SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
SESI
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kondisi Financial Distress suatu Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Umumnya model financial distress berpegang pada data-data kebangkrutan, karena data-data
ini mudah diperoleh. Dalam penelitian yang terdahulu, untuk melakukan pengujian apakah suatu perusahaan mengalami financial distress dapat
ditentukan dengan berbagai cara, seperti: 1. Lau 1987 dan Hill et al. 1996 menggunakan adanya pemberhentian
tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden. 2. Asquith et al. 1994 menggunakan interest coverage ratio untuk
mendefinisikan financial distress. 3. Whitaker 1999 mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas
yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini. 4. Hofer 1980 dan Whitaker 1999 mendefinisikan financial distress jika
beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi net operating income negatif.
5. John et al. 1992 mendefinisikan financial distress sebagai perubahan harga ekuitas.
6. Tirapat dan Nittayagasetwat 1999 menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut
dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi.
7. Wilkins 1997 menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut mengalami pelanggaran teknis
dalam hutang dan diprediksikan perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada periode yang akan datang.
2.1 Rasio Keuangan
Platt dan Platt 2002 melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami
financial distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk menentukan rasio keuangan yang paling dominan untuk memprediksi
adanya financial distress. Temuan dari penelitian ini adalah: a. Variabel EBITDAsales, current assetscurrent liabilities dan cash flow
growth rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini
maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
b. Variabel net fixed assetstotal assets, long-term debtequity dan notes payabletotal assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan
perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial
distress.
Lau 1987 melakukan penelitian untuk memprediksi kondisi perusahaan dalam 5 kategori yaitu: perusahaan yang mengabaikan atau
mengurangi pembayaran dividen, perusahaan yang mengalami pelanggaran teknis terhadap pembayaran pinjaman, perusahaan yang mengalami
kebangkrutan sesuai Chapter X atau XI, perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan likuidasi, dan perusahaan yang sehat pada tahun 1976
dan tahun 1977. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fleksibilitas keuangan yang terdiri dari: kapasitas pinjaman, fleksibilitas
saham, fleksibilitas biaya, fleksibilitas dividen dan asset disposability. Dalam
36
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
SESI
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kondisi Financial Distress suatu Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
penelitian ini menggunakan probabilistic prediksi Multinomial Logit Analysis dan melakukan pemeringkatan skor probabilitas untuk mengevaluasi
keakuratan prediksi dari suatu model. Berdasarkan analisis dan temuan penelitian terdahulu, maka hipotesis
pertama yang diajukan dalam penelitian ini untuk membedakan karakteristik keuangan perusahaan yang listed dan delisted adalah:
H1: Variabel karakteristik keuangan perusahaan dan sensitifitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi secara
signifikan berbeda antara perusahaan yang listed dan perusahaan yang delisted.
2.2 Industry-Relative Ratios