Alasan Pemberian Izin Poligami di PEngadilan Agama Jakarta Selatan (Studi Putusan di PEngadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2013)

(1)

TAHUN 2013)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Ahmad Pakhrusy Syauqi 1110044100063

K O N S E N T R A S I P E R A D I L AN A G A M A

PRODI HUKUM KELUARGA (AL-AKHWAL SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sebagai kelengkapan tugas dan memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, terutama disebabkan karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak/Ibu:

1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kamarusdiana, S.Ag, MH. dan Sri Hidayati, S.Ag, M.Ag. Selaku Ketua dan Sekretaris Program studi Ahwal Al-Syakhsiyah.

3. Dr. H. Umar Al Haddad, MA. Selaku Dosen pembimbing skripsi I.

4. Segenap bapak dan ibu dosen prodi Ahwal Syakhsiyah, khususnya pada konsentrasi Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.

5. Segenap jajaran karyawan akademik fakultas dan universitas berikut jajaran karyawan perspustakaan fakultas dan universitas.

6. Umi dan Abiku, Hj. Tihamdah Binti Muslih dan H. Daswati Yahya bin H. Yahya yang dicintai yang tak perlu jemu mendoakan dan senantiasa memberikan didikan, kasih sayang, semangat, perhatian, dorongan serta bantuan keuangan dalam menyelesaikan proses penulisan ini.

7. Para staf di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memberikan kerjasama yang amat memuaskan kepada penulis.

8. Kakakku, Syahri Fajriyah beserta suami, Maftuh Hafidz dan Pamanku H. Damanhuri beserta isteri, Sukardi beserta Isteri, dan Adik-adikku Faidah Sofwatunnida, Yasa Nabilah, Fajril Wahdi, Salsa, dan Karin yang selalu

memberikan motifasi dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Program studi Ahwal al-Syakhsiyah, khususnya Kosentrasi Peradilan Agama B, Teman-teman


(6)

Saw yang selalu memberi semangat dan mendo’akan agar skripsi ini

dengan mudah terselesaikan.

Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusun skripsi ini, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis berharap semoga hasil karya ini bisa bermanfaat bagi semua pihak baik berbagai kalangan.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat menjadi langkah awal untuk melakukan studi lanjutan dimasa yang akan datang khususnya berkaitan dengan perkembangan Peradilan Agama. Amin

Jakarta, 17 April 2015

Penulis


(7)

POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI PUTUSAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN TAHUN 2013). Skripsi Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 M/1436 H.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak izin poligami yang dikeluarkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Tahun 2013, untuk mengetahui motif penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami, dan untuk mengetahui alasan majelis hakim dalam memberikan izin poligami.

Penelitian ini menggunakan kualitatif yaitu deskripsi berupa kata-kata, ungkapan, norma-norma, atau aturan-aturan dari kasus yang diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mencermati mengenai alasan pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian termasuk penelitian yang bersifat deskriftif analisis.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa seyogyanya hakim tidak terlalu mudah memberikan izin poligami kepada pemohon, karena mungkin saja si isteri mendapat tekanan dari suami atau terdapat pemalsuan izin supaya suami dapat melakukan poligami.

Kata Kunci : Alasan Pemberian Izin Poligami

Pembimbing : Dr. H. Umar Al Haddad, MA.


(8)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii

KATA PENGANTAR...iv

ABSTRAK...vi

DAFTAR ISI...vii

BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

D. Studi Review Terdahulu...10

E. Kerangka Teori...11

F. Metode Penelitian...15

G. Sistematika Penulisan...17

BAB II : LANDASAN TEORITIS TENTANG POLIGAMI...19

A. Pengertian Poligami...19

B. Dasar Hukum Poligami...20

C. Syarat-Syarat Poligami...24


(9)

A. Pendapat Ulama Tentang Poligami...28

B. Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan...29

C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan...32

D. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam...34

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI...37

A. Deskripsi Putusan Izin Poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pada Tahun 2013...37

B. Jumlah Permohonan Izin Poligami Pada Tahun 2013 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan...43

C. Motif Penyebab Terjadinya Pemohon Melakukan Izin Poligami...49

D. Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Izin Poligami...54

E. Analisis Penulis Tentang Alasan Pemberian Izin Poligami...63

BAB V PENUTUP...71

A. Kesimpulan...71

B. Saran-Saran...73


(10)

2. Surat Tanda Terima Perihal Permohonan Data dan Wawancara Pengadilan Agama Jakarta Selatan

3. Surat Keterangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

4. Laporan Tahunan 2013 Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tentang Perkara Yang Diterima

5. Laporan Tahunan 2013 Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tentang Perkara Yang Diputus

6. Laporan Perkara Khusus PP. 10 Tahun 1983 JO. PP. NO. 45 Tahun 1990 Bulan Januari sampai dengan Desember 2013

7. Salinan Putusan Tentang Perkara Izin Poligami DiPengadilan Agama Jakarta Selatan :

a. 0097/Pdt.G/2013/PA JS b. 0515/Pdt.G/2013/PA JS c. 1061/Pdt.G/2013/PA JS d. 1114/Pdt.G/2013/PA JS e. 1164/Pdt.G/2013/PA JS


(11)

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk memenuhi kebutuhan seksualnya, sebenarnya sebuah perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia yaitu sebagai hubungan keperdataan tetapi disisi lain perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya. Hal ini terbukti bahwa semua agama mengatur tentang pelaksanaan perkawinan dengan peraturannya masing-masing.1

Prinsip perkawinan menurut undang-undang perkawinan tahun 1974 adalah monogami, sedangkan poligami merupakan pengecualian. Poligami merupakan salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam masyarakat, karena mengundang pandangan yang kontroversial. Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari satu

1

Wasman, Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: Teras. 2011), Cet ke 1, hal 29.


(12)

isteri dalam waktu yang sama. Laki-laki yang melakukan perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligami.2

Ada beberapa pandangan laki-laki dalam melakukan perkawinan poligami, poligami dikampanyekan karena memiliki sandaran-sandaran normatif yang tegas dan dipandang menjadi salah satu alternatif untuk menyelesaikan fenomena selingkuh dan prostitusi. Tetapi di sisi lain poligami di tolak dengan beberapa argumentasi, baik yang bersifat normatif, psikologis, dan ketidakadilan jender.

Dalam syariat Islam, poligami disebabkan oleh beberapa hal yang wajar, yaitu:

1. Terhalangnya reproduksi generatif, misalnya kemandulan 2. Istri tidak berfungsi sebagai istri

3. Suami yang hiperseks sehingga membutuhkan penyaluran yang lebih dari seorang istri

4. Jumlah perempuan melebihi laki-laki, dan

5. Istri yang menyuruh suaminya untuk berpoligami Jumlah terkecil di dunia.3

2

Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 2004), Cet ke 1, hal 43.

3

Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), Cet VI, hal 152.


(13)

Jika ditelusuri alasan dan kepentingan masyarakat Islam Indonesia melakukan poligami, setidaknya ada tiga faktor besar mengapa mereka melakukan poligami:

1. Kuatnya budaya patriarkis yang kental dalam masyarakat Indonesia. Dalam budaya patriarkis, laki-laki mendominasi seluruh lini kehidupan, dan perempuan hanya merupakan sub-ordinasi dari laki-laki. Dalam posisi seperti ini perempuan seolah-olah “terkunci” dan tidak bisa melakukan apa-apa yang bisa merubah nasibnya.

