (1997, hlm. 84) tahap-tahap membaca puisi yaitu:

a. bacalah judul puisi serta nama penyairnya;

b. antara pembacaan judul dengan pembacaan baris pertama puisi beri kesenyapan atau perhentian antar sebanyak 3 tel (ketukan);

c. antar bait berilah kesenyapan 2 tel;

d. pada akhir pembacaan, intonasi kebanyakan menurun. gunakan teknik penekanan setiap suku kata yang terdapat di baris terakhir puisi. Tahap membaca puisi yang pertama adalah membaca judul puisi serta nama penyairnya. Judul puisi harus dibacakan, karena judul merupakan kunci utama inti dari puisi. Begitu juga dengan peyair, panyair harus dibacakan, karena penyair merupakan pencipta puisi tersebut. Cara membaca judul dan nama penyair misalnya sebagai berikut.

a. Judul – karya – nama penyair, contoh: Berdiri Aku, karya Amir Hamzah. b. Judul – (berjeda/ kesenyapan) – nama penyair, contoh: Berdiri Aku/ Amir

Hamzah.

c. Nama penyair – dalam – judul, contoh: Amir Hamzah dalam Berdiri Aku. Tahap yang kedua yaitu antara pembacaan judul dengan pembacaan baris pertama puisi harus diberi kesenyapan sebanyak 3 ketukan. Hal tersebut dilakukan agar dapat membedakan pembacaan judul dengan isi puisi.

Tahap selanjutnya yaitu antar bait beri kesenyapan 2 ketukan. Hal tersebut dilakukan untuk membedakan pembacaan antar bait dalam puisi

Tahap terakhir yaitu pada akhir pembacaan, intonasi kebanyakan menurun, gunakan teknik penekanan setiap suku kata yang terdapat di baris terakhir puisi. Hal tersebut dilakukan untuk menandakan bahwa pembacaan puisi akan selesai, karena puisi sudah mencapai baris terakhir.

5. Membaca Puisi di Sekolah Dasar

Di Sekolah Dasar, membaca puisi sudah diajarkan semenjak siswa menginjak kelas I. Selanjutnya, pembelajaran membaca puisi dilanjutkan lagi di kelas II sampai kelas VI. Jadi, membaca puisi merupakan materi pembelajaran yang terus-menerus diajarkan secara berkesinambungan dari mulai kelas I sampai VI. Berdasarkan Standar Kompetensi yang dikembangkan ke dalam Kompetensi


(17)

Dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006, hlm. 22-29), kompetensi dasar pembelajaran membaca puisi siswa yaitu.

Tabel 2.1

Kompetensi Dasar Pembelajaran Membaca Puisi di Tingkat Sekolah Dasar

Kelas Kompetensi Dasar

I 7.2 Membaca puisi anak yang terdiri atas 2-4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat.

II 3.2 Menjelaskan isi puisi anak yang dibaca.

III 7.2 Membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat.

V 3.3 Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat.

VI 6.3 Membacakan puisi karya sendiri dengan ekspresi yang tepat. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pembelajaran membaca puisi di SD, siswa harus dilatih agar mampu membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Adapun, kriteria kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada setiap jenjangnya akan berbeda, pada saat kelas rendah, siswa masih pada tahap perkenalan terhadap lafal, intonasi dan ekspresi. Namun, saat menginjak kelas tinggi, siswa dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan membaca puisinya secara optimal dengan memperhatikan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sukini & Iskandar (2008, hlm. 90) yang mengemukakan bahwa pembacaan puisi harus dibacakan dengan:

a.pengucapan yang jelas,

b. intonasi (lagu kalimat) yang tepat,

c.jeda (tempat berhenti pada saat membaca baris-baris puisi) yang tepat, d.ekspresi yang tepat (gerak-gerak tubuh benar-benar berfungsi untuk

menjiwai isi puisi).

Agar dapat membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat, maka siswa harus terus-menerus dilatih, sehingga tujuan pembelajaran membaca puisi yang telah ditentukan dapat tercapai sebagaimana mestinya.

6. Lafal, Intonasi dan Ekspresi

Lafal, intonasi dan ekspresi merupakan indikator yang diteliti dari keterampilan membaca puisi.

a.Lafal

Lafal merupakan cara pengucapan bunyi. Bunyi bahasa Indonesia meliputi vokal, konsonan, diftong dan gabungan konsonan. Menurut Pusat Bahasa


(18)

Departemen Pendidikan Nasional (2003, hlm. 623) “Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang di suatu masyarakat dalam mengucapkan bunyi bahasa.” Definisi tersebut, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nur‟aini & Indriyani (2008, hlm. 32) “Lafal adalah cara pengucapan bunyi.” Sementara itu, menurut Samidi & Puspitasari (2008, hlm. 104) “Lafal merupakan cara mengucapkan kata-kata secara jelas, enak dan mudah didengar sesuai dengan makna yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan.” Lafal perlu diperhatikan dalam berbahasa, karena lafal merupakan cara pengucapan bunyi bahasa. Apabila pengucapannya asal saja, maka seseorang tersebut tidak memperhatikah kaidah berbahasa yang baik. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengucapkan lafal yaitu sebagai berikut.

1) Artikulasinya jelas

Pengucapan pada setiap sukukata dalam puisi harus jelas dan terang. Artikulasi menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003, hlm. 66) adalah “Lafal, pengucapan kata.” Maka dari itu, artikulasi merupakan bagian dari lafal yang harus diperhatikan.

2) Volume suara nyaring

Suara saat membaca puisi harus nyaring agar bisa terdengar jelas oleh semua penonton.

3) Kelancaran (tidak terbata-bata)

Saat membaca puisi harus lancar, tidak terbata-bata. b. Intonasi

Saat berbicara atau berbahasa lisan, dibutuhkan intonasi yang berbeda-beda sesuai dengan maksud yang ditujukan. Intonasi menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional(2003, hlm. 440) adalah “Lagu kalimat; ketepatan penyajian tinggi rendah nada.” Apabila seseorang berbahasa, harus disesuaikan dengan intonasi yang tepat bagi kalimat yang diucapkannya. Sementara itu, menurut Samidi & Puspitasari (2008, hlm. 104) “Intonasi mencakup tempo, jeda dan tekanan suara. Tekanan berhubungan dengan keras atau lemahnya suatu kata dan frase yang diucapkan.” Selain itu, Suyatno. dkk. (2008, hlm. 50) mengemukakan bahwa “Intonasi adalah naik turunnya nada dalam membaca.” Jadi, intonasi merupakan lagu kalimat atau naik turunnya nada


(19)

berbicara yang mencakup tempo, jeda dan tekanan suara. Berdasarkan pendapat tersebut, maka aspek-aspekyang harus diperhatikan dalam ketepatan intonasi yaitu.

