Debus Banten sebagai Alkuturasi Islam dan Banten.

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Debus Banten sebagai salah satu budaya tertua Indonesia tengah terancam punah, hal ini dikarenakan belum adanya media yang memberikan informasi mengenai debus secara gamblang karena debus Banten hanya diturunkan turun temurun dengan media tertulis yang terbatas. Media tertulis yang ada sekarang ini hanyalah berupa kitab kuno yang juga diturunkan dari generasi ke generasi dan tidak diperuntukkan bbagi khalayak umum. Hal ini menimbulkan beberapa asumsi menyimpang di masyarakat, seperti munculnya asumsi bahwa debus adalah kegiatan menyekutukan Tuhan atau sihir.

Oleh karena itu, buku berjudul “Debus Banten Sebagai Alkulturasi Budaya Islam dan Banten” ini diharapkan menjadi media yang mampu memberi informasi yang jelas mengenai debus kepada khalayak umum guna meluruskan asumsi-asumsi menyimpang tersebut.

Buku debus Banten ini, selain menjadi memberikan informasi mengenai debus juga mampu membuat para pembaca merasakan sensasi dari debus itu sendiri karena elemen-elemen debus dimasukkan dan dikemas dalam buku tersebut baik berupa kegiatan maupun layout dari buku itu sendiri.

Selain itu, dalam buku “Debus Banten Sebagai Alkulturasi Budaya Islam dan Banten”, para pembaca juga dapat menyaksikan berbagai atraksi debus melalui beberapa foto yang terdapat pada bagian kotak slider. Kotak ini pulalah yang menjadi bagian unik yang membedakannya dengan buku-buku kebanyakan.

Penulis berharap bahwa buku ini dapat menambah pengetahuan pembaca akan debus dan mampu mengajak ataupun mendorong masyarakat untuk turut serta melestarikan salah satu budaya tertua tanah air yang kaya akan makna dan sejarah tersebut.


(2)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 3

1.3 Batasan dan Ruang Lingkup ... 3

1.4 Tujuan Perancangan ... 3

1.5 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 4

1.6 Skema Perancangan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Debus ... 2.1.1 Sejarah Debus ... 6

2.1.2 Kekuatan Doa ... 7

2.1.3 Ragam Atraksi Debus ... 8

2.2 Buku ... 2.2.1 Arti Buku ... 10

2.2.2 Kategori Buku ... 10

2.2.3 Bagian Utama dan Struktur Sebuah Buku ... 13

2.3 Komunikasi Visual ... 13


(3)

Universitas Kristen Maranatha

2.5 Psikologi Perkembangan Remaja ... 16

BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH 3.1 Data dan Fakta ... 26

3.2 Analisis Permasalahan ... 30

BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Konsep Komunikasi ... 33

4.2 Konsep Kreatif ... 34

4.3 Konsep Media ... 36

4.4 Hasil Karya ... 37

BAB V KESIMPULAN ... 46

LAMPIRAN Budget Produksi ... 47


(4)

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, dimana kenekaragaman tersebut merupakan kekayaan bagi bangsa Indonesia. Saat ini, keanekaragaman budaya tersebut beberapa telah hilang atau ditinggalkan. Salah satunya adalah debus yang merupakan bagian dari kebudayaan Banten.

Banyak masyarakat Indonesia yang mengenal kesenian debus sebagai atraksi kesenian yang mempertontonkan kekebalan tubuh para pelakonnya terhadap benda-benda berbahaya yang ditujukan kepada tubuh mereka. Variasi atraksi yang seringkali dipertunjukkan dalam kesenian debus diantaranya adalah menusuk dan mengiris bagian tubuh dengan benda tajam tanpa terluka, memotong lidah dan disambung kembali seketika, memakan bara api, menginjak beling, berjalan di atas bara api, menarik kendaraan dengan kawat yang telah di kaitkan pada beberapa anggota tubuh dan lain sebagainya.

