PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU DAN STATUS GIZI BERDASARKAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF RANDOM BLOOD GLUCOSE LEVEL AND NUTRITIONAL STATUS BASED ON SLEEP QUALITY AMONG

2012 YEAR GENERATION MEDICAL COLLEGE STUDENTS OF LAMPUNG UNIVERSITY

By

Tresa Ivani Saskia

Diabetes mellitus has become a society health problem, not only in Indonesia but also universal. The prevalence of this disease keep increasing globally. This could be seen from increased case of diabetes mellitus. Sleeping is one kind of basic human requirement that should be fullfilled. Duration of sleep lessening can affect endocrine system function, particularly related to glucose intolerance disorder, insulin resistance and decreased of insulin response.

This research design is analytical observational with cross sectional approach, with sample numbers are 168 people taken with total sampling. Inclusion criteria are college students of Lampung University Medical Faculty 2012 and disposed to be research respondent. Sleeping quality is measured with PSQI, meanwhile glucose level and nutritional status measured directly. Research data is analyzed by univariat and bivariat through T-Independent test with α = 0,05.

From research result obtained that most of respondents are in good category with mean glucose level is 146,04±28,68 mgdl and have good sleep quality. There is a difference between blood gluscose according to sleep quality with p =0,014 and there is a difference between nutritional status according to sleep quality with p =0,015

The conclusion is there are significant difference of glucose level and nutritional status according to sleep quality in college students of Lampung University Medical Faculty.

Keywords: college students, glucose, nutritional status, sleep,


(2)

ABSTRAK

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU DAN STATUS GIZI BERDASARKAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA

ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

Tresa Ivani Saskia

Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Prevalensi penyakit ini terus bertambah secara global. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah kasus diabetes melitus. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Akibat berkurangnya waku tidur dapat mempengaruhi fungsi system endokrin terutama terkait dengan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin dan berkurangnya respon insulin.

Jenis penelitiaan ini adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah sampel 168 orang yang diambil dengan cara total sampling. Kriteria inklusi adalah Mahasiswa FK Unila angkatan 2012 dan bersedia menjadi responden saat penelitian. Kualitas tidur diukur melalui PSQI, sedangkan kadar glukosa dan status gizi diukur secara langsung. Data penelitian dianalisis secara univariat dan bivariat melalui uji t-tidak berpasangan dengan α = 0,05.

Dari hasil penelitin didapatkan sebagian besar responden dalam kategori baik dengan rerata kadar glukosa 146,04±28,68 mgdl dan memilki kualitas tidur baik. Terdapat perbedaan antara kadar glukosa darah sewaktu berdasarkan kualitas tidur dengan p =0,014 serta terdapat perbedaan antara status gizi berdasarkan kualitas tidurdengan p =0,015.

Simpulan terdapat perbedaan bermakna kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(3)

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU DAN STATUS GIZI BERDASARKAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA

ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

TRESA IVANI SASKIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas KedokteranUniversitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU DAN STATUS GIZI BERDASARKAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA

ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(SKRIPSI)

oleh :

TRESA IVANI SASKIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2016


(5)

i

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Teori perubahan kadar glukosa darah dan

status gizi disebabkan gangguan kualitas tidur. ... 42 Gambar 2.2. Kerangka konsep hubungan kualitas tidur dengan perubahan

kadar glukosa darah dan status gizi. ... 42 Gambar 3.1. Alur penelitian ... 46 Gambar4.1 Distribusijenis kelamin Mahasiswa fakultas kedokteran

angkatan 2012 di Universitas Lampung. ... 50 Gambar4.2 Distribusi kualitas tidur Mahasiswa fakultas kedokteran


(6)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Bagi Penulis ... 6

1.4.2 Bagi Universitas ... 6

1.4.3 Bagi Peneliti lain ... 6

1.4.4 Bagi Masyarakat... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah ... 7

2.1.1. Pengertian Glukosa Darah ... 7

2.1.2. Kadar Glukosa Darah ... 7

2.1.3 Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah... 10

2.1.4. Sampel Pemeriksaan ... 10

2.1.5. Metode pemeriksaan ... 11

2.2 Tidur ... 14

2.2.1. Pengertian ... 14

2.2.2. Anamnesia ... 15

2.2.3. Fisiologi tidur ... 22

2.2.4. Fungsi tidur ... 23

2.2.5. Tingkatan tidur normal ... 24

2.2.6. Perubahan fisiologis selama tidur ... 26

2.2.7. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tidur ... 28

2.2.8. Kualitas tidur ... 32

2.2.9. Hubungan tidur dengan kadar glukosa ... 34

2.3 Status Gizi ... 36

2.3.1. Definisi Status Gizi ... 36

2.3.2. Penilaian Status Gizi ... 37


(7)

ii

2.4 Kerangka Teori... 41

2.5 Kerangka Konsep ... 42

2.6 Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.2.1. Tempat Penelitian ... 44

3.2.2. Waktu Penelitian ... 44

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ... 45

3.5 Definisi Oprasional ... 45

3.6 Alur Penelitian ... 46

3.7 Pengumpulan data ... 47

3.8 Pengolahan data ... 47

3.9 Analisis Data ... 48

3.9.1 Analisis Univariat... 48

3.9.2 Analisis Bivariat ... 48

3.10 Etika Penelitian ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Analisis Univariat ... 50

4.1.1 Karakteristik Responden ... 50

4.1.2 Status gizi ... 51

4.1.3 Kadar Glukosa ... 51

4.1.4 Kualitas tidur ... 52

4.2 Analisis Bivariat ... 53

4.2.1 Perbandingan status gizi dan kadar glukosa darah sewaktu terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 53

4.2.2 Perbandingan status gizi terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung .... 54

4.2.3 Perbandingan kadar glukosa darah sewaktu terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 55

4.3 Pembahasan ... 55

4.3.1 Karakteristik ... 55

4.3.2 Status Gizi ... 58

4.3.3 Kadar Glukosa darah sewaktu ... 59

4.3.4 Kualitas Tidur ... 59

4.3.5 Perbandingan status gizi terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 61

4.3.6 Perbandingan kadar glukosa darah sewaktu terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 63


(8)

iii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 64 5.2 Saran ... 64 DAFTAR PUSTKA


(9)

i

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah

(Sumber: Perkeni, 2011) ... 8 Tabel 2.2 Klasifikasi berat badan pada orang dewasa berdasarkan

IMT menurut WHO (2004). ... 41 Tabel 3.1 Defnisi oprasional ... 46 Tabel 4.2 Distribusi berat badan, tinggi badan dan IMT Mahasiswa

Fakultas kedokteran angkatan 2012 di Universitas Lampung. ... 51 Tabel 4.3 Distribusi kadar glukosa darah sewaktu Mahasiswa

Fakultas kedokteran angkatan 2012 di Universitas Lampung. ... 52 Tabel 4.4 Distribusi nilai PSQI Mahasiswa fakultas kedokteran

angkatan 2012 di Universitas Lampung. ... 52 Tabel 4.5 Uji normalitas status gizi dan kadar glukosa darah sewaktu

Mahasiswa fakultas kedokteran angkatan 2012 di Universitas

Lampung. ... 54 Tabel 4.6 Uji t-tidak berpasangan status gizi dan terhadap

kualitas tidur Mahasiswa Fakultas kedokteran angkatan 2012

di Universitas Lampung. ... 54 Tabel 4.7 Uji t-tidak berpasangan status gizi dan kadar glukosa

darah sewaktu terhadap kualitas tidur Mahasiswa Fakultas


(10)

(11)

(12)

ا

ا

ا

.

هاور

زط ا

ا

ى ن

Allah e i tai pekerjaa ya g apa ila ekerja ia

e yelesaika ya de ga aik .

(

HR. Thabrani

)

Kupersembahkan Skripsi Ini

Untuk


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 25 November 1994 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. H. Edmar piterdono Hz, SE., MM. dan Hj. Nora Elisya, SH., MM.

Penulis mengikuti pendidikan dasar di SDN 2 Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2006, lalu melanjutkan pendidikan sekolah pertama di SMPN 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009 dan melanjutkan pedidikan di SMAN 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2012.

Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen Fisiologi pada tahun 2014-2015. Penulis juga aktif dalam organisasi Gen-C sebagai anggota pada divisi hubungan masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(14)

i SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul “Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Status Gizi Berdasarkan Kualitas TIdur Pada Mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, masukan, bantuan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes, Sp. PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Khairun Nisa, M.Kes., AIFO selaku Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan waktu, motivasi, dukungan, bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(15)

ii 4. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp. PK., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan waktu, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses serta penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Dian Isti Angraini, M.P.H selaku Penguji utama pada Ujian Skripsi atas motivasi, waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

6. Kepada kedua Orang Tuaku PAPI (Ir. H. Edmar piterdono Hz, SE., MM.) dan MAMI (Hj. Nora Elisya, SH., MM.) yang selalu menyayangi dan menguatkanku. Terimakasih atas segala doa yang telah terpanjat, motivasi, keyakinan, kasih sayang, kesabaran, dan atas semua yang telah diberikan kepadaku selama ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

7. Kakak-kakakku tersayang Kando Elno, Puan Tantya, dan Udo Pitra yang selalu mendoakan, memberikan dukungan dan semangat hingga saat ini; 8. Seluruh Keluarga Besarku, terutama kepada Rekan, Partner, Nenda, dan

Kenda terima kasih atas bantuan, doa dan semangat yang telah diberikan; 9. Seluruh staf Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu

yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

10.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 11.Kepada Akbar Nugraha yang telah banyak membantu, mendoakan,

memberikan dukungan dan semangat yang tiada henti hingga saat ini; 12.Kepada Zelta Pratiwi Gustimigo, Nindia Dara Utama, Rembulan Ayu NP,

Fauziah Paramita Bustam, Sarah Windia Baresti, Fadhilah Fanny, N Dearasi Deby dan Azmi Hanima Azhar yang sudah banyak membantu, memberikan semangat, berbagi canda dan tawa. Terimakasih atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran


(16)

iii ini;

13.Kepada Nindia Dara Utama atas persahabatan mulai dari awal perkuliahan hingga saat ini, seslalu membantu serta menjadi partner penelitian yang selalu setia di kala susah dan senang;

14.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan sudah bersedia menjadi sampel penelitian ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis


(17)

(18)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Bagi Penulis ... 6

1.4.2 Bagi Universitas ... 6

1.4.3 Bagi Peneliti lain ... 6

1.4.4 Bagi Masyarakat... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah ... 7

2.1.1. Pengertian Glukosa Darah ... 7

2.1.2. Kadar Glukosa Darah ... 7

2.1.3 Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah... 10

2.1.4. Sampel Pemeriksaan ... 10

2.1.5. Metode pemeriksaan ... 11

2.2 Tidur ... 14

2.2.1. Pengertian ... 14

2.2.2. Anamnesia ... 15

2.2.3. Fisiologi tidur ... 22

2.2.4. Fungsi tidur ... 23

2.2.5. Tingkatan tidur normal ... 24

2.2.6. Perubahan fisiologis selama tidur ... 26

2.2.7. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tidur ... 28

2.2.8. Kualitas tidur ... 32

2.2.9. Hubungan tidur dengan kadar glukosa ... 34

2.3 Status Gizi ... 36

2.3.1. Definisi Status Gizi ... 36

2.3.2. Penilaian Status Gizi ... 37


(19)

ii

2.4 Kerangka Teori... 41

2.5 Kerangka Konsep ... 42

2.6 Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.2.1. Tempat Penelitian ... 44

3.2.2. Waktu Penelitian ... 44

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ... 45

3.5 Definisi Oprasional ... 45

3.6 Alur Penelitian ... 46

3.7 Pengumpulan data ... 47

3.8 Pengolahan data ... 47

3.9 Analisis Data ... 48

3.9.1 Analisis Univariat... 48

3.9.2 Analisis Bivariat ... 48

3.10 Etika Penelitian ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Analisis Univariat ... 50

4.1.1 Karakteristik Responden ... 50

4.1.2 Status gizi ... 51

4.1.3 Kadar Glukosa ... 51

4.1.4 Kualitas tidur ... 52

4.2 Analisis Bivariat ... 53

4.2.1 Perbandingan status gizi dan kadar glukosa darah sewaktu terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 53

4.2.2 Perbandingan status gizi terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung .... 54

4.2.3 Perbandingan kadar glukosa darah sewaktu terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 55

4.3 Pembahasan ... 55

4.3.1 Karakteristik ... 55

4.3.2 Status Gizi ... 58

4.3.3 Kadar Glukosa darah sewaktu ... 59

4.3.4 Kualitas Tidur ... 59

4.3.5 Perbandingan status gizi terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 61

4.3.6 Perbandingan kadar glukosa darah sewaktu terhadap kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ... 63


(20)

iii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 64 5.2 Saran ... 64 DAFTAR PUSTKA


(21)

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2011). Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Prevalensi penyakit ini terus bertambah secara global. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah kasus diabetes melitus.

Menurut International Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya. Data IDF tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia pada kelompok umur antara 20-79 tahun pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 7 juta yang menempatkan Indonesia pada urutan ke 9, sedangkan pada tahun 2030 diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 12 juta dan menempatkan Indonesia pada urutan ke 6 (Dunning, 2009; Holt et al, 2010).


(22)

2

Prevalensi DM menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 secara nasional adalah sebesar 6,9 % meningkat dari tahun 2007 yang hanya sebesar 5.8% dan menempatkan DM pada urutan ke-6 sebagai penyakit penyebab kematian terbanyak sedangkan untuk Provinsi Lampung prevalensi kejadian diabetes melitus adalah 0,8% dengan prevalensi 6,9% pada penduduk diatas 15 tahun (Riskesdas, 2014).

Prevalensi DM tipe 2 berhubungan dengan perubahan gaya hidup, kebiasaan konsumsi makanan tinggi kalori, kurangnya aktivitas, merokok, obesitas dan urbanisasi serta berhubungan dengan adanya gangguan tidur (Holt et al, 2010). Hubungan antara tidur dengan terjadinya suatu penyakit dapat bersifat timbal balik. Gangguan tidur merupakan salah satu resiko terjadinya penyakit seperti DM dan sebaliknya DM tipe 2 juga dapat menyebabkan terjadi gangguan tidur (Black, 2008;Taub & Redeker, 2008). Menurut Spiegel et al (1999) gangguan tidur berhubungan dengan resiko terjadinya DM, dimana individu yang tidur malamnya kurang dari empat jam memiliki resiko untuk mengalami gangguan toleransi glukosa dibandingkan dengan kelompok yang tidurnya cukup. Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan, depresi, dan nyeri akibat neuropati.

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Menurut Venes (2009) tidur merupakan periode istirahat yang berlangsung secara berkala melalui beberapa tahap mulai dari adanya penurunan kesadaran sampai dengan tidak adanya aktivitas. Tidur berfungsi untuk mempertahankan status kesehatan yang optimal melalui


(23)

3

periode istirahat untuk menyimpan dan menyiapkan energi untuk kegiatan berikutnya. Secara fisiologis periode tidur terdiri dari periode terjaga, tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tidur Rapid Eye Movement (REM) (Steiger, 2003; Loriz, 2004).

Menurut Colten & Altevogt (2006) terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi tidur seperti faktor fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Adanya perubahan pada aspek fisik psikologis, sosial dan lingkungan dapat mengakibatkan berkurangnya waktu tidur. Tidur yang kurang dapat menyebabkan beberapa gangguan pada respon imun, metabolisme endokrin dan fungsi kardiovaskuler (Gay, (2010 dalam Caple & Grose, 2011). Akibat berkurangnya waktu tidur dapat mempengaruhi fungsi system endokrin terutama terkait dengan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin dan berkurangnya respon insulin.

Perubahan sistem endokrin yang terjadi selama periode tidur malam berhubungan dengan adanya sekresi beberapa hormon yang tentunya berakibat secara sistemik termasuk status gizi seseorang. Peningkatan produksi insulin akan meningkatkan laju metabolisme didalam tubuh yang menyebabkan akan terjadinya peningkatan berat badan dan sebaliknya resistensi insulin yang juga dapat ditimbulkan akan menyebabkan penurunan berat badan akibat menurunnya asupan nutrisi kedalam tubuh (Spiegel, 2008). Mahasiswa merupakan salah satu kelompok yang memiliki banyak kegiatan dalam kesehariannya. Beban kuliah dan tugas serta aktivitas sosial terkadang menuntut mereka untuk mengurangi atau merubah pola tidur mereka. Kondisi ini tentu saja akan menyebabkan masalah dengan kualitas tidur mereka yang


(24)

4

dapat menimbulkan permasalahan khususnya dibidang kesehatan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian perbedaan rerata kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Prevalensi diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun semakin bertambah tak terkecuali di Indonesia menyebabkan banyak kerugian terutama di bidang kesehatan. Multifaktorial yang terlibat sebagai penyebab tingginya insidensi kejadian diabetes melitus sehingga membutuhkan keterlibatan banyak pihak dalam pencegahannya. Salah satu faktor yang masih jarang diteliti adalah bagaimana pengaruh kualitas tidur terhadap kadar glukosa darah serta hubunganya dengan status gizi. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Berapakah rerata kadar glukosa darah sewaktu pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

2. Bagaimana status gizi pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. Bagaimana kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

4. Apakah terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(25)

5

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rerata kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rerata kadar glukosa darah sewaktu pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

2. Mengetahui status gizi pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. Mengetahui kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

4. Mengetahui rerata perbedaan kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(26)

6

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu : 1.4.1 Bagi Penulis

Menambah wawasan tentang penelitian rerata perbedaan kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4.2 Bagi Universitas

Semoga dengan adanya karya tulis ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pengunjung perpustakaan yang membacanya dan juga dapat menambah perbendaharaan perpustakaan Universitas Lampung.