1) Jeda

Setiap kata dalam puisi harus diucapkan dengan jelas dan tidak tergesa-gesa. Untuk itu, diperlukan jeda saat membaca puisi. Menurut Suyatno. dkk. (2008, hlm. 106) “Jeda disebut juga perhentian”, sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003, hlm. 464) “Jeda adalah hentian sebentar dalam ujaran.” Saat berujar, harus memperhatikan waktu berhenti sejenak untuk menarik nafas maupun tidak. Di bawah ini merupakan tanda jeda yang terdapat dalam membaca puisi.

Tanda / : tanda untuk berhenti sebentar (jeda pendek). Tanda // : tanda untuk berhenti lama (jeda panjang).

Saat membaca, penempatan jeda harus tepat. Jika salah menempatkan jeda, maksud kalimata akan salah. Contohnya seperti berikut ini.

a) Ibu / Sari pergi ke mana? (yang pergi Sari, bukan Ibu) b) Ibu Sari / pergi ke mana? (yang pergi Ibu)

2) Tekanan kata

Memberikan tekanan terhadap kata tertentu, sehingga kata tersebut terdengar lebih menonjol dibandingkan kata-kata yang lainnya. Jadi, saat membaca puisi, ada beberapa kata tertentu yang harus diberi penekanan pada saat membacanya. Hal tersebut juga bertujuan untuk memberi penegasan makna pada bagian kata puisi yang dibaca.

3) Tempo

Memperhatikan tempo yaitu mengatur cepat lambat saat membaca puisi, tidak boleh boleh terlalu cepat dan tidak boleh terlalu lambat. Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003, hlm. 1169) “Tempo adalah penundaan waktu.” Maksudnya saat berujar, waktu yang digunakan dalam berujar jangan terlalu lambat ataupun terlalu cepat, akan tetapi harus disesuaikan. Sementara itu, menurut Suyatno. dkk. (2008, hlm. 50) “Tempo adalah cepat atau lambatnya pengucapan.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa tempo merupakan


(20)

pengaturan waktu yang menentukan cepat lambatnya seseorang dalam berujara ataupun membaca.

c. Ekspresi

Setiap orang selalu berekspresi. Menurut Nur‟aini & Indriyani (2008, hlm. 33) “Ekspresi adalah mimik wajah yang menunjukkan perasaan hati (senang, sedih,bahagia).” Sementara menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003, hlm. 291) “Ekspresi adalah pandangan air muka yang memperlihatkan perasaan seseorang.” Jadi, melalui ekspresi yang diperlihatkan, maka orang lain dapat mengetahui perasaan yang sedang kita rasakan ataupun maksud yang ingin kita sampaikan. Macam-macam ekspresi meliputi ekspresi bahagia atau gembira atau senang, sedih atau haru, bersemangat, heran atau tidak percaya, terkejut, takut, marah, bosan, cemas, bingung, malu-malu.

D. Penerapan PermainanGet, Match and Read

1. Hakikat Bermain, Permainan dan Permainan Bahasa

Bagi anak-anak, bermain merupakan suatu rutinitas yang tidak boleh terlepas dari kehidupannya sehari-hari.Bermain berasal dari dorongan atau naluri diri anak itu sendiri, sehingga ada keharusan untuk menyalurkannya. Jika tidak, maka anak akan merasa tertekan. Seperti halnya pendapat dari Smith (dalam Djuanda, hlm. 86) yang mengatakan bahwa.

Bermain merupakan dorongan langsung dari dalam diri setiap individu, yang bagi anak-anak merupakan pekerjaan, sedangkan bagi orang dewasa lebih dirasakan sebagai kegemaran. Anak usia SD merupakan usia bermain. Mereka belum dapat membedakan dunia nyata dan bermain. Baru setelah semakin dewasa mereka paham bahwa ada dua dunia yaitu dunia bermain dan dunia nyata atau dunia kerja. Belajar tidak bisa dipaksakan.

Jadi, bermain merupakan aktivitas alamiah yang melekat pada diri anak. Untuk itu, cara belajar anak-anakpun dilakukan melalui kegiatan bermain yang tidak disadari oleh anak bahwa sedang belajar, karena belajar yang baik adalah dalam suasana tanpa tekanan dan paksaan (menyenangkan).

Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian bermain dan permainan menurut para ahli. Menurut Ismail (2006, hlm. 14) “Bermain dapat bermakna sebagai kegiatan anak yang menyenangkan dan dinikmati.” Sementara


(21)

itu, Munandar (dalam Ismail, 2006, hlm. 16) menjelaskan definisi bermain secara lebih kompleks yaitu „Bermain merupakan suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.‟ Jadi, bermain merupakan kegiatan anak yang menyenangkan serta dinikmati anak. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mencapai perkembangan anak secara menyeluruh.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan aktivitas yang penting dilakukan oleh anak-anak. Dengan bermain anak akan menambah pengetahuan dan pengalamannya, karena dunia anak adalah dunia bermain. Djuanda (2006, hlm. 86), menyatakan bahwa“Para ahli pendidikan modern berpendapat bahwa permainan merupakan alat pendidikan. Pendidikan yang baik akan menggunakan bermain sebagai alat pendidikan.” Menurut pernyataan tersebut, penerapan permainan merupakan hal yang penting diterapkan dalam dunia pendidikan. Bermain akan mengembangkan kognitif, sosial, emosi dan fisik anak. Melalui bermain juga akan meningkatkan kemampuan berbahasa anak, karena anak berkomunikasi langsung dengan teman-temannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abbas (2006, hlm. 10):

jika bermain dianggap sebagai proses yang mendorong anak belajar bahasa dan pengembangannya, maka kondisi bermain itu sebagai suatu proses belajar perlu diciptakan dalam pembelajaran, sehingga dapat dipergunakan sebagai suatu kondisi dalam kelas yang dapat melayani berbagai macam tujuan.

Bermain dapat dilakukan dalam bentuk permainan. Permainan merupakan bagian dari kegiatan bermain.Namun, permainan mempunyai aturan dan menuntut partisipasi minimal dua orang anak.Permainan juga bersifat kompetitif yaitu ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang.Permainan juga merupakan konsep pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mengajarkan konsep materi pelajaran yang abstrak dan sulit untuk dipahami anak apabila dijelaskan melalui kata-kata saja. Menurut Suparno (dalam Djuanda, 2006, hlm. 94):

permainan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Apabila keterampilan yang diperoleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa.