Saat ini masyarakat hanya mengenal debus sebagai suatu atraksi kesenian yang terbilang menakutkan atau extreme. Seperti dalam artikel Her Suganda yang berjudul “HM Idris, Pelopor Debus Banten”,

BANYAK orang merasa ngeri ketika menyaksikan pertunjukkan debus. Bayangkan, di tengah arena, publik penonton disuguhi permainan yang tak gampang dijumpai di sembarang tempat. Golok tajam berkelebatan ibarat dalam film silat. Bara api dan senjata tajam lainnya jadi mainan tanpa memperlihatkan rasa takut sedikit pun pada para pemainnya.

(sumber: http://ahmadsarbini.wordpress.com/page/2/)

Di provinsi Banten sendiri, masyarakat sudah mulai meninggalkan kesenian debus, hal ini dikarenakan sedikitnya pemuda yang bangga dengan kesenian tersebut dan berani melakoninya. Seperti yang disebutkan dalam penggalan artikel di bawah ini;


(5)

Universitas Kristen Maranatha Yang sangat disayangkan, keberadaan debus makin lama kian berkurang, dikarenakan para pemuda lebih suka mencari mata pencaharian yang lain. Dan karena memang atraksi ini cukup berbahaya untuk dilakukan, karena tidak jarang banyak pemain debus yang celaka karena kurang latihan maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukkan yang mereka lakukan. Sehingga semakin lama warisan budaya ini semakin punah. Dahulu kita bisa menyaksikan atraksi debus ini di banyak wilayah Banten, tetapi sekarang atraksi debus hanya ada pada saat event-event tertentu. Jadi tidak setiap hari kita dapat melihat atraksi ini. Wisata budaya yang makin tergerus oleh perubahan zaman.

(sumber: http://tabasco-magazine.blogspot.com/2010/05/culture-atraksi-debus-banten-yang.html)

Sehingga saat ini hanya beberapa diantara masyarakat Banten terutama para generasi penerus yang masih melestarikannya. Hal ini sangat disayangkan, karena tak bisa dipungkiri, debus memiliki sejarah dan makna yang cukup mendalam sehingga perlu untuk dilestarikan.

Masalah utama yang mendasari kesenian debus terancam punah adalah semakin sedikitnya peminat debus sehingga atraksi debus jarang sekali diselenggarakan dan sulit ditemui bahkan di provinsi banten itu sendiri. Seperti yang disampaikan sendiri oleh bapak Ju Mantra, seorang pelakon dan guru besar debus dalam wawancara dengan penulis,

Sekarang ini atraksi debus jarang sekali diselenggarakan, kecuali apabila ada yang memesan penyelenggaraan atraksi debus. Ini juga yang mempengaruhi banyaknya jawara dan masyarakat Banten yang meninggalkan debus.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk. Tubagus Muhammad Yuhyi selaku Sekjen P3SBBI (Persatuan Pendekar Pesilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia), dahulu debus digunakan oleh para penyebar agama Islam di Indonesia, atau yang biasa disebut dengan Sunan atau Wali, sebagai media penyebaran agama Islam di provinsi Banten. Beliau mengatakan, debus merupakan suatu bentuk alkulturasi budaya antara budaya Islam dan budaya tradisional masyarakat Banten. Hal ini dikarenakan, sebelum masuknya ajaran Islam ke daerah Banten, masyarakat Banten menyukai hal-hal mistik dan gemar melakukan berbagai ritual untuk mendapatkan kemampuan supranatural yang


(6)

Universitas Kristen Maranatha mereka sebut dengan ilmu kanuragan (ilmu kekebalan tubuh). Para penyebar agama Islam atau Wali tidak menolak tradisi tersebut, melainkan menggunakannya sebagai media dakwah. Bahkan, debus dahulu juga digunakan oleh para pejuang di tanah Banten untuk melawan pemerintah kolonial Belanda.

Sejarah tersebut memiliki makna yang memperkuat alasan perlunya melestarikan keseniaan debus sebagai kebudayaan yang juga merupakan kekayaan bangsa Indonesia.

Oleh karena itulah, perlu adanya sebuah media yang mampu membangkitkan kembali semangat masyarakat untuk meramaikan kembali kesenian debus sehingga kesenian debus dapat tetap lestari sebagai kesenian asli Indonesia.

