6 16 masyarakat, dinas kesehatan, dan dinas terkait lainnya sejak identifikasi masalah, drafting
kebijakan, advokasi, sampai penandatanganan. Pengembangan ini butuh waktu rata-rata 6 bulan. Kebijakan ini sudah ditandatangani oleh bupatiwalikota pada 18 KabupatenKota memiliki
peraturan bupatiwalikota tentang Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu Eksklusif.
2. Standar Operasional Prosedur SOP
Intervensi SOP merupakan intervensi dari sisi perbaikan tatakelola dalam manajemen layanan puskesmas. USAID KINERJA membantu pengembangan SOP tehnis dan SOP non Tehnis
layanan. Yang dimaksud SOP tehnis adalah SOP yang menggambarkan langkah-langkah dalam pemeriksaan ANC, INC, dan PNC. Bagi puskesmas yang sudah memiliki SOP maka USAID
KINERJA memfasilitasi SOP layanan. SOP tehnis ini meningkatkan akuntabilitas pelayanan yang lebih berkualitas.
SOP Layanan merupakan ringkasan umum dari SOP Tehnis yang dipulbikasikan tranparansi kepadapengguna untuk hak-haknya dalam pelayanan tersebut. Misal, Setiap pemriksaan kehamilan
mendapatkan 7T atau 10T maka yang dipublikasikan adalah hak-hak dalam T tersebut seperti timbng berat badan, tekanan darah dan lainnya sesuai dengan usia kehamilan. Publikasi ini akan
mendorong ibu hamil untuk menanyakan hak-haknya serta memastikan kepada bidan pelayanan yang semestinya diberikan. Secara tidak langsung mendorong bidan memberikan pelayanan sesuai
dengan SOP. Selain itu, SOP non tehnis layanan memberitahukan juga kepada masyarakat pengguna layanan tentang persayaratan membawa buku KIA dan Kartu kontrol, lamanya
pemberian layanan minimum 1 ibu ANC butuh waktu 20 menit, waktu pemberian layanan setiap hari jam 8.00
– 12.00, pemberi layanan bidan A pada hari senin, B pada hari Selasa dan seterusnya, dan biaya layanan gratis pada JKN dan lain-lain. Semua puskesmas 61 puskesmas
mitra 61 puskesmas dan 120 puskesmas replikasi sudah menerapkan SOP Layanan. Selain itu, mekanisme kontrol penerapan SOP dilakukan dengan kartu kontrol. Ibu hamil
mendapatkan kartu kontrol dari petugas puskesmas yang mencantumkan jenis pelayanan ANC sesuai 3 masa kehamilan yang dibagi dalam K1, K2 dan K3-K4. Pada setiap K1 diberikan kolom
tiap pelayanan yang harus ditandatangani oleh petugas yang memberi pelayanan. Setelah mendapatkan pelayanan, ibu bersama suami memberikan komentar terhadap hasil pelayanan
tersebut. Mereka boleh memberikan pengaduan, apresiasi, dan saran lainnya. Kemudian sebagian dari kartu itu dipotong dan dimasukkan isian saranpengaduandan lainnya ke dalam kotak
pengaduanapresiasi. Kotak ini akan dibuka setiap bulan dan disampaikan kepada MSF. Bagian yang tidak dimasukkan dalam kotak saran dapat dibawa pulang dan ibu dan keluarganya dapat
membaca informasi yang berkaitan dengan kehamilannya. Contoh SOP ANC dan kartu kontrol yang terbukti baik dan berdampak bisa ditemukan di beberapa
Kabupaten di Kalimantan Barat, seperti di Kab. Bengkayang.
