Komunikasi ritual pada kesenian debus Banten : (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

  Nama Lengkap : Novi Hardianti Nama Panggilan : Novi Tempat, Tanggal Lahir : Cianjur, 03 November 1990 Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Belum Menikah Alamat : Jl. Tubagus Ismail Bawah no 32 Alamat Asal : Kp. Puncak Sari RT 05/RW 01. Desa/kecamatan

  Pagelaran. Kabupaten Cianjur 43266 Nomor Telepon : (0263) 361070 HP : 085793020843 Email : ovi.hardianti@gmail.com novihardianti@yahoo.com

  II. IDENTITAS KELUARGA

No. Nama Hubungan Pendidikan Pekerjaan

  Sekolah Menengah

  1. Ade Haryadi Ayah Kandung Wiraswasta Pertama

  Pegawai Negeri

  2. Ade Yuliarsih Ibu Kandung Strata Satu Sipil

  Sekolah Menengah

  3

  3. . Ayu Lestari Adik Kandung Pelajar Atas

  III. PENDIDIKAN FORMAL No. Tahun Uaraian Keterangan

  Program Studi Ilmu Komunikasi,

  1 2008-Sekarang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

  Politk UNIKOM Sekolah Menengah Atas Pasundan

  2005-2008 Lulus Berijazah

  2

  1 Cianjur Sekolah Menengah Pertama

  3 2002-2005

  Lulus Berijazah Negeri 1 Pagelaran

  

4 1996-2002 Sekolah Dasar Negeri Pagelaran 1 Lulus Berijazah

IV. PELATIHAN/WORKSHOP/SEMINAR

  America-Indonesia Relationship

  Seminar “Nasional Global Crisis” Bersertifikat

  29 November 2008

  Seminar “Fotografi, Lomba Foto Essay dan Apresiasi Seni” di UNIKOM Bersertifikat 9.

  2 November 2010

  ” di UNPAS Taman Sari Bersertifikat 8.

  To Campus

  Seminar “COSMOPOLITAN Campus

  05 November 2009

  Bersertifikat 7.

  Pelatihan “Table Manner” di Hotel Jayakarta Bandung

  Bersertifikat 6. 28 Januari 2009

  ” di UNIKOM

  No Tahun Uraian Keterangan 1. 2008

  Pelatihan “Training Event organizer” di UNPAD dipati ukur

  Bersertifikat 5.

  2010 ”

  1 Juni 2010 Kegiatan “Study Tour Mass Media

  ” di Cianjur Bersertifikat 4.

  Update Sharing

  “Cianjur’s MSDN Day By MUGI Bandung Microsoft Technology

  Workshop

  14 Februari 2009

  ” di UNIKOM Bersertifikat 3.

  Self Empowerment

  31 Maret 2009 Pelatihan “Personal Development and

  Bersertifikat 2.

  16 April 2009 Seminar “The Future of United States of

  26 Februari 10.

  Bersertifikat Seminar “Rossy Goes to Campus

  2011 11.

  28 April 2009 “Mentoring Agama Islam” di UNIKOM Bersertifikat

  Bandung, Juli 2012 Hormat saya,

  Novi Hardianti

KOMUNIKASI RITUAL PADA KESENIAN DEBUS BANTEN

  (Studi Deskriptif Proses Ritual Pada Pelaksanaan Kesenian Debus Banten)

  

S K R I P S I

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana (S1) Program

Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

  

Oleh,

NOVI HARDIANTI

NIM. 41808041

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

B A N D U N G

  

2 0 1 2

DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

  Ali, Matius. 2011. Estetika Pengantar Filsafat Seni. Sanggar Luxor Bungin, Burhan H.M. 2007. Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi,

  Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Jakarta : Kencana Prenama Media

  Group Effendi, Onong Uchjana. 1993. Dinamika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.

  Effendi, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktek. Bandung : Remaja Rosda Karya.

  Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi.

  Bandung : widya padjajaran. Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana

  Prenada Media Group Mardiana. 2004. Kesenian Debus, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

  Marzali, Amri. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana Moleong, lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

  Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung : Remaja

  Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya

  Nurdin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada Rakhmat, Jalaluddin. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja

  Rosdakarya Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi komunikasi best seller. Bandung : Remaja

  Rosdakarya Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.