1.2 Permasalahan

 Bagaimana cara menarik minat para remaja dan pecinta seni untuk melestarikan kebudayaan debus Banten?

Bagaimana mendesain sebuah bookdesign mengenai debus yang informatif, komunikatif dan menarik?

1.3 Batasan dan Ruang Lingkup

 Batasan/ ruang lingkup masalah yang digunakan adalah perancangan graphical book yang berisi foto dan informasi yang menyampaikan makna atraksi debus sebagai kebudayaan Islam kepada target audience dari kalangan menengah ke atas, dengan kisaran usia 18 hingga 20 tahun ( usia remaja akhir) dan para pecinta seni.

1.4 Tujuan Perancangan

 Membuat sebuah buku yang mampu menarik minat para pengusaha dan pecinta seni sehingga mereka turut meramaikan kembali atraksi debus guna mengingatkan kembali masyarakat Indonesia tentang debus, sehingga diharapkan kesenian debus akan tetap lestari.


(7)

Universitas Kristen Maranatha  Mendesain sebuah buku yang baik secara grafis, informatif dan menarik. Dalam artian mempermudah target audience dalam mengenal dan mengetahui makna yang terkandung dalam aktrasi debus.

1.5 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang digunakan sebagai sumber dan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut.

a. Observasi

Pengumpulan dan data penelitian ini dilakukan dengan berkunjung dan mengamati langsung atraksi kesenian debus.

b. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi pada buku-buku atau jurnal pada internet sebagai informasi tambahan. Referensi ini digunakan sebagai pedoman untuk memahami pokok permasalahan, menjadi pembanding penelitian yang akan dilakukan dan juga digunakan untuk mencari cara pemecahan masalah yang tepat, efektif dan edukatif.

c. Wawancara

Selanjutnya dilakukan wawancara kepada salah seorang guru besar perguruan seni bela diri pencak silat dan seni debus pendekar “Sinar Banten” Daya Upaya Bhakti Bandung, Bpk. Apih Aju Gojali dan Bpk. Dani Mishan Rakatau selaku ketua perkumpulan pendekar Banten se-Jawa Barat, Bpk. Tubagus Muhammad Yuhyi selaku Sekjen P3SBBI (Persatuan Pendekar Pesilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia) Para Narasumber tersebut merupakan pelakon sekaligus pelestari kesenian debus dan kebudayaan Banten yang sangat memahami dan mengerti makna yang terkandung dalam atraksi kesenian debus. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada Tubagus Indra salah seorang pemuda Banten yang juga merupakan mahasiswa Universitas Kristen Maranatha Fakultas Seni Rupa dan Desain guna mendapatkan data yang akurat dan kuantitatif.


(8)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Skema Perancangan

Atraksi debus terancam punah

Pengumpulan data dan sumber Hipotesis awal :

- Kurangnya pemahaman tentang debus.

- Kurangnya minat para remaja dan pecinta seni untuk menyelenggarakan kesenian debus.

Hasil akhir dalam bentuk buku yang baik secara grafis, informative, dan menarik.

Dan dalam penyampaiannya didukung dengan media promosi

Konsep perancangan buku

Target audience

Strategi media Menyeleksi hal-hal apa saja yang dapat mewakili debus banten Target sekunder Masyarakat luas Target primer Kaum remaja dan pecinta seni Strategi kreatif Menampilkan beberapa teknik media serta permainan bahan yang mampu mengekspresikan kesenian debus banten

Perancangan media buku dan media promosi pendukung

Desain akhir


(9)

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Buku merupakan media penyampaian informasi dan pesan yang paling efektif, segala informasi dapat dicantumkan secara mendetail, sehingga bagi yang membacanya akan mendapatkan pengetahuan mendalam mengenai hal yang dibahas dalam buku tersebut. Akan tetapi, sebuah buku yang baik adalah buku yang selain berisi informasi lengkap, juga memiliki layout yang menarik, sehingga para pembaca tidak akan merasa jenuh ketika membacanya. Layout yang menggabungkan gambar dan tulisan terbukti efektif, karena dengan begitu, buku tersebut mampu membuat pembaca melihat fakta secara gamblang, merasakan sebuah kesan dan mempermudah mereka menangkap informasi yang ingin disampaikan melalui buku tersebut.

