Penentuan Kadar Sulfur Dioksida (SO2) Di Udara Ambien Dengan Metode Pararosanilin

(1)

TUGAS AKHIR

NURUL IMANIAH R

112401076

PROGRAM D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA

AMBIEN DENGAN METODE PARAROSANILIN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat

memperoleh Ahli Madya

NURUL IMANIAH R

112401076

PROGRAM D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA

(SO2) DALAM UDARA AMBIEN DENGAN

METODE PARAROSANILIN

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : NURUL IMANIAH R

Nomor Induk Mahasiswa : 112401076

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui di

Medan, Juni 2014 Diketahui/Disetujui Oleh:

Program Studi D3 Kimia Dosen Pembimbing

FMIPA USU Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Drs. Ahmad Darwin Bangun M.Sc NIP. 19551 2181987012001 NIP. 195211161980031001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA AMBIEN DENGAN METODE PARAROSANILIN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2014

NURUL IMANIAH R 112401076


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat serta karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan judul “Penentuan Kadar Sulfur Dioksida (SO2) Di Udara Ambien Dengan Metode Pararosanilin”, guna melengkapi tugas sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program studi Diploma-3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Selesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada:

1. Orang tua tercinta ayahanda H.Abdussomad Rangkuti dan ibunda

Hj.Zubaidah, yang telah memberikan kasih sayang yang tulus dan pengorbanan berupa moril dan materil. Terimakasi juga kepada saudara-saudara saya, M.Syarif R, Aisyahtul Mardiah R, S.Pd dan Fatimah Zahara, S.Pd yang telah banyak memberikan motifasi serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

2. Bapak Drs. Ahmad Darwin Bangun M.Sc, selaku dosen pembiming yang

telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S, selaku Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma 3

Kimia.

5. Ibu Dr. Marpongahtun, MSc selaku Pembantu Dekan I.

6. Bapak Dra. Emma Zaidar, M.Si, selaku Dosen penasehat akademik yang

telah memberikan bimbingan dan arahan dalam kelancaran kegiatan akademik.

7. Bapak Abner Tarigan M.Si dan Ibu Murni Hutapea S.T selaku

pembimbing PKL di UPT. Laboratorium BLH (Badan Lingkungan Hidup) yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan PKL.

8. Chairani, Melidya dan Siti Mutiara Amrina Hrp yang menjadi teman

seperjuangan mulai dari mengikuti PKL di UPT. Laboratorium BLH (Badan Lingkungan Hidup) hingga penyusunan Karya Ilmiah ini.

9. Teman-teman stambuk 11 jurusan D3 Kimia FMIPA USU, semoga kita

menjadi generasi intelektual yang berguna bagi nusa, bangsa terutama bagi agama.

Demikianlah Tugas Akhir ini penulis perbuat dan penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun


(6)

susunannya dikarenakan keterbatasan, kemampuan serta pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Medan, Mei 2014 Penulis

Nurul Imaniah R


(7)

PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DALAM UDARA AMBIEN DENGAN METODE PARAROSANILIN

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar Sulfur Dioksida dalam sampel udara ambien yang berasal dari UPT Laboratorium BLH Sumatera Utara dengan metode pararosanilin menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 550 nm. Dari data yang diperoleh konsentrasi Sulfur Dioksida pada sampel i, ii, iii, dan iv, masing-masing sebesar 0,0017 ppm, 0,0012 ppm, 0,0014 ppm, dan 0,0015 ppm. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/2002 pada tanggal 19 november 2002 dimana kadar sulfur dioksida pada Baku Mutu Udara Ambien adalah 2 ppm, maka sampel udara ambien tersebut dikatakan belum tercemar.


(8)

CONTENT DETREMINATION OF SULFUR DIOXIDE (SO2) IN THE AMBIENT AIR WITH PARAROSANILIN METHODE

ABSTRACT

It has been done for determination of sulfur dioxide in sample of ambient air from UPT Laboratory BLH North Sumatera with pararosaniline method by using spectrophotometer UV-Visible at a wavelength of 550 nm. From the data obtained concentration of sulfur dioxide in the sample i, ii, iii, and iv is 0,0017 ppm, 0,0012 ppm, 0,0014 ppm, and 0,0015 ppm. Based on the Decision from the Minister of Health No.1405/MENKES/SK/XI/2002 on 19 november 2002 the standard quality of sulfur dioxide is 2 ppm, so the sampel of ambient air is not contaminated.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv

PENGHARGAAN v

ABSTRAK vii

ABSTRACK viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan 4

1.5. Manfaat 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Udara 5

2.1.2. Kegunaan Udara 5

2.1.2. Komposisi Udara 6

2.1.3. Pencemaran Udara 7

2.1.4. Sifat-Sifat Pencemran Udara 10

2.1.5. Penyebab Pencemaran Udara 10

2.2. Sulfur Dioksida 11

2.2.1. Sifat-Sifat Sulfur Dioksida 11

2.2.2. Sumber-Sumber Sulfur Dioksida 12

2.2.3. Dampak Pencemaran Sulfur Dioksida 13

2.3. Spektrofotometri UV-Visible 15

BAB 3. BAHAN DAN METODE 18


(10)