  Jakarta: Raja Grafindo Persada Singarimbun, Masri , Effendi Sofian. , 1989. Metode Penelitian Survai, pustaka

  LP3ES Indonesia Anggota IKAPI, JakartaDharsono. 2007. Kritik

  Seni.bandung : Rekayasa Sains

  Sobur, alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya Sugiyono. , 2009. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif,

  Kualitatif dan R&D Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alphabeta Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja

  Rosdakarya

B. SUMBER KARYA ILMIAH

  Galarina Khadija, Farah. 2011. Strategi pengajaran lembaga creative bandung

  dala Berinteraksi dengan siswa challenging behavior (berperilaku menantang) (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Pengajaran Yang

  Dilakukan Para Pengajar Creative Bandung Dengan Para Siswanya Yang Tergolong Challenging Behavior). Bandung : Universitas Komputer

  Indonesia. Goran, Theodorus. 2011.

  Komunikasi Ritual Dalam Upacara Adat “Wu,U Hori”(Makan Rengky) Masyarakat Desa Lamaole Kabupaten Flores Timur( Study Literatur Tentang Upacara Adat “Wu,u Hori” (Makan Rengky) Masyarakat Desa Lamaole Kabupaten Flores Timur ). Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

  Yuliana, Selvy. 2011. Pesan-pesan simbolik dalam upacara panjang jimat Di

  keraton kasepuhan cirebon (Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon). Bandung : Universitas

  Komputer Indonesia.

C. SUMBER INTERNET

  Andung, Pertus. 2009. Komunikasi Dalam Perspektif ritual melalui http://petrusandung.wordpress.com/komunikasi-dalam-perspektif-ritual/ [selasa/ 28-02-2012, 13.30 WIB]

  Ebanten wisata dan budaya. 2010. Kesenian Debus Banten melalui [jumat/ 09-03-2012, 09.00 WIB]

  Website resmi kabupaten serang Banten. 2011. Seni dan budaya melalui

  /

  , [jumat/ 06-04-2012, 09.00 WIB] Website resmi badan pengawasan keuangan dan pembanguna. 2003. Sejarah Banten melaui umat/ 06-04-2012, 13.00 WIB]

D. SUMBER LAIN

  Arsip paguron pendekar banten

KATA PENGANTAR

  

  



Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang

  senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi Strata Satu yang berjudul Komunikasi

  

Ritual Pada Kesenian Debus Banten (Studi Deskriptif Proses Ritual Pada

Pelaksanaan Kesenian Debus Banten) dengan baik. Shalawat serta salam tidak

  lupa diucapkanuntuk Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi Besar panutan peneliti.

  Dalam penyelesaian Skripsi ini, peneliti tidak sendirian, banyak pihak yang membantu hingga Skripsi ini selesai, untuk itu pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Ayahanda Ade Haryadi dan Ibunda tercinta Ade Yuliarsih yang selalu memberikan do’a dan restunya, kasih sayang, cinta, perhatian, motivasi, dan limpahan materi yang tidak akan pernah terbalas hingga kapanpun.

  Pada kesempatan yang baik ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada orang-orang terkasih peneliti yaitu kepada : 1.

  Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian untuk kepentingan tugas akhir serta memberikan pengesahan pada skripsi ini sehingga bisa dijadikan literature bagi lembaga yang membutuhkannya.

  2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom sekaligus dosen pembimbing skripsi peneliti yang telah memberikan arahan, saran, dan waktunya serta dukungan dalam bimbingan skripsi, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Terimakasih pa atas segalanya.

  3. Ibu Melly Maulin P S. Sos, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom, atas ilmu, perhatian dan pengertian kepada penulis.

  4. Sangra Juliano S.I.Kom selaku Dosen wali penulis yang tidak henti- hentinya memberikan arahan serta saran dan kritik yang membangun kepada penulis selama berada di kampus Unikom ini. Terimakasih pa atas semuanya.

  5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public

  Relations FISIP Unikom baik dalam lingkungan kampus yang sempat

  memberikan ilmu kepada penulis sehingga peneliti siap dengan tantangan baru nantinya.

  6. Ibu Astri Ikawati A.Md, Ibu Rr. Sri Intan Fajarini S.I.Kom selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom, atas segala bantuan dan pengertiannya sebelum dan setelah proses

  7. Bapak Tubagus Deni Hibarnas (Apih Deni) selaku ketua paguron Pendekar Banten, terimakasih atas sambutannya serta menerima peneliti untuk meneliti. Peneliti sangat berterimakasih atas informasinya seputar debus, sehingga peneliti mendapatkan ilmu yang sangat banyak dan tak pernah terukur.