5.2 Saran

5.2.1 Pada diri sendiri:

- Memperbaiki kemampuan diri dlam membuat karya-karya yang lebih baik dan menambah pengetahuan di bidang desain grafis.

- Lebih berinovasi dalam mengerjakan karya-karya selanjutnya. - Lebih memanajemen waktu pada saat mengerjakan karya.

5.2.2 Civitas Akademika

- Koordinasi yang lebih baik antara mahasiswa dan pihak universitas agar informasi-informasi yang dibutuhkan dapat tersampaikan dengan lebih baik sehingga dapat terjalin komunikasi yang baik

5.2.3 Masyarakat Secara Umum

- Budaya membaca mampu mencerdaskan bangsa, oleh karena itu sangat disayangkan apabila budaya tersebut ditinggalkan. Maka diharapkan masyarakat terus membaca dan turut berbagi pengetahuan dari membaca.


(10)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

 http://ahmadsarbini.wordpress.com/page/2/

 http://tabasco-magazine.blogspot.com/2010/05/culture-atraksi-debus-banten-yang.html

 Tabloid Keluarga Edisi No. 016/1/1994, 89  book art, charlotte Rivers 2007 ; 9

 http://www.suarapembaruan.com/News/2005/05/29/

 Pengantar Desain Komunikasi Visual Indonesia,Kusrianto Adi

 Tanner J. M. Sequence, individual variation in the growth and development of boys and girls, age twelve to sixteen. Daedalus, 1971, 100, 907-930  Osterrieth, P. A. Adolescence: Some psychology aspects, In G. Caplan and S.

Lebovici (Eds.). Adolescence: Psychosocial perspective. New York: Basic Books, 1969, Pp. 11-21

 Gunter, B. G., and H. A. Moore. Youth, leisure, and post-industrial society: Implications for the family. Family Coordinator, 1975, 24, 199-207

 Freud, A. Adolescence as a developmental disturbance. In G. Caplan and S. Lebovici (eds.). Adolescence: Psychosocial perspectives. New York: Basic Books, 1969, Pp. 5-10

Erickson, E. H. Childhood and society. (Rev. ed.) New York: Norton, 1964  Majeres, R. L. Semantic connotations of the words “adolescent”, “teenager”,

and “youth”. Journal of Genetic Psychology, 1976, 129, 57-62

 Anthony, J. The reactions of adults to adolescents and their behaviour. In G. Caplan and S. Lebovici (Eds.). Adolescence: Psycosocial perpectives. New York: basic Books, 1969, Pp. 54-78

 Cross, J. K.,, J. R. Kennedy, and R. D. Francis. Insights into a dating partener’s exepectations of haw behavior shuold ensue during the courtship process. Journal of Marriage & the Family, 1976, 38, 373-378

 Kernan J. B. Her mother’s daughter? The case of clothing and cosmetic fashions, Adolescence, 1973, 8, 343-350


(11)

Universitas Kristen Maranatha  Ryan, M. S. Clothing A study in human behaviour. New York: Holt 1966  Thomas, M. J. Realism and sosioeconomic status (SES) of occupational

plans of low SES Black and white male adolescents, Journal of Counceling Psychology, 1976, 23, 46-49

Wagner, H. The adolescent and his religion. Adolescence, 1978, 13, 349-364 U. S. News & World Report article. What’s in, what’s out. The search for

status. U. S. News & World Report, Feb. 14, 1977, Pp. 38-42

 Sejarah,Silsilah & Doa Doa Sunan Gunung Jati (tidak ada nama penerbit dan pengarangnya)


(1)

Universitas Kristen Maranatha mereka sebut dengan ilmu kanuragan (ilmu kekebalan tubuh). Para penyebar agama Islam atau Wali tidak menolak tradisi tersebut, melainkan menggunakannya sebagai media dakwah. Bahkan, debus dahulu juga digunakan oleh para pejuang di tanah Banten untuk melawan pemerintah kolonial Belanda.