1.4.3 Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian selanjutnya yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sabagai bahan acuannya.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya tidur untuk menjaga kesehatan dan mengetahui peranan tidur terhadap kadar glukosa darah dan status gizi.


(27)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Glukosa Darah

2.1.1. Pengertian Glukosa Darah

Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa dalam darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi makanan (Mayes, 2001).

2.1.2. Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar glukosa darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lainnya (Price, 2005).


(28)

8

Kadar glukosa darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar glukosa darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Guyton, 2007).

Patokan–patokan yang dipakai di Indonesia adalah (Perkeni, 2011): 1. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah.

Pada ketetapan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO dalam petemuan tahun 2005 disepakati bahwa angkanya tidak berubah dari ketetapan sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1999, yaitu:

Tabel 1. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah (Sumber: Perkeni, 2011)

Metode Kadar Glukosa Darah

Pengukuran Normal DM IGT IFG

Glukosa darah Puasa

(Fasting Glucose)

< 6,1 mmol/L (<110 mg/dL)

≥ 7,0 mmol/L (≥

126 mg/dL)

< 7.0 mmol/L (<126mg/dL)

< 6,1mmol/L (< 10mg/dL) Glukosa darah

2 jam Nilai yang ≥11,1 mmol/L ≤11,1mmol/L <7,8 mmol/L setelah makan sering dipakai

(2-hglucose) tidak spesifik (≥200mg/dL) (≤200mg/dL) (<140 g/dL)

<7,8 mmol/L Jika diukur


(29)

9

2. Kadar glukosa darah normal(Normoglycaemia)

Normoglycaemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah yang ada mempunyi resiko kecil untuk dapat berkembang menjadi diabetes atau menyebabkan munculnya penyakit jantung dan pembuluh darah.

3. IGT(Impairing Glucose Tolerance)

IGT oleh WHO didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mempunyai resiko tinggi untuk terjangkit diabetes walaupun ada kasus yang menunjukkan kadar glukosa darah dapat kembali ke keadaan normal. Seseorang yang kadar glukosa darahnya termasuk dalam kategori IGT juga mempunyai resiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah yang sering mengiringi penderita diabetes. Kondisi IGT ini menurut para ahli terjadi karena adanya kerusakan dari produksi hormon insulin dan terjadinya kekebalan jaringan otot terhadap insulin yang diproduksi.

4. IFG(Impairing Fasting Glucose)

Batas bawah untuk IFG tidak berubah untuk pengukuran glukosa darah puasa yaitu 6.1 mmol/L atau 110 mg/dL. IFG sendiri mempunyai kedudukan hampir sama dengan IGT. Bukan entitas penyakit akan tetapi sebuah kondisi dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara optimal dan terdapatnya


(30)

10

gangguan mekanisme penekanan pengeluaran glukosa dari hati ke dalam darah.

2.1.3 Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah Macam-macam pemeriksaan glukosa darah 1. Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut (Depkes RI, 1999). 2. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan (DepkesRI, 1999).

`

2.1.4. Sampel Pemeriksaan 1. Jenis sampel

Dahulu pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap, tetapi sekarang sebagian besar laboratorium melakukan pengukuran kadar glukosa dalam serum. Hal ini disebabkan karena eritrosit memiliki kadar protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum, sedangkan serum memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila dibandingkan dengan darah


(31)

11

lengkap serum melarutkan lebih banyak glukosa. (Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2011)

Serum atau plasma harus segera dipisahkan dari sel-sel darah sebabsel darah walaupun telah berada di luar tubuh tetap memetabolisme glukosa. Darah yang berisi sangat banyak lekosit dapat menurunkan kadar glukosa. Pada suhu lemari pendingin kadar glukosa dalam serum tetap stabil kadarnya sampai 24 jam, tanpa kontaminasi bakterial kadar glukosa dapat bertahan lebih lama dari 24 jam (Darwis, 2005).

2.1.5. Metode pemeriksaan

Untuk mengukur kadar glukosa dipakai terutama dua macam teknik. Cara-cara kimia memanfaatkan sifat mereduksi molekul glukosa yang tidak spesifik. Pada cara-cara enzimatik, glukosa oksidase bereaksi dengan substrat spesifiknya, yakni glukosa, dengan membebaskan hidrogen peroksida yang banyaknya diukur secara tak langsung. Nilai-nilai yang ditemukan dalam cara reduksi adalah 5-15 mg/dl lebih tinggi dari yang didapat dengan cara-cara enzimatik, karena disamping glukosa terdapat zat-zat mereduksi lain dalam darah. Sistem indikator yang dipakai pada berbagai metode enzimatik yang otomatik berpengaruh kepada hasil penetapan, jadi juga kepada nilai rujukan (Darwis, 2005).


(32)

12

a. Metode Folin

Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat darah bebas protein dipanaskan dengan larutan CuSO4 alkali. Endapan CuO yang dibentuk glukosa akan larut dengan penambahan larutan fosfat molibdat. Larutan ini dibandingkan secara kolorimetri dengan larutan standart glukosa.(Sacher, 2004 )

b. Metode Samogyi-Nelson

Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat mereduksi Cu dalamlarutan alkali panas dan Cu direduksi kembali oleh arseno molibdat membentuk warna ungu kompleks (Dunning, 2009). c. Ortho–tholuidin

Prinsipnya adalah dimana glukosa akan bereaaksi dengan ortho –tholuidin dalam asam acetat panas membentuk senyawa berwarna hijau. Warna yang terbentuk diukur serapannya pada panjang gelombang 625 nm (Sacher, 2004).

d. Glukosa oksidase/peroksidae

Glukosa oksidase adalah suatu enzim bakteri yang merangsang oksidasi dengan menghasilkan H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase oksigen dari peroksid ini dialihkan ke acceptor tertentu menghasilkan suatu ikatan berwarna. Metode-metode pemeriksaan glukosa oksidase/peroksidae :

1. Gluc–DH

Prinsip : Glukosa dehydrogenase mengkatalisasi oksidasedari glukosa sesuai persamaan sebagai berikut :


(33)

13

Gluitc - DH

Beta–D–Glukosa+NAD D –Gluconolactone+NADH+ H+

Jumlah NADH yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa. Apabila glukosa di dalam urin atau liquor yang harus diukur, maka dianjurkan menggunakan metode ini,karena lebih spesifik.

2. GOD–PAP

GOD- PAP merupakan reaksi kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada daerah cahaya yang terlihat oleh mata. Prinsip : Glukosa oksidase (GOD) mengkatalisasi oksidasi dari glukosa menurut persamaan berikut :

Glukosa + O2 + H2O Gluconic acid + H2O Hidrogen peroksida yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi dengan 4–aminoantipyrin ( 4–Hydroxybenzoic acid ).

Dengan adanya peroksidase (POD) dan membentuk N- ( 4-antipyryl ) – P- benzoquinone imine.Jumlah zat warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa.

3. Gluco quant ( Heksokinase/ G6–DH ) HK

Prinsip : Glukosa + ATP G–6–P + ADPG6P - DH


(34)

14

4. GOD period (Test combination) GOD

Prinsip : Glukosa + O2 + H2O Glukonat + H2O2POD H2O2 + ABTS* Coloured complex + H2O

Presipitasi ringan yang terlihat pada larutan deproteinisasi tidak akan mempengaruhi hasil pemeriksaan (Sacher, 2004).

2.2. Tidur

2.2.1. Pengertian

Tidur merupakan keadaan normal yang ditandai dengan adanya perubahan kesadaran selama tubuh dalam periode istirahat. Selama periode tidur terjadi penurunan kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan yang ada disekitarnya namun individu dapat dibangunkan dari tidurnya kembali dengan rangsangan dari luar. Tidur merupakan suatu siklus yang ditandai adanya penurunan kesadaran dan aktivitas fisik dan proses metabolism disertai adanya periode mimpi selama periode tertentu dan berulang (Black, 2008).

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan yang memungkinkan tubuh dan pikiran tetap berfungsi optimal. Selama periode tidur otak akan mengolah memori jangka panjang, mengintegrasikan informasi yang baru serta memperbaiki jaringan otak dan sel saraf serta berperan dalam proses biokimia (National


(35)

15

Institute of Neurogical Disorder, 2001). Gangguan tidur yang dialami pasien dapat terjadi pada berbagai situasi baik fisik, psikologis maupun lingkungan (Scott, 2004).