  8. Pak Guru Satria (Abah Satria) selaku ketua paguron maung lugay yang telah memberikan informasi kepada peneliti, serta membantu peneliti dalam proses penyelesaiannya, hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

  9. Apih Aju terimakasih atas informasinya yang diberikan kepada peneliti, terimakasih sudah mau menjadi informan.

  10. Pak Muiz atas bantuannya untuk mencari informasi dan mengenalkan informan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

  11. Kepada keluarga dan adiku Ayu, sodaraku Ema serta seluruh Keluarga Besar yang ada di cianjur yang selalu memberikan do’a, masukan dalam penulisan Skripsi ini serta keceriaan, dorongan, dan semangat kepada peneliti.

  12. Kepada temanku Aditya septian yang telah membantu penelitian ini, yang telah membantu peneliti selama proses penelitian di Banten, terimakasih sudah mau menjadi tour guide peneliti. Terimakasih atas tumpangannya, telah memberikan kesempatan untuk dapat ikut penelitian disana, serta mendapatkan ilmu dan pengalaman yang berharga.

13. Kepada Teman-teman Nines atas berbagi pikirannya, Para Bulu, Mama

  Mey (Kumia), ibi Ninun (Nina), Ibu Ika, Ateu Via (Novia), Neng Ocha (Tossa), Uwi (Dewi) , yang selalu menjadi tempat untuk menghilangkan

  rasa penat dan menjadi tempat curhat. Serta temanku Afandi yang selalu menyempatkan waktunya untuk membantu peneliti tidak lupa teman kecilku Endang atas semangatnya. Terimakasih semuanya.

  Terimakasih seluruh pihak yang bisa menjadi panutan kepada diri peneliti. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam melakukan penyusunan skripsi ini dan semoga penulisan sripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca lain pada umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, amin.

  Wabilahitaufik walhidayah, Wassalamu’alaikum wr.wb.

  Bandung, Juli 2012

   Peneliti Novi Hardianti NIM 41808041

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Seperti yang diketahui bersama kegiatan ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sekelompok orang sebagai bentuk persembahan apa yang mereka sudah dapatkan atau permintaan agar mendapatkan keselamatan, kelancaran, dimudahkan dalam segala hal dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam prakteknya ritual sering digunakan dalam hal pemujaan kepada penguasa gelap yang kemudian disalah artikan meskipun demikian itulah bentuk komunikasi mereka yang mereka bangun agar mereka bisa berkomunikasi.

  Menurut Mulyana dalam buku ilmu komunikasi suatu pengantar menyatakan bahwa: “Suatu komunitas atau golongan sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para

  Antropologi sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, golongan, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.

  ” (Mulyana, 2007 : 27) Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak kultur dan budaya yang berbeda. Dalam beberapa budaya terdapat adanya ritual yang sering dilakukan yang sampai saat ini masih digunakan atau dilestarikan agar lebih berkembang dan kebudayaan tersebut tidak mati sampai disitu saja. Seperti halnya debus Banten yang mempunyai ritual tertentu sebelum, pada saat, dan sesudah (pemulihan) aksi kesenian debus ini. Pada prakteknya setiap kebudayaan memakai media tradisional untuk lebih memperkenalkan atau menunjukan bahwa budaya itu adalah ciri khas budayanya, sama halnya dengan debus Banten dimana ritualnya mereka menggunakan media tradisional.

  Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosianal dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Ritual menciptakan perasaan tertib (a

  sense of order) dalam dunia yang tampaknya kacau balau ritual memberikan rasa nyaman akan keteramalan (a sense of predictability).

  Bila ritual tidak dilakukan orang menjadi bingung (Mulyana, 2007 : 30) Di berbagai daerah di Indonesia, media komunikasi tradisional tampil dalam berbagai bentuk dan sifat, sejalan dengan variasi kebudayaan yang ada di daerah-daerah itu. Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat. Dalam pengertian yang lebih sempit, media ini sering juga disebut sebagai kesenian rakyat. Dalam hubungan ini Coseteng dan Nemenzo (dalam Jahi, 1988) mendefinisikan media tradisional sebagai bentuk-bentuk verbal, gerakan, lisan dan visual yang dikenal atau diakrabi rakyat, diterima oleh mereka, dan diperdengarkan atau dipertunjukkan oleh dan/atau untuk mereka dengan maksud menghibur, memaklumkan, menjelaskan, mengajar, dan mendidik.