3. Kemitraan Bidan dan Dukun
7 16 Program Kemitraan Bidan dan Dukun KBD merupakan program yang sudah cukup lama tetapi
program ini belum berjalan dengan baik. Hasil temuan USAID KINERJA mendapatkan beberapa kelemahan dalam kemitraan tersebut. Proses pembuatan kesepakatan kemitraan sangat top down
dari Dinas, kurang mengakomodasikan sisi dukun, kurang penghargaaninsentif, kurang terlibat masyarakat sejak proses pembuatan kesepakatan samapi monitoring, dan lemahnya monitoring
dari puskesmas. Berdasarkan kelemahan di atas, USAID KINERJA menguatkan proses dan aspek lainnya dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menggalang persamaan persepsi antara puskesmas dengan camat, kepala desa yang memiliki dukun aktif, Multi stakholder Forum MSF, dan tokoh masyarakat. Tujuan utama
adalah kepala desa mengalokasikan dana desa untuk dukun yang bermitra di desanya dan dukungan lain seperti pengawasan.
b. Lokakarya tigapihak yaitu dukun, bidan dan MSF. Setiap pihak membahas harapan masing- masing dan diplenokan. Output disini adala adanya draft kesepakatan yang terdiri dari
mekanisme rujukan ibu hamil dan bersalin dari dukun ke bidan, mekanisme pembagian biaya persalinan dan insentif lain, mekanisem pengaduan, dan akuntabilitas dari setiap
kegiatan kemitraan antara dukun dan bidan serta hak dan kewajiban lainnya dari dua belah pihak. Hampir semua daerah memberikan insentif kepada dukun berkisar 50-100 ribu rupiah
setiap rujukan persalinan. Sedangkan di Singkil, kepala desa mengalokasikan dana desa sebesar 50 ribu rupiah per bulan kepada dukun yang bermitra. Kabupaten Kuburaya
Kalimantan Barat daerah replikasi KBD sedang membuat Perda KBD karena Bupati sudah menyetujui memberikan insentif dukun
250 ribu rupiah per bulan bagi dukun yang bermitra.
c. Setelah draft
disepakati, tahap
selanjutnya dijadwalkan
penandantanganan kemitraan
MoU. Penandatanganan ini disaksikan oleh
berbagai pihak terutama oleh pejabat kecamatan. Bahkan ada yang disaksikan
oleh Bupati seperi di Sambas.
d. Sosialisasi kepada seluruh masyarakat terhadap perubahan peran dukun. e. Monitoring dan evaluasi setiap 3 bulan dengan melibatkan dukun, bidan, MSF dan ibu-ibu
yang pernah ditolong oleh bidan yang bermitra. Dampak dari KBD ini mampu meningkatkan K4 dan persalinan nakes pada daerah yang
mengembangkan KBD. Kunci kesuksesan KBD adalah bidan yang menetap di desa terutama di daerah terpencil, tingkat
kompetensi bidan di desa, dan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bidan yang masih muda dan kurang pengalaman. Kebijakan bidan menetap di desa tidak harus diwajibkan setiap hari
tetapi sesuai dengan kondisi ibu yang akan melahirkan seperti dijelaskan pada kantung persalinan. Tingkat kompetensi bidan yang masih rendah tidak perlu dilakukan pelatihan APN karena secara
teori mereka sudah cukup tetapi yang rendah adalah kompetensi dalam persalinan. Bidan yang merasa kompetensinya rendah maka bidan tersebut dimagangkan oleh Dinas Kesehatan di rumah
sakit daerah Kabupaten Luwu dan Simeulue, klinik bersalin, atau pola senior membina junior
8 16 Simeulue sampai mencapai jumlah kasus tertentu sehingga mereka dianggap sudah kompeten.
Dampak dari pemagangan ini terutama di RS, masyarakat desa makin percaya bahwa bidan tersebut sudah ditambahkan pengetahuan dan keahliannya di RS sebagaimana terjadi di Luwu.
Contoh kemitraan bidan dan dukun yang sudah berdampak besar kepada peningkatan persalinan ditolong tenaga kesehatan bisa ditemukan di Kab. Aceh Singkil di Provinsi Aceh, dan di Kab. Luwu
dan Luwu Utara di Provinisi Sulawesi Selatan.
4. Kantung Persalinan