Beberapa perusahaan yang disurvei menempatkan fungsi tersebut di dalam departemen sumber daya manusia atau di dalam divisi hubungan eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa banyak kegiatan atau
inisiatif tersebut terkait dengan pengelolaan masalah di tempat kerja. Hal ini terjadi dengan PT. Adaro Indonesia Pelatihan Dasar Wajib K3L, PT. Adis Dimension Footwear Program Sekolah dan beasiswa
dan PT. HM Sampoerna Unlimit Yourself Employee Program. Pada kasus lain, perusahaan berkolaborasi dengan organisasi pengembangan, yayasan atau universitas, atau menyewa pelaksana pengembangan
profesional atau ahli untuk melaksanakan proyek misalnya proyek pengembangan masyarakat. Salah satu contoh praktik tersebut adalah kasus PT. HM Sampoerna yang membangun kemitraan dengan
LSMYayasan untuk meningkatkan keterampilan administrasi dan kemampuan organisasi mereka dan untuk meng-upgrade mereka untuk menjadi mitra layak sesuai dengan standar internal perusahaan.
Contoh lainnya dilakukan oleh Unilever Indonesia yang melibatkan ahli dari universitas terkemuka untuk membantu petani seperti petani kedelai dalam peningkatan produksi mereka.
Untuk memastikan bahwa implementasi dapat berjalan dengan lancar, ada beberapa sistem dan komponen yang harus berjalan. Komponen ini meliputi:
1. Sistem Manajemen
Penetapan struktur organisasi dalam perusahaan untuk melaksanakan kegiatan CSRIB, sehingga fungsi dan tanggung jawab menjadi jelas. Manajemen juga harus memberikan dukungan bagi
implementasi kegiatan CSRIB.
2. Sistem Komunikasi
Komunikasi penting untuk melindungi kepentingan setiap pemangku kepentingan. Sistem komunikasi yang baik dapat menjadi jembatan untuk mendapatkan umpan balik dan memberikan advokasi di
antara para pemangku kepentingan.
3. Sistem Keuangan
Dokumentasi yang baik dari transaksi keuangan membantu memastikan transparansi keuangan di antara para pemangku kepentingan. Perusahaan juga dapat mengalokasikan anggaran secara
hati-hati sehingga perusahaan dapat mendukung program dengan anggaran yang memadai.
4. Sistem monitoring dan evaluasi
Evaluasi program harus dilakukan secara berkala untuk mendapatkan hasil kinerja dalam hubungannya dengan indikator dan tujuan perusahaan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, sistem organisasi sangat bervariasi antar perusahaan, meski fungsi untuk melaksanakan program-program tersebut didefinisikan dengan baik dan terstruktur.
Beberapa perusahaan memasukkan fungsi tersebut dalam Departemen HR atau departemen urusan eksternal, seperti PT. Adis Dimension Footwear. Dalam hal ini, personil yang ditunjuk bertanggung
jawab atas aspek operasional kegiatan. Perusahaan yang memiliki unit CSR terpisah lebih terfokus dan mendapatkan dukungan anggaran yang cukup, dan terbukti memiliki komunikasi yang lebih baik antara
manajemen dan penerima manfaat atau pemangku kepentingan yang terlibat.
4. Pemasangan sistem
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
26
Diantara perusahaan juga menyatakan bahwa sejumlah kegiatan masih dirasakan bersifat ad-hoc dan tidak memiliki panduan yang jelas. Untuk tujuan ini, perusahaan bisa melakukan sesi konsultasi dengan
pemangku kepentingan yang terlibat karyawan atau masyarakat, misalnya, atau tokoh masyarakat untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang dapat melandasi agenda CSR.
Dalam sistem komunikasi, secara umum perusahaan telah menginstal sistem yang baik untuk mengkomunikasikan program dan proyeknya seperti bulletin dan media lainnya untuk mengkomunikasikan inisiatif CSR
kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal, dan sesi interaktif untuk memberikan tempat untuk menyebarkan informasi serta mengumpulkan umpan balik. Perusahaan yang mempunyai tenaga
kerja besar, seperti perusahaan manufaktur, menyampaikan informasi kepada karyawan mereka melalui buletin dinding yang sejauh ini terbukti efektif. Salah satu contoh dari hal ini adalah buletin karyawan
internal PT. Adis Dimension Footwear yang memuat secara detail seluruh kegiatan CSR perusahaan.