(22)

Oleh karena itu, penerapan permainan saat belajar bahasa akan membuat pembelajaran lebih efektif. Hal ini didukung oleh pernyataan Menurut Brierly (dalam Djuanda, 2006, hlm. 88) yang menyatakan bahwa.

Bermain dan bereksplorasi akan membantu perkembangan otak anak, yaitu meningkatkan kemampuan berbahasa, bersosialisasi, bernalar dan perkembangan motoriknya. Bermain akan membuat anak lebih mengerti subyek yang dipelajarinya melalui eksplorasi, imajinasi, berdiskusi, bernyanyi, bereksperimen, mengubah bentuk dan bermain peran.

Menurut pendapat di atas, bermain mempunyai banyak manfaat bagi perkembangan otak anak, baik itu perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotor anak. Penerapan permainan dalam pembelajaran bahasa dapat dilakukan melalui permainan bahasa. Permainan bahasa menurut Resmini & Djuanda (2007, hlm. 255):

permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. Bila ada permainan yang menggembirakan tetapi tidak melatih keterampilan berbahasa, tidak dapat disebut permainan bahasa.Demikian juga sebaliknya, bila permainan itu tidak menggembirakan, meskipun melatihkan keterampilan bahasa tertentu, tidak dapat dikatakan permainan bahasa.Untuk dapat disebut permainan bahasa, harus memenuhi kedua syarat yaitu menggembirakan dan melatihkan keterampilan berbahasa.

Jadi, syarat utama permainan bahasa yaitu harus menggembirakan hati anak sekaligus melatih keterampilan berbahasa anak.Permainan bahasa dapat dilakukan dalam situasi dan kondisi apapun. Asalkan jangan sampai mengganggu kelas yang lain. Menurut Suparno (dalam Djuanda, 2006, hlm. 94) „Ada empat faktor yang menentukan keberhasilan permainan bahasa di kelas, yaitu faktor situasi dan kondisi, faktor peraturan permainan, faktor pemain dan faktor pemimpin permainan.‟

Keempat faktor di atas merupakan syarat utama penerapan permainan di kelas. Ciri utama permainan yang membedakannya dengan bermain yaitu adanya peraturan.Peraturan tersebut harus diketahui, dipahami, ditaati dan disetujui oleh seluruh pemain.Guru juga harus mengelola kelas agar tetap kondusif, jangan sampai permainan di kelas membuat suasana menjadi gaduh dan dapat mengganggu kelas yang lain. Guru juga harus membentuk beberapa tim siswa yang kekuatannya seimbang.Selain itu, melalui permainan guru harus


(23)

menanamkan konsep berbagi, menunggu giliran, bermain jujur dan harus mampu menerima kekalahan apabila usaha anak kurang maksimal.Dalam permainan, guru bertindak sebagai pemimpin permainan atau juri, sedangkan siswa sebagai pelaku permainan.

Selain hal-hal di atas, ada lagi hal penting yang harus diperhatikan pada penerapan permainan bahasa yaitu seperti halnya yang dikemukakan oleh Suyatno (dalam Djuanda, 2006, hlm. 88) bahwa.

Permainan sebagai teknik pembelajaran memerlukan keterampilan tersendiri yang harus dikuasai guru. Keterampilan tersebut memerlukan semacam kajian terlebihdulu, yaitu: membaca bahan-bahan teoretis yang ada, kasus-kasus nyata, mencari contoh-contoh yang relevan, menyusun aturan permainan, menyiapkan alat permainan, dan seterusnya.

Menurut pendapat di atas, sebelum menerapkan permainan bahasa pada proses pembelajaran, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh guru pada saat perencanaan. Persiapan tersebut salahsatunya yaitu guru harus menyusun aturan dan langkah-langkah permainan, agar permainan yang akan diterapkan memunyai prosedur yang jelas. Jadi, permainan tidak hanya diterapkan begitu saja, akan tetapi dibutuhkan beberapa persiapan yang harus dilakukan dan dikuasai guru agar pada penerapannya, permainan tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan.

2. Permainan Get, Match and Read

a. Pengertian Permainan Get, Match and Read

Permainan Get, Match and Read merupakan permainan bahasa yang yang terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu Get yang berarti dapatkan puisinya, lalu Match yang berarti cocokkan gambar ekspresi dengan puisi. Kemudian Read yang berarti bacalah puisinya.

Permainan ini dilakukan melalui tugas LKS kelompok yang diberikan guru. Tahap pertama, mendapat lembaran puisi (get), lalu mengisi huruf yang dikosongkan, lalu menentukan tanda jeda (/ atau //) yang tepat. Kemudian mencocokkan gambar ekspresi yang sesuai dengan baris puisi (match). Setelah itu, siswa secara berkelompok ditugaskan untuk membacakan puisi di depan kelas (read), dengan masing-masing siswa membacakan satu bait puisi, sehingga semua anggota kelompok secara merata membacakan puisi.


(24)

b. Tujuan Permainan Get, Match and Read

Permainan Get, Match and Read merupakan permainan bahasa karena bertujuan mengembangkan keterampilan berbahasa yaitu menulis dan permainan ini bersifat menyenangkan.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Resmini & Djuanda (2007, hlm. 255) bahwa “Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran.”Berdasarkan pendapat tersebut, maka permainan bahasa harus membuat siswa senang mengikuti pembelajaran, sekaligus juga dapat melatih kemampuan berbahasanya.Apabila permainan hanya membuat senang saja, tidak melatih keterampilan berbahasa, maka permainan tersebut bukanlah permainan bahasa.Begitu juga sebaliknya, apabila permainan kurang menyenangkan namun bisa melatih kemampuan berbahasa siswa, maka tidak dapat juga dikatakan sebagai permainan bahasa.

Permainan Get, Match and Read merupakan permainan bahasa karena melalui aktivitas dalam permainan tersebut, siswa akan merasa senang mengikuti pembelajaran dan juga akan meningkatkan kemampuan berbahasa siswa yaitu membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Melalui permainan bahasa ini, pembelajaran membaca puisi di kelas akan lebih efektif. Hal ini didasari juga oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Ismail (2006, hlm. 25) yang isinya:

para ahli pendidikan anak dalam risetnya menyatakan bahwa cara belajar anak yang paling efektif ada pada permainan anak, yaitu dengan bermain dalam kegiatan belajar mengajarnya. Dalam bermain, ia dapat mengembangkan otot besar dan halusnya (kasar dan motorik-halus), meningkatkan penalaran dan memahami keberadaan di lingkungan sebaya. Membentuk daya imajinasi dengan daya sesungguhnya, mengikuti peraturan, tata tertib dan disiplin yang tinggi.Secara alamiah, bermain dapat memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam dan secara spontan pula anak mengembangkan bahasanya, mendapat kesempatan bereksperimen dan memahami konsep-konsep sesuai dengan perkembangan dirinya.