3.1. Alat 18

3.2 Bahan 18

3.3. Prosedur percobaan 19

3.3.1 Pembuatan Pereaksi 19

3.3.2 Pengambilan Contoh Uji 23

3.3.3 Persiapan Pengujian 23

3.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi 24

3.3.5 Pengujian Sampel 25

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26

4.1. Data Percobaan 26

4.2. Perhitungan 26

4.2.1 Penentuan Konsentrasi SO2 Dalam Larutan Induk

Na2S2O5 26

4.2.2 Penentuan Konsentrasi SO2 Dalam Larutan Standar

Na2S2O5 28

4.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi 28

4.2.4. Perhitungan Persamaan Garis Regresi 29

4.2.5. Penentuan Koefisien Korelasi 31

4.2.6. Perhitungan Kurva Kalibrasi 31

4.2.7. Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Kurva 32

4.2.8 Volume Contoh Uji Udara yang Diambil 33

4.2.9. Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Udara Ambien 34

4.3. Pembahasan 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 36

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Udara Atmosfer 6

Tabel 2.2 Pengaruh SO2 Terhadap Manusia 14

Tabel 4.1 Data Percobaan 27

Tabel 4.2 Metode Biasa 28

Tabel 4.3 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan

Konsentrasi SO2 Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan

Standar SO2 28

Tabel 4.4 Harga y Baru Larutan Standar SO2 30


(12)

PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DALAM UDARA AMBIEN DENGAN METODE PARAROSANILIN

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar Sulfur Dioksida dalam sampel udara ambien yang berasal dari UPT Laboratorium BLH Sumatera Utara dengan metode pararosanilin menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 550 nm. Dari data yang diperoleh konsentrasi Sulfur Dioksida pada sampel i, ii, iii, dan iv, masing-masing sebesar 0,0017 ppm, 0,0012 ppm, 0,0014 ppm, dan 0,0015 ppm. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/2002 pada tanggal 19 november 2002 dimana kadar sulfur dioksida pada Baku Mutu Udara Ambien adalah 2 ppm, maka sampel udara ambien tersebut dikatakan belum tercemar.


(13)

CONTENT DETREMINATION OF SULFUR DIOXIDE (SO2) IN THE AMBIENT AIR WITH PARAROSANILIN METHODE

ABSTRACT

It has been done for determination of sulfur dioxide in sample of ambient air from UPT Laboratory BLH North Sumatera with pararosaniline method by using spectrophotometer UV-Visible at a wavelength of 550 nm. From the data obtained concentration of sulfur dioxide in the sample i, ii, iii, and iv is 0,0017 ppm, 0,0012 ppm, 0,0014 ppm, and 0,0015 ppm. Based on the Decision from the Minister of Health No.1405/MENKES/SK/XI/2002 on 19 november 2002 the standard quality of sulfur dioxide is 2 ppm, so the sampel of ambient air is not contaminated.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara adalah zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi ini. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat menjadi media penyebaran penyakit pada makhluk hidup. (Chandra, 2006)

Udara sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Udara digunakan untuk pernapasan, menghirup gas oksigen ke paru-paru yang kemudian diserap oleh darah, lalu diangkut ke seluruh tubuh sebagai pemasok oksigen bagi sel-sel tubuh. (Sunu, 2001)

Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93% dan karbon dioksida 0,03%, sementara selebihnya merupakan gas argon, neon, kripton, xenon dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa-sisa tumbuhan. (Chandra, 2006)

Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan lingkungan hidup lainnya. (SNI, 2005)

Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri dan tekhnologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang


(15)

menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar menjadi tercemar oleh adanya gas-gas buangan hasil pembakaran. (Wardhana,2004)

Pencemaran udara dapat diartikan sebagai dimasukkannya komponen lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam sehinnga kualitas udara menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. (Chandra, 2006)

Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. (Whardana,2004)

Udara di alam tidak pernah dijumpai dalam keadaan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfide (H2S), dan karbon monoksida selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya. (Kristanto,2002)

Gas sulfur dioksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya paling tinggi di daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. (Chandra, 2006)

Sepertiga jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia. Dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari berbagai


(16)

sumber alam seperti vulkano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. (kristanto, 2002)

Gas SO2 yang ada di atmosfer dapat menyebabkan iritasi saluran

pernapasan dan kenaikan sekresi mucous. Orang yang mempunyai pernapasan

lemah sangat peka terhadap kandungan SO2 yang tinggi di atmosfer. Dengan

kondisi 500 ppm, SO2 dapat menyebabkan kematian pada manusia.(Mulia, 2005)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menentukan kadar sulfur dioksida (SO2) dalam udara ambien dengan metode pararosanilin.

1.2 Permasalahan

1. Berapakah kadar sulfur dioksida yang terkandung di udara ambien pada sampel

2. Apakah kadar sulfur dioksida di udara ambien pada sampel telah memenuhi standar yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002 pada tanggal 19 november 2002.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dibatasi pada penentuan kadar sulfur dioksida dalam udara ambien pada sampel yang diperoleh dari UPT Laboratorium BLH Sumatera Utara dengan metode pararosanilin

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui kadar sulfur dioksida yang terkandung di dalam udara ambien.


(17)

2. Untuk mengetahui apakah kadar sulfur dioksida tersebut sudah memenuhi standar baku mutu udara yang ditetapkan oleh pemerintah.

1.5 Manfaat

1. Sebagai informasi mengenai kandungan sulfur dioksida yang terdapat dalam udara ambien pada sampel

2. Sebagai informasi apakah kandungan sulfur dioksida yang terdapat dalam udara ambien pada sampel sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udara

Udara adalah campuran dari berbagai gas secara mekanis dan bukan merupakan senyawa kimia. Udara merupakan komponen yang membentuk atmosfer bumi, yang membentuk zona kehidupan pada permukaan bumi.

