Perancangan Media Informasi Boardgame Reog Ponorogo

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putra Kristiawan

Tempat, Tanggal Lahir : Ponorogo, 02 Mei 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Merital : Belum Menikah

Alamat : RT/RW 01/01. Desa Gelang kulon. Kecamatan

Sampung, Kab.Ponorogo. Jawa Timur

No Telepon : 085656351221

Email :

PENDIDIKAN

Pendidikan Formal

• SDN 1 Sukadanau (Lulus tahun 2000) • SMPN 1 Cikarang Barat (Lulus tahun 2003) • SMAN 2 Cikarang Utara(Lulus tahun 2006)

• Fakultas Desain & Seni, Universitas Komputer Indonesia (Lulus tahun 2010)

Seminar dan Pelatihan

• JJF Workshop Komik, Universitas Komputer Indonesia (2007) • Pendekatan Ala Roll Time, Universitas Komputer Indonesia (2007) • Seminar 1001 Ide, Universitas Komputer Indonesia (2008)

• Workshop Audio Visual, Universitas Komputer Indonesia (2009)

• Imaginary Friends Studio Digital Painting Workshop, Universitas Negeri Surakarta (2009)


(2)

Organisasi

• Funco Art Director Divisi Gambar Realis (2007-2008) • Ketua Pelaksana Komunitas Funco di acara 18Th • Kepala Divisi Kreatif HIMA DKV (2008-2009)

HUT RCTI, Jakarta (2008)

PENGALAMAN KERJA

• PT. IDEA FIELD, Bandung (2009) (Freelance Illustrator)

• PT. TAICHAN INDONESIA, Jakarta (2009) (Freelance Graphic Designer)

• iConcept Studio, Bandung (2009-2010) (Freelance Illustrator & Concept Artist)

KEAHLIAN & KEMAMPUAN

• Hand Drawing

• Traditional & Digital Painting • Sculpting

KEAHLIAN SOFTWARE

• Adobe Photoshop • Adobe Illustrator • Adobe In Design • Adobe Flash • Adobe Premiere • Autodesk Sketchbook • Corel Painter


(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan sebuah negara yang besar dan penduduknya terdiri dari berbagai suku dan etnis yang berbeda-beda, hal ini mengakibatkan terjadinya keberagaman diantaranya bahasa, adat istiadat, seni dan budaya. Keberagaman ini membentuk ciri khas bagi tiap-tiap suku daerah satu dengan suku daerah lainnya, sehingga melahirkan jati diri bagi daerahnya masing-masing, meskipun ada beberapa persamaan namun ada beberapa hal yang membedakannya baik secara penyajian, penyampaian, pesan, maupun tujuan.

Dalam hal pelestarian maupun penyampaian setiap kesenian yang dimilki oleh masing-masing daerah umumnya diwariskan oleh nenek moyangnya masing-masing dan bertujuan sebagai media pembelajaran tentang sebuah arti kehidupan yang dianggap mudah untuk dipahami oleh keturunannya kelak. Karena dari setiap kesenian yang diciptakan biasanya mengandung pesan moral, dan makna yang dapat diambil hikmahnya. Kesenian yang diwariskan cukup beraneka ragam seperti tari-tarian, upacara adat, baju daerah, ukir-ukiran, maupun cerita rakyat. Salah satu dari sekian banyaknya daerah yang memiliki kesenian daerah yang mengandung pesan moral yang dapat diambil hikmahnya adalah kesenian Reog Ponorogo. Kesenian yang menggunakan topeng singa atau biasa disebut Singo Barong dengan dadak merak serta diiringi dengan gamelan khas Ponorogo yang dipentaskan berupa tari-tarian yang mengisahkan perjuangan seorang raja dalam meminang seorang putri Kediri yang akan dijadikan permaisuri dikerajaannya namun pada akhirnya sang raja tidak dapat meminang sang putri tersebut. Pesan yang didapat dari kesenian atau cerita rakyat ini adalah


(4)

2 keteguhan hati dan kegigihan usaha seseorang dalam meraih sebuah keinginan yang diinginkannya meskipun keinginannya tersebut belum tentu dapat terwujud.

Namun seiring perkembangan zaman kesenian Reog Ponorogo banyak mengalami perubahan dalam setiap pementasannya dari segi penambahan maupun pengurangan dari para penari, alat musik yang digunakan, ilmu mistis dan lain sebagainya. Disamping itu perbedaan dalam penyajian kesenian Reog Ponorogo oleh tiap group Reog sendiri terkadang membingungkan para penikmat maupun penonton saat pementasan berlangsung walaupun inti yang maksud tetap sama. Selain itu beberapa masyarakat Ponorogo yang merantau biasanya mereka adalah personil dari sebuah group Reog di kampung halamannya, dan mereka mementaskannya bersama-sama dengan masyarakat Ponorogo yang juga merantau sebagai sarana melepas rindu akan kampung halamannya.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pementasan kesenian Reog Ponorogo oleh tiap group Reog pada saat ini. Kurang diimbangi dengan informasi-informasi tentang asal-muasal kesenian ini sendiri. Sehingga di kalangan masyarakat khususnya penonton yang menyaksikan pertunjukan tersebut hanya mendapatkan sepenggal informasi yang sesungguhnya dan masih menyisakan banyaknya informasi-informasi di dalam kesenian Reog ini sendiri.

Contoh kasusnya: Group Reog A mementaskan cerita tentang raja Bantarangin Raden Kelono Sewandono yang hendak melamar Putri Kediri yang bernama Dwi Songgo Langit, akan tetapi ditengah jalan rombongan dihadang oleh Raja Lodaya yaitu Singo Barong. Sedangkan group Reog B mementaskan cerita hanya pertempuran antara Raden Kelono Sewandono dengan raja Lodaya Singo Barong.


(5)

3 Meski maksud yang dipentaskan sama, akan tetapi dari cara penyajiannya yang berbeda dapat menimbulkan persepsi berbeda dari setiap penonton yang menyaksikannya. Hal ini sebenarnya dapat dihindari jika tiap group Reog tersebut menceritakannya melalui seorang dalang dalam pementasan, akan tetapi tidak semua group Reog memiliki seorang dalam rombongannya.

