Penentuan Kadar Sulfur Dioksida (SO2) Di Udara Ambien Dengan Metode Pararosanilin Secara Spektrofotometri
PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA
AMBIEN DENGAN METODE PARAROSANILIN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI
KARYA ILMIAH
YULIA HANDAYANI
082401049
PROGRAM DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA
AMBIEN DENGAN METODE PARAROSANILIN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai
gelar Ahli Madya
YULIA HANDAYANI
082401049
PROGRAM DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DALAM UDARA AMBIEN DENGAN
METODE PARAROSANILIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
Kategori : KARYA ILMIAH Nama : YULIA HANDAYANI Nomor Induk Mahasiswa : 082401049
Program StudI : D-3 KIMA ANALIS Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juni 2011
Diketahui / Disetujui Oleh
Ketua Program Studi D3 Kimia Analis Pembimbing,
Dra. Emma Zaidar Nasution, M.Si Drs.Johannes H. Simorangkir NIP. 195512181987012001 NIP.195307141980031004
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001
(4)
PERNYATAAN
PENENTUAN KADAR SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA AMBIEN
DENGAN METODE PARAROSANILIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
YULIA HANDAYANI 082401049
(5)
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi ALLAH SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat serta karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini
dengan judul “Penentuan Kadar Sulfur Dioksida (So2) Di Udara Ambien Dengan
Metode Pararosanilin Secara Spektrofotometri”, guna melengkapi tugas sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program studi Diploma-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Penulisan Karya Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dorongan dari pihak keluarga, pihak-pihak tertentu dan rekan-rekan sekalian. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Teristimewa buat kedua orang tua penulis yang tercinta, yaitu Ayahanda dan Ibunda yang telah mendidik penulis sehingga dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:
1. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S, selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma 3 Kimia
Analis.
3. Ibu Dr. Marpongahtun, MSc selaku Pembantu Dekan I.
4. Bapak Drs. Johannes H. Simorangkir,M.S, selaku Dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu dan kesempatan memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
5. Bapak Drs. Philipus H. Siregar, M.Si, selaku Dosen penasehat akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam kelancaran kegiatan akademik.
6. Bapak Noviandi,S.Si dan Abang Panji Wibowo H,S.Si selaku pembimbing
PKL di BTKL PPM (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular) yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan PKL.
7. Ahmad Zaki Azhari, Fitri Melisa, Suhenri Nst dan Rika DirmaJeli yang
(6)
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular) hingga penyusunan Karya Ilmiah ini.
8. Teman-teman stambuk 08 jurusan Kimia Analis FMIPA USU, semoga kita
menjadi generasi intelektual yang berguna bagi nusa, bangsa terutama bagi agama.
Demikianlah Karya Ilmiah ini penulis perbuat dan penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun susunannya dikarenakan keterbatasan, kemampuan serta pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
Medan, Juni 2011 Penulis
(7)
ABSTRAK
Telah dilakukan penentuan kadar Sulfur Dioksida ( SO2) dalam udara ambien
secara Pararosanilin dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel dengan panjang gelombang 550 nm. Dari data yang diperoleh konsentrasi Sulfur Dioksida (
SO2) pada sampel i, ii, iii, iv, dan v masing-masing sebesar 0,00023 mg/ L, 0,00012
mg/ L, 0,00023 mg/ L, 0,00023 mg/ L, dan 0,00012 mg/L, Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/MENKES/SK/XI/2001 pada tanggal 19 November 2002, sampel udara ambien tersebut tidak melebihi batas yang dilarang.dimana kadar sulfur
(8)
THE DETERMINATION OF SULFUR DIOXIDE (SO2) IN THE AMBIENT AIR IN PARAROSANILIN METHOD OF SPECTROPHOTOMETRE
It has been done for the determination of sulfur dioxide (SO2) in ambient air in
Pararosanilin by using UV-Visible Spectrophotometer with a wavelength of 550 nm.
