Perancangan Media Informasi Kesenian Reog Ponorogo

(1)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI

KESENIAN REOG PONOROGO

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011

Oleh :

Dicky Firmansyah 51904010

Program Studi

Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum, Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberi rahmat serta karunianya. Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir dengan judul “KESENIAN REOG PONOROGO”, ini disusun sebagai syarat Mata Kuliah Tugas Akhir untuk Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) di Universitas Komputer Indonesia, yang Alhamdulillah dapat terselesaikan.

Selama dalam proses penyusunan laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, Dosen Penguji, Keluarga besar, dan rekan-rekan yang selalu memberi dukungan, masukan yang sangat berguna bagi penulis.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Wassalammualaikum, Wr. Wb.

Bandung, Agustus 2011


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya, bukan semata-mata kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami perubahan dari masa ke masa. Semakin meningkatnya apresiasi seni dan budaya telah menunjukkan bahwa seni dan budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Namun proses kreatif seni dan budaya saat ini berjalan kurang maksimal, karena minimnya sarana dan prasaran yang tersedia. Pada sisi lain seni budaya tidak mendapat sarana atau media yang tepat. televisi, radio, dunia digital lainnya tidak menyediakan ruang yang luas untuk seni budaya daerah, padahal dalam seni budaya daerah itu sendiri mempunyai makna yang dalam, kalau seni daerah lokal bisa berkembang maka akan membentuk identitas sosial budaya dan politik.

Dalam hal pelestarian maupun penyampaian setiap kesenian yang dimilki oleh masing-masing daerah umumnya diwariskan oleh nenek moyangnya dan bertujuan sebagai media pembelajaran tentang sebuah arti kehidupan yang dianggap mudah untuk dipahami oleh keturunannya kelak. Karena dari setiap kesenian yang diciptakan biasanya mengandung pesan moral, dan makna yang dapat diambil hikmahnya.


(4)

Kesenian yang diwariskan cukup beraneka ragam seperti bahasa, tarian, upacara adat, baju daerah, cerita rakyat, dan lain-lainnya.

Dari sekian banyak, kesenian, Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional yang mengandung pesan moral yang dapat diambil hikmahnya. Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan.

Gambar I.1. Gerbang Kota Ponorogo

( gambar dikutip dari Arie Saksono, 2005)

Kesenian Reog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari dengan Singo Barong yang berbentuk kepala harimau sebagai topeng


(5)

besar dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota, yang keseluruhan beratnya bisa mencapai 40-50kg yang harus digunakan dengan cara digigit saja, belum lagi kadang-kadang ada penarinya yang menaiki diatasnya. Ada tokoh-tokoh lainnya yang ada dalam kesenian ini. Konco Reog (komunitas Reog) berjumlah sekitar 25-35 orang, terdiri dari 4-5 orang pembarong, 2 orang penari topeng, 4-5 orang jathil, 8 orang pemusik, dan selebihnya berperan sebagai pengiring.

Namun seiring perkembangan zaman kesenian Reog Ponorogo banyak mengalami perubahan dalam setiap pementasannya dari segi penambahan maupun pengurangan dari para penari, alat musik yang digunakan, ilmu mistis dan lain sebagainya. Beberapa perubahan dari pementasan dan penceritaan dari kisah Reog Ponorogo ini sangat disayangkan. Karena beberapa pesan moral yang terkandung di dalamnya dapat dipetik hikmahnya dalam perilaku sehari-hari, seperti sifat yang pantang menyerah, bersikap jujur, dan saling menghargai. Namun dalam kehidupan nyata saat ini sifat-sifat tersebut sudah hampir pudar, contoh di kalangan pelajar antara umur 13 – 19, mereka cenderung memiliki sifat yang tidak labil, tidak jujur, kurang bersopan santun dan sifat kenakalan lainnya (Seto Mulyadi, Kompas).


(6)

1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka diuraikan lebih lanjut tentang identifikasi yang didapat antara lain :

a. Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya remaja bahwa dengan melestarikan kesenian daerah akan mendapatkan banyak manfaat. Remaja muda sekarang lebih senang dengan tarian dan musik dari luar dari pada tarian dan musik tradisional dalam negeri, terkadang mereka menganggap tarian tradisional itu kuno dan ketinggalan zaman (Eddy Sadeli, 2005. Krisnaagni, 2002). b. Minimnya pengetahuan masyarakat akan kesenian budaya daerah

salah satunya Kesenian Rakyat Reog Ponorogo. Salah satunya dikarenakan kurangnya peran pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan wadah, prasarana yang baik untuk kesenian itu sendiri (Seto Mulyadi, Kompas).

1.3. Fokus Masalah

Dari hasil identifikasi masalah tersebut dapat di fokuskan yaitu bagaimana cara merancang media yang efektif untuk menguraikan permasalahan yang didapat dengan gaya buku gambar ilustrasi.


