Masjid Sebagai Tempat Perayaan Natal Dalam Tinjauan Hukum Islam

MASJID SEBAGAI TEMPAT PERAYAAN NATAL
DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
JUBAEDAH
NIM: 1110043100055

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M

ABSTRAK

Jubaedah, NIM:1110043100055, Masjid Sebagai Tempat Perayaan Natal
Dalam Tinjauan Hukum Islam, Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum,

Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015M.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan hukum mengenai permasalahan
Masjid yang dijadikan tempat perayaan natal umat non Muslim dimana pendiri
Masjid terbuka tersebut bertujuan untuk mempersatukan umat Islam yang berpecah
belah akan tetapi pemikiran dia menjadi sebuah permasalahan. Maka di sini sangatlah
penting pendapat ulama agar permaslahan cepat terselesaikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah agar umat Islam tidak keliru antara toleransi
masalah ibadah dan dengan toleransi bersifat hak kemanusiaan. Pada dasarnya
melakukan kebaikan itu memang harus, artinya kepada siapapun itu kita harus
berbuat baik tanpa harus memandang kedudukan sosialnya, asal jangan
mempercampur adukkan dengan aqidah.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian
analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an,
Hadis, pendapat para ulama’ dan cendekiawan muslim yang mengkaji tentang
permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, serta penelitian kepustakaan (library
research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan
dengan masalah ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat dalam skripsi ini ialah bahwa

Masjid Yang Dijadikan Tempat Perayaan Natal di Cape Town itu bukanlah yang
tepat jika Masjid dijadikan tempat ibadah umat lain. Masjid itu sendiri adalah tempat
ibadah umat Islam bagi siapa yang memasuki Masjid itu harus suci. Setiap agama
mempunyai tempat ibadahnya masing-masing. Islam memang mengajarkan bahwa
kita sebagai umat muslim bertoleransi itu harus tetapi yang tidak menyangkut dalam
masalah ibadah. Dalam segi hak kemanusiaan kita boleh bertoleransi dengan umat
selain Islam.
Pembimbing

: 1. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag
2 Ummi Kultsum,M.Pd

Daftar pustaka

: 1971-2014 Tahun

iv

   
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada yang sang Penguasa
Allah Swt, yang telah memberikan nikmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya, para sahabatnya dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Berkat dan rahmat hidayah dari Allah Swt, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah dan judul MASJID SEBAGAI TEMPAT PERAYAAN
NATAL DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan
hambatan untuk mencapai data dari referensi. Namun berkat kesungguhan hati dan
bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Fahmi Ahmadi,M.Si, Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum dan
Ibu Siti Hanna, S.Ag, Lc, MA Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr.H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan Ummi Kultsum, M.Pd selaku pembimbing
skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam
menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Khamami zada, MA dan Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag, yang telah
menjadikan bagian dari Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum dalam masa
jabatan sebelum Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum periode baru.
5. Para Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,
semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah Swt.
6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik
dikala penulis mengumpulkan data dan materi skripsi.
7. Kepada keluaraga tercinta terutama ibu dan ayah penulis, serta kakakku yang
selalu memberikan dukungan kepada penulis ini sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada sahabat, serta teman-teman yang seperjuangan mahasiswa PMH
(Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan 2010, khususnya Widya Permata Sari,
Dian Kamal,Mahfud, Anshor, Dian Hasanah,Fauziah Aulia, Rizky Fazriah serta
teman-teman yang lain yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan
masukan kepada penulis. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita

v


selama ini dalam suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga
yang takkan pernah terlupakan.
9. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa
sebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah kita.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta : 22 September 2015M
08 Dzulkodah 1436 H

Penulis

vi

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................

i


LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..............................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................

iii

ABSTRAK ...........................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .........................................................................................

v

DAFTAR ISI ........................................................................................................

vii


BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... ........

1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah .............................................

6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .......................................................

6

D. Review Study Terdahulu .................................................................

7


E. Metode Penelitian ............................................................................

8

F. Teknik Analisis Data .......................................................................

10

G. Sistematika Penulisan ......................................................................

11

BAB II : LANDASAN TEORI .........................................................................

12

A. HAKIKAT MASJID ........................................................................

12


1. Pengertian Masjid Secara Etimologi ...........................................

12

2. Pengertian Masjid Secara Terminologi .......................................

13

3. Visi dan misi ...............................................................................

14

a. Visi Masjid .............................................................................

14

b. Misi Masjid.............................................................................

15


B. FUNGSI MASJID............................................................................

18

1. Fungsi masjid dalam bidang ibadah ............................................

19

2. Fungsi masjid dalam bidang sosial .............................................

22

3. Fungsi masjid dalam bidang pembinaan masyarakat ..................

23

4. Fungsi masjid dalam bidang ilmu ...............................................

26


vii

5. Fungsi masjid dalam bidang dakwah ..........................................

30

6. Fungsi masjid dalam bidang politik dan militer ..........................

32

7. Fungsi masjid dalam bidang ekonomi.........................................

34

8. Fungsi masjid dalam bidang peradilan ........................................

36

9. Fungsi masjid dalam bidang pengobatan orang sakit .................

38

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG “ MASJID TERBUKA”
DI CAPE TOWN, AFRIKA SELATAN ..........................................

39

A. Letak Geografis di Cape Town ........................................................

39

B. Sejarah Islam di Cape Town ............................................................

41

C. Profil Pendiri “Masjid Terbuka” di Cape Town, Afsel ...................

43

D. Tujuan didirikannya “ masjid terbuka” di Cape Town, Afsel .........

44

BAB IV : PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PENGGUNAAN
“MASJID TERBUKA”, DI CAPE TOWN AFSEL SEBAGAI
TEMPAT PERAYAAN NATAL ......................................................

47

A. Kelompok Yang Setuju “ Masjid Terbuka “ Di Cape Town
Afsel Sebagai Tempat Perayaan Natal.............................................

47

B. Kelompok Yang Tidak Setuju “ Masjid Terbuka “ Di Cape
Town Afsel Sebagai Tempat Peryaan Natal ....................................

51

C. Apresiasi Terhadap Kelompok Yang Setuju Dan Tidak Setuju
Di Cape Town Afsel Sebagai Tempat Perayaan Natal ....................

56

BAB V : PENUTUP .........................................................................................