From the data obtained by the concentration of sulfur dioxide(SO2) in the samples i, ii,
iii, iv, and v respectively at 0,00023 mg/L, 0,00012mg/L, 0,00023 mg/L, 0,00023 mg/L, 0,00012mg/L. Based on the Decree of the Minister of Health No.1405/MENKES/SK/XI/2001 on November 19, 2002, ambient air samples did not
exceed the limit which in prohibited. Where levels of sulfut dioxide (SO2) in Ambient
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
PENGHARGAAN ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 2
1.3 Pembatasan Masalah... 2
1.4 Tujuan ... 3
1.5 Manfaat ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Udara ... 4
2.1.1 Kegunaan Udara ... 4
2.1.2 Pencemaran Udara ... 5
2.1.3 Sifat- sifat Pencemaran Udara ... 7
2.1.4 Penyebab Pencemaran Udara ... 8
2.2 Sulfur Dioksida (O2) ... 8
2.2.1. Sifat-Sifat Sulfur Dioksida (SO2) ... 8
2.2.2 Sumber-sumber Sulfur Dioksida (SO2) ... 9
(10)
2.2.4.Pengendalian Sulfur Dioksida (SO2) ... 11
2.3 Spektrofotometri UV- Visibel ... 12
BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN ... 16
3.1 METODOLOGI ... 16
3.1.2 Alat ... 16
3.1.3 Bahan ... 17
3.1.3 Prosedur Pembuatan Pereaksi ... 17
3.1.4 Prosedur Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan Na2S2O5 ... 19
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Data Percobaan ... 22
4.2 Perhitungan ... 22
4.2.1 Perhitungan Larutan Standar ... 22
4.2.2 Perhitungan Persamaan Garis Regresi ... 24
4.2.3 Penentuan Koefisien Korelasi ... 25
4.2.4 Perhitungan Kurva Kalibrasi ... 26
4.2.5 Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Kurva ... 27
4.2.6 Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Udara Ambien ... 27
4.3 Pembahasan ... 28
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
5.1 Kesimpulan ... 29
5.1 Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 pengaruh SO2 terhadap manusia ... 12
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Sampel ... 22 Tabel 4.2 Metode Biasa ... 24
Tabel 4.3 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi SO2
Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar SO2 ... 24
(12)
ABSTRAK
Telah dilakukan penentuan kadar Sulfur Dioksida ( SO2) dalam udara ambien
secara Pararosanilin dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel dengan panjang gelombang 550 nm. Dari data yang diperoleh konsentrasi Sulfur Dioksida (
SO2) pada sampel i, ii, iii, iv, dan v masing-masing sebesar 0,00023 mg/ L, 0,00012
mg/ L, 0,00023 mg/ L, 0,00023 mg/ L, dan 0,00012 mg/L, Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/MENKES/SK/XI/2001 pada tanggal 19 November 2002, sampel udara ambien tersebut tidak melebihi batas yang dilarang.dimana kadar sulfur
(13)
THE DETERMINATION OF SULFUR DIOXIDE (SO2) IN THE AMBIENT AIR IN PARAROSANILIN METHOD OF SPECTROPHOTOMETRE
It has been done for the determination of sulfur dioxide (SO2) in ambient air in
Pararosanilin by using UV-Visible Spectrophotometer with a wavelength of 550 nm.
From the data obtained by the concentration of sulfur dioxide(SO2) in the samples i, ii,
iii, iv, and v respectively at 0,00023 mg/L, 0,00012mg/L, 0,00023 mg/L, 0,00023 mg/L, 0,00012mg/L. Based on the Decree of the Minister of Health No.1405/MENKES/SK/XI/2001 on November 19, 2002, ambient air samples did not
exceed the limit which in prohibited. Where levels of sulfut dioxide (SO2) in Ambient
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi ini. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat
menjadi media penyebaran penyakit pada manusia.
Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbondioksida 0,03% sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan.(Chandra.B,2006)
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta benda, ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat pencemaran udara terjadi pada saluran pernafasan dan organ penglihatan.(Mulia,R.M, 2005)
Bahan kimia di udara yang berpengaruh negatif pada manusia, hewan, tanaman, barang dari logam lain dapat dikategorikan sebagai pencemar udara. Banyak bahan pencemar udara terdapat dalam lapisan troposfer. (Darmono, 2001).
(15)
Gas sulfur dioksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya paling tinggi didaerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari sisa pembakaran batubara dan bahan bakar minyak.(Chandra.B, 2006)
Gas SO2 yang ada di atmosfer dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan
dan kenaikan sekresi mucous. Orang yang mempunyai pernafasan lemah sangat peka
terhadap kandungan SO2 yang tinggi di atmosfer. Dengan konsentrasi 500 ppm, SO2
dapat menyebabkan kematian pada manusia.(Mulia.R.M, 2005)
Itulah sebabnya sejak 1978 negara kita telah mengadakan Departemen Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Karena itu setiap warga wajib mendemonstrasikan kekhawatiran melaui tingkah laku perbuatan secara sendiri-sendiri maupun secara bersama di masyarakat untuk menghadapi krisis yang dihadapi (Sastrawijaya, 2000)
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menentukan kadar sulfur
Dioksida (SO2) dalam udara ambien dengan metode pararosanilin menggunakan
spektrofotometer.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2001 pada
tanggal 19 November 2002 dimana kadar sulfur dioksida (SO2) pada Baku Mutu
Udara Ambien adalah 5,2 mg/m3.
Sehingga yang menjadi permasalahan adalah berapa kadar sulfur dioksida
(SO2) dalam udara ambien dan apakah telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh
(16)
1.3Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dibatasi pada penentuan kadar sulfur
dioksida (SO2) dalam udara ambien secara pararosanilin menggunakan
spektrofotometer.
1.4Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar sulfur dioksida (SO2) dalam udara
2. Untuk mengetahui apakah kadar sulfur dioksida (SO2) yang diperoleh telah
memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
1.5Manfaat
Sebagai informasi mengenai kandungan sulfur dioksida (SO2) yang terdapat dalam
udara yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah agar tidak mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udara
Udara adalah campuran dari berbagai gas secara mekanis dan bukan merupakan senyawa kimia. Udara merupakan komponen yang membentuk atmosfer bumi, yang
membentuk zona kehidupan pada permukaan bumi. Udara terdiri dari berbagai gas
dalam kadar yang tetap pada permukaan bumi, kecuali gas metana, ammonia, hidrogen sulfida, karbon monoksida dan nitrooksida mempunyai kadar yang berbeda-beda tergantung daerah/lokasi. Umumnya konsentrasi metana, ammonia, hidrogen sulfida, karbon monoksida dan nitrooksida sangat tinggi di areal rawa-rawa atau industri kimia.(Gabriel, 2001)
Unsur terpenting dari udara untuk kehidupan adalah oksigen. Jumlah oksigen di dalam maupun di luar ruangan tidak banyak berbeda. Kesulitan bernafas akan dialami makhluk hidup yang membutuhkan oksigen jika konsentrasi oksigen di dalam maupun di luar ruangan berkurang karena meningkatnya konsentrasi
CO2.(Kristanto,2002)
2.1.1 Kegunaan Udara
Udara sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1. Bahan kebutuhan pokok dalam pernafasan.