Beberapa perubahan dari pementasan dan penceritaan dari kisah Reog Ponorogo ini sangat disayangkan. Karena beberapa pesan moral yang terkandung di dalamnya dapat dipetik hikmah dalam perilaku sehari-hari seperti sifat yang pantang menyerah, bersikap jujur, dan saling menghargai. Dalam kehidupan bermasyarakat, kalangan remaja umur antara 12 sampai 21 tahun memiliki sifat dan perilaku yang masih labil karena masa-masa mereka masih mencari jati dirinya dan eksistensi diri mereka diantara teman-teman sebayanya. Salah satu penyebab mereka melakukan perilaku yang menyimpang diantaranya, tidak dapat bersikap jujur, melanggar aturan, dan melakukan tindakan kenakalan lainnya.


(6)

4

1.2. Identifikasi Masalah

Perkembangan Reog Ponorogo dari masa ke masa tentunya menimbulkan beberapa perbedaan dan juga permasalahan dalam penyampaiannya selain karena disesuaikan dengan perkembangan zaman dan adat dan norma-norma yang berlaku dikalangan masyarakat, diantaranya:

1. Pesan moral yang terkandung di dalamnya akan hilang dan terlupakan. Seiring dengan perkembangan jaman, jika tidak adanya sebuah tindakan untuk mengatasinya.

2. Sedangkan, pesan moral yang terkandung di dalam cerita Reog Ponorogo dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam membangun sikap dikalangan remaja.

3. Kurangnya informasi tentang kesenian Reog Ponorogo yang hanya didapat saat pementasan berlangsung berupa narasi dari pendalang yang menyebabkan tidak semua masyarakat umum mengerti bagaimana kisah dibalik kesenian Reog Ponorogo.

1.3 . Fokus masalah

Fokus dalam permasalahan ini adalah sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang cerita Reog Ponorogo dan bagaimana persepsi mereka tentang cerita tersebut. Selain itu fokus permasalahan yang dicari adalah pemahaman mereka dengan pesan moral yang terkandung di dalamnya.


(7)

5

1.4. Tujuan Perancangan

Tujuan dari perancangan ini adalah memberikan informasi cerita Reog Ponorogo serta memberikan pengetahuan tentang pesan moral yang terkandung di dalamnya kepada masyarakat.

1.5. Definisi

Kata kunci yang digunakan sebagai berikut: • Ilustrasi:

Ilustrasi adalah sebuah karya kiasan yang berdasarkan cerita. Ilustrasi juga biasa digunakan dalam menjabarkan sebuah skema cara kerja pada suatu alat. (Steven Heller, Marshall Arisman, 2006)

• Boardgame:

Boardgame adalah sebuah permainan yang mana menggunakan sebuah bidak yang dapat diletakan, dipindahkan, atau digerakan dalam sebuah permukaan yang sudah diberi tanda atau sebuah papan yang diberi tanda yang disusun berdasarkan peraturan.(Kamus Bebas Wikipedia, 2010)

• Reog Ponorogo:

Kesenian tradisional daerah kabupaten Ponorogo berupa tari-tarian yang menggunakan topeng Singa dengan dadak merak (hiasan berupa bulu burung merak yang di anyam).(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2009)


(8)

6

BAB II

PERKEMBANGAN KESENIAN REOG PONOROGO

2.1. Kesenian Reog Ponorogo

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) Kesenian yang memiliki kata dasar “seni” dan memiliki arti “kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa)”. Sedangkan Reog adalah sebuah kesenian tradisional yang merupakan perpaduan antara tari-tarian dan gerakan akrobatik yang diiringi dengan gamelan sebagai pengatur irama dalam pertunjukan tiap pementasannya. Kesenian Reog berasal dari propinsi Jawa Timur tepatnya kabupaten Ponorogo.

2.1.1. Geografis


(9)

7 Kata Ponorogo berasal dari kata “pana” (mengerti) dan “raga” (badan), yang bermakna orang yang dapat menempatkan dirinya di hadapan orang lain. Nama Ponorogo mulai digunakan sekitar tahun 1490-an ketika Raden Batoro Katong mengalahkan Ki Ageng Kutu Suryangalam yang merupakan seorang petinggi dari kerajaan Wengker dan mendapat perintah dari Raden Patah raja demak untuk mendirikan sebuah kadipaten. Kabupaten Ponorogo memiliki luas wilayah 1.371,78 km2 dengan batas wilayah sebelah utara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngajuk dan Kabupaten Trenggalek, selatan dibatasi dengan Kabupaten Pacitan serta bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri dan Pacitan.

2.1.2. Legenda dan Sejarah Reog Ponorogo

Reog merupakan salah satu kesenian tradisional dari sekian banyak kesenian tradisional yang dimiliki oleh Indonesia. Dalam buku milik Dinas Pendidikan Ponorogo berjudul mengenal Reog Ponorogo, kesenian ini lahir dan besar di kota yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo. Dalam proses terciptanya kesenian Reog ini terdapat dua sudut pandang yaitu menurut legenda dan menurut sejarah. Kata Reog diambil dari bebunyian atau suara yang dikeluarkan oleh gamelan pengiring ketika tarian ini dipentaskan, pencetus nama Reog adalah Ki Ageng Surya Alam (kumpulan kliping tari-tarian daerah) ada pula sumber yang mengatakan kata “Reog” atau “reyog” memiliki arti cukup ilmu, berwibawa serta luhur budinya.


(10)

8 Menurut legenda masyarakat Ponorogo kesenian Reog ini menceritakan tentang perjuangan seorang raja yang akan melamar seorang permaisuri namun pada akhirnya sang raja gagal untuk meminang sang putri dan terciptalah pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009) legenda adalah sebuah cerita rakyat pada zaman dahulu yang berhubungan dengan peristiwa sejarah.

Sedangkan, menurut sejarahnya awal terciptanya kesenian ini sekitar tahun 1200 masehi oleh seorang patih Bantarangin bernama Raden Klana Wijaya atau biasa disebut Pujonggo Anom adalah sebuah pertunjukan satir yang mana di tujukan untuk seorang raja bernama Raden Klono Sewandono yang terlalu tunduk kepada permaisurinya yang mengakibatkan sang Raja lalai dalam memimpin negerinya.

Ada pula sumber lain yang diperoleh dari buku mengenal Reog Ponorogo (Dinas Pariwisata Ponorogo) menceritakan hal yang mendasari terciptanya kesenian Reog ini adalah inisiatif dari sang patih kerajaan Bantarangin yaitu patih Pujangga Anom dalam menghibur Rajanya yaitu Raja Kelono Sewandono yang ditinggal pergi oleh istrinya yaitu Putri Dwi Songgo Langit ketika diketahui sang istrinya tidak dapat memiliki anak. Sesungguhnya sang raja berkali-kali mencoba menahan kepergian sang permaisuri yang berkeinginan kembali kenegerinya yaitu Kediri untuk menjadi seorang petapa. Akan tetapi keingin sang permaisuri sudah bulat dan Raja pun melepas kepergian sang permasurinya dengan kesedihan. Karena itulah sang patih mementaskan sebuah pertunjukan tari-tarian yang menggunakan kepala harimau dan seekor merak yang hinggap diatasnya, hal ini dimaksudkan untuk mengenang kembali masa-masa perjuangan sang raja dalam mempersunting Putri Dwi Songgo Langit.