Sejarah tersebut memiliki makna yang memperkuat alasan perlunya melestarikan keseniaan debus sebagai kebudayaan yang juga merupakan kekayaan bangsa Indonesia.

Oleh karena itulah, perlu adanya sebuah media yang mampu membangkitkan kembali semangat masyarakat untuk meramaikan kembali kesenian debus sehingga kesenian debus dapat tetap lestari sebagai kesenian asli Indonesia.

1.2 Permasalahan

 Bagaimana cara menarik minat para remaja dan pecinta seni untuk melestarikan kebudayaan debus Banten?

Bagaimana mendesain sebuah bookdesign mengenai debus yang informatif, komunikatif dan menarik?

1.3 Batasan dan Ruang Lingkup

 Batasan/ ruang lingkup masalah yang digunakan adalah perancangan graphical book yang berisi foto dan informasi yang menyampaikan makna atraksi debus sebagai kebudayaan Islam kepada target audience dari kalangan menengah ke atas, dengan kisaran usia 18 hingga 20 tahun ( usia remaja akhir) dan para pecinta seni.

1.4 Tujuan Perancangan

 Membuat sebuah buku yang mampu menarik minat para pengusaha dan pecinta seni sehingga mereka turut meramaikan kembali atraksi debus guna mengingatkan kembali masyarakat Indonesia tentang debus, sehingga diharapkan kesenian debus akan tetap lestari.


(2)

Universitas Kristen Maranatha  Mendesain sebuah buku yang baik secara grafis, informatif dan menarik. Dalam artian mempermudah target audience dalam mengenal dan mengetahui makna yang terkandung dalam aktrasi debus.

1.5 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang digunakan sebagai sumber dan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut.

a. Observasi

Pengumpulan dan data penelitian ini dilakukan dengan berkunjung dan mengamati langsung atraksi kesenian debus.

b. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi pada buku-buku atau jurnal pada internet sebagai informasi tambahan. Referensi ini digunakan sebagai pedoman untuk memahami pokok permasalahan, menjadi pembanding penelitian yang akan dilakukan dan juga digunakan untuk mencari cara pemecahan masalah yang tepat, efektif dan edukatif.

c. Wawancara

Selanjutnya dilakukan wawancara kepada salah seorang guru besar perguruan seni bela diri pencak silat dan seni debus pendekar “Sinar Banten” Daya Upaya Bhakti Bandung, Bpk. Apih Aju Gojali dan Bpk. Dani Mishan Rakatau selaku ketua perkumpulan pendekar Banten se-Jawa Barat, Bpk. Tubagus Muhammad Yuhyi selaku Sekjen P3SBBI (Persatuan Pendekar Pesilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia) Para Narasumber tersebut merupakan pelakon sekaligus pelestari kesenian debus dan kebudayaan Banten yang sangat memahami dan mengerti makna yang terkandung dalam atraksi kesenian debus. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada Tubagus Indra salah seorang pemuda Banten yang juga merupakan mahasiswa Universitas Kristen Maranatha Fakultas Seni Rupa dan Desain guna mendapatkan data yang akurat dan kuantitatif.


(3)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Skema Perancangan

Atraksi debus terancam punah Pengumpulan data dan sumber

Hipotesis awal :

- Kurangnya pemahaman tentang debus.

- Kurangnya minat para remaja dan pecinta seni untuk menyelenggarakan kesenian debus.

Hasil akhir dalam bentuk buku yang baik secara grafis, informative, dan menarik.

Dan dalam penyampaiannya didukung dengan media promosi

Konsep perancangan buku

Target audience

Strategi media Menyeleksi hal-hal apa saja yang dapat mewakili debus banten Target sekunder Masyarakat luas Target primer Kaum remaja dan pecinta seni Strategi kreatif Menampilkan beberapa teknik media serta permainan bahan yang mampu mengekspresikan kesenian debus banten

Perancangan media buku dan media promosi pendukung

Desain akhir


(4)

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Buku merupakan media penyampaian informasi dan pesan yang paling efektif, segala informasi dapat dicantumkan secara mendetail, sehingga bagi yang membacanya akan mendapatkan pengetahuan mendalam mengenai hal yang dibahas dalam buku tersebut. Akan tetapi, sebuah buku yang baik adalah buku yang selain berisi informasi lengkap, juga memiliki layout yang menarik, sehingga para pembaca tidak akan merasa jenuh ketika membacanya. Layout yang menggabungkan gambar dan tulisan terbukti efektif, karena dengan begitu, buku tersebut mampu membuat pembaca melihat fakta secara gamblang, merasakan sebuah kesan dan mempermudah mereka menangkap informasi yang ingin disampaikan melalui buku tersebut.