2. Sebagai sarana bagi pesawat terbang.
3. Sebagai alat pendingin trafo tekanan tinggi.
4. Sebagai sarana olahraga terbang layar.
(18)
2.1.2. Pencemaran Udara
Menurut Harsema (1998), pencemaran udara diawali oleh adanya emisi. Emisi
merupakan jumlah pollutant (pencemar) yang dikeluarkan ke udara dalam satuan
waktu. Emisi dapat disebabkan oleh proses alam maupun kegiatan manusia. Emisi
yang disebabkan proses alam disebut biogenic emmisions, sebagai contoh gas Metana
(CH4) yang terjadi sebagai akibat dekomposisi bahan organik oleh bakteri pengurai.
Emisi yang disebabkan kegiatan manusia disebut anthropogenic emmisions. Contoh
emisi diudara yang disebabkan oleh kegiatan manusia adalah hasil pembakaran bahan bakar fosil (bensin, solar, batubara), pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara dan sebagainya.
Penyebab polusi dapat diklasifikasikan sebagai polusi udara primer dan
sekunder. Polusi primer seperti SO2 dapat langsung mencemari udara sebagai proses
alamiah atau aktivitas manusia. Polusi sekunder seperti asam sulfat terbentuk di udara melalui reaksi kimia antara polusi primer dengan komponen kimia yang sudah ada diudara.(Darmono,2001)
Ada 9 jenis bahan pencemar udara yang dianggap penting, yaitu sebagai berikut:
a. Oksida karbon : karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2).
b. Oksida belerang : sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3).
c. Oksida nitrogen : nitrit oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2) dan dinitrogen
oksida (N2O).
d. Komponen organik volatil : metan (CH4), benzene (C6H6) klorofluorokarbon
(19)
e. Suspensi partikel : debu tanah, karbon, asbes, logam berat, nitrat, sulfat, titik
cairan, seperti asam sulfat (H2SO4), minyak, bifenil poliklorin (PCB), dioksin, dan
pestisida.
f. Oksida fotokimiawi : ozon, peroksiasil nitrat, hidrogen peroksida, formaldehid
yang terbentuk di atmosfer oleh reaksi oksigen, nitrogen oksida, dan uap hidrokarbon di bawah pengaruh sinar matahari.
g. Substansi radioaktif : radon-222, iodine-131, strontium-90, plutonim-239 dan
radioisotop lainnya yang masuk ke atmosfer bumi dalam bentuk gas atau suspensi partikel.
h. Panas : energi panas yang dikeluarkan pada waktu terjadi proses perubahan
bentuk, terutama terjadi saat pembakaran minyak menjadi gas pada kendaraan, pabrik, perumahan, dan pembangkit tenaga listrik.
i. Suara : dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, mesin
industri, konstruksi, mesin pemotong rumput, sirine, dan sebagainya (Darmono, 2001).
Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian :
1. Polutan primer, adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu,
dan dapat berupa :
a. Polutan gas terdiri dari:
- Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon
oksida (CO atau CO2).
- Senyawa Sulfur, yaitu sulfur oksida
- Senyawa nitrogen, yaitu oksida dan amoniak.
- Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon
(20)
Penyebab pencemaran udara biasanya berasal dari sumber kendaraan bermotor dan indusri.
b. Partikel, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer.
Bahan tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses dispersi maupun proses erosi bahan tertentu.
2. Polutan sekunder, biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia
di udara, misalnya reaksi fotokimia. Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil.(Mukono,2006)
2.1.3 Sifat- sifat Pencemaran Udara
1. Yang bersifat kualitatif
Yaitu terdiri dari unsur-unsur yang secara alamiah telah terdapat dalam alam
tetapi jumlahnya bertambah sedemikian banyaknya sehingga mengadakan pencemaran lingkungan. Hal ini bisa terjadi akibat bencana alam, perbuatan manusia dan lain-lain. Contoh polutan misalnya unsur karbon, nitrogen, fosfor dan lain-lain.
2. Yang bersifat kuantitatif
Terdiri dari unsur-unsur yang terjadi akibat berlangsungnya persenyawaan yang dibuat secara sintetis seperti: pestisida, detergen dan lain-lain.
Umumnya polusi lingkungan ditujukan kepada faktor-faktor fisik seperti polusi suara, radiasi, suhu, penerangan, dan faktor-faktor kimia melalui debu, uap, gas, larutan, awan, kabut. (Supardi, 2003).
Standar tentang batas-batas pencemar udara secara kuantitatif diatur dalam Baku mutu udara Ambien dan Baku mutu emisi. Baku mutu udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat diudara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda.
(21)
Disamping baku mutu udara ambien, juga diatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. Standar ini disebut dengan baku mutu emisi.
2.1.4 Penyebab Pencemaran Udara
Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar yang terdispersi ke udara dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini tergantung dari keadaaan geografi dan meteorologi setempat.
Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu :
a. Faktor internal yang terjadi secara ilmiah, contohnya :
1. debu yang berterbangan akibat tiupan angin
2. abu/debu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi, termasuk gas-gas
vulkanik
3. Proses pembusukan sampah organik
4. Kebakaran hutan
b. Faktor eksternal karena ulah manusia, contohnya :
1. hasil pembakaran bahan bakar fosil
2. Debu dan gas-gas akibat aktivitas industrii
3. Pemakaian zat-zat kimia seperti pestisida yang disemprotkan ke udara
(Nugroho, 2005)
2.2. Sulfur Dioksida (SO2)
2.2.1. Sifat-Sifat Sulfur Dioksida (SO2)
Belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas Sulfur Dioksida (SO2)
(22)
dasarnya, semua Sulfur yang memasuki atmosfer dirubah dalam bentuk SO2 dan
hanya 1%-2% saja sebagai SO3. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar.
Cairan SO2 melarutkan banyak senyawaan organik dan anorganik dan digunakan
sebagai pelarut dalam pembuatan reaksi. Cairannya tidak melakukan pengionan-diri dan hantarannya terutama merupakan cermin bagi kemurniannya.
Sulfur dioksida mempunyai pasangan-pasangan menyendiri dan dapat bertindak sebagai basa lewis. Meskipun demikian, ia juga bertindak sebagai asam
Lewis menghasilkan kompleks, misalnya dengan amina seperti Me3HSO2, dan dengan
kompleks logam transisi yang kaya elektron. Dalam senyawa kristal SbF5SO, yang
menarik karena penggunaan SO2 sebagai pelarut bagi sistem super-asam. SO2 sangat
larut dalam air; suatu larutan yang memiliki sifat asam, telah lama dikenal sebagai
larutan asam sulfit, H2SO3. Gas SO2 diudara bereaksi dengan uap air atau larut pada
tetesan air membentuk H2SO4 yang merupakan komponen utama dari hujan asam.
Gas SO2 juga dapat membentuk garam sulfat apabila bertemu dengan oksida
logam, yaitu melalui proses kimiawi berikut ini :
4MgO + 4SO2 → 3MgSO4 + MgS
Udara yang mengadung uap air akan bereaksi dengan gas SO2 sehingga
membentuk asam sulfit :
SO2 + H2O → H2SO3 (asam sulfit)
Udara yang mengandung uap air juga akan bereaksi dengan gas SO3
membentuk asam sulfat :
SO3 + H2O → H2SO3 (asam sulfat) (wisnu,2001)
2.2.2 Sumber-sumber Sulfur dioksida (SO2)
Pencemaran SO2 diudara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan.
(23)
mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan
H2S yang akan cepat berubah menjadi SO2.
Sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan
terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber buatan ini
diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiganya saja dari seluruh SO2
atmosfir/tahun. Akan tetapi, karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri, maka hal ini bertambah di kemudian hari, maka dalam waktu singkat sumer-sumber
ini akan dapat memproduksi lebih banyak SO2 daripada sumber alamiah.
Gas SO2 diproduksi terutama oleh insinerator yang menggunakan bahan bakar
fosil seperti batu bara dan minyak bumi. SO2 diemisikan oleh pabrik kimia, pabrik
pemroses besi dan baja, pembuatan semen, pabrik batu bata, industri keramik, pembuatan kaca dan pelepasan asap buangan.(Nugroho,2005)
2.2.3 Dampak Pencemaran Sulfur Dioksida (SO2)
Akibat utama polutan SO2 terhadap manusia adalah terjadinya iritasi pada sistem
pernafasan. Dalam Tabel 6.7 ditunjukkan konsentrasi SO2 yang berpengaruh terhadap
manusia. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada tenggorokan
terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu
yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang
berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap manusia usia lanjut dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular. Individu
dengan gejala tersebut sangat sensitif jika kontak dengan SO2 walaupun dengan
konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau lebih. (Kristanto,P.,2002) Selain pengaruhnya terhadap kesehatan, sulfur dioksida juga berpengaruh
terhadap tanaman dan hewan. Pengaruh SO2 terhadap hewan sangat menyerupai efek
(24)
menjadi putih atau terjadi nekrosis, daun yang hijau dapat berubah menjadi kuning, ataupun terjadi bercak-bercak putih. Pengaruh pada daun ini terjadi terutama di siang
hari sewaktu stomata daun sedang terbuka. Apabila yang terpapar SO2 itu adalah
sayuran, maka perubahan pada warna daun tentunya sangat mempengaruhi harga jual sayuran.
Harta benda dapat juga terpengaruh oleh SO2. Gedung-gedung yang
mempunyai arti sejarah, patung-patung bernilai seni dapat rusak karena SO2 mudah
menjadi H2SO4 yang sangat korosif.(Slamet.S,2002)
Tabel 2.1 pengaruh SO2 terhadap manusia
Konsentrasi (ppm)
Pengaruh
3 – 5 8 – 12
20
- Jumlah minimum yang dapat dideteksi dari baunya
- Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi pada
tenggorokan
- Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata
Jumlah yang segera mengakibatkan batuk
Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak dalam
2.2.4. Pengendalian Sulfur Dioksida (SO2)
Pengendalian Sulfur dioksida (SO2) terutama dilakukan dengan mengurangi
penggunaan bahan bakar bersulfur tinggi atau menukarnya dengan bahan bakar yang lebih bersih lingkungan. Sebagai contoh penggunaan batubara yang mengandung konsentrasi sulfur tinggi diganti dengan menggunakan gas alam yang lebih bersih lingkungan.