  “Menurut Nurudin 2004, dalam bukunya sistem komunikasi Indonesia mengatakan bahwa membicarakan media tradisional tidak bisa dipisahkan dari seni tradisional, yakni suatu bentuk kesenian yang digali dari cerita-cerita rakyat dengan memakai media tradisional. Media tradisional sering disebut sebagai bentuk folklor. Bentuk-bentuk folklor tersebut antara lain: a. Cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng);

  b. Ungkapan rakyat (peribahasa, pemeo, pepatah);

  c. Puisi rakyat;

  d. Nyayian rakyat;

  e. Teater rakyat;

  f. Gerak isyarat (memicingkan mata tanda cinta);

  g. Alat pengingat (mengirim sisrih berarti meminang); dan

h. Alat bunyi-bunyian (kentongan, gong, bedug dan lain-lain) ”.

  Jika berbicara media tradisional maka sangat berhungan dan erat kaitannya dengan interaksi simbolik, dimana mereka sebagai lakon budaya menggunakan simbol-simbol sebagai alat komunikasi mereka. Sama halnya dengan ritual, dimana ritual debus Banten juga menggunakan simbol-simbol dalam proses ritualnya. Debus Banten ini termasuk kedalam kesenian yang memadukan antara seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Dilihat dari pengertiannya proses ritual merupakan suatu urutan yang secara tersusun dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat simbolis dan biasanya merupakan suatu tradisi atau agama. Pada kesenian debus Banten sebelum, pada saat, dan sesudah (pemulihan) mereka melakukan pertunjukan debusnya selalu mengadakan ritual-ritual terlebih dahulu, proses ritual tersebut bisa berupa pengucapan mantra, atau bahkan harus melakukan syarat-syarat yang telah dianjurkan oleh guru spiritual mereka.

  “Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melalukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antopolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, pernikahan (ijab-qabul, sungkem kepada orang tua, sawer, dan sebagainya), dalam acara-acara itu orang megucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau natal, juga merupakan komunikasi ritual”. (Mulyana, 2007: 27) Komunikasi ritual dapat dikatakan sebuah proses dalam hal pemaknaan sebuah pesan melalui simbol-simbol, jika dilihat dari pengertiannya bahwa: “Komunikasi Ritual dapat dimaknai sebagai proses pemaknaan pesan sebuah kelompok terhadap aktifitas religi dan system kepercayaan yang dianutnnya. Dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang menandakan terjadinya proses Komunikasi Ritual tersebut. Dalam proses Komunikasi Ritual itu kerap terjadi persainggan dengan paham-paham kegamaan sakral yang kemudiaan ikut mewarnai proses tersebut.

  ” (Mulyana : 2005). Menurut beberapa sumber sejarah, debus mempunyai hubungan dengan tarekat didalam ajaran Islam. Yang intinya sangat kental dengan filosofi keagamaan, dalam kondisi yang sangat gembira karena bertatap muka dengan Allah SWT. Mereka menghantamkan benda tajam ketubuh mereka, tidak ada lain melainkan karena allah ta’ala (karena tuhan semata). Para pemain debus Banten biasanya melakukan atraksi-atraksi yang membahayakan antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.

  Pertunjukan ini tidak terlepas dari adanya proses ritual yang dilakasanakan baik sebelum, pada saat, dan sesudah (pemulihan) pertunjukan dimulai, dalam tahapannya ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh orang yang akan melakukan debus tersebut. Bagi pemula ada syarat khusus yang diberikan oleh ketua atau guru debus tersebut yang memang sakral dan tidak boleh dilanggar, tidak hanya itu latihan demi latihan harus dilewati karena dalam debus adanya silat atau bela diri. Inilah yang menyebabkan orang dapat kebal ketika melakukan pertunjukan debus.

  Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman kesenian debus ikut berkembang pesat dari tahun ke tahunnya, semua orang mulai ingin mengatahui kesenian debus ini sampai mereka mengatahui dan mengenal debus ini. Dalam proses pengenalan kepada masyarakat luas dirasa cukup sulit, karenanya setiap orang yang suka akan kesenian ini mereka membuat suatu komunitas atau lebih dikenal sebagai paguron, paguron merupakan suatu wadah orang-orang pecinta debus Banten yang tergabung menjadi satu. Debus Banten merupakan kesenian yang sudah besar dan menyebar ke beberapa daerah di Indonesia salah satunya yang terkenal adalah dikecamatan Menes, Labuan. Banten. Didaerah ini terdapat salah satu paguron ternama yang masyarakat mengenalnya dengan perguruan Pendekar Banten, paguron ini berdiri sejak tahun 1960/1970 yang diketuai oleh Tubagus Deni Hibarnas dengan guru besarnya Bapak H. Hasan. Dimana paguron ini sudah berkembang setiap tahunnya dan masih Berjaya serta dipercaya hingga saat ini. Adapun aliran silat yang dipakai adalah TTKDH/ Cimande.

  Tidak hanya kesenian debus yang menjadi kebudayaan, ritual debus ini dapat dikatakan sudah menjadi suatu kebudayaan yang sering dilakukan oleh setiap orang yang melakukan debus. Agar kesenian tersebut dapat terus terlestarikan, kita sebagai warga Indonesia bisa lebih memahami, mengerti, dan menghormati kebudayaan yang ada.

  Dalam pertunjukan debus terdapat dua golongan, dimana mereka melakukan trick atau tipuan yang menggunakan teknik tertentu dan ada pula yang memang mereka berlatih dengan acuan dari ilmu silat dan didukung dengan doa-doa yang menurut mereka syakral. Dari kedua golongan tersebut pada prakteknya sama saja mereka sebelumnya melakukan ritual terlebih dahulu agar pertunjukan yang mereka suguhkan berjalan dengan lacar serta untuk lebih mengingat keagungan dan kebesaran tuhan yang telah menciptakan alam semesta.

  Seperti apa yang dikatakan oleh (Geertz, dalam Susanto, 1992:57) kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. (Sobur, 2003:178).

  Debus merupakan kesenian asli masyarakat Banten yang diciptakan pada abad ke-16, yaitu tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570), dalam rangka penyebaran agama Islam. Agama Islam diperkenalkan ke Banten oleh Sunan Gunung Jati, salah satu pendiri Kesultanan Cirebon, pada tahun 1520, dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa. Kemudian, ketika kekuasaan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Apalagi, di masa pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum pendatang dari Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC. Kedatangan kaum kolonialis ini di satu sisi membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata, yaitu terjadinya percampuran akidah dengan tradisi pra-Islam. Hal ini yang terdapat pada kesenian debus. Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di Banten. Pada awalna kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten melawan penjajahan yang dilakukan Belanda.

  Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, Belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat Banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus, dan mereka melakukan

  1 perlawanan secara gerilya.

  Setiap orang mempunyai pemikiran dan pandangan yang berbeda tentang sesuatu yang dinamakan persepsi, begitu pula dengan budaya debus 1 Banten setiap orang beranggapan bahwa proses ritual yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan, pada saat, dan sesudah (pemulihan) debus dimulai bukan merupakan sesuatu yang penting. Kebanyakan orang-orang yang melihat pertunjukan debus hanya sebagai pertunjukan atau hiburan semata. Jika dilihat dari pengertiannya

  “Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motifasi, dan memori”. Desiderato, (1976: 129) dalam Rakhmat, (2005: 51)

  Setiap orang mempunyai pemikiran dan penilaian sendiri-sendiri terhadap sesuatu, begitu pula dengan orang-orang yang melihat pertunjukan debus beserta ritualnya. Terdapat adanya pro dan kontra ketika mendengar dan melihat tentang atraksi dan ritual debus. banyak orang beranggapan bahwa ritual yang dilakukan dalam atraksi debus tidak wajar atau yang biasa dikatakan dengan takabur, namun tidak sedikit pula yang menganggap bahwa ritual yang dilakukan dalam atraksi debus hanya merupakan sebuah kesenian dan budaya yang sudah ada sebelumnya.

  Kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan (gembung), yaitu pembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad, dzikir kepada Allah, diiringi instrumen tabuh selama tiga puluh menit. Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan. Dalam melakukan atraksi ini setiap pemain mempunyai syarat syarat yang berat, sebelum pentas mereka melakukan ritual ritual yang diberikan oleh guru mereka. Biasanya dilakukan 1-2 minggu sebelum ritual dilakukan. Selain itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan harus yakin dengan ajaran Islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh minum minuman keras, main judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga harus yakin dan tidak ragu ragu dalam melaksanakan tindakan tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain bisa sangat

  

2

membahayakan jiwa pemain tersebut.