(11)

9 Akan tetapi dari setiap pementasan maupun pagelaran yang disajikan oleh para seniman Reog saat ini menggunakan versi dari R. Klana Wijaya atau biasa disebut dengan Pujangga Anom. Yang berceritakan tentang perjuangan raja Bantarangin Klono Sewandono dalam mempersunting putri dari kerajaan Kediri Putri Dwi Songgo Langit.

2.1.3. Makna dari Cerita yang dipentaskan

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya cerita yang digunakan saat pementasan berlangsung menggunakan cerita yang berasal dari Raden Klana Wijaya. Menceritakan perjuangan seorang raja bernama Kelono Sewandono yang hendak mempersunting putri Kediri yang bernama Dwi Songgo Langit akan tetapi sang putri mengajukan sebuah permintaan yaitu sang raja harus membuat sebuah pertunjukan yang belum pernah ada didunia ini, pertunjukan itu harus diiringi dengan 144 kuda yang diiringi dengan gamelan. Dan dalam perjalanan iring-iringan tersebut harus melewati jalan bawah tanah dari gerbang kerajaan bantar angin sampai gerbang kerajaan Kediri. Namun sang raja tdak dapat mengabulkan permintaan yang terakhir yang man airing-iringan harus melewati bawah tanah, atas nasehat dari patih Pujangga Anom pernikahan harus dibatalkan karena mereka tidak memiliki kuasa untuk melakukan permintaan terakhir dari sang putri. Maka tari-tarian Reog pada akhirnya hanya dipentaskan di kerajaan Bantarangin saja dan dinikmati oleh rakyatnya.


(12)

10 Makna yang terkandung dalam cerita Reog lebih mengajarkan cara berperilaku yang baik dalam kehidupan. seperti yang ditulis oleh Moelyadi dalam buku Reyog Ponorogo yaitu:

• Pembentukan sikap dan watak yang terpuji • Jujur dalam sikap dan tingkah laku

• Menumbuhkan sikap pantang menyerah

2.1.4. Pemain

Dalam buku Reog Ponorogo oleh Moelyadi, pementasan Reog tardapat tiga kelompok penari yang masing-masing memiliki peranya sendiri-sendiri antara lain:

Penari kuda kepang (jathilan) dalam pementasan biasanya

dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Penari barongan (topeng singa dengan dadak merak) dapat

dipentaskan oleh satu orang atau lebih.

Penari topeng (Bujang Anom dan Klono Sewandono) dapat

dipentaskan oleh satu orang atau lebih.

Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak pergeseran dan perubahan yang dilakukan dalam pementasan tarian tersebut antara lain:

Penari kuda kepang, dimana pada awalnya penari kuda kepang diperankan oleh anak lelaki namun seiring dengan perkembangan zaman peran ini digantikan dan dimainkan oleh anak perempuan.

Penari topeng, seiring dengan digunakanya cerita dari Pujangga Anom tentang perjuangan raja Kelono Sewandono maka dalam kelompok ini ditambah dengan pemeran topeng dari raja Kelono Sewandono.


(13)

11 • Warok, penari yang menggunakan pakaian Ponorogoan

lengkap gerak tarinya kaku dikarenakan peranya sebagai prajurit-prajurit sakti mandraguna, dalam pementasanya biasanya terdapat dua Warok yaitu Warok tua dan Warok muda. Warok tua diprlihatkan sedang mengawasi para Warok muda yang sedang berlatih ilmu kanuragan di padepokan yang nantinya para Warok tersebut akan digunakan oleh raja Kelono Sewandono dalam berperang melawan pasukan dari Singabarong.

2.1.5. Karakter dalam Pementasan Reog Ponorogo

Dalam pementasan Reog Ponorogo para penari melakukan gerakan tari-tarian yang di sesuai dengan peran atau karakter yang dimainkannya. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang penokohan. Urutan penampilan, dan gerakan dari tiap penari Reog Ponorogo:

2.1.5.1. Warok Tua

Dalam tiap pementasan Reog Ponorogo Warok tua berperan sebagai seorang guru yang bijak dan sakti mandara guna yang sedang melatih para Warok muda di padepokan. Yang nantinya akan digunakan oleh raja Kelono Sewandono dalam perang melawan Singobarong. Gerakan yang dilakukan oleh para Warok tua sebenarnya bukan sebuah tarian karena Warok tua hanya mengelilingi dan mengawasi para Warok muda yang sedang berlatih. Dan biasanya Warok tua adalah pembuka dari setiap pementasan Reog Ponorogo, namun tidak setiap group Reog menggunakan Warok tua sebagai pembuka pertunjukan. Pemeran Warok tua dapat ditampilkan oleh satu atau dua orang.


(14)

12 Gambar 2.2. Warok Tua

2.1.5.2. Warok Muda

Dalam pementasan penari Warok Muda diperagakan sedang berlatih beradu ilmu kanuragan dengan Warok muda lainnya di padepokan. Sedangkan gerak tari para Warok Muda terkesan berat dan kaku. Dalam pementasan Reog Ponorogo para penari Warok Muda masuk ke dalam panggung bersamaan dengan Warok Tua yang akan mengawasi para Warok Muda dalam latihan. Para penari Warok Muda ditampilkan minimal oleh empat orang atau lebih dan biasanya berpasangan karena karena tarian mereka lebih condong kearah duel.


(15)

13

2.1.5.3. Jathilan

Jathilan atau biasa disebut penari kuda kepang biasanya mereka masuk kedalam panggung setelah penampilan dari para Warok Muda yang telah berlatih dan diawasi oleh Warok Tua. Gerak tari Jathilan terkesan lembut dan kompak yang mengikuti irama dari gamelan.

Gambar 2.4. Jathilan

2.1.5.4. Pujangga Anom

Pujangga Anom atau biasa disebut Bujang Ganong merupakan Patih dari kerajaan Bantarangin tampil masuk kedalam panggung beberapa saat setelah para penari Jathilan memasuki panggung dan menari. Sikap gerak tari yang ditampilkan oleh penari Pujangga Anom lebih kearah gerak akrobatik namun masih mengikuti irama dari gamelan yang sedang dimainkan.