Terakhir, monitoring dan evaluasi yang memadai sangat penting untuk menilai dan mengembangkan program CSR yang sukses dan menjadikannya jauh lebih strategis di masa depan dengan memperbaiki
kekurangan atau asumsi sebelumnya yang keliru.
1. Memberikan penilaian objektif terhadap program atau inisiatif yang diimplementasikan. 2. Memberikan gambaran luas mengenai dampak yang dihasilkan dari program yang dilakukan baik
bagi perusahaan maupun pemangku kepentingan yang terlibat atau terdampak. 3. Hasil pengukuran dan pelaporan merupakan komponen kunci bagi pengembangan program
berikutnya karena memberikan masukan yang diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan program berikutnya.
4. Pelaporan juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya sehingga memicu pemahaman di antara pemangku kepentingan.
Dalam aspek program evaluasi dan monitoring, sebagian besar perusahaan mampu melacak kinerja mereka dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi seperti:
• tinjauan berkala program • konsultasi dengan pemangku kepentingan eksternal internal melalui berbagai jenis survei atau
cara, dan • mendokumentasikan praktik terbaik melalui kisah sukses dan kesaksian.
Perusahaan memandang ini sangat penting untuk memantau kegiatan CSR dan untuk memastikan bahwa program mencapai target secara tepat waktu dan sesuai anggaran, sehingga perusahaan dapat melaporkan
secara teratur baik kepada manajemen maupun pemangku kepentingan terkait dan juga mampu melaksanakan perbaikan pada program.
5. Monitoring dan Evaluasi
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
27
Beberapa perusahaan dalam studi ini, seperti PT. Unilever Indonesia Tbk dan PT. Adaro Indonesia, telah membuat Laporan Keberlanjutan secara reguler dan menawarkan pelaporan pembandung dari waktu ke
waktu dan memungkinkan untuk melacak kemajuan. Contoh lainnya yang dilakukan oleh perusahaan adalah pembuatan laporan berkala. PT. Adis Dimension Footwear membuat buletin seperti majalah yang
menggambarkan berbagai kegiatan CSR-nya sepanjang tahun dan diterbitkan secara berkala. PT. Adis Dimension Footwear mengakui bahwa majalah ini sangat efektif untuk menyampaikan informasi tentang
perusahaan dan melibatkan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah.
Beberapa perusahaan dengan sumber daya yang tersedia dapat melakukan berbagai program penilaian dalam proyek mereka untuk mengukur dampak dari kegiatan mereka. Jenis laporan yang perusahaan
bergantung pada kebutuhan dan prestasi CSR mereka, namun munculnya tren Pelaporan Perusahaan memerlukan pendekatan triple bottom line, yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dari
operasi bisnis. Laporan rutin kepada manajemen tersedia di semua perusahaan untuk memantau kemajuan program.
Beberapa perusahaan juga sudah membuat Laporan Keberlanjutan sebagai bagian dari kewajiban mereka untuk menyebarkan informasi kepada pemangku kepentingan yang lebih luas. Namun, laporan tahunan
yang sederhana dan singkat tentang kegiatan CSR tampaknya efektif dalam mengkomunikasikan kegiatan perusahaan sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu responden.
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
28
IV. BAB 4 – BISNIS INKLUSIF SEBAGAI CSR STRATEGIS
Studi kasus IB
Kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan yang disurvei dalam studi ini memberikan contoh potensi IB untuk memberikan manfaat tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi perusahaan. Studi ini
menemukan sejumlah kegiatan CSR di sepanjang rantai nilai perusahaan yang dapat dikategorikan sebagai praktik bisnis inklusif.
PT. Trimitra Baterai Prakasa, misalnya, menerapkan konsep IB kepada masyarakat sekitarnya untuk menyediakan peralatan penunjang bagi perusahaan berdasarkan alasan biaya dan ketersediaan. Oleh
karena itu, perusahaan tersebut menganggap praktik ini sebagai kegiatan bisnis biasa, meski memiliki dampak sosial yang besar terhadap masyarakat dengan memberikan kesempatan penghasilan tambahan.