Jadi, permainan Get, Match and Read merupakan cara belajar yang efektif yang dapat melatih perkembangan motorik siswa, melatih penalaran, membentuk


(25)

daya imajinasi, melatih sportivitas dan disiplin, memotivasi anak untuk belajar optimal serta mengembangkan bahasa siswa.

3. Kelebihan Permainan Get, Match and Read

Terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki oleh permainan Get, Match and Read, di antaranya yaitu:

a. Membuat semua siswa aktif berpartisipasi, karena semuanya mendapat tugas dalam kelompok.

b. Pembagian tugas di dalam kelompok merata.

c. Pembelajaran akan terasa menyenangkan bagi siswa.

d. Siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran, karena mereka belajar dengan teman sebayanya.

e. Menanamkan sikap bekerjasama dengan kelompok.

f. Pembelajaran akan terasa lebih bermakna bagi mereka, karena mereka mengalami sendiri semua aktivitas belajar, yaitu melalui LKS yang di dalamnya menuntut siswa bekerja secara kelompok hingga bekerja secara individu.

g. Satu permainan namun mencakup keseluruhan cara untuk melatih tiga keterampilan sekaligus, yakni keterampilan membaca puisi dengan pelafalan dan intonasi yang tepat serta ekspresi yang tepat.

h. Permainan kompetisi yang akan membuat siswa termotivasi untuk bersaing agar berhasil menjadi juara.

4. Tahapan Permainan Get, Match and Read

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh guru sebelum menerapkan permainan pada proses pembelajaran. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Suyatno (dalam Djuanda, 2006, hlm. 88) bahwa.

permainan sebagai teknik pembelajaran memerlukan keterampilan tersendiri yang harus dikuasai guru. Keterampilan tersebut memerlukan semacam kajian terlebihdulu, yaitu: membaca bahan-bahan teoretis yang ada, kasus-kasus nyata, mencari contoh-contoh yang relevan, menyusun aturan permainan, menyiapkan alat permainan, dan seterusnya.

Mengikuti pernyataan di atas, sebelum menerapkan permainan ini, guru terlebih dahulu merencanakan tahapan-tahapan permainan yang akan dilakukan.


(26)

Adapun tahapan-tahapan permainan Get, Match and Readyang telah disusun oleh guru pada saat merencanakan pembelajaran yaitu sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan materi pembelajaran.

b. Siswa dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing terdiri dari 4 orang siswa (jumlah total siswa16 orang).

c. Guru menjelaskan aturan permainan Get, Match and Read.

d. Setiap kelompok mengambil 1 gulungan kertas berisi nomor puisi dari dalam kotak. (di dalam kotak terdapat 4 nomor puisi yang berbeda untuk setiap kelompok)

e. Kelompok yang sudah mendapatkan nomor puisi, misalnya mendapat puisi nomor 1, maka guru memberikan lembaran puisi nomor 1 (puisi sudah diberi nomor sebelumya).

f. Kelompok yang telah mendapatkan lembaran puisi mengisi huruf yang dikosongkan. Misalnya, kata televisi dihilangkan huruf v-nya menjadi tele...isi. g. Setelah itu, menentukan tanda jeda (/ atau //) yang tepat pada setiap ujung baris

puisi.

h. Kemudian, mencococokkan gambar ekspresi wajah yang sesuai dengan baris puisi yang ditandai guru (ditandai baris puisi berwarna). Gambar tersebut, terdapat di dalam kotak yang lain, sehingga antar kelompok berlomba-lomba mencari gambar ekspresi yang tepat untuk puisinya. Cara mencocokkannya yaitu dengan cara menempelkan gambar tersebut di kolom yang disediakan. i. Semua langkah di atas, dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Setelah

selesai, maka setiap anggota kelompok mendapatkan tugas untuk membacakan masing-masing 1 bait puisi kelompok mereka. Mereka berlatih bersama-sama dan saling mengoreksi apabila terdapat anggota yang kurang tepat dalam pengucapan lafal dan intonasinya serta tidak menunjukkan ekspresi wajah yang seharusnya.

j. Selanjutnya, kelompok yang sudah siap tampil maju ke depan kelas. Masing-masing anggota kelompok membacakan bait puisi bagiannya secara bergiliran. k. Setelah selesai membacakan puisi, kelompok yang berhasil membaca puisi


(27)

l. Terakhir, guru bersama siswa membahas LKS puisi yang telah dikerjakan sebelum membaca puisi.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas, permainan Get, Match and Read ini mencakup beberapa faktor keberhasilan penerapan permainan, seperti yang dikemukakan oleh Suparno (dalam Djuanda, 2006, hlm. 94) „Ada empat faktor yang menentukan keberhasilan permainan bahasa di kelas, yaitu faktor situasi dan kondisi, faktor peraturan permainan, faktor pemain dan faktor pemimpin permainan.‟ Permainan ini sudah mencakup beberapa faktor di atas, dimulai dari pemain. Semua siswa di dalam kelas berperan sebagai pemain, yang mana akan dibentuk menjadi empat kelompok dengan kemampuan yang heterogen. Kemudian, guru bertindak sebagai pemimpin permainan, yaitu sebagai juri dan pembimbing yang mengawasi jalannya permainan dan juga bertugas menjaga kondisi dan situasi kelas agar tetap kondusif. Adapun persiapan yang dilakukan oleh guru yaitu sebelum melaksanakan permainan tersebut, guru menyusun aturan dan langkah-langkah permainan yang dicantumkan dalam RPP. Dengan begitu, guru sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik agar permainan dapat diterapkan secara optimal.

E. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Tari Bambu 1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran. Sebagian metode pembelajaran berpusat pada penyampaian guru, dan sebagian yang lain berusaha fokus pada respon siswa sebagai subyek pembelajaran. Ciri utama metode pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Abidin (2012, hlm. 73) yaitu “Adanya langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran secara prosedural”. Dalam metode pembelajaran terdapat tahapan-tahapan yang jelas, dari mulai tahap penentuan tujuan pembelajaran, peran guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung, penyampaian materi hingga pada tahap evaluasi pembelajaran. Jadi, metode bukanlah sekedar cara penyampaian pembelajaran yang dilakukan guru, akan tetapi mencakup prosedur pembelajaran yang kompleks.

