Malahan, dari sekitar 1000 MWe total potensi panas bumi wilayah Sulawesi Tengah, Selatan
dan Tenggara baru sekitar 160 MWe atau 20 yang merupakan potensi terduga status
2003. Dari segi kandungan energi, potensi panas bumi di ketiga kabupaten ini tergolong
rendah dibandingkan dengan potensi panas bumi dari daerah vulkanik. Sebagai perbandingan,
dari sekitar 40 daerah panas bumi di ketiga wilayah tersebut memberikan potensi sekitar
1000 MWe, sedang dari 5 daerah panas bumi di wilayah Sulawesi Utara, yang sebagian besar
merupakan daerah vulkanik, memberikan potensi sekitar 850 MWe.
Daerah panas bumi Pulu di Kabupaten Donggala - Sulawesi Tengah, Luwu di
Kabupaten Luwu Utara - Sulawesi Selatan, Mamasa di Kabupaten Polmas - Sulawesi
Selatan, dan Mangolo di Kabupaten Kolaka - Sulawesi Tenggara adalah empat dari sekitar 43
daerah panas bumi non-vulkanik di Sulawesi. Kami telah melakukan penyelidikan geologi,
geokimia, dan geofisika di empat daerah panas bumi tersebut. Tulisan ini menyajikan hasil-hasil
penyelidikan tersebut serta membandingkannya dengan prospek-prospek lain di daerah vulkanik.
2. GEOLOGI
Sulawesi dengan bentuk-K nya yang khas terletak di suatu dearah dimana terjadi interaksi
dan tumbukan antara lempeng-lempeng tektonik Eurasia, India-Australia, dan Pasifik Gambar
1. Interaksi ini menimbulkan proses geologi yang komplek di daerah ini. Daerah panas bumi
Pulu, Parara-Luwu, dan Mamasa terletak di lengan selatan Sulawesi yang umum dijumpai
granit dan asosiasinya granodiorit. Sementara Mangolo terletak di lengan tenggara Sulawesi
yang umum ditemui batuan metamorfik dan ofiolit Katili, 1978.
2.1 Daerah panas bumi Pulu terletak di zona sesar Palu-Koro, membentuk suatu depresi
berarah NNW-SSE sehingga struktur sesar utama sesar normal secara umum mengikuti
arah ini. Batuan yang tersebar di daerah ini dapat dibagi menjadi 6 satuan Gambar 2:
batuan Sekis hijau, batuan Granit geneis, batuan Sabak-Filit, batuan granit, Coluvium, dan
Aluvium. 1 Batuan metamorfik sekis hijau yang merupakan batuan tertuan setara dengan
Formasi Wana berumur Trias Simanjuntak, 1991, bertindak sebagai batuan dasar dan
menempati sekitar 20. 2 Granit geneis diperkirakan merupakan bagian dari tubuh
intrusi granitoid regional yang berumur Trias. Sebagian dari granit ini terlihat telah terubah
menjadi batuan metamorfik; 3 Satuan batuan filit dan batusabak dan batu tanduk yang
tersingkap di selatan baratdaya daerah penyelidikan yang mencirikan adanya perlapisan
dan kontak dengan batuan granit dibagian utara yang merupakan tipe khas satuan batuan formasi
Latimojong berumur Kapur Atas; 4 Satuan batuan granit mempunyai penyebaran paling
luas terdapat dibagian barat didaerah penyelidikan. Satuan granit batholit
mengintrusi batuan yang telah ada seperti batuan metamorfik, yang merupakan intrusi besar
secara regional yang berumur Miosen. 5 Satuan koluvium terdiri dari konglomerat, batu
pasir, setempat-setempat berselingan dengan batu lempung karbonatan dan terlihat terlas
dengan baik. 6 Satuan Aluvium dijumpai daerah dataran rendah dibagian tengah daerah
penyelidikan yaitu sepanjang aliran sungai besar Palu dan cabang-cabang yang alirannya menyatu
dengan sungai besar.