Bentuk kegiatan CSR perusahaan sebagian besar ditujukan pada penyediaan lapangan kerja bagi anggota masyarakat, khususnya yang kurang beruntung.
Landasan tindakan perusahaan dituangkan dalam misi perusahaan, yakni memberdayakan masyarakat, terutama yang kurang mampu, sebagai respons perusahaan terhadap tanggung jawab sosial. Awalnya,
sebagai proyek uji coba, perusahaan berusaha untuk melibatkan masyarakat setempat yang terkena dampak kegiatan perusahaan ke dalam kegiatan CSR sebagai rantai pasokan perusahaan. Setelah terbukti
bahwa kegiatan ini membawa hasil positif tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi perusahaan karena biaya yang lebih rendah atau tingkat produktivitas yang lebih baik, maka perusahaan kemudian
mampu merancang dan mengimplementasikan bisnis inklusif. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang keadaan dan potensi IB di antara anggota
APINDO dan memberikan inspirasi dan saran tentang IB di seluruh komunitas bisnis Indonesia secara keseluruhan.
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
29
Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan:
Objek Sasaran:
Kegiatan:
Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan:
Objek Sasaran:
Kegiatan:
F oto: PT
. T rimitra Bate
rai Pr akasa
F oto: PT
. Unile ve
r Indones ia, T
bk.
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
30
Untuk mendapatkan kualitas tinggi dan pasokan berkelanjutan untuk kedelai hitam, pada tahun 2000 PT. Unilever Indonesia,
Tbk, bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada UGM melibatkan petani agar menanam kedelai hitam. Kedelai
hitam kurang lazim ditanam dibanding varietas kuning. Setelah penelitian mendalam Malika diperkenalkan kepada
petani bekerjasama dengan UGM. Benih dibagikan secara gratis dan PT. Unilever Indonesia, Tbk, memberikan pelatihan, konsultasi dan pengawasan untuk
petani. Hasilnya, petani kedelai bisa meningkatkan produksi dari 1,5 tonHa menjadi 1,9 tonHa, yang memberi pendapatan tambahan bagi petani. Petani juga menerima jaminan pasar dari PT. Unilever
Indonesia, Tbk, untuk membeli kedelai hitam tersebut. Para petani juga memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam praktik pertanian berkelanjutan. Program ini mencakup lebih dari 50 Kabupaten di
Jawa dan telah melatih lebih dari 9.000 petani termasuk 2.000 perempuan.
Masyarakat setempat PT. Trimitra Baterai Prakasa
Pasokan Bak Air
Setiap bulan perusahaan perlu mengganti bak air di pabrik. Bak terbuat dari bahan fiber glass yang dapat dibentuk dengan mudah. Perusahaan melihat bahwa di lingkungan sekitarnya, ada individu yang mempunyai
keterampilan dalam mencetak fiber glass. Perusahaan memberikan spesifikasi dan pengawasan dalam proses produksi. Seiring dengan proses ini,
perusahaan mendidik lebih banyak orang dan mendirikan kerjasama dengan karang taruna. Omzet bulanan untuk pasokan tersebut antara Rp. 200 - 400 juta.
Keuntungan bagi perusahaan: • pasokan yang handal karena PT. Trimitra Baterai Prakasa juga
memantau produksi • penghematan biaya karena rendahnya biaya transportasi
Petani Kedelai PT. Unilever Indonesia, Tbk.