Menurut Roestiyah (dalam Heriawan. dkk., 2012, hlm. 73) „Metode pengajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau


(28)

menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.‟ Pendapat tersebut mengemukakan bahwa metode pengajaran merupakan teknik mengajar yang digunakan oleh guru untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran. Sementara menurut Surachman (dalam Heriawan. dkk., 2012, hlm. 74) „Metode pembelajaran adalah cara pelaksanaan proses pengajaran atau saat bagaimana atau teknisnya suatu bahan pelajaran diberikan kepada siswa di sekolah.‟ Sama halnya dengan pendapat Roestiyah, Surachman mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan teknik pengajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar.

Selain pendapat di atas, Pringgawidagda (dalam Abidin, 2012, hlm. 72 ) „Mengemukakan bahwa metode adalah tingkat yang menerapkan teori-teori pada tingkat pendekatan. Dalam tingkat ini dilakukan keterampilan-keterampilan khusus yang akan dibelajarkan, materi yang harus disajikan dan sistematika urutannya.‟

Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan teknik penyajian pelajaran yang diberikan kepada siswa di kelas, dengan tujuan agar siswa mudah untuk menangkap dan memahami pelajaran.Metode pembelajaran menekankan bagaimana membantu siswa belajar lebih efektif, daripada belajar dengan menggunakan metode konvensional.

2. Pengertian Metode Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merupakan praktik mengajar untuk meningkatkan proses pembelajaran, gaya berpikir tingkat tinggi dan perilaku saling peduli terhadap siswa-siswa yang mempunyai kemampuan belajar yang rendah. Menurut Slavin (dalam Heriawan. dkk., 2012, hlm. 5)„Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran bagi siswa dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Peserta didik bekerja bersama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.‟ Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran kelompok yang mana siswa saling membantu belajar di dalamnya. Senada dengan pendapat di atas, menurut Artz &Newman (dalam Huda, 2012, hlm. 32) „Pembelajaran kooperatif merupakan kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerjasama dalam satu tim


(29)

untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas atau mencapai satu tujuan bersama.‟

Sementara itu, Parker (dalam Huda, 2012, hlm. 29) mendefinisikan „Kelompok kecil kooperatif sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.‟ Kesemua pendapat tersebut mengemukakan hal yang sama bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok yang mana semua anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang terdiri dari kelompok kecil siswa dengan kemampuan yang heterogen yang bekerjasama untuk mencapai satu tujuan bersama. Dengan kata lain, melalui metode pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok siswa bertanggungjawab terhadap keberhasilan temannya dalam kelompok, karena tujuan dari metode pembelajaran ini adalah untuk mencapai tujuan bersama.

3. Macam-macam Metode Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran kelompok yang memiliki banyak tipe. Menurut Huda(2012, hlm. 134-153), beberapa tipe metode pembelajaran kooperatif yang memiliki karakteristik tipe yang hampir sama meliputi.

Kooperatif Mencari Pasangan, Kooperatif Bertukar Pasangan, Kooperatif Berpikir-Berpasangan-Berbagi (Think-Pair-Share), Kooperatif Berkirim Salam dan Soal,Kooperatif Kepala Bernomor (Numbered Heads

Together), Kooperatif Kepala Bernomor Terstruktur (Structured

Numbered Heads), Kooperatif Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), Kooperatif Keliling Kelompok,Kooperatif Kancing Gemerincing, Kooperatif Keliling Kelas, Kooperatif Lingkaran Dalam-Lingkaran Luar (Inside-Outside Circle), Kooperatif Tari Bambu, Kooperatif Jigsaw dan Kooperatif Bercerita Berpasangan (Pairied Story Telling).

Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa meotde Koperatif di atas. 2. Kooperatif Mencari Pasangan

Kooperatif tipe ini, siswa disuruh mencari pasangan sambil mempelajari suatu topik tertentu.


(30)

3. Kooperatif Bertukar Pasangan

Sama dengan tipe di atas, dalam tipe ini siswa mencari pasangan, namun yang membedakannya yaitu setelah berdiskusi dengan pasangan pertama, maka siswa disuruh mencari lagi pasangan baru dan berdiskusi kembali.

4. Kooperatif Berpikir-Berpasangan-Berbagi (Think-Pair-Share)

Kooperatif ini memungkinkan siswa untuk mampu mengerjakan sendiri tugasnya lalu didiskusikan dengan dengan orang lain.

6. Kooperatif Berkirim Salam dan Soal

Kooperatif ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa, karena siswa membuat sendiri pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari orang lain.

7. Kooperatif Kepala Bernomor (Numbered Heads Together)

Kooperatif ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengembangkan ide dan memikirkan jawaban yang tepat.

8. Kooperatif Kepala Bernomor Terstruktur (Structured Numbered Heads) Sama dengan kooperatif di atas, yang membedakannya yaitu adanya pembagian topik pada setiap kepala bernomor (siswa). Jadi, setiap siswa sudah mendapat materi bagiannya masing-masing.

9. Kooperatif Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)

Kooperatif ini, semua kelompok dalam kelas bekerja sama. Awalnya setiap kelompok berdiskusi, setelah selesai berdiskusi, maka dua orang anggota bertamu ke kelompok yang lain untuk berbagi informasi yang telah didiskusikan sebekumnya. Begitu juga dengan anggota kelompok yang tinggal, mereka bertugas untuk berbagi infomasi dengan kelompok tamu.

10.Kooperatif Keliling Kelompok

Kooperatif ini, semua anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan anggota-anggota dari kelompok yang lain.

11.Kooperatif Kancing Gemerincing

Kooperatif tipe ini akan membuat semua anggota dalam kelompok aktif berpartisipasi. Dalam pelaksanaannya, setiap anggota kelompok mendapat beberapa buah kancing. Setiap selesai berbicara, makaanggota tersebut harus menyerahkan satu kancing kepada guru. Begitu seterusnya sampai kancing habis.


(31)

12.Kooperatif Keliling Kelas

Kooperatif tipe ini memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk memperlihatkan hasil kerjanya dan juga melihat hasil kerja kelompok yang lain. 13.Kooperatif Lingkaran Dalam-Lingkaran Luar (Inside-Outside Circle)

Kooperatif tipe ini dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi dua kelompok, dengan kelompok satu menempati posisi lingkaran luar, sedangkan kelompok yang lain menempati posisi kelompok dalam. Kedua kelompok tersebut saling berhadapan. Setelah itu, mereka bertukar informasi secara berpasangan. 14.Kooperatif Tari Bambu

Sama halnya dengan kooperatif di atas, kooperatif Tari Bambu juga dilakukan pertukaran informasi secara berpasangan, namun posisi antara kelompok yang satu dan dua berbaris dengan lurus. Pertukaran informasi tersebut dilakukan secara berulang. Siswa yang berada di salahsatu ujung barisan bergeser, sehingga setiap anggota dapat memperoleh pasangan baru, begitu seterusnya hingga pertukaran informasi sudah cukup optimal.

