Pemer iksaan Audiometr i Pemer iksaan Timpanometri

4 mekanik, per darahan intr akranial post-natal, paparan obat ototoksik, pr oses infeksi mumps dan meningitis, gangguan imun sindr om Guillain-Barre, polineur opati pada diabetes mellitus, ser ta tr auma kepala. 1-4,19,20 Namun sekitar 50 kasus neur opati auditori tidak diketahui etiologinya. 2,19 Lotfi dan Mehrkian 2007 mendapatkan sebanyak 73 pasien dengan neur opati auditori memiliki r iwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang mengarah pada neur opati auditori dan 62 memiliki faktor risiko seperti anoksia, hiper bilir ubinemia, meningitis, dan paparan obat ototoksik. Madden dkk 2002 menemukan dar i 22 pasien dengan neur opati auditor i, sebanyak 11 50 memiliki r iwayat hiperbilir ubinemia, 10 45 dengan riw ayat pr ematur , 9 41 dengan papar an obat ototoksik, 8 36 dengan penur unan pendengaran pada keluar ga, 8 36 dengan r iwayat penggunaan ventilator mekanik, dan 2 9 dengan cer ebr al palsy. 19 Dari skrining dengan OAE yang dilakukan oleh Dow ley dkk 2009 pada 40.050 bayi, didapatkan sebanyak 30 bayi menderita tuli sensorineural, dan 12 40 bayi termasuk ke dalam neur opati auditori. Semua bayi dengan neuropati auditor i ini dir awat di neonat al int ensive car e unit NICU dan sebanyak 10 83 menggunakan ventilator selama lebih dari lima har i, 9 75 ter papar gentamisin, 8 67 mender ita sepsis, 7 58 dengan kelahiran prematur dan 4 33 menderita hiper bilir ubinemia. 8 Patofisiologi Pada aw alnya, neur opati auditor i dijelaskan sebagai suatu kelainan tunggal yang ditandai dengan adanya gangguan pada ner vus koklearis dengan sel r ambut luar yang masih normal. Namun kelainan ini ter nyata mer upakan suatu spektrum yang mempengar uhi ber bagai jaras auditor i dimulai dar i sel rambut dalam, sinaps antara sel rambut dalam dan ner vus koklearis, hingga ner vus koklear is itu sendir i. 1,5,19,21 Gambaran klinis dengan var iasi yang luas pada neur opati auditor i kemungkinan disebabkan oleh perbedaan lokasi lesi dan penyebab yang mendasari. 19 Neur opati auditor i mempengar uhi aktivitas sinkr onisasi normal jar as auditor i, tanpa mempengar uhi fungsi amplifikasi sel r ambut luar . 22 Neur opati auditor i disebabkan oleh r usaknya pelepasan transmiter secara ber samaan dari vesikel yang ber lekatan pada sinaps sel r ambut dalam yang menghasilkan gangguan pada saraf afer en. Gangguan pada ner vus koklear is dapat muncul akibat demielinasi yang menurunkan potensial aksi dan menghambat ar us listrik, atau penyakit aksonal pr imer dengan hilangnya serabut saraf dan potensial aksi yang kecil. Kedua gangguan ini mempengar uhi potensial aksi dari serabut saraf ter panjang karena degenerasi sepanjang serabut saraf dan saraf-saraf ini member ikan suplai pada apeks koklea yang diduga menyebabkan gangguan pada frekuensi r endah. 6 Defisiensi ner vus koklearis dapat ter jadi akibat kegagalan perkembangan baik secara par sial hipoplasia dan komplit aplasia atau agenesis. 21 Sel rambut dalam secara khusus sensitif ter hadap hipoksia dibandingkan sel r ambut luar, dan juga ter hadap beberapa zat toksik seper ti karbopentin dan gentamisin. Ker usakan sinaps dapat menimbulkan gangguan pada saturasi respon, sebagai contoh, suatu stimulus yang diberikan 3-11 kali dalam satu detik dapat dideteksi secara lengkap, tetapi tidak demikian pada stimulus yang diberikan sebanyak 20 kali dalam satu detik. 8 Diagnosis Anamnesis Pasien dengan neur opati auditor i sering mengeluhkan mereka dapat mendengar suar a, tetapi tidak dapat memahami per cakapan. 3,22 Kurangnya pengenalan ter hadap bahasa ini diakibatkan oleh gangguan yang berat pada kemampuan pr oses diskr iminasi di regio tempor al. 22 Pada neur opati auditor i ter dapat penur unan pada kemampuan per sepsi bicara yang tidak sesuai dengan derajat tuli. Beberapa pasien tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sementar a yang lain tuli secara fungsional. Pasien biasanya mengalami kesulitan dalam mendengar pada keadaan bising. 1 Pemer iksaan Diagnostik Evaluasi yang kompr ehensif diper lukan dalam mendiagnosis neur opati auditori yang melibatkan ber bagai bidang diantar anya audiologi, radiologi, pediatrik dan neur opediatrik, ser ta genetik. 1 Pemeriksaan audiologi yang direkomendasikan untuk neur opati auditori adalah audiometri dengan audiometri nada mur ni atau behavior al audiomet r y visual r einfor cement audiomet r y VRA, behavior al obser vat ional audiomet r y BOA, audiometr i bermain, acoust ic immit ance meliputi timpanometr i dan pemer iksaan refleks akustik, ot oacoust ic emmission OAE, br ainst em evoked r esponse audiomet r y BERA, elektr okokleografi EcochG dan pemer iksaan per sepsi bicar a. 1,2