Penari Pujangga Anom sendiri lebih dominan dalam setiap pementasan dikarenakan gerak tari akrobatik mereka dianggap menghibur para penonton. Penari Pujangga Anom dapat dimainkan minimal oleh satu


(16)

14 orang, namun beberapa group Reog dapat menampilkan penari Pujangga Anom dua hingga empat orang.

Gambar 2.5. Pujangga Anom

2.1.5.5. Klono Sewandono

Klono Sewandono merupakan seorang raja disebuah kerajaan bernama Bantarangin yang hendak meminang putri Kediri yang bernama Dwi Songgo Langit. Gerak tari penari yang memerankan Klono Sewandono terkesan gagah dan berwibawa.

Penari Klono Sewandono memasuki panggung setelah penari Pujangga Anom selesai menari. Penari Kelono Sewandono Memasuki arena dengan wibawa namun terkesan bingung dan gusar karena selalu memikirkan bagaimana cara agar dapat meminang putri Kediri. Kemudian penari Pujangga Anom menghampiri sang raja yang bermaksud member saran kepada sang raja. Penari ini juga sebagai penutup ketika melakukan pertarungan dengan Singo Barong, menggunakan pusaka yang bernama Pecut Samandhiman.


(17)

15 Gambar 2.6. Kelono Sewandono

2.1.5.6. Singo Barong

Penari Singo Barong atau Barongan memasuki panggung diakhir cerita ketika mencoba menghalangi iring-iringan pasukan bantar angin yang hendak menuju kerajaan Kediri. Saat memasuki arena panggung penari Barongan melawan patih Pujangga Anom dan memenangkan pertarungan yang ditandai dengan larinya sang patih yang ternyata menghadap rajanya Kelono Sewandono.

Ketika pertarungan melawan sang raja Bantarangin tersebut Singo Barong dapat menandingi ilmu dari raja Bantar angin. Kemudian sang raja Kelono Sewandono kembali kerombongan untuk mengambil pusakanya yang bernama pecut Samandhiman yang diserahkan oleh patih Pujangga Anom. Pada akhirnya Singo Barong kalah dan tunduk karena kekuatan dari pusaka Kelono Sewandono dan juga menandai berakhirnya pertunjukan Reog Ponorogo. Penari Barongan yang mengenakan


(18)

16 topeng Singa (barong) lengkap dengan dadak merak yang beratnya kurang lebih 45 sampai 50 Kg, namun gerakanya tetap lincah. Penari Singo Barong dapat ditampilkan oleh satu hingga empat orang, disesuaikan dengan keadaan panggung atau arena dan acara tertentu.

Gambar 2.7. Singo Barong

2.1.6. Perlengkapan penari

Terdapat beberapa perlatan yang digunakan oleh para penari dalam pementasan Reog, antara lain:

a. Barongan dengan dadak merak, sebuah topeng kepala singa yang yang mahkotanya dihiasi oleh bulu-bulu dari burung merak.

b. Topeng dalam pementasan Reog saat ini menggunakan dua jenis topeng yaitu:

c. Topeng Bujang Anom, penari yang menggunakan jenis topeng ini memerankan seorang patih dari kerajaan bantarangin yaitu patih Bujang Anom. Gerak tari yang disajikan


(19)

17 oleh penari yang menggunakan topeng Bujang Anom ini biasanya terkesan lucu, lincah, dan akrobatik.

d. Topeng Kelono Sewandono, penari yang menggunakan topeng Kelono Sewandono memerankan seorang raja dari negeri Bantarangin. Gerak tari yang dipentaskan terkesan berwibawa dengan gerak tubuh yang kaku.

e. Kuda Kepang, pada masa-masa awal pementasan Reog penari kuda kepang menunggangi kuda yang kemudian dihias, namun seiring perkembangan zaman penggunaan kuda digantikan dengan kuda buatan yang terbuat dari bambu yang dianyam membentuk seekor kuda. Gerak tari yang dibawakan mengikuti ketukan dari para pemain gamelan khususnya kendhang.

f. Baju daerah, atau biasa yang disebut dengan pakaian Ponorogoan ini biasa digunakan oleh para pemain alat musik tradisional atau gamelan yang mengiringi tarian Reyog saat pementasan selain itu pakaian daerah Ponorogoan juga biasa dikenakan oleh penari Warok. dengan didominasi oleh warna hitam, pakain adat tersebut terdiri dari:

Ikat kepala (udeng, iket, blangkon)

Baju hitam potong gulon, (tak berkerah) berwarna hitam.tata cara pemakaiannya adalah dikenakan tanpa mengancingkan baju, dan hal ini memiliki filosofi tidak adanya sesuatu yang ditutup-tutupi atau keterbukaan.

Celana panjang sampai tumit, berwarna hitam dengan potongan ukuran besar atau celana hitam dengan panjang hingga betis. Celana ini juga disebut dengan nama dingikan. • Usus-usus (koloran), yaitu tali celana dipinggang yang

berwarna putih dengan kedua ujungnya dipasang agak menjuntai kebawah. selain dikenakan oleh pemain gamelan pakaian ini juga digunakan oleh para penari Warok.


(20)

18

2.1.7. Alat musik

Alat-alat musik tradisional pengiring atau disebut juga dengan gamelan yang digunakan dalam pementasan reyog menimbulkan aura mistis namun dapat menyulut semangat tempur, hal ini dapat disimpulkan karena beberapa dari alat-alat musik tradisional tersebut biasa digunakan oleh para prajurit zaman dulu dalam medan perang, untuk pertanda bahwa dimulainya perang. Beberapa alat musik tradisional yang digunakan antara lain:

a. Gong alat ini biasa juga dibunyikan ketika seorang raja hendak mengelurakan titah maupun sabda, maupun digunakan oleh para prajurit menuju medan perang bahkan dapat juga digunakan pertanda menantang lawannya sehingga setiap lawan yang mendengar suara gong tersebut membalasnya dengan suara gong yang berarti menerima tantangan perang maupun duel. Dalam pementasan Reog

b. Terompet dalam bidang militer maupun keprajuritan terompet merupakan sebuah perintah yang harus dipatuhi. Dan ketika terompet ini digunakan sebagai salah satu alat musik tradisional yang digunakan dalam pementasan Reyog menimbulkan bebunyian yang menimbulkan kesan mistis dan membakar semangat juang.

c. Kendhang dalam kesenian Reyog kendhang yang digunakan berukuran besar. Dengan panjang kurang lebih seratus sentimeter, dan garis tengah sekitar tiga puluh sentimeter. Peran kendhang dalam pementasan digunakan sebagai ketukan irama dengan para penari topeng Pujangga Anom maupun Kelono Sewandono.

d. Ketipung bentuk dari alat musik tradisional ini menyerupai bentuk dari kendhang tetapi dengan ukuran yang lebih kecil


(21)

19 dari kendhang dan memiliki peranan yang sama dengan kendhang.

e. Angklung alat musik ini tidak jauh berbeda dari angklung yang berasal dari tanah parahiangan. Hanya saja lebih dihias dengan warna-warna dominan Reog seperti Merah dan Kuning.