15.Kooperatif Jigsaw

Metode kooperatif ini setiap kelompok siswa mendapatkan topik materi yang berbeda-beda. Mereka dituntut untuk mampu mengerjakan sendiri apa yang ditugaskan kepada mereka. Jika sudah selesai, maka didiskusikan dengan anggota kelompok yang lain.

16.Kooperatif Bercerita Berpasangan (Pairied Story Telling)

Kooperatif tipe ini, setiap pasang anggota dalam kelompok membaca beberapa bagian cerita yang berbeda. Kemudian saling bercerita dan memprediksi cerita apa yang dibaca oleh temannya.

4. Metode Pembelajaran KooperatifTipe Tari Bambu a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Tari Bambu

Tari bambu merupakan metode pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Anita Lie.Metode pembelajaran ini dimodifikasi dari metode pembelajaran Lingkaran Kecil Lingkaran Besar.Alasan modifikasi metode tersebut, karena di beberapa kelas, metode Lingkaran Kecil Lingkaran Besar tidak bisa dilaksanakan, karena kondisi tata ruang kelas yang kurang mendukung, yaitu tidak ada cukup ruang untuk membentuk sebuah lingkaran besar siswa. Kalaupun


(32)

siswa dapat belajar di luar kelas, namun hal itu tidak efektif.Selain itu, banyak juga kelas yang kursi dan mejanya bersifat permanen sulit dipindahkan.Oleh karena itu, diciptakanlah metode Tari Bambu sebagai alternatif permasalahan-permasalahan tersebut.

Dinamakan Tari Bambu, karena siswa berdiri berjajar saling berhadapan mirip seperti dua potong bambu yang digunakan dalam Tari bambu Filipina. Metode ini membuat siswa dapat saling berbagi informasi dalam waktu yang bersamaan.Bahan materi pelajaran yang cocok digunakan dalam metode pembelajaran ini adalah bahan ajar yang mengharuskan adanya pertukaran pengalaman, pikiran dan informasi antar siswa.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Tari Bambu

Metode pembelajaran ini diterapkan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap aspek-aspek yang harus diperhatikan siswa dalam mengucapkan lafal dan intonasi yang tepat dan juga pemahaman siswa terhadap berbagai macam ekspresi wajah saat membaca puisi.Jadi, penerapan metode ini dapat membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan membaca puisi, karena sebelum praktik langsung membaca puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat, siswa harus terlebih dahulu memahami pengetahuan tentang lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Dalam hal ini, siswa bertukar informasi mengenai apa itu lafal dan intonasi, aspek apa saja yang harus diperhatikan di dalamnya dan juga bertukar informasi tentang macam-macam ekpspresi sambil diperagakan. Tujuan metode pembelajaran ini yaitu untuk melatih daya ingat dan pemahaman siswa untuk dilakukannya tes kognitif tertulis tentang lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Sedangkan untuk melatih keterampilan membaca puisi melalui praktik secara langsung membaca puisi yaitu melalui permainan Get, Match and Read.

5. Kelebihan Metode Pembelajaran KooperatifTipe Tari Bambu

Terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki oleh metode pembelajaran KooperatifTipe Tari Bambu, di antaranya yaitu:

a. Dapat diterapkan untuk semua tingkatan kelas, dari kelas I sampai kelas VI. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengolah informasi sendiri. c. Meningkatkan keterampilan komunikasi siswa.


(33)

d. Penerimaan informasi akan lebih mudah, karena siswa belajar dengan temannya sendiri (tutor sebaya).

e. Dapat diterapkan untuk beberapa matapelajaran, seperti bahasa, ilmu pengetahuan sosial, agama dan matematika.

f. Dapat saling berbagi informasi dalam waktu yang bersamaan. 6. Tahapan Metode Pembelajaran KooperatifTipe Tari Bambu

Berikut ini merupakan tahap-tahap metode pembelajaran KooperatifTipe Tari Bambu:

a. Siswa dibagi menjadi 4 kelompok.

b. Kelompok 1 dan kelompok 2 berjajar saling berhadapan. Begitu juga dengan kelompok 3 dan 4. Jadi terdapat 4 jajaran siswa, dengan masing-masing 2 jajaran yang saling berhadapan. Jika ada cukup ruang, mereka bisa berjajar di ruang depan atau belakang kelas. Kemungkinan lain siswa berjajar di sela-sela deretan bangku.

c. Dua siswa yang saling berpasangan dari kedua jajaran (kelompok) saling berbagi informasi.

d. Kemudian, siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di jajaran yang lain, sehingga jajaran akan bergeser. Dengan begitu, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi informasi. Pergeseran dilakukan terus menerus sampai semua siswa dalam kedua jajaran dapat berpasangan dengan semua anggota siswa dalam jajaran di depannya.

F. Teori Belajar yang Mendukung Metode Pembelajaran KooperatifTipe Tari Bambu dan Permainan Get, Match and Read

1. Teori Belajar Behaviorisme

Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Menurut teori ini, hal yang penting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Demikian halnya Budiningsih (2012, hlm. 20) mengemukakan bahwa:

menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal


(34)

kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Di beberapa tempat, behaviorisme diadopsi menjadi metodologi pengajaran bahasa yang berbentuk metode audiolingual.Metode ini ditandai dengan pemberian latihan yang terus menerus kepada siswa yang diikuti penguatan, baik itu penguatan positif maupun negatif.Menurut teori ini, manusia adalah organisme yang dapat memberikan respon karena adanya stimulus (rangsangan) yang nampak maupun tidak. Respon tersebut dipertahankan karena adanya reinforcement (penguatan). Dalam pembelajaran bahasa, organisme itu adalah siswa, sedangkan stimulus merupakan pengajaran yang diwujudkan dalam bentuk tugas atau perintah, sementara respon merupakan tingkah laku bahasa siswa sebagai reaksi terhadap pengajaran yang diberikan guru, sedangkan penguatan merupakan balikan dari guru yang diwujudkan dalam bentuk pujian.