61

A. Kesimpulan ......................................................................................

61

B. Saran-saran.......................................................................................

62

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

63

LAMPIRAN – LAMPIRAN..............................................................................

66

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Ibadah merupakan konsekuensi hidup manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah. Manusia ditakdirkan makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kelebihan akal
dari makhluk lainnya. Kenyataannya, manusia tidak selalu menggunakan akal
sehatnya, bahkan ia lebih sering dikuasai nafsunya, sehingga ia sering terjerumus ke
dalam apa yang disebut dehumanisasi, yaitu proses yang menyebabkan kerusakan,
hilang, atau merosotnya nilai-nilai kemanusiaan. Di sinilah perlunya agama bagi
manusia.1
Ibadah mempunyai dua unsur, yakni ketundukan dan kecintaan yang paling
dalam kepada Allah Swt. Ketundukan adalah unsur yang paling tinggi, sedangkan
kecintaan merupakan implementasi dari ketundukan. Ibadah juga mengandung unsur
kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah Swt. Hasby Ash
Shiddiqi menyatakan hakikat ibadah adalah ketundukan yang timbul dari hati yang
merasakan kebesarannya, berkeyakinan bahwa bagi alam ini ada penguasanya yang
tidak dapat diketahui oleh akal hakikatnya. Hakikat ibadah juga berarti
memperhambakan dan menundukan jiwa kepada kekuasaan yang ghaib, yang tidak
dapat diselami dengan ilmu dan tidak pula dapat diketahui hakikatnya.

1

Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta:PT.Grafindo
Persada2008), hal. 5

1

2

Dari pengertian hakikat ibadah di atas dapat dipahami bahwa seorang
mukallaf (Muslim yang sudah diwajibkan beribadah) belum dipandang telah
beribadah (sempurna ibadahnya)

kalau dia hanya mengerjakan ibadah dalam

pengertian fuqaha atau ahli ushul fiqh saja.
Seorang mukallaf dianggap sudah beribadah secara sempurna apabila dia
beribadah sesuai dengan pengertian ahli fuqaha dan ahli ushul fiqh, ditambah dengan
pengertian ibadah menurut ahli tauhid, ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli akhlak, yaitu
memperbaiki akhlaknya. Maka apabila seorang mukallaf telah melakukan ibadah
sesuai pengertian dari semua para ahli tersebut dia telah melakukan hakekat ibadah.
Dia juga dipandang telah mengerjakan ruh ibadah.
Para ahli ibadah menyatakan bahwa pokok ibadah adalah engkau tidak
menolak sesuatu hukum Allah, engkau tidak meminta sesuatu hajat kepada selain
Allah, dan engkau tidak mau menahan sesuatu di jalan Allah.2 Masjid merupakan
suatu institusi utama dan paling besar dalam Islam, serta merupakan salah satu
institusi yang pertama kali berdiri. Masjid adalah tempat ibadah umat muslim. Masjid
artinya tempat sujud, tempat beribadah kepada Allah Swt. Akar kata dari Masjid
adalah sajadah di mana berarti sujud atau tunduk.
Di Afrika Selatan, Masjid dijadikan tempat perayaan natal, hal ini penuh
dengan kontraversial karena Masjid mengizinkan perempuan memimpin shalat Jumat
serta menerima gay dan non muslim untuk hadir dalam Masjid. Saat ini Masjid penuh

2

Zurnial Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri
Syari Hidayatullah : Jakarta, 2008) , hal.31-32

3

kontraversi ini membuat heboh Ibu Kota Afrika Selatan, Cape Town. Kali ini Masjid
yang memberi kesempatan perempuan menjadi Imam shalat Jumat itu mengundang
non muslim untuk merayakan natal. Warga kristen Cape Town diharapkan bisa
datang untuk makan siang bersama dengan hidangan makanan halal dan minuman
non alkohol. Di tengah-tengah Boko Haram dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS),
ini adalah inisiatif di dalam dunia yang retak. Di mana fundamentalis Islam dan
fanatisme agama sengaja mengabaikan ajaran toleransi Islam yang murni,” kata Taj
Gargey, pendiri Masjid kepada Cape Times. Undangan acara bertajuk “Undangan
Natal Bersejarah “ itu di tujukan kepada pengikut kristiani, untuk makan bersama
dengan makanan halal dan minuman non alkohol. Hargay menegaskan, undangan ini
mengikuti contoh Nabi Muhammad saat menyambut orang-orang kristen untuk
tinggal dan berdoa Di Masjid Di Madinah. Juru bicara Masjid, Jamila Najar tersebut
yang mencerminkan semangat Islam yang sebenarnya untuk menghasilkan kehidupan
penuh damai dan harmoni antara pengikut Yesus dan Muhammad Di Afrika Selatan.
Adanya keberagaman alam dan keberagaman ciptaan-ciptaan Allah yang
cukup banyak, menjadi saksi adanya Sang Pencipta, yaitu Allah Swt, karena tidak ada
dzat yang berani mengaku telah menciptakan dan mengadakan dunia ini selain Allah
Swt. Sebagaimana akal manusia yang memustahilkan adanya sesuatu tanpa ada yang
menciptakannya. Bahkan ia juga memustahilkan adanya sesuatu yang paling remeh
tanpa ada yang mengadakan.3

3

Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri, Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim,
Penerjemah: Andi Subarkah (Solo:Insan Kamil, 2008), hal.6

4

Para pemimpin Islam sendiri, khususnya para ulama dan mubaligh,
seringkali mengemukakan bahwa Islam agama yang toleran, yang menghargai
agama-agama lain. Banyak dukungan ajaran untuk pandangan serupa itu. Yang amat
diperlukan sekarang ialah sosialisasi pandangan itu sehingga diketahui, dimengerti
dan dihayati serta diamalkan oleh semua lapisan umat Islam. Sekalipun ajaran lebih
berat sebagai keharusan (yang dalam banyak hal pelaksanaannya akan sangat
tergantung kepada kenyataan), namun kesadaran mengenai hal itu tentu akan
mengahasilakn tindakan yang berbeda daripada jika orang tidak menyadarinya. 4
Terhadap pemeluk agama lain kaum muslim diperintahkan agar bersikap
toleran. Sikap toleran terhadap non muslim hanya terbatas pada urusan yang bersifat
duniawi, tidak menyangkut masalah Aqidah, Syariah dan Ibadah.
Ajaran kebersamaan, persatuan dan kesatuan untuk terwujudnya kerukunan
hidup beragama memiliki peranan penting dalam mencapai cita-cita yang luhur, yaitu
kehidupan umat beragama yang maju, damai, sejahtera lahir bathin, menurut sensus
bir pusat statistik tercatat sebagai besar penduduk bumi beragama dan di indonesia
sendiri mayoritas penduduknya beragama.
Dengan keberagaman agama yang ada dan jumlah penganutnya yang
cukup besar, kebutuhan terhadap pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa
merupakan kebutuhan yang mutlak dan sekaligus merupakan tantangan yang tidak
ringan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, bagi umat