2. Pemahaman agama yang salah dalam poligami. Interpretasi agama yang memosisikan isteri hanya sebagai obyek seksual, tidak memiliki kemandirian sebagai manusia utuh. Ada sebagian masyarakat yang menilai bahwa poligami itu merupakan sunnah Rasulullah, bahkan menganggap sebagai sunnah muakad karena Rasulullah sendiri juga berpoligami. 3. Lumpuhnya sistem hukum di Indonesia sehingga terjadi sikap

dualisme terhadap UU Perkawinan dan perturan-peraturan yang lainnya.4

Dapat difahami mengapa data yang ada di Pengadilan Agama sedikit sekali yang melakukan ijin poligami. Sebut saja di Pengadilan Agama Jakarta

4

Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 167-168.


(14)

Selatan Tahun 2013 tentang perizinan poligami terdapat 10 perkara yang diterima, dan terdapat 6 perkara yang diputus.

Alasan pemohon terhadap izin poligami dan tidak sedikit dari mereka memiliki alasan dan bertentangan dengan undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 4 tentang perkawinan, yang dijadikan alasan pemohon poligami di tahun 2013 adalah antara lain:

a. Termohon tidak bisa lagi melayani pemohon dalam hal hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun yang lalu, sementara pemohon masih muda dan memerlukan kebutuhan itu.

b. Pemohon ingin memiliki putra (anak laki-laki) yang selama ini didambakan oleh pemohon.

c. Termohon tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri tidak dapat melahirkan banyak keturunan.

d. Pemohon ingin mempunyai keturunan

e. Termohon sudah tidak mampu lagi memberikan nafkah batin kepada pemohon, dan calon isteri kedua pemohon mengatakan pernah melakukan hubungan suami isteri sebelumnya.

Alasan yang umum dijadikan pemohon dalam melakukan izin poligami yaitu “pemohon sangat khawatir apabila antara pemohon dengan calon isteri pemohon tidak segera melangsungkan pernikahan akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum islam.”


(15)

Pada faktanya, masih terdapat beberapa putusan yang dianggap di luar ketentuan syarat pasal 4 ayat 2 UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Seharusnya salah satu dari ketentuan pasal 4 ayat 2 itu harus ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami.

Dalam hal ini isteri sudah memberikan izin kepada suami untuk berpoligami dan si suami memberikan pernyataan akan menjamin berlaku adil dengan melihat penghasilan yang dimilikinya. Kemudian pembuktian yang hanya berdasarkan kesaksian kepada para saksi saja, padahal pernikahan tersebut (pemohon & termohon) telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri dan ingin memiliki keturunan laki-laki sedangkan pasangan ini hanya dikaruniai keturunan perempuan. Dan ada juga yang hidup rukun tetapi isteri merasa trauma apabila melakukan hubungan intim dan merasa trauma apabila melahirkan.

Oleh sebab itu maka seyogyanya hakim tidak terlalu mudah memberikan izin poligami kepada pemohon, karena mungkin saja si isteri mendapat tekanan dari suami atau terdapat pemalsuan izin supaya suami dapat melakukan poligami.

Didalam prosesnya pengadilan harus melakukan pemeriksaan sejak diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampiranya. Pengadilan juga harus memanggil dan medengarkan alasan-alasan isteri mengizinkan suaminya melakukan poligami. Apakah itu alasan-alasan isteri sudah terpenuhi atau belum, dan apabila alasan-alasan isteri itu sudah terpenuhi,


(16)

maka pengadilan harus meneliti apakah ada atau tidaknya syarat-syarat tertentu secara kumulatif.

Ada dua hal yang harus diberikan penegasan yakni:

1. Poligami hanya bisa dilakukan apabila memperoleh izin dari pengadilan.

2. Pengadilan hanya akan mengeluarkan izin apabila poligami itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutann ( isteri pertama, isteri kedua dan atau seterusnya, dan suami ).

Adapun persyaratan yang harus dilengkapi oleh orang yang mengajukan dispensasi poligami adalah cukup alasan. Alasan tersebut seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang tentang perkawinan adalah:

1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. 2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Dalam pasal 5 ayat 1 diperjelas lagi untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 1 UU ini, harus dipenuhi syarat-syarat berikut:


(17)

2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.5

Untuk membedakan persyaratan yang ada dalam pasal 4 dan 5 adalah, pada pasal 4 disebut dengan persyaratan alternatif yang artinya salah satu harus harus ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami. Sedangkan pasal 5 adalah persyaratan kumulatif dimana seluruhnya harus dapat dipenuhi suami yang akan melakukan poligami.6

Untuk menjawab hal tersebut penulis menuangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul “ ALASAN PEMBERIAN IZIN POLIGAMI

DIPENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI PUTUSAN DIPENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN PADA TAHUN 2013).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dan menimbulkan interpretasi yang berbeda dari tujuan penulisan skripsi, maka penulis membatasi masalah dalam skripsi ini pada persoalan berapa banyak izin

5

Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 162-163.

6

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Perdana Media, 2004), Cet ke2, hal 162-164.


(18)

poligami pada tahun 2013 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, motif penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami, dan alasan majelis hakim dalam memberikan izin poligami.

2. Perumusan Masalah

Seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang tentang perkawinan adalah Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi apabila seorang suami ingin melakukan poligami, Tetapi dalam hal ini tidak ada penjelasan atau alasan yang signifikan dengan pasal 4 ayat 2 undang-undang tentang perkawinan. seperti karena isteri trauma dalam melakukan hubungan intim dan melahirkan, dan isteri tidak bisa memiliki keturunan laki-laki, padahal mereka sudah memiliki anak perempuan dan hidup rukun seperti keluarga rukun pada umumnya.

Untuk memudahkan arah pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis merinci masalah tersebut dalam bentuk pertanyaan, yaitu:

1. Berapa banyak izin poligami yang dikeluarkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Tahun 2013?

2. Apa yang menjadi motif penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami?


(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan proposal skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui berapa banyak izin poligami yang dikeluarkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Tahun 2013.

b. Untuk mengetahui motif penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami.

c. Untuk mengetahui alasan majelis hakim dalam memberikan izin poligami.

2. Manfaat penelitian

a. Secara akademik, menambah ilmu pengetahuan dibidang hukum perdata serta mengembangkan ilmu di bidang syariah, khususnya dalam bidang perkwainan dan mengetahui dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara pemberian izin poligami.

b. Secara praktis, agar masyarakat mengetahui gambaran pengaturan poligami dalam hukum islam dan perundang-undangan di Indonesia.


(20)

D. Studi Review Terdahulu

Beberapa penelitian yang penulis temukan yang membahas tentang kajian yang terkait dengan penelitian ini antara lain adalah :

No Nama Penulis/Judul/Tahun Subtansi Pembeda

1. Anita Harun Tagun. Analisis yuridis penetapan pengadilan agama jakarta timur tentang permohonan izin poligami.

Perkara

(no. 137/Pdt.G/2005/PA.JT) dan

(no.3303/Pdt.G/2005/PA.JT). Fakultas syari‟ah & hukum. 2006.

Skripsi ini menjelaskan tentang proses penyelesaian pemeriksaan perkara permohonan izin poligami di

PA Jak-Tim

dengan

alasan-alasan dua

putusan.

Skripsi ini fokus kepada masalah motif penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami

2. Awaludin. Urgensi undang-undang no.1 tahun 1974 terhadap perilaku izin poligami (studi kasus di pengadilan agama Jakarta Barat). Fakultas syari‟ah dan

Skripsi ini menjelaskan tentang kesesuaian prosedur dan persyaratan

skripsi ini fokus kepada masalah berapa banyak izin poligami yang dikeluarkan


(21)

hukum. 2007 dalam mengajukan izin poligami di

PA Jak-Bar

dengan UU No. 1 Tahun 1974, tanpa melihat hukum islam

dan hukum

positf lainnya di Indonesia.

pengadilan agama jakarta selatan pada tahun 2013.