Ada sekitar delapan buah sesar utama yang berkembang pada daerah penelitian, meliputi
kelurusan, sesar geser normal yang berarah baratdaya – timurlaut, serta sesar-sesar normal
berarah hampir utara-selatan. Sesar utama yang melewati daerah peralihan merupakan bagian
dari sesar utama Palu-Koro yang berarah barat laut – tenggara, berupa sesar geser sinistral yang
telah membentuk suatu depresi sebagai graben Palu. Pada beberapa tempat akibat dari proses
tektonik daerah ini menghasilkan sesar-sesar sekunder yaitu sesar-sesar Pulu, Rogo, Suluri,
Bangga Pakuli, Pandere, dan Binanga. 2.2 Daerah panas bumi Parara-Luwu terletak
dekat dengan sesar Palu-Koro. Batuan di daerah ini adalah batuan granodiorit, granit dan batuan
malihan, yang tersingkap baik di beberapa lokasi pada kelurusan struktur, kontak tektonik di Salu
Paku dan Salu Rongkong Gambar 3. Lapisan penutup didapati sebagai endapan aluvium
tersebar luas di bagian timur wilayah penyelidikan. 1 Batuan malihan merupakan
batuan tertua dan batuan dasar daerah penyelidikan, dapat dipisahkan menjadi batu
sabak, filit, sekis dan 2 Batuan granit, berdasarkan struktur, tekstur dan susunan
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003 4-2
litologi batuan dapat dipisahkan menjadi tiga satuan: a Granit porfir, yang oleh penyelidik
terdahulu dinyatakan sebagai sebaran masif Granit Kambuno yang sebagian kecil tersebar di
daerah penyelidikan; b Granit Pararra yang dari pentarikhan jejak belah contoh tersingkap di
Salu Hili Hulu, berumur 1.72
± 0.08 Ma atau Pliosen Atas; c Granodiorit yang dari
pentarikhan jejak belah contoh di lokasi penorehan Sungai Turunan, berumur 0,784
±
0,003 Ma atau berumur Plistosen Bawah, sedangkan contoh di lokasi Salu Basisi berumur
0,762 ± 0,003 Ma.
Struktur-struktur yang muncul akibat perkembangan segmen tektonik Limbong dan
peristiwa tektonik Palu-Koro dan Sarasin. Pola struktur yang terdapat di daerah ini adalah sesar,
kekaran dan perlipatan. Sesar terdiri dari sesar normal Rongkong dan Salu Paku, dan sesar
mendatar Panglimbong, Sese, Lena, Malalin, Makadede, dan Monto. Struktur kekar dan
rekahan merupakan struktur minor yang terdapat pada persilangan sistim sesar normal dengan
sesar yang bergerak mendatar, akibat pertumbuhan gaya gerak struktur. Bentuk kekar
dan rekahan membuka dan berkembang dalam tubuh terobosan granit dan granodiorit yang
setempat-setempat terlihat di permukaan. Struktur-struktur ini berperan dalam
pembentukan sistem panas bumi di daerah tektonik Limbong dan Salu Paku.
2.3
Daerah panas bumi Mamasa memiliki strtigrafi yang terdiri dari lima satuan batuan
Gambar 4 : 1 Satuan andesit, merupakan batuan tertua yang diperkirakan berumur Miosen
Awal-Tengah; 2 Satuan Piroklastik Aliran yang umumnya belum terpadatkan, yang
diperkirakan hasil letusan celah fissure eruption; 3 Satuan Granit, menempati daerah
paling luas, mengintrusi batuan andesit dan piroklastik berupa intrusi besar batholit; 4
Satuan Batuan Riolit, merupakan intrusi permukaan yang menyatu dengan intrusi granit.