4

M. Quraish Shihab, Kerukunan Beragama Dari Perspektif Negara, HAM, Dan Agamaagama, (Jakarta:PT.MUI,1996,) hal.47

5

beragama dan pemerintah tidak ada pilihan lain yang lebih utama dalam
mempertahankan stabilitas dan ketahanan nasional, kecuali memantapkan kerukunan
hidup beragama.
Penggunaan istilah “kerukunan hidup beragama sebagai jalan hidup”
diilhami oleh pemikiran Louis Wirth tentang urbanisme sebagai jalan hidup
(urbanism as way of life).5 Tesis Wirth menjelaskan, peradaban modern ditandai oleh
pertumbuhan kota-kota yang kecenderungan kehidupan perkotaan yang semakin
merata dikalangan masyarakat modern pendukung peradaban tersebut. Sebenarnya,
selain urbanisme jalan hidup modern mencakup juga kerukunan hidup antar umat
beragama sebagai perwujudan dan penghormatan masyarakat modern atas hak-hak
individu dan kelompok dalam menganut iman dan kepercayaan yang beraneka
ragam.6
Mengingat belum ada yang membahas tema tersebut, maka penulis
memandang perlu melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul
“MASJID SEBAGAI TEMPAT PERAYAAN NATAL DALAM TINJAUAN
HUKUM ISLAM”

5

Abdul Azis, Kerukunan Beragama Sebagai Jalan Hidup Modern Tinjauan Sosiologis,
(Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal.183
6

Mahmud Ahamd Rasyid, Ensiklopedi Fatwa Syaikh Al-Bani,( Jakarta: Pustaka AsSunnah, 2006), hal.130

6

B.

Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah penelitian yang akan dilakukan dan mempertajam
permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi permasalahan tersebut
pada Masjid sebagai tempat perayaan natal dalam Tinjauan Hukum Islam Di Afrika
Selatan, Cape Town.
2. Perumusan Masalah
Mengingat bahwa zaman sekarang sudah banyak perubahan, di dunia ini
mempunyai berbagai agama yang berbeda-beda. Terutama agama Islam, Islam sendiri
agama yang suci yang di akui oleh Allah Swt, di mana setiap umat muslim harus hatihati dalam sebuah keyakinan dan aqidah. Oleh karena itu penulis membatasi ruang
lingkup penelitian ini hanya kepada masalah Masjid sebagai tempat natal dalam
tinjauan hukum Islam. Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan penelitian
ini dibentuk sebagai berikut:
1. Bagaimana menurut hukum Islam tentang penggunaan Masjid untuk Perayaan
Natal?

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hukum Islam tentang penggunaan Masjid untuk perayaan Natal
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis

7

Skripsi ini merupakan sebuah media untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai Masjid sebagai tempat perayaan natal dalam tinjaun hukum
Islam.
b. Bagi akademisi
Skripsi ini dapat menambah literatur riset penelitian referensi
kepustakaan dalam rangka mengembangkan khazanah hukum Islam
c. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi literatur bacaan yang bermanfaat dalam hal
memberikan informasi, kontribusi pemikiran dan menambah pengetahuan serta
pemahaman pembaca dalam bidang ilmu hukum Islam.
D.

Review Studi Terdahulu
Dalam penelitian yang telah lalu ada penulisan yang terkesan mirip
dengan penulisan skripsi yang dipilih oleh penulis yakni skripsi yang ditulis oleh Ibnu
Solihin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin, program studi
Perbandingan Agama tahun 2008, yang berjdudul “ kerukunan hidup beragama di
sekolah (studi kasus SMK Yadika pondok Aren).
Ibnu Solihin mengatakan bahwa, Kemajemukan agama yang di anut oleh
SMK Yadika 5 Pondok Aren merupakan konsekuensi logis kemajemukan agama
yang dianut, oleh warga Indonesia, namun kemajemukan tersebut tidak menjadikan
terjadinya konflik tetapi sebaliknya dapat memperlihatkan kehidupan yang rukun
antar siswa berbagai agama dilingkungan SMK Yadika 5 Pondok Aren. Perwujudan
kerukunan umat beragama dikalangan siswa SMK Yadika 5 Pondok Aren di nilai

8

sangat baik oleh siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren. Dengan indikasi utama
tidak pernah terjadi konflik yang berlatar belakang keagamaan, saling menghargai
dan menghormati serta pemahaman siswa yang cukup luas dan luwes terhadap
batasan-batasan toleransi dalam situasi belajar mengajar baik pendidikan kulikuler
maupun ekstra kulikuler, peribadatan dan peringatan hari besar keagaman modal
dasar pengembangan kerukunan hidup antar umat beragama di SMK Yadika5 Pondok
Aren.
Berbeda dengan skripsi tersebut, dalam penulisan skripsi “ MASJID
SEBAGAI TEMPAT PERAYAAN NATAL DALAM TINJAUAN HUKUM
ISLAM” Penulis lebih mendiskripsikan tentang toleransi beragama di wilayah Cape
Town, Afsel. Dimana terdapat sebuah Masjid yang didirikan oleh Taj Hargey dengan
tujuan mencegah adanya radikalisme yang ditujukan dengan mengatasnamakan
Islam, oleh sebab itu penulis berusaha untuk menelaah lebih dalam mengenai kasus
atau permasalahan tersebut.
E.