Udara terdiri dari berbagai gas dalam kadar yang tetap pada permukaan bumi, kecuali gas metana, ammonia, hidrogen sulfida, karbon monoksida, dan nitrooksida mempunyai kadar yang berbeda-beda tegantung daerah/lokasi. Umumnya konsentrasi gas metana, ammonia, hidrogen sulfida, karbon monoksida, dan nitrooksida sangat tinggi di areal rawa-rawa atau industri kimia. (Gabriel,1999)

Unsur terpenting dari udara untuk kehidupan adalah oksigen. Jumlah oksigen di dalam maupun di luar ruangan tidak banyak berbeda. Kesulitan bernafas akan dialami makhluk hidup yang membutuhkan oksigen jika konsentrasi oksigen di dalam maupun di luar ruangan berkurang karena meningkatnya konsentrasi CO2. (Kristanto,2002)

2.1.1 Kegunaan Udara

Udara sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

1. Bahan kebutuhan pokok dalam pernapasan


(19)

3. Sebagai alat pendingin trafo tekanan tinggi 4. Sebagai sarana olahraga terbang layang

5. Membantu transfer panas melalui metode konveksi. (Gabriel,1999)

2.1.2 Komposisi Udara

Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah juga atmosfer yang berada disekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbondioksida 0,03%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, krypton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan. (Chandra, 2006)

Tabel 2.1 komposisi udara atmosfer

Unsur Simbol Konsentrasi

(% volume)

Nitrogen N2 78

Oksigen O2 21

Argon A 0,94

Karbondioksida CO2 0,03

Helium He 0,01

Neon Ne 0,01


(20)

Krypton Kr 0,01

Metana CH4 Sangat sedikit

Ammonia NH3 Sangat sedikit

Hidrogen sulfide H2S Sangat sedikit

Nitrous oksida N2O Sangat sedikit

selain gas-gas tersebut diatas, di dalam udara atau atmosfer terdapat uap air sebanyak sekitar 0,001% sampai 4% volume udara. (Gabriel,1999)

2.1.3 Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang. (Wardhana, 2004)

Menurut Henry C. Perkins, 1974, dalam bukunya Air Pollution, pencemaran udara dinyatakan sebagai berikut: Pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfer, seperti antara lain oleh debu, busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak, dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan atau hewan maupun benda, atau tanpa alasan jelas sudah dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme maupun benda. (Kristanto,2002)


(21)

Ada 9 jenis bahan pencemar udara yang dianggap penting, yaitu sebagai berikut:

a. Oksida karbon: karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). b. Oksida belerang: sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3).

c. Oksida nitrogen: nitrit oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2) dan dinitrogen oksida (N2O).

d. Komponen organik volatil: metan (CH4), benzen (C6H6), klorofluorokarbon (CFC) dan kelompok bromin.

e. Suspensi partikel: debu tanah, karbon, asbes, logam berat, nitrat, sulfat, titik cairan, seperti asam sulfat (H2SO4), minyak, bifenil poliklorin (PCB), dioksin, dan pestisida.

f. Oksida fotokimiawi: ozon, peroksiasil nitrat, hydrogen peroksida,

formaldehid yang terbentuk di atmosfer oleh reaksi oksigen, nitrogen oksida, dan uap hidrokarbon di bawah pengaruh sinar matahari.

g. Substansi radio aktif: radon-222, iodine-131, strontium-90, plutonim-239 dan radioisotop lainnya yang masuk ke atmosfer bumi dalam bentuk gas atau suspensi partikel.

h. Panas: energi panas yang dikeluarkan pada waktu terjadi proses perubahan bentuk, terutama terjadi saat pembakaran minyak menjadi gas pada kendaraan, pabrik, perumahan, dan pembangkit tenaga listrik.

i. Suara: dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, mesin industri, konstruksi, mesin pemotong rumput, sirine, dan sebagainya. (Darmono,2001)


(22)

Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian:

1. Polutan Primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dan dapat berupa

a. Polutan gas terdiri dari

- Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi,

dan senyawa oksida (CO atau CO2) - Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida

- Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.

- Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hidrogen klorida,

hidrokarbon terklorinasi, dan bromin. b. Partikel

Partikel yang di atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses dispersi (misalnya proses menyemprot/sparaying) maupun proses erosi bahan tertentu.

2. Polutan sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak stabil.(Mukono, 2006)


(23)

2.1.4Sifat-sifat Pencemaran udara 1.Yang bersifat kualitatif

Yaitu terdiri dari unsur-unsur yang secara alamiah telah terdapat dalam alam tetapi jumlahnya bertambah sedemikian banyaknya sehingga mengadakan pencemaran lingkungan. Hal ini bisa terjadi akibat bencana alam, perbuatan manusia dan lain-lain. Contoh polutan misalnya unsur karbon, nitrogen, fosfor dan lain-lain.

2.Yang bersifat kuantitatif

Terdiri dari unsur-unsur yang terjadi akibat berlangsungnya persenyawaan yang dibuat secara sintetis seperti: peptisda, detergen, dan lain-lain.

Umumnya polusi lingkungan du tujukan kepada faktor-faktor fisik seperti polusi suara, radiasi, suhu, penerangan dan faktor-faktor kimia melalui debu, uap, gas, larutan, awan, kabut.(Supardi,2003)

2.1.5 Penyebab Pencemaran Udara

Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar yang terdispersi ke udara dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini tergantung dari keadaan geografi dan meteorologi setempat.