(25)
Namun tidak selamanya pegurangan bahan bakar mengandung Sulfur dapat dilakukan. Bila hal ini terjadi, harus dilakukan pemisahan Sulfur dioksida dari gas buang. Absorber dan Stripper merupakan contoh unit yang dapat memisahkan SO2 dari gas
buang. Gas buang dilewatkan melalui absorber, yang merupakan tabung vertical dimana gas lewat dari bawah keatas sedangkan cairan penyerap (absorbent) lewat dari atas kebawah. Untuk menjamin kontak antara gas buang dan absorbent, didalam absorber dilengkapi dengan packing. Setelah terjadi kontak antara absorbent dengan
gas buang, SO2 dalam gas buang akan terikat di absorbent dan dibawa ke bawah
sedangkan gas yang sudah bersih akan keluar melalui puncak absorber. Selanjutnya
absorbent yang sudah mengandung SO2 dimasukkan kedalam stripper untuk
pengolahan selanjutnya. Selain itu, pemisahan gas SO2 dari gas buang dapat juga
dilakukan dengan menggunakan scrubber.(Mulia.R.M.,20005)
2.3.Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mnegukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibanding fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbs antara sampel dan blanko ataupun pembanding. (Khopkar,2003)
(26)
Alat-alat instrumentasi Spektrofotometer UV-Visible terdiri dari :
1. Sistem Optik
Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometer UV-Vis berupa susunan peralatan optik yang terkonstruksi sebagai berikut :
Keterangan :
SR = Sumber radiasi
M = monokromator
SK = Sampel Kompartemen
D = Detektor
A = amplifier atau penguat
VD = Visual Display atau meter
Setiap bagian peralatan optik dari spektrofotometer UV-Vis memegang fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait fungsi peranannya. Setiap fungsi dan peranan tiap bagian dituntut ketelitian dan ketetapan yang optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran yang tinggi tingkat ketelitian dan ketetapannya.
Dilihat dari segi spektrofotometer dapat digolongkan tiga macam yaitu :
1. Sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam)
2. Sistem optik radiasi berkas ganda (double beam)
3. Sistem optik radiasi berkas terpisah (spliter beam)
Pertama kali spektrofotometer UV-Vis yang diperkenalkan untuk analisis adalah spektrofotometer UV-Vis dengan sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam). Kemudian dengan kemajuan elektronika mulai dipopulerkan spektrofotometer UV-Vis radiasi berkas ganda (double beam), dengan asumsi mengambil suatu
(27)
keuntungan tidak terpengaruh penurunan intensitas radiasi berkas ganda adalah : tidak mungkin kedua kuvet yang dipakai adalah betul-betul identik, dan lagi intensitas radiasi yang menuju kedua kuvet juga tidak mungkin betul-betul sama.
Oleh karena itu pada era terakhir ini sistem optik spektrofotometer UV-Vis cenderung pengukurannya lebih baik dari sistem optik radiasi berkas ganda.
Sedangkan sistem optik radiasi berkas terpisah (spliter beam) pada prinsipnya adalah rumit sehingga memungkinkan terjadinya penurunan intensitas radiasi setelah melalui rangkaian sistem optik yang rumit dan panjang.
2. Sumber Radiasi
Beberapa macam sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer UV-Vis adalah lampu deuterium, lampu tungsten dan lampu merkuri. Sumber radiasi Deuterium dapat dipakai pada daerah panjang gelombang 190 nm sampai 380 nm (daerah ultraviolet dekat), karena pada rentangan panjang gelombang tersebut sumber radiasi deuterium memberikan pada spektrofotometer UV-Vis.
3. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis. Monokromator pada spektrofotomreter UV-Vis biasanya terdiri dari susunan : celah (slot) masuk-filter-prisma-kisi(grating)-celah keluar.
4. Sel dan Kuvet
Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam yang permanen terbuat dari bahan gelas leburan silika atau kuvet disposable untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari teflon atau plastik.
Ditinjau dari bahan yang dipakai membuat kuvet, ada dua macam yaitu : kuvet dari leburan silika (kuarsa) dan kuvet dari gelas. Kuvet dari leburan silika dapat dipakai
(28)
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada daerah pengukuran (380- 1100 nm) karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi UV.
Dianjurkan setiap kali memakai kuvet selalu dibersihkan dengan alkohol absolut atau direndam didalamnya. Membersihkan permukaan kuvet yang basah harus dipakai kertas lensa yag bagus jangan sekali-kali memegang permukaan kuvet yang transparan.
5. Detektor
Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer UV-Vis yang penting oleh sebab itu kualitas detector akan menentukan kualitas spektrofotometer UV-Vis. Fungsi detektor akan menentukan kualitas spektrofotometer UV-Vis. Fungsi detektor didalam spektrofotometer adalah mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik.
Beberapa pustaka memberikan persyaratan tentang kualitas dan fungsi detektor di dalam spektrofotometer UV-Vis antara lain :
1. Detektor harus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima,
tetapi harus memberikan derau (noise) yang sangat minimum.