Metode Penelitian
Untuk mencapai penulisan karya ilmiah yang sistematis, maka dalam
penulisan ini sudah selayaknya menggunakan suatu metode. Pada penulisan skripsi
ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan cara-cara yang disebutkan di
bawah ini:
1. Pendekatan penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
dimana pendekatan kualitatif dipahami sebagai prosedur penelitian yang

9

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
yang pelaku yang dapat dipahami.7
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini mengambil
desain studi kasus. Studi kasus ini dilakukan sebagai nilai tambah pada
pengetahuan kita secara unik tentang fenomena individual dan dapat
digeneralisasikan ke dalam proposisi teoritis.
Studi kasus merupakan bentuk yang mendalam tentang aspek-aspek
lingkungan sosial, lingkungan pendidikan, keagamaan termasuk manusia di
dalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh dari laporan hasil pengamatan,
catatan pribadi, biografi yang diteliti dan keterangan dari orang yang mengetahui
tentang hal itu. Dalam skripsi ini, penulis memilih studi kasus terhadap Masjid
sebagai tempat perayaan natal dalam tinjauan hukum islam di Cape Town, Afrika
Selatan.
2. Sumber Data
a. Data Primer, yakni Al-qur’an, Hadits, dan pendapat ulama di Indonesia.
b. Data Sekunder, yakni buku-buku yang terkait hubungannya dengan penulisan
skripsi ini.
c. Data Tersier, yakni berupa artikel, koran, jurnal, kamus, dan ensiklopedia yang
berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Instrumen penelitian

7

1997), hal.3.

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

10

a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.8 Baik berupa buku-buku, artikel, jurnal, hasil laporan
maupun berupa foto. Tujuan penulis menggunakan dokumen ini adalah untuk
mempermudah dalam memperoleh data secara tertulis yang terkait dengan
permasalahan, baik yang berkaitan dengan peraturan dalam keonteks keislaman
maupun pandangan para pakar hukum Islam.
b. Wawancara
Metode wawancara atau interview adalah cara peneliti dalam memperoleh datadata dari lapangan yaitu dengan bertanya jawab secara lisan. 9 Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan wawancara secara mendalam (in-depht)

10

dengan

memiliki tujuan untuk mendapatkan keterangan dan informasi secara lisan dan
informan.11
F.

Teknik Analisis Data
Dalam mengolah dan menganalisis data, penulis menggunakan metode
analisis deskriptif, yaitu dengan memaparkan data-data yang diperoleh dari berbagai
sumber dan kemudian dianalisis. Proses analisis dimulai dari membaca, menelaah dan
mempelajari data-data tersebut dengan saksama, selanjutnya dari proses analisis itu
8

Husaini Usman, dan Purnomo Sutiady Akbar, Metode Penelitian Sosial,( Jakarta: Bumi
Aksara, 1996), Cet.1, hal.57.
9

Husaini Usman, dan Purnomo Sutiadi Akbar, Metode Penelitian Sosial, hal.73

10
11

hal.129

Peter Connolly, Aneka Pendekatan Study Agama, (Yogyakarta: Lkis, 2002), hal. 293
Koentjoningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1989),

11

kemudian penulis mengambil suatu kesimpulan dari masalah yang bersifat umum
kepada masalah yang bersifat khusus ( deduktif ).
G.

Sistemaika Penulisan
Untuk memperoleh penjelasan yang akurat, sistematika penelitian disusun
sebagai berikut:
Bab I pendahuluan yang berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,review studi terdahulu, dan
sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang hakikat Masjid, yang meliputi pengertian Masjid,
visi, misi,fungsi Masjid.
Bab III membahas tentang tinjauan umum tentang Masjid terbuka di Cape
Town di Afrika Selatan, letak geografis, sejarah Islam, profil pendiri Masjid terbuka,
dan tujuan mendirikan Masjid terbuka.
Bab IV Perspektif Hukum Islam Tentang Penggunaan Masjid Terbuka Di
Cape Town Afsel sebagai tempat perayaan natal, meliputi kelompok yang setuju
Masjid terbuka di Cape Town Afsel sebagai tempat perayaan natal, kelompok yang
tidak setuju Masjid terbuka di Cape Town, dan apresiasi kelompok setuju dan tidak
setuju Masjid terbuka di Cape Town.
Bab V membahas tentang penutup yang meliputi kesimpulan, saran,
lampiran.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. HAKIKAT MASJID
1. Pengertian Masjid Secara Etimologi
Kata Masjid merupakan isim yang diambil dari kata sujud, bentuk dasarnya
adalah sajada-yasjudu, sujudan Masjidun atau Masjid1‫مسجدا‬-‫سجودا‬-‫يسجد‬-‫ سجد‬.2 AlMasjid berarti tempat bersujud. Selanjutnya, makna di sini dipakai untuk pengertian
sebuah bangunan yang didirikan untuk tempat berkumpul kaum muslim guna
mengerjakan shalat. Az- Zarkasi rahimahullah berkata:” karena sujud merupakan
rangkaian shalat yang paling mulia, mengingat betapa dekatnya seorang hamba
dengan Tuhannya ketika sujud, maka tempat tersebut dinamakan Masjid dan tidak
dinamakan marka’(tempat rukuk).3 Kata Masjid terulang dua puluh delapan kali di
dalam Al- Qur’an. Kaitannya dengan ibadah shalat terdapat dalam surat Al-Baqarah
ayat 144, 149-150, surat 9 ayat 28, surat 2 ayat 191, surat 7 ayat 31, surat 9 aayat 19,
surat Al-maidah ayat 2, surat 9 ayat 107-110.Dari segi bahasa, kata tersebut terambil
dari akar kata dari sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh
hormat dan tazim.4 Seluruh permukaan bumi kecuali kuburan dan tempat najis atau
kotor adalah tempat bersujud atau tempat ibadahnya umat muslim. Dengan demikian,
1

Nurul Huda Sa, Cahaya Pembebasan, Agama, Pendidikan Dan Perubahan Sosial,
(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 280.
2

Idris Mubawiy, Kamus Idris Marbawiy Arab Melayu, Dar Haya Al-Kutub Al Arabiyah

Indonesia
Sa’id Bin Ali Bin Wahf Al-Qahthani, Adab Dan Keutamaan Menuju Masjid Dan Di
Masjid, Penerjemah Mukhlisin Ibnu Abdurrohim, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2003), Cet. 1, hal.
17.
3

4

Quraish shihab, Wawasan Al-qur’an, ( Bandung: Mizan, 2007), hal. 459.

