Neuropati Auditori.

(1)

1

NEUROPATI AUDITORI

Sukr i Rahman, Rossy Rosalinda

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

ABSTRAK

Latar belakang: Neur opati auditori mer upakan suatu gangguan pendengar an yang jarang ter jadi dengan pr evalensi yang belum diketahui secar a pasti dan membutuhkan identifikasi dan diagnosis secara dini. Tujuan: Untuk menjelaskan gambaran audiologi dan elektr ofisiologi neur opati auditori sehingga dapat menentukan terapi dan intervensi yang efektif. Tinjauan Pustaka: Neur opati auditori mer upakan bagian dar i tuli sensor ineural, dimana suar a dapat masuk hingga telinga dalam, tetapi transmisi sinyal dar i telinga dalam ke otak terganggu pada jaras tertentu. Kelainan ini dapat mengenai semua umur mulai dar i bayi hingga dewasa. Pasien dengan neur opati auditori dapat memiliki der ajat pendengaran yang normal atau mengalami penur unan dari ringan hingga tuli sangat ber at, tetapi selalu memiliki kemampuan per sepsi bicar a yang bur uk. Neur opati auditor i ditandai dengan hasil abnormal pada br ainst em evoked r esponse audiomet r y (BERA), tetapi ot oacoust ic emission (OAE) yang nor mal. Kelainan ini membutuhkan pendekatan manajemen yang ber beda untuk masalah pendengaran dan komunikasi dibandingkan tuli per ifer lainnya. Kesimpulan: Evaluasi klinis dan audiologi yang akurat dibutuhkan pada neur opati auditori, dan pada akhirnya, diagnosis yang tepat memberikan str ategi ter api dan r ehabilitasi yang lebih baik.

Kata Kunci: Neur opati auditor i, BERA, OAE, per sepsi bicara ABSTRACT

Background: Audit or y neur opat hy is a r ar e hear ing disor der w hich is t he pr evalence not w ell est ablished and need an

ear ly ident ificat ion and diagnosis. Pur pose: To descr ibe t he audiological and elect r ophysiological feat ur es of audit or y

neur opat hy in or der t o det er mine t he effect i ve t r eat ment and int er vent ion. Liter atur e Review: Audit or y neur opat hy is a kind of

sensor ineur al hear ing loss, in w hich sounds ent er t he inner ear nor mally, but t he signal t r ansmission fr om t he inner ear t o t he br ain is impair ed in some w ays. It can affect people of all ages fr om infant t o adult . Pat ients w it h audit or y neur opat hy may have nor mal hear ing or hear ing loss r anging fr om mild t o pr ofound hear ing loss, but t hey alw ays have poor speech per cept ion abilit ies. Audit or y neur opat hy is char act er ized by t he abnor mal r esult of t he audit or y br ainst em r esponse (BERA), but in t he pr esence of pr eser ved ot oacoust ic emissions (OAE). It r equir es a differ ent management appr oach t o t he audit or y and communicat ion pr oblems t hat used for usual per ipher al hear i ng losses. Conclusion: An accur at e cli nical and audiological

evaluat ion ar e needed in audit or y neur opat hy, and finally, a cor r ect diagnosis allow bet t er t r eat ment and r ehabilit at ive st r at egies.

Key Wor ds: Audit or y neur opat hy, BERA, OAE, speech per cept ion Pendahuluan

Istilah neuropati auditori per tama kali

dikenalkan oleh Star r dkk pada tahun 1996. Namun kelainan ini bukan mer upakan sesuatu yang baru kar ena

telah per nah dilaporkan oleh beberapa peneliti

sebelumnya.1,2 Kasus neur opati auditor i pertama kali ditemukan oleh Davis dan Hir sch pada tahun 1970 sebagai suatu penemuan yang par adoks kar ena ter dapat perbedaan antara hasil br ainst em evoked r esponse

audiomet r y (BERA) yang abnor mal dengan hasil

ot oacoust ic emission (OAE) dan ambang dengar yang masih normal.3,4,5 Penemuan yang sama juga dilapor kan oleh Worthington dan Peter s pada tahun 1980, Lenhar dt pada tahun 1981 dan Kraus pada tahun 1984.1,4

Istilah lain untuk neur opati auditor i adalah dis-sinkr onisasi auditor i (Ber lin dkk, 2002), tuli neur al (Rapin dan Gr avel, 2003), atau de-sinkr onisasi auditor i (Ray dkk, 2006).6

Adanya teknologi dan pr osedur terbar u

membuat kelainan ini dapat dibedakan dengan tuli sensorineural lainnya. Gr avel dan Rapin (2006) menjelaskan berbagai tuli sensorineural ber dasar kan lokasi lesinya yaitu tuli sensoris (mengenai sel r ambut dalam), neuropati auditor i (patologi pada sel ganglion spiralis dan akson ner vus koklear is), tuli sentr al

(mengenai jar as auditor i sentr al) dan gangguan konduksi saraf (bila tidak ditemukan kelainan seperti yang disebutkan di atas). Starr dkk (1996) membagi neur opati auditor i ke dalam dua tipe yaitu pr e-sinaps (tipe I) apabila ter dapat keter libatan sel rambut dan post-sinaps (tipe II) apabila ter dapat keter libatan ner vus koklearis.1

Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyebab dan mekanisme patologis ter jadinya neur opati auditor i, pemeriksaan diagnostik yang diper lukan dalam menegakkan kelainan ini dan pilihan penanganan yang tepat dalam meningkatkan fungsi pendengaran.

Definisi

Neur opati auditor i termasuk bagian dari tuli sensorineural yang mer upakan suatu istilah yang cukup luas dan menggambarkan adanya gangguan pada aktivitas sar af afer en pada jaras auditor i per ifer dan sentral. Istilah dis-sinkr onisasi diartikan sebagai ketidakmampuan sinkr onisasi aktivitas sar af pada regio tempor al sehingga menyebabkan keterbatasan pada per sepsi auditori.4

Neur opati auditor i ditandai dengan fungsi sel r ambut luar koklea secara elektr ofisiologis yang masih nor mal atau mendekati nor mal, tetapi terdapat gangguan pada konduksi saraf sepanjang jaras auditori.1,3,5,7


(2)

2

Keker apan

Data mengenai pr evalensi neur opati auditor i hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Berbagai kepustakaan melapor kan angka dengan tingkat variasi yang tinggi yaitu antara 0,5-15% dari tuli sensorineural.3,5 Pada salah satu penelitian di Hong Kong dilapor kan pr evalensi neur opati auditor i sebesar 2,44%, sedangkan di Jerman dilapor kan sebesar 0,94%.3

Rance dkk (1999) dan Madden dkk (2002) melapor kan pr evalensi neur opati auditori yang lebih tinggi, masing-masing sebesar 11% dan 5,1%. Berg dkk (2005) menemukan insidensi neur opati auditori di antara populasi yang ber isiko sebesar 24%. Sementar a itu pada penelitian yang dilakukan oleh Khairi dkk (2009) didapatkan dari 211 anak dengan tuli sensor ineur al sebanyak 3 anak (1,42%) menderita neur opati auditori.7

Dari penelitian oleh Lotfi dan Mehr kian (2007)3 pada anak sekolah dengan gangguan pendengaran didapatkan sebesar 1,54% anak menderita neur opati auditor i dan sebesar 53% mengalami neur opati auditor i unilateral.

Kasus neur opati auditori telah dilaporkan pada semua umur mulai dar i bayi baru lahir hingga dewasa ber usia lebih dar i 60 tahun. Namun mayoritas kasus ditemukan pada usia kurang dar i 10 tahun. Distribusi jenis kelamin pada kelainan ini sama antara laki-laki dan perempuan.8,9

Anatomi dan Fisiologi

Embriologi Koklea dan Jar as Auditor i

Telinga dalam ber kembang dari penebalan ektoderm (ot ic placode) pada akhir minggu ke-3 kehamilan. Ot ic placode berinvaginasi membentuk celah otik. Celah otik semakin dalam dan membentuk suatu kantong yang disebut otokista atau vesikel otik. Pada minggu ke-5 otokista semakin memanjang dan terbagi ke dalam enam str uktur sensoris yang berbeda (3 kanalis semisir kular is, 2 organ otolith, dan koklea) dan sakus ser ta duktus endolimfatikus. Pada minggu ke-9 serabut saraf memasuki epitel sensoris pada koklea dan pada minggu ke-11 sel r ambut telah terbentuk di dalam koklea dan ter dapat hubungan sinaps. Pada minggu ke-12 telah ter bentuk labirin membr an dan sel sensoris telah ber diferensiasi. Selanjutnya pada minggu ke-16 kartilago telah terbentuk di sekitar labir in membran. Pada minggu ke-20 duktus koklear is telah mencapai panjang maksimal dan pada minggu ke-22 organ Cor ti telah terbentuk dan bagian basal koklea telah berfungsi (gambar 1).10,11,12

Gambar 1. Embr iologi koklea, pembentukan or gan Cor ti12

Pada minggu ke-23 telah ter jadi osifikasi endokondral membentuk kapsul otik ukuran dew asa dan pada minggu ke-26 struktur telinga dalam telah dapat mengirimkan informasi auditor i ke otak.11,12

Anatomi Koklea dan Jar as Auditor i

Koklea merupakan suatu saluran dengan panjang lebih kurang 35 mm dan membentuk struktur spiral menyer upai rumah siput ber ukuran 21/2 hingga 23/4 putaran. Hal ini memungkinkan koklea dengan saluran yang panjang menempati r uangan yang kecil.13

Pada potongan melintang koklea (gambar 2), tampak skala media atau duktus koklearis berisi cairan endolimfa dan skala vestibuli ser ta skala timpani berisi cairan perilimfa.13,14 Cairan perilimfa pada skala vestibuli dan skala timpani ber temu pada apeks koklea (helikotrema). Membran basalis membentuk dasar skala media dan membran Reissner pada bagian super ior skala media.10,13,14