Di bawahnya adalah batuan granit dengan tekstur porfiritik-faneritik dan di atasnya riolit
dengan tekstur afanitik; 5 Satuan aluvial, menempati daerah aliran sungai dan pedataran
dengan tebal antara 0,2 – 5 m.
Struktur yang berkembang berupa sesar normal sesar Kepa, Tambolang, Mamasa, dan
Rante Kamiri dan mendatar sesar Pakasasan, Bue, dan Tambun akibat kegiatan tektonik
terakhir sekitar Pliosen setelah intrusi granit pada Miosen-Pliosen. Sesar normal terjadi
terlebih dahulu disusul sesar mendatar. 2.4 Daerah panas bumi Mangolo didominasi
oleh sebaran batuan metamorfik. Dari muda ke tua, satuan-satuan litologi terdiri dari Gneis
Mekongga, Skis Mekongga, Batu Gamping Hablur Mekongga, Skis Pampangeo and
Alluvium Gambar 5. Penyebaran batu gamping meskipun setempat di daerah
manifestasi panas bumi namun mempengaruhi karakteristik kimia air panas bumi. Struktur
geologi di daerah ini sebagian besar berbentuk kelurusan-kelurusan yang diakibatkan oleh
pengaruh pembentukan pegunungan, perlipatan secara intensif dan sesar naik pada lengan
tenggara pulau Sulawesi. 3. MANIFESTASI DAN GEOKIMIA
PANAS BUMI 3.1 Daerah panas bumi Pulu, mempunyai
manifestasi panas bumi permukaan berupa 8 mata air panas yang tersebar pada lima lokasi
dengan suhu bervariasi antara 25 – 95
o
C, pH netral 6,5 – 8,5 dan debit antara 0,1 – 4 Ltdetik.
Suhu tertinggi sekitar 95
o
C mendekati suhu didih, terdapat di air panas Dusun Pakuli,
muncul pada endapan Kolovium, dikontrol oleh perpotongan sesar normal Pandere dan sesar
mendatar Pakuli dan sesar mendatar Palu. Air panas Pakuli dicirikan oleh kandungan yang
relatif tinggi dari silika ~ 200 mgL, natrium ~550 mgL, klorida ~450 mgL, dan
bikarbonat ~600 mgL Tabel 1, termasuk dalam tipe air klorida-bikarbonat Gambar 6a
dan dalam kesetimbangan parsial Gambar 6b dengan suhu kesetimbangan kimia dari silika
sekitar 170 – 180
o
C. Distribusi Hg soil Gambar 7 dan gas CO
2
udara soil Gambar 8 keduanya memperlihatkan anomali tinggi yang saling
berimpitan di sebelah timur sesar Rogo yang membentuk kelurusan NNW-SSE. Ini
memperlihatkan luasnya zona sesar Rogo, sisi timur dari struktur depresi.
3.2 Daerah panas bumi Luwu, memiliki manifestasi panas bumi permukaan berupa 5
kelompok mata air panas dengan suhu bervariasi antara 40 – 96
o
C, pH netral 6,5 – 8,0 dan debit
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003 4-3
antara 0,5 – 2 Ltdetik. Suhu tertinggi sekitar 75
o
C, terdapat di air panas Dusun Salu Paku, muncul pada rekahan granit, terdapat endapat
karbonat tipis 1 cm, dan dikontrol oleh sesar normal Salu Paku. Air panas ini dicirikan oleh
kandungan yang signifikan dari silika ~ 115 mgL, natrium ~170 mgL, klorida ~76
mgL, dan bikarbonat ~450 mgL Tabel 1, termasuk dalam tipe air klorida-bikarbonat
Gambar 6a dan termasuk ‘immature water’ Gambar 6b dengan suhu kesetimbangan kimia
dari silika sekitar 170
o
C. Sampling merkuri tanah dan gas CO
2
udara tanah dilakukan hanya melingkupi kelompok air panas Kanan.