12

13
kewajiban seorang muslim untuk beribadah kepada Allah Swt. Tidak terkait oleh
ruang karena permukaan bumi merupakan tempat menghambakan diri kepada Allah
Swt. Sujud dalam pengertian lahir adalah gerakan fisik atau jasmani, sedangkan
dalam pengertian bathin adalah pengabdian kepada Allah Swt.5 Al-Masjid berarti
kening orang yang berbekas sujud. Al-Misjad berarti Al-Khumrah (sajadah), yaitu
tikar kecil yang dipakai sebagai alas shalat.
Rasulullah bersabda:
)݅݃‫ )ܐݐا݌ ݆س‬6‫اأܐْܠ ك݃ڭݏا ݆سْجد‬
Artinya: “Setiap bagian dari bumi adalah tempat sujud ( Masjid ).” (HR.Muslim).
Pada hadits yang lain Rasulullah
7

)‫جعلت ل ا اأر ض مسجدًا ط ورًا (ر ا مسلم‬

Artinya: “Telah dijadikan bagi kita bumi ini sebagai tempat sujud dan keadaannya
bersih.” (HR.Muslim)
2. Masjid Menurut Terminologi
Menurut Az-Zujaj, semua tempat ibadah disebut Masjid. Bukanlah
Rasulullah Saw bersabda, “Dan kujadikan untukku bumi sebagai Masjid dan tempat
yang suci”. Menurut Az-Zarkasyi mendefinisikannya sebagai tempat ibadah, seperti
definisi yang dilontarkan Az-Zujaj. Selain itu, ia menduga, pemilihan kata Masjid
untuk menyebut tempat shalat adalah karena sujud merupakan perbuatan paling mulia

5

Wahyudin Sumpeno, Perpustakaan Masjid Pembinaan Dan Pengembangan, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), Cet.1, hal.1.
6

Abu abdullah muhammad bin yazid al-kuzwaini, sunan ibnu majah, ( bairut: maktabah
abi al-muati), juz.1, hal.497
7

Abdul Hussain Muslim Bin Al-Hajjaj Bin Muslim Al-Husairi Annay Saburi, , Al Jami
Ash-Shahih Al-Musamma Shahih Muslim, (Darul: Ihya Atturosi Al-Arabi),juz.1, hal.494

14
dalam shalat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.8 Nah, Ism Al-Makan dari kata
sujud adalah Masjid. . Selanjutnya, tradisi menspesifikasikan kata Masjid sebagai
tempat yang disiapkan untuk shalat lima waktu dan shalat jum’at. Dengan begitu,
tidak termasuk lapangan tempat shalat yang menjadi tempat shalat hari raya dan
sebagainya.
Senada dengan Az-Zarkasyi, Dr. Abdul Mamlik As-Sa’di mendefinisikan
Masjid sebagai tempat yang khusus disiapkan untuk pelaksanaan shalat lima waktu
dan berkumpul, serta berlaku selamanya.
Jika dikaitkan dengan bumi ini, Masjid bukan hanya sebagai tempat sujud
dan sarana pensucian. Di sini kata Masjid juga tidak lagi hanya berarti bangunan
tempat shalat, atau bahkan tayamum sebagai bersuci pengganti wudhu, tetapi kata
Masjid di sini berarti juga tempat melaksanakan segala aktivitas manusia yang
mencerminkan kepatuhan kepada Allah Swt.
Masjid juga adalah tempat bertemu umat Islam, tempat untuk
mengumpulkan semua orang, tempat untuk menimba ilmu pengetahuan sekaligus
tempat untuk bermusyawarah.9
3. Visi dan misi
a. Visi Masjid
Visi adalah angan-angan ataupun impian terhadap sesuatu yang sangat
indah menawan, dan mempesona, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat
untuk dapat mewujudkannya.10
8

Huri Yasin Husain, Fiqih Masjid (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2011), Cet.1, hal.12.

Khairuddin Wanili, Ensiklopedi Masjid Hukum, Adab Dan Bid’ahnya,
(Jakarta:Team Darus Sunnah, 2014), hal. 5.
9

15
Visi yang mantap dapat menarik umat Muslim ataupun anggota
jamaah Masjid bersedia berkurban membantu moral dan material untuk
kepentingan Masjid yang ada dilingkungannya. Dengan visi yang jelas dan terang,
anggota

jamaah

Masjid

menjadi

lebih

yakin

membela

Masjid

dan

mempertahankannya. Dalam berbagai seminar dan diskusi disepakati bahwa visi
mengelola ataupun mengurus Masjid bermakna, “menjadikan anggota jamaah
Masjid lebih bahagia dan sejahtera, dunia dan akhirat.”
b. Misi Masjid
Misi Masjid dalam Islam mempunyai 3 misi:
Pertama misi Masjid adalah mengumpulkan orang-orang beriman
dalam satu tempat mulia agar bisa saling mengenal dan mencintai, saling
menolong untuk berbuat kebaikan dan bertaqwa, serta membahas berbagai
problem kehidupan mereka guna dicarikan solusinya.
Pertemuan yang diharapkan bukan hanya sekedar berkumpul secara
fisik, tetapi yang jauh lebih penting adalah menyatunya setiap individu dalam
masyarakat atas dasar kecintaan dan mengharap ridha Allah. Setiap muslim
hendaknya mengangkat cita-cita misi ini dan mengikis habis rasa ananiyah (egois)
dalam dirinya. Dalam sebuah hadits dijelaskan sebagai berikut:
‫ ݐلزݐْم‬، ‫ الْأْ݆ر‬۶‫ ݐلا‬۷‫ ݐ݆݋اصح‬،‫ إخْ݃اص الْعم݁ ل݃ݍ‬: ‫ث݃اۼ خصا݀ لا يغ݁ڭ ع݃ݗْݏ݉ڬ قْ݃ب ݆سْ݃݅ أبدًا‬
)‫ )ܐݐا݌ اب݉ حجر‬١١ْ݅‫ ؛ فإ݈ڬ دعْوتݏْ݅ تـحݗْط ْ݆݉ ݐܐائݏ‬۷‫الْـجماع‬