Gambar 2. Potongan melintang koklea14

Or gan Cor ti merupakan kompleks or gan sensoris yang ter letak pada membr an basalis dan terdir i dari sel r ambut luar dan sel rambut dalam dengan ujung ber silia yang menonjol mendekati str uktur ber bentuk lidah yang disebut membr an tektor ia (Gambar 3 dan 4).10,13

Gambar 3. Organ Cor ti, yang ter diri dar i sel r ambut luar dan sel rambut dalam10


(3)

3

Gambar 4. Scanning elect r on micr ogr aph menunjukkan

permukaan atas or gan Cor ti setelah pengangkatan membran tektoria15

Jar as aferen dar i sistem auditor i sentral dimulai dari koklea hingga kor teks auditor ius di lobus temporalis melalui nukleus koklear is, nukleus olivarius super ior , lemniskus lateralis, kolikulus infer ior dan kor pus genikulatum medial (gambar 5).15

Gambar 5. Jaras auditori sentral dari koklea hingga kor teks auditor ius16

Fisiologi Koklea dan Jar as Pendengar an

Koklea ber fungsi dalam pr oses transduksi dan tr ansformasi suara menjadi suatu kode impuls saraf pada ner vus koklear is sehingga informasi dapat dihantar kan sampai ke otak.14,17

Pr oses transduksi diawali dengan pendor ongan membran basalis sebagai respon ter hadap ener gi akustik yang ber asal dar i stapes. Pendor ongan pada membran basalis menghasilkan gelombang yang ber jalan dari basal hingga apeks (gambar 6). Pada frekuensi tinggi, gelombang suara tidak dapat mencapai bagian apeks dar i koklea, sementara itu gelombang suar a pada fr ekuensi r endah dapat ber jalan di sepanjang membran basalis.18

Gambar 6. Gelombang suara yang ber jalan dari basal hingga apeks pada koklea (t r aveling w ave) 10

Sel rambut luar ber tindak sebagai sel motorik yang dapat mengurangi pengar uh gesekan pada gerakan membran basalis dan menguatkan gerakan membran basalis sehingga ter jadi amplifikasi suara. Sebagian besar gelombang ini ber jalan ter us ke ar ah apeks, tetapi beberapa gelombang melepaskan dir i dan dipantulkan kembali ke telinga tengah dan dapat dicatat pada meatus akustikus ekster nal sebagai suatu emisi otoakustik.17,18

Sel rambut dalam mer upakan sel sensorik yang ber fungsi untuk mengirimkan gelombang suara yang diterima oleh koklea ke otak. Defleksi stereosilia oleh gelombang suara membuka channel ion pada ujung stereosilia sehingga ion K+ masuk ke sel rambut (gambar 7). Pr oses ini menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menyebabkan channel Ca2+ pada bagian basal terbuka.

Ion Ca2+ mengakibatkan ter jadinya pelepasan

neur otransmiter ke dalam sinaps yang menghasilkan impuls sar af pada ner vus koklearis yang dilanjutkan sepanjang jar as auditor i sentr al hingga sampai ke otak.15,17

Gambar 7. Pr oses tr ansduksi suara pada sel r ambut koklea14

Etiologi

Neur opati auditori dapat ter jadi pada populasi umum, tetapi lebih sering ditemukan pada anak dengan r isiko tinggi untuk gangguan pendengar an. Foer st dkk (2006) menemukan dari 32 anak dengan neur opati auditor i, sebanyak 27 anak berisiko tinggi untuk gangguan pendengaran dan hanya lima anak tidak memiliki r isiko tinggi. Prematuritas dengan komplikasi postpar tum mer upakan faktor risiko ter sering untuk ter jadinya neur opati auditor i dan diikuti dengan hiperbilir ubinemia.7

Penyebab neur opati auditori dapat dibagi menjadi dua yaitu kongenital, ber upa kelainan genetik (mutasi gen otofer lin/ OTOF, sindr om Charcot-Marie-Tooth, ataksia Friedrich) dan didapat, meliputi r isiko

perinatal (prematuritas, hiper bilir ubinemia,


(4)

4

mekanik, per darahan intr akranial post-natal), paparan

obat ototoksik, pr oses infeksi (mumps dan meningitis), gangguan imun (sindr om Guillain-Barre), polineur opati pada diabetes mellitus, ser ta tr auma kepala.1-4,19,20 Namun sekitar 50% kasus neur opati auditori tidak diketahui etiologinya.2,19

Lotfi dan Mehrkian (2007) mendapatkan sebanyak 73% pasien dengan neur opati auditori memiliki r iwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang mengarah pada neur opati auditori dan 62% memiliki faktor risiko seperti anoksia, hiper bilir ubinemia, meningitis, dan paparan obat ototoksik. Madden dkk (2002) menemukan dar i 22 pasien dengan neur opati

auditor i, sebanyak 11 (50%) memiliki r iwayat

hiperbilir ubinemia, 10 (45%) dengan riw ayat pr ematur , 9 (41%) dengan papar an obat ototoksik, 8 (36%) dengan penur unan pendengaran pada keluar ga, 8 (36%) dengan r iwayat penggunaan ventilator mekanik, dan 2 (9%) dengan cer ebr al palsy.19

Dari skrining dengan OAE yang dilakukan oleh Dow ley dkk (2009) pada 40.050 bayi, didapatkan sebanyak 30 bayi menderita tuli sensorineural, dan 12 (40%) bayi termasuk ke dalam neur opati auditori. Semua bayi dengan neuropati auditor i ini dir awat di neonat al

int ensive car e unit (NICU) dan sebanyak 10 (83%) menggunakan ventilator selama lebih dari lima har i, 9 (75%) ter papar gentamisin, 8 (67%) mender ita sepsis, 7 (58%) dengan kelahiran prematur dan 4 (33%) menderita hiper bilir ubinemia.8

Patofisiologi

Pada aw alnya, neur opati auditor i dijelaskan sebagai suatu kelainan tunggal yang ditandai dengan adanya gangguan pada ner vus koklearis dengan sel r ambut luar yang masih normal. Namun kelainan ini ter nyata mer upakan suatu spektrum yang mempengar uhi ber bagai jaras auditor i dimulai dar i sel rambut dalam, sinaps antara sel rambut dalam dan ner vus koklearis, hingga ner vus koklear is itu sendir i.1,5,19,21 Gambaran klinis dengan var iasi yang luas pada neur opati auditor i kemungkinan disebabkan oleh perbedaan lokasi lesi dan

penyebab yang mendasari.19 Neur opati auditor i

mempengar uhi aktivitas sinkr onisasi normal jar as auditor i, tanpa mempengar uhi fungsi amplifikasi sel r ambut luar .22

Neur opati auditor i disebabkan oleh r usaknya pelepasan transmiter secara ber samaan dari vesikel yang ber lekatan pada sinaps sel r ambut dalam yang menghasilkan gangguan pada saraf afer en. Gangguan pada ner vus koklear is dapat muncul akibat demielinasi yang menurunkan potensial aksi dan menghambat ar us listrik, atau penyakit aksonal pr imer dengan hilangnya serabut saraf dan potensial aksi yang kecil. Kedua gangguan ini mempengar uhi potensial aksi dari serabut saraf ter panjang karena degenerasi sepanjang serabut saraf dan saraf-saraf ini member ikan suplai pada apeks koklea yang diduga menyebabkan gangguan pada frekuensi r endah.6 Defisiensi ner vus koklearis dapat ter jadi akibat kegagalan perkembangan baik secara par sial (hipoplasia) dan komplit (aplasia atau agenesis).21

Sel rambut dalam secara khusus sensitif ter hadap hipoksia dibandingkan sel r ambut luar, dan juga ter hadap beberapa zat toksik seper ti karbopentin dan

gentamisin. Ker usakan sinaps dapat menimbulkan gangguan pada saturasi respon, sebagai contoh, suatu stimulus yang diberikan 3-11 kali dalam satu detik dapat dideteksi secara lengkap, tetapi tidak demikian pada stimulus yang diberikan sebanyak 20 kali dalam satu detik.8

Diagnosis Anamnesis

Pasien dengan neur opati auditor i sering mengeluhkan mereka dapat mendengar suar a, tetapi

tidak dapat memahami per cakapan.3,22 Kurangnya

pengenalan ter hadap bahasa ini diakibatkan oleh

gangguan yang berat pada kemampuan pr oses

diskr iminasi di regio tempor al.22

Pada neur opati auditor i ter dapat penur unan pada kemampuan per sepsi bicara yang tidak sesuai dengan derajat tuli. Beberapa pasien tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sementar a yang lain tuli secara fungsional. Pasien biasanya mengalami kesulitan dalam mendengar pada keadaan bising.1

Pemer iksaan Diagnostik

Evaluasi yang kompr ehensif diper lukan dalam mendiagnosis neur opati auditori yang melibatkan ber bagai bidang diantar anya audiologi, radiologi, pediatrik dan neur opediatrik, ser ta genetik.1

Pemeriksaan audiologi yang direkomendasikan untuk neur opati auditori adalah audiometri dengan audiometri nada mur ni atau behavior al audiomet r y (visual r einfor cement audiomet r y/ VRA, behavior al obser vat ional audiomet r y/ BOA, audiometr i bermain),

acoust ic immit ance meliputi timpanometr i dan

pemer iksaan refleks akustik, ot oacoust ic emmission (OAE), br ainst em evoked r esponse audiomet r y (BERA), elektr okokleografi (EcochG) dan pemer iksaan per sepsi bicar a.1,2

1. Pemer iksaan Audiometr i

Pada neur opati auditori, ambang dengar nada mur ni (pur e t one t hr eshold) dapat ber kisar dari atau mendekati normal hingga tuli yang sangat berat. Kemampuan pr oses auditor i secara khas ter ganggu pada pasien ini, ter utama pada lingkungan bising.1,2,4,6,8