1. Pemer iksaan Audiometr i

Pada neur opati auditori, ambang dengar nada mur ni pur e t one t hr eshold dapat ber kisar dari atau mendekati normal hingga tuli yang sangat berat. Kemampuan pr oses auditor i secara khas ter ganggu pada pasien ini, ter utama pada lingkungan bising. 1,2,4,6,8 Pada bayi, dilakukan pemeriksaan behavior al audiomet r y dengan BOA atau VRA. 1,7 Untuk bayi ber usia kurang dari 6 bulan dapat dilakukan pemeriksaan BOA dengan mengamati r espon refleks bayi terhadap suara, tetapi tidak diinter pr etasi sebagai ambang dengar atau batas respon dengar minimum. Keterbatasan BOA adalah hanya mengukur kesadaran bayi dan tidak dapat menentukan ambang dengar secara pasti dengan tingkat variabilitas yang tinggi tergantung kondisi, kesadaran, dan perhatian pasien dan tidak dapat dijadikan sebagai patokan untuk pemasangan alat bantu dengar . 1 Pemeriksaan VRA dilakukan bila bayi telah dapat duduk dan memiliki kontr ol kepala yang baik. Pada pemer iksaan ini digunakan media visual seper ti mainan, cahaya atau video untuk mengkondisikan anak respon ter hadap suara. Pemeriksaan ini dimulai pada anak ber usia 6-7 bulan. Untuk anak yang lebih tua, ber usia sekitar 5 tahun, dapat dilakukan pemeriksaan audiometr i ber main. Audiogram yang akur at untuk kedua telinga 5 biasanya didapatkan setelah sekur ang-kur angnya dua kali kunjungan. 1,21 Frekuensi evaluasi audiometr i behavioral ter gantung pada status per kembangan dan ker jasama anak, tetapi sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap tiga bulan hingga anak usia 6 tahun. 5

2. Pemer iksaan Timpanometri

Pada neur opati auditor i, refleks akustik biasanya tidak muncul baik pada stimulasi ipsilater al maupun kontr alateral, meskipun pada beber apa kasus r efleks ini dapat muncul. 4,19 Refleks akustik stapedius tidak muncul atau abnormal karena gangguan pada konduksi sar af dari sinyal auditori. 5 3. Pemer iksaan OAE Lotfi dan Mehr kian 2007 3 menemukan sebanyak 69,23 pasien dengan neur opati auditor i memiliki respon OAE yang baik, 19,23 pasien tidak ter dapat r espon pada OAE dan 11,53 memiliki respon OAE yang bur uk. Dar i penelitian Shehata dkk 2008 2 ter hadap 16 anak dengan neur opati auditor i didapatkan sebanyak 80 masih menunjukkan OAE yang nor mal. Diagnosis neur opati auditori ditegakkan dengan hasil OAE yang masih nor mal yang menandakan fungsi sel r ambut luar koklea masih baik. 4,6 Pilihan pemeriksaan OAE dalam mendiagnosis neur opati auditor i adalah dist or t ion-pr oduct OAE gambar 8. Dist or t ion-pr oduct OAE DPOAE diukur pada masing- masing telinga untuk dua nada pr imer f1 dan f2, dengan r asio gabungan f2 f1 adalah 1,2 dan level gabungan 65 dB SPL L1 dan 55 dB SPL L2. Fr ekuensi f2 secara khusus dinaikkan ber tahap dari 1500 hingga 6000 Hz. Adanya DPOAE pada masing-masing fr ekuensi ditentukan dengan kr iteria kombinasi meliputi rasio signal-t o-noise ≥ 10 dB dan absolut e noise level ≤ -15 dB SPL. 21 Gambar 8. DPOAE secara skematik 23

4. Pemer iksaan BERA