  Dengan mengetahui proses-proses ritual melalui komunikasi ritual, bisa lebih mengatahui apa dasar adanya ritual terlebih dahulu baik sebelum, pada saat, sesudah (pemulihan) pertunjukan debus berlangsung, serta mengatahui pesan apa yang ada pada ritual tersebut sehingga proses ritual itu dapat dikatan begitu syakral.

Gambar 1.1 Aksi debus

  Sumber : google seach engine

  2

1.2 Rumusan Masalah

  1.2.1 Makro

  Bagaimana Komunikasi Ritual Pada Kesenian Debus Banten?

  1.2.2 Mikro 1.

  Bagaimana tahapan dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten?

  2. Bagaimana pemaknaan simbol dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

  1.3.1 Maksud Penelitian

  Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam dan mengetahui lebih jauh tentang komunikasi ritual pada proses ritual kesenian debus Banten (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten).

  1.3.2 Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengatahui tahapan dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten.

  2. Untuk mengatahui pemaknaan simbol dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten.

  3. Untuk mengetahui Komunikasi Ritual Pada kesenian Debus.

1.4 Kegunaan Penelitian

  1.4.1 Kegunaan Teoritis

  Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya sehingga mampu menunjang perkembangan dalam bidang ilmu komunikasi dan menambah wawasan serta referensi pengetahuan menganai komunikasi ritual tentang Studi deskriptif khususnya komunikasi ritual pada kesenian Debus Banten.

  1.4.2 Kegunaan Praktis

  a. Kegunaan Bagi Peneliti

  Kegunaan penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai suatu pembelajaran dan pengalaman serta pengaplikasian ilmu dan teori yang telah didapat mengenai masalah penelitian yaitu komunikasi ritual tentang proses ritual pada kesenian debus Banten (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten).

  b. Kegunaan Bagi Universitas

  Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara khusus. Dan sebagai literatur bagi yang akan melaksanakan penelitian yang sama.

  c. Kegunaan Bagi Masyarakat

  Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai sarana informasi mengenai proses ritual pada debus Banten, ternyata masih banyak ritual yang harus diketahui bahwa proses ritual yang dilakukan merupakan tradisi yang harus dilestarikan agar kesenian debus bisa terus ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

  Dalam setiap kegiatan maupun aktifitas manusia dengan yang lainnya pasti memerlukan komunikasi untuk bersoasialisasi dengan yang lainnya, pada hakikatnya komunikasi tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia baik dengan kelompok lain, antar individu, dengan diri sendiri bahkan dengan Allah SWTsekalipun. Komunikasi yang efektif dapat dikatakan sebagai suatu proses penyampaian pesan yang dikakukan 2 orang atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama dan adanya timbal balik.

2.1.1.1 Definisi Ilmu Komunikasi

  Istilah

  komunikasi

  atau dalam bahasa Inggris

  Communication berasal dari kata Latin communicatio, dan

  bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna.

  “Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu” (Effendy, 2002:9). Banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, jika berbicara definisi tidak dapat dikatakan mutlak kebenarannya namun tidak bisa juga dikatakan salah karena pada dasarnya sebuah definisi adalah pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli dibidangnya. Berikut beberapa definisi tentang komunikasi:

  Menuru t Effendy komunikasi berarti “proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. (Effendy, 1993:28).

  Carl I. Hovland mendefinisikan “komunikasi adalah proses

yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan

rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk merubah

perilaku orang lain (komunikan).” (Mulyana, 2007: 68)

  Gerald R Miller menjelaskan bahwa “Komunikasi terjadi

ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima

dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerim a” (Mulyana, 2007:68)

  Harold Lasswell menjelaskan bahwa “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which

  

Channel To Whom With What Effect? Atau siapa mengatakan

  Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” (Mulyana, 2007: 68).

  2.1.1.2 Unsur-unsur Komunikasi

  Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada unsur-unsur yang harus dipahami, menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul

  Dinamika Komunikasi, bahwa dari berbagai pengertian

  komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

  • - Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan;
  • - Pesan :Pernyataan yang didukung oleh

  lambang;

  • - Komunikan : Orang yang menerima pesan;
  • - Media : Sarana atau saluran yang mendukung

  pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya;

  • - Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan.