Pemberdayaan Petani Kedelai
Quality assurance training for the community in the Cilincing area in water bath production
Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan:
Objek Sasaran: Kegiatan:
Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan:
Objek Sasaran:
Kegiatan:
F oto: PT
. Adis Dime nsion F
ootw ear
F oto: PT
. Adar o Indones
ia
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
31 Petani Karet
PT. Adaro Indonesia
Pemberdayaan Petani Karet
Menjadi kewajiban perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi untuk daerah pasca tambang. Reklamasi merupakan bagian dari operasi
bisnis inti bagi perusahaan pertambangan yang bertanggung jawab. PT. Adaro Indonesia menyadari bahwa dalam waktu dekat lapangan
pertambangan yang dieksploitasi akan harus dihutankan kembali. Salah satu komoditas yang akan cocok untuk daerah tersebut adalah tanaman
karet. Sejalan dengan misi perusahaan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, perusahaan meluncurkan program untuk pertanian karet. Perusahaan memberikan pelatihan dan pendidikan mengenai
pertanian karet strategis untuk panen yang optimal. Hasilnya kini adalah 700 hektar lahan bera telah direklamasi untuk pertanian karet, yang melibatkan 7.500 kepala keluarga. Menggabungkan operasi
bisnis reklamasi untuk daerah paska-tambang dengan misi perusahaan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar adalah contoh lain untuk pendekatan bisnis inklusif.
Penjaja makanan PT. Adis Dimension Footwear
Penyediaan ruang bagi penjaja makanan
Salah satu masalah yang dihadapi perusahaan adalah masalah logistik, terutama penyediaan makan siang untuk ribuan pekerja. Mengizinkan pekerja untuk meninggalkan tempat untuk mencari makanan akan
menciptakan masalah yang lebih besar: tidak ada jaminan bahwa makanan tersebut higienis dan disiplin pekerja akan terancam karena waktu kerja mereka bisa dikurangi oleh keterlambatan atau penyakit yang
dibawa makanan. Untuk merespons masalah ini, perusahaan meluncurkan program dengan menyediakan ruang di wilayah pinggiran perusahaan bagi penjaja makanan untuk menjual barang-barang mereka. Perusahaan
menyediakan pelatihan tentang penanganan makanan dan keamanan makanan, serta pengelolaan limbah. Hasilnya, saat ini ada daftar
tunggu penjaja yang menunggu untuk membuka stand mereka
di daerah ini karena jauh lebih menguntungkan bagi mereka
serta aman. Perusahaan juga mendapat manfaat dari lebih
baiknya tingkat disiplin dan terkendalinya kualitas makanan
yang tersedia untuk para pekerjanya.
Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan:
Objek Sasaran:
Kegiatan:
F oto: PT
. Adis Dime
ns ion F
ootw ear
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
32 Karyawan
PT. Adis Dimension Footwear
Pekerja sering membutuhkan dana tambahan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti biaya kuliah anak-anak dan kebutuhan lainnya. Perusahaan
jelas tidak akan dapat memenuhi kebutuhan semua pekerjanya, terutama karena besarnya tenaga kerja. Untuk merespons masalah ini, perusahaan
menyediakan sejumlah modal dan membentuk badan koperasi yang berfungsi sebagai fasilitas simpan-pinjam bagi para pekerja. Hal ini juga
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Koperasi juga melakukan fungsi lain selain fungsi simpan-pinjam yang ditentukan dengan mendirikan Adis Mart,
yakni gerai yang memungkinkan anggota untuk berbelanja di sana menggunakan sistem kartu yang terintegrasi. Adis Mart juga mengoperasikan layanan pembayaran kurir dan online yang memungkinkan
karyawan untuk membayar tagihan utilitas publik seperti tagihan listrik dan menggunakan sistem TI canggih, yang dikembangkan secara internal berdasarkan model open-source dan yang memungkinkan
mereka untuk lebih meningkatkan kualitas kerjanya. Saat ini, Adis Mart beroperasi dengan pendapatan Rp 5 miliar per bulan. Karena keberhasilan model koperasinya, perusahaan ini secara rutin menerima
kunjungan dari berbagai pihak ketiga perusahaan, pemerintah, koperasi, universitas dan pengunjung internasional untuk pembelajaran dan pertukaran pengetahuan secara peer-to-peer.
Koperasi Adis
Peluang
Studi ini mengungkapkan bahwa ada sejumlah manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan IB, yaitu: 1. Perusahaan dapat mengurangi biaya pengadaan barang dan bahan baku, baik dari segi efisiensi
maupun kontinuitas proses. Contohnya adalah PT. Trimitra Baterai Prakasa dengan program pasokan bak airnya. Perusahaan ini tidak hanya mendapatkan biaya yang lebih murah, tetapi juga
jaminan kualitas dan pasokan kontinyu untuk peralatan yang diperlukan setiap bulan.