E. Kerangka Teori

Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu

polus yang berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila pengertian kata ini digabungkan, maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang. Pengertian poligami, menurut bahasa Indonesia, adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan.7

Poligami tidak lagi merupakan tindakan semata-mata urusan pribadi, tetapi juga menjadi urusan kekuasaan negara yakni mesti ada izin Pengadilan

7

Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Cet ke-1, hal 351.


(22)

Agama. Tanpa izin Pengadilan Agama perkawinan itu dianggap poligami liar, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat walaupun dilakukan dihadapan pegawai pencatat nikah.8

Islam membolehkan laki-laki tertentu melaksanakan poligami sebagai alternatif ataupun jalan keluar untuk mengatasi penyaluran kebutuhan seks laki-laki atau sebab-sebab lain yang mengganggu ketenangan batinnya agar tidak sampai jatuh ke lembah perzinaan maupun pelajaran yang jelas-jelas diaharamkan agama. Oleh sebab itu, tujuan poligami adalah menghindari agar suami tidak terjerumus ke jurang maksiat yang dilarang islam dengan mencari jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi (poligami) dengan syarat bisa berlaku adil.9

Orang-orang menganggap poligami adalah suatu dosa, kenapa? Karena banyak orang yang celaka dalam mempraktekkan poligami, dimana dia hanya mengambil hukum Allah akan bolehnya poligami, dan meninggalkan hukum Allah tentang kewajiban berlaku adil, sedangkan sistem Ilahiyah harus diambil secara menyeluruh. Mengapa seorang istri tidak suka dipoligami? Karena dia menyaksikan bahwa sang suami jika melakukan poligami, maka suaminya akan meninggalkannya dengan segala kebaikan,

8

Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Cet ke-1, hal 369.

9

Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Cet ke-1, hal 358.


(23)

perhatian, dan kelembutannya untuk istri barunya. Maka menjadi suatu yang logis jika seorang wanita membenci dipoligami dengan wanita lain.10

Dasar pokok yang membolehkan poligami adalah firman Allah Swt pada surat Annisa ayat 3.

                                                     

“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Salah satu syarat dalam poligami yaitu bisa berlaku adil, adil disini meliputi semua aspek diantaranya ialah: aspek ekonomi, aspek jatah giliran, aspek kasih sayang, aspek perlindungan, dan yang terpenting para istri

mempunyai hak yang sama “mempunyai suami”.11

Adapun penjelasan dalam pasal 4 dan 5 UU perkawinan dan juga disebutkan beberapa aspek yang meliputi syarat poligami haruslah terpenuhi.

10

Karam Hilmi Farhat, POLIGAMI dalam pandangan islam, Nasrani, dan Yahudi, (Jakarta: Darul Haq, 2007), Cet ke-I, hal 38.

11

Anshori Fahmie, siapa bilang poligami itu sunnah?, (Depok: Pustaka II Man, 2007) , Cet ke-1, hal 89.


(24)

Bila syarat dan aspek tersebut terpenuhi dapat memungkinkan perizinan dalam melakukan poligami.

Dan apabila perkawinan poligami itu tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan UU Perkawinan, maka perkawinan poligami itu harus dinyatakan tidak sah, dinyatakan batal demi hukum, dan dianggap tidak terjadi.12

Untuk bolehnya seseorang berpoligami, sebagai tambahan dari syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam agama islam, tidak diperbolehkan seseorang berpoligami, kecuali jika memang benar-benar ada motif yang baik, yang mendorong dia untuk berpoligami. Dan ada tidaknya motif itu diserahkan kepada penilaian dan pengawasan hakim. Jadi, jika ada orang yang ingin berpoligami, maka ia diharuskan untuk menghadap Hakim di meja hijau, untuk mengemukakan alasan-alasan, apa sebabnya ia ingin berpoligami, dan bahwa alasan-alasanya itu merupakan motif yang benar

menurut agama, dan sesuai dengan syari‟at Islam.

Kemudian, menilai alasan-alasan yang dikemukakan orang yang ingin berpoligami itu termasuk dalam wewenang Hakim. Jika Hakim merasa yakin bahwa alasan yang dikemukakan oleh orang itu adalah benar, maka hakim berhak untuk memberi izin kepada orang itu untuk berpoligami. Sebaliknya, jika Hakim tidak percaya tentang alasan yang dikemukakannya itu, maka Hakim berhak untuk menolak permintaannya untuk berpolgami. Dan

12

Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 112.


(25)

akibatnya orang itu dilarang berpoligami, berupa larangan menurut Undang-Undang Negara.13

F. Metode Penelitian 1. Jenis Data

Dilihat dari segi datanya, penelitian ini merupakan kualitatif yaitu deskripsi berupa kata-kata, ungkapan, norma-norma, atau aturan-aturan dari kasus yang diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mencermati mengenai alasan pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian termasuk penelitian yang bersifat deskriftif analisis yaitu penelitian lapangan yang menggambarkan data-data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara mendalam.

2. Sumber Data

Secara umum data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer sebagai data utama dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan wawancara terhadap pihak yang terkait dengan permasalahan yang penulis bahas. Sedangkan data sekunder adalah putusan atau berkas perkara poligami Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2013 dan beberapa dokumentasi hukum yang terkait dengan permasalahan izin poligami.

13

Abdul nasir taufiq al‟attar, POLIGAMI ditinjau dari segi agama, sosial, dan perundang-undangan, ( Jakarta: Bulan bintang), Cet ke-1, hal 284-285.


(26)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapunpengumpulan data yang penulis gunakan dalam menghimpun seluruh data dan fakta yang menunjang permasalahan adalah sebagai berikut :

a. Studi Putusan Yurisprudensi

Studi putusan yurisprudensi yaitu teknik pengumpulan putusan yang sistematis dari keputusan Mahkamah Agung dan keputusan Pengadilan tinggi yang diikiuti oleh hakim lain dalam memberikan keputusan sosial yang sama.14 Dalam hal ini, studi putusan yurisprudensi yang dilakukan adalah studi putusan tentang izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2013.

b. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh landasan teoritis berupa konsep dari beberapa literatul yang terkait dengan materi pokok permasalahan yang akan penulis bahas, baik dari buku-buku karangan ilmiah, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kompilasi Hukum Islam serta peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

c. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis yurisprudensi yang

14

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indoesia, (Jakarta : Kencana, 2006), cet ke-1, hal.155.


(27)

dilakukan yaitu studi putusan tentang izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2013, sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yng dikehendaki penulis dalam penulisan proposal skripsi ini.

d. Pedoman Penulisan Skripsi

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada “buku

pedoman penulisan skripsi tahun 2012” yang diterbitkan oleh

fakultas Syariah dah hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah BAB perbab, dimana antara BAB yang satu dengan BAB yang lainnya mempunyai keterkaitan. Sistematika yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat beberapa sub-bab, diantaranya adalah: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review terdahulu, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II didalamnya mengurai landasan teoritis mengenai poligami yang menyangkut tentang: Pengertian poligami, dasar hukum poligami, syarat-syarat poligami, dan hikmah poligami.


(28)

BAB III mengurai tentang: pendapat ulama tentang poligami, poligami menurut Undang-Undang no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan poligami menurut Kompilasi Hukum Islam.

BAB IV menjelaskan tentang alasan pemberian izin poligami di pengadilan agama jakarta selatan yang didalamnya terdiri dari: deskripsi putusan pengadilan agama jakarta selatan, berapa banyak izin poligami pada Tahun 2013 di pengadilan agama jakarta selatan, motif penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami, alasan majelis hakim dalam memberikan izin poligami, dan analisis penulis tentang alasan pemberian izin poligami.