Menurut Parish (2009) gangguan tidur merupakan masalah yang umum terjadi pada pasien yang mengalami suatu penyakit seperti DM dan sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya keluhan nokturia dan nyeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teixeira, Zanetti& Pereira (2008) terhadap 54 pasien dengan DM tipe 2 di Sao Paolo menunjukkan sebanyak 24 pasien (48%) memiliki kualitas tidur yang kurang.

2.2.2 Anamnesis

Pasien mencakup aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual melalui tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian merupakan tahap awal dalam pemberian asuhan keperawatan serta interaksi pertama ketika akan memenuhi kebutuhan pasien. Selama pengkajian perawat melakukan pengkajian mulai dari kepala sampai ujung kaki untuk menetapkan masalah utama pada pasien (Craig et al, 2006). Pemberian terapi pada pasien yang mengalami gangguan tidur perlu melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan serta melakukan pemeriksaan fisik yang terkait dengan gangguan tidur (Harkreader,et al, 2007).


(36)

16

a. Riwayat Tidur

Kualitas tidur merupakan salah satu aspek yang perlu dikaji pada pasien dengan DM tipe 2. Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan mulai menanyakan tentang riwayat tidurnya selama ini. Pengkajian tentang riwayat tidur bertujuan untuk memperoleh informasi secara singkat dari pasien tentang keadekuatan pemenuhan kebutuhan tidurnya serta untuk mendapatkan informasi antara lain terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tidurnya (Scott, 2004).

b. Pola tidur

Pola tidur pasien dapat dikaji dengan menanyakan tentang jam berapa biasanya pasien berangkat tidur, jam berapa biasa mulai tidur, berapa kali terbangun selama tidur dan apa penyebabnya serta apa saja yang dilakukan, jam berapa biasa bangun tidur, berapa lama biasa tetap berbaring diatas tempat tidur sebelum turun dari tempat tidur serta menanyakan tentang berapa jam rata-rata tidurnya sehari-hari. Hasil pengkajian tentang pola tidur dapat dibandingkan dengan pasien lain dengan umur yang sama untuk menentukan apakah terdapat masalah dengan pola tidur pasien.

c.Gangguan tidur

Pengkajian terkait dengan gangguan tidur adalah untuk menjelaskan tentang kemungkinan masalah atau gangguan tidur yang dialami pasien. Pengkajian untuk mengidentifikasi adanya


(37)

17

gangguan tidur antara dilakukan dengan menanyaan pada pasien tentang durasi tidurnya, tanda dan gejala ang dirasakan, kapan mulai dan sudah berapa lama gangguan tidur dialami, faktor pencetus terjadinya gangguan tidur yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, pola makan, kebiasaan penggunaan obat-obatan untuk membantu tidur serta dampak yang dirasakan oleh pasien (Potter & Perry, 2007).

Gangguan tidur yang umum terjadi adalah disomnia yang ditandai dengan gangguan untuk memulai dan mempertahankan waktu tidur serta parasomnia yang merupakan perilaku abnormal atau gangguan psikologi yang terjadi selama periode tidur (Harkreader et al, 2007). Insomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai adanya ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan tidur, sering terbangun, bangun pagi lebih awal dan merasa kesulitan untuk melanjutkan tidur kembali. Insomnia menyebabkan periode tidur NREM lebih pendek dan menyebabkan keluhan fatique dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Secara subyektif individu yang mengalami insomnia merasakan kualitas tidur yang kurang dan tidak adekuat (National Institute of Health, 2005)

Sleep apnea merupakan gangguan tidur yang disebabkan adanya gangguan aliran udara dalam saluran pernafasan yang dapat mengakibatkan seseorang terbangun dari tidurnya. Penyebab sleep apnea antara lain adalah adanya penurunan kekuatan otot pada


(38)

18

saluran nafas bagian atas yang ditandai dengan suara mendengkur disertai henti nafas selama 20-30 detik dan dapat terjadi sebanyak 20-30 kali selama periode tidur. Sleep apnea menyebabkan udara yang mengalir ke dalam paru-paru berkurang sehingga oksigen dalam darah menurun akibatnya respon dari otak akan menyebabkan seseorang terbangun dari tidurnya. Menurut Chasens& Olshansky (2006) obesitas merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan terjadinya gangguan tidur sepertiobstruction sleep apnea(OSA) pada pasien DM tipe 2. Hasil penelitian oleh West et al (2010) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara obstruction sleep apnea (OSA) dan retinopati diabetikum pada laki-laki dengan DM tipe 2. Pada laki- laki dengan OSA rata-rata memiliki indeks masa tubuh (IMT) dan lingkar leher lebih besar dibandingkan pasien yang tidak mengalami OSA (West et al, 2010).

Rest Legs Syndrome (RLS) adalah gangguan tidur yang sering terjadi dengan ditandai adanya sensasi yang tidak nyaman, kesemutan pada kaki terutama pada betis yang akan hilang dengan menggerakkan kaki. Sensasi ini menimbulkan ketidaknyamanan dan mengganggu saat tidur. RLS sering terjadi pada pasien DM tipe 2 dan dapat menyebabkan gangguan tidur. Hal ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Lopes et al (2005) di Cear’a Brazil bahwa keluhan RLS ditemukan pada 27% pasien DM tipe 2, sedangkan sebanyak 45% pasien mempunyai kualitas tidur yang kurang berhubungan dengan usia (p=0.004), neuropati perifer (p=0.001) dan RLS (p=0.000).


(39)

19

Narkolepsi adalah gangguan tidur dengan karakteristik adanya rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari bahkan setelah tidur malam yang cukup. Narkolepsi kadang menyebabkan seseorang tertidur pada waktu dan tempat yang tidak tepat serta cenderung mudah terjatuh dalam tidur REM yang disertai dengan mimpi dan tidak melalui tahapan tidur mulai tidur NREM pertama sampai tidur REM. Parasomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan adanya gerakan abnormal dan perilaku yang tidak menyenangkan yang terjadi pada awal periode tidur, selama tidur dan sewaktu bangun tidur.Parasomniadapat berhubungan dengan aktivasi sistem saraf otonom, sistem saraf motorik atau proses kognitif selama waktu tidur atau dalam keadaan transisi dari periode tidur dan bangun. Gangguan tidur yang termasuk parasomnia satu diantaranya adalah nokturnal diuresis yang ditandai dengan kencing pada waktu tidur sehingga mengganggu siklus tidur (Potter & Perry, 2007; Harkreader,et al, 2007).

Sleep deprivation(SD) merupakan gangguan tidur atau keadaan tidur dengan jumlah waktu normal tetapi secara kualitas tidak adekuat yang ditandai dengan tidur sering terbangun. Sleep deprivation dapat mempengaruhi aktivitas fungsi sistem saraf pusat yang normalnya terjadi selama periode tidur. Dampak dari sleep deprivation dapat bersifat individual. Gangguan tidur yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi respon emosioal, kemampuan kognitif, daya ingat, perhatian, pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan (Colten & Altevogt, 2006)


(40)

20

d. Riwayat penyakit

Mengkaji tentang riwayat penyakit baik fisik maupun psikologis yang kemungkinan dapat mempengaruhi tidur. Gangguan tidur pada pasien dapat berhubungan dengan tanda dan gejala yang dirasakan serta dampak dari penatalaksanaan suatu penyakit seperti tindakan pembedahan dan pengobatan. Adanya peningkatan kadar glukosa darah pada DM tipe 2 akan menyebabkan terjadinya diuresis osmosis yang ditandai dengan peningkatan frekuensi berkemih yang salah satunya ditandai dengan adanya nokturia. Adanya keluhan nokturia menyebabkan pasien akan sering terbangun sawaktu tidur sehingga hal tersebut akan berdampak ada durasi kualitas tidur pasien (Cunha, Zanetti, &Hass, 2008).

e Status emosional

Status emosional yang dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien diantaranya adanya rasa cemas, takut, dan rasa khawatir yang berlebihan. Adanya kekhawatiran yang berlebihan dengan kondisi penyakit dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien (Lei et al, 2008). Gangguan tidur yang dialami pasien selain akibat adanya keluhan fisik dan faktor lingkungan juga dipengaruhi adanya kecemasa dan depresi (Hardy, 2008).

f. Aktivitas fisik yang dilakukan sebelum tidur

Pengkajian aktivitas fisik yang biasa dilakukan pasien sebelum tidur untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut bermanfaat bagi pasien atau justru dapat mempengaruhi tidurnya


(41)

21

merupakan hal yang penting. Ada sebagian pasien yang terbiasa melakukan latihan jam sebelum tidur dan sebaliknya beberapa pasien memerlukan waktu beberapa jam untuk rileks sebelum tidur (Potter & Perry, 2007).

g. Lingkungan

Mengkaji tentang lingkungan dan upaya yang dilakukan oleh pasien dalam meningkatkan kualitas tidurnya seperti pengaturan rungan atau kamar tidur serta kegiatan yang dilakukan sebagi pengantar tidur misalnya membaca, mendengarkan musik atau menonton televisi (Potter & Perry, 2007).

h. Keluhan fisik

Pemeriksaan fisik terhadap kemungkinan adanya perubahan tingkah laku akibat adanya gangguan tidur atau tidur yang kurang memuaskan. Manifestasi klinik terkait dengan gangguan tidur diantaranya adalah sering menguap, adanya lingkaran hitam dibawah mata, tremor, fungsi koordinasi berkurang, fatique, peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan pernafasan sedangkan gejala yang terkait dengan tingkah laku adalah disorientasi, kehilangan memori, perubahan mood atau suasana hati, kesulitan untuk konsentrasi, penurunan perhatian dan apatis (Harkreaderet al, 2007). Kualitas tidur yang kurang sangat merugikan dan mempengaruhi kesejahteraan yang berdampak negatif terhadap fungsi fisiologis, psikologis dan pekerjaan (Riegel & Weaver, 2009).