Pada bayi, dilakukan pemeriksaan behavior al

audiomet r y dengan BOA atau VRA.1,7 Untuk bayi ber usia kurang dari 6 bulan dapat dilakukan pemeriksaan BOA dengan mengamati r espon refleks bayi terhadap suara, tetapi tidak diinter pr etasi sebagai ambang dengar atau batas respon dengar minimum. Keterbatasan BOA adalah hanya mengukur kesadaran bayi dan tidak dapat menentukan ambang dengar secara pasti dengan tingkat variabilitas yang tinggi (tergantung kondisi, kesadaran, dan perhatian pasien) dan tidak dapat dijadikan sebagai patokan untuk pemasangan alat bantu dengar .1

Pemeriksaan VRA dilakukan bila bayi telah dapat duduk dan memiliki kontr ol kepala yang baik. Pada pemer iksaan ini digunakan media visual seper ti mainan, cahaya atau video untuk mengkondisikan anak respon ter hadap suara. Pemeriksaan ini dimulai pada anak ber usia 6-7 bulan. Untuk anak yang lebih tua, ber usia sekitar 5 tahun, dapat dilakukan pemeriksaan audiometr i ber main. Audiogram yang akur at untuk kedua telinga


(5)

5

biasanya didapatkan setelah sekur ang-kur angnya dua

kali kunjungan.1,21 Frekuensi evaluasi audiometr i behavioral ter gantung pada status per kembangan dan ker jasama anak, tetapi sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap tiga bulan hingga anak usia 6 tahun.5

2. Pemer iksaan Timpanometri

Pada neur opati auditor i, refleks akustik biasanya tidak muncul baik pada stimulasi ipsilater al maupun kontr alateral, meskipun pada beber apa kasus r efleks ini dapat muncul.4,19 Refleks akustik stapedius tidak muncul atau abnormal karena gangguan pada konduksi sar af dari sinyal auditori.5

3. Pemer iksaan OAE

Lotfi dan Mehr kian (2007)3 menemukan

sebanyak 69,23% pasien dengan neur opati auditor i memiliki respon OAE yang baik, 19,23% pasien tidak ter dapat r espon pada OAE dan 11,53% memiliki respon OAE yang bur uk. Dar i penelitian Shehata dkk (2008)2 ter hadap 16 anak dengan neur opati auditor i didapatkan sebanyak 80% masih menunjukkan OAE yang nor mal. Diagnosis neur opati auditori ditegakkan dengan hasil OAE yang masih nor mal yang menandakan fungsi sel r ambut luar koklea masih baik.4,6

Pilihan pemeriksaan OAE dalam mendiagnosis neur opati auditor i adalah dist or t ion-pr oduct OAE (gambar 8). Dist or t ion-pr oduct OAE (DPOAE) diukur pada masing-masing telinga untuk dua nada pr imer ( f1 dan f2), dengan r asio gabungan f2/ f1 adalah 1,2 dan level gabungan 65 dB SPL (L1) dan 55 dB SPL (L2). Fr ekuensi f2 secara khusus dinaikkan ber tahap dari 1500 hingga 6000 Hz. Adanya DPOAE pada masing-masing fr ekuensi ditentukan dengan kr iteria kombinasi meliputi rasio signal-t o-noise ≥10 dB dan absolut e noise level ≤ -15 dB SPL.21

Gambar 8. DPOAE secara skematik23

4. Pemer iksaan BERA

Gambaran khas neur opati auditori pada

pemer iksaan BERA adalah ditemukannya gambaran BERA yang abnormal, memanjang atau tidak ada, dengan adanya gelombang mikr ofonik koklea (gambar 9).6,19

Mikr ofonik koklea mer upakan respon pre-neur al yang dihasilkan oleh polar isasi dan depolar isasi sel rambut koklea (muncul sebelum gelombang I pada BERA). Mikr ofonik koklea dapat ditemukan pada telinga nor mal, tuli sensor ineur al tipikal, dan neur opati auditori. Mikr ofonik koklea pada neur opati auditor i diser tai dengan r espon neural yang abnormal atau tidak ada.

Amplitudo gelombang ini semakin besar pada pasien dengan gangguan pada sistem saraf pusat.1

Gelombang mikr ofonik koklea dibedakan

dengan respon neur al melalui dua kr iter ia yaitu polar itas mikr ofonik koklea akan terbalik dengan inver si polar itas stimulus dan latensi mikr ofonik koklea akan konstan dengan perubahan tingkat stimulus. Apabila suatu respon dicurigai mer upakan mikr ofonik koklea (khususnya pada stimulus yang relatif tinggi), analisis harus dikonfirmasi dengan stimulus r ar efact ion dan condensat ion. Untuk membedakan gelombang ini dari ar tefak stimulus, tabung suara yang digabungkan dengan transduser pada

ear phone dilepaskan tanpa mengubah posisi elektr oda dan transduser . Bila menghilang, maka gelombang ini mer upakan mikr ofonik koklea. Namun bila menetap, gelombang ini adalah suatu ar tefak stimulus.1,21

Gambar 9. Mikr ofonik koklea pada BERA1

Pemeriksaan BERA dinilai pada dua tipe stimulus utama minimum yaitu 100 µsec click dan 250 Hz

t one bur st. Ambang dengar BERA fisiologis didapatkan pada level stimulus terendah dimana r espon gelombang V dapat dideteksi secar a visual. Sekurang-kurangnya dua gelombang pada masing-masing level stimulus dir ekam untuk verifikasi dalam identifikasi gelombang.21

5. Pemer iksaan ASSR

Audit or y st eady-st at e r esponse (ASSR)

mer upakan suatu pemeriksaan objektif alter natif dalam menilai jar as auditori dar i per ifer hingga sentral yang menggabungkan spesifisitas ber bagai frekuensi dan stimulasi tingkat tinggi. Audit or y st eady-stat e r esponse membangkitkan nada yang ber kesinambungan pada amplitudo dan/ atau frekuensi ter tentu. Pemer iksaan ini dilakukan pada kasus tuli sensor ineural sangat berat dimana r espon BERA tidak muncul. Hanya sedikit penelitian yang melapor kan aplikasi ASSR pada anak dengan neur opati auditor i.24

Respon ASSR didapatkan pada tingkat sinyal yang lebih tinggi (>80 dbHL) pada neur opati auditori, tetapi respon ini akan meningkat meskipun audiogr am behavioral masih menunjukkan hasil yang nor mal.

Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk

menentukan ambang dengar pada neur opati auditori.1

6. Pemer iksaan Elektrokokleogr afi

Pada elektr okokleogr afi (EcochG) didapatkan gelombang mikr ofonik koklea yang panjang dan fluktuatif, dengan amplitudo yang meningkat dan ambang dengar normal (gambar 10).2

Pada penelitian yang dilakukan oleh Shehata dkk (2008)2, dari 16 anak yang dilakukan pemeriksaan dengan EcochG trans-timpani, sebanyak 13 (81,2%)


(6)

6

menunjukkan gelombang mikr ofonik koklea yang panjang

dan ber fluktuatif dengan nilai ambang mikr ofonik koklea ber kisar antar a 40-60 dB.

Gambar 10. Gelombang mikr ofonik koklea pada EcochG2

7. Pemer iksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi (MRI/ CT) dilakukan untuk melihat malformasi pada telinga dalam dan integr itas ner vus koklear is. Dar i 140 pasien neur opati auditor i yang dilakukan pemeriksaan MRI, sebanyak 35 (25%) ditemukan defisiensi ner vus koklearis ber upa hipoplasia atau aplasia ner vus koklear is dan mengenai satu telinga sebanyak 24 (69%) dan kedua telinga

sebanyak 11 (31%).1 Buchman dkk (2006) melaporkan 9

dari 51 pasien dengan neur opati auditori (18%) memiliki ner vus koklearis yang aplasia atau hipoplasia yang diidentifikasi melalui MRI (magnet ic r esonance imaging). Pemeriksaan MRI direkomendasikan pada pasien dengan kandidat implan koklea.5

8. Pemer iksaan Per sepsi Bicar a

Pemeriksaan untuk menilai per sepsi bicara dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner IT-MAIS (Infant -Toddler Meaningful Audit or y Int egr at ion Scale) atau MAIS (Meaningful Audit or y Int egr at ion Scale), kata dan fonem MLNT (Mult isyllabic Lexical Neighbor hood

Test)/ LNT (Lexical Neighbor hood Test), kata dan fonem PB-K (Phonet ically Balanced Kinder gar t en), ser ta kalimat HINT (Hear ing in Noise Test) pada lingkungan tenang dan bising.1 Var iabilitas kemampuan per sepsi bicara pada

pasien dewasa dengan neur opati auditor i telah

dilapor kan pada beber apa studi. Data per sepsi bicara yang didapatkan pada pasien dew asa dengan auditor i neur opati tidak semudah yang didapatkan pada pasien anak-anak. Pada neur opati auditori, kemampuan per sepsi bicar a biasanya tidak propor sional dengan ambang dengar yang dimiliki.5 Per sepsi bicar a pada pasien ini lebih bur uk dibandingkan tuli sensorineur al.6

Gangguan pada aktivitas ner vus koklearis tidak menghasilkan penur unan sensitivitas yang signifikan,

tetapi menyebabkan kesulitan dalam memahami

pembicaraan. Pasien dengan neur opati auditor i memiliki kemampuan auditor i yang baik, tetapi memiliki kemampuan diskr iminasi kata yang sangat bur uk.2,7

Diagnosis Banding

Ber dasarkan lokasi lesi, neur opati auditor i dibedakan dengan tuli sensoris, tuli neural, tuli sensorineural dan tuli sentr al.25 Pada neur opati auditori, kelainan ber ada pada sel r ambut dalam, sinaps antara sel r ambut dalam dan ner vus koklear is, dan ner vus koklearis. Pada tuli sensor is, kelainan hanya mengenai sel r ambut dalam. Pada tuli neural, kelainan berada sepanjang jar as auditor i perifer dengan lokus patologi tidak dapat ditentukan. Pada tuli sentral, terdapat kelainan pada jar as auditor i sentral. Pada tuli sensor ineur al, kelainan mengenai sel rambut dalam hingga jaras auditori dengan lokus patologi tidak dapat ditentukan.1,25

Penatalaksanaan

Pasien dengan neur opati auditori membutuhkan penanganan masalah pendengar an dan komunikasi yang ber beda dengan tuli sensorineural lainnya.3 Penanganan pasien dengan neur opati auditor i hingga saat ini masih kontr over si.4