(7)

1.4. Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan yang didapat yaitu memberikan informasi tentang asal usul cerita, dan pesan moral yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo yang dituangkan dalam sebuah buku cerita bergambar, agar masyarakar remaja lebih mudah untuk bisa mengenal kesenian tersebut dengan cara hanya melihat gambar dan narasi yang terdapat pada buku cerita bergambar atau buku ilustrasi ini.

Tujuan perancangan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

• Menjadikan masyarakat khususnya di kalangan pelajar mengerti dan mengetahui apa itu kesenian daerah, khususnya kesenian Reog Ponorogo, tentang cerita dan makna pesan moral yang terkandung yang sehingga dapat mengambil hikmah yang bisa didapat lewat media yang akan dirancang.

• Merancang sebuah media informasi dengan media buku ilustrasi, dengan visual gambar yang realis dan sedikit tambahan narasi, pemakaian warna yang masih identik dengan kesenian ini, yang dikemas secara menarik dengan dukungan ornamen-ornamen sebagai visual pendukung buku ilustrasi ini.


(8)

BAB II

PESAN MORAL YANG TERKANDUNG DALAM KESENIAN REOG PONOROGO

2.1. Kesenian Reog Ponorogo

Kesenian Reog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari.

Sendratari adalah salah satu bentuk seni yang banyak menceritakan

sejarah dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan tarian yang

menonjolkan seni eksposisi. Dengan Singo Barong yang berbentuk

kepala harimau sebagai topeng besar raksasa dengan tinggi 240 cm dan

lebar 190 cm, dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar

sebagai mahkota, yang keseluruhan beratnya bisa mencapai 40-50kg

yang harus di gunakan dengan cara digigit saja belum lagi kadang-kadang

ada penarinya yang menaiki diatasnya. Alur cerita pementasan Reog yaitu

Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Klono Sewandono, barulah

Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Klono Sewandono adalah

tokoh seorang raja yang berperan dan berpenampilan gagah berwibawa,

melakukan gerak tari hanya pada waktu perang, juga memakai topeng

yang berciri khas satria dan berwibawa. Selanjutnya kelompok Jathilan,

biasanya 4 orang laki-laki atau perempuan yang berpenampilan kesatria

tapi feminim dengan menunggang kuda kepang menari dengan kompak.

Warok atau Warokan di sini biasanya berperan sebagai pembina atau

sesepuh dari kelompok Reog ini, diperankan oleh beberapa laki-laki yang


(9)

lebar dibalut jarit batik gelap dengan ikat pinggang lebar besar serta tidak

ketinggalan adalah kolor berupa tali tambang putih diletakan disabul

bagian depan menjuntai kebawah yang dipercaya sebagai senjata, gerak

tariannya berat dan cenderung bersama-sama. Tak ada ada Reog tanpa

gamelan yang khas, ini dilakukan oleh para pangrawit yang terdiri dari

penabuh gendang dan ketipung, peniup slompret atau terompet terbuat

dari kayu dengan suara khas. Kemudian penabuh kethuk dan kenong,

beberapa lagi pembawa angklung bambu. Ciri khas tetabuhan atau

gendhingan Reog Ponorogo adalah bentuk perpaduan irama yang

berlainan antara kenthuk dan kenong dan gong yang berirama slendro

dengan terompet kayu yang berirama pelog. Maka bisa menghasilkan

irama musik yang terkesan magis.

Gambar II.2. Kesenian Reog Ponorogo


(10)

A. Kesenian

Kesenian adalah suatu hasil ekspresi hasrat manusia akan

keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya

masyarakat pemilik kesenian tersebut. Dalam karya seni tersirat

pesan dari masyarakat berupa pengetahuan, gagasan,

kepercayaan, nilai, norma-norma yang ada (Ensklopedi Nasional

Indonesia jilid 8).

B. Topeng

Topeng adalah benda yang biasa dipakai di wajah, yang dalam

kesenian untuk menghormati sesembahan atau memperjelas

watak dalam mengiringi musik kesenian. Topeng tidak hanya

memiliki keindahan tetapi juga memiliki sisi misteri yang mampu

memancarkan kekuatan magis yang sulit dijelaskan.

C. Tari

Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan

diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi gerak yang


(11)

D. Musik

Musik adalah bagian dari aktivitas kultur dan sosial manusia,

dimana seni musik untuk mengekspresikan perasaan, idenya, dan

sebagai karya seni dengan segenap unsur pokok dan

pendukungnya.

2.2. Sejarah Kesenian Reog Ponorogo

Reog pada zaman dulu dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan

massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa. Ki

Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan

Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya

sebagai sejarah. Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga

memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama

Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata

Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun

sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan

bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya.

Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki

Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu

Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi

kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang


(12)

macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang

prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang

menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu agar

sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan

terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti

mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah

Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi

kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah

menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya. Pesan yang

didapat, mempunyai watak dan sikap yang baik dalam melakukan

sesuatu (Effendy, Bisri, 1998: jilid XXIV, No.2).