10

Ahmad Sutarmadi, Manajemen Masjid Kontemporer, (Jakarta: Media Bangsa, 2012),

11

Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Qathful Azhar Mutanatsirah Fil Akhbaril Mutatirah,

hal. 27.
hal.404

16
Artinya: “Ada tiga perkara di mana hati seorang mukimin tidak akan
dengki,yaitu: memurnikan amal sholeh hanya untuk Allah, memberi
nasehat kepada para pemimpin kaum Muslim dan selalu menghadiri
shalat jama’ah karena sesungguhnya doa mereka meliputi dari
belakang”.(HR.Ibnu Hajar)
Maksudnya bahwa berkah Allah atas jama’ah meliputi semua anggota,
meskipun di antara mereka terdapat orang yang status sosialnya di bawah rata-rata,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits lain.
)‫ )ܐݐا݌ التر ݆܏ ݔ‬١٦‫ ݐْ݆݉ ش܏ڬ ش܏ڬ إلݓ ال݋ڬاܐ‬، ۷‫يد اه ݆ع الجماع‬
Artinya: “Berkah Allah adalah bersama jama’ah dan barang siapa menyendiri
berarti ia menyendiri dalam api neraka.”(HR. At-Tirmidzi)
Misi kedua adalah menciptakan sistem barisan yang rapi dan
membiasakan kaum Muslim untuk melaksanakannya. Namun, sangat ironis bahwa
umat kita ini sangat jauh dari rasa menghormati dan taat pada sistem barisan yang
rapi, padahal banyak hadits yang menekankan perlunya kerapian barisan dalam
Masjid.
۸‫ ݐا ت܏ܐݐا فرجا‬.ْ݅ܿ݊‫أقݗموا الصڭفوف ݐحا܎ݐا بݗْ݉ الْم݋اكب ݐسدڭݐا الْ܋݃݁ ݐلݗ݋وا بأيْدݒ إخْوا‬
)‫ )ܐݐا݌ ابو داݐد‬١ ‫لّ݃ڬݗْطا݈ ݐْ݆݉ ݐص݁ صفًا ݐص݃ݍ ال݃ڬݍ ݐْ݆݉ قطع صفًا قطعݍ ال݃ڬݍ‬
Artinya: “Luruskanlah shaf-shaf sejajarkanlah pundak dengan pundak, isilah
bagian yang masih renggang,bersikap lembutlah terhadap lengan
teman-teman kalian (ketika mengatur shaf), dan jangan biarkan ada
celah untuk dimasuki oleh setan. Barang siapa yang menyambung shaf
maka Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya), dan barang
sapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya (HR.Abu
Dawud)

12

Muhammad Bin Isa Abu Isa Tirmidzi, Al-Jami Al-Shahih Sunan At-Tirmidzi, (Bairut:
Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi), juz.4, hal.466
13

Abu Dawud Sulaiman Bin Asy Ath Al-Sajistam, Sunan Nabi Dawud, (Bairut: Darul AlKutub Al-Arabi), juz.1, hal. 251

17
Betapa sering seorang Muslim hatinya terasa iba. Ia menyaksikan
umatnya sibuk dalam perjuangan hidup dengan tidak saling acuh. Setiap orang
hanya memperhatikan kepentingan dirinya. Sikap seperti ini telah menyebabkan
terbunuhnya puluhan orang saat melaksanakan manasik haji karena sistem barisan
yang rapi dan perasaan cinta kepada sesama telah hilang darinya. Ini berarti ia
belum mempraktikan misi Masjid.
Misi ketiga ialah meningkatkan taraf peradaban umat dengan melalui
dua cara, merenungkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca dengan keras saat shalat
dan khutbah jum’at. Al-Qur’an banyak sekali membicarakan aqidah, ibadah, etika,
aturan

kehidupan

masalah-masalah

kehidupan

lokal

dan

internasional,

menjelaskan tentang alam semesta, dan tidak ketinggalan tentang sejarah, sama
halnya ia menjelaskan tentang Allah beserta sifat-sifat dan hak-hak-Nya.
Cara pertama ini telah menjadi narasi ilmu pengetahuan yang sangat
penting bagi ulama salaf. Kepiawaian mereka dalam bahasa membuat mereka
mudah memahami ayat-ayat Allah secara langsung.
Sesungguhnya, orang-orang yang mendengarkan Rasulullah Saw. Saat
membaca al-Qur’an telah sampai pada taraf pemikiran dan pendidikan yang sangat
maju sehingga tidak mengherankan bila mereka berhasil menyebarluaskan ajaran
Islam ke seluruh pelosok bumi dan menyelamatkannya dari kegelapan menuju
cahaya yang terang benderang.
Adapun cara kedua untuk meningkatkan taraf peradaban umat ialah
dengan penyampaian berbagai disiplin keilmuan di dalam Masjid, bahkan syair

18
pun pernah dibacakan. Dan sebagian sahabat pernah mendengarkan syair-syair
bertemakan jihad yang dibacakan oleh Hasan bin Tsabir.
Telah diketahui bersama bahwa madrasah-madrasah fiqih terbesar
tumbuh dari dalam Masjid. Para imam besar itu meyampaikan pelajaran fiqihnya
kepada para murid di dalam Masjid. Dan fiqih itu mencakup apa saja yang
diperlukan manusia dari semenjak ayunan hingga liang kubur.
Masjid-Masjid hendaknya didirikan di kota dan desa dengan
perhitungan satu Masjid besar setiap tiga ribu penduduk. Sesungguhnya, Masjid
merupakan benteng ruhani yang mencetak para pejuang untuk membela
kebenaran. Sejarah mencatat bagaimana seorang perempuan dari jamaah shalat
jum’at ketika mendengar khatib berbicara tentang jihad pada masa perang salib
maka ia memotong rambutnya dan maju ke depan mengusulkan untuk dimasukkan
ke dalam barisan pasukan sehingga menjadikan Masjid penuh dengan semangat
jihad.14
B. FUNGSI MASJID
Fungsi utama Masjid adalah tempat bersujud kepada Allah Swt, tempat
shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Lima kali sehari semalm umat islam
dianjurkan mengunjungi Masjid guna melaksanakan shalat berjamah. Masjid juga
merupakan tempat yang paling banyak dikumandangkan nama Allah melalui adzan,
iqamat, tasbih, tahmid, tahlil, istigfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca di

14

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, al-ghazali menjawab 100 soal keislaman, Penerjemah
Mi’atu Sual An Al-Islam ( Jakarta: lentera hati, 2011), hal. 116.