Alat Bantu Dengar (ABD)

Penggunaan alat bantu dengar (ABD)

konvensional member ikan manfaat pada beber apa pasien dengan neur opati auditori, sementara pasien yang lain dengan gangguan yang ber at tidak menunjukkan perbaikan.4 Berbagai penelitian telah dilakukan pada pasien anak dan dewasa yang mender ita neur opati auditor i dan didapatkan berbagai derajat manfaat dalam penggunaan amplifikasi ABD, tetapi belum dapat menjawab secar a sistematis apakah ABD memberikan keuntungan pada neur opati auditor i. Keter batasan dalam angka pr evalensi dan adanya heter ogenitas membuat kelainan ini sulit untuk dianalisis.5

Banyak ahli audiologi ber pendapat bahwa ABD tidak dapat membantu pada kasus neur opati auditori. Alat bantu dengar dapat menghilangkan per sepsi dan intensitas suara yang tinggi dapat mer usak koklea yang masih utuh. Namun ter dapat penemuan lain yang melapor kan hilangnya respon OAE secara spontan pada pasien neur opati auditor i meskipun tanpa pemasangan ABD. Selain itu juga dilapor kan pasien dengan amplifikasi ABD secara ekstensif tetap menunjukkan r espon OAE yang normal.5

Pemasangan ABD har us diseleksi secara hati-hati, ter utama dalam pengaturan amplifikasinya.4 Pemasangan ABD dengan gain dan out put yang terbatas pada tingkat ambang dengar ter utama pada pasien

dengan tuli ringan harus diper timbangkan agar

didapatkan manfaat tanpa menimbulkan risiko yang besar. Meskipun fitting ABD dengan gain yang ringan telah diter ima secara klinis, namun sulit untuk mengevaluasi apakah terdapat manfaat yang tepat dalam

penggunaan ABD pada pasien ini.5 Secara umum,

amplifikasi konvensional tidak dapat memper baiki pemahaman bicara pada pasien dengan neur opati auditor i selama ner vus koklearis ter ganggu. Oleh kar ena itu, penggunaan ABD sebagai tatalaksana pada pasien ini masih belum jelas.7


(7)

7

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rance

dkk (2002) yang membandingkan kemampuan per sepsi bicar a setelah pemasangan alat bantu dengar pada 15 anak dengan neur opati auditori, didapatkan hasil sebesar 50% menunjukkan perbaikan pada per sepsi bicara dan 50% tidak mengalami per baikan yang ber ar ti (gambar 11).1

Gambar 11. Per sepsi bicar a pada neur opati auditor i

setelah pemasangan ABD1

Pemasangan ABD dapat membantu pada

beberapa kasus, tetapi har us dipastikan pasien

menggunakannya dengan tepat dan konsisten.1

Sebelum pemasangan ABD, sebaiknya diberikan konseling terhadap or ang tua bahwa ABD mungkin dapat atau tidak akan memperbaiki fungsi bicar a dan bahasa pada anak dengan neur opati auditor i. Kuesioner menggunakan IT-MAIS dan Ear ly List ening Funct ion (ELF) dapat membantu dalam evaluasi amplifikasi ABD pada anak yang lebih muda. Anak dengan neur opati auditor i sehar usnya dimonitor setiap bulan untuk per ubahan sensitivitas pendengarannya yang ber guna dalam pengaturan amplifikasi ABD dan evaluasi per kembangan bicar anya. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengevaluasi manfaat atau ker ugian dari amplifikasi ditentukan oleh tingkat per kembangan anak dan konsistensi penggunaan amplifikasi.

Pada beber apa kasus, anak seger a tidak menunjukkan perbaikan respon ter hadap amplifikasi. Berbagai data meliputi hasil audiologi, lapor an or ang tua, dan per baikan dalam per kembangan bicara dan bahasa dapat membantu dalam menentukan lamanya per cobaan untuk amplifikasi. Bila ABD menunjukkan sedikit

manfaat, evaluasi lebih lanjut diper lukan untuk

menentukan apakah anak dapat sebagai kandidat dalam penggunaan implan koklea. Adanya pengaruh negatif lingkungan bising pada pemahaman bicara pasien dengan neur opati auditori, teknologi fr equency modulat ion (FM) dapat diper timbangkan baik pada pasien dengan pemasangan ABD atau implan koklea.5

Implan Koklea

Setelah beberapa tahun neur opati auditor i dikenal, terdapat berbagai penelitian yang menyatakan adanya manfaat pemasangan implan koklea. Pada kasus neur opati auditor i yang per tama kali dilapor kan dengan pemasangan implan koklea, terdapat per baikan yang pr ogr esif pada kemampuan bicara dan bahasa pada satu

tahun pertama. Sininger dan Trautwein (2000)

melapor kan kasus dengan hasil temuan BERA yang nor mal setelah pemasangan implan koklea.5

Hal yang sama juga dilapor kan oleh Fabr y (2000) bahwa ter dapat per baikan pada fungsi auditor i setelah pemasangan implan koklea. Pada beber apa kasus neur opati auditori, implan koklea dapat membuat jalan pintas pada lokasi lesi (sel rambut dalam atau sinaps). Selain itu stimulasi listr ik dapat mengembalikan sinkr onisasi ner vus koklear is. Stimulasi listrik lebih efektif dalam pr oduksi sinkr onisasi respon neur al dibandingkan stimulasi akustik. Lebih lanjut, stimulasi pulsatil bifasik yang dihasilkan dari elektr oda implan dapat meningkatkan sinkr onisasi aktivitas ner vus koklearis.5

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rance dan Barker (2008)26 pada 20 pasien dengan neur opati auditor i yang membandingkan per sepsi bicara pada 10 pasien dengan pemasangan ABD dan 10 pasien dengan implan koklea, didapatkan hasil per baikan yang sama antara keduanya (tabel 1).

Tabel 1. Per bandingan per sepsi bicara setelah pemasangan ABD dan implan koklea pada neur opati

auditor i26

Subjek Skor Fonem

CNC ( % )

NA (ABD) 55,1 ± 24,8

NA (implan koklea) 59,6 ± 20,6

CNC Consonant/ Nucleus-Vowel/ Consonant

Shehata dkk (2008) melakukan penelitian pada 16 anak dengan neur opati auditori, didapatkan sebanyak dua anak dapat sembuh spontan, dua anak menggunakan ABD dan 12 anak menggunakan implan koklea setelah

tidak didapatkan cukup manfaat dengan ABD. Dar i

pemer iksaan audiometri tutur , didapatkan hasil

diskr iminasi kata yang lebih besar pada implan koklea dibandingkan ABD (gambar 12).2

Gambar 12. Hasil diskr iminasi kata pada pasien neur opati auditor i dengan pemasangan ABD dan implan koklea2

Meskipun beberapa pasien menunjukkan

perbaikan dengan implan koklea, tetapi ter dapat beberapa kasus yang tidak menunjukkan per baikan. Selain itu per sepsi bicar a pada neur opati auditori dengan

implan koklea lebih buruk dibandingkan kelompok

sensorineural dengan implan koklea.7,20

Rekomendasi implan koklea pada pasien neur opati auditori tidak secar a otomatis dilakukan. Pada


(8)

8

kasus dengan amplifikasi masih member ikan hasil yang

baik, implan koklea belum per lu digunakan.5

Implan Batang Otak

Neur opati auditor i merupakan penyakit yang heter ogen dimana ker usakan dapat ter jadi dar i disinkr onisasi sel r ambut dalam, neur on ner vus koklear is pr imer, hingga bagian ner vus koklearis yang lebih pr oksimal. Beberapa pasien menunjukkan perbaikan setelah pemasangan implan koklea, sedangkan beber apa yang lain tidak menunjukkan keber hasilan dengan inter vensi ini. Pada pasien dengan neur opati auditor i ber at yang gagal dengan pemasangan implan koklea dapat dilakukan pemasangan implan batang otak (audit or y br ainst em implant). Oleh kar ena lokasi stimulasi dengan implan koklea kemungkinan pada sel ganglion spiralis, sinyal yang diber ikan tidak dapat sampai ke

sentral, ter utama pada neur opati auditori yang

melibatkan ser abut ner vus koklearis.27 Untuk lebih efektif, sinyal listr ik har us melewati lesi pada neur on dan mencapai jaras auditori sentral secara langsung, yang didapatkan dengan implan batang otak.27,28

Elektr oda dari implan batang otak diletakkan pada r esesus later alis ventrikel ke-4 melalui foramen Luschka yang ditempatkan pada permukaan nukleus koklearis.29,30

Pr ognosis

Berbagai faktor mempengaruhi pr ognosis

neur opati auditor i meliputi usia saat didiagnosis dan ditatalaksana, ketepatan alat bantu dengar , konsistensi penggunaan alat bantu dengar , kualitas inter vensi, keter libatan keluar ga, kemampuan kognitif, dan adanya kondisi medis lainnya.1 Namun pada beber apa pasien dengan neur opati auditor i fungsi pendengaran dapat mengalami per baikan secara spontan dalam satu atau dua tahun kehidupan.5,7

Kesimpulan

1. Neur opati auditor i merupakan suatu gangguan

pendengar an yang jar ang ter jadi dengan angka pr evalensi yang ber variasi antara 0,5-15% dan telah dilapor kan pada semua umur, ter utama anak-anak. 2. Pada neur opati auditori ter jadi dis-sinkr onisasi pada

jaras pendengar an dengan fungsi sel rambut luar koklea masih normal.

3. Berbagai faktor menyebabkan timbulnya neur opati auditor i diantar anya prematuritas, kelainan per inatal, kelainan genetik, infeksi, gangguan imun, diabetes melitus dan tr auma kepala.

4. Gambaran khas untuk neur opati auditor i adalah derajat pendengaran yang ber var iasi, dari normal hingga tuli sangat berat dan gangguan pada per sepsi bicar a, dengan OAE yang masih normal dan ter dapat gangguan pada BERA disertai gambaran mikr ofonik koklea. Biasanya refleks akustik tidak muncul pada kelainan ini.