2.2.1. Versi Cerita Kerajaan Bantarangin

Berkisah tentang cinta seorang raja, Sewandono dari Kerajaan

Bantarangin, yang dipermainkan oleh Dewi Singgolangit dari

Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewandono untuk

memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi

memenuhi permintaan sang putri, Sewandono harus

mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak).

Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok prajurit

dari Bantarangin pun menjadi korban. Sewandono turun sendiri


(13)

digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma

didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan para

warok, serta gagah dan gebyar kostum Sewandono, sang raja

pencari cinta. Sesampainya di kerajaan Kediri, ternyata Dewi

Singgolangit tidak mau diperistri Raja Klono Sewandono.

Terjadilah pertempuran diantara pasukan Kediri dan Bantarangin.

Klono Sewandono mengalami kekalahan, dia tidak mati tetapi

wajahnya sangat rusak. Disela-sela rintihnya dia meminta

bantuan adiknya. Akhirnya kerajaan Kediri kalah oleh Klono

Wijoyo dan dewi Singgolangit melarikan diri ke sebuah gua dan

setelah ditemukan dirinya telah berubah menjadi batu.

Pesan yang didapat dari kesenian atau cerita rakyat ini adalah

keteguhan hati dan kegigihan usaha seseorang dalam meraih

sebuah keinginan yang diinginkannya meskipun keinginannya

tersebut belum tentu dapat terwujud.

2.2.2. Versi Mutakhir Cerita Kesenian Reog Ponorogo

Pementasan seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2

sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama jaran kepang, yang

harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.

Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh


(14)

pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya

bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika

berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah

adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan,

biasanya cerita pendekar. Tetapi dengan berjalannya waktu

kesenian ini banyak berperan dalam kehidupan masyarakat

berdasarkan adat istiadat setempat. Disamping sebagai alat

penghibur, kesenian ini sering dipergunakan pada arakan

pengantin, perayaan dan upacara adat seperti bersih desa,

ataupun pada perayaan nasional seperti memperingati proklamasi

dan sebagainya.

Adegan dalam seni Reog biasanya tidak mengikuti skenario yang

tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan

dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang

dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas

dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.

Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah

memberikan kepuasan kepada penontonnya. Perubahan yang

terjadi pula yaitu dari pemain yang memainkan singo barong, yang

dahulu ada unsur gaibnya namun untuk sekarang dihilangkan jadi

untuk pemain yang biasa mengangkat singo barong tersebut


(15)

2.3. Pesan Moral Yang Dapat Dipetik

Setelah dipaparkan beberapa cerita Kesenian Reog Ponorogo diatas

seperti cerita Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir

Raja Majapahit dan cerita dari kisah cinta Sewandono dari Kerajaan

Bantarangin kepada Dewi Singgolangit dari Kerajaan Kediri, jelas

terkandung pesan moral yang positif yang dapat dipetik dari cerita

tersebut, seperti :

1. Sikap yang pantang menyerah,

2. Mempunyai sifat jujur, baik dalam bertingkahlaku,

3. Mempunyai sikap watak yang terpuji,

4. Memiliki jiwa pekerja keras dengan semangat yang tinggi.

Dilihat dari pesan moral yang terkandung pada kesenian Reog Ponorogo

diatas, jelas sekali bahwa kesenian tersebut mempunyai kesamaan

dengan pesan moral yang terkandung dalam selogan negara Jepang

yaitu Gambaru yang pembuatan proyek tugas akhir ini bersamaan

dengan bencana alam yang dialami oleh negara Jepang.

Gambaru yang artinya bertahan sampai titik darah penghabisan, yang

memiliki dua elemen utama yaitu “keras” dan “mengencangkan” yang

maksudnya harus keras dan mengencangkan diri agar bisa meraih apa

yang diinginkan. Semangat Gambaru adalah semangat tuntunan hidup


(16)

terdahulunya yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh

masyarakat Jepang untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup. Yang

semangat Gambaru ini memiliki pesan moral seperti pantang menyerah,

jujur, semangat yang tinggi, pekerja keras, watak terpuji, dll. Yang bila

dapat dipahami, bahwa semangat Gambaru ini bisa dijadikan

persamaan pesan moralnya dengan halnya kesenian Reog Ponorogo

untuk moral hidup bermasyarakat khususnya remaja yang lebih baik di

saat ini (Kompas, Jumat, 18 Maret 2011).

2.4. Pemain dan Karakter

Konco Reog (komunitas Reog) berjumlah sekitar 25-35 orang, terdiri dari

4-5 orang pembarong, 2 orang penari topeng, 4-5 orang jathil, 8 orang

pemusik, dan selebihnya berperan sebagai pengiring.

