memobilisasi kekuatan untuk memerangi penjajahan Belanda di Aceh. Bahkan Ulama pula yang telah menanamkan ideologi perang sabil kepada masyarakat, terutama kepada angkatan perang Aceh.
9
Kenyataan ini dapat dimaklumi, sebab dalam suatu masyarakat yang didominasi oleh nilai-nilai spiritual, maka dengan sendirinya posisi Ulama berada dekat sekali dengan masyarakat tersebut,
bahkan dapat dikatakan berada di jantungnya. Dengan demikian dalam struktur masyarakat Aceh dikenal ada tiga kelompok elit, yaitu
Sultan, Ulama, dan Uleebalang three pillars . Ketiganya merupakan satu kesatuan yang kokoh dalam menciptakan Aceh menjadi sebuah kawasan yang kuat dan disegani, baik dalam bidang
ekonomi, sosial dan politik. Bahkan mereka saling beriringan bahu dalam menjalankan roda kepemerintahan.
10
Oleh sebab itu, dasar struktur politik selain Sultan, yakni Uleebalang dan Ulama. Pada masa kesultanan Aceh, antara Ulama dan Uleebalang sebagai elit sosial dimaksud
selalu mendapat perhatian istimewa dari berbagai kalangan, terlebih lagi bagi para sejarawan yang ingin mengkajinya secara lebih akurat dan mendalam. Hal ini disebabkan karena kedua elit sosial
tersebut dianggap sebagai suatu objek yang menarik untuk dikaji dan diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang di ilustrasikan di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan di teliti melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan Ulama dan Uleebalang dalam struktur masyarakat Aceh.
2. Bagaimana kedudukan Ulama dan Uleebalang pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang
3. Mengapa terjadinya pergeseran status sosial Ulama dan Uleebalang dalam Struktur
Masyarakat Aceh.
C. Batasan Masalah
Lingkup temporal penelitian ini adalah meliputi rentang waktu sebagaimana penulis sebutkan sebelumnya, yaitu antara tahun 1900-1946. Dipilihnya tahun 1900 adalah tahun
menjelang berakhirnya perang Aceh, dan merupakan awal lahirnya sistem feodalistik yang diprakarsai oleh kaum Uleebalang atas dukungan pihak Belanda. Sementara tahun 1946, merupakan
9
Teuku Ibrahim Alfian, Perang di Jalan Allah : Perang Aceh 1973-1912, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987 h, 151-173.
10
Husaini Husda, “Kiprah Ulama dalam Sejarah Percaturan Politik di Aceh”, Jurnal Adabiya,I, 1999,h.9.
batas berakhirnya kekuasaan Uleebalang, yakni dengan meletusnya perang saudara Perang Cumbok yang dimotori oleh Para Ulama.
Fenomena pergeseran kekuasaan Ulama dan Uleebalang yang tergambar dalam latar belakang di atas, memperlihatkan adanya signifikansi terhadap kajian ini. Untuk ini kajian akan
diarahkan pada dinamika hubungan antara Ulama dan Uleebalang dalam sprektrum Sejarah Aceh. Hal ini tentunya akan menyentuh berbagai dimensi yang terkait dengan pokok bahasan, terutama
dimensi politis dan sosiologis.
D. Tujuan Penelitian
Kajian tentang masyarakat Aceh sesungguhnya merupakan kajian yang sudah banyak dilakukan orang. Kekhasan karakteristik sosio-kultural masyarakat tidak diragukan lagi, dimana telah
banyak yang menaruh perhatian berbagai kalangan untuk menelitinya, baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan realitas inilah maka penelitian ini bertujuan antara lain untuk :
1. Melacak genelogi asal-usul problematika yang melingkari terjadinya pergeseran status sosial
Ulama dan Uleebalang dalam ranah sosio politik masyarakat Aceh. 2.
Memahami dan mengetahui proses percepatan yang mendorong terjadinya pergeseran status sosial tersebut dalam lingkup sosio politik masyarakat Aceh.
3. Menelaah bagaimana implikasi sosio-politik dengan adanya pergeseran status sosial Ulama dan
Uleebalang tersebut.
E. Kegunan Penelitian