2.2. Reog Ponorogo dari Masa kemasa

Makna yang terkandung dalam Pentas seni Reog Ponorogo adalah sebuah pertunjukan satir yang ditujukan bagi seorang raja dimasa kejayaan Majapahit yang terlalu tunduk oleh Permaisurinya, yang diciptakan oleh seorang patihnya. Dengan mementaskan pertunjukan tersebut patih mencoba mengumpulkan masa dan bala tentara untuk menggulingkan pemerintahan yang hampir jatuh untuk kembali mendirikan kerajaan Majapahit yang sebenarnya. Perekrutan masyarakat saat itu untuk dijadikan bala tentara dan dilatih oleh sang patih yang kemudian menjadi seorang Warok.

Warok sendiri selain merupakan prajurit atau orang yang memiliki kekuatan kanuragan, biasanya dijadikan sebagai pemimpin suatu desa pada masa-masa penjajahan. Selain itu tradisi gemblak mulai dihilangkan oleh para Warok sekitar tahun 1980. Tradisi gemblak merupakan sebuah tradisi dimana para Warok menjaga ilmu kanuragannya dengan memelihara anak kecil yang tampan untuk dijadikan teman teman tidurnya. Dikarenakan para Warok mendapat pantangan untuk tidak melakukan hubungan dengan wanita atau istrinya. Dikarenakan norma di masyarakat sudah berubah maka tradisi ini digantikan menjadikan para gemblak sebagai anak asuh dari para Warok, mereka disekolahkan dan dirawat seperti anak mereka sendiri. Biasanya para gemblak adalah para penari jathilan atau biasa disebut juga penari kuda kepang. Semenjak saat itu para penari jathilan dapat dimainkan oleh anak perempuan.


(22)

20

2.3. Reog dikalangan Masyarakat Ponorogo

Perubahan zaman dan berubahnya perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran makna yang terdapat dalam kesenian Reog Ponorogo saat ini. Pada masyarakat Ponorogo saat ini mengganggap bahwa kesenian reyog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya berupa sebuah hiburan saja. Hal ini diketahui ketika melakukan tinjauan lapang langsung dari sebuah Festival Reog Nasional 2009 yang digelar di Ponorogo yang bertepatan dengan acara perayaan Grebeg Suro atau penyambutan tahun baru Islam. Dalam festival tersebut Reog dipentaskan dan dilombakan, dimana para peserta merupakan orang-orang keturunan Ponorogo yang berdomisili jauh diluar wilayah Ponorogo.

Gambar 2.8. Penonton Festival Reog Nasional

Walaupun setiap group atau sanggar Reog yang bermain tidak semuannya berdomisili diluar Ponorogo. Hal ini dikarenakan diizinkannya peminjaman antar pemain atau menyewa pemain Reog dari group atau sanggar lainnya. Maka, hal ini dapat disimpulkan bahwa festival yang diadakan setahun sekali ini merupakan lahan pencarian nafkah dari setiap group, sanggar maupun perorangan pemain Reog Ponorogo itu sendiri.

Meski antusiasme dari para masyarakat dalam menyaksikan kesenian Reog Ponorogo masih terbilang tinggi, yang dapat disaksikan dengan


(23)

21 banyaknya yang menyaksikan Festival Reog Nasional 2009. Akan tetapi pengetahuan mereka tentang asal-usul sejarah Reog Ponorogo masih minim, sempat dilakukan beberapa wawancara singkat terhadap pengunjung acara tersebut dan hasil yang didapat cukup beragam. Hal ini dapat dilihat ketika pembawa acara menerangkan berkali-kali cerita dibalik gerak tari Reog Ponorogo sesaat sebelum peserta group atau sanggar Reog hendak tampil diatas panggung. Akan tetapi penyampaian cerita tesebut dirasakan masih belum cukup untuk menerangkan asal-usul terciptanya kesenian Reog Ponorogo. Selain itu, banyaknya peserta dalam festival tersebut juga memberikan dampak dalam penyampaiyan cerita Reog Ponorogo berbeda-beda dari satu sanggar satu dengan yang lainnya. Dan mengakibatkan simpang siurnya cerita yang sebenarnya tentang asal-usul dan jalan cerita Reog Ponorogo.

2.4. Penyebaran Kesenian Reog di Luar Ponorogo

Kesenian Reog tidak hanya Berkembang dan tumbuh hanya di kabupaten Ponorogo saja, Kesenian ini juga berkembang di daerah sekitar Kabupaten Ponorogo seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Pacitan, Kediri. Beberapa daerah di provinsi Jawa Tengah ada beberapa kesenian yang hampir mirip dengan Reog Ponorogo hanya saja cerita dan penari yang digunakan berbeda-beda. Seperti di daerah Semarang ada kesenian yang bernama Reog namun kesenian ini tidak menggunakan Singo Barong atau penari Barongan, dan hanya menampilkan Raden Kelono Sewandono dan Pujangga Anom saja. Selain itu kasus klaim Kesenian Reog oleh pemerintah Malaysia beberapa waktu lalu sebenarnya bukan murni dari pihak Malaysia yang ingin mengambil kesenian asli Ponorogo. Hanya saja ada beberapa masyarakat Ponorogo yang bermigrasi ke Malaysia dan membentuk sebuah komunitas yakni dengan mendirikan perkampungan yang memang didominasi oleh masyarakat Ponorogo. Kemudian didasari


(24)

22 rasa rindu akan kampung halamannya, maka mereka sepakat untuk membentuk sebuah group Reog dan mempentaskannya ditempat mereka bermukim saat itu. Karena melihat sebuah kesenian yang ditampilkan dalam wilayah pemerintahan Malaysia maka pihak Malaysia hendak mengklaim kesenian tradisional tersebut, namun masyarakat Ponorogo yang tinggal didaerah Malaysia menolak keras niat Malaysia tersebut.

2.5 Khalayak Sasaran

Demografis

Target Primer : Anak-anak dan remaja, pria dan wanita usia antara 17-23 tahun.