Pementasan Reog tardapat tiga kelompok penari yang masing-masing

memiliki peranya sendiri-sendiri antara lain :

• Penari kuda kepang (jathilan) dalam pementasan biasanya dilakukan oleh dua orang atau lebih.

• Penari barongan (topeng singa dengan dadak merak) dapat dipentaskan oleh satu orang atau lebih.

• Penari topeng (Bujang Anom dan Klono Sewandono) dapat dipentaskan oleh satu orang atau lebih.


(17)

2.4.1. Singo Barong

Topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singo

Barong“, raja hutan yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan

diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas

raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat.

Gambar II.3. Singo Barong

(dikutip dari mailist smuda20)

2.4.2. Jathilan

Jathilan adalah yang diperankan oleh kelompok penari gemblak

yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan

pasukan Kerajaan Majapahit. Gerak tari Jathilan terkesan lembut


(18)

Gambar II.4. Jathilan

(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus 2010)

2.4.3. Pujangganong atau Bujangganong

Pujangganong atau Bujangganong adalah penari dan tarian yang

menggambarkan sosok patih muda ( Patihnya Klono Sewandono)

yang cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan

dengan topeng yang mirip dengan wajah raksasa, hidung

panjang, mata melotot, mulut terbuka dengan gigi yang besar

tanpa taring, wajah merah darah dan rambut yang lebat warna


(19)

Gambar II.5. Pujangganong atau Bujangganong

(gambar dikutip Komunitas Seni Tradisi Indonesia,

“SATU SURO TAHUN BARU JAWA”)

2.4.4. Klono Sewandono

Klono Sewandono adalah penari dan tarian yang

menggambarkan sosok raja dari kerajaan Bantarangin kerajaan

yang dipercaya berada di wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok

ini digambarkan dengan topeng bermahkota, wajah berwarna

merah, mata besar melotot, dan kumis tipis. Selain itu ia

membawa Pecut Samandiman, berbentuk tongkat lurus dari


(20)

Gambar II.6. Klono Sewandono

(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus 2010)

2.4.5. Warok Suromenggolo

Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal atau

punggawa raja Klana Sewandono (warok muda) atau sesepuh

dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda

digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan,

digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan

jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua

digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang

digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan


(21)

Gambar II.7. Warok Suromenggolo

(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus 2010)

2.5. Alat Musik Kesenian Reog Ponorogo

Alat musiknya berjumlah 17 buah, yang melambangkan 17 syariat dalam

agama islam. Nama alat musiknya sebagai berikut :

• Saron : terbuat dari bahan kuningan atau perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Demung : terbuat dari bahan kuningan atau perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul .

• Peking : biasanya terbuat dari tanduk sapi dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Bonang barung : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul.


(22)

• Bonang penerus : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Kenong : terbuat dari perunggu, satu set terdiri dari 10 buah dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Kethuk kempyang : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Gender barung : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Gender penerus : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Slenthem : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Kempul : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan dimainkan dengan cara dipukul.

• Gong : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul. Gambang terdiri dari 19 atau 20 kayu untuk nadanya. Dimainkan dengan

cara dipukul dengan dua buah pemukul. Pemukul gambang sangat

panjang sekitar 35 cm yang terbuat dari tanduk sedangakan pemukulnya


(23)

• Kendang : terbuat dari membrane kulit dikedua sisinya. Dimainkan dengan cara dipukul oleh kedua telapak tangan.

• Suling : terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara ditiup.

• Sliter : dimainkan dengan cara dipetik ibu jari kiri dan kanan. Alat ini mirip dengan kecapi.

• Rebab : terbuat dari kayu dan dimainkan dengan cara digesek. Beberapa alat musik yang menonjol dalam pertunjukkan reog ponorogo

adalah kempul, ketuk, konong, genggam, ketipung, dan pelok yang

mampu memunculkan atmosfir mistis, aneh, eksotis dan sekaligus

membangkitkan gairah.

Gambar II.8. Alat Musik Kesenian Reog Ponorogo

(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus)


(24)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL PERANCANGAN MEDIA BUKU ILUSTRASI KESENIAN REOG PONOROGO

3.1. Strategi Perancangan

Strategi perancangan yang akan dilakukan dari kesenian Reog Ponorogo yaitu merancang atau membuat suatu media informasi berupa buku ilustrasi yang bersifat pengetahuan dengan gaya ilustrasi, pesan kata disesuaikan dengan target sasaran agar dapat diterima, dimengerti, dan mudah dipahami oleh kalangan pelajar.

3.1.1. Strategi Komunikasi

Strategi yang akan digunakan adalah strategi yang digunakan oleh Joseph Rudyard Kipling yaitu strategi komunikasi 5W+1H.

• What

Sebuah solusi membuat perancangan media informasi agar memandang kesenian daerah untuk menjadikan hal yang sangat penting untuk dilestarikan.