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu: a. Faktor internal yang terjadi secara ilmiah, contohnya:

1. Debu yang berterbangan akibat tiupan angin

2. Abu/debu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi, termasuk gas-gas vulkanik


(24)

4. Kebakaran hutan

b. Faktor eksternal karena ulah manusia 1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil 2. Debu dan gas-gas akibat aktivitas industri

3. Pemakaian zat-zat kimia seperti pestisida yang disemprotkan ke udara. (Nugroho,2005)

2.2Sulfur Dioksida

Sulfur di dapat baik dari sumber alamiah maupun sumber buatan.

Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik

oleh mikroba, dar reduksi sulfat secara biologis. (Slamet, 2009)

2.2.1Sifat-Sifat Sulfur Dioksida

Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat rektif.

Konsentrasi gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indramanusia (tercium baunya) manakala konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1ppm. Gas buangan hasil pembakaran pada umumnya mengandung gas SO2 lebih banyak dari pada gas SO3.

Gas SO2 dapat membentuk garam sulfat apabila bertemu dengan oksida logam, yaitu melalui proses kimiawi berikut ini:


(25)

Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2 sehingga membentuk asam sulfit :

SO2 + H2O → H2SO3 (asam sulfit)

Udara yang mengandung uap air juga akan bereaksi dengan gas SO3 membentuk asam sulfat:

SO3 + H2O → H2SO4 (asam sulfat) (Whardana, 2004)

2.2.2Sumber-Sumber Sulfur dioksida

Sulfur dioksida didapat baik dari sumber alamiah maupun sumber buatan.

Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan

organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan cepat berubah menjadi SO2 sebagai berikut:

H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O

Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan batu bara yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber buatan ini diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiganya saja dari seluruh SO2 atmosfer per tahun. Akan tetapi, karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri, maka hal ini dianggap cukup gawat. Apabila bahan bakar fosil ini bertambah di kemudian hari, maka dalam waktu singkat sumber-sumber ini akan dapat memproduksi lebih banyak SO2 dari pada sumber alamiah. (Slamet, 2009)

Industri peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan karena berbagai elemen yang penting secara alami


(26)

terdapat dalam bentuk logam sulfida, misalnya tembaga (Cu2S), seng (ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Di samping itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam. Beberapa reaksi yang terjadi jika logam dipanaskan adalah sebagai berikut:

2ZnS + 3O2→ 2ZnO + 2SO2

2PbS + 3O2→ 2PbO + 2SO2

Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk sampingan dalam industri metal dan sebagian akan terdapat di atmosfer. (Kristanto,2002) 2.2.3 Dampak Pencemaran Sulfur Dioksida

Akibat utama polutan SO2 terhadap manusia adalah terjadinya iritasi pada

sistem pernapasan. Dalam tabel 2.1 ditunjukkan konsentrasi SO2 yang

berpengaruh terhadap manusia.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap manusia usia lanjut dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Individu dengan gejala tersebut sangat sensitif jika kontak dengan SO2 walaupun dengan konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau lebih.


(27)

Tabel 2.1 pengaruh SO2 terhadap manusia

Konsentrasi (ppm)

Pengaruh

3-5 Jumlah minimum yang dapat di deteksi dari baunya.

8-12 Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi pada

tenggorokan

20 Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata.

Jumlah minimum yang segera mengakibatkan batuk.

Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak dalam waktu lama.

50-100 Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak dalam

waktu singkat (30 menit).

400-500 Berbahaya walaupun kontak secara singkat.

(Kristanto,2002)

Selain pengaruhnya terhadap kesehatan manusia, sulfur dioksida juga

berpengaruh terhadap tanaman dan hewan. Pengaruh SO2 terhadap hewan sangat

menyerupai efek SO2 pada manusia. Efek SO2 terhadap tumbuhan tampak terutama pada daun yang menjadi putih atau terjadi nekrosis, daun yang hijau dapat berubah menjadi kuning, atau tejadi bercak-bercak putih. Pengaruh pada daun ini terjadi terutama di siang hari sewaktu stomata daun sedang terbuka. Apabila yang terpapar SO2 itu adalah sayuran, maka perubahan pada warna daun tentunya sangat mempengaruhi harga jual sayuran. (Slamet, 2002)


(28)

Karena gas ini dapat bereaksi dengan air, maka air hujan yang mengandung asam sulfat atau sulfit menyebabkan peristiwa yang disebut dengan hujan asam. Hal ini akan menyebabkan turunnya pH tanah, air, rawa dan sebagainya yang lebih jauh akan menyebabkan rusaknya beberapa jenis tanaman dan matinya beberapa jenis biota air. Terbentuknya asam sulfat juga menyebabkan korosi pada logam, bangunan, seperti bangunan dari semen, batu-batuan candi, menara dan sebagainya dan tekstil. (Sarudji, 2010)

2.3 Spektrofotometri UV-Visible

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometri dibandingkan fotometer dalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating maupun celah optis. Suatu spektrofotometer tersususn dari sumber spectrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko ataupun pembanding. (khopkar,1990)

Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometer UV-Vis berupa susunan peralatan optik yang terkonstruksi sebagai berikut:

A VD

D SK

M SR


(29)

Keterangan:

SR = sumber radiasi

M = Monokromator

SK = sampel kompartemen

D = detector

A = amplifier atau penguat

VD= visual display atau meter

Setiap bagian peralatan optik dari spektrofotometer UV-Vis memegang fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait fungsi dan peranannya. Setiap fungsi dan peranannya tiap bagian dituntut ketelitian dan ketepatan yang optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran yang tinggi tingkat ketelitian dan ketepatannya.