2. Detektor harus mempunyai kemampuan untuk memberikan respon terhadap
radiasi pada daerah panjang gelombang yang lebar (UV-Vis)
3. Detektor harus memberikan respon terhadap radiasi dalam waktu yang serempak.
4. Detektor harus memberikan jaminan terhadap respon kuantitatif dan sinyal
elektronik yang dikeluarkan harus berbanding lurus dengan sinyal yang diterima.
5. Sinyal elektronik yang diteruskan oleh detektor harus dapat diamplifikasikan oleh
(29)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. METODOLOGI 3.1.1. Alat
- Midget impinger Graseby Anderson
- Flow meter Graseby Anderson
- Vacuum pump Graseby Anderson
- Generator sel Graseby Anderson
- Spektrofotometer Hack DR 2800
- Mark pipette 1 ml Pyrex
- Botol Aquadest
- Labu ukur 100 ml Pyrex
- Beaker Glass 250 ml Pyrex
- Pipet tetes
- Neraca analitik
- Spatula
- Kuvet
- Botol winkler
- Cool box
- Botol sampel
- Refrigerator
(30)
3.1.2. Bahan
- Na2S2O5(S)
- HgCl2
- KCl
- EDTA(S)
- Aquades
- Asam Sulfamat
- Butanol
- HCl
- H3PO4
- Aquabides
- Formaldehida
- Iodine
3.1.3. Prosedur Pembuatan pereaksi
a. Larutan penyerap K2HgCl4 (TCM)
- Ditimbang 10,86 gr HgCl2
- Ditambahkan 5,96 gr KCl
- Ditambahkan 0,066 gr EDTA( dilarutkan dulu dalam air) kemudian dilarutkan
dalam aquadest hingga 1 liter
*Catatan : Jika KCl tidak ada, bisa diganti 4,68 gr NaCl
b. Sulfamic Acid 0,6%
- Ditimbang 0,6 gr Asam sulfamat kemudian dilarutkan dalam 100ml aquadest
(31)
- Dimasukkan 100 ml 1- Butanol + 100 ml HCl 1M kedalam labu pisah 250 ml, dikocok dan dipisahkan lapisan yang ada (yang diambil lapisan bawah yaitu lapisan asam).
- Ditimbang PRA 0,2 gr, dimasukkan ke dalam beaker glass
- Ditambahkan 100 ml HCl yang sudah dipisahkan di atas, tunggu beberapa
menit
- Dimasukkan dalam dropping funnel 250 ml dan ditambahkan 100 ml 1-
Butanol, dikocok, dan dipisahkan lapisan yang ada
- Lapisan asam yang telah dipisahkan tersebut diekstraksi lagi dengan 1-
Butanol 3 kali (masing-masing dengan 40 ml 1- Butanol)
- Disaring lapisan hasil ekstraksi tadi dengan kapas dan dimasukkan kedalam lau
takar 100 ml. ditepatkan sampai tanda batas dengan HCl 1M
d. Pararosanilin
- Dimasukkan 8 ml PRA Stock 0,2% dalam labu takar 100ml, ditambahkan 80
ml H3PO4 3M, ditepatkan dengan aquabides
e. Formaldehida 0,2%
- Diukur 2 ml formaldehida 36%- 38%, diencerkan hingga 1L
f. HCl 1M
- Dipipet 8,6 ml HCl(p), dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan diencerkan
dengan aquadest sampai tanda batas
g. H3PO4 3M
- Dipipet 102,5 ml Asam fosfat pekat, diencerkan dengan aquadest sampai
500ml
h. Larutan iodine 0,1N
(32)
- Dilarutkan dalam beberapa ml aquadest
- Dicampur dan diaduk sampai larut
- Diencerkan hingga 50 ml
i. Larutan iodine 0,01N
- 25 ml 0,1N Iodin, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Ditambahkan
aquadest sampai tanda batas
j. Larutan Natrium metabisulfit
- Ditimbang 0,3 gr Na2S2O5 dan dilarutkan dengan aquabides sampai volume
250 ml dalam ukur
3.1.4. Prosedur Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan Na2S2O5
1. Untuk larutan blanko
- Dimasukkan 25 ml iodine 0,01N ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 10ml
aquadest
2. Untuk uji
- Dimasukkan 25 ml larutan iodine 0,01N ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 10 ml Na2S2O5
- Keduanya disumbat denngan kapas dan didiamkan selama 5 menit
- Dilakukan titrasi untuk larutan blanko dan uji dengan natrium metabisulfit
0,01N hingga berwarna kuning pucat
- Ditambahkan 3- 5 tetes amilum
- Dilanjutkan titrasi hingga berwarna biru
- Dicatat jumlah ml Natrium Metabisulfit yang digunakan untuk titrasi
- Dihitung konsentrasi SO2 dalam larutan Na2S2O5
- Dilakukan pengenceran 100 kali dengan cara mengencerkan 1 ml larutan
(33)
3. Pembutan kurva kalibrasi
- Dipipet 0, 1, 2, 3, 4 ml larutan standart kerja Na2S2O5 kedalam masing-masing
6 labu ukur 25 ml
- Ditambahkan masing- masing 5 ml larutan penyerap SO2 dan 1 ml Asam
Sulfamat 0,6%.