2. Masalah tenaga kerja, khususnya ketidakmampuan untuk mendapatkan karyawan yang memenuhi syarat, adalah masalah yang sering dihadapi oleh kebanyakan perusahaan. Perusahaan yang
memberikan pelatihan kepada masyarakat kurang mampu, terutama penduduk setempat, dapat menghasilkan karyawan dengan keterampilan yang meningkat dan produktivitas serta loyalitas yang
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pembukaan pusat pelatihan oleh PT. Adis Dimension Footwear untuk melatih penduduk setempat dalam keterampilan menjahit dan pembuatan sepatu. Hasilnya,
PT. Adis Dimension Footwear memecahkan masalah tenaga kerja dan mendapatkan karyawan dengan keterampilan yang diperlukan dan loyalitas yang tinggi, sehingga meningkatkan produktivitas.
3. Rantai pasok – jaminan pasokan dapat menjadi kendala bagi perusahaan terutama yang berkaitan dengan produk pertanian. Partisipasi masyarakat dalam rantai pasokan dapat menjadi solusi untuk
masalah ini. Satu contoh sukses adalah PT. Unilever Indonesia, Tbk, dengan pemberdayaan petani kedelai hitam di pulau Jawa.
Tantangan
Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan untuk dapat memulai suatu kegiatan inklusif adalah tantangan bagi perusahaan. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan adalah:
1. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan yang memadai di BOP merupakana tantangan bagi perusahaan
untuk dapat melibatkan penduduk berpenghasilan rendah di dalam rantai nilai perusahaan.
2. Kesenjangan informasi - dan kurangnya pemahaman perusahaan mengenai bisnis inklusif. Perusahaan
melaporkan bahwa mereka tidak mampu melaksanakan bisnis inklusif karena mereka biasanya tidak
berhubungan langsung dengan masyarakat yang kurang beruntung.
3. Kerangka peraturan - kurangnya peraturan yang jelas mengenai pelaksanaan CSR menjadi kendala bagi
perusahaan untuk berinovasi bisnis inklusif. Perusahaan yang beroperasi terutama di sekitar sumber daya alam, misalnya, membutuhkan bimbingan mengenai
apa saja kegiatan CSR yang disetujui atau ditolak, sehingga mereka mampu setiap tahun menyusun anggaran untuk kegiatan tersebut karena besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk CSR,
baik materiil maupun non-materiil.
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
33
“Kami membantu mitra bisnis kami untuk meningkatkan
kemampuan mereka.”
Sancoyo Antarikso, External Relations Director Corporate
Secretary, PT. Unilever Indonesia Tbk and Board of Founders of
Indonesia’s Global Compact Network
Potensi IB
Analisis bab sebelumnya menunjukkan bahwa kegiatan IB telah dilakukan oleh perusahaan yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Setiap perusahaan, sadar atau tidak sadar, telah melakukan bisnis
inklusif sampai tingkat tertentu dalam operasi mereka.
Masalah inti dari korporasi adalah pemahaman IB itu sendiri. Sebagian perusahaan tidak menyadari bahwa sejumlah kegiatan mereka adalah bisnis inklusif. Misalnya, program pasokan bak air yang diluncurkan
oleh salah satu perusahaan responden. Pada awalnya program ini dipandang sebagai program bisnis biasa. Perusahaan ini awalnya tidak menyadari bahwa ada dampak sosial yang lahir dari program tersebut.
Secara umum, kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut masih berbasis filantropi atau amal tanpa pertimbangan keuntungan finansial atau manfaat. Ini pada dasarnya sejalan dengan salah
satu misi dan tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan: ikut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Terbatasnya akses keuangan - karena bisnis inklusif masih dianggap sebagai kegiatan sosial atau kegiatan dengan risiko yang sulit diukur oleh lembaga keuangan di Indonesia, dan karena masyarakat
masih dianggap tidak bankable, maka lembaga keuangan membatasi kebebasan untuk mengucurkan pinjaman kecuali perusahaan dapat memperkuat pinjaman dengan aset dan reputasi sebagai jaminan.
Karena alasan ini, PT. Adis Dimension Footwear mendanai sendiri modal awal koperasi tersebut.