1. Sumber

Sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. Lampu hidrogen dan lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial yidak stabil, kita akan mendapat energi yang bervariasi.


(30)

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator pada spektrofotometer UV-Vis biasanya terdiri dari susunan : celah (slit) masuk-filter-prisma-kisi(grating)-celah keluar.

3. Sel dan kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam yang permanen terbuat dari bahan gelas leburan silika atau kuvet disposable untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari teflon atau plastik.

Dianjurkan setiap kali memakai kuvet selalu dibersihkan. Jangan sekali-kali memegang permukaan kuvet yang transparan.

4. Detektor

Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer UV-Vis yang penting. Oleh sebab itu kualitas detektor akan menentukan kualitas spektrofotometer UV-Vis. Fungsi detektor di dalam spektrofotometer adalah mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik. (Muldja,1995)


(31)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat

− Spatula

− Beaker glass 100 ml, 250 ml, dan 1000 ml Pyrex

− Labu ukur 25 ml, 100 ml, 500 ml, dan 1000 ml Pyrex

− Pipet volume 1 ml, 2ml, 5ml, 50 ml Pyrex

− spektrofotometer UV-VIS dilengkapi kuvet DR/2010

− timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg adventure

− buret 50 ml, 25mL Pyrex

− labu Erlenmeyer 250 ml Pyrex

− kaca arloji − hot plate

− gelas ukur Pyrex

− pipet tetes

− botol aquades

3.2. Bahan − Na2S2O5(s) − Aquades (�)

− Iod(s)

− KI(s)


(32)

− Starch(s)

− HCl 37%(�)

− Na2S2O3(s)

− Na2CO3(s)

− Asam sulfamat (NH2SO3H)(s)

− H3PO4 85%(�)

− Pararosanilin hidroklorida (s)

− Larutan formaldehida (HCHO) 36-38%(�)

− KCl(s)

− EDTA(s)

− HgCl2(s)

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

1. larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM)

− Dilarutkan 10,86 g merkuri (II) klorida (HgCl2) dengan 800 ml aquades ke dalam beaker glass 1000 ml

− Ditambahkan berturut-turut 5,96 g kalium klorida (KCL) dan 0,066 g

EDTA lalu aduk sampai homogen

− Dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml

− Diencerkan dengan aquades hingga tanda batas lalu homogenkan

Catatan: pembuatan larutan penyerap ini stabil sampai 6 bulan jika tidak terbentuk endapan


(33)

2. larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5)

− Dilarutkan 0,3 g Na2S2O5 dengan aquades ke dalam beaker glass 100 ml − Dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml

− Diencerkan dengan aquades hingga tanda batas lalu homogenkan

Catatan: aquades yang digunakan telah didihkan

3. larutan standar natrium metabisulfit (Na2S2O5)

− Dimasukkan 2 ml larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5) ke dalam

labu ukur 100 ml

− Diencerkan sampai tanda batas dengan larutan penyerap lalu homogenkan 4. larutan induk iod (I2) 0,1 N

− Dimasukkan dalam beaker glass berturut-turut 12,7 g iod dan 40 g kalium iodida (KI)

− Dilarutkan campuran tersebut dengan 25 ml aquades

− Dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml

− Diencerkan dengan aquades lalu homogenkan

5. larutan iod 0,01N

− Dilarutkan 50 ml larutan induk iod 0,1 N ke dalam labu ukur 500 ml

dengan aquades


(34)

6. larutan indikator kanji

− Dimasukkan dalam beaker glass 250 ml berturut-turut 0,4 g kanji dan

0,002 g HgI2

− Dilarutkan secara hati-hati dengan air mendidih sampai volum larutan

mencapai 200 ml

− Dipanaskan larutan tersebut sampai larutan jernih, lalu dinginkan dan

pindahkan ke dalam botol pereaksi

7. larutan induk natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0,1N

− Dilarutkan 24,82 g Na2S2O3.5H2O dengan 200 ml aquades dingin yang

telah didihkan ke dalam beaker glass 250 ml

− ditambahkan 0,1 g natrium karbonat (Na2CO3)

− Dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml

− Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas lalu homogenkan

− Diamkan larutan ini sampai 1 hari sebelum digunakan 8. larutan Na2S2O3 0,01N

− Dipipet 50 ml larutan induk Na2S2O3, masukkan ke dalam labu ukur

500ml

− Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu homogekan

− Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu homogenkan 9. larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6%


(35)

− Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu homogenkan Catatan: Larutan ini dibuat segar

10. larutan asam fosfat (H3PO4) 3M

− Dilarutkan 205 ml H3PO4 85% (ρ=1,69 g/ml) ke dalam labu ukur 1000 ml yang berisi kurang lebih 300 ml aquades

− Diencerkan sampai tanda batas, lalu homogenkan.

11. larutan induk pararosanilin hidroklorida (C19H17N3HCl) 0,2%

− Dilarutankan 0,2 g pararosanilin hidroklorida ke dalam beaker glass

− Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml

− Diencerkan dengan larutan HCl 1M sampai tanda batas, lalu homogenkan 12. larutan kerja pararosanilin

− Dimasukkan 40 ml larutan induk pararosanilin ke dalam labu ukur 500 ml

− Ditambahkan 50 ml larutan asam fosfat 3M.

− Ditepatkan hingga tanda batas dengan air suling lalu homogenkan Catatan: larutan ini stabil selama 9 bulan

13. larutan formaldehida(HCHO) 0,2%

− Dipipet 5 ml HCOH 36%-38%

− Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000ml

− Diencerkan dengan aquades hingga tanda batas lalu homogenkan


(36)

3.3.2 Pengambilan Contoh Uji

− Disusun peralatan pengambilan contoh uji

− Dimasukkan larutan penyerap SO2 sebanyak 10 ml ke dalam botol

penyerap.

− Dihidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir F1 (0,5

L/menit)

− Dilakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam, catat temperature dan

tekanan udara.

− Setelah 1 jam, catat laju alir akhir F2 (0,5 L/menit) dan kemudian matikan pompa penghisap

− Diamkan selama 20 menit setelah pengambilan contoh uji untuk

menghilangkan pengganggu 3.3.3Persiapan pengujian

Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5

− Dipipet 25 ml larutan induk Na2S2O5 ke dalam labu Erlenmeyer

− Dipipet 50 ml larutan iod 0,01N ke dalam labu dan simpan dalam ruang

tertutup selama 5 menit

− Dititrasi larutan dalam erlenmeyer denagn larutan natrium tio sulfat 0,01N sampai warna larutan kuning muda

− Ditambahkan 5 ml indikator kanji

− Dilanjutkan titrasi sampai titik akhir (warna biru tepat hilang) − Dicatat volume larutan penitar yang diperlukan (Vc)


(37)

− Dipipet 50 ml larutan iod 0,01N ke dalam labu dan simpan dalam ruang tertutup selama 5 menit

− Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan natrium tio sulfat 0,01N sampai warna larutan kuning muda

− Ditambahkan 5 ml indikator kanji

− Dilanjutkan titrasi sampai titik akhir (warna biru tepat hilang) − Dicatat volume larutan penitar yang diperlukan (Vb)

− Dilakukan perlakuan yang sama sebanyak dua kali 3.3.4Pembuatan Kurva Kalibrasi

− Dioptimalkan alat spektrometer sesuai petunjuk penggunaan alat

− Dimasukkan masing-masing 0,0ml; 1,0ml; 2,0ml; 3,0ml; 4,0ml larutan

standar Na2S2O5 ke dalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan pipet volum

− Ditambahkan 10 ml larutan penyerap ke masing-masing labu ukur 25 ml

− Ditambahkan 1ml larutan asam sulfamat 0,6% ke masing-masing labu

ukur 25 ml dan tunggu sampai 10 menit

− Ditambahkan 2 ml larutan formaldehida 0,2% ke masing-masing labu ukur

25 ml

− Ditambahkan 5 ml larutan pararosanilin ke masing-masing labu ukur 25

ml

− Ditepatkan dengan aquades sampai volume 25 ml, lalu homogenkan dan

tunggu sampai 30-60 menit

− Diukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer


(38)

− Dibuat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 3.3.5Pengujian Sampel

− Dimasukkan sampel (i), (ii), (iii), dan (iv) masing-masing ke dalam labu ukur 25 ml

− Ditambahkan 5 ml aquades untuk membilas ke masing-masing labu ukur

25 ml

− Ditambahkan 1ml larutan asam sulfamat 0,6% ke masing-masing labu

ukur 25 ml dan tunggu sampai 10 menit

− Ditambahkan 2 ml larutan formaldehida 0,2% ke masing-masing labu ukur

25 ml

− Ditambahkan 5 ml larutan pararosanilin ke masing-masing labu ukur 25

ml

− Ditepatkan dengan aquades sampai volume 25 ml, lalu homogenkan dan

tunggu sampai 30-60 menit

− Diukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 550 nm

− Dibaca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan

menggunakan kurva kalibrasi

− Lakukan langkah-langkah diatas untuk pengujian blanko dengan

menggunakan larutan penyerap


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan

Dari hasil analisis pengukuran sampel dengan menggunakan spektrofotometer dan pengukuran di udara ambien di dapatkan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Sampel

No Sampel Absorbansi Konsentrasi di kurva

(μg/m3)

Konsentrasi di udara ambient (μg/m3) ppm

(mg/L)

1 i 0,328 0,127 4,333 0,0017

2 ii 0,312 0,0896 3,0617 0.0012

3 iii 0,321 0,1106 3,7669 0,0014

4 iv 0,323 0,1153 3,9463 0,0015

4.2 Perhitungan

4.2.1 Penentuan Konsentrasi SO2 Dalam Larutan Induk Na2S2O5

C = (Vb−Vc )×N×32,03×1000


(40)

Keterangan :

C : konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 (µg/ml)

Vb : volum natrium tio sulfat hasil titrasi blanko (ml)

Vc : volum natrium tio sulfat hasil titrasi larutan induk Na2S2O5 (ml)

N : normalitas larutan natrium tio sulfat 0,01 N (N)

Va : volum larutan induk Na2S2O5 yang dipipet (ml)

1000: konversi gram ke µg

32,03: berat ekivalen SO2 (BM SO2/2)

C1=

(49,4ml − 27,9ml ) × 0.01N × 32,03 × 1000

25ml

= 275,458 µg/ml

C2 = (49,4ml−28,05ml )× 0.01N × 32,03 ×1000

25ml

= 273,5362 µg/ml

C

= C1+C3

2

= 275,458 µg/ml + 273,5362 µg/ml

2


(41)

4.2.2 Penentuan Konsentrasi SO2 Dalam Larutan Standar Na2S2O5

V1 . N1 = V2 . N2

2ml . 274,4971 = 100 . N2

N2 = 5,4899

4.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Volume 0 ml

V1 . N1 = V2 . N2

0 ml . 5,4899 N = 25 ml . N2

N2 = 0

Volume 1 ml

V1 . N1 =V2 . N2

1 ml . 5,4899 N = 25 ml . N2

N2 = 0,2196

Volume 2 ml

V1 . N1 = V2 . N2

2 ml . 5,4899 N = 25 ml .N2


(42)