Distribusi Hg soil Gambar 9 membentuk anomali-anomali tinggi setempat-setempat
namun mengindikasikan beberapa kelurusan NNW-SSE dan NW-SE. Distribusi CO
2
Gambar 10 memperlihatkan anomali tinggi yang membentuk kecenderungan baratlaut-
tenggara, namun berharga rendah di daerah manifestasi Kanan.
Tabel 1. Data kimia air panas
KodeConto PULU LUWU
MAMASA MANGOLO Elevasi,m
137 1150
Temperatur,
o
C 94.2 75.0 57.0
58.0 pH
8.1 7.57
8.6 7.5 DHLEC,
2768 866
260 1560 umhoscm
SiO
2
mgL
195.29 116.2
78.67 82.38
B
mgL
16.97 1.6
0.90 26.10
Al
3+
mgL
0.00 0.15
- - Fe
3+
mgL
0.08 0.15
0.50 Ca
2+
mgL
2.26 32
2.34 203.81
Mg
2+
mgL
0.19 4.8
0.77 26.29
Na
+
mgL
552.86 169.2
54.09 681.25
K
+
mgL
57.14 18.5
1.40 55.56
Li
+
mgL
2.58 0.36
0.14 0.49
As
3+
mgL
0.10 0.00
NH
4 +
mgL
24.42 0.30
Cl
-
mgL
454.90 76.24
20.54 289.33
F
-
mgL
1.00 2.00
SO
4 2+
mgL
68.00 116.2
1.33 35.86
HCO
3 -
mgL
618.20 450.9
104.34 2087.18
CO
3 2-
mgL
68.40
3.3 Daerah panas bumi Mamasa, memiliki manifestasi panas bumi permukaan berupa 5
kelompok mata air panas yang membentuk kelurusan setengah lingkaran, dengan suhu
bervariasi antara 42 – 57
o
C, pH netral sekitar 8,5 dan debit masing-masing sekitar 1 Ltdetik.
Air panas Kanan Sale Bok, di Dusun Makao, yang muncul pada area persawahan, memiliki
suhu tertinggi 57
o
C, dan dicirikan oleh kandungan yang signifikan dari silika ~ 79
mgL, natrium ~54 mgL, klorida ~21 mgL, dan bikarbonat ~104 mgL Tabel 1, termasuk
dalam tipe air bikarbonat Gambar 6a dan ‘immature water’ Gambar 6b. Estimasi suhu
bawah permukaan dengan geotermometer silika sekitar 120
o
C. Distribusi Hg soil Gambar 11 dan CO
2
udara soil Gambar 12 keduanya membentuk suatu anomali tinggi yang saling
berimpit dengan pola yang mengikuti kelurusan setengah lingkaran mata air panas.
3.4 Daerah panas bumi Mangolo, memiliki manifestasi panas bumi permukaan berupa dua
kelompok mata air panas, Bumi Perkemahan dan Goa yang muncul pada rekahan-rekahan
batu gamping hablur, dengan suhu air panas masing-masing 58
o
C dan suhu 40
o
C, pH netrla sekitar 7,5 dan terdapat endapan karbonat tipis
tebal 1 cm. Kimia air panas dicirikan oleh kandungan yang signifikan dari bikarbonat
~2087 mgkg, natrium ~680 mgkg, klorida ~290 mgkg, dan kalsium ~200 mgkg Tabel
1, dan termasuk dalam tipe air bikarbonat Gambar 6a dan ‘immature water’ Gambar
6b. Estimasi suhu bawah permukaan dengan geotermometer Na-K-Ca sekitar 170
o
C. Distribusi Hg soil Gambar 13 dan CO
2
udara soil Gambar 14 membentuk suatu zona
anomali anomali tinggi dengan pola memanjang berarah hampir baratlaut-tenggara yang saling
berimpit dan melingkupi kedua mata air panas. 4. GEOFISIKA
4.1 Sebaran tahanan jenis semu Pengukuran dilakukan dengan metode tahanan
jenis dc konfigurasi Schlumberger. a. Di daerah panas bumi Pulu, sebaran tahanan
jenis rendah untuk bentangan arus AB2 = 1000 m Gambar 15 memperlihatkan suatu
anomali rendah 40 Ohm-m dengan pola memanjang berarah hampir utara-selatan
mengikuti sisi depresi timur searah sesar Rogo, kemudian di selatan, sebelum mata air
panas Suluri, menyebar ke timur ke arah mata air panas Pakuli dan Simoro di selatannya.