5. Kurangnya sarana-prasarana - biasanya petani tinggal di daerah pedesaan yang memiliki akses jalan dan transportasi terbatas. Hal ini menyebabkan tingginya biaya transportasi, sehingga mengurangi
daya saing mereka.
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
34
1 Masih ada persepsi di kalangan bisnis serta regulator di Indonesia bahwa CSR hanya terkait dengan motif sosial. Tujuan dari mayoritas program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan responden
adalah memberdayakan para pemangku kepentingan sosial mereka. Dalam pelaksanaannya, mayoritas menggunakan pendekatan yang tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan kegiatan, baik dari
sisi sektor swasta misalnya melaksanakan kegiatan CSR sebagai bagian dari ‘biaya sosial’ atau beban atau kewajiban bukan investasi dan dari sisi masyarakat sasaran CSR misalnya proyek jangka
pendek dengan dampak yang rendah.
2 Dari studi ini, ada potensi bagi perusahaan Indonesia untuk membuat kegiatan CSR mereka lebih strategis, untuk menciptakan keberlanjutan dan juga saling menguntungkan bagi perusahaan serta
penerima manfaat. Menggunakan prinsip inklusivitas dalam rantai pasokan perusahaan sebagai bagian dari kegiatan CSR mereka adalah salah satu cara untuk melakukan CSR strategis. Praktek ini,
yang disebut Inclusive Business, diyakini dan dibuktikan dalam penelitian ini meningkatkan efektivitas peran sektor swasta dalam memacu pembangunan di Indonesia.
3 Keberhasilan menggeser kegiatan CSR perusahaan dari tindakan filantropi atau amal ke kegiatan yang lebih strategis ditentukan oleh pimpinan perusahaan dan manajemen mereka. Komitmen kuat
mereka terhadap IB harus dikomunikasikan dengan jelas kepada pemangku kepentingan perusahaan dan diterjemahkan secara praktis oleh staf mereka ke dalam tindakan nyata, dengan mengembangkan
sistem dan mekanisme untuk mengelolanya. Untuk mendorong pemimpin bisnis agar mengembangkan model IB, bukti kuat harus disajikan yang menunjukkan manfaat sosial seperti mendapatkan izin
sosial untuk beroperasi; dan manfaat ekonomi, yang memaksimalkan keuntungan danatau meminimalkan risiko seperti penguatan rantai nilai, memperluas kumpulan tenaga kerja, atau
mengembangkan pasar baru.
4 Kegiatan Inclusive Business dapat dipraktikkan oleh setiap jenis perusahaan di Indonesia, terlepas dari
ukurannya kecil, menengah, atau besar, jenis industrinya garmen, barang konsumsi, manufaktur, pertambangan, dll, dan kepemilikannya nasional, multinasional, milik keluarga atau milik negara,
selama mereka bisa memetakan peluang untuk menyertakan BoP Base of Pyramid atau orang-orang yang rentan dan miskin ke dalam rantai pasok atau nilai mereka, mengadaptasikan proses bisnis
mereka untuk memungkinkan BoP ambil bagian dalam rantai pasok atau nilai, dan memanfaatkan kekuatan BoP untuk memastikan mereka memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh industri.
5 Faktor sukses lain dalam mempraktikkan Inclusive Business adalah memahami tantangan yang akan datang seperti kesenjangan informasi, terbatasnya keterampilan dan pengetahuan, kurangnya akses
ke modal, kurangnya sarana-prasarana dan juga kerangka peraturan yang tidak efektif dan mengetahui cara mengurangi tantangan tersebut. Untuk mengatasi tantangan, perusahaan dapat berkolaborasi
dengan bisnis lain atau asosiasi bisnis, atau kadang dengan mitra non-tradisional, seperti lembaga swadaya masyarakat LSM dan penyedia layanan publik. Melalui kolaborasi tersebut, perusahaan
dapat memperoleh akses ke kemampuan komplementer dan kumpulan sumber daya untuk mengatasi tantangan tersebut.