(42)

22

2.2.3. Fisiologi tidur

Tidur merupakan proses fisiologis yang berulang dalam periode tertentu. Pengaturan siklus tidur merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan. Mekanisme homeostasis dalam siklus tidur berhubungan dengan aktivitas sel-sel neuron dalam batang otak serta peran dari neurotransmiter yang diproduksi hipotalamus. Waktu tidur dikontrol oleh Suprachiasmatic Nucleus (SCN) yang menyebabkan timbulnya rasa mengantuk ketika malam hari. Pengaturan siklus tidur dan bangun sangat mempengaruhi fungsi tubuh dan respon tingkah laku (Juddith, 2010).

Siklus tidur terdiri dari tidur Non Rapid Eye Movements (NREM) dan tidur Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM merupakan 75-80% dari waktu tidur secara keseluruhan dan tidur REM sekitar 20-25% total waktu tidur yang bervariasi antara individu yang satu dengan yang lain. Rentang waktu dari siklus tidur mulai dari NREM sampai dengan REM memerlukan waktu kurang lebih 90-100 menit. Pada orang dewasa normal, tidur REM meningkat pada malam hari dan merupakan sepertiga dari waktu tidur (Stevens, 2008)

Selama periode tidur NREM terjadi beberapa perubahan fisiologis.Perubahan fisiologis yang terjadi selama periode tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) diantaranya adanya penurunan suhu tubuh, sekresi urine berkurang, denyut jantung dan frekuensi


(43)

23

pernafasan menjadi lebih pelan dan teratur. Sedangkan pada periode tidur Rapid Eye Movement (REM) frekuensi pernafasan dan denyut jantung lebih cepat dan tidak teratur, aliran darah ke otak meningkat dimana frekuensi pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah sangat bervariasi diantara individu. Selama 2 (dua) jam pertama periode tidur terjadi peningkatan sekresi hormon pertumbuhan (GH), hormon adrenokortikotropin (ACTH) sedangkan hormon kortisol disekresi selama pertengahan waktu tidur (Venes, 2009). 2.2.4 Fungsi tidur

Periode tidur merupakan bagian dari proses mempertahankan fungsi fisiologis normal. Tidur juga merupakan waktu yang diperlukan untuk memperbaiki dan menyiapkan energi yang akan dipergunakan setelah periode istrahat. Penggunaan energi selama sehari penuh perlu diganti dengan periode istirahat pada waktu malam hari yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan energi (David, Parker and Montgomery, 2004 dalam Potter & Perry, 2007).

Tidur REM sangat penting dalam memelihara fungsi kognitif. Tidur REM menyebabkan perubahan aliran darah ke otak, peningkatan aktivitas kortek, peningkatan konsumsi oksigen dan pengeluaran epinefrin. Tidur juga berfungsi untuk mempertahankan fungsi fisiologis, mental, memori, reglukosasi hormon dan aktivitas sistem imun (Harkreader,et al, 2007).


(44)

24

2.2.5 Tingkatan tidur normal

Menurut Loriz (2004) tidur yang normal dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu periode terjaga atau bangun tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tidur Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM dan REM merupakan komponen utama tidur yang adekuat serta penting untuk mempertahankan fungsi tubuh sehari-hari. Selama periode tidur NREM, hormon disekresi untuk meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Sedangkan tidur REM merupakan periode tidur yang aktif dan kadang disertai adanya mimpi. Tidur REM yang adekuat berperan dalam mengorganisasi informasi, proses belajar dan menyimpan memori jangka panjang (Colten & Altevogt, 2006).

a. Periode terjaga (Wakefulness)

Selama periode terjaga ditandai dengan mata terbuka dan adanya respon individu terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu individu tampak rileks selama periode ini dan disertai dengan mata yang tertutup (Sorresso & Mendelson 2000 dalam Loriz, 2004). b. Periode tidur NREM (75%)

Periode tidur NREM dimulai dari tidur ringan sampai tidur dalam. Tidur NREM berhubungan fungsi aktivitas otot, penurunan pernafasan, penurunan aktivitas otak (Loriz, 2004; Russo, 2006). Metabolisme dan aliran darah meningkat terutama pada daerah otak selama periode tidur dibandingkan saat terbangun seperti


(45)

25

sistem limbik yang berhubungan dengan respon emosi dan daerah yang berhubungan dengan fungsi visual (Wilson, 2008).

Tidur NREM terdiri dari 4 tahap dimana masing-masing tahap menunjukkan tingkat kedalaman tidur dengan karakteristik yang berbeda-beda. Adapun tahap-tahap periode tidur NREM adalah sebagai berikut :

a). Tahap 1 (5% NREM)

Tahap tidur yang berlangsung beberapa menit dan ditandai adanya penurunan aktivitas fisik, tanda-tanda vital dan metabolisme, mata mulai menutupi, perasaan lebih rileks, pikiran hilang timbul dan merasa seperti melayang, pada tahap ini individu mudah untuk dibangunkan dan ketika terbangun merasakan seperti mimpi, disebut juga dengan tidur ringan yang ditandai dengan kekuatan otot dan gerakan mata menurun (Loriz, 2004; Wilson, 2008).

b). Tahap 2 (45% NREM)

Tahap kedua terjadi selama 10-20 menit, ditandai dengan gerakan mata berkurang, keadaan yang lebih rileks serta masih mudah untuk dibangunkan (Loriz, 2004).

c). Tahap 3 (12% NREM)

Tahap ini disebut dengan tidur dalam yang berlansung sekitar 15-30 menit, ditandai dengan otot sangat rileks disertai dengan adanya penurunan tanda- tanda vital meliputi suhu, tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi pernafasan. Pada tahap ini


(46)

26

individu sulit untuk dibangunkan dan tampak jarang bergerak (Loriz, 2004; Wilson, 2008).

d).Tahap 4 (13% NREM)

Tahap tidur yang lebih dalam dan sulit untuk dibangunkan, disertai adanya penurunan tanda-tanda vital, otot sangat rileks, berlangsung sekitar 15-30 menit dan pada tahap ini individu dapat mengalami tidur berjalan dan adanya ketidakmampuan untuk menahan kencing (Bephage, 2005; Wilson, 2008).

e. Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tidur REM merupakan 20-25% dari siklus tidur. Tidur REM umumnya terjadi sekitar 90 menit setelah tertidur bersama siklus tidur NREM sepanjang malam hari yang ditandai adanya gerakan mata yang cepat, kelopak mata tertutup, pernapasan lebih cepat, tidak teratur dan dangkal, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, kekuatan otot lengan dankaki menurun (Patlak, 2005). 2.2.6 Perubahan fisiologis selama tidur

Perubahan fisiologis yang terjadi selama periode tidur antara lain adalah adanya penurunan suhu tubuh, sekresi urine meningkat, irama pernafasan dan denyut nadi menurun yang terjadi selama periode tidur NREM. Sedangkan perubaham fisiologis yang terjadi selama periode tidur REM adalah adanya peningkatan aliran darah ke otak, irama pernafasan tidak teratur, perubahan denyut jantung dan tekanan darah,


(47)

27

metabolisme meningkat. Peningkatan sekresi hormon pertumbuhan terjadi selama 2 jam pertama periode tidur. Sekresi hormon kortisol dan ACTH terjadi pada akhir periode tidur (Venes, 2009). Menurut Colten and Altevogt (2006) perubahan fisiologis yang terjadi selama periode tidur adalah sebagai berikut :

a. Kardiovaskuler

Perubahan pada tekanan darah dan denyut jantung terkait dengan aktivitas sistem saraf otonom.

b. Aktivitas sistem saraf simpatik

Aktivitas system saraf simpatik mengalami penurunan selama periode tidur NREM.

c. Pernafasan

Perubahan frekeunsi pernafasan dan fungsi ventilasi terjadi selama tidur dan meningkat menjadi lebih cepat terutama selama periode tidur REM.

d. Aliran darah otak

Tidur NREM berhubungan dengan penurunan aliran darah dan metabolisme. Metabolisme dan aliran darah meningkat terutama pada daerah otak selama periode tidur dibandingkan saat terbangun seperti sistem limbik yang berhubungan dengan respon emosi dan daerah yang berhubungan dengan fungsi visual (Scott, 2004).