BAB V adalah penutup yang merupkan kesimpulan dari keseluruhan bab terdahulu yang mana didalamnya juga dikemukakan saran-saran sebagai jalan pemikiran penulis dalam rangka membantu mengemukakan jalan keluar dari permasalahan yang ditemukan dalam penulis skripsi.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORITIS TENTANG POLIGAMI

A. Pengertian Poligami

Poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan

dari dua kata yakni “poli” atau “polus” yang artinya banyak, dan kata

“gamein” atau “gamos” yang artinya kawin atau perkawinan. Jika

digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Kalau dipahami dari definisi ini, maka sah untuk mengatakan bahwa arti poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan poligami adalah suatu sistem perkawinan di mana seorang pria mengawini lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan.15

Menurut Sayyid Sabiq, poligami adalah satu ajaran Islam yang sesuai dengan fitrah kaum laki-laki. Laki-laki adalah makhluk Allah yang memiliki kecenderungan seksual lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan, dengan adanya poligami dapat menghindarkan kaum laki-laki melakukan perzinaan, melatih menjadi pemimpin yang adil dalam kehidupan dan pengelolaan keluarga dan rumah tangganya. Keadilan terhadap istri-istri adalah barometer pertama pemimpin yang akan berlaku adil atas rakyat yang dipimpinnya.16

15

Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 139-140.

16

Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), Cet VI, hal 153-154.


(30)

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa

pengertian poligami adalah “Ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan.”17

Poligami merupakan salah satu bentuk pernikahan yang diatur dalam hukum islam. Mengacu pada hukum islam (fiqih), poligami merupakan bentuk pernikahan yang diperbolehkan. Mayoritas ulama memperbolehkan pernikahan poligami, dan pandangan kebolehan pernikahan poligami ini didasarkan pada ayat al-Quran yang menyatakan bahwa sorang muslim laki-laki boleh melakukan pernikahan dengan satu, dua, tiga, dan empat wanita yang baik, seperti tercantum dalam ayat keempat surat an-Nisa ayat 3. Ayat tersebut kemudian dipahami sebagai sebuah dasar pembolehan praktik pernikahan poligami secara umum. Dengan penekanan pada kalimat berikutnya yang menyinggung tentang keadilan yang harus dipenuhi suami.18

B. Dasar Hukum Poligami

Poligami adalah sistem yang cukup dominan sebelum datangnya Islam, kemudian datanglah Islam dengan membolehkan poligami ketika poligami itu merupakan sistem yang sangat kuat di dalam kehidupan masyarakat Arab, yang merupakan konsekuensi dari tabiat biologis dan realita sosial mereka. Islam yang lurus tidak melarang poligami, tetapi juga tidak membiarkannya tanpa aturan, akan tetapi islam mengaturnya dengan syarat-syarat Imaniyah

17

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 18.

18

Asep Saepudin Jahar, Hukum Keluarga, Pidana, dan Ekonomi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet I, hal 30.


(31)

yang jelas disebutkan dalam hukum-hukum Al-Qur‟an. Maka Islam membatasi poligami hanya sampai empat orang, dimana di zaman jahiliyah dulu tanpa batas.perhatikan Firman Allah Swt, dalam surat An-nisa Ayat 3,

                                                      

“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Di antara keagungan ayat ini tampak jelas bahwa bolehnya poligami dan pembatasannya dengan empat orang, datang dibarengi kekhawatiran berlaku zhalim kepada perempuan yatim.19

Dan di dalam Al-Qur‟an surat An-nisa ayat 129 menyebutkan:

                                         19

Karam Hilmi Farhat, POLIGAMI dalam pandangan islam, Nasrani, dan Yahudi, (Jakarta: Darul Haq,2007), Cet ke-I, hal 90-91.


(32)

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa keadilan tidak mungkin dapat dicapai jika berkaitan dengan perasaan atau hati dan emosi cinta. Keadilan yang harus dicapai adalah keadilan materiil semata-mata, sehingga seorang suami yang poligami harus menjamin kesejahteraan isteri-isterinya dan mengatur waktu gilir secara adil. Sayyid Sabiq (1987 : 172).20

Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam menjelaskan hal ini dengan

sabda beliau:

ادبأ

َّ

دع

تْ ب

َّ

سر

تْ ب

ع تْجت

ل

َّ

ْ

،

ا ارح

حأ

ل

لاح

ُمّرحأ ُتْسل ىّنإو

“Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang halal, akan tetapi demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasul Allah dan anak perempuan musuh Allah pada seorang laki-laki selamanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]”.

20

Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), Cet VI, hal 155.


(33)

Mengomentari hadits di atas Ibnu At-Tîn berkata: “Pendapat paling tepat dalam menafsirkan kisah ini adalah, bahwasanya Nabi Shallallahu

„alaihi Wassalam mengharamkan Ali mengumpulkan putri beliau dengan anak perempuan Abu Jahal karena akan menyakiti beliau, dan menyakiti Nabi hukumnya haram, berdasarkan ijma‟. Adapun sabda Nabi Shallallahu „alaihi

Wassalam: “Aku tidak mengharamkan perkara yang halal‟, maksudnya, dia

(anak perempuan Abu Jahal) itu halal dinikahi oleh Ali jika saja Fatimah bukan istrinya. Adapun mengumpulkan keduanya akan menyakiti Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam karena merasa tersakitinya Fathimah, maka hal

itu tidak dibolehkan.”Pelarangan bukan karena “tersakitinya” Fathimah ra, melainkan tersakitinya Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam lantaran

tersakitinya Fatimah, dan umat sepakat tentang keharaman menyakiti Nabi

Shallallahu „alaihi Wassalam.21

َنْمَلْسَأَف ِةيِلِاَجْلا يِف ٍةَوْسِن ُرْشَع َُلَو َمَلْسَأ يِفَق ثلا َةَمَلَس َنْب َن ََْيَغ نَأ َرَمُع ِنْبا ْنَع

َُعَم

(

يديمرت اور

)

ََ

ّنُهْ ِم اًعَ بْرَأ

َر يَخَتَ ي ْنَأ َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص يِب لا َُرَمَأَف

"Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam, sedangkan ia mempunyai sepuluh orang istri pada zaman Jahiliyah, lalu mereka juga masuk Islam bersamanya, kemudian Nabi SAW memerintahkan

21

www.artikel.majlisasmanabawi.net, ” hukum poligami dalam islam tafsir ayat”, Artikel diakses pada 12 Januari 2015 dari http://www.artikel.majlisasmanabawi.net/hukum-poligami-dalam-islam-tafsir-ayat/


(34)

Ghailan untuk memilih (mempertahankan) empat diantara mereka. (HR. Tirmidzi)."

Hadits tersebut di atas, membicarakan tentang Ghailan Ats-Tsaqafi yang mana sebelum masuk Islam mempunyai sepuluh orang istri. Ketika ia masuk Islam ke sepuluh orang istrinya itu turut masuk Islam bersamanya. Oleh karena dalam Islam seorang laki-laki tidak boleh beristri lebih dari empat, maka Nabi menyampaikan hadits di atas. Yakni, menyuruh atau memerintah mempertahankan empat diantara mereka dan menceraikan yang lainnya.22

C. Syarat-syarat Poligami

Meskipun poligami menurut undang-undang diperbolehkan, beratnya persyaratan yang harus ditempuh mengisyaratkan bahwa pelaksanaan poligami di Pengadilan Agama menganut prinsip menutup pintu terbuka, artinya poligami itu tidak dibuka, kalau memang tidak diperlukan dan hanya dalam hal atau keadaan tertentu pintu dibuka (Rahmat Hakim, 2000: 121).23

Pasal-pasal dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang berkaitan langsung dengan poligami adalah dalam pasal 4 dan pasal 5. Dalam pasal 4 yang terdiri dari 2 ayat berisi sebagai berikut:

22

Journeylife-harun.blogspot.com,”poligami dalam perspektif hadits”, Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari http://journeylife-harun.blogspot.com/2009/11/poligami-dalam-perspektif-hadits.html

23

Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), Cet VI, hal 163-164.