Target Sekunder : Pria dan wanita, usia antara 20-45 tahun. masyarakat umum.

Psikografis

Target Primer : Anak-anak dan remaja yang membutuhkan informasi berupa cetak maupun elektronik tentang kesenian tradisional.

Target Sekunder : Seluruh lapisan dari masyarakat yang ingin mengetahui informasi tentang kesenian tradisional khususnya cerita rakyat Reog Ponorogo.

Geografis

Target Primer : Daerah perkotaan dengan masyarakat yang modern, dan jauh dari hal-hal yang berkaitan dengan tradisional.

Target Sekunder : Daerah kota-kota kecil yang dimana masyarakatnya memerlukan informasi tentang kesenian tradisional.


(25)

23 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1. Strategi Komunikasi

• Memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum tentang kesenian Reog Ponorogo. Agar masyarakat lebih mengenal lebih jauh tentang kesenian Reog Ponorogo. Disamping itu menambah literatur tentang kesenian Reog Ponorogo bagi perpustakaan daerah kabupaten Ponorogo.

• Menumbuhkan sifat jujur dan pantang menyerah pada masyarakat yang diaplikasikan dalam sebuah media berupa Boardgame. Yangmana pemain diharuskan bersikap jujur dan sportif selama permainan berlangsung, agar permainan dapat dinikmati bersama.

• Materi yang akan disampaikan berupa pengetahuan berupa cerita asal-muasal Reog Ponorogo, profil dari tiap karakter atau peran yang dimainkan, serta perlengkapan-perlengkapan yang digunakan dalam pertunjukan Reog Ponorogo.

3.2. Strategi Kreatif

Menciptakan sebuah media informasi yang juga dapat digunakan sebagai media pembangun sikap dan perilaku yang terpuji, namun terdapat unsur permainan di dalamnya sehingga khalayak sasaran tidak merasa terbebani oleh informasi yang padat. Dengan demikian ditetapkannya sebuah media informasi berupa Boardgame.


(26)

24 3.3. Strategi Media

a. Media primer

Membuat sebuah media informasi berupa boardgame yang mana memberikan informasi berupa jalan cerita dan pemain memerankan karakter-karakter yang terdapat dalam cerita Reog Ponorogo. Diharapkan ketika para pemain yang sedang memainkan maupun memerankan tokoh berupa miniatur tersebut dapat menumbuhkan perilaku-perilaku positif kedepannya.

Selain itu dalam sebuah kemasan boardgame ini memiliki sebuah peraturan-peraturan yang harus ditaati dan dipahami oleh setiap pemain yang mana jika terjadi perselisihan terjadi ditengah permainan maka digunakan buku panduan sebagai acuan penengah dalam perselisihan tersebut.

b. Media Promosi

1. Kaos, Topi dan Pin

Pemilihan media kaos didasari karena media ini dianggap cocok sebagai media promosi Reog Ponorogo secara tidak langsung. Selain itu kaos juga dapat digunakan oleh siapa saja.

2. Miniatur

Pemilihan media miniatur digunakan sebagai media promosi, selain itu juga sebagai barang koleksi yang dapat digunakan pada media Boardgame.


(27)

25 3.4 . Strategi Distribusi

Dalam hal penyebaran distribusi buku Reog Ponorogo dapat melalui: 1. Toko buku

2. Perpustakaan daerah 3. Sekolah-sekolah

4. Toko souvenir yang berada di kota Ponorogo

3.5 . Analisis SWOT

Reog Ponorogo Boardgame : Strength (Kekuatan):

1. Jalan cerita berdasarkan cerita rakyat Reog Ponorogo. 2. Permainan yang dapat dikostumisasi.

3. Miniatur yang dapat dijadikan barang koleksi. 4. Dalam paket penjualan sudah dapat dimainkan

Weaknes (Kelemahan):

1. Hanya untuk kalangan tertentu. 2. Paket yang disediakan cukup mahal.

Opportunities (Peluang):

1. Memberikan informasi cerita rakyat Reog Ponorogo.

2. Bekerja sama dengan pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo. Threats (Ancaman):

1. Game-game digital lebih diminati oleh masyarakat dari pada Boardgame


(28)

26 Warhammer Fantasy Battle :

Strength (Kekuatan):

1. Jalan cerita yang digunakan cukup kuat. 2. Miniatur yang dapat dijadikan barang koleksi.

Weaknes (Kelemahan):

1. Hanya untuk kalangan tertentu. 2. Paket yang disediakan cukup mahal. 3. Paket permainan terpisah

Opportunities (Peluang):

1. Memberikan informasi cerita rakyat Reog Ponorogo. 2. Bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Threats (Ancaman):

1. Game-game digital lebih diminati oleh masyarakat dari pada Boardgame

Hasil Analisis:

Boardgame Reog Ponorogo masih dapat bersaing dengan produk luar negeri seperti Warhammer atau Boardgame dengantipe permainan yang sama yaitu pertempuran dan strategi. Dengan pemilihan target pasar yang tepat seperti komunitas-komunitas boardgame yang mulai berkembang dibeberapa kota-kota besar di Indonesia.


(29)

27 3.6 . Konsep Visual

3.6.1. Logo

Gambar 3.1 Logo

Konsep logo yang digunakan menggabungkan antara logotype

dan logogram. Dalam konsep logotype penulis menggunakan referensi dari bentuk bulu merak agar memunculkan kesan indah melalui lekukan disetiap sudutnya dan menghindari lekukan tajam. Dalam logojuga terdapat stilasi dari kepala Singobarong yang sedang menerkam hal ini diambil agar kesan dari permainan yang cukup menegangkan dengan menggunakan sosok stilasi dari Singobarong tokoh Antagonis.

3.6.2. Warna

Gambar 3.2 Warna Logo

Warna yang digunakan dalam logo menggunakan warna khas Reog yaitu hitam, merah, kuning, dan putih. Setiap warna memilki tersebut memiliki makna-makna diantaranya :

a. Hitam bermakna ketenangan

b. Merah bermakna keberanian

c. Kuning bermakna keselamatan


(30)

28 3.6.3. Kemasan

a. Cover Kemasan

Dalam desain kover kemasan penulis menggunakan teknik digital painting dengan memvisualisasikan pertempuran antara pasukan Lodaya Singo Barong yang menghadang iring-iringan pasukan Bantarangin Kelono Sewandhono. Konsep pada ilustrasi ini adalah perang antara kebaikan dan kejahatan.