5. Heterogenitas dalam etiologi, lokasi lesi dan fungsi pendengar an pada neur opati auditor i menimbulkan ber bagai pertimbangan dalam menentukan pilihan penanganan kasus ini.

6. Untuk memper baiki fungsi pendengaran pada pasien

dengan neur opati auditori, dapat dilakukan

pemasangan ABD, implan koklea, atau bila keduanya

gagal dapat dilakukan pemasangan implan batang otak.

7. Oleh karena dibutuhkan str ategi r ehabilitasi dan edukasi yang khusus pada pasien dengan neur opati auditor i, maka penting untuk mengidentifikasi kelainan ini pada usia yang lebih muda.

Daftar Pustaka

1. Roush P. Auditor y neur opathy spectr um disor der (ANSD): Diagnosis and management. 2009. [update 2009 Oct 3; cited 2011 Jan 8] Available fr om: http:/ / w w w.csd.jmu.edu/ iccs09_mater ials/ pr oush/ P.%20Roush%20Auditor y%20Neur opathy%20Dx% 20&%20Mgmt

2. Shehata-Dieler WE, Muller J, Volter C, Hagen R. Auditor y neuropathy. Wur zbur g Univer sity. 2008. [update 2008 Apr 9; cited 2011 March 3]. Available fr om:

http:/ / w w w.hno.uni-w uer zbur g.de

3. Lotfi Y, Mehrkian S. The prevalence of auditor y neur opathy in students with hearing impair ment in Tehran, Iran. Arch Iranian Med 2007; 10 (2): 233-5

4. Kundu P, Rout N. The impact of high gain

conventional hearing aid on OAEs in a case of auditor y neuropathy/ dys-synchr ony. East J Med 2010; 15: 26-30

5. Simmons J, McCr eecy R. Auditor y neur opathy/ dys-synchr ony: Trends in assessment and treatment. ASHA Leader 2007; 8: 12-4

6. Pear ce W, Golding M, Dillon H. Cor tical auditor y evoked potentials in the assessment of auditor y neur opathy: Tw o case studies. J Am Acad Audiol 2007; 18: 380-90

7. Khairi M, Nor masutra A, Wan Zahar ah A. Auditor y neur opathy: Three cases among a gr oup w ith sensorineural hear ing loss. Singapor e Med J 2009; 50 (9): e324-5

8. Dow ley AC, Whitehouse WP, Mason SM, Cope Y,

Gr ant J, Gibbin KP. Auditor y neur opathy:

Unexpectedly common in a screened new bor n population. Development Med & Child Neur ol 2009; 51 (8): 642-6

9. Ger ling IJ. A case study of pr ogressive auditor y neur opathy. CICSD 2001; 28: 52-7

10. Lalw ani AK. Current diagnosis & treatment: Otolar yngology head and neck surger y. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill; 2007. Available fr om: http:/ / w w w.accessmedicine.com

11. War eing MJ, Lalw ani AK, Jackler RK. Development of the ear . In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head & neck sur ger y-Otolar yngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1870-81

12. Wu DK, Choo DI. Development of the ear. In: Snow

JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s

otor hinolar yngology head and neck sur ger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 25-38

13. Gacek RR, Gacek MR. Anatomy of the auditor y and

vestibular systems. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s otor hinolar yngology head and neck sur ger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 1-25 14. Mar tin BL, Mar tin GK, Luebke AE. Physiology of the


(9)

9

Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s

otor hinolar yngology head and neck sur ger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 68-134

15. Oner ci TM. Ear anatomy. In: Oner ci TM, editor . Diagnosis in otor hinolar yngology. Ber lin: Springer ; 2009. p. 2-7

16. Indiana Univer sity Bloomington [image on the inter net]. 2009 [update Apr il 2009; cited 2011 Mar ch 29]. Available fr om:

http:/ / w w w.cs.indiana.edu/ ~ port/ teach/ 641/ audit or y.path

17. Moller AR. Anatomy of the ear . In: Moller AR, editor . Hearing: Anatomy, physiology, and disor der s of the auditor y system. 2nd ed. New Yor k: Elsevier ; 2006. p. 3-16

18. Mills JH, Khar iwala SS, Weber PC. Anatomy and physiology of hearing. In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head & neck sur ger y-Otolar yngology.4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1884-903

19. For li F, Mancuso M, Santor o A, Dotti MT, Siciliano G, Berr ettini S. Auditor y neur opathy in a patient w ith mitochondrial myopathy and multiple mtDNA deletions. J Lar yngol & Otol 2006; 120: 888-91 20. Var ga R, Kelley PM, Keats BJ, Star r A, Leal SM, Cohn

E, Kimber ling WJ. Non-syndr omic r ecessive auditor y neur opathy is the result of mutations in the otofer lin (OTOF) gene. J Med Genet 2003; 40: 45-50 21. Buchman C, Roush P, Teagle H, Br ow n C, Zdanski C,

Gr ose J. Auditory neuropathy characteristics in children w ith cochlear ner ve deficiency. Ear & Hearing 2006; 27 (4): 399-408

22. Shallop JK, Rochester . Cur rent developments in our under standing of auditor y neur opathy ANSD. Canada: Institut Raymond-Dew ar . 2009. [update 2010 Sept 16; cited 2011 Mar 16]. Available fr om: http:/ / w w w.docstoc.com/ docs/ 54826638/ Cur rent-Developments-in-our-Under standing-of-Auditor y-Neur opathy-ANSD

23. Hall JW, Lew is S. Diagnostic audiology, hearing aids, and habilitation options. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s otorhinolaryngology head and neck surger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 134-60

24. Attias J, Buller N, Rubel Y, Raveh E. Multiple auditor y steady-state r esponses in children and adults w ith nor mal hearing, sensorineural hearing loss, or auditor y neur opathy. Annals Otol Rhinol Lar yngol 2006; 115 (4): 268-76

25. Rapin I, Gravel JS. Auditor y neur opathy: A biologically inappr opriate label unless acoustic ner ve involvement is documented. J Am Acad Audiol 2006; 17: 147-50

26. Rance G, Bar ker E. Speech per ception in children w ith auditor y neuropathy/ dyssyncr ony managed w ith either hearing aids or cochlear implants. Otol & Neur otol 2008; 29: 179-82

27. Colletti V, Fiorino FG, Car ner M, Miorelli V, Guida M, Colletti L. Auditor y brainstem implant as a salvage treatment after unsuccessful cochlear implantation. Otol Neurotol 2004; 25: 485-96

28. Shannon RV, Colletti V. Open set speech per ception w ith auditor y brainstem implant. Lar yngoscope 2005; 115: 1-5

29. Kar ger AG, Basel. History of cochlear implants and auditor y brainstem implants. Adv Otorhinolar yngol 2006; 64: 1-10

30. Neto RVB, Bento RF, Yasuda A, Ribas GC, Rodrigues AJ. Anatomical landmar ks in auditor y brainstem implant surger y. Rev Br as Otor rinolaringol 2005; 71 (3): 282-6


(1)

4

mekanik, per darahan intr akranial post-natal), paparan

obat ototoksik, pr oses infeksi (mumps dan meningitis), gangguan imun (sindr om Guillain-Barre), polineur opati pada diabetes mellitus, ser ta tr auma kepala.1-4,19,20 Namun sekitar 50% kasus neur opati auditori tidak diketahui etiologinya.2,19

Lotfi dan Mehrkian (2007) mendapatkan sebanyak 73% pasien dengan neur opati auditori memiliki r iwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang mengarah pada neur opati auditori dan 62% memiliki faktor risiko seperti anoksia, hiper bilir ubinemia, meningitis, dan paparan obat ototoksik. Madden dkk (2002) menemukan dar i 22 pasien dengan neur opati auditor i, sebanyak 11 (50%) memiliki r iwayat hiperbilir ubinemia, 10 (45%) dengan riw ayat pr ematur , 9 (41%) dengan papar an obat ototoksik, 8 (36%) dengan penur unan pendengaran pada keluar ga, 8 (36%) dengan r iwayat penggunaan ventilator mekanik, dan 2 (9%) dengan cer ebr al palsy.19

Dari skrining dengan OAE yang dilakukan oleh Dow ley dkk (2009) pada 40.050 bayi, didapatkan sebanyak 30 bayi menderita tuli sensorineural, dan 12 (40%) bayi termasuk ke dalam neur opati auditori. Semua bayi dengan neuropati auditor i ini dir awat di neonat al

int ensive car e unit (NICU) dan sebanyak 10 (83%) menggunakan ventilator selama lebih dari lima har i, 9 (75%) ter papar gentamisin, 8 (67%) mender ita sepsis, 7 (58%) dengan kelahiran prematur dan 4 (33%) menderita hiper bilir ubinemia.8

Patofisiologi

Pada aw alnya, neur opati auditor i dijelaskan sebagai suatu kelainan tunggal yang ditandai dengan adanya gangguan pada ner vus koklearis dengan sel r ambut luar yang masih normal. Namun kelainan ini ter nyata mer upakan suatu spektrum yang mempengar uhi ber bagai jaras auditor i dimulai dar i sel rambut dalam, sinaps antara sel rambut dalam dan ner vus koklearis, hingga ner vus koklear is itu sendir i.1,5,19,21 Gambaran klinis dengan var iasi yang luas pada neur opati auditor i kemungkinan disebabkan oleh perbedaan lokasi lesi dan penyebab yang mendasari.19 Neur opati auditor i mempengar uhi aktivitas sinkr onisasi normal jar as auditor i, tanpa mempengar uhi fungsi amplifikasi sel r ambut luar .22