(35)

1. Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan daerah tempat tinggalnya.

2. Pengadilan dimaksud ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila;

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Di dalam pasal 5 dijelaskan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan, sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1) undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan dari istri-istri

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.24

24

Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang Perkawinan Indonesia, hal 8-9.


(36)

Poligami merupakan pintu darurat [emergency exit] yang hanya bisa dibuka dalam keadaan darurat saja.25

Jadi, jika ada orang yang ingin berpoligami, maka ia ditugaskan untuk bersiap-siap menghadap pak hakim di meja hijau, untuk mengemukakan alasan-alasan, apa sebabnya ia berpoligami, dan bahwa alasan-alasannya itu merupakan motif yang benar menurut agama, dan sesuai dengan syari‟at Islam.26

D. HIKMAH POLIGAMI

Sayyid Sabiq yang menerangkan hikmah berpoligami cukup panjang, dan disini dikemukakan ringkasanya sebagai berikut:

1. Sebagai karunia dan rahmat Allah, dan menjadi diperlukan untuk kemakmuran dan kemaslahatan.

2. Memperbesar jumlah umat karena “ Keagungan itu

hanyalah bagi yang berjumlah banyak.”

3. Mengurangi jumlah janda sambil menyantuni mereka. 4. Mengantisipasi kenyataan bahwa jumlah wanita berlebih

dibandingkan pria.

5. Mengisi tenggang waktu yang lowong berhubungan secara kodrati pria itu lebih panjang masa membutuhkan berhubungan seks baik karena dalam usia lanjut yang

25

Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 159.

26Abdul Nasir Taufiq Al „Athar, Polygami Di Tinjau Dari Segi Agama, Sosial, dan


(37)

wanita sudah tidak membutuhkan sementara pria tetap saja, ataupun karena tenggang waktu sebab haid dan nifas. 6. Dapat mengatasi kalau istri (pertama) mandul, dan

7. Sebaliknya di tempat yang menganut pemaksaan monogami terlahir banyak kefasikan, banyak wanita tuna susila, dan banyak pula anak di luar nikah.27

Peraturan tentang poligami dan praktiknya di dunia Islam mempunyai manfaat besar yang membersihkan masyarakat dan akhlak yang tercela dan menghindarkan penyakit masyarakat yang banyak timbul di negara-negara yang tidak mengenal poligami.28

27

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : PT RajaGrafindo, 1995), Cet ke I , hal 166.

28

Hartono Ahmad Jaiz, Wanita antara jodoh, poligami & perselingkuhan, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 2007), Cet ke I, hal 124.


(38)

BAB III

POLIGAMI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA

A. Pendapat Ulama Tentang Poligami

Imam Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa seorang

suami boleh memiliki istri lebih dari satu, karena dalam agama Islam seseorang laki-laki dibolehkan mengawini lebih dari satu tetapi dibatasi hanya sampai empat orang istri. Akan tetapi kebolehannya tersebut memiliki syarat yaitu berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, baik dari nafkah atau gilirannya. Para Imam di atas juga memberikan saran, apabila tidak bisa berlaku adil, hendaknya beristri satu saja itu jauh lebih baik. Para Ulama Ahli Sunnah juga telah sepakat, bahwa apabila seorang suami mempunyai istri lebih dari empat maka hukumnya haram. Dan perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah, kecuali suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu dan telah habis pula masa iddah-nya.

Dalam masalah membatasi istri empat orang saja, Imam Syafi‟i berpendapat

bahwa hal tersebut telah ditunjukkan oleh Sunnah Rasulullah saw sebagai penjelasan dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorangpun yang dibenarkan nikah lebih dari empat perempuan.29

29 Rahmat Yudistiawan, “hukum poligami jumlah istri dan syarat adil dalam poligami”,

Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari

http://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/hukum-poligami-jumlah-istri-dan-syarat-adil-dalam-poligami-oleh-rahmat-yudistiawan/.


(39)

Perlu diketahui, poligami tersebut hanya dibolehkan dengan syarat, yaitu bila suami yang melakukan poligami tersebut bisa berlaku adil terhadap isteri-isterinya.30

B. Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Poligami di Indonesia juga disahkan Sesuai Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu :

Ayat 1 Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”

Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut di atas membuka kemungkinan seorang suami dapat melakukan poligami apabila dikehendaki oleh istri pertama tentunya dengan ijin pengadilan.

Ayat 2a Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.”

Ayat 2b. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2

30

Hasanuddin AF, Perkawinan dalam perspektif Al-Qur‟an nikah, talak, cerai, rujuk, (Jakarta : Nusantara Damai Press), Cet ke-1 hal 12.


(40)

(dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Adapun syarat utama yang harus dipenuhi adalah suami mampu berlaku adil terhadap istri istrinya dan anak-anaknya, akan tetapi jika si suami tidak bisa memenuhi maka suami dilarang beristri lebih dari satu. Disamping itu si suami harus terlebih dahulu mendapat ijin dari pengadilan agama, jika tanpa ijin dari pengadilan agama maka perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan, sesuai yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu:

Ayat 1 : Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.”

Pengadilan agama, baru dapat memberikan ijin kepada suami untuk berpoligami apabila ada alasan yang tercantum sesuai dengan persyaratan-persyaratan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu:

Ayat 2 : Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :


(41)

b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.”

Untuk mendapatkan ijin dari pengadilan, suami harus pula memenuhi syarat-syarat tertentu disertai dengan alasan yang dapat dibenarkan. Tentang alasan yang dapat dibenarkan ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menentukan:

Ayat 1 : Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.”

“Ayat 2 : Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2


(42)

(dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.” 31

C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Dalam PP No. 9 Tahun 1975 mengatur lebih terperinci tentang Pelaksanaan poligami atas UUP no 1 tahun 1974 tentang Pelaksanaan beristri lebih dari seorang. Yaitu :

Pasal 40

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.

Pasal 41

Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:

1. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah:

a. Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.

b. Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

2. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan didepan sidang pengadilan.

3. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:

31Manfiroceanscienceoflaw, “

poligami menurut uu no 1 tahun 1974”, Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari http://manfiroceanscienceoflaw.blogspot.com/2012/01/poligami-menurut-uu-no-1-tahun-1974.html.


(43)

a. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda-tangani oleh bendahara tempat bekerja atau. b. Surat keterangan pajak penghasilan atau.

c. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.

4. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Pasal 42

1. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan.

2. Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.

Pasal 43

Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.

Pasal 44

Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43. 32

32Manfiroceanscienceoflaw, “

poligami menurut uu no 1 tahun 1974”, artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari http://manfiroceanscienceoflaw.blogspot.com/2012/01/poligami-menurut-uu-no-1-tahun-1974.html.


(44)

D. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam

Ketentuan pasal-pasal tentang poligami, sebagaimana diatur pada bab IX KHI, ternyata syarat-syarat yang diberikan tidak hanya bersifat substansial tetapi juga syarat-syarat formal.

Pertama, pasal 55 yang memuat syarat substansial dari pendapat poligami yang melekat pada seorang suami yaitu terpenuhinya keadilan yang telah ditetapkan, bunyi dalam pasal 55:

1. Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.

2. Syarat utaama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap ister-isteri dan anak-anaknya.

3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.

Syarat ini adalah inti dari poligami, sebab dari sinilah munculnya ketidak sepakatan dalam hukum akan adanya poligami. Dan dipertegas pula didalamnya bahwa apabila keadilan tidak dapat dipenuhi maka seorang suami dilarang berpoligami.

Kedua, pasal 56 yang berbunyi:

1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.

2. Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun 1975.

3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 56 diatas merupakan syarat-syarat formal poligami yang harus dijalani seorang suami. Peraturan ini dibuat sebagai perlindungan hukum bagi pelaku poligami karena di Indonesia adalah negara hukum sehingga segala urusan hubungan manusia maka pelaksanaannya harus diketahui oleh instansi yang berwenang yaitu Pengadilan Agama (PA).