(25)

• Why

Agar masyarakat pelajar lebih bisa menelaah dan memilah-milah untuk mengetahui dan memahami kesenian daerah dengan kebudayaan yang masuk dari luar negeri.

• When

Disaat sekarang ini, dimana perkembangan zaman dapat mempengaruhi perkembangan budaya ditempat-tempat daerah pendidikan.

• Where

Wilayah perkotaan besar, yang banyak dimasuki oleh budaya-budaya dari luar dan khususnya lingkungan yang menjadi pusat kegiatan masyarakat pelajar.

• Who

Pelajar berusia antara 13-19 yang cenderung masih mencari jati diri.

• How

Memberikan sosialisasi pendidikan dan pesan moral yang positif, salah satunya yaitu dari cerita legenda Kerajaan Bantarangin kesenian Reog Ponorogo sebagai pembelajaran dimasa sekarang ini.


(26)

3.1.1.1. Studi Target Audience

a. Demografi

• Gender : Pria dan Wanita

• Usia : 13-19 tahun

• Pendidikan : SMP dan SMA

b. Geografi

Wilayah perkotaan, kota Bandung - Jawa Barat.

c. Psikografi

Pada usia 13-19 tahun, kurangnya mempunyai sikap mental yang baik, kecerdasan emosional dan spiritual, tidak mempunyai penguasaan perasaan yang bagus, mudah meledak, mudah emosinya. Gaya hidup yang selalu ingin terpenuhi, memberontak tanpa ada pemikiran yang sehat.

3.1.1.2. Studi Copywriting

a. Positioning

Menempatkan buku ilustrasi ini sebagai media pengetahuan yang menarik, yang bertujuan


(27)

memberikan pengetahuan, dan merubah cara berfikir pelajar dalam berprilaku dan bertingkah laku, dengan memberikan pengetahuan sebuah cerita asal mula Reog Ponorogo yang memiliki pesan moral yang baik dengan visual gambar yang realis dengan komposisi ornamen-ornamen dan warna didalamnya, yang akhirnya membedakan buku ini dengan buku cerita lainnya.

b. Keyword

- Belajar kesenian dari legenda cerita cinta raja.

- Pesan moral sang raja pencari cinta.

- Pengingkaran terhadap cinta sang raja

c. Pesan

“Kisah Perjuangan Seorang Raja”

3.1.1.3. Materi Pesan

Materi pesan banyak terkandung pesan moral positif yang dapat dipetik hikmahnya untuk diterapakan dikehidupan sehari-hari sekarang ini khususnya dikalangan masyarakat pelajar seperti sikap yang


(28)

pantang menyerah, jujur, baik dalam bertingkahlaku, mempunyai sikap watak yang terpuji, jiwa pekerja keras dengan semangat yang tinggi.

3.1.2. Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang dibuat adalah perancangan buku ilustrasi, menggunakan media ini karena media buku ilustrasi adalah bentuk media pesan informasi yang baik untuk bisa sampai ke target yang dimaksud karena mempunyai nilai kreatif yang tinggi dan efektif sehingga dapat berpengaruh dan tepat pada target sasaran.

Pesan yang akan disampaikan berbentuk media informasi. Perancangan media tersebut dibuat dan dikemas dalam bentuk sebuah buku ilustrasi yang isinya tentang alur cerita kesenian Reog Ponorogo, gambar dan pewarnaan manual hasil dari sketsa tangan yang dikombinasikan dengan dibantu oleh beberapa pengertian tertulis mengikuti alur gambar tersebut.

A. Pendekatan Kreatif

Visual yang ditampilkan pada buku tersebut adalah sebuah imaginasi dan eksplorasi, yang akhirnya menampilkan gambar yang terkesan realis. Pada tokoh yang ada dicerita memakai properti pengenaan pakaian


(29)

yang umumnya biasa dipergunakan pada legenda cerita. Seperti Pemakain pakaian jubah pada raja, pemakain kain baju terurai pada sang putri, pemakaian visual pakaian pada prajurit kerajaan, tokoh singo barong yang yang mencirikan sesosok singanya itu sendiri yang semua visual tersebut merupakan gambar eksplorasi. Dengan penggunaan warna yang masih menggunakan warna yang identik dengan kesenian Reog Ponorogonya itu sendiri.

B. Rasionalisasi Visual

Visual dalam buku ini disesuaikan dengan karakter kalangan pelajar usia 13-19 tahun yaitu visual yang cenderung realis, dengan warna yang identik dengan kesenian ini, dengan gaya karakter gambar eksplorasi yang unik.

a. Tokoh yang ada pada buku ilustrasi ini mempunyai karakter-karakter tersendiri, yang didalamnya terdapat 5 tokoh karakter.