(48)

28

e. Ginjal

Selama periode tidur terjadi penurunan ekskresi natrium, kalium, klorida dan kalsium dan menyebabkan penurunan aliran urine. Perubahan fungsi ginjal yang terjadi selama periode tidur sangat kompleks diantaranya adanya perubahan aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi hormon dan stimulasi saraf simpatik.

f. Endokrin

Perubahan fungsi endokrin yang terjadi selama periode tidur diantaranya berhubungan dengan hormon pertumbuhan (GH), hormon tiroid dan sekresi hormon melatonin. Sekresi hormon pertumbuhan terjadi beberapa jam setelah tidur dan umumnya terjadi selama periodesleep wave slow (SWS). ekresi hormon tiroid terjadi pada saat menjelang tengah malam, sedangkan hormon melatonin yang menekan rasa kantuk merupakan pengaruh dari aktivitas suprachiasmatic nucleus (SCN) yang dipengaruhi oleh siklus keadaan gelap dan terang dan ditekan oleh cahaya yang terang (Colten & Altevogt, 2006).

2.2.7 Faktor-Faktor yang mempengaruhi tidur a. Usia

Kebutuhan tidur mengalami perubahan sesuai dengan usia, pada umumnya gangguan tidur meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada orang dewasa kebutuhan waktu


(49)

29

istirahat tidur adalah kurang lebih 7-8 jam pada waktu malam hari untuk mempertahankan fungsi fisiologis setiap hari. Bertambahnya usia berhubungan dengan adanya penurunan kualitas tidur malam dimana sekitar 30% individu mengalami insomnia. Hubungan antara usia dengan insomnia adalah adanya perubahan irama sirkadian yang mengatur siklus tidur dan menyebabkan gangguan siklus tidur dan terjaga (Juddith, Julie, Elizabeth, 2010).

b. Gaya hidup

Perubahan pola tidur dapat dipengaruhi oleh aktivitas rutin sehari-hari. Pada individu yang bekerja dengan 2 shift siang dan malam sering kesulitan dalam mengatur jadwal tidurnya. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi pola tidur adalah akibat bekerja berat, latihan, aktivitas sosial yang larut serta perubahan pola makan waktu malam hari (Potter & Perry, 2007). c. Suhu

Suhu tubuh dapat mempengaruhi pola tidur. Peningkatan suhu tubuh dapat mengganggu pola tidur karena individu menjadi lebih sering terbangun (Potter Perry, 2007; Harkreader, et al, 2007).

d. Nutrisi

Kebiasaan pola makan yang baik sangat berhubungan dengan kesehatan salah satunya adalah pola tidur. Gangguan


(50)

30

pola tidur dapat berhubungan dengan pola makan. Hubungan pola makan dengan gangguan pola tidur dapat terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan makan sebelum waktu tidur seperti makan sebelum tidur dan makan yang berlebihan. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung kafein, nikotin, alcohol dan xanthine dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga berdampak pada perubahan pola tidur (Potter & Perry, Harkreaderet al, 2007).

e. Latihan

Latihan dapat mempengaruhi tidur sewaktu malam hari. Bertambahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan aktivitas tidur REM dan NREM. Latihanakan meningkatkan keluhan fatique sehingga akan memicu produksi soporotic atau sleep-inducing effectdan akan meningkatkan waktu istiharat dan tidur. Latihan yang dilakukan kurang lebih 2 jam sebelum tidur dapat memberikan waktu tubuh untuk istirahat akibat adanya rasa lelah serta akan meningkatkan relaksasi (Potter & Perry, 2007; Harkreaderet al, 2007).

f. Stress emosional

Emosi dan rasa khawatir yang berlebihan dapat mengganggu pola tidur individu. Stress emosional menyebabkan adanya tekanan yang seringkali menimbulkan frustasi sehingga individu akan mengalami kesulitan untuk memulai tidur atau


(51)

31

sebaliknya pada beberapa individu stress akan menyebabkan individu cenderung untuk lebih banyak tidur (Harkreader et al, 2007; Hardy, 2008).

g. Merokok

Kadar nikotin yang tinggi menyebabkan peningkatan waktu terjaga dan perilaku agitasi. Nikotin memiliki waktu paruh sekitar 1-2 jam, individu yang merokok lebih dari 1 batang dalam beberapa jam menjelang waktu tidur akan mengalami kesulitan untuk memulai tidur. Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan paru secara permanen sehingga menimbulkan hipoksia. Hipoksia menyebabkan keluhan fatique sehingga tubuh memerlukan waktu yang lama untuk istirahat (Potter & Perry, Harkreader et al, 2007).

h. Lingkungan

Lingkungan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu memulai tidur dan mempertahankan waktu tidurnya. Keadaan ventilasi yang baik, suhu yang nyaman, penerangan ruangan yang cukup serta ukuran dan posisi tempat tidur merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan waktu istirahat dan tidur yang cukup (Potter & Perry, 2007; Harkreader et al, 2007).


(52)

32

i. Penyakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi pola tidur diantaranya adalah asma, penyakit jantung koroner, hipertensi, hipotiroidi, hipertiroid dan diabetes (Potter & Perry, 2007). Diabetes dan gangguan tidur saling berhubungan dimana diabetes dapat menyebabkan gangguan tidur dan sebaliknya beberapa penelitian menunjukkan banhwa tidur yang kurang akan meningkatkan resiko mengalami diabetes (Juddith, Julie& Elizabeth, 2010; Smith, 2010).

2.2.8 Kualitas tidur

Kualitas tidur merupakan gambaran secara subyektif yang menjelaskan tentang kemampuan untuk mempertahankan waktu tidur serta tidak adan gangguan yang dialami selama periode tidur yang secara subyektif diukur dengan menggunakan kuesioner standar dan pengukuran secara obyektif dengan menggunakan polygraph atau berdasarkan observasi (Cauter, 1997). Pengkajian tentang kualitas tidur pada pasien DM dapat dilakukan dengan kuesioner the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang terdiri dari tujuh komponen meliputi waktu yang diperlukan untuk dapat memulai tidur (sleep latency), lamanya waktu tidur (sleep duration), prosentase antara waktu tidur dengan waktu yang yang dihabiskan pasien diatas tempat tidur (sleep efficiency), gangguan tidur yang sering dialami sewaktu malam hari (sleep disturbance),


(53)

33

kebiasaan penggunaan obat-obatan untuk membantu tidur, gangguan yang sering dialami saat siang hari dan (subyective sleep quality) kualitas tidur secara subyektif (Buysse, 1989). Hasil penelitian oleh Lei Zhang et al (2009) tentang kualitas tidur dan faktor yang mempengaruhi gangguan tidur menunjukkan selama menjalani perawatan di rumah sakit jumlah pasien yang memiliki kualitas tidur buruk sebesar 45.6% dan setelah menjalani perawatan pasien yang kualitas tidurnya menurun adalah sebanyak 57.4%. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pasien selama di rumah sakit antara lain adalah adanya kecemasan terkait penyakitnya, adanya ketidak nyamanan, sering kencing dimalam hari dan suara gaduh dari sepatu perawat.

Hasil penelitian tentang kualitas tidur pada pasien yang dirawat di rumah sakit menunjukkan bahwa kualitas tidur pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit lebih buruk dibandingkan dengan individu yang sehat. Tidur yang kurang dapat memiliki dampak terhadap status kesehatan dan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit. Gangguan tidur menyebabkan keluhan mengantuk, meningkatkan fatique, mood negative dan disorientasi. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga hal tersebut perlu menjadi perhatian perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepeda pasien (Do’gan, Ertekin, & Dogan, 2004).


(54)

34

Gangguan tidur pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dapat berhubungan dengan tanda dan gejala klinik. Menurut Cunha, Zanetti & Hass (2008) gangguan tidur yang terjadi pada pasien DM berhubungan dengan adanya gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinyadiuresis osmotik dan dehidrasi yang dimanifestasikan dengan gejala nokturia serta adanya gejala stress dan kecemasan sehingga mengurangi waktu tidur.

2.2.9 Hubungan tidur dengan kadar glukosa

Pengaturan kadar glukosa darah dipertahankan dalam keadaan normal melalui keseimbangan antara produksi glukosa oleh hepar dan penggunaan glukosa oleh jaringan. Selain itu pengaturan keseimbangan glukosa darah juga berhubungan dengan kemampuan sel beta kelenjar pankreas untuk mensekresi insulin serta kemampuan insulin untuk menghambat produksi glukosa oleh hepar. Penurunan toleransi glukosa dapat terjadi selama periode tidur malam dan pada saat tidur siang. Selama tidur juga terjadi peningkatan kadar glukosa darah dimana rentang peningkatan kadar glukosa berkisar antara 20-30% dan maksimal terjadi pada pertengahan periode tidur (Spiegelet al, 2009).

Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis. Aktivitas HPA dan sistem saraf simpatis dapat merangsang pengeluaran hormon


(55)

35

seperti katekolamin dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan berhubungan dengan DM tipe 2 (Taub & Redeker, 2008). Perubahan respon tubuh yang terjadi akibat adanya gangguan tidur adalah terjadinya peningkatan resistensi insulin sehingga sel tidak dapat menggunakan hormon secara efisien (Smith ,2010).

Tidur dapat mempengaruhi produksi katekolamin sistem saraf simpatis. Selama periode tidur terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Selain hal tersebut tidur juga mempengaruhi produksi epinefrin dan norepinefrin serta pengeluaran melatonin (Carlsonet al, 2007).

Mekanisme hubungan antara gangguan tidur seperti sleep apnea dengan metabolisme glukosa belum jelas. Gangguan tidur seperti sleep apnea menyebabkan gangguan aliran udara pada saluran pernafasan hal tersebut akan memicu terjadinya hipoksia dan merangsang individu untuk bangun dari tidurnya, hal tersebut tentunya akan mengurangi waktu normal tidur individu.

Gangguan tidur dapat menyebabkan rangsangan pada sistem saraf simpatik, Axis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal dan jaringan adiposa. Aktivasi sistem saraf simpatik memicu pengeluaran katekolamin, kortisol, sitokin dan substansi vasoaktif lain yang dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin dan munculnya gejala DM (Punjabi & Beamer (1995 dalam Colten & Altevogt, 2006).


(56)

36

Periode tidur terdiri dari tidur REM dan tidur NREM. Tidur NREM ditandai adanya tidur yang dalam. Periode tidur NREM dapat mempengaruhi metabolisme glukosa di otak, keseimbangan aktivitas saraf simpatis dan pengeluaran hormon yang memiliki sifatcounter-reglukosatory serta juga terjadi peningkatan kadar hormon pertumbuhan sampai aktivitas HPA axis dihambat (Spiegelet al, 2009). Menurut Bergman (1989) dalam Speigel et al (2009) akibat adanya gangguan pada periode tidur NREM selama 3 hari dapat menyebabkan penurunan sesitivitas insulin sekitar 25% dan merupakan salah satu faktor resiko timbulnya DM (Carlsonet al, 2007).

2.3. Status Gizi

2.3.1. Definisi Status Gizi

Merupakan suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005). Salah satu cara pengukuran status gizi adalah dengan menggunakan perhitungan indeks massa tubuh (IMT). Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting karena selain


(57)

37

mempunyai risiko terjadinya penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan.Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan berat badan yang ideal atau normal (Supariasa, 2004).

2.3.2. Penilaian Status Gizi

Merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Penilaian langsung

a. Antropometri

Merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2004). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik. Salah satu metode yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk pengukuran status gizi adalah denngan pengukuran IMT (Gibson, 2005).


(58)

38

b. Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

c. Biokimia

Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional (Baliwati dkk., 2004).


(59)

39

d. Biofisik

Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2004).

2. Penilaian tidak langsung a. Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati dkk., 2004).

b. Statistik vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).


(60)

40

c. Faktor ekologi

Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2004). 2.3.3. Klasifikasi Status Gizi

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, sehingga mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2004). Indeks Massa Tubuh telah direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada remaja. Keuntungan menggunakan IMT berdasarkan umur yaitu dapat digunakan untuk remaja muda, IMT berhubungan dengan kesehatan dan dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium atau pengukuran lemak tubuh. Selain menggabungkan indeks Berat badan/Tinggi badan (BB/TB) dengan umur, indikator ini juga telah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total bagi mereka yang berada di atas percentil yang normal. Indikator ini juga memberikan data dengan kualitas tinggi dan berkesinambungan dengan


(61)

41

indikator yang direkomendasikan untuk dewasa. IMT dihitung dengan rumus:

IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2.(WHO, 2004). Berikut adalah klasifikasi IMT berdasarkan WHO:

Tabel 4. Klasifikasi berat badan pada orang dewasa berdasarkan IMT

menurut WHO (2004).

Klasifikasi IMT

(kg/m2) Resiko ko-morbid

Kurus Normal Gemuk

Beresiko Obesitas Kelas I Obesitas Kelas II

<18,5 18,5-22,9 >23,0 23,0-24,9 25-29,9 >30,0 rendah rata-rata meningkat sedang berat Sumber: Who, 2004

2.4. Kerangka Teori

Pengaturan kadar glukosa darah dipertahankan dalam keadaan normal melalui keseimbangan antara produksi glukosa oleh hepar dan penggunaan glukosa oleh jaringan. Selain itu pengaturan keseimbangan glukosa darah juga berhubungan dengan kemampuan sel beta kelenjar pankreas untuk mensekresi insulin serta kemampuan insulin untuk menghambat produksi glukosa oleh hepar. Penurunan toleransi glukosa dapat terjadi selama periode tidur malam dan pada saat tidur siang. Selama tidur juga terjadi peningkatan kadar glukosa darah dimana rentang peningkatan kadar glukosa berkisar antara 20-30% dan maksimal terjadi pada pertengahan periode tidur (Spiegel et al, 2009).


(62)

42

Gambar 2.1. Kerangka Teori perubahan kadar glukosa darah dan status gizi disebabkan gangguan kualitas tidur.

2.5. Kerangka Konsep

Gangguan Tidur (Kualitas) (Variabel Independent) IramaSirkadian

Ganguan kesehatan

Psikososial Sosial

Penurunan sensitivitas insulin, peningkatan kortisol ,Hipotalamus-Pituitari-Adrenal(HPA)

Peningkatan Kadar Glukosa & perubahan

Status Gizi (Variabel Dependent) Gangguan Tidur (Kualitas)

(Variabel Independent)

IramaSirkadian

Ganguan kesehatan

Fisiologi Psikososial Sosial

Aktifitas Fisik, Diet, Kondisi

Kesehtan, Kerja pancreas.

Penurunan sensitivitas insulin, peningkatan kortisol , Hipotalamus-Pituitari-Adrenal(HPA)

Penyakit Psikologi Aktivitas Obat-obatan

Peningkatan Kadar Glukosa & perubahan

Status Gizi (Variabel Dependent)

Gambar 2.2. Kerangka konsep hubungan kualitas tidur dengan perubahan kadar glukosa darah dan status gizi.


(63)

43

2.6. Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas, dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut: Terdapat perbedaan kadar glukosa darah dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(64)

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana data pengukuran kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi serta kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung di ambil dalam waktu yang bersamaan (Dahlan, 2008).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Lampung. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2015. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah


(65)

45

Mahasiswa angkatan 2012 fakultas kedokteran di Universitas Lampung. Tekhnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini total sampling yang berarti semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi akan dijadikan sampel. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang digunakan sebagai berikut:

Kriteria Inklusi :

1. Mahasiswa FK Unila angkatan 2012

2. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian yang ditandai dengan mengisi informconsent.

Kriteria Eksklusi : 1. Sedang diet.

2. Mengkonsumsi obat-obatan yang menggangu hasil penelitian. 3. Riwayat keluarga atau menderita diabetes mellitus.

3.4. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan mempengaruhi variabel terikat (Dahlan, 2008). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kadar glukosa darah dan status gizi. Variabel bebasnya adalah kualitas tidur.

3.5. Definisi Oprasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini dan agar penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi oprasional sebagai berikut :


(66)

46

Tabel 3.1. Defnisi oprasional

No Variabel Definisi Hasil ukur Skala

1 Kualitas Tidur

Kualitas tidur responden yang dengan menggunakan Pitsburg Sleep Quality Index (PSQI).

a. Baik5

b. Kurang Baik >5

Nominal

2 Kadar

glukosa

Kandungan glukosa darah dalam satuam mg/dl darah

Kadar glukosa dalam mg/dl

Rasio 3 Status gizi Berat badan (kg) dibagi

tinggi badan (m) kuadrat

Indeks massa tubuh Rasio

3.6. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian

Pembuatan proposal, perijinan, koordinasi

1. Tahap Persiapan

2. tahap Pelaksanaan

3. tahap Pengolahan Data

Analisis data Pemilihan sampel Kriteria Inklusi Pengisian informed consent Kriteria Eksklusi

Kualitas tidur Status Gizi Kadar Glukosa

Pengisian Kuesioner Pengukuran Berat dan Tinggi Badan

Pengukuran Glukosa darah

Pengisian data penelitian pencatatan


(1)

49

maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal (Dahlan, 2008).

Uji statistik yang digunakan adalah uji T- tidak berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih bila datanya berbentuk skala ordinal. Namun, bila distribusi data tidak normal dapat digunakan ujiMann Whitney( Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji Uji T-tidak berpasangan adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Uji hipotesis dikatakan bermakna secara statistik bila didapatkana <0,05..