(45)

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.

b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 57 diatas merupakan syarat-syarat substansial yang melekat pada seorang isteri yaitu kondisi-kondisi nyata yang melingkupinya sehingga menjadi alasan logis bagi seorang suami untuk berpoligami.

Keempat, pasal 58 yang berbunyi:

1. Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu : a. Adanya pesetujuan isteri.

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup ister-isteri dan anak-anak mereka.

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.

3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Pasal 58 diatas merupakan syarat-syarat formal yang diperankan seorang isteri sebagai respon terhadap suami yang hendak memadu dirinya


(46)

yang melibatkan instansi yang berwenang. Aturan-aturan ini sebagai antisipasi untuk menjaga hubungan baik dalam keluarga setelah berjalannya keluarga poligami.

Kelima, pasal 59 yang berbunyi:

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

Bunyi pasal 59 diatas menjelaskan sikap Pengadilan Agama untuk bertindak dalam menghadapi perkara poligami dari isteri yang saling mempertahankan pendapatnya. Dengan demikian ketentuan poligami dalam KHI tidak bertentangan dengan ruh nash.33

33pe adaris a.wordpress.co ,

poligami dalam syariat kompilasi hukum islam , Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari https://penadarisma.wordpress.com/makalah/poligami-dalam-syariat-kompilasi-hukum-islam/


(47)

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

A. Deskripsi Putusan Izin Poligami Dipengadilan Agama Jakarta Selatan Pada Tahun 2013

Dari perkara-perkara tersebut penyusun akan mendeskripsikan 5 (lima) putusan yang bisa mewakili dari 7 (Tujuh) putusan sesuai dengan variasi alasan suami mengajukan izin poligami, Namun karena beberapa kendala, penyusun hanya mampu menemukan 7 putusan.34 sedangkan perinciannya sebagai berikut:

1. Putusan Nomor : 0097/Pdt.G/2013/PA JS

Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 11 Januari 2013, perubahannya pada tanggal 31 Januari 2013, dan telah diputus pada tanggal 7 Februari 2013 dengan putusan mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan poligami. adapun perinciannya adalah:

Pemohon : Mz. Muttaqin, AMD bin Umar Hamid, umur 37 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan swasta, tempat tinggal di jalan keuangan I No. 20B Komp. Keuangan Cilandak Jakarta Selatan.

34

Kendala yang dimaksud penyusun adalah karena berkas perkara khusus tahun 2013 belum terarsip secara keseluruhan. Berdasarkan keterangan dari Bapak H. Ahmad Majid, S. H., Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, 17 Juni 2014.


(48)

Termohon : Nurul Badriyah binti kusnan, umur 35 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, tempat tinggal di jalan keuangan I No. 20B Komp. Keuangan Cilandak Jakarta Selatan.

Calon isteri kedua pemohon : Apridina Kurniawaty, SH. Karyawan, Islam, Sarjana Hukum, palembang/29 april1976, tempat tinggal jl. Tebet Barat Dalam IX D/ 18 RT 002/006 kel. Tebet Barat Kec.Tebet Jakarta Selatan.

Pada tanggal 3 Maret 2002 pemohon dan termohon melangsungkan pernikahan, pemohon dan termohon telah hidup sebagaimana layaknya suami dan isteri dan telah lahir seorang anak perempuan. Sejalan dengan pernikahan pihak isteri sudah 10 tahun tidak melayani suami dalam hal hubungan suami isteri karena trauma setelah melahirkan. Termohon menyatakan rela dan tidak keberatan apabila pemohon menikah lagi dengan calon isteri kedua pemohon tersebut.

2. Putusan Nomor : 0515/Pdt.G/2013/PA JS

Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 26 Februari 2013, dengan putusan mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan poligami. adapun perinciannya adalah:

Pemohon : Umur 36 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di jalan sirsak Gg. Mangga RT


(49)

008 RW 007 no. 88 Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa, JakartaSelatan.

Termohon : Susan Setiawati binti Adi Miharja, umur 37 tahun, agama Islam, pekerjaan Mengurus rumah tangga, tempat tinggal di jalan sirsak Gg. Mangga RT 008 RW 007 no. 88 Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa, JakartaSelatan.

Calon isteri kedua pemohon : Pedih Priyatin binti Sumarjo, umur 22 tahun, agama islam, pekerjaan karyawati, tempat tinggal Pengadegan RT 002 RW 012, desa Pengadegan, Kecamatan Wangon, Kota Banyumas, Jawa Tengah.

Pada tanggal 11 Juni 2000 Pemohon dan Termohon melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan telah dikaruniai 5(lima) orang anak perempuan. Pemohon hendak berpoligami karena beralasan ingin memiliki putra (anak laki-laki) yang selama ini didambakan oleh pemohon. Termohon menyatakan rela dan tidak berkeberatan serta ikhlas apabila pemohon menikah lagi dengan calon isteri kedua pemohon.

3. Putusan Nomor : 1061/Pdt.G/2013/PA JS

Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 23 April 2013, dengan putusan


(50)

mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan poligami. adapun perinciannya adalah:

Pemohon : Abu Haerah Bin Alwi, Umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Pejaten Timur Jalan Angsana I Rt.004 Rw.006 No.27 Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Termohon : Holilah binti Syd Husein Ali, Umur 42 tahun, agama Islam, pekeerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Pejaten Timur Jalan Angsana I Rt.004 Rw.006 No.27 Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Calon Isteri Kedua Pemohon : Chairunnisa binti Syd Saleh Ahmad, Umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan Mahasiswi, tempat kediaman di jalan kebon nanas utara Rt 011 Rw 004 Desa Cipinang cempedak Kecamatan Jatinegara.

Pada tanggal 11 Oktober 1997 Pemohon dan Termohon melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan telah dikaruniai 1 orang anak perempuan. Pemohon hendak berpoligami karena beralasan isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri tidak dapat banyak melahirkan keturunan, oleh karenanya pemohon sangat khawatir akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh norma agama apabila pemohon tidak melakukan poligami.


(51)

4. Putusan Nomor : 1114/Pdt.G/2013/PA JS

Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 29 April 2013, dengan putusan mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan poligami. adapun perinciannya adalah:

Pemohon : Sarijo bin Wongso Karyo, umur 38 Tahun, agama Islam, pekerjaan Wirswasta, tempat kediaman di Kebagusan Besar No. 34 RT011 RW006, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Termohon : Fitiah binti Untung, umur 31 tahun, agama Islam pekerjaan Ibu Rumah Tangga, tempat kediaman di Kebagusan Besar No. 34 RT011 RW006, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Calon Isteri Kedua Pemohon : Mesra Elita binti T. Khatio Kayo, Umur 34 tahun, agama Islam, pekerjaan Wirswasta, tempat kediaman Jl. Deperdag I RT 003 RW 002 Radio Dalam, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pada tanggal 10 Februari 2004 Pemohon dan Termohon melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri namun belum dikaruniai keturunan.


(52)

5. Putusan Nomor : 1164/Pdt.G/2013/PA JS

Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 30 April 2013, dengan putusan mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan poligami. adapun perinciannya adalah:

Pemohon : Nugroho bin Tohari, Umur 52 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, beralamat di Gang Mushallah, RT 012, RW 001, Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Termohon : Hartati Kamar binti Kamaruzzaman, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Gang Mushallah, RT 012, RW 001, Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Calon Istri Kedua Pemohon : Shinta Rahayu, pekerjaan Swasta, agama Islam, Pendidikan Sarjana, tempat/tanggal lahir Jayapura/ 31 Mei 1975, alamat Gang Mushallah Rt 012 RW 001 No.06 Kelurahan Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan.