Gambar 3.3 Cover Kemasan

b. Konsep Kemasan

Pada kemasan konsep yang digunakan adalah kemasan geser seperti korek api. Berbahan Acrylic setebal 3mm. Didalamnya dapat memuat perlengkapan-perlengkapan permainan seperti:

1. Map utama

2. Map pertempuran 3. 6 buah miniatur 4. Buku peraturan 5. 4 buah dadu & kartu


(31)

29 Gambar 3.4 Kemasan

3.6.4. Format Media

Format media utama berukuran 90cm x 90cm yang dipecah menjadi Sembilan bagian berupa puzzle. Boardgame kedua menggunakan ukuran 45cm x 36cm.

Konsep Map

Dikarenakan cerita dari permainan ini merupakan cerita daerah kabupaten Ponorogo. Maka, pertama-tama penulis melakukan studi Geografi berupa kerajaan-kerajaan yang terdapat dalam cerita. Seperti kerajaan Bantarangin yang terdapat di kecamatan Sumoroto kabupaten Ponorogo maka pemain yang berperan sebagai pihak Bantarangin memulai permainan pada posisi tersebut. Karena permainan berbasis pada perjalanan maka kota kedirilah yang dijadikan sebagai posisi akhir dari permainan. Secara keseluruhan dalam pengembangan konsep map ini penulis menggunakan dasar dari cerita Reog Ponorogo namun dalam hal pemilihan posisi desa dan lain sebagainya dikembangkan untuk pola permainan yang berimbang antara dua pihak pemain.


(32)

30 Gambar 3.5 Referensi dan sketsa

Gambar 3.6 Map Utama


(33)

31 3.6.5. Illustrasi

Bentuk ilustrasi menggunakan gabungan gaya visual expresif dan speedpainting. Hal ini disesuaikan dengan tema dari

boardgame yaitu perjalan dan pertempuran serta membangun suasana perang yang cepat. Pemilihan dari skema warna menggunakan warna emas agar terkesan megah.

Gambar 3.8 Referensi Gaya Ilustrasi

Gambar 3.9 Hasil Studi Visual

Konsep Karakter

Dalam mendesain karakter-karakter yang yang berperan penting dalam cerita Reog Ponorogo penulis menggunakan referensi berdasarkan Cerita Reog Ponorogo juga berdasarkan referensi visual dari tiap karakter dalam


(34)

32 pementasan yang mana karakter tersebut memiliki ciri-ciri yang khusus. Seperti:

1. Singo Barong

Dalam ceritanya Raja Lodaya ini memiliki badan Kekar sebesar Kerbau, memiliki kepala harimau, taring yang keluar dari mulutnya, tangan yang memiliki cakar yang panjang. Ini adalah bentuk fisik Singo Barong yang dijabarkan dalam cerita Reog Ponorogo sebelum diubah oleh Kelono Sewandhono menjadi Reog dengan pecutnya.

Gambar 3.10 Studi Visual Singobarong

2. Pujangga Anom

Dalam cerita, patih Bantarangin ini menggunakan Topeng makhluk raksasa bermata, hidung, dan mulut yang besar. mayoritas dalang group Reog Ponorogo mengatakan topeng itu memiliki makna seperti mata yang besar bermakna mampu melihat pertanda kejadian yang akan datang namun pada saat ini lebih bermakna agar lebih mawas diri, mulut yang besar melambangkan agar


(35)

hati-33 hati dalam berbicara dan menjaga tata krama, sedangkan rambut dan kumis yang panjang melambangkan agar panjang akal dan nalar dalam memecahkan setiap permasalahan (Sarju, 2010).

Gambar 3.11 Studi Visual Pujanggaanom

3. Kelono Sewandhono

Dalam cerita Kelono Sewandhono adalah seorang raja negeri Bantarangin yang saat ini terletak di Kecamatan Sumoroto Kabupaten Ponorogo hal ini bisa dilihat dengan ditemukan artefak yang dibuat sekitar tahun 1220 masehi. Kelono Sewandhono dkenal dengan raja yang bijaksana dan tegas. Tidak diketemukannya ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh Kelono Sewandhono dalam cerita Reog Ponorogo ciri-ciri hanya terdapat pada perwatakannya yang menjadi kata kunci penulis dalam mengembangkan karakter ini.


(36)

34 Gambar 3.12 Studi Visual Kelono

3.6.6. Miniatur

Dalam penggarapan miniatur menggunakan material epoclay, sedangkan bentuk visual tiap miniatur hanya sebatas dada hingga kepala saja. Ukuran miniatur desesuaikan dengan kotak jalur dalam map permainan yaitu 3 x 3 cm.


(37)

35 Gambar 3.14 Hasil Studi Miniatur


(38)

36 BAB IV

MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI

4.1. Media Utama

A. Boardgame

Sebuah papan yang mengilustrasikan sebuah peta kerajaan Bantarangin dan Kediri yang digunakan dalam permainan. Bentuk papan berupa persegi empat yang disesuaikan dengan jumlah pemain yang dapat berpartisipasi dalam permainan.

Gambar 4.1 Map Utama

Spesifikasi:

Ukuran media : 90 cm x 90 cm Material : Acrylic 2mm


(39)

37 B. Miniatur

Miniatur atau bidak yang di gunakan selama permainan berlangsung. Karakter miniatur dibuat dalam bentuk Bust (dada hingga kepala saja) serta disesuaikan dengan visualisasi dalam buku peraturan agar mempermudah dalam pengenalan tokoh. Dalam kemasan penjualan hanya empat dari delapan karakter saja yang diukir, sisanya hanya miniatur polos yang dapat dikostumisasi dengan cara digambar atau dilukis oleh para pemain.

Gambar 4.2 Miniatur Spesifikasi:

Ukuran media : 5 cm x 3 cm Material : Epoclay Teknis : Sculpting

C. Buku peraturan

Buku yang di dalamnya berisikan Cerita bergambar tentang Reog Ponorogo serta peraturan dalam permainan Reog Ponorogo Boardgame. Sehingga buku ini tidak hanya dapat dibaca saat hendak atau dalam permainan saja tetapi juga dapat


(40)

38 dibaca dikala waktu senggang. Desain cover mengambil gaya visual relik seperti yang terdapat dalam candi Borobudur.

Gambar 4.3 Desain Cover


(41)

39 Ukuran media : 18 cm x 26 cm

Material : Artpaper

Teknis : 32 Halaman Printing

D. Dadu dan Kartu

Dalam permainan ini dadu menjadi penggerak permainan karena setiap lemparan dadu dapat menghasilkan efek yang berbeda tergantung dari jumlah nominal yang dikeluarkanya, oleh karena itu dominasi faktor keberuntungan menjadi lebih besar dalam permainan ini agar permainan lebih berimbang maka digunakanlah kartu sebagai penangkal efek yang dikeluarkan Dadu yang di dapat jika pemain berdiri diatas kotak desa atau event.