Neur opati auditor i disebabkan oleh r usaknya pelepasan transmiter secara ber samaan dari vesikel yang ber lekatan pada sinaps sel r ambut dalam yang menghasilkan gangguan pada saraf afer en. Gangguan pada ner vus koklear is dapat muncul akibat demielinasi yang menurunkan potensial aksi dan menghambat ar us listrik, atau penyakit aksonal pr imer dengan hilangnya serabut saraf dan potensial aksi yang kecil. Kedua gangguan ini mempengar uhi potensial aksi dari serabut saraf ter panjang karena degenerasi sepanjang serabut saraf dan saraf-saraf ini member ikan suplai pada apeks koklea yang diduga menyebabkan gangguan pada frekuensi r endah.6 Defisiensi ner vus koklearis dapat ter jadi akibat kegagalan perkembangan baik secara par sial (hipoplasia) dan komplit (aplasia atau agenesis).21

Sel rambut dalam secara khusus sensitif ter hadap hipoksia dibandingkan sel r ambut luar, dan juga ter hadap beberapa zat toksik seper ti karbopentin dan

gentamisin. Ker usakan sinaps dapat menimbulkan gangguan pada saturasi respon, sebagai contoh, suatu stimulus yang diberikan 3-11 kali dalam satu detik dapat dideteksi secara lengkap, tetapi tidak demikian pada stimulus yang diberikan sebanyak 20 kali dalam satu detik.8

Diagnosis Anamnesis

Pasien dengan neur opati auditor i sering mengeluhkan mereka dapat mendengar suar a, tetapi tidak dapat memahami per cakapan.3,22 Kurangnya pengenalan ter hadap bahasa ini diakibatkan oleh gangguan yang berat pada kemampuan pr oses diskr iminasi di regio tempor al.22

Pada neur opati auditor i ter dapat penur unan pada kemampuan per sepsi bicara yang tidak sesuai dengan derajat tuli. Beberapa pasien tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sementar a yang lain tuli secara fungsional. Pasien biasanya mengalami kesulitan dalam mendengar pada keadaan bising.1

Pemer iksaan Diagnostik

Evaluasi yang kompr ehensif diper lukan dalam mendiagnosis neur opati auditori yang melibatkan ber bagai bidang diantar anya audiologi, radiologi, pediatrik dan neur opediatrik, ser ta genetik.1

Pemeriksaan audiologi yang direkomendasikan untuk neur opati auditori adalah audiometri dengan audiometri nada mur ni atau behavior al audiomet r y (visual r einfor cement audiomet r y/ VRA, behavior al obser vat ional audiomet r y/ BOA, audiometr i bermain),

acoust ic immit ance meliputi timpanometr i dan

pemer iksaan refleks akustik, ot oacoust ic emmission (OAE), br ainst em evoked r esponse audiomet r y (BERA), elektr okokleografi (EcochG) dan pemer iksaan per sepsi bicar a.1,2

1. Pemer iksaan Audiometr i

Pada neur opati auditori, ambang dengar nada mur ni (pur e t one t hr eshold) dapat ber kisar dari atau mendekati normal hingga tuli yang sangat berat. Kemampuan pr oses auditor i secara khas ter ganggu pada pasien ini, ter utama pada lingkungan bising.1,2,4,6,8

Pada bayi, dilakukan pemeriksaan behavior al

audiomet r y dengan BOA atau VRA.1,7 Untuk bayi ber usia kurang dari 6 bulan dapat dilakukan pemeriksaan BOA dengan mengamati r espon refleks bayi terhadap suara, tetapi tidak diinter pr etasi sebagai ambang dengar atau batas respon dengar minimum. Keterbatasan BOA adalah hanya mengukur kesadaran bayi dan tidak dapat menentukan ambang dengar secara pasti dengan tingkat variabilitas yang tinggi (tergantung kondisi, kesadaran, dan perhatian pasien) dan tidak dapat dijadikan sebagai patokan untuk pemasangan alat bantu dengar .1

Pemeriksaan VRA dilakukan bila bayi telah dapat duduk dan memiliki kontr ol kepala yang baik. Pada pemer iksaan ini digunakan media visual seper ti mainan, cahaya atau video untuk mengkondisikan anak respon ter hadap suara. Pemeriksaan ini dimulai pada anak ber usia 6-7 bulan. Untuk anak yang lebih tua, ber usia sekitar 5 tahun, dapat dilakukan pemeriksaan audiometr i ber main. Audiogram yang akur at untuk kedua telinga


(2)

5

biasanya didapatkan setelah sekur ang-kur angnya dua

kali kunjungan.1,21 Frekuensi evaluasi audiometr i behavioral ter gantung pada status per kembangan dan ker jasama anak, tetapi sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap tiga bulan hingga anak usia 6 tahun.5

2. Pemer iksaan Timpanometri

Pada neur opati auditor i, refleks akustik biasanya tidak muncul baik pada stimulasi ipsilater al maupun kontr alateral, meskipun pada beber apa kasus r efleks ini dapat muncul.4,19 Refleks akustik stapedius tidak muncul atau abnormal karena gangguan pada konduksi sar af dari sinyal auditori.5

3. Pemer iksaan OAE

Lotfi dan Mehr kian (2007)3 menemukan sebanyak 69,23% pasien dengan neur opati auditor i memiliki respon OAE yang baik, 19,23% pasien tidak ter dapat r espon pada OAE dan 11,53% memiliki respon OAE yang bur uk. Dar i penelitian Shehata dkk (2008)2 ter hadap 16 anak dengan neur opati auditor i didapatkan sebanyak 80% masih menunjukkan OAE yang nor mal. Diagnosis neur opati auditori ditegakkan dengan hasil OAE yang masih nor mal yang menandakan fungsi sel r ambut luar koklea masih baik.4,6

Pilihan pemeriksaan OAE dalam mendiagnosis neur opati auditor i adalah dist or t ion-pr oduct OAE (gambar 8). Dist or t ion-pr oduct OAE (DPOAE) diukur pada masing-masing telinga untuk dua nada pr imer ( f1 dan f2), dengan r asio gabungan f2/ f1 adalah 1,2 dan level gabungan 65 dB SPL (L1) dan 55 dB SPL (L2). Fr ekuensi f2 secara khusus dinaikkan ber tahap dari 1500 hingga 6000 Hz. Adanya DPOAE pada masing-masing fr ekuensi ditentukan dengan kr iteria kombinasi meliputi rasio signal-t o-noise

10 dB dan absolut e noise level

-15 dB SPL.21

Gambar 8. DPOAE secara skematik23

4. Pemer iksaan BERA

Gambaran khas neur opati auditori pada pemer iksaan BERA adalah ditemukannya gambaran BERA yang abnormal, memanjang atau tidak ada, dengan adanya gelombang mikr ofonik koklea (gambar 9).6,19

Mikr ofonik koklea mer upakan respon pre-neur al yang dihasilkan oleh polar isasi dan depolar isasi sel rambut koklea (muncul sebelum gelombang I pada BERA). Mikr ofonik koklea dapat ditemukan pada telinga nor mal, tuli sensor ineur al tipikal, dan neur opati auditori. Mikr ofonik koklea pada neur opati auditor i diser tai dengan r espon neural yang abnormal atau tidak ada.

Amplitudo gelombang ini semakin besar pada pasien dengan gangguan pada sistem saraf pusat.1

Gelombang mikr ofonik koklea dibedakan dengan respon neur al melalui dua kr iter ia yaitu polar itas mikr ofonik koklea akan terbalik dengan inver si polar itas stimulus dan latensi mikr ofonik koklea akan konstan dengan perubahan tingkat stimulus. Apabila suatu respon dicurigai mer upakan mikr ofonik koklea (khususnya pada stimulus yang relatif tinggi), analisis harus dikonfirmasi dengan stimulus r ar efact ion dan condensat ion. Untuk membedakan gelombang ini dari ar tefak stimulus, tabung suara yang digabungkan dengan transduser pada

ear phone dilepaskan tanpa mengubah posisi elektr oda dan transduser . Bila menghilang, maka gelombang ini mer upakan mikr ofonik koklea. Namun bila menetap, gelombang ini adalah suatu ar tefak stimulus.1,21

Gambar 9. Mikr ofonik koklea pada BERA1

Pemeriksaan BERA dinilai pada dua tipe stimulus utama minimum yaitu 100

µ

sec click dan 250 Hz

t one bur st. Ambang dengar BERA fisiologis didapatkan pada level stimulus terendah dimana r espon gelombang V dapat dideteksi secar a visual. Sekurang-kurangnya dua gelombang pada masing-masing level stimulus dir ekam untuk verifikasi dalam identifikasi gelombang.21

5. Pemer iksaan ASSR

Audit or y st eady-st at e r esponse (ASSR)

mer upakan suatu pemeriksaan objektif alter natif dalam menilai jar as auditori dar i per ifer hingga sentral yang menggabungkan spesifisitas ber bagai frekuensi dan stimulasi tingkat tinggi. Audit or y st eady-stat e r esponse membangkitkan nada yang ber kesinambungan pada amplitudo dan/ atau frekuensi ter tentu. Pemer iksaan ini dilakukan pada kasus tuli sensor ineural sangat berat dimana r espon BERA tidak muncul. Hanya sedikit penelitian yang melapor kan aplikasi ASSR pada anak dengan neur opati auditor i.24

Respon ASSR didapatkan pada tingkat sinyal yang lebih tinggi (>80 dbHL) pada neur opati auditori, tetapi respon ini akan meningkat meskipun audiogr am behavioral masih menunjukkan hasil yang nor mal. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menentukan ambang dengar pada neur opati auditori.1

6. Pemer iksaan Elektrokokleogr afi

Pada elektr okokleogr afi (EcochG) didapatkan gelombang mikr ofonik koklea yang panjang dan fluktuatif, dengan amplitudo yang meningkat dan ambang dengar normal (gambar 10).2

Pada penelitian yang dilakukan oleh Shehata dkk (2008)2, dari 16 anak yang dilakukan pemeriksaan dengan EcochG trans-timpani, sebanyak 13 (81,2%)


(3)

6

menunjukkan gelombang mikr ofonik koklea yang panjang

dan ber fluktuatif dengan nilai ambang mikr ofonik koklea ber kisar antar a 40-60 dB.