19
Masjid sebagai bagian dari lafadz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah. 15
Masjid dapat memberikan semangat ketabahan, ketahanan, kelemahlembutan, kasih
sayang, dan kegotong royongan ke dalam kesadaran dan hati nurani jamaahnya. Di
Masjid kaum muslimin dapat menemukan identitas dan kekuatannya. Fungsi Masjid
sebenarnya harus menyampingkan perbedaan kecil yang bersifat khilafiyah dan
furuiyah. Dari Masjid inilah Rasulullah Saw mulai membina kader pimpinan umat,
memelihara dan mewariskan, nilia-nilai budaya dan peradaban Islam.16 Selain itu
fungsi Masjid adalah:
1. Fungsi Masjid dalam bidang ibadah
Masjid, sebagaimana telah kita ketahui berasal dari kata sajada-yasjudu
“merendahkan diri”, menyembah atau sujud. Dengan demikian, menjadi tempat
shalat dan berdzikir kepada Allah merupakan fungsi utama dari Masjid. Oleh
karena itu, seluruh aktivitas yang dilaksanakan di Masjid berorientasi pada
dzikrullah, apapun bentuk aktivitas tersebut dan menghalang-halangi manusia
yang hendak menyebut Allah di dalam Masjid dengan berbagai bentuk
aktivitasnya merupakan sesuatu yang amat aniaya,17 Allah berfirman.
)١١4: ‫(ال قر‬.            

Artinya:

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam Masjid-Masjid-Nya,
dan berusaha untuk merobohkannya.” (QS. Al-Baqarah:114)

15

Muhammad.E.Ayub, Manajemen Masjid: Petunujk Praktis Bagi Pengurus, Penerjemah
Dody Mardanus (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), cet.1, hal. 7.
16

Sofyan Syafri Harap, Manajemen Masjid :Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat,
(Jakarta: Pustaka Quantum Prima, 2000), Cet.1, hal. 6.
17

hal. 13.

Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid: Kajian Praktis Bagi Aktivitas Masjid,

20

Karena itu, pemanfaatan Masjid untuk menyembah selain lain Allah
Swt juga merupakan sesuatu yang amat terlarang, Allah berfirman Surat Al-Jin
ayat 18:
) ١٢:ّ‫ ) الجن‬       

Artinya: “Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah.” (QS.Al-Jinn:18)

Masjid merupakan tempat peribadatan kaum muslimin. Di Masjid
mereka melaksanakan shalat yang Allah wajibkan. Di Masjid itu pula hati mereka
khusu’ berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an. Dalam tradisi islam,
Masjid adalah rumah orang- orang yang bertaqwa dan bertapaan orang- orang
shaleh. Mereka berdiri mengerjakan shalat di tempat yang sama. Hati-hati mereka
khusu’ dan pandangan mereka menunduk di hadapan Allah, Tuhan semesta alam.
Masjid adalah tempat mereka i’tikaf dan shalat tahajud, khususnya di bulan
Ramadhan. Di bulan ini, malam mereka isi dengan shalat menghadap Tuhan
Pencipta mereka.
Ketika seorang muslim pergi ke Masjid, ia merasa menjadi tamu
Tuhannya, sejak ia keluar dari rumahnya hingga masuk ke rumah Allah. Pada saat
itu, para malaikat mengelilinya dan menyelimutinya dengan rahmat. Setiap
langkah yang ia ayunkan dicatat sebagai pahala. Ketika memasuki Masjid dan
berdiri di ambang pintunya, ia merasa akan mengahadap Sang Raja diraja, Allah
Swt Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Merasa berada di hadapan-Nya, ia pun
bersikap sopan, khusu, melembutkan gerakannya, dan memperindah ibadahnya.

21
Di Masjid tampak berbagai rahmat Allah, sehingga orang yang masuk
ke dalamnya menyibukkan diri berdzikir, ibadah, dan bacaan Al’qur’an,
sebagaimana seruan Allah dalam firmn-Nya;
 

.              

                
) ٢:‫ (ال ّور‬

Artinya: Bertasbih kepada Allah di Masjid-Masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu
petang,(37) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan
(dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.( QS. An-Nur:36-37)

Hendaklah setiap orang hanya menyembah Allah Swt di Masjid, tidak
menyibukkan diri dengan selain-Nya, sebagaimana firman Allah;
) ١٢:݉‫ )الج‬       

Artinya:“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah.” ) QS. Al-jinn: 18).
Ketika

hendak

ke

Masjid,

setiap

orang

dianjurkan

berhias,

membersihkan diri, memakai wewangian, dan berpakailah indah. Allah Swt
berfirman;
) ١:‫ )ااعراف‬       

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
Masjid.” (QS. Al-A’raf: 31).
Masjid harus diperlakukan dengan etika dan harus dipenuhi haknya.
Masjid memiliki kehormatan yang tidak boleh dilanggar. Masjid mempunyai
peran yang sangat besar dalam agama Islam. Karena shalat merupakan tiang

22
agama, dan Masjid jika dilihat dari asal katanya adalah tempat sujud. Sujud adalah
rukun shalat yang menggambarkan dengan jelas dan hikmah sebuah ibadah shalat.
Karena sujud adalah meletakkan kening dan hidung yang keduanya merupakan
anggota tubuh yang mulia di atas tanah, sebagai lambang ketundukkan kepada
Allah, dan perwujudan hilangnya rasa sombong di dalam hati. Seorang hamba
sangat dekat dengan Rabbnya ketikaiasedang bersujud, sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits kalau sujud merupakan lambang penyerahan diri kepada
Allah, maka Masjid adalah syiar kaum muslimin yang senantiasa mengesakan
Allah dan selalu bersujud kepada-Nya.
2. Fungsi Masjid dalam bidang sosial
Manusia disebut makhluk sosial juga dengan makhluk sosial, Islam
amat menekankan asas persamaan dalam masyarakat, karenanya hubungan sosial
diantara masyarakat muslim, berlangsung secara harmonis sehingga tidak terjadi
adanya kesenjangan sosial, apalagi melalui shalat berjamaah, prinsip kehidupan
sosial itu dibina. Menurut Sidi Ghazalba: dalam Masjid, pada waktu shalat, ajaran
persamaan dan persaudaraan umat manusia dipraktikkan. Di sinilah tiap muslim
disadarkan, bahwa sesungguhnya mereka semua sama. Di dalam Masjid, hilanglah
perbedaan warna kulit, suku, nasion, kedudukan, kekayaan, mazhab, ideologi.
Semuanya berbaris di depan Tuhannya tanpa perbedaan, bagai sekumpulan
saudara seiya sekata, serempak mematuhi iman yang di depannya.18

18

Sidi Ghazalba, Masjid Pusat Ibadah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta:Pustaka AlHusna,1989),hal. 158.