V. BAB 5 – KESIMPULAN DAN SARAN
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
35
Terakhir, penelitian ini mengajukan delapan rekomendasi bagi perusahaan anggota APINDO dan perusahaan di Indonesia secara lebih luas untuk membuat CSR mereka lebih strategis:
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
36 1. Berpartisipasi dalam pertukaran pendapat rutin di antara perusahaan anggota APINDO
untuk membahas praktik terbaik dan tantangan dalam CSR dan mengidentifikasi sinergi antar perusahaan
2. Mempromosikan rasa memiliki kegiatan CSR di antara karyawan dan manajemen melalui materi informasi yang lebih baik, kunjungan ke lokasi dan acara
3. Mempertimbangkan investasi di bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia sebagai bagian dari kebijakan CSR strategis mereka dan menggabungkan Pengembangan Sumber
Manusia internal dengan program pengabdian masyarakat dan pelatihan bagi masyarakat idealnya sebagai program pendidikan formal bukan pelatihan informal jangka pendek.
4. Meihat CSR sebagai kegiatan jangka panjang dan mengembangkan visi untuk pemrograman CSR yang bertumpu pada kerangka waktu lebih panjang untuk membuat program yang
lebih berkelanjutan 5. Mengambil pendekatan rantai nilai terhadap CSR dengan menganalisis potensi kegiatan
CSR di sepanjang seluruh rantai nilai perusahaan 6. Mengidentifikasi dan mengembangkan potensi bisnis inklusif dalam rantai nilai dan
mendokumentasikan temuan untuk bekerja sebagai pejuang untuk menginspirasi perusahaan lain 7. Menyelaraskan kegiatan CSR dengan SDGs untuk memfasilitasi evaluasi dan penelusuran
dampak bersama pada skala global 8. Membuat studi kasus mendalam tentang praktik terbaik sebagai bahan ajar dan bekerja sama
dengan sekolah-sekolah bisnis untuk mempromosikan topik tersebut dalam dunia akademis
Langkah sederhana mengkaji sendiri strategi CSR
Tujuan alat kajian
Alat kajian ini dikembangkan untuk menemukan potensi CSR strategis dalam operasional bisnis Anda dengan menggunakan 3 langkah simple. Secara khusus alat ini membantu Anda di dalam:
1. Mengkaji faktor-faktor sukses CSR di dalam perusahaan status quo 2.
Mengidentifikasi langkah-langkah untuk dapat mengubah kegiatan CSR Anda menjadi lebih strategis ke depan
3. Mengidentifikasi potensi bagi model-model bisnis inklusif
Tiga tahap sederhana
Step-by-step panduan pengkajian
Tahap 1: Analisa status terkini strategi CSR anda
• Referensi dasar: Bab 3 ”Faktor-Faktor Sukses” • Gunakan tabel pada “Lampiran: Pertanyaan Pembimbing daripada 5 Faktor Sukses” untuk menggambarkan
strategi CSR Anda saat ini serta performa relatif dengan menjawab pertanyaan pada tabel tersebut. Kemudian berikan Anda nilai dari skala 1 indikasi rendah indikator tersebut sampai 5 indikasi tinggi
indikator tersebut dengan mempertimbangkan jawaban yang telah diberikan
VI. Bab 6 – Alat pengkajian CSR
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
37
Tahap
01
Analisis status terkini strategi
CSR Anda Tahap
02
Gambar grafik laba-laba
Tahap
03
Identifikasi tindakan-tindakan
perbaikan
Berdasarkan faktor sukses untuk meraih CSR strategis
yang telah dijabarkan dalam studi ini, bagaimana Anda
menilai performa Anda sendiri?
Faktor sukses manakah yang membentuk kekuatan perusa-
haan Anda dalam hal CSR strategis? Mana yang dapat
dan ingin diperbaiki? Identifikasi apakah Anda
dapat mengubah atau melengkapi langkah-langkah
CSR saat ini dengan model bisnis
Tahap 2: Menggambar sebuah grafik laba-laba
• Pertama, transfer nilai Anda dari hasil latihan langkah sebelumnya ke dalam grafik laba-laba dibawah ini, berdasarkan nilai yang Anda akan berikan kepada Anda sendiri terkait setiap dimensi.
• Kedua, pikirlah sejenak terkait dimensi dimana Anda berikan nilai tertinggi. Elemen, orang, kegiatan atau faktor apakah yang jadi alasan dibelakang sukses dan bagaimana dampak pada bisnis Anda?