Secara umum, sebaran tahanan jenis semu rendah ini berhubungan dengan keberadaan
manifestasi mata air panas namun kontrol zona sesar sepertinya lebih dominan. Suatu
pola kontur rapat gradien tinggi terlihat jelas sejajar dengan sesar Rogo yang juga
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003 4-4
memisahkan satuan granit di barat dan skis di timurnya.
b. Daerah panas bumi Luwu, memperlihatkan nilai tahanan jenis yang tinggi 400 Ohm-m
dengan kecenderungan liniasi kontur berarah hampir baratlaut-tenggara. Namun demikian,
jika diambil suatu zona 700 Ohm-m untuk AB2 = 1000m Gambar 16, maka dua
kelompok mata air panas, yakni Kanan dan Paku, yang terlingkup oleh daerah survei
tahanan jenis terletak di zona ini. Seluruh daerah survei tahanan jenis berada di atas
batuan granit.
c. Daerah panas bumi Mamasa, juga memperlihatkan nilai tahanan jenis semu yang
tinggi 100 Ohm-m Gambar 17 dengan pola sebaran yang terbagi dua, tinggi di
timurlaut 1000 Ohm-m dan lebih rendah di baratdaya 1000 Ohm-m. Dua blok sebaran
ini kemungkinan mengikuti pola sebaran batuan dimana di baratdaya banyak ditemukan
batuan vulkanik tua dan lebih tebal daripada di bagian timurlaut. Daerah manifestasi
bertepatan dengan nilai tahanan jenis 500 Ohm-m. Pola lineasi kontur secara umum
cenderung berarah baratlaut tenggara, tidak mengikuti kelurusan struktur utama geologi
yang berarah timurlaut-baratdaya.
d. Daerah panas bumi Mangolo, memperlihatkan adanya nilai tahanan jenis semu yang 100
Ohm-m, yang untuk bentangan AB2 = 1000 m terlokalisasi pada tiga daerah Gambar 18.
Namun hanya satu yang berhimpitan dengan manifestasi mata air panas dan dengan pola
yang memanjang berarah hampir baratlaut- tenggara. Harga rendah ini kemungkinan tidak
berkaitan dengan proses ubahan hidrotermal. Pola memanjang berarah hampir baratlaut-
tenggara ini bersesuaian dengan pola anomali tinggi Hg dan CO
2
. 4.2 Gaya Berat
a. Di daerah Pulu, anomali gaya berat Gambar 19 memperlihatkan suatu pola struktur
depresi berarah hampir utara-selatan yang bersesuaian dengan kondisi geologi dari
daerah penyelidikan yang berupa suatu struktur depresi sepanjang sesar Palu-Koro.
Bagian terendah dari anomali ini berada di tengah daerah survei menerus ke utara
disejajarkan dengan zona rekahan sekis dan tebalnya sedimen kolavium. Di selatan,
anomali meninggi dan pola depresi menciut dan membelok ke tenggara yang disejajarkan
dengan keberadaan batuan filit-sabak dan keadaan geologi struktur depresi yang
menyempit dan membelok ke tenggara. b. Di daerah Luwu, data gaya berat Gambar 20
dicirikan oleh kecenderungan regional yang kuat berarah timurlaut-baratdaya dengan
harga yang cenderung merendah ke baratlaut. Keseragaman pola ini sesuai dengan luasnya
penyebaran batuan granit di daerah penyelidikan sampai ke kedalaman.