• Raja Sewandono

Raja yang baik hati, mempunyai jiwa yang pantang menyerah, jujur, sabar, baik dalam bertingkahlaku, watak terpuji. Berkumis dan berjambang, mengenakan sorban di kepalanya


(30)

dengan properti seperti mahkota, berjubah khalayak seorang kesatria. Yang pengambaran visualnya merupakan hasil eksplorasi yang dikembangkan.

• Putri Dewi Singgolangit

Sosok putri yang sangat cantik, berkulit putih bersinar dengan tatanan kain seperti berupa gaun yang terurai indah, dengan properti yang dikenakan, seperti mahkota dan gelang mas. Yang pengambaran visualnya merupakan hasil eksplorasi yang dikembangkan.

• Singa Barong

Sosok singa yang dikenal sebagai Singo Barong ini, adalah raja hutan utusan sang putri Kediri. Dengan Visual berkepala singa berbadan manusia, dengan penggambaran yang seram, bertubuh besar dan sangat kuat. Yang pengambaran visualnya merupakan hasil eksplorasi yang dikembangkan.


(31)

• Warok

Sosok prajurit dari kerajaan Bantarangin, sang pengawal sang raja. Berkumis dan berjambang lebat, Dengan penggambaran pakaian yang dikenakan biasa khalayak seorang prajurit, namun mempunyai ilmu kanuragan yang di identitaskan pada warna bajunya yang berwarna hitam. Yang pengambaran visualnya merupakan hasil eksplorasi yang dikembangkan.

b. Ornamen properti dari frame, background yang ada pada tampilan tiap halaman buku adalah sebuah pengembangan eksplorasi yang digambarkan dengan stilasi sederhana dari gambar merak dan singa tersebut, yang diselaraskan dengan konsep buku cerita.


(32)

Gambar III.9. Studi Ornamen

1. Warna

Warna yang akan digunakan dalam perancangan buku ini adalah warna-warna yang identik dengan kesenian ini dan disesuaikan juga dengan tema yang dibahas.

2. Tipografi

Jenis tipografi yang akan digunakan mewakili kesan natural, lentur, unik, serta dapat dengan mudah untuk dilihat dan dibaca oleh kalangan pelajar sebagai target sasaran utama dan sesuai


(33)

dengan kebutuhan tema serta menunjang tampilan halaman yang dirancang.

3. Ilustrasi

Tahap-tahap penggunaan ilustrasi dalam buku ini secara keseluruhan menggunakan sketsa gambar tangan dimulai dari visual tokoh-tokoh, perwanaan dan ornamen-ornamen yang diperhalus dengan menggunakan software coreldraw dan photoshop, yang dituangkan kedalam buku ilustrasi yang mengurut pada cerita yang diangkat pada kesenian Reog Ponotrogo. Yang memiliki keseluruhan visual berbentuk gambar realis.

3.1.3. Strategi Media

1. Strategi media yang digunakan untuk menyampaikan

informasi ini adalah media informasi berupa cerita bergambar atau buku ilustrasi dengan beberapa gambar manual dengan pemaparan informasi yang tertuang di media tersebut.


(34)

a. Media utama

Media cetak : buku ilustrasi yang berisikan tentang cerita bergambar dengan isi cerita yang memiliki nilai pesan moral yang sangat baik.

b. Media pendukung

- Media cetak : poster, flyer.

- Media gimmick : mug, pin, dan gantungan kunci.

2. Penyebaran media dibagi dibeberapa tempat, yaitu:

a. Diarahkan di area pusat kota.

b. Tempat-tempat yang menjual buku-buku pengetahuan

ataupun pelajaran dengan cara dibagikan secara gratis dan terbatas.

c. Tempat dimana biasa pelajar berkumpul dan

menghabiskan waktu, missal mall, tempat makan dan lain-lain.

3. Waktu Penyebaran Media

Penyebaran media dilakukan pada hari Pendidikan Nasional yaitu tanggal 2 mei.


(35)

3.1.4. Strategi Distribusi

• Proses penyebaran produk yang akan diberikan kepada

target sasaran berbentuk buku untuk kalangan remaja umur 13-19 tahun yang berisikan informasi tentang cerita Kesenian Reog Ponorogo yang terkandung pesan moral yang dapat dipetik hikmahnya, yang buku cerita ini diberikan secara gratis yang dibiayai keseluruhannya oleh Departemen Kepustakaan Nasional.

• Ketepatan waktu serta lokasi dalam penyebaran buku ini

menjadi tolak ukur ketertarikan masyarakat terhadap jenis media informasi ini.

3.2 Konsep Visual Perancangan Buku ilustrasi Kesenian Reog Ponorogo

3.2.1. Format Desain

Format desain yang digunakan pada media informasi ini berupa persegi panjang berdiri atau vertikal karena bentuk seperti ini lazim digunakan sebuah buku-buku ilustrasi sejenis lainnya. Dengan ukuran buku 19cm x 24cm tidak terlalu kecil maupaun tidak terlalu besar sehingga memudahkan untuk dibawa oleh pelajar ketika akan melakukan perjalanan, tidak perlu memerlukan tempat ruang menyimpan yang luas.