• Akhirnya, lakukan asesmen terkait dimensi-dimensi tersebut, manakah masih memberikan ruang terbuka bagi perbaikan dan nyusunlah sejumlah gagasan bagaimana melakukan perbaikan lihat juga
langkah 3
Contoh Grafik Laba-laba
Leadership
1 2
3 4
5
Measurement reporting
System installment
Program development
Policy-setting
Existing CSR Profile
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
38
Latihan Grafik Laba-Laba
CATATAN:
1 2
3 4
5 Leadership
Measurement reporting
System installment
Program development
Policy-setting
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
39
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
40
Tahap 3: Identifikasi langkah-langkah perbaikan
• Langkah terakhir dari latihan ini membantu Anda untuk mengidentifikasin apakah Anda dapat mengubah atau melengkapi kegiatan CSR Anda dengan model-model bisnis inklusif ? Semakin banyak
pertanyaan dijawab dengan iya, semakin kuat potensi kesempatan untuk mentransformasikan kegiatan CSR Anda ke arah model bisnis inklusif
a. Apakah di dalam rantai nilai Anda terlibat masyarakat berpenghasilan rendah BOP apakah sebagai pelanggan, pemasok, karyawan atau mitra usaha contoh pengecer dan apakah komponen ini
merupakan bagian dari rantai nilai atau lebih dekat ke bisnis inti Anda? i.
Jika iya: Apakah Anda memiliki atau dapat mengidentifikasi kesempatan bagaiman meningkatkan derajat hidup mereka secara langsung melalui proses bisnis Anda?
ii. Jika tidak: Apakah ada jalan untuk melibatkan kelompok itu sambil menjamin dampak positif ? b. Apakah strategi CSR Anda saat ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan bagi masyarakat sekitar
Anda? i. Jika iya: Apakah model kegiatan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal bukan mengekspoitasi
mereka ii. Jika tidak: Apakah terdapat kesempatan melibatkan mereka dalam kegiatan CSR lainnya yang
lebih dekat dengan bisnis inti Anda dan sekaligus bisa bersifat komersial? c. Apakah terdapat kegiatan CSR yang dapat ditransformasikan ke dalam model bisnis komersial?
i. Jika iya: Apakah model bisnis tersebut dapat bersifat skalabilitas atau dapat direplikasi? ii. Jika tidak apakah model bisnis itu berkelanjutan secara finansial, lingkungan dan sosial?
• Jika Anda mampu menjawab pertanyaan dengan lebih banyak jawaban iya, maka Anda dapat mengembangkan lebih lanjut gagasan tersebut untuk meraih keuntungan yang saling bermanfaat dari
model-model bisnis inklusif bagi bisnis dan masyarakat. • Apabila Anda memerlukan nasehat lanjut, kami telah mengumpulkan berbagai referensi dan kontak di
bagian akhir publikasi ini.
Catatan:
Mohon kategorikan jawaban Anda secara berikut: Iya, Tidak, atau Di tengah-tengah. Kemudian mengu- bah jawaban Anda ke dalam angka Iya=1, Tidak= 0, Di tengah-tengah= ½. Untuk mendapatkan nilai
akhir, jumlahkan angka dari keseluruhan 5 pertanyaan dan ambil nilai rata-rata.
APPENDIX: Pertanyaan Pengarah dari 5 Fakor Sukses
Dari CSR menuju Bisnis Inklusif
41
Faktor-faktor sukses Jawaban
Nilai 1-5 I. Kepemimpinan
1 Apakah manajemen senior terlibat dalam merencang strategi CSR? 2 Apakah manajer CSR Anda jika ada lapor secara langsung kepada
manajemen senior? 3 Apakah manajemen senior Anda memimpin dengan contohapakah
secara aktif terlibat dalam implementasi kegiantan CSR? 4 Apakah manajemen senior secara aktif mendorong karyawan untuk
terlibat dalam kegiatan CSR? 5 Apakah manajemen senior Anda mengakui dampat keberhasilan dari
kegiatan CSR sebagai bagian dari performa bisnis inti?
II. Penetapan kebijakan