- Didiamkan selama 10 menit
- Ditambahkan masing-masing 2 ml formaldehid 0,2% dan 5 ml PRA B,
ditambahkan aquadest mendidih sampai tanda batas
- Dikocok dan didiamkan selama 30 menit
- Dibaca absorbansi degan spektrofotometer pada λ 550 nm
- Dihitung konsentrasi SO2 dalam satu seri larutan tersebut
- Buat kurva yang menyatakan hubungan absorbansi dengan konsentasi SO2
4. Pengambilan Contoh Uji
- Diambil 10 ml larutan penyerap SO2 kemudian dimasukkan kedalam midget
impinger
- Dirangkai midget impinge dengan pompa vacuum. Diatur kecepatan alir udara
pada 2 l/ menit
- Dihisap udara selama 30 menit
- Setelah selesai, disimpan contoh uji dalam cool box
5. Cara Analisa
- Diambil 5 ml contoh uji (suhu kamar), dimasukkan kedalam labu takar 25 ml
- Diambil 5 ml larutan penyerap (blanko), dimasukkan kedalam labu takar 25 ml
yang berbeda
- Ditambahkan masing- masing 1 ml Sulfamic acid, didiamkan selama 10 menit
(34)
- Ditambahkan aquadest panas sampai tanda batas dan kocok
- Didiamkan selama 30 menit
- Dipilh panjang gelombang 550 nm, dan disiapkan 2 kuvet
- Dimasukkan dalam spektrofotometer UV Vis, klik auto zero
- Isi salah satu kuvet dengan contoh uji
(35)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
Dari hasil analisis pengukuran sampel dengan menggunakan Spektrofotometer dan pengukuran di udara ambien di dapat kan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Sampel
No Sampel Absorbansi Konsentrasi di Kurva
(mg/L)
Konsentrasi di Udara Ambien (mg/L)
1 ii 0,0024 0,0183 0,00023
2 iii 0,0021 0,0092 0,00012
3 iv 0,0024 0,0183 0,00023
4 v 0,0024 0,0183 0,00023
5 vi 0,0021 0,0092 0,00012
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Larutan Standart
Larutan Induk 1000 ppm
mg/l NH4Cl = x 1000 mg/L
=
x
= 0,297g/100 mL Larutan Standart 100 ppm V1 . V2 = N1 . N2
(36)
V1. 1000 = 100 . 100
V1 = 10 ml
Larutan Standart 10 ppm V1 . V2 = N1 . N2
V1. 100 = 100 . 10
V1 = 10 ml
Larutan Seri Standart 0 ; 1 ; 2 ; 3 dan 4 ppm - 0 ppm = 0 ml
- 1 ppm
V1 . V2 = N1 . N2
V1. 10 = 100 . 1
V1 = 10 ml
- 2 ppm
V1 . V2 = N1 . N2
V1. 10 = 100 . 2
V1 = 20 ml
- 3 ppm
V1 . V2 = N1 . N2
V1. 10 = 100 . 3
V1 = 30 ml
- 4 ppm
V1 . V2 = N1 . N2
V1. 10 = 100 . 4
(37)
4.2.2 Perhitungan Persamaan Garis Regresi
Untuk menghasilkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi dapat diturunkan dengan metode Least Square sebagai berikut :
Tabel 4.2 Metode Biasa
Konsentrasi (x) Absorbansi (y)
0 0,000
1 0,036
2 0,065
3 0,107
4 0,128
Tabel 4.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi SO2
Berdasarkan Pengukuran Absorbansi SO2
No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) xy x2 y2
1 0 0,000 0,000 0 0,000
2 1 0,036 0,036 1 0,0013
3 2 0,065 0,13 4 0,0042
4 3 0,107 0,321 9 0,0114
5 4 0,128 0,512 16 0,0164
∑ 10 0,049 0,999 30 0,0333
(38)
= = = 0,0672
Penentuan Harga Slope (a) dan Harga Intersept (b) Dengan Menggunakan Metode Least Square.
a =
=
=
= =
b = - a
= 0,0672 – 0,0327 (2) = 0,0018
Sehingga didapatkan persamaan garis regresinya adalah : y = 0,0327x + 0,0018
4.2.3 Penentuan Koefisien Korelasi
r = –
=
=
=
=
(39)
KP = (r2) x 100% = (0,9987)2 x 100% = 99,74%
4.2.4 Perhtungan Kurva Kalibrasi
Dengan mensubstitusikan harga-harga x, maka diproleh harga y baru, yaitu :
y = ax + b
y1 = (0) + 0,0018 = 0,0018
y2 = (1) + 0,0018 = 0,0345
y3 = (2) + 0,0018 = 0,0672
y4 = (3) + 0,0018 = 0,0999
y5 = (4) + 0,0018 = 0,1326
Tabel 4.3 Harga y baru larutan standar SO2
x y
0 0,0018
1 0,0345
3 0,0672
5 0,0999
7 0,1326
Dimana : x = Konsentrasi larutan standart dan y = absorbansi larutan standart dengan menggunakan harga y ini digambarkan kurva kalibrasi absorbansi (y) versus konsentrasi (x) yang terdapat dalam table 4.3.