Pada tanggal 24 Agustus 1986 Pemohon dan Termohon melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri, telah melahirkan empat orang anak, namun perjalanan rumah tangga dan hubungan pemohon dan termohon menurut pemohon tidak atau kurang harmonis lagi karena termohon tidak mampu memberikan


(53)

jaminan batin/hubungan biologis, sehingga pemohon atas kesepakatan dan seizin termohon mau menikah lagi atau poligami.

B. Jumlah Permohonan Izin Poligami Pada Tahun 2013 Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pada Tahun 2013 Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menerima 3458 perkara masuk dan 5387 telah berhasil diputus. Diantara 3458 perkara tersebut yang tebanyak adalah perkara cerai gugat dengan jumlah 2144, sedangkan perkara permohonan izin poligami sejumlah 10 perkara. Dari 10 perkara tersebut 6 di antaranya sudah diputus. Namun karena beberapa kendala, penyusun hanya mampu menemukan 7 putusan dengan perincian sebagai berikut35 :

Tabel 1

No NOMOR PERKARA ALASAN KETERANGAN

1 0097/Pdt.G/2013/PA JS Termohon tidak bisa lagi

melayani pemohon

dalam hal hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun lalu.

Dikabulkan

35

Kendala yang dimaksud penyusun adalah karena berkas perkara khusus tahun 2013 belum terarsip secara keseluruhan. Berdasarkan keterangan dari Bapak H. Ahmad Majid, S. H., Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, 17 Juni 2014.


(54)

2 0515/Pdt.G/2013/PA JS Pemohon ingin punya anak laki-laki sedangkan termohon sudah disteril sehingga tidk mungkin dapat melahirkan anak laki-laki sedangkan

pemohon masih

menginginkanya.

Dikabulkan

3 1061/Pdt.G/2013/PA JS Selama 14 tahun pernikahan pemohon dengan termohon hanya mempunyai satu orang anak/keturunan,

meskipun pemohon dan termohon telah berusaha berobat namun belum juga berhasil dan

maksud pemohon

berpoligami adalah

untuk menambah

keturunan.

Dikabulkan

4 1114/Pdt.G/2013/PA JS Termohon sampai saat

ini belum mampu


(55)

memberikan keturunan untuk pemohon padahal pemohon dan termohon telah menikah selama lebih kurang 9 tahun lamanya.

5 1164/Pdt.G/2013/PA JS Pemohon merasa tidak dapat terlayani secara sempurna dari termohon terutama dalam hal pelayan nafkah batin

atau pelayanan

kebutuhan biologis.

Dikabulkan

6 3011/Pdt.G/2013/PA JS Termohon sudah tidak mampu lagi memberikan nafkah batin kepada pemohon.

Dikabulkan

7 0526/Pdt.G/2013/PA JS Pemohon dinyatakan terdapat cacat formal dan tidak memenuhi syarat formil sebuah

permohonan oleh

karenanya permohonan


(56)

tersebut tidak dapat diterima.

SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN36

Dari perkara permohonan izin poligami yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, alasan yang diajukan suami bervariatif. Diantara alasannya adalah ingin memiliki anak lebih dari satu atau dengan alasan takut terjerumus di lembah perzinaan. Hal ini menunjukan adanya kecenderungan kemerosotan moral yang terjadi di masyarakat yaitu dengan beralasan takut melakukan hubungan seksual yang diharamkan (zina), apabila tidak melakukan poligami.

36


(57)

Tabel 2

Laporan Tahunan Tahun 2013 Tentang Perkara Yang Diterima

SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN37

37


(58)

Tabel 3

Laporan Tahunan Tahun 2013 Tentang Perkara Yang Diputus

SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN38

38


(59)

Tabel 4

Data Perkara Izin Poligami Tahun 2013

No Bulan Diterima Diputus

1. Januari 1 -

2. Februari 3 1

3. Maret 1 -

4. April 2 1

5. Mei 2 2

6. Juni - 1

7. Juli - 1

8. Agustus - -

9. September - -

10. Oktober - -

11. November - -

12. Desember 1 -

Jumlah 10 6

SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN39

C. Motif Penyebab Terjadinya Pemohon Melakukan Izin Poligami

Dari beberapa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2013 yang telah dijabarkan penyusun, motif-motif suami mengajukan izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2013 adalah :

39


(60)

1. Isteri tidak bisa lagi melayani suami dalam hal hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun lalu.

Alasan permohonan izin suami untuk berpoligami bahwa isteri tidak bisa lagi melayani pemohon dalam hal hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun lalu, tidak melayani suami dalam hal hubungan suami isteri karena trauma setelah melahirkan. Sementara suami masih muda dan memerlukan kebutuhan itu, lagi pula suami telah menjalin hubungan dengan calon isteri pemohon dan takut terjerumus keperbuatan zina.

majelis hakim berpendapat bahwa permohonan pemohon telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud oleh pasal 5 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam ; a). Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri, b). Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, c). Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.40

Dalam kasus ini isteri sudah bisa melahirkan anak, hanya saja setelah melahirkan, isteri tidak melayani suami dalam hal hubungan suami isteri karena trauma setelah melahirkan 10 tahun lalu. Dengan demikian apabila poligami sudah menjadi keinginan semua pihak, hal ini bisa dikabulkan.

40


(61)

2. Suami hendak berpoligami karena beralasan ingin memiliki putra (anak laki-laki) yang selama ini didambakannya.

Bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 130 HIR Jo. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan kedua pihak baik langsung maupun melaui mediasi, namun tidak berhasil.

Alasan izin poligami suami ingin punya anak laki-laki sedangkan isteri sudah disteril sehingga tidak mungkin dapat melahirkan anak laki-laki sedangkan pemohon masih menginginkanya dan pemohon sudah menjalin hubungan cinta dengan calon isteri.

Perkawinan sebagai sarana halal untuk mencetak generasi-generasi baru yang akan menentukan keturunan, oleh karena itu salah satu tujuan perkawinan yaitu memperhatikan dari segi reproduksi. Dalam hal ini padahal pemohon dan termohon sudah mempunyai anak perempuan, Tetapi suami sangat ingin mempunyai anak laki-laki, tentu hal ini bisa dimaklumi.

3. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. (tidak dapat banyak melahirkan keturunan).

Suami mengajukan izin poligami pada pokoknya adalah karena selama 14 tahun pernikahan suami dengan isteri hanya mempunyai


(62)

satu orang anak/keturunan, meskipun suami dan isteri telah berusaha berobat namun belum juga berhasil dan maksud suami berpoligami adalah untuk menambah keturunan, sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 1 tahun1974 jo 41 huruf a peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 57 huruf c Kompilasi Hukum Islam, Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.41

Salah satu dari hikmah poligami yaitu untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan isteri, sekalipun isteri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai isteri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tak dapat disembuhkan.42

4. Isteri sampai saat ini belum mampu memberikan keturunan untuk suami.

Isteri sampai saat ini belum mampu memberikan keturunan untuk suami padahal suami dan isteri telah menikah selama lebih kurang 9 tahun lamanya dan disisi lain suami dan isteri telah berusaha untuk memperoleh keturunan, dengan fakta tersebut bahwa syarat untuk berpoligami dipandang terpenuhi sebagaimana pasal 4 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 1 tahun 1974.

Poligami hanya diperbolehkan, bila dalam keadaan darurat, misalnya isteri ternyata mandul. Maka dalam keadaan isteri

41

Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang Perkawinan Indonesia, hal 292.

42


(63)

mandul dan suami tidak mandul berdasarkan keterangan medis hasil laboratoris, suami diizinkan berpoligami dengan syarat ia mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya.43

5. Suami merasa tidak dapat terlayani secara sempurna dari isteri terutama dalam hal pelayanan nafkah batin atau pelayanan kebutuhan biologis.