(36)

3.2.2. Tata Letak (Layout)

Gabungan dari pesan informasi, ilustrasi gambar, background, beserta elemen-elemen visual lainnya. Seluruh ornamen ini disusun sedemikian rupa sebagai pendukung tampilan buku, sehingga akan menghasilkan satu kesatuan komposisi yang baik, serta mempermudah dalam menjelaskan suatu informasi yang akan diberikan. Tiap halaman buku tersebut memiliki layout yang kurang lebih memiliki kesamaan, hanya sedikit perubahan dilakukan pada bagian ilustrasi yang dominan, penempatan tata letak tipografi teks yang disesuaikan dengan ilustrasi.

3.2.3. Tipografi

Jenis tipografi yang akan digunakan pada media informasi ini menunjukan ke target sasaran yaitu remaja, tegas berlekuk dengan tingkat keterbacaan yang sesuai dengan target sasaran yang dituju. Jenis-jenis font (huruf) yang digunakan juga tidak

terlepas dari kebutuhan tema serta menunjang visualisasi tampilan halaman.


(37)

• Font(huruf) yang digunakan adalah : Forte

a b c d e f g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

!@ # $ % ^ & * ( ) _ + - = [ ] \ { } | ; ’ : ” , . / < > ?

• Sedangkan untuk font sekunder adalah : Kozuka Ghotic Pro B

a b c d e f r g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

! @ # $ % ^ & * ( ) _ + - = [ ] \ { } ¦ ; : , . / < > ?

3.2.4. Ilustrasi

Gaya ilustrasi eksplorasi mengacu pada kesan realis dan tidak dibuat-buat dengan unsur kesengajaan masih menampilkan sketsa kasar dari gambar yang dibentuk. Gambar sketsa tersebut menjadi ciri khas dari buku yang dirancang menjadi suatu gaya bentuk ilustrasi.

3.2.5. Warna

Jenis warna yang digunakan pada perancangan media informasi ini adalah menggunakan warna-warna yang identik dari kesenian Reog Ponorogo, yaitu merah, kuning, dan hitam. Sehingga


(38)

pembaca atau target yang dimaksud dapat mengetahui warna-warna khas dari kesenian ini.

.

C

M

Y

K

8

99

95

0

47

7

95

0

84

73

73

91

201

42

38

241

223

0

20

21

22

R

G

B


(39)

BAB IV

PERANCANGAN DESAIN DAN TEKNIS MEDIA INFORMASI BUKU ILUSTRASI KESENIAN REOG PONOROGO

4.1. Teknis dan Perancangan Media

4.1.1. Media Primer

• Buku Ilustrasi

Konsep buku ilustrasi menggunakan beberapa tahap untuk membuat visual dari mulai sketsa manual, pewarnaan manual sampai proses editing keseluruhan di photoshop sehingga menampilkan gambar realis dari sisi visualnya.

Material yang digunakan yaitu Art Paper 230 gr dengan ukuran 19cm x 24 cm, teknis produksi cetak digital print. Berikut gambar cover dan halaman buku ilustrasi.


(40)

Gambar IV.11. Cover Buku


(41)

4.1.2. Media Sekunder

• Poster

Media Poster merupakan media pendukung yang dipergunakan untuk memberikan beberapa informasi, baik itu informasi tentang kesenian ini maupun informasi tentang buku ilustrasi ini. Media poster sangat ideal dipergunakan oleh suatu informasi untuk masyarakat luas. Karena disamping biaya produksi yang terjangkau, cakupan penyebaran media ini pun sangat beragam. Dari mulai di tembok-tembok kosong, majalah dinding, dan sebagainya. Media poster dapat menjadi media informasi promosi, karena dengan karakteristik medianya yang dapat menarik perhatian bagi khalayak luas. Syarat dari keefektifan media poster adalah penempatan medianya, sehingga dapat mengenai target sasaran yang dituju diantaranya ditempat ramai dengan pejalan kaki, ditempat-tempat pameran, terminal-terminal kendaraan umum dan lain-lain.

Material yang digunakan yaitu art paper 170 gr dengan ukuran 42cm x 59,4cm serta teknis produksi cetak digital print.


(42)

Gambar IV.13. Poster

• Flyer

Media flyer digunakan untuk memberikan informasi baik itu komersil atau non-komersil yang dapat disimpan untuk kebutuhan di kemudian hari karena mayoritas media flyer diberikan secara gratis. Material yang digunakan yaitu art paper 150gr, dengan ukuran 21cm x 10cm serta teknik cetak digital print.


(43)

Gambar IV.14. Flyer

4.1.3. Media Gimmick

• Pin

Material yang digunakan inkjet paper dan laminasi gloss dengan ukuran diameter 5,8cm, teknik cetak digital print.