Menurut Djuanda (2006, hlm. 9) metode audiolingual dalam pelaksanaannya memiliki lima karakteristik kunci yaitu:

a. bahasa itu ujaran, bukan tulisan; b. bahasa itu seperangkat kebiasaan;

c. ajarkanlah bahasanya, bukan tentang bahasanya;

d. bahasa adalah sebagaimana dituturkan oleh penutur asli, bukan seperti dipikirkan orang bagaimana mereka seharusnya berbicara;

e. bahasa itu berbeda-beda.

Berdasarkan uraian di atas, teori behaviorisme merupakan teori pendukung digunakannya metode pembelajaran khususnya metode audiolingual. Metode ini dilihat dari lima karakteristik kuncinya merupakan metode yang dapat mengembangkan kemampuan berbahasa siswa, sama halnya dengan metode KooperatifTipe Tari Bambu yang bertujuan untuk melatih kemampuan berbahasa siswa. Menurut teori behavioristik, stimulus yang diberikan terus-menerus, apalagi dengan cara yang menarik, maka akan menghasilkan respon yang baik pula. Begitupun dengan pembelajaran, apabila menggunakan metode dan permainan yang menyenangkan, maka akan meningkatkan perubahan tingkah laku bahasa siswa. Siswa yang awalnya tidak bisa membaca puisi, kemudian


(1)

belajar seseorang akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Menurut Piaget (dalam Budiningsih,hlm. 39):

pada tahap operasional konkret, tahap berpikir anak sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun demikian, anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah berpikir abstrak. Berdasarkan pendapat tersebut yang menjelaskan bahwa anak usia 7-12 tahun (usia SD) masih berpikir konkret. Dengan kata lain, anak akan mengalami kesulitan memahami segala sesuatu apabila secara abstrak. Oleh karena itu, untuk memudahkan anak memahami pengetahuan yang diterimanya melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi, maka diperlukan metode dan teknik pembelajaran yang tepat dalam menerapkan pembelajaran. Teknik pembelajaran yang digunakan dapat berupa permainan. Melalui permainan anak akan lebih mudah belajar, karena bermain merupakan dunia anak-anak dan mereka tentunya akan terjun langsung mengalaminya sendiri, sehingga yang mereka pelajari merupakan sesuatu yang konkret. Begitu juga dengan penggunaan metode. Penggunaan metode yang tepat sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran akan memudahkan guru dalam mengajar anak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hetherington& Parke (dalam Djuanda, 2006. hlm. 86) bahwa.

bermain bagi anak berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungannya dan mempelajari segala sesuatu, serta memecahkan masalah yang dihadapinya. Permainan juga dapat meningkatkan perkembanagn sosial anak. Dengan menampilkan bermacam peran orang anak berusaha menghayatinya untuk diambilnya setelah dewasa.

Sejalan dengan perkembangan kognisi atau daya pikir anak, Piaget (dalam Ismail, 2006, hlm. 36) mengemukakan tahap bermain sebagai berikut.

a. Sensory motor play (bermain yang mengandalkan indera atau gerakan-gerakan tubuh) ( 3 atau empat bulan sampai setengah tahun)

b. Symbolic atau make believe play ( 2 – 7 tahun) c. Social play games with rules ( 8 – 11 tahun) d. Games with rules and sports ( 11 tahun ke atas)

Dengan demikian, bagi Piaget, bermain pada awalnya dilakukan hanya sekedar demi kesenangan dan lambat laun mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa senang yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu yang ingin dicapai, seperti ingin menang dan memperoleh hasil kerja yang baik.


(2)

Berdasarkan pendapat Piaget di atas, pada awalnya bermain hanya sekedar suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Namun seiring berjalannya waktu, kesenangan tersebut akan berubah menjadi suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, secara tidak sadar, melalui bermain anak justru sedang belajar mempelajari sesuatu.

Pernyataan selanjutnya dari Piaget (dalam Djuanda, 2006, hlm. 89) yang menyatakan pentingnya bermain bagi proses belajar anak yaitu „Bermain merupakan upaya anak dalam memanfaatkan peluang-peluang tertentu untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dalam kenyataannya belum tentu bisa dikuasai.‟ Jadi, bermain merupakan proses memanfaatkan peluang, yang mana pada saat itu anak mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Namun, pada saat proses akomodasi tidak menutup kemungkinan akan terjadi ekuilibrasi, yang mana siswa mengalami ketidakpahaman pada pengetahuan baru yang diterimanya, karena pengetahuan baru tersebut tidak sesuai dengan pengetahuan awal yang diterimanya.

3. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.Menurut Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran (2006, hlm. 226) “Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus membangun pengetahuan itu untuk memberi makna melalui pengalaman yang nyata.”

Jadi, teori konstruktivisme berpandangan bahwa konsep bukanlah hal yang tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa.Akan tetapi, bagaimana konsep pengetahuan siswa itu dapat memberikan pedoman nyata untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata. Oleh karena itu, dalam teori ini, unsur yang diutamakan dalam proses pembelajaran untuk menghubungkan setiap konsep dengan kenyataan adalah strategi yang digunakan, bukannya penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. implikasi bagi guru dalam menerapkan teori ini, guru harus mampu membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajari siswa.


(3)

Menurut Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran (2006, hlm. 227) “Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri.”

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Djuanda (2006, hlm. 14) hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses mengajar berdasarkan pandangan konstruktivisme meliputi.

a. Siswa harus aktif selama pembelajaran berlangsung.

b. Proses aktif ini adalah proses membuat sesuatu masuk akal, pembelajaran tidak terjadi melalui transmisi tetapi mellau interpretasi. c. Interpretasi selalu dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya (skemata). d. Interpretasi juga dibantu oleh metode instruksi yang memungkinkan negosiasi pikiran (bertukar pikiran) melalui diskusi, tanya jawab dan lain-lain.

e. Tanya jawab didorong oleh kegiatan inkuiri para siswa. Jadi, kalau siswa tidak bertanya/tidak bicara pada waktu diskusi, berarti siswa tidak belajar secara optimal.

f. Proses belajar mengajar tidak sekedar pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan keterampilan dan pengetahuan.

Maka dari itu, guru harus kreatif dan inovatif dalam menerapkan strategi, pendekatan, model, media, metode dan teknik pembelajaran yang membuat siswa mampu memaknai konsep pengetahuan yang diterimanya agar siswa aktif mencari dan menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya.