  (Effendy, 2002:6)

  2.1.1.3 Sifat Komunikasi

  Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” menjelaskan dalam berkomunikasi memiliki sifat-sifat adapun beberapa sifat komunikasi tersebut:

  1. Tatap muka (face-to-face)

  2. Bermedia (Mediated)

  3. Verbal (Verbal)

  • Lisan (Oral)
  • Tulisan

  4. Non verbal (Non-verbal)

  • Gerakan/ isyarat badaniah (gestural)
  • Bergambar (Pictorial) (Effendy, 2002:7)

2.1.1.4 Tujuan Komunikasi

  Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan berbicara kita serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut.

  Menurut Onong Uchjana dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan ada pun beberapa tujuan berkomunikasi: 1.

  Perubahan Sikap (attitude change): setelah melakukan proses komunikasi, pengirim pesan (komunikator) mengharapkan adanya perubahan sikap dari si penerima pesan (komunikan), dengan adanya perubahan sikap tersebut berarti semua pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

2. Perubahan Pendapat (opinion change)

  Proses pengiriman pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dengan media ataupun tanpa media berharap semua pesan dapat diterima, sehingga terjadi perubahan pendapat setelah menerima pesan tersebut.

  3. Perubahan Prilaku (behavior change) Pesan yang sampaikan oleh komunikator pada komunikan akan dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan prilaku pada diri sikomunikan setelah menerima pesan tersebut.

  4. Perubahan Sosial (social change) Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat salah satu penyebabnya adalah proses berkomunikasi karena dengan berkomunikasi masyarakat dapat mengetahui apa saja yang tadinya mereka tidak tahu akan hal itu.

2.1.1.5 Proses Komunikasi

  Sebuah komunikasi tidak pernah terlepas dari sebuah proses, oleh karena itu apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak tergantung dari proses komunikasi yang terjadi. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Proses Komunikasi Secara Primer

  Yaitu proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung dapat menterjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, karena hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain (apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak dan bukan hanya tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan pada waktu yang lalu dan yang akan datang).

2. Proses komunikasi secara sekunder

  Adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasi karena komunikasi sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh dan komunikan yang banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan masih banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.1.6 Fungsi Komunikasi

  Komunikasi memiliki beberapa fungsi. Menurut Effendy ada empat fungsi utama dari kegiatan komunikasi, yaitu:

1. Menginformasikan (to inform)

  Adalah memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain.

  2. Mendidik (to educate) Adalah komunikasi merupakan sarana pendidikan, dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada orang lain sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan.

  3. Menghibur (to entertain) Adalah komunikasi selain berguna, untuk menyampaikan komunikasi, pendidikan, mempengaruhi juga berfungsi untuk menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain.

  4. Mempengaruhi (to influence) Adalah fungsi mempengaruhi setup individu yang berkomunikasi, tentunya berusaha Baling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan. (Effendy, 2004:8).

  Sedangkan menurut William I Gorden yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam buku ilmu komunikasi suatu pengantar menyatakan 4 fungsi komunikasi yaitu :

  1. Komunikasi Sosial Bahwasannya komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan.

  2. Komunikasi Ekspresif Bahwasannya komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain namun dapat dilakukan sejauh komunikasi bisa menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan/emosi kita

  3. Komunikasi Ritual Bahwasannya komunikasi yang menampilkan perilaku tertentu yang bersifat simbolik dan berkomitmen untuk kembali pada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideology dan agama. Komunikasi ritual ini erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif 4. Komunikasi Instrumental

  Bahwasannya komunikasi ini memiliki beberapa tujuan umum seperti menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, keyakinan, perilaku dan menghibur. Komunikasi sebagai instrumental untuk membangun suatu hubungan begitu pula sebaliknya. Komunikasi sebagai instrument berfungsi untuk mencapai tujuan pribadi dan pekerjaan baik yang berjangka pendek atau panjang. (Mulyana, 2007 : 5

  • – 38)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Ritual

  Dalam keilmuan komunikasi yang semakin hari semakin kaya dengan kajian komunikasinya. Dalam ranah keilmuan, ilmu komunikasi tidak hanya mempelajari suatu interaksi dengan sesamanya, komunikasi juga mempelajari interaksi dengan tuhan atau leluhurnya yang ditransferkan melalui simbol-simbol dimana pakar keilmuan komunikasi menyebutnya dengan komunikasi ritual.