(42)

40 .4.2. Media Promosi

a. Poster

Desain poster yang digunakan sebagai media promosi indoor.

Gambar 4.6 Desain Poster

Ukuran media : 51 cm x 42 cm Material : Glosy paper Teknis : Printing


(43)

41 b. Flyer

Desain flyer yang digunakan sebagai media promosi yang diberikan langsung kepada target konsumen dalam indoor maupun outdoor.

Gambar 4.7 Desain Flyer

Ukuran media : 51 cm x 42 cm Material : Glosy paper Teknis : Printing


(44)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI BOARDGAME

REOG PONOROGO

DK 38315 Tugas Akhir Semester II 2009/2010

Oleh :

Putra Kristiawan NIM 51906114

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(45)

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi……….……… ii

Daftar Gambar ... iii

BAB I Pendahuluan..……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah… ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 4

1.3 Fokus Masalah……….……….. 4

1.4 Tujuan Perancangan……….………. 5

1.5 Definisi ....……….……….. 5

BAB II Perkembangan Kesenian Reog ……… 6

2.1 Kesenian Reog Ponorogo ………. 6

2.1.1 Geografis ……… 6

2.1.2 Legenda dan Sejarah Reog Ponorogo.… 7 2.1.3 Makna dari cerita yang dipentaskan…….… 9

2.1.4 Pemain……… 10

2.1.5 Karakter dalam pementasan Reog Ponorogo 11 2.1.6 Perlengkapan penari………. 16

2.1.7 Alat musik……… 18

2.2 Reog Ponorogo dari masa kemasa……… 19

2.3 Reog dikalangan masyarakat Ponorogo……… 20

2.4 Penyebaran kesenian reog di luar ponorogo………. 21

2.5 Khalayak sasaran ..………. 22

BAB III Strategi Perancangan Dan Konsep Visual.……… 23

3.1 Strategi Komunikasi……….………….. 23

3.2 Strategi Kreatif..………. 23


(46)

ii

3.4 Strategi Distribusi……….. 25

3.5 Analisis SWOT….……….. 25

3.6 Konsep Visual…..……….. 27

3.6.1 Logo ...……… 27

3.6.2 Warna .………..……… 27

3.6.3 Kemasan……...……… 28

3.6.4 Format Media... ... 29

3.6.5 Ilustrasi... 31

3.6.6 Miniatur... 34

BAB IV Media dan Teknis Produksi……….……… 36

4.1 Media Utama...…..……….. 36

4.2 Media Promosi...…..……….. 40


(47)

42

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2009. Tim Penyusun

Titaheluw, Maureen., Karmi. (2009, Juli). Tari-tarian daerah (kumpulan kliping). Pustaka bidang informasi TMII

Raharja, Kartaji. (1984). Makalah Mengenal Lebih Dekat Akan Kesenian Reog Jawa Timur.

Perpustakaan daerah Ponorogo, (1993). Reyog Ponorogo.

Sumber Data Lain:

1. Sarju: pengrajin Reog Kec.Sumoroto Kab.Ponorogo, Jawa Timur

2. Surono: Seniman Reog Group Suro Menggolo Ds.Gelang Kulon Kec.Sampung Kab.Ponorogo.


(1)

40 .4.2. Media Promosi

a. Poster

Desain poster yang digunakan sebagai media promosi indoor.

Gambar 4.6 Desain Poster

Ukuran media : 51 cm x 42 cm Material : Glosy paper Teknis : Printing


(2)

41

b. Flyer

Desain flyer yang digunakan sebagai media promosi yang diberikan langsung kepada target konsumen dalam indoor maupun outdoor.

Gambar 4.7 Desain Flyer

Ukuran media : 51 cm x 42 cm Material : Glosy paper Teknis : Printing


(3)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI BOARDGAME

REOG PONOROGO

DK 38315 Tugas Akhir Semester II 2009/2010

Oleh :

Putra Kristiawan NIM 51906114

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(4)

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi……….……… ii

Daftar Gambar ... iii

BAB I Pendahuluan..……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah… ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 4

1.3 Fokus Masalah……….……….. 4

1.4 Tujuan Perancangan……….………. 5

1.5 Definisi ....……….……….. 5

BAB II Perkembangan Kesenian Reog ……… 6

2.1 Kesenian Reog Ponorogo ………. 6

2.1.1 Geografis ……… 6

2.1.2 Legenda dan Sejarah Reog Ponorogo.… 7 2.1.3 Makna dari cerita yang dipentaskan…….… 9

2.1.4 Pemain……… 10

2.1.5 Karakter dalam pementasan Reog Ponorogo 11 2.1.6 Perlengkapan penari………. 16

2.1.7 Alat musik……… 18

2.2 Reog Ponorogo dari masa kemasa……… 19

2.3 Reog dikalangan masyarakat Ponorogo……… 20

2.4 Penyebaran kesenian reog di luar ponorogo………. 21

2.5 Khalayak sasaran ..………. 22

BAB III Strategi Perancangan Dan Konsep Visual.……… 23

3.1 Strategi Komunikasi……….………….. 23

3.2 Strategi Kreatif..………. 23


(5)

ii

3.4 Strategi Distribusi……….. 25

3.5 Analisis SWOT….……….. 25

3.6 Konsep Visual…..……….. 27

3.6.1 Logo ...……… 27

3.6.2 Warna .………..……… 27

3.6.3 Kemasan……...……… 28

3.6.4 Format Media... ... 29

3.6.5 Ilustrasi... 31

3.6.6 Miniatur... 34

BAB IV Media dan Teknis Produksi……….……… 36

4.1 Media Utama...…..……….. 36

4.2 Media Promosi...…..……….. 40


(6)

42

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2009. Tim Penyusun

Titaheluw, Maureen., Karmi. (2009, Juli). Tari-tarian daerah (kumpulan kliping). Pustaka bidang informasi TMII

Raharja, Kartaji. (1984). Makalah Mengenal Lebih Dekat Akan Kesenian Reog Jawa Timur.

Perpustakaan daerah Ponorogo, (1993). Reyog Ponorogo.

Sumber Data Lain:

1. Sarju: pengrajin Reog Kec.Sumoroto Kab.Ponorogo, Jawa Timur

2. Surono: Seniman Reog Group Suro Menggolo Ds.Gelang Kulon Kec.Sampung Kab.Ponorogo.