23
Allah berfirman:
) ٢٦:‫(اان ياء‬       

Artinya: “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama
yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku.”( QS.AlAnbiya: 92).
Pada masa Rasul, masalah sosial tentu tidak sedikit. Karena itu banyak
sekali sahabat Rasul yang memerlukan bantuan sebagai resiko dari keimanan yang
mereka hadapi dan sebagai konsekuensi dari perjuangan. Disamping itu, masalahmasalah sosial lainnya seperti kemiskinan memang selalu ada sepanjang zaman.
Untuk mengatasi masalah sosial itu, Rasulullah Saw dan sahabatnya menjadikan
Masjid sebagai tempat kegiatan sosial, misalnya dengan mengumpulkan zakat,
infaq dan shadaqah melaui Masjid, lalu menyalurkannya kepada para sahabat yang
sangat membutuhkan.
Karena itu, keberadaan Masjid sangat besar, fungsinya pada masa Rasul
dan hal itu dirasakan betul oleh masyarakat secara luas sehingga masyarakat
menjadi cinta pada Masjid. Bila berada di Masjid, mereka bagaikan ikan di dalam
air yang begitu senang dalam beaktivitas di Masjid, begitulah memang seharusnya
seorang muslim yang sejati. Bagi orang munafik, dia seperti burung yang berada di
dalam sangkar, tidak betah dan ingin keluar dari sangkar itu.19
3. Fungsi Masjid dalam bidang pembinaan masyarakat
Masjid adalah instansi atau lembaga pembinaan masyarakat Islam yang
didirikan di atas landasan taqwa dan berfungsi untuk mensucikan masyarakat

19

Masjid, hal. 18.

Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid: Kajian Praktis Bagi Aktivitas

24
Islam yang berada di dalamnya dan bermukim di sekitarnya.

20

Asas dan fungsi

Masjid ini secara syar’i telah diatur oleh Allah Swt, sebagaimana tertuang di
dalam firman-Nya pada surat At-Taubah:108
               
)١ ٢:۷‫)التوب‬

    

Artinya: “Sesungguh- nya Mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba),
sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di
dalamnya Mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (AtTaubah:108)
Pengertian taqwa yang dijadikan atas lembaga ini adalah satu sikap jiwa
(mental attitude) bagi setiap muslim yang takut akan murka Allah dan karena-Nya,
serta menjauhkan segala laranganNya, dan mereka berusaha untuk menghindari
diri dari siksa-Nya dengan jalan mentaati-Nya.
Sesuai dengan asas taqwa, lembaga ini berfungsi untuk mensucikan
setiap muslim agar tubuhnya, pikirannya, dan hatinya senantiasa suci. Seluruh
amal perbuatannya diawali dengan niat (motivasi) yang murni (ikhlas) dan tidak
bercampur sedikit pun juga enggan niat untuk mendapatkan keuntungan yang
bersifat duniawi.
Asas dan fungsi Masjid yang demikian inilah yang menyebabkan Masjid
menjadi sumber rahmat dan karunia Allah Swt, sehingga setiap muslim yang
memasukinya, senantiasa berdoa untuk mendapatkan rahmat dan karunia-Nya.

20

Abdul Qadir Djaelani, Mewujudkan Masyarakat Sejahtera Dan Damai, (Surabaya:
Bina Ilmu, 1997), Cet.1, hal. 611

25
Oleh karena itu Rasulullah Saw menganjurkan pada setiap muslim untuk
mengucapkan doa apabila memasuki memasuki Masjid.
Sabda Rasulullah Saw
ْ݆݉ ‫الݏ݅ ا݊ݓ أسأ لك‬:ْ݁‫ ܐحْمتك ݐا܎اخرج فْ݃ݗق‬۲‫ال݃ݏ݅ افْتحْ لݓ ابْوا‬:ْ݁‫ا܎ادخ݁ احد ك݅ الْمسْجد فْ݃ݗق‬
)݅݃‫ )ܐݐا݌ ݆س‬21‫فܣْ݃ك‬
Artinya: “Apabila salah seorang dari kamu masuk ke Masjid hendaklah ia
mengucapkan doa:” Ya Allah,bukanlah bagiku pintu rahmat-Mu; dan
apabila ia keluar, hendaklah ia mengucapkan doa: “ Ya Allah, aku
mohon kepada-Mu karunia-Mu.” (H.R.Muslim)
Posisi lembaga Masjid demikian pentingnya, sehingga Nabi Muhammad
Saw telah menjadikan program pertama yang harus dikerjakan tatkala ia tiba di
Kuba dalam hijrahnya dari Mekah ke Madinah, yaitu mendirikan Masjid Kuba.
Dan bahkan setelah ia tiba di Madinah bukanlah membangun rumah untuk dirinya
dan keluarga, juga bukan asrama untuk kaum Muhajirin, melainkan ia membangun
Masjid yaitu Masjid Nabawi.
Masjid sebagai pusat pembinaan masyarakat Islam, membawa setiap
anggota masyarakat kepada kehidupan yang suci dan bersih, sesuai dengan fitrah
kejadiannya. Hal ini adalah sesuai dengan tujuan diturunkannya Islam kepada
umat manusia, di mana dinyatakan dengan tegas bahwa risalah Islam bermaksud
untuk mensucikan dan membersihkan manusia, supaya mereka senantiasa berada
di jalan Allah dan bertasbih kepada-Nya.
Tujuan risalah Islam itu digariskan oleh Allah Swt seperti tentang di
dalam firmannya pada surat Al-Jumu’ah:2)
21

Abdul Hussain Muslim Bin Al-Hajjaj Bin Muslimal-Husairi Annay Saburi, Al-Jami
As-Shahih Al-Musammashahih Muslim, hal.494

26
         