5.2 Saran

5.2.1 Pada diri sendiri:

- Memperbaiki kemampuan diri dlam membuat karya-karya yang lebih baik dan menambah pengetahuan di bidang desain grafis.

- Lebih berinovasi dalam mengerjakan karya-karya selanjutnya. - Lebih memanajemen waktu pada saat mengerjakan karya.

5.2.2 Civitas Akademika

- Koordinasi yang lebih baik antara mahasiswa dan pihak universitas agar informasi-informasi yang dibutuhkan dapat tersampaikan dengan lebih baik sehingga dapat terjalin komunikasi yang baik

5.2.3 Masyarakat Secara Umum

- Budaya membaca mampu mencerdaskan bangsa, oleh karena itu sangat disayangkan apabila budaya tersebut ditinggalkan. Maka diharapkan masyarakat terus membaca dan turut berbagi pengetahuan dari membaca.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

 http://ahmadsarbini.wordpress.com/page/2/

 http://tabasco-magazine.blogspot.com/2010/05/culture-atraksi-debus-banten-yang.html

 Tabloid Keluarga Edisi No. 016/1/1994, 89  book art, charlotte Rivers 2007 ; 9

 http://www.suarapembaruan.com/News/2005/05/29/

 Pengantar Desain Komunikasi Visual Indonesia,Kusrianto Adi

 Tanner J. M. Sequence, individual variation in the growth and development of boys and girls, age twelve to sixteen. Daedalus, 1971, 100, 907-930  Osterrieth, P. A. Adolescence: Some psychology aspects, In G. Caplan and S.

Lebovici (Eds.). Adolescence: Psychosocial perspective. New York: Basic Books, 1969, Pp. 11-21

 Gunter, B. G., and H. A. Moore. Youth, leisure, and post-industrial society: Implications for the family. Family Coordinator, 1975, 24, 199-207

 Freud, A. Adolescence as a developmental disturbance. In G. Caplan and S. Lebovici (eds.). Adolescence: Psychosocial perspectives. New York: Basic Books, 1969, Pp. 5-10

Erickson, E. H. Childhood and society. (Rev. ed.) New York: Norton, 1964  Majeres, R. L. Semantic connotations of the words “adolescent”, “teenager”,

and “youth”. Journal of Genetic Psychology, 1976, 129, 57-62

 Anthony, J. The reactions of adults to adolescents and their behaviour. In G. Caplan and S. Lebovici (Eds.). Adolescence: Psycosocial perpectives. New York: basic Books, 1969, Pp. 54-78

 Cross, J. K.,, J. R. Kennedy, and R. D. Francis. Insights into a dating partener’s exepectations of haw behavior shuold ensue during the courtship process. Journal of Marriage & the Family, 1976, 38, 373-378

 Kernan J. B. Her mother’s daughter? The case of clothing and cosmetic fashions, Adolescence, 1973, 8, 343-350


(6)

Universitas Kristen Maranatha  Ryan, M. S. Clothing A study in human behaviour. New York: Holt 1966  Thomas, M. J. Realism and sosioeconomic status (SES) of occupational

plans of low SES Black and white male adolescents, Journal of Counceling Psychology, 1976, 23, 46-49

Wagner, H. The adolescent and his religion. Adolescence, 1978, 13, 349-364 U. S. News & World Report article. What’s in, what’s out. The search for

status. U. S. News & World Report, Feb. 14, 1977, Pp. 38-42

 Sejarah,Silsilah & Doa Doa Sunan Gunung Jati (tidak ada nama penerbit dan pengarangnya)