Latar Setting Tokoh dan Setting dalam cerita Santri Gudhig

60 Kutipan di atas menggambarkan sifat Pangeran Agiyana yang cerdik dalam mengelabui para abdi keraton agar mereka tidak terkejar dalam melarikan diri. Kejadian lainnya lagi dalam cerita Santri Gudhig yang menunjukan kemarahan sehingga terjadinya konflik antara tokoh utama protagonis dan tokoh antagonis dalam cerita Santri Gudhig. Terdapat dalam sekuen VI.9 S-VI Sultan dhawuhe abdine kanggo ngoyok Pangeran Agiyana lan mbakyune. Abdi Sultan Cirebon ngoyok Pangeran Agiyana lan mbakyune “Dheweke ngumpulna abdi daleme kanggo ngoyok permasurine sing minggat” Terjemahan dalam bahasa indonesia pada S-VI “Beliau segera mengumpulkan para abdi dalem keraton untuk segera mengejarnya karena beliau mengira sang Permaisuri melarikan diri”. sekuen VI, satellite 9 Peristiwa di atas menggambarkan kemarahan Sultan Cirebon terhadap permaisurinya dan Pangeran Agiyana. Dalam peristiwa inilah terjadi konflik langsung antara tokoh utama dan tokoh antagonis. Setelah diketahui tokoh protagonis dan antagonis yang ada dalam cerita Santri Gudhig, selanjutnya ditentukan latar cerita Santri Gudhig.

4.3.2 Latar Setting

Latar cerita ini adalah kehidupan di kerajaan, pondok pesantren dan kehidupan agraris karena sebagian besar penduduk di Indonesia petani khususnya di Pulau Jawa. 61 Peristiwa yang menunjukan kehidupan di kerajaan yaitu Santri Gudhig dan kakak perempuannya untuk melepaskan lelah, mereka singgah di Keraton Cirebon. Terdapat dalam sekuen III.5 S-III Pangeran Agiyana lan mbakyune ngaso ing keraton Sultan Cirebon. “Ing kota Cirebon dheweke sakloron mandheg kanggo ngaso, trus ngadhep kanjeng Sultan.Kanjeng Sultan seneng tur bungah katekan Pangeran Agiyana lan mbakyune, langsung ngijinaken tamune sakloron kon ngaso ing keratone” Terjemahan dalam bahasa indonesia pada S-III “Di kota Cirebon mereka ingin beristirahat beberapa hari, untuk mengembalikan tenaganya, maka mereka singgah dan menghadap kanjeng sultan Cirebon. Sultan Cirebon sangat senang kedatangan tamu Pangeran Agiyana dan mbakyunya itu sehingga beliau langsung mengijinkan kedua tamunya untuk beristirahat di keratonnya ”. sekuen III.5 Kutipan di atas menggambarkan latar setting di wilayah kerajaan Cirebon. Peristiwa lain yang menunjukan kehidupan pondok pesantren yaitu para santri tidur di surau. Terdapat dalam sekuen IX.13 S-IX Pangeran Wali Perkosa nemokake santri kang lagi turu ing surau ngetyokake cahya, dheweke nyowek sarunge santri kuwi. “Ing sawijining wengi sawise ditampa dadi santrine Pangeran Wali Perkosa, Santri Gudhig turu ing surau karo santri liane” Terjemahan dalam bahasa indonesia pada S-IX “Di suatu malam setelah dia diterima sebagai santri Pangeran Wali Perkosa, Santri Gudhig tidur di surau bersama dengan santri yang lain”. sekuen IX.13 62 Kutipan di atas menggambarkan latar setting di pondok pesantren yaitu para santri tidur di surau. Peristiwa yang menunjukan kehidupan agraris yaitu Pangeran Wali Perkosa menyuruh Santri Gudhig untuk menunggui sawah yang padinya sudah mulai menghijau. Terdapat dalam sekuen XI. S-XI Santri Gudhig nunggoni pari ing sawah. “...ing wektu liane Santri Gudhig didhawuhi nunggoni parine Pangeran Wali Perkosa sing wis ijo-ijo” Terjemahan dalam bahasa indonesia pada S-IX “...di waktu yang lain Santri Gudhig seorang diri mendapat perintah dari sang guru yaitu Pangeran Wali Perkosa, untuk menunggui sawah yang tanaman padinya sudah mulai menghijau”. sekuen XI Setelah diketahui peristiwa, kejadian yang dialami tokoh utama, tokoh utama protagonis dan tokoh antagonis, serta latar dalam cerita Santri Gudhig, maka dapat diketahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam cerita Santri Gudhig.

4.4 Nilai-nilai dalam Cerita Santri Gudhig