Bahwa yang menjadi permasalahan adalah suami telah menikah dengan isteri, telah menjalani kehidupan sebagai suami isteri, telah melahirkan empat orang anak, namun suami merasa tidak dapat terlayani secara sempurna dari isteri terutama dalam hal pelayan nafkah batin atau pelayanan kebutuhan biologis. Sedangkan pada sisi yang lain suami merasa perlu menjaga dan menghindar dari hal-hal yang tidak sesuai dengan syari‟at Islam.

Pada dasarnya alasan tersebut tidak termasuk dalam pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 sehingga tidak dapat sebagai alasan pokok pengajuan izin poligami, Karena suami telah dikaruniai empat orang anak, sebab merasa tidak dapat terlayani secara sempurna dalam hal nafkah batin atau pelayanan kebutuhan biologis, Suami mengajukan izin poligami. Seandainya alasan ini dapat diterima tentu banyak sekali suami mengajukan izin

43


(64)

poligami. Seorang suami hasrat seksualnya cenderung permanen walupun umurnya sudah sampai tua. Sedangkan seorang perempuan cenderung memiliki masa menopause (tidak garap sari). Namun, apabila suami tidak mampu menahan hasratnya dan tidak memperoleh kepuasan seksual dari isterinya serta kuatir terjerumus dalam perbuatan zina yang dilarang agama maka poligami bisa menjadi solusi yang halal.

D. Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Izin Poligami

hakim pengadilan agama merupakan bagian integral dari komponen penegak hukum, berperan sebagai alat untuk menjaga keselarasan komponen-komponen hukum yang lainnya, secara fungsional. Dengan kata lain tegaknya Hukum Islam, ditentukan oleh kemampuan peranan hakim pengadilan agama dalam menyelaraskan perangkat hukum dan kesadaran hukum, sehingga tercipta ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat.44

Selanjutnya penyusun akan mengemukakan dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam putusan-putusan yang telah penyusun sebutkan diatas :

1. Isteri tidak bisa lagi melayani suami dalam hal hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun lalu

( 0097/Pdt.G/2013/PA JS).

44

www.seowaps.com, pera a haki pe gadila aga a dala .ht l , artikel di akses pada 13 Februari 2015 dari http://www.seowaps.com/2012/03/peranan-hakim-pengadilan-agama-dalam.html.


(65)

Dengan alasan di atas hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk melakukan poligami. Pertimbang hukum yang digunakan adalah:

Menimbang, bahwa majelis telah menasehati pemohon tentang konsekuensi poligami bahkan telah dilakukan mediasi diluar persidangan akan tetap tidak berhasil.

Menimbang, bahwa dalil-dalil permohonan pemohon dapat disimpulkan bahwa pemohon ingin menikah lagi dengan seorang perempuan yang bernama Apridina Kurniawaty, SH binti Taslim Hasyim. Dengan alasan bahwa termohon tidak bisa lagi melayani pemohon dalam hal hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun yang lalu, sementara pemohon masih muda dan memerlukan kebuhan itu, lagi pula pemohon telah menjalin hubungan dengan calon isteri pemohon dan takut terjerumus perbuatan zina.

Menimbang, bahwa melihat kemampuan secara material dimana pemohon mempunyai penghasilan perbulannya sebesar lebih kurang Rp. 17.000.000,- (tujuh belas juta rupiah), pemohon telah menyatakan bersedia berlaku adil dalam menggauli kedua isterinya, maka dari kenyataan yang demikian majelis hakim berpendapat bahwa permohonan pemohon telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud oleh pasal 5 Undang-undang Nomor


(66)

1 tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam, sehingga permohonan pemohon untuk menikah lagi dengan wanita bernama Apridina Kurniawaty, SH binti Taslim Hasyim dapat dipertimbangkan.

Menimbang, bahwa permohonan pemohon tersebut sesuai pula dengan firman Allah SWT. Dalam surat An-nisa ayat 3:

 ُ  ُ  ُ   ُ  ُ  ُ   ُ  ُ   ُ  ُ  ُ  ُ  ُ   ُ   ُ  ُ  ُ  ُ  ُ   ُ  ُ  ُ  ُ   ُ  ُ  ُ  ُ  ُ  ُ   ُ  ُُُ ُ

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku

adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih

dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

2. Suami hendak berpoligami karena beralasan ingin memiliki putra (anak laki-laki) yang selama ini didambakannya. (0515/Pdt.G/2013/PA JS).


(67)

Dengan alasan di atas hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk melakukan poligami. Pertimbangan hukum yang digunakan adalah:

Menimbang, bahwa pemohon dan termohon telah menghadap sendiri di persidangan.

Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 130 HIR Jo. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan kedua pihak baik langsung maupun melaui mediasi, namun tidak berhasil.

Menimbang, bahwa inti alasan izin poligami pemohon ingin punya anak laki-laki sedangkan termohon sudah disteril sehingga tidk mungkin dapat melahirkan anak laki-laki sedangkan pemohon masih menginginkanya dan pemohon sudah menjalin hubungan cinta dengan calon isteri yang bernama Pedih Priyatin Binti Sumarjo selama 1 tahun, pemohon berpenghasilan rata-rata Rp.15.000.000 (lima belas juta). Termohon telah menyetujui pemohon melakukn poligami dengan Pedih Priyatin Binti Sumarjo. Menimbang, bahwa untuk melakukan poligami harus memenuhi salah satu syarat alternatif sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 57 ayat (2) kompilasi Hukum Islam.


(68)

Menimbang, bahwa Allah SWT telah berfirman dalam Surat 4 (annisa) Ayat 3:

                                                      

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

3. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. (tidak dapat banyak melahirkan keturunan). (1061/Pdt.G/2013/PA JS).

Dengan alasan di atas hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk melakukan poligami. Pertimbang hukum yang digunakan adalah:

Menimbang, bahwa majelis Hakim berusaha menasehati dan memberikan pandangan kepada pemohon dan termohon tentang konsekuensi dan resiko hidup berpoligami dan telah pula memberikan nasehat serta pandangan kepada calon isteri pemohon, namun tetap pada permohonannya.


(69)

Menimbang, bahwa dalil pemohon mengajukan izin poligami pada pokoknya adalah karena selama 14 tahun pernikahan pemohon dengan termohon hanya mempunyai satu orang anak/keturunan, meskipun pemohon dan termohon telah berusaha berobat namun belum juga berhasil dan maksud pemohon berpoligami adalah untuk menambah keturunan, sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 1 tahun1974 jo 41 huruf a peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 57 huruf c Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum diatas, majelis hakim menilai secara yuridis permohonan izin poligami yang diajukan oleh pemohon merujuk pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) dan Pasal 5 Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 jo Pasal 40 dan 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, jo Pasal 56 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka pengadilan berkesimpulan permohonan pemohon telah memenuhi alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 57 Intruksi Presden Nomor : 1 Tahun 1991


(70)

tentang Kompilasi Hukum Islam, maka petitum angka dua dalam permohonan pemohon harus dikabulkan dengan memberi izin kepada pemohon untuk beristeri lagi dengan seorang wanita bernama Chairunnisa binti Syd Saleh Ahmad (Calon Isteri ke-2 Pemohon).

4. Isteri sampai saat ini belum mampu memberikan keturunan untuk suami. (1114/Pdt.G/2013/PA JS).

Dengan alasan di atas hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk melakukan poligami. Pertimbang hukum yang digunakan adalah:

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan “pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila : a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai isteri, b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Menimbang, bahwa berdasarkan, fakta di persidangan terbukti termohon sampai saat ini belum mampu memberikan keturunan untuk pemohon padahal pemohon dan termohon telah menikah selama lebih kurang 9 tahun lamanya dan disisi lain pemohon dan termohon telah berusaha untuk memperoleh keturunan, dengan fakta tersebut bahwa syarat untuk berpoligami


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)