(44)

• Gantungan Kunci

Material yang digunakan inkjet paper dengan ukuran diameter 4,4cm dua muka, serta teknik cetak digital print.

Gambar IV.16. Gantungan Kunci

• Mug

Material yang digunakan print transfer paper, dengan ukuran 20cm x 8cm.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. (1989). Penelitian Kependidikan Proses dan Strategi. Bandung:

Angkasa.

Effendy, Bisri. (1998). Reog Ponorogo Kesenian Rakyat Dan Sentuhan Kekuasaan

(Jilid XXIV, No.2). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Mulyadi, Seto. (2009, Februari 12). Kesadaran Masyarakat Kalangan Remaja

Terhadap Kesenian. sumber: Kompas.

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990).

Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia.

Saksono, Arie. (2007). Legenda Reog Ponorogo Dan Warok.

Sinamo, Jansen. (2011, Maret 18). Semangat Gambaru. sumber: Kompas.

Soedjijono, Suwignyo, Heri. 1 Februari 2006, Kajian Arketipal Legenda Reog

Ponorogo.

Supriyanto, Henry. (1980). Pengantar Studi Teater untuk SMA. Malang:

Universitas Brawijaya Malang.


(46)

Raharja, Kartaji. (1984). Makalah Mengenal Lebih Dekat Akan Kesenian Reog

Jawa Timur.


(47)

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

1. Nama : Dicky Firmansyah 2. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 08 juli 1986 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Tinggi Badan : 172 cm 5. Agama : Islam

6. Status : Belum Kawin

7. Alamat : Komp. Parmindo Jl. Purnawirawan Raya No. 17 Cijerah-Bandung

8. Email : fdicky89@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1992 - 1998 : SD Negeri Margahayu Utara 1 Bandung 2. 1998 - 2001 : SMP Angkasa Lanud Husein Bandung

3. 2001 - 2004 : SMA YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Bandung 4. 2004 - 2011 : UNIKOM (Universitas Komputer Indonesia)

Demikianlah Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenarnya, maka saya ucapkan terima kasih.

Bandung, Agustus 2011


(1)

40  Gambar IV.13. Poster

• Flyer

Media flyer digunakan untuk memberikan informasi baik itu komersil atau non-komersil yang dapat disimpan untuk kebutuhan di kemudian hari karena mayoritas media flyer diberikan secara gratis. Material yang digunakan yaitu art paper 150gr, dengan ukuran 21cm x 10cm serta teknik cetak digital print.


(2)

41  Gambar IV.14. Flyer

4.1.3. Media Gimmick • Pin

Material yang digunakan inkjet paper dan laminasi gloss dengan ukuran diameter 5,8cm, teknik cetak digital print.


(3)

42 

• Gantungan Kunci

Material yang digunakan inkjet paper dengan ukuran diameter 4,4cm dua muka, serta teknik cetak digital print.

Gambar IV.16. Gantungan Kunci

• Mug

Material yang digunakan print transfer paper, dengan ukuran 20cm x 8cm.


(4)

43   

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. (1989). Penelitian Kependidikan Proses dan Strategi. Bandung:

Angkasa.

Effendy, Bisri. (1998). Reog Ponorogo Kesenian Rakyat Dan Sentuhan Kekuasaan

(Jilid XXIV, No.2). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Mulyadi, Seto. (2009, Februari 12). Kesadaran Masyarakat Kalangan Remaja

Terhadap Kesenian. sumber: Kompas.

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990).

Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia.

Saksono, Arie. (2007). Legenda Reog Ponorogo Dan Warok.

Sinamo, Jansen. (2011, Maret 18). Semangat Gambaru. sumber: Kompas.

Soedjijono, Suwignyo, Heri. 1 Februari 2006, Kajian Arketipal Legenda Reog

Ponorogo.

Supriyanto, Henry. (1980). Pengantar Studi Teater untuk SMA. Malang:

Universitas Brawijaya Malang.


(5)

44   

Raharja, Kartaji. (1984). Makalah Mengenal Lebih Dekat Akan Kesenian Reog

Jawa Timur.


(6)

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

1. Nama : Dicky Firmansyah

2. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 08 juli 1986

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Tinggi Badan : 172 cm

5. Agama : Islam

6. Status : Belum Kawin

7. Alamat : Komp. Parmindo Jl. Purnawirawan Raya No. 17

Cijerah-Bandung

8. Email : fdicky89@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1992 - 1998 : SD Negeri Margahayu Utara 1 Bandung

2. 1998 - 2001 : SMP Angkasa Lanud Husein Bandung

3. 2001 - 2004 : SMA YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Bandung

4. 2004 - 2011 : UNIKOM (Universitas Komputer Indonesia)

Demikianlah Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenarnya, maka saya ucapkan terima kasih.

Bandung, Agustus 2011