Mata Pencaharian dan Pemberdayaan Masyar

MATA PENCAHARIAN DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT SEKITAR
HUTAN DI PROVINSI ACEH
Community Livelihood and Development in Surrounding Forest in Aceh Province
Indra1 dan Agussabti1

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi mata pencaharian, tingkat pendapatan,
dan kondisi sosial budaya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan di Aceh, (2) menyusun
strategi pemberdayaan masyarakat, (3) mendapatkan lesson learn dari pemberdayaan
masyarakat di Doi Tung, Thailand. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tenggara,
Gayo lues, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireun, Pidie, dan Aceh Besar dengan menggunakan
metode survei. Jumlah sampel 1.200 orang dengan teknik multi stage sampling. Data
primer dikumpulkan dengan wawancara, Focus Group Discussion, dan in-depth interview.
Data dianalisis secara descriptive kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan Aceh bermata pencaharian di sektor tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, dan buruh illegal logging dengan rata-rata jumlah
pendapatan rumah tangga < Rp 1.000.000, sedangkan jumlah pengeluarannya antara Rp
1.000.000 – Rp 2.000.000. Secara umum interaksi sosial relatif baik dengan indikasi masih
tingginya sifat kegotongroyongan dan perilaku saling peduli dan saling menghormati.
Strategi pemberdayaan masyarakat harus terstandardisasi dan berimbang antara fisik dan
non fisik (pembinaan) dengan berbasis kebutuhan dan melibatkan seluruh komponen

masyarakat, pemerintah, NGOs dan PT secara sistematis, terorganisir dan berkelanjutan.
Lesson learnt yang diperoleh dari pemberdayaan masyarakat Doi Tung, Thailand adalah
manajemen pemberdayaan yang sangat baik, dimulai dari perencanaan program,
pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pada seluruh tahapan agribisnis, mulai agroinput hingga agro-marketing dan agro-penunjang. Perlu diberikan pemahaman kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tentang manfaat hutan dan dampak (resiko) jika
ekosistem hutan terganggu, dan pengetahuan mitigasi bencana.
Key Words : Mata Pencaharian, Pemberdayaan, Masyarakat, Hutan

PENDAHULUAN
Aceh mempunyai potensi hutan yang cukup tinggi dengan luas hutannya sekitar
3.588.135 ha atau 62,55 % dari luas wilayah Provinsi Aceh, namun kelimpahan
sumberdaya tersebut tidak tercermin dari kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal
di sekitar hutan Aceh. BNN (2011) menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat yang
tinggal di pinggiran hutan di Aceh berada dalam keadaan miskin dengan pendapatan
kurang dari Rp 1 juta per bulan. Walhi (2012) mengatakan bahwa eksploitasi sumberdaya
alam (hutan) di Aceh secara tidak bijaksana akan memperburuk kondisi perekonomian
masyarakat Aceh, khususnya mereka yang tinggal di sekitar hutan.

1


Staf Pengajar Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh

Hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable), namun
jika tidak dikelola dengan baik (berkelanjutan) maka sumberdaya ini bisa musnah (habis).
Jika hutan terganggu (rusak), maka Daerah Aliran Sungai (DAS) akan bermasalah, seperti
erosi, pendangkalan sungai, dan lain-lain. Penyebab kerusakan hutan di Aceh disinyalir
karena ulah keserakahan manusia, baik oleh pengusaha pemegang HPH, illegal logging,
atau aktivitas mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Salah satu cara untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan DAS dapat
dilakukan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau
tidak beruntung (Ife, 1995). Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi
kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan,
pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994). Definisi
pemberdayaan ini menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang

mengalami masalah kemiskinan. Sebagi tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat
miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi mata pencaharian, tingkat
pendapatan, dan kondisi sosial budaya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan di Aceh,
(2) menyusun strategi pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan di Aceh, (3)
menyajikan lesson learn dari pengalaman pemberdayaan masyarakat di Doi Tung,
Thailand.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di 7 (tujuh) kabupaten dalam Provinsi Aceh, yaitu
Kabupaten Aceh Tenggara, Gayo lues, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireun, Pidie, dan Aceh
Besar pada Tahun 2010. Lingkup penelitian terbatas pada mengidentifikasi mata
pencaharian masyarakat di sekitar hutan Aceh dan menyusun strategi pemberdayaan
masyarakat sehingga mereka lebih berdaya untuk masa yang akan datang.
Penelitian ini menggunakan metode survey. Yang menjadi sampel adalah
masyarakat (kepala keluarga) yang tinggal di sekitar hutan. Teknik sampling yang
digunakan adalah multi stage sampling. Dari setiap unit lokasi (desa) yang terpilih ditarik
sampel secara random sebanyak 10%, sehingga besar sampel (responden) seluruhnya
adalah 1.200 orang. Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik wawancara secara
terstruktur dengan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk memperkuat
hasil penelitian dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan sejumlah
tokoh masyarakat dan juga dilakukan diskusi kelompok (Focus Group Discussion) dengan
masyarakat tokoh terpilih. Data sekunder dikumpulkan dari kajian terhadap laporan dan
atau dokumen pihak terkait serta studi literatur. Data dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan software SPSS.

HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Aceh memiliki karakteristik seperti
berikut: (a) Sebagian besar merupakan kelompok usia produktif (18 s/d 55 tahun), hanya
sebagai kecil yang berusia balita, anak-anak dan lansia (dia atas 55 tahun); (b) Sebagian
besar memiliki tingkat pendidikan rendah (tamat SD dan SMP) bahkan ada yang tidak
tamat SD, hanya sebagian kecil yang berpendidikan tingkat SLTA; (c) Sebagian besar
masyarakat sudah cukup lama tinggal di pinggiran atau di hutan (secara turun temurun);
dan (d) Jumlah anggota keluarga, sebagian besar 3 – 5 orang, (e) Sebagian kecil keluarga
dikepalai oleh perempuan (janda) dengan jumlah tanggungan kecil (kurang dari 4 orang).
2. Mata Pencaharian dan Pendapatan
Mata pencaharian utama sebagian besar di bidang pertanian (petani sawah,

perkebunan, dan hortikultura). Sedangkan Mata pencaharian samping pada sub-sektor
peternakan seperti unggas, kerbau, sapi dan kambing. Jenis tanaman andalan yang
dikerjakan sangat tergantung daerah seperti padi, jagung, kacang panjang, cabe, kakao,
kopi, kelapa, pinang, pisang, tembakau, dan lain-lain. Mata pencaharian non pertanian,
seperti dagang, tukang/buruh bangunan, buruh logging, dan lain-lain.
Dalam memasarkan hasil panen, sebagian besar masyarakat berhubungan dengan
agen dan atau tengkulak yang datang ke desa atau ke kecamatan. Sebagian besar kepala
keluarga memiliki penghasilan rendah (lebih kecil dari Rp. 1.000.000,-) per bulan.
Sedangkan pengeluaran secara rata-rata perbulan melebih penghasilan (berkisar Rp.
1.000.000,- s/d Rp. 2.000.000,-). Pengeluaran ini ada kaitannya dengan jumlah tanggungan
kepala keluarga yaitu sebagian memiliki tanggungan 3 s/d 4 orang dan sebagaian lainnya
lebih dari 4 orang.
3. Kondisi Sosial Budaya
Secara umum interaksi sosial relatif baik dengan indikasi masih tingginya sifat
kegotongroyongan dalam berbagai kegiatan, meskipun jumlah pertemuan yang diprakarsai
gampong relatif kecil, saling peduli dan saling menghormati. Tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap pembudidayaan tanaman dan menajemen/pengelolaan usaha kebun
masih rendah. Sebagian besar masyarakat memiliki kepatuhan hukum yang “tinggi”,
namun karena keterbatasan pengatahuan tentang hukum kadang dalam berkehidupan
terjadi pelanggaran seperti penanaman ganja dan illegal loging.

Kondisi infrastruktur disetiap desa cukup beragam, namun umumnya tidak
memiliki infrastruktur publik yang lengkap. Jalan menuju desa survey umumnya kurang
baik (sebagian berbatuan), tidak memiliki fasilitas air bersih (umumnya menggunakan air
sumur), ada desa yang tidak memiliki gedung sekolah dasar, tidak memiliki pasar desa, dan
puskesmas pembantu, namun seluruh desa telah memiliki jaringan listrik (PLN).
Umumnya desa memiliki potensi pertanian, perkebunan dan peternakan yang baik,
namun belum tergarap dengan maksimal, misalnya pekerjaan pertanian yang dilakukan
belum sesuai dengan pola tanam, pemeliharaan dan pasca panen yang tepat guna, masih
banyak lahan kosong, dan kurang tepat memilih jenis tanaman yang cocok dengan kondisi.
Beberapa tanaman yang cukup potensial untuk diusahakan oleh masyarakat di sekitar
hutan Aceh dalam konteks pengembangan ekonomi berbasis pertanian andalan adalah:
padi, cabe, kakao, kopi, kelapa, pisang, tembakau, ternak sapi, dan lain-lain. Disamping
tanaman pangan, juga baik dikembangkan tanaman hutan kayu seperti jabon, sengon,
gaharu, dan tanaman lokal lainnya.