4. Teori Bermain

Teknik pengajaran dengan menggunakan permainan mengacu pada beberapa teori bermain yang dikemukakan oleh para ahli.Definisi bermain berkaitan erat dengan teori yang mendasari fungsinya.Menurut Djuanda (2006, hlm. 89) “Dari sejumlah teori, dapat dikemukakan tujuh teori utama, yaitu teori surplus energi, teori relaksasi, teori preparasi atau insting, teori rekapitulasi, teori pertumbuhan dan perkembangan, teori penyaluran emosi dan teori kognitif.” a. Teori surplus energi. Dalam pandangan ini, kegiatan bermain dilakukan untuk

meyalurkan energi yang berlebihan.

b. Teori relaksasi. Dalam pandangan ini, bermain merupakan penyaluran energi dengan tujuan menjadikan diri lebih segar dan santai.


(4)

c. Teori preparasi atau insting. Dalam pandangan ini, bermain merupakan suatu perilaku instingtif. Bermain merupakan kegiatan alamiah yang menjadi bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

d. Teori rekapitulasi. Dalam pandangan ini, bermain merupakan hubungan antara kegiatan bermain dengan evolusi kebudayaan, maksudnya anak berperilaku seperti orang dewasa selama masa transisi antara zaman berburu hingga zaman modern seperti sekarang.

e. Teori pertumbuhan dan perkembangan. Dalam pandangan ini, bermain merupakan salah satu cara untuk mengembangkan berbagai kemampuan anak. f. Teori penyaluran emosi. Dalam pandangan ini, bermain merupakan

pengekspresian dari suatu harapan dan upaya pengendalian pengalaman-pengalaman yang menegangkan.

g. Teori kognitif

G. Hasil Penelitian yang Relevan

Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai hasil-hasil penelitian tindakan kelas yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang akan dijadikan referensi yaitu penelitian tindakan kelas yang meneliti proses pembelajaran membaca puisi di Sekolah Dasar, baik itu yang menggunakan model, media dan permainan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang materi pembelajaran membaca puisi di Sekolah Dasar, yaitu tepatnya di kelas V penelitian pendidikan kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Puisi pada Kelas V Sekolah Dasar Negeri Babakansari II Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka” oleh Tina Julianti pada tahun 2008. Penelitian dilakukan berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan oleh penliti pada saat pengambilan data awal. Masalah yang dihadapi para siswa di kelas tersebut yaitu siswa belum mengetahui hal-hal/aspek-aspek yang harus diperhatikan saat membaca puisi seperti lafal, intonasi dan ekspresi, sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dicapai yaitu siswa mampu membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat. Siswa hanya membaca seperti membaca pada umumnya, sehingga proses membaca puisi tidak bermakna. Selain itu, berdasarkan data yang dipaparkan Julianti (2008, hlm. 5) dikemukakan bahwa:


(5)

masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran membaca puisi yaitu siswa kurang menyukai kegiatan membaca puisi disebabkan karena siswa pernah mengalami trauma dengan sikap teman dan gurunya yang kurang menhargai penampilannya (menertawai, mengejek). Selain itu, siswa tersebut juga memiliki sifat pemalu.

Dalam penelitian ini, model yang digunakan untuk memeperbaiki proses pembelajarannya yaitu menerapkan model pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui 3 siklus, yakni siklus I, siklus II dan siklus III. Hasil belajar dari setiap siklus mendapat hasil yang semakin meningkat.

Hasil penelitian tindakan kelas berikutnya yaitu tentang membaca puisi di kelas V dengan menggunakan media. penelitian tersebut berjudul “Penerapan Model Pembelajaran KooperatifTeknik Keliling KelompokDengan Menggunakan Media MomUntuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Puisi” oleh Siti Titin Khotimah. Penelitian dilakukan pada tahun 2013 di SD Negeri Ganeas I Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang. Penelitian dilakukan berdasarkan masalah-masalah yang ditemukan peneliti pada saat pengambilan data awal, permasalahan tersebut yaitu

siswa belum mampu melafalkan kata-kata secara jelas dan lantang bahkan nyaris tidak terdengar, membacanya tidak berirama layaknya membaca biasa, tidak memperhatikan tempo sehingga tidak seimbang kebanyakan temponya terlalu cepat, jeda intonasinya kurang jelas, tidak bisa menampilkan penjiwaan terhadap puisi yang dibaca dengan menampilkan mimik muka yang sesuai dengan puisi yang dibaca dan gerakan tangan tidak tampak, serta tidak ada tatapan mata terhadap audien tetapi hanya tertunduk membaca teks puisi. (Khotimah, 2013, hlm. 4)

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka peneliti menerapkan model pembelajaran KooperatifTeknik Keliling Kelompokdengan menggunakan Media Mom. Media Mom (Minus One Music) merupakan media audio musik instrumen. Pelaksanaan tindakan siklus dilakukan tiga kali yaitu dari siklus I sampai III. Pelaksanaan siklus I sampai III selalu mengalami peningkatan hasil. Pada siklus III telah tercapai target penelitian yang ditentukan, sehingga penelitian tidak dilanjutkan lagi pada siklus berikutnya.

Hasil penelitian yang relevan selanjutnya yaitu penelitian yang berjudul “Teknik Pemodelan Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Puisi di Sekolah Dasar” oleh Hestri Hurustyanti pada tahun 2013. Permasalahan awal yang


(6)

ditemukan yaitu rendahnya kemampuan siswa dalam membaca puisi. Siswa masih bernada datar dan tidak memberikan penekanan pada tiap kata saat membaca puisi. Begitu juga dengan ekspresi, beberapa siswa tidak terlihat dapat berekspresi sesuai makna puisi. Selain itu, siswa juga masih kurang berpengalaman dalam membacakan puisi, karena tidak adanya contoh atau model membacakan puisi yang diperagakan oleh guru. Permasalahan yang terakhir yaitu guru terlalu fokus mengajarkan definisi puisi dan unsur-unsur puisi.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, maka diterapkan teknik pemodelan. “Teknik pemodelan dapat memberikan stimulus pada siswa untuk berpikir kemudian menemukan jawaban atas sebuah masalah dengan cepat.” (Hurustyanti, 2013)

Aspek-aspek yang dinilai dalam membaca puisi pada penelitian ini yaitu aspek intonasi, jeda, pengucapan atau artikulasi, mimik atau ekspresi, gesture atau gerak, pengahayatan atau interpretasi dan keberanian.

Pada siklus I siswa yang mencapai KKM sebanyak 47% dan siklus II sebanyak 82%.Berdasarkan hasil peneliatian pada siklus I dan siklus II, penerapan teknik pemodelan ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca puisi.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskanlah hipotesis tindakan sebagai berikut.”Jika Permainan Get, Match and Readditerapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas III SDNegeriCilangkap II pada materi pembelajaran membaca puisi, maka keterampilan membaca puisi siswa akan meningkat.”