(40)
4.2.5 Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Kurva
Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan mensubstitusikan harga y (absorbansi) larutan kedalam persamaan garis regresi y = ax + b, maka untuk sampel dapat
dihitung, x =
Persamaan garis regresi: y = 0,0026x + 0,00068
i = = 0,0183 mg / L
ii = = 0,0092 mg / L
iii = = 0,0183 mg / L
iv= = 0,0183 mg / L
v = = 0,0092 mg / L
4.2.6Perhitungan Konsentrasi SO2 Pada Udara Ambien
Konsentrasi SO2 (mg/L) =
Dimana 0,382 = faktor konversi untuk gas SO2
V1 = volume absorben yang dipakai (ml)
V2 = volume contoh yang diuji (ml)
Q = Kecepatan alir udara ( L/menit)
t = Waktu pengambilan sampel (30 menit)
i = = 0,00023 mg/L
(41)
iii = = 0,00023 mg/L
iv = = 0,00023 mg/L
v = = 0,00012 mg/L
4.3 Pembahasan
Dari hasil pengamatan dan uraian diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar kadar
sulfur dioksida (SO2) diudara masih dibawah standar yang telah ditetapkan menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002 pada tanggal 19
November 2002, dimana kadar sulfur dioksida (SO2) pada Baku Mutu Udara Ambien
(42)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
- Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002
pada tanggal 19 November 2002, dimana kadar sulfur dioksida (SO2) pada
Baku Mutu Udara Ambien adalah 2 ppm.
- Dari hasil pengamatan dan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kadar
sulfur dioksida (SO2) diudara pada sampel yang diperoleh memenuhi standar
SO2 yang telah ditetapkan, dengan hasil dari sampel i, ii, iii, iv, v, yaitu
masing-masing sebesar 0,00023 mg/ L, 0,00012 mg/ L, 0,00023 mg/ L, 0,00023 mg/ L, dan 0,00012 mg/ L.
5.2. Saran
- Untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan metode yang lain untuk
menemukan kadar sulfur dioksida (SO2) diudara ambien, dan menggunakan
(43)
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Cetakan Pertama. Jakarta: UI- Press.
Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia-Press.
Kristanto, P.2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Mukono. H. J.2005. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Mulia, R. M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.
Pemeriksaan Sulfur Dioksida (SO2) dalam Udara. 2006. No IK: 06. Surabaya. Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan.
Sastrawijaya, T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta
Slamet, J. M. 2002. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Supardi, I. 2003. Lingkungan Hidup dam Kelestarian. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Alumni.
Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.
(44)
LAMPIRAN 1
Kurva Kalibrasi Larutan Standart SO2
KP = (r2) x 100% = (0,9987)2 x 100% = 99,74%
0 1 2 3 4
A
b
so
rb
a
n
si
Konsentrasi (mg/L)
Kurva Kalibrasi Larutan Standart SO
2Konsentrasi (x)
Absorbansi (y)
0 0,000
1 0,036
2 0,065
3 0,107
(45)
LAMPIRAN 2
Baku Mutu Udara Ambien
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 1405/MENKES/SK/XI/2002
TANGGAL : 19 NOVEMBER 2002
No Parameter Konsentrasi
(mg/m3) ppm
1 H2S 1 -
2 NH3 17 25
3 NO2 5,6 3
(46)
Lampiran 3
(1)
iii = = 0,00023 mg/L
iv = = 0,00023 mg/L
v = = 0,00012 mg/L
4.3 Pembahasan
Dari hasil pengamatan dan uraian diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar kadar sulfur dioksida (SO2) diudara masih dibawah standar yang telah ditetapkan menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002 pada tanggal 19 November 2002, dimana kadar sulfur dioksida (SO2) pada Baku Mutu Udara Ambien
(2)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
- Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MENKES/SK/XI/2002 pada tanggal 19 November 2002, dimana kadar sulfur dioksida (SO2) pada
Baku Mutu Udara Ambien adalah 2 ppm.
- Dari hasil pengamatan dan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kadar sulfur dioksida (SO2) diudara pada sampel yang diperoleh memenuhi standar
SO2 yang telah ditetapkan, dengan hasil dari sampel i, ii, iii, iv, v, yaitu
masing-masing sebesar 0,00023 mg/ L, 0,00012 mg/ L, 0,00023 mg/ L, 0,00023 mg/ L, dan 0,00012 mg/ L.
5.2. Saran
- Untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan metode yang lain untuk menemukan kadar sulfur dioksida (SO2) diudara ambien, dan menggunakan
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Cetakan Pertama. Jakarta: UI- Press.
Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia-Press.
Kristanto, P.2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Mukono. H. J.2005. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Mulia, R. M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.
Pemeriksaan Sulfur Dioksida (SO2) dalam Udara. 2006. No IK: 06. Surabaya. Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan.
Sastrawijaya, T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta
Slamet, J. M. 2002. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Supardi, I. 2003. Lingkungan Hidup dam Kelestarian. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Alumni.
Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.
(4)
LAMPIRAN 1
Kurva Kalibrasi Larutan Standart SO2
KP = (r2) x 100% = (0,9987)2 x 100% = 99,74%
0 1 2 3 4
A b so rb a n si Konsentrasi (mg/L)
Kurva Kalibrasi Larutan Standart SO
2Konsentrasi (x)
Absorbansi (y)
0 0,000
1 0,036
2 0,065
3 0,107
(5)
LAMPIRAN 2
Baku Mutu Udara Ambien
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1405/MENKES/SK/XI/2002 TANGGAL : 19 NOVEMBER 2002
No Parameter Konsentrasi
(mg/m3) ppm
1 H2S 1 -
2 NH3 17 25
3 NO2 5,6 3
(6)