Gambar 10. Gelombang mikr ofonik koklea pada EcochG2

7. Pemer iksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi (MRI/ CT) dilakukan untuk melihat malformasi pada telinga dalam dan integr itas ner vus koklear is. Dar i 140 pasien neur opati auditor i yang dilakukan pemeriksaan MRI, sebanyak 35 (25%) ditemukan defisiensi ner vus koklearis ber upa hipoplasia atau aplasia ner vus koklear is dan mengenai satu telinga sebanyak 24 (69%) dan kedua telinga sebanyak 11 (31%).1 Buchman dkk (2006) melaporkan 9 dari 51 pasien dengan neur opati auditori (18%) memiliki ner vus koklearis yang aplasia atau hipoplasia yang diidentifikasi melalui MRI (magnet ic r esonance imaging). Pemeriksaan MRI direkomendasikan pada pasien dengan kandidat implan koklea.5

8. Pemer iksaan Per sepsi Bicar a

Pemeriksaan untuk menilai per sepsi bicara dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner IT-MAIS (Infant -Toddler Meaningful Audit or y Int egr at ion Scale) atau MAIS (Meaningful Audit or y Int egr at ion Scale), kata dan fonem MLNT (Mult isyllabic Lexical Neighbor hood

Test)/ LNT (Lexical Neighbor hood Test), kata dan fonem PB-K (Phonet ically Balanced Kinder gar t en), ser ta kalimat HINT (Hear ing in Noise Test) pada lingkungan tenang dan bising.1 Var iabilitas kemampuan per sepsi bicara pada pasien dewasa dengan neur opati auditor i telah dilapor kan pada beber apa studi. Data per sepsi bicara yang didapatkan pada pasien dew asa dengan auditor i neur opati tidak semudah yang didapatkan pada pasien anak-anak. Pada neur opati auditori, kemampuan per sepsi bicar a biasanya tidak propor sional dengan ambang dengar yang dimiliki.5 Per sepsi bicar a pada pasien ini lebih bur uk dibandingkan tuli sensorineur al.6

Gangguan pada aktivitas ner vus koklearis tidak menghasilkan penur unan sensitivitas yang signifikan, tetapi menyebabkan kesulitan dalam memahami

pembicaraan. Pasien dengan neur opati auditor i memiliki kemampuan auditor i yang baik, tetapi memiliki kemampuan diskr iminasi kata yang sangat bur uk.2,7 Diagnosis Banding

Ber dasarkan lokasi lesi, neur opati auditor i dibedakan dengan tuli sensoris, tuli neural, tuli sensorineural dan tuli sentr al.25 Pada neur opati auditori, kelainan ber ada pada sel r ambut dalam, sinaps antara sel r ambut dalam dan ner vus koklear is, dan ner vus koklearis. Pada tuli sensor is, kelainan hanya mengenai sel r ambut dalam. Pada tuli neural, kelainan berada sepanjang jar as auditor i perifer dengan lokus patologi tidak dapat ditentukan. Pada tuli sentral, terdapat kelainan pada jar as auditor i sentral. Pada tuli sensor ineur al, kelainan mengenai sel rambut dalam hingga jaras auditori dengan lokus patologi tidak dapat ditentukan.1,25

Penatalaksanaan

Pasien dengan neur opati auditori membutuhkan penanganan masalah pendengar an dan komunikasi yang ber beda dengan tuli sensorineural lainnya.3 Penanganan pasien dengan neur opati auditor i hingga saat ini masih kontr over si.4

Alat Bantu Dengar (ABD)

Penggunaan alat bantu dengar (ABD) konvensional member ikan manfaat pada beber apa pasien dengan neur opati auditori, sementara pasien yang lain dengan gangguan yang ber at tidak menunjukkan perbaikan.4 Berbagai penelitian telah dilakukan pada pasien anak dan dewasa yang mender ita neur opati auditor i dan didapatkan berbagai derajat manfaat dalam penggunaan amplifikasi ABD, tetapi belum dapat menjawab secar a sistematis apakah ABD memberikan keuntungan pada neur opati auditor i. Keter batasan dalam angka pr evalensi dan adanya heter ogenitas membuat kelainan ini sulit untuk dianalisis.5

Banyak ahli audiologi ber pendapat bahwa ABD tidak dapat membantu pada kasus neur opati auditori. Alat bantu dengar dapat menghilangkan per sepsi dan intensitas suara yang tinggi dapat mer usak koklea yang masih utuh. Namun ter dapat penemuan lain yang melapor kan hilangnya respon OAE secara spontan pada pasien neur opati auditor i meskipun tanpa pemasangan ABD. Selain itu juga dilapor kan pasien dengan amplifikasi ABD secara ekstensif tetap menunjukkan r espon OAE yang normal.5

Pemasangan ABD har us diseleksi secara hati-hati, ter utama dalam pengaturan amplifikasinya.4 Pemasangan ABD dengan gain dan out put yang terbatas pada tingkat ambang dengar ter utama pada pasien dengan tuli ringan harus diper timbangkan agar didapatkan manfaat tanpa menimbulkan risiko yang besar. Meskipun fitting ABD dengan gain yang ringan telah diter ima secara klinis, namun sulit untuk mengevaluasi apakah terdapat manfaat yang tepat dalam penggunaan ABD pada pasien ini.5 Secara umum, amplifikasi konvensional tidak dapat memper baiki pemahaman bicara pada pasien dengan neur opati auditor i selama ner vus koklearis ter ganggu. Oleh kar ena itu, penggunaan ABD sebagai tatalaksana pada pasien ini masih belum jelas.7


(4)

7

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rance

dkk (2002) yang membandingkan kemampuan per sepsi bicar a setelah pemasangan alat bantu dengar pada 15 anak dengan neur opati auditori, didapatkan hasil sebesar 50% menunjukkan perbaikan pada per sepsi bicara dan 50% tidak mengalami per baikan yang ber ar ti (gambar 11).1

Gambar 11. Per sepsi bicar a pada neur opati auditor i setelah pemasangan ABD1

Pemasangan ABD dapat membantu pada beberapa kasus, tetapi har us dipastikan pasien menggunakannya dengan tepat dan konsisten.1

Sebelum pemasangan ABD, sebaiknya diberikan konseling terhadap or ang tua bahwa ABD mungkin dapat atau tidak akan memperbaiki fungsi bicar a dan bahasa pada anak dengan neur opati auditor i. Kuesioner menggunakan IT-MAIS dan Ear ly List ening Funct ion (ELF) dapat membantu dalam evaluasi amplifikasi ABD pada anak yang lebih muda. Anak dengan neur opati auditor i sehar usnya dimonitor setiap bulan untuk per ubahan sensitivitas pendengarannya yang ber guna dalam pengaturan amplifikasi ABD dan evaluasi per kembangan bicar anya. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengevaluasi manfaat atau ker ugian dari amplifikasi ditentukan oleh tingkat per kembangan anak dan konsistensi penggunaan amplifikasi.

Pada beber apa kasus, anak seger a tidak menunjukkan perbaikan respon ter hadap amplifikasi. Berbagai data meliputi hasil audiologi, lapor an or ang tua, dan per baikan dalam per kembangan bicara dan bahasa dapat membantu dalam menentukan lamanya per cobaan untuk amplifikasi. Bila ABD menunjukkan sedikit manfaat, evaluasi lebih lanjut diper lukan untuk menentukan apakah anak dapat sebagai kandidat dalam penggunaan implan koklea. Adanya pengaruh negatif lingkungan bising pada pemahaman bicara pasien dengan neur opati auditori, teknologi fr equency modulat ion (FM) dapat diper timbangkan baik pada pasien dengan pemasangan ABD atau implan koklea.5

Implan Koklea

Setelah beberapa tahun neur opati auditor i dikenal, terdapat berbagai penelitian yang menyatakan adanya manfaat pemasangan implan koklea. Pada kasus neur opati auditor i yang per tama kali dilapor kan dengan pemasangan implan koklea, terdapat per baikan yang pr ogr esif pada kemampuan bicara dan bahasa pada satu tahun pertama. Sininger dan Trautwein (2000) melapor kan kasus dengan hasil temuan BERA yang nor mal setelah pemasangan implan koklea.5

Hal yang sama juga dilapor kan oleh Fabr y (2000) bahwa ter dapat per baikan pada fungsi auditor i setelah pemasangan implan koklea. Pada beber apa kasus neur opati auditori, implan koklea dapat membuat jalan pintas pada lokasi lesi (sel rambut dalam atau sinaps). Selain itu stimulasi listr ik dapat mengembalikan sinkr onisasi ner vus koklear is. Stimulasi listrik lebih efektif dalam pr oduksi sinkr onisasi respon neur al dibandingkan stimulasi akustik. Lebih lanjut, stimulasi pulsatil bifasik yang dihasilkan dari elektr oda implan dapat meningkatkan sinkr onisasi aktivitas ner vus koklearis.5

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rance dan Barker (2008)26 pada 20 pasien dengan neur opati auditor i yang membandingkan per sepsi bicara pada 10 pasien dengan pemasangan ABD dan 10 pasien dengan implan koklea, didapatkan hasil per baikan yang sama antara keduanya (tabel 1).