  Seperti apa yang dikemukakan oleh William I Gordon yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam bukunya ilmu komunikasi suatu pengantar bahwa:

  “Komunikasi ritual, komunikasi yang menampilkan perilaku tertentu yang bersifat simbolik dan berkomitmen untuk kembali pada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideology dan agama. Komunikasi ritual ini erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif

  ” (Mulyana, 2007 : 27) Rohtenbuhler (1998) yang dikutip oleh Andung dalam situsnya “Komunikasi Dalam Perspektif ritual” menguraikan beberapa karakteristik dari ritual itu sendiri sebagai brikut: 1.

  Ritual sebagai aksi Ritual merupakan aksi dan bukan hanya sekedar pemikiran atau konsep semata. Dalam kehidupan sehari-hari, mitos adalah salahsatu rasionalisasi dari aktifitas ritual. Dengan demikian ritual dipandang sebagai suatu bentuk aksi tidak saja sebagai salahsatu cara berpikir. Ritual pun merupakan sesuatu hal dimana orang mempraktekkannya dan tidak saja dipendam dalam benak.

  2. Performance (pertunjukan) Ritual dipertunjukkan sebagai suatu bentuk komunikasi tingkat tinggi yang ditandai dengan keindahan (estetika), dirancang dalam suatu cara yang khusus serta memperagakan sesuatu kepada khalayaknya. Karena menekankan pada unsur estetika, pertunjukan ritual mengandung dua karakteristik. Pertama, ritual tidak pernah diciptakan dalam momentum aksi itu sendiri.

  Sebaliknya, ritual selalu merupakan aksi yang didasarkan pada konsepsi-konsepsi yang ada sebelumnya. Kedua, ritual selalu merupakan pertunjukan untuk orang lain. Pertunjukan tersebut dimaksudkan untuk memperagakan kompetensi komunikasi kepada khalayak.

  3. Efektifitas simbol-simbol Simbol-simbol dalam suatu ritual sangat efektif dan powerful.

  Kekuatan dari simbol-simbol ritual ini secara jelasnya nampak dalam bentuk ritus. Simbol-simbol ritual selalu berperan dalam semua bentuk ritual. Bahkan, ketika terjadi transformasi sosial yang tidak menampilkan maksud secara eksplisit dari suatu pertunjukan ritual seperti halnya sebuah lagu, tarian, gerak-gerik tubuh, doa, perjamuan, kebiasaan, dan sebagainya. Simbol-simbol tersbut berfungsi sebagai alat komunikasi.

4. Keramat

  Banyak ahli menekankan bahwa ritual adalah aksi yang berkaitan dengan keramat atau sakral. Adapun kriteria dari kesakralan itu adalah menayangkut pola aktifitas atau tindakan dari anggota masyarakat. Contohnya, bagaimana masyarakat menyuguhkan dan memperlakukan obyek-obyek yang dianggap sakral. Tindakan semacam ini mencerminkan suatu tendensi betapa pentingnya suatu benda yang disakralkan tersebut dalam kehidupan mereka.

  Ritual merupakan salah satu cara dalam berkomunikasi. Semua bentuk ritual adalah komunikatif. Ritual selalu merupakan perilaku simbolik dalam situasi-situasi sosial. Karena itu ritual selalu merupakan suatu cara untuk menyampaikan sesuatu.

  1 (Petrus A.

  Andung, Dosen tetap di Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT.)

  Sedangkan Menurut Deddy Mulayana memaparkan bahwa komunikasi ritual : “Komunikasi Ritual dapat dimaknai sebagai proses pemaknaan pesan sebuah kelompok terhadap aktifitas religi dan system kepercayaan yang dianutnnya. Dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang menandakan terjadinya proses Komunikasi Ritual tersebut. Dalam proses Komunikasi Ritual itu kerap terjadi persainggan dengan paham-paham kegamaan sakral yang kemudiaan ikut mewarnai proses tersebut.

  ” (Mulyana : 2005). 1

  http://petrusandung.wordpress.com/komunikasi-dalam-perspektif-ritual selasa/28-02-2012,

13.30 WIB

  Menurut James W. Carey yang dikutip oleh Petrus A Andung dalam situsnya “Komunikasi Dalam Perspektif ritual” menyebutkan bahwa

  ”In a ritual definition, communication is linked to terms such