Kecenderungan regional berarah timurlaut- baratdaya ini kemungkinan mencerminkan
dominasi struktur-struktur sesar pada arah tersebut. Anomali-anomali rendah muncul
setempat-setempat kemungkinan berkaitan dengan struktur-struktur dangkal berupa zona-
zona rekahan di batuan granit.
c. Di daerah Mamasa, anomali gaya berat Gambar 21 dicirikan oleh kecenderungan
regional yang kuat berarah hampir utara- selatan dengan harga yang cenderung
menurun ke timur. Kelurusan gaya berat dominan pada arah hampir utara-selatan.
Kelurusan-kelurusan minor mengindikasikan dominasi arah hampir timurlaut-baratdaya.
Beberapa anomali rendah yang setempat- setempat dihubungkan dengan sedimen
vulkanik tua. Di baratdaya, dimana satuan andesit tersebar cukup luas, ditempati oleh
anomali tinggi.
d. Di daerah Mangolo, peta gayaberat Gambar 22
memperlihatkan pola anomali dengan kecendrungan berarah baratlaut-tenggara
dengan suatu zona anomali rendah di tengah yang membentuk suatu struktur seperti
depresi dengan arah yang sama. Dengan demikian, data gaya berat memperlihatkan
pola-pola struktur gaya berat dominan berarah baratlaut-tenggara yang beberapa diantaranya
memotong kedua mata air panas. Pola dan arah struktur gaya berat ini sama dengan pola
dan arah baik anomali tahanan jenis maupun anomali geokimia. Di antara kedua mata air
panas terdapat suatu anomali positif yang menandakan keberadaan suatu kontras
densitas tinggi di bawah permukaan batuan intrusi?.
4.3 Magnetik a. Di daerah Pulu, secara umum anomali
magnetik total Gambar 23 memperlihatkan pola tinggi di selatan dan rendah di utara.
Anomali tinggi yang isolatif di selatan ini berhimpitan dengan anomali tinggi gaya berat.
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003 4-5
Secara geologi, di daerah selatan tersebut di permukaan didominasi batuan kolavium dan
di bawahnya diperkirakan batuan sekis. Namun demikian, anomali magnet positif ini
mengindikasikan adanya suatu batuan magnetis di bawah permukaan yang relatif
dangkal yang boleh jadi suatu batuan intrusif yang lebih muda ?.
b. Di daerah Luwu, anomali magnetik total Gambar 24 seperti halnya anomali gaya
berat dicirikan oleh kecenderungan regional yang kuat berarah timurlaut-baratdaya dengan
harga yang cenderung merendah ke baratlaut. Daerah manifestasi yang terlingkup oleh
survei magnetik, yaitu mata air panas Kanan dan Paku, secara umum dilingkup anomali
magnet rendah. Di tenggara, anomali tinggi dihubungkan dengan keberadaan sebaran
batuan granit porpiri. Sementara anomali rendah di baratlaut mungkin dipengaruhi juga
oleh adanya sebaran batuan metamorf.
c. Di daerah Mamasa tidak dilakukan pengukuran magnetik.
d. Di daerah Kolaka, anomali magnetik total Gambar 25 seperti halnya anomali gaya
berat memperlihatkan kecenderungan regional yang kuat berarah baratlaut-tenggara dengan
harga yang cenderung merendah ke timurlaut. Di antara kedua mata air panas terdapat suatu
bipol yang sangat menonjol yang dari gaya berat menunjukkan suatu anomali positif
terisolasi. Anomali bipol ini mendukung kemungkinan akibar adanya suatu tubuh
magnetis dekat permukaan, yang lebih magnetis daripada batuan metamorf batuan
intrusif?.
5. DISKUSI DAN KESIMPULAN