Tabel 1. Per bandingan per sepsi bicara setelah pemasangan ABD dan implan koklea pada neur opati

auditor i26

Subjek Skor Fonem

CNC ( % ) NA (ABD) 55,1 ± 24,8 NA (implan koklea) 59,6 ± 20,6 CNC Consonant/ Nucleus-Vowel/ Consonant

Shehata dkk (2008) melakukan penelitian pada 16 anak dengan neur opati auditori, didapatkan sebanyak dua anak dapat sembuh spontan, dua anak menggunakan ABD dan 12 anak menggunakan implan koklea setelah tidak didapatkan cukup manfaat dengan ABD. Dar i pemer iksaan audiometri tutur , didapatkan hasil diskr iminasi kata yang lebih besar pada implan koklea dibandingkan ABD (gambar 12).2

Gambar 12. Hasil diskr iminasi kata pada pasien neur opati auditor i dengan pemasangan ABD dan implan koklea2

Meskipun beberapa pasien menunjukkan perbaikan dengan implan koklea, tetapi ter dapat beberapa kasus yang tidak menunjukkan per baikan. Selain itu per sepsi bicar a pada neur opati auditori dengan implan koklea lebih buruk dibandingkan kelompok sensorineural dengan implan koklea.7,20

Rekomendasi implan koklea pada pasien neur opati auditori tidak secar a otomatis dilakukan. Pada


(5)

8

kasus dengan amplifikasi masih member ikan hasil yang

baik, implan koklea belum per lu digunakan.5 Implan Batang Otak

Neur opati auditor i merupakan penyakit yang heter ogen dimana ker usakan dapat ter jadi dar i disinkr onisasi sel r ambut dalam, neur on ner vus koklear is pr imer, hingga bagian ner vus koklearis yang lebih pr oksimal. Beberapa pasien menunjukkan perbaikan setelah pemasangan implan koklea, sedangkan beber apa yang lain tidak menunjukkan keber hasilan dengan inter vensi ini. Pada pasien dengan neur opati auditor i ber at yang gagal dengan pemasangan implan koklea dapat dilakukan pemasangan implan batang otak (audit or y br ainst em implant). Oleh kar ena lokasi stimulasi dengan implan koklea kemungkinan pada sel ganglion spiralis, sinyal yang diber ikan tidak dapat sampai ke sentral, ter utama pada neur opati auditori yang melibatkan ser abut ner vus koklearis.27 Untuk lebih efektif, sinyal listr ik har us melewati lesi pada neur on dan mencapai jaras auditori sentral secara langsung, yang didapatkan dengan implan batang otak.27,28

Elektr oda dari implan batang otak diletakkan pada r esesus later alis ventrikel ke-4 melalui foramen Luschka yang ditempatkan pada permukaan nukleus koklearis.29,30

Pr ognosis

Berbagai faktor mempengaruhi pr ognosis neur opati auditor i meliputi usia saat didiagnosis dan ditatalaksana, ketepatan alat bantu dengar , konsistensi penggunaan alat bantu dengar , kualitas inter vensi, keter libatan keluar ga, kemampuan kognitif, dan adanya kondisi medis lainnya.1 Namun pada beber apa pasien dengan neur opati auditor i fungsi pendengaran dapat mengalami per baikan secara spontan dalam satu atau dua tahun kehidupan.5,7

Kesimpulan

1. Neur opati auditor i merupakan suatu gangguan pendengar an yang jar ang ter jadi dengan angka pr evalensi yang ber variasi antara 0,5-15% dan telah dilapor kan pada semua umur, ter utama anak-anak. 2. Pada neur opati auditori ter jadi dis-sinkr onisasi pada

jaras pendengar an dengan fungsi sel rambut luar koklea masih normal.

3. Berbagai faktor menyebabkan timbulnya neur opati auditor i diantar anya prematuritas, kelainan per inatal, kelainan genetik, infeksi, gangguan imun, diabetes melitus dan tr auma kepala.

4. Gambaran khas untuk neur opati auditor i adalah derajat pendengaran yang ber var iasi, dari normal hingga tuli sangat berat dan gangguan pada per sepsi bicar a, dengan OAE yang masih normal dan ter dapat gangguan pada BERA disertai gambaran mikr ofonik koklea. Biasanya refleks akustik tidak muncul pada kelainan ini.

5. Heterogenitas dalam etiologi, lokasi lesi dan fungsi pendengar an pada neur opati auditor i menimbulkan ber bagai pertimbangan dalam menentukan pilihan penanganan kasus ini.

6. Untuk memper baiki fungsi pendengaran pada pasien dengan neur opati auditori, dapat dilakukan pemasangan ABD, implan koklea, atau bila keduanya

gagal dapat dilakukan pemasangan implan batang otak.

7. Oleh karena dibutuhkan str ategi r ehabilitasi dan edukasi yang khusus pada pasien dengan neur opati auditor i, maka penting untuk mengidentifikasi kelainan ini pada usia yang lebih muda.

Daftar Pustaka

1. Roush P. Auditor y neur opathy spectr um disor der (ANSD): Diagnosis and management. 2009. [update 2009 Oct 3; cited 2011 Jan 8] Available fr om: http:/ / w w w.csd.jmu.edu/ iccs09_mater ials/ pr oush/ P.%20Roush%20Auditor y%20Neur opathy%20Dx% 20&%20Mgmt

2. Shehata-Dieler WE, Muller J, Volter C, Hagen R. Auditor y neuropathy. Wur zbur g Univer sity. 2008. [update 2008 Apr 9; cited 2011 March 3]. Available fr om:

http:/ / w w w.hno.uni-w uer zbur g.de

3. Lotfi Y, Mehrkian S. The prevalence of auditor y neur opathy in students with hearing impair ment in Tehran, Iran. Arch Iranian Med 2007; 10 (2): 233-5 4. Kundu P, Rout N. The impact of high gain

conventional hearing aid on OAEs in a case of auditor y neuropathy/ dys-synchr ony. East J Med 2010; 15: 26-30

5. Simmons J, McCr eecy R. Auditor y neur opathy/ dys-synchr ony: Trends in assessment and treatment. ASHA Leader 2007; 8: 12-4

6. Pear ce W, Golding M, Dillon H. Cor tical auditor y evoked potentials in the assessment of auditor y neur opathy: Tw o case studies. J Am Acad Audiol 2007; 18: 380-90

7. Khairi M, Nor masutra A, Wan Zahar ah A. Auditor y neur opathy: Three cases among a gr oup w ith sensorineural hear ing loss. Singapor e Med J 2009; 50 (9): e324-5

8. Dow ley AC, Whitehouse WP, Mason SM, Cope Y, Gr ant J, Gibbin KP. Auditor y neur opathy: Unexpectedly common in a screened new bor n population. Development Med & Child Neur ol 2009; 51 (8): 642-6

9. Ger ling IJ. A case study of pr ogressive auditor y neur opathy. CICSD 2001; 28: 52-7

10. Lalw ani AK. Current diagnosis & treatment: Otolar yngology head and neck surger y. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill; 2007. Available fr om: http:/ / w w w.accessmedicine.com

11. War eing MJ, Lalw ani AK, Jackler RK. Development of the ear . In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head & neck sur ger y-Otolar yngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1870-81

12. Wu DK, Choo DI. Development of the ear. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s otor hinolar yngology head and neck sur ger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 25-38

13. Gacek RR, Gacek MR. Anatomy of the auditor y and vestibular systems. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s otor hinolar yngology head and neck sur ger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 1-25 14. Mar tin BL, Mar tin GK, Luebke AE. Physiology of the


(6)

9

Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s

otor hinolar yngology head and neck sur ger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 68-134

15. Oner ci TM. Ear anatomy. In: Oner ci TM, editor . Diagnosis in otor hinolar yngology. Ber lin: Springer ; 2009. p. 2-7

16. Indiana Univer sity Bloomington [image on the inter net]. 2009 [update Apr il 2009; cited 2011 Mar ch 29]. Available fr om:

http:/ / w w w.cs.indiana.edu/ ~ port/ teach/ 641/ audit or y.path

17. Moller AR. Anatomy of the ear . In: Moller AR, editor . Hearing: Anatomy, physiology, and disor der s of the auditor y system. 2nd ed. New Yor k: Elsevier ; 2006. p. 3-16

18. Mills JH, Khar iwala SS, Weber PC. Anatomy and physiology of hearing. In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head & neck sur ger y-Otolar yngology.4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1884-903

19. For li F, Mancuso M, Santor o A, Dotti MT, Siciliano G, Berr ettini S. Auditor y neur opathy in a patient w ith mitochondrial myopathy and multiple mtDNA deletions. J Lar yngol & Otol 2006; 120: 888-91 20. Var ga R, Kelley PM, Keats BJ, Star r A, Leal SM, Cohn

E, Kimber ling WJ. Non-syndr omic r ecessive auditor y neur opathy is the result of mutations in the otofer lin (OTOF) gene. J Med Genet 2003; 40: 45-50 21. Buchman C, Roush P, Teagle H, Br ow n C, Zdanski C,

Gr ose J. Auditory neuropathy characteristics in children w ith cochlear ner ve deficiency. Ear & Hearing 2006; 27 (4): 399-408

22. Shallop JK, Rochester . Cur rent developments in our under standing of auditor y neur opathy ANSD. Canada: Institut Raymond-Dew ar . 2009. [update 2010 Sept 16; cited 2011 Mar 16]. Available fr om: http:/ / w w w.docstoc.com/ docs/ 54826638/ Cur rent-Developments-in-our-Under standing-of-Auditor y-Neur opathy-ANSD

23. Hall JW, Lew is S. Diagnostic audiology, hearing aids, and habilitation options. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s otorhinolaryngology head and neck surger y. 16th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. p. 134-60

24. Attias J, Buller N, Rubel Y, Raveh E. Multiple auditor y steady-state r esponses in children and adults w ith nor mal hearing, sensorineural hearing loss, or auditor y neur opathy. Annals Otol Rhinol Lar yngol 2006; 115 (4): 268-76

25. Rapin I, Gravel JS. Auditor y neur opathy: A biologically inappr opriate label unless acoustic ner ve involvement is documented. J Am Acad Audiol 2006; 17: 147-50

26. Rance G, Bar ker E. Speech per ception in children w ith auditor y neuropathy/ dyssyncr ony managed w ith either hearing aids or cochlear implants. Otol & Neur otol 2008; 29: 179-82

27. Colletti V, Fiorino FG, Car ner M, Miorelli V, Guida M, Colletti L. Auditor y brainstem implant as a salvage treatment after unsuccessful cochlear implantation. Otol Neurotol 2004; 25: 485-96

28. Shannon RV, Colletti V. Open set speech per ception w ith auditor y brainstem implant. Lar yngoscope 2005; 115: 1-5

29. Kar ger AG, Basel. History of cochlear implants and auditor y brainstem implants. Adv Otorhinolar yngol 2006; 64: 1-10

30. Neto RVB, Bento RF, Yasuda A, Ribas GC, Rodrigues AJ. Anatomical landmar ks in auditor y brainstem implant surger y. Rev Br as Otor rinolaringol 2005; 71 (3): 282-6