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk mendapatkan surat keterangan lolos kaji etik sehingga penelitian dapat dilaksanakan serta melakukaninformed consentkepada subjek untuk meminta kesediaanya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Rerata kadar glukosa darah sewaktu pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung adalah 146,04±28,68.

2. Rerata status gizi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam kategori baik.

3. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 105 (71,4%) hanya 42 (28,6%) responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk.

4. Terdapat perbedaan bermakna kadar glukosa darah sewaktu dan status gizi berdasarkan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

5.2 SARAN

1. Peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis penelitian yang serupa sehingga memperkaya referensi penelitian yang ada;

2. Peneliti lain juga disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain seperti: usia, jenis kelamin, dan faktor lain yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi kualitas tidur.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akhlaghi, M, Kargoshaie, A.A, Najafi, M, Khazraie, H.R, Hekmatdoost, A , 2009. The correlation between tonsil size and academic performance is not a direct one, but the result of various factors. Acta Otorhinolaryngologica Italia; 29:258-255.

Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (id): PT Gramedia Pustaka Utama; 2010

Anshari AL. 2014. Gambaran kadar glukosa darah sewaktu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang berisiko tinggi diabetes melitus tipe 2. [Skripsi]. Padang. Unand.

Arifin Z. 2011. Analisis hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 di RS Propinsi NTB. [Skripsi] Depok. UI. Aziz, W. 2012. Hubungan Antara Asupan Energi dengan Status Gizi Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Bastaman, T. K.,. Arti Tidur Dalam Kehidupan Sehari-hari. Jakarta, Majalah Cermin Dunia Kedokteran, 1988. 53. 3-4.

Bawazeer, N.M., Al-daghri, N.M., Valsamakis, G., et al. (2009). Sleep duration and quality associated with obesity among arab children. Obesity, 17(12), pp. 2251-2253.

Black JM. & Hawks JH. 2008. Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. 7th Edition. St louis missouri: Elsevier saunders. Brick, C.A, Selly, D.L., Palermo, T.M., 2010 Association Between Sleep Hygiene

and Sleep Quality in medical Students.Behav Sleep Med.8(2):113-15 Caple and Grose. 2011. Sleep and hospitalization. Evidance-Based Care Sheet.

Sleep and and hospitalization. Cinahl Information System. ICD-9. V69.4. ICD-10. G47.8

Carvalho, M. J. (2001). Gender and Children‟sTime Use.

Colten RH, Altevogt MB. 2006. Sleep disorder and sleep deprivation: An unmet public health problem. Washington, DC: The National Academic Press. Cunha, da B.C.M. Sleep Quality in type 2 diabetes melitus. Rev latino-am


(4)

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Dogan O., Ertekin S., Dogan S. et al. 2005. Sleep quality in hospitalized patients. Journal of Clinical Nursing. 14; 107-113.

Dunning, M. B. 2009. A Manual of Laboratory andDiagnostic Test. 8 th Ed. Lippincott Williams & Wilkins.

Fauzan R., 2013. Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2013/2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Guyton, A. C. and Hall, J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.

Holt and Kumar. 2010. ABC of Diabetes. Sixth edition. UK: Wiley-Blackwell Hardy, S. A double bind : Disturbed sleep and depression. Practice

Nursing.2008. 19 (2).

Harkreader H., Hogan M.A., Thobaben M. et al. 2007. Fundamentals of nursing. Caring and clinical judgment. Third Edition. Missouri : Saunders Elsevier.

International Diabetes Federation.Diabetes Evidence Demands Real Action From The Un Summit On Non-Communicable Disease. 2011. Diakses dari http://www.idf.org/diabetes-evidence-demands-real-action-un-summit-non-communicable-disease pada tanggal 1 Maret 2015..

Javaheri, S., Isser, A.S., Rosen C.L.,dan Redline.S, 2008. Sleep Quality and Elevated Blood Pressure in Adolescents. American Heart Association,Inc. Journal Circulation.118:1034-40.

Lei, Z., Qiongjing, Y., Qiuli, W., Sabrina, K, Xiaojing, L., and Changli, W. 2009. Sleep quality and sleep disturbing factors of inpatients in a chinese general hospital. Journal of Clinical Nursing. 2009. 18; 2521-29.

Lemma, S., Gelaye, B., Berhane, Y., Worku, A., Williams., M.A., 2012. Sleep Quality and Its Psychological Correlates Among University Students In Ethiopia: A Cross-Sectional Study. BMC Psychiatry 12(237):1-14. Levine JP. 2008. Type 2 diabetes among women: clinical considerations for

pharmacologycal management to archieve glycemic control and reduce cardiovascular risk. Jurnal of women’s Health. 17 (2).


(5)

Lima, P.F et al. 2009. Changes of Sleep Habits of Medical Students According to Class Starting Time: A Longitudinal Study.

Loriz, L.M. Excessive daytime sleepiness : How to help your patient manage. Clinical Excelelence for Nurse Practitioners. 2004. 8 (4).

Marfuah D.. Kualitas tidur hubungannya dengan obesitas pada anak sekolah dasar di yogyakarta. Profesi. 2014. 12.

Nashori F & Dianan R. Perbedaan kualitas tidur dan kualitas mimpi antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Humanitas: Indonesian psychological Journal. 2005. 2 (2); 77-88.

Owens, J.A., Maxim, R., Nabile, C., McGuinn,M. , & Msall, M. (2000). Parental and Self-report of Sleep in Children with Attention- Deficit/Hyperactive Disorder.Arch Pediatr Med. 154:549-555.

Patel, S.R., & Hu, F.R. (2008). Short Sleep Duration and Weight Gain: A Systematic Review. Obesity Journal. 16: 643-653.

Patlak, M. 2005. Your Guide to Healthy Sleep. U. S. Department of Health and

Human Services. Diakses dari

http://www.nhlbi.nih.gov/health/public/sleep/healthy_ sleep.pdf. pada tanggal 21 Maret 2015.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Diagnosis dan Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta : PB PERKENI. Pearson, N. & Biddle, S.J.H. (2011). Sedentary behavior and dietary intake in

children, adolescents, and adults. A systematic review. American journal of preventive medicine, 41(2), pp. 178–188.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &. Praktek. Jakarta : EGC.

Price, S; Wilson, L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sacher, R.A, McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Cetakan 1. Jakarta : EGC.

Scott, H. The importance of sleep for patients must not be forgotten. British Journal of Nursing. 2004. 13(5).

Shi, Z., Taylor, A.W., Gill, T.K., Tuckerman, J., Adams, R., & Martin, J. (2010). Short Sleep Duration and Obesity among Australian Children. BMC Public Health


(6)

Sjarif D.R. (2003). Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II 2003, Surabaya Editor: Adi S et al., Surabaya, hal 123-139

Smith, M & Robert, S. 2010. How Much Sleep Do You Need? Sleepp Cycles & Stages, Lack of Sleep, and Getting The Hours You Need. diakses dari http://helpguide.org/life/sleeping.htm. pada tanggal 13 Maret 2015.

Spiegel, K, et al. . Impact of sleep debt on metabolic and endocrine Function . Lancet. 1999. 354; 1435 – 1439.

Stevens, M.S. 2008. Normal sleep, sleep physiology, and sleep deprivation : General principles.

Russo, M. B. 2006. Normal sleep, sleep physiology, and sleep deprivation: General principles. Diakses dari www.emedicine.com/neuro/ topic444.htm. pada tanggal 23 Maret 2015.

Taub, ML., Redeker, S.N.. Sleep disorder, glucose regulation and type 2 diabetes. Biology Research Nursing. 2008. 9 (3). 231-43.

Teixeira, C.R. de S., Zanetti, M.L., and Pereira, M.C.A. (2008). Nursing diagnosis in people with diabetes mellitus according to Orem’s theory of self-care. Original Article. Acta Paul Enferm. 2008. 22 (4); 385-91.

Veldi M, Aluoja A, Vasar V. Sleep quality and more common sleep-related problems in medical students. Sleep Med 2005; 6(3): 269-75.

Venes, D. 2009. Sleep. Taber’s cyclopedic medical dictionary. Nursing Reference Center. Diakses dari http://web.ebscohost.com/nrc/detail? Pada tanggal 1 Mei 2015.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Lama Siklus Menstruasi Dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Angkatan 2013 Di Bandar Lampung Tahun 2014

1 6 57

Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Stambuk 2012

3 15 82

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

2 9 79

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS YANG BERISIKO TINGGI DIABETES MELITUS TIPE-2.

1 1 10

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

0 0 14

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

0 0 2

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

0 0 4

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

0 2 18

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

0 1 4

Perbedaan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang Memiliki Kualitas Tidur Buruk dengan Kualitas Tidur Baik

0 0 24