Volume 3 ml

V1 . N1 = V2 . N2

3 ml. 5,4899 N = 25 ml . N2

N2 = 0,6588

Volume 4 ml

V1 . N1 =V2 . N2

4 ml . 5,4899 N= 25 ml . N2

N2 = 0,8784

4.2.4 Perhitungan Persamaan Garis Regresi

Untuk menghasilkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi dapat diturunkan dengan metode Least Square sebagai berikut

Table 4.2 Absorbansi larutan standar

Konsentrasi (x)

(μg/ml)

Absorbansi

0,0000 0,277

0,2196 0,367

0,4392 0,459

0,6588 0,55


(43)

Table 4.3 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi SO2 Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar SO2

No Konsentrasi (x)

(μg/ml)

Absorbansi (y) xy x2 y2

1 0,0000 0,277 0 0 0,0767

2 0,2196 0,367 0,0806 0,0482 0,1347

3 0,4392 0,459 0,2016 0,1929 0,2107

4 0,6588 0,55 0,3623 0,4340 0,3025

5 0,8784 0,655 0,5754 0,7716 0,429

∑ 2,196 2,308 1,2199 1,4467 1,1536

Penentuan harga slope (a) dan harga inertsept (b) dengan menggunakan metode least square.

a =

� (∑xy ) − (∑x) (∑y)

n(∑x2) (x)2

=

5 (1,2199)− (2,196)(2,308)

5 (1,4467 )− (2,196)2

=

6,0995−5,0684

7,2335−4,8224

=

1,0311

2,4111


(44)

b = y� - ax�

= 0,4616 – 0,4277 (0,4392)

= 0,4616 – 0,1879

= 0,2737

Sehingga didapatkan persamaan garis regresinya adalah :

y = 0,4277x + 0,2737

4.2.5 Penentuan Koefisien Korelasi

r

=

n(∑xy )− (∑x)(∑y)

�n (∑x2)− (∑x)2. �n (∑y2)− (∑y)2

=

5 (1,2199)− (2,196)(2,308)

�5 (1,4467 )− (2,196)2 . 5 (1,1536 ) (2,308)2

=

1,0311

1,5528 .0,6642

=

1,0311

1,0313

=

0,9998

KP = (r2) x 100% = (0,9998)2 x 100% = 99,96%

4.2.6 Perhitungan Kurva Kalibrasi

Dengan mensubstitusikan harga-harga x, maka diperoleh harga y baru, yaitu :

y = ax + b


(45)

y2 = 0,4277 (0,2196) + 0,2737 = 0,3676

y3 = 0,4277 (0,4392) + 0,2737 = 0,4616

y4 = 0,4277 (0,6588) + 0,2737 = 0,5555

y5 = 0,4277 (0,8784) + 0,2737 = 0,6494

tabel 4.4 harga y baru larutan standar SO2

x

(μg/ml)

Y

0,0000 0,2737

0,2196 0,3676

0,4392 0,4616

0,6588 0,5555

0,8784 0,6494

Dimana : x = konsentrasi larutan standar dan y = absorbansi larutan standar dengan menggunakan harga y ini digambarkan kurva kalibrasi absorbansi (y) versus konsentrasi (x) yang terdapat dalam tabel 4.3

4.2.7 Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Kurva

Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan mensubstitusikan harga y (absorbansi) larutan ke dalam persamaan garis regresi y = ax + b, maka untuk sampel dapat dihitung, x =y−b

a


(46)

Sampel i = 0,328−0,2737

0,4277 = 0,127

Sampel ii = 0,312−0,2737

0,4277 = 0,0896

Sampel iii = 0,321−0,2737

0,4277 = 0,1106

Sampel iv = 0,323−0,2737

0,4277 = 0,1153

4.2.8Volume Contoh Uji Udara yang Diambil V= F1+F2

2 t × Pa Ta ×

298 760

Dengan pengertian :

V = volum udara yang dihisap (L)

F1 = laju alir awal (L/menit)

F2 = laju alir akhir (L/menit)

T = durasi pengambilan contoh uji (menit)

Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg)

Ta = temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (K)

298= temperature pada kondisi normal 25˚C(K)


(47)

V1=

0,5 L/menit +0,5L/menit

2 × 60menit ×

760atm (32+273)K×

298K 760atm

= 29,31 L

V2=

0,5L/menit +0,5L/menit

2 × 60menit ×

760atm (32,5+273)K ×

298K 760atm

=29,265 L

V3=

0,5L/menit +0,5L/menit

2 × 60menit ×

760atm (31,5+273)K ×

298K 760atm

= 29,361

V4= 0,5L/menit +0,5L/menit

2 × 60menit ×

760atm (33+273)K ×

298K 760atm

=29,217

4.2.9Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Udara Ambien

Konsentrasi SO2 (μg/m3) = �

� x 1000 Dimana :

a = konsentrasi SO2 dengan pada kurva

V = volume udara pada kondisi normal

1000 = konversi liter (L) ke m3

i = 0,127

29,31 x 1000 = 4,333μg/m 3

ii = 0,0896

29,265 x 1000 = 3,0617μg/m 3


(48)

iii = 0,1106

29,361 x 1000 = 3,7669μg/m 3

iv = 0,1153

29,217 x 1000 = 3,9463μg/m 3

konversi satuan dari μg/m3 menjadi ppm (mg/L) i = 4,333 g/m3 x 3,82 x 10-4

= 0,0017 mg/L

ii = 3,0617 g/m3 x 3,82 x 10-4

= 0.0012 mg/L

iii = 3,7669 g/m3 x 3,82 x 10-4

= 0,0014 mg/L

iv = 3,9463 μg/m3 x 3,82 x 10-4 = 0,0015 mg/L

4.2Pembahasan

Polusi udara yang primer seperti Sulfur Dioksida dapat mencemari udara sebagai proses alamiah atau aktifitas manusia. Pada dasarnya semua belerang atau S yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2. Gas SO2 berbau tajam dan mudah terbakar. Dampak pencemaran SO2 terhadap manusia akan menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada pada tenggorokan terjadi pada kadar sulfur dioksida sebesar 2 mg/L atau lebih.


(49)

Dari hasil pengukuran kadar Sulfur Dioksida pada sampel i, ii, iii, iv yang diperoleh dari Laboratorium BLH Sumatera Utara berturut-turut adalah 0,0017 ppm, 0,0012 ppm, 0,0014 ppm, dan 0,0015 ppm. Hasil yang diperoleh masih dibawah standar yang telah ditetapkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002 pada tanggal 19 november 2002, dimana kadar sulfur dioksida pada baku mutu udara ambien adalah 2 ppm.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. CetakanPertama.

Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Cetakan Pertama. Jakarta: UI-Press Gabriel, J.F. 1999. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universias Indonesia Press

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi

Mukono, H. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua.

Surabaya: Airlangga University Press

Mulia, R. M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Muldja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press

Nugroho, A. 2005. Bioindikator KualitasUdara. Jakarta: Penerbit Universitas Tri Sakti

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati

Slamet, J. S. kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia

Supardi, I. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestarian. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Alumni.

Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkunga. Edisi. Yogyakarta:

Andi SNI 19-7119.7-2005


(51)

(52)

no x y

1 0 0,277

2 0,2196 0,367 3 0,4392 0,459 4 0,6589 0,55 5 0,8785 0,655

Lampiran 2

R² = 0.999

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Series1


(53)

Baku Mutu Udara Ambien

KEPUTUSAN MENTRI KESEHATAN

NOMOR : No.1405/MENKES/SK/XI/2002

TANGGAL : 19 Nopember 2002

No. PARAMETER KONSENTRASI MAKSIMAL

(mg/m3) ppm

1. Asam Sulfida (H

2S) 1 -

2. Amonia (NH

3) 17 25

3. Karbon Monoksida (CO) 29 25

4. Nitrogen Dioksida (NO

2) 5,60 3,0

5. Sulfur Dioksida (SO


(1)

iii = 0,1106

29,361 x 1000 = 3,7669μg/m 3

iv = 0,1153

29,217 x 1000 = 3,9463μg/m 3

konversi satuan dari μg/m3 menjadi ppm (mg/L)

i = 4,333 g/m3 x 3,82 x 10-4

= 0,0017 mg/L

ii = 3,0617 g/m3 x 3,82 x 10-4

= 0.0012 mg/L

iii = 3,7669 g/m3 x 3,82 x 10-4

= 0,0014 mg/L

iv = 3,9463 μg/m3 x 3,82 x 10-4

= 0,0015 mg/L

4.2Pembahasan

Polusi udara yang primer seperti Sulfur Dioksida dapat mencemari udara sebagai proses alamiah atau aktifitas manusia. Pada dasarnya semua belerang atau S yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2. Gas SO2 berbau tajam dan

mudah terbakar. Dampak pencemaran SO2 terhadap manusia akan menyebabkan

iritasi pada sistem pernapasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada pada tenggorokan terjadi pada kadar sulfur dioksida sebesar 2 mg/L atau lebih.


(2)

Dari hasil pengukuran kadar Sulfur Dioksida pada sampel i, ii, iii, iv yang diperoleh dari Laboratorium BLH Sumatera Utara berturut-turut adalah 0,0017 ppm, 0,0012 ppm, 0,0014 ppm, dan 0,0015 ppm. Hasil yang diperoleh masih dibawah standar yang telah ditetapkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002 pada tanggal 19 november 2002, dimana kadar sulfur dioksida pada baku mutu udara ambien adalah 2 ppm.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. CetakanPertama. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Cetakan Pertama. Jakarta: UI-Press

Gabriel, J.F. 1999. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universias Indonesia Press

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi

Mukono, H. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press

Mulia, R. M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Muldja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press Nugroho, A. 2005. Bioindikator KualitasUdara. Jakarta: Penerbit Universitas Tri

Sakti

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati

Slamet, J. S. kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia

Supardi, I. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestarian. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Alumni.

Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkunga. Edisi. Yogyakarta: Andi


(4)

(5)

no x y

1 0 0,277

2 0,2196 0,367 3 0,4392 0,459 4 0,6589 0,55 5 0,8785 0,655

Lampiran 2

R² = 0.999

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Series1


(6)

Baku Mutu Udara Ambien

KEPUTUSAN MENTRI KESEHATAN

NOMOR : No.1405/MENKES/SK/XI/2002 TANGGAL : 19 Nopember 2002

No. PARAMETER KONSENTRASI MAKSIMAL

(mg/m3) ppm 1. Asam Sulfida (H

2S) 1 -

2. Amonia (NH

3) 17 25

3. Karbon Monoksida (CO) 29 25

4. Nitrogen Dioksida (NO

2) 5,60 3,0

5. Sulfur Dioksida (SO