4. Strategi Pemberdayaan
Pemberdayaan ekonomi melalui alternative development harus mampu menjadi
salah satu sentra (pusat) bagi pengembangan masyarakat di perdesaan. Pemberdayaan
ekonomi harus mengacu pada kebutuhan masyarakat lokal dan dibangun dari, oleh, dan
untuk masyarakat yang dilaksanakan secara terintegrasi dari aspek lainnya di masyarakat

dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Kenyataannya konsep pemberdayaan
ekonomi seperti yang dimaksud belum teraplikasi secara optimal. Berdasarkan temuan
lapangan, ada beberapa isu utama yang menyebabkan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar
hutan belum optimal, yaitu:
1. Masih banyak lahan masyarakat yang belum dimanfaatkan dengan berbagai alasan,
seperti kekurangan modal dan sarana produksi pertanian,
2. Beberapa lahan yang sudah dimanfaatkan untuk pertanian pangan dan perkebunan
seperti (kakao dan karet), namun masih kurang terawat akibat kurang dukungan
pendanaan dan modal kerja,
3. Masih kurangnya penyuluhan dan pemberdayaan ekonomi yang terpadu dan
komprehensif sebagai akibat dari rendahnya kapasitas SDM,
4. Kurangnya sinkronisasi kebijakan, pendanaan, pembinaan dan pemberdayaan
pemerintah dan lembaga non-pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat lokal
sehingga lemahnya dampak pemberdayaan ekonomi selama ini terhadap aktivitas
penghidupan masyarakat
5. Lemahnya pemahaman pelaksana program pemberdayaan terhadap kebutuhan
masyarakat lokal sehingga rendahnya partisipasi dan akses masyarakat terhadap
kegiatan pemberdayaan ekonomi tersebut.
6. Keterlibatan berbagai komponen terkait dalam pemberdayaan ekonomi belum
terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik

Beberapa isu kunci yang telah dipaparkan, menghendaki adanya upaya perbaikan
dan solusi dari permasalahan yang ditemukan dari lapangan. Terkait dengan hal tersebut,
dibutuhkan sebuah rancangan model aplikatif dalam pemberdayaan ekonomi yang
terintegrasi dan berkelanjutan. Secara skematis model dan strategi pemberdayaan ekonomi
masyarakat sekitar hutan di Aceh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model dan Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Aceh
Secara skematis menunjukkan bahwa peran dan keterlibatan masing-masing
lembaga (PT, pemerintah, non-pemerintah, dan masyarakat) melalui berbagai dukungan
dan program dalam pemberdayaan ekonomi akan menentukan keberhasilan program
pemberdayaan dalam mencapai outcome yang telah ditetapkan berdasarkan permasalahan
temuan lapangan. Dalam mencapai out comes yang telah ditetapkan, dibutuhkan sebuah
strategi yang memungkinkan semua komponen terlibat dan seluruh potensi dapat
dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan kelemahan/masalah kondisi saat ini dan harapan
dari masyarakat/stakeholder, maka strategi yang sebaiknya ditempuh untuk menghasilkan
out comes dalam pemberdayaan ekonomi dapat ditempuh adalah: (1) strategi pra-intervensi
dan (2) strategi intervensi.
1). Strategi Pra-intervensi
Sebelum dilakukannya intervensi dalam implementasi program pemberdayaan
ekonomi, perlu dipertimbangkan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan, yaitu:

a. Membangun komunikasi dengan antar komponen yang terlibat dengan tokoh
masyarakat lokal: geuchik, tuha puet, ulama setempat, tokoh pemuda, tokoh
perempuan. Untuk itu, perlu dibentuk tim yang merupakan representatif dari
perwakilan masing-masing komponen yang terlibat.
b. Memfasilitasi capacity building dari tim yang terbentuk sehingga masing-masing
komponen mengetahui tugas, tanggung jawab, dan apa yang harus dilakukannya
serta tidak ada dominasi dan saling memberdayakan antar komponen yang terlibat.
c. Mengidentifikasi permasalahan/isu terkait dengan pemberdayaan ekonomi
masyarakat lokal. Identifikasi masalah ini kadang belum dilakukan dengan baik
sehingga program yang disusun sering tidak berorientasi pada solusi atau
pemecahan masalah yang dihadapi sehingga tidak menyentuh kebutuhan
pembangunan ekonomi masyarakat.
d. Merancang program pemberdayaan ekonomi dengan melibatkan seluruh unsur
terkait ditambah dengan unsur Perguruan Tinggi. Persoalan yang masih sering

dihadapi dalam penyusunan program adalah disusun secara tergesa-gesa dan hanya
dilakukan oleh segelintir orang dalam tim dan kurang representatif sehingga
memiliki banyak kelemahannya. Oleh sebab itu, program-program pemberdayaan
ekonomi ke depan yang dirancang ke depan harus memperhitungkan (a) inovasi
yang melekat pada program, (2) besarnya dana, sumberdaya manusia dan

sumberdaya lainnya yang mendukung program, dan (3) menjawab persoalan
ekonom dan berbasis pada kebutuhan masyarakat lokal.
e. Menyusun rencana implementasi program pemberdayaan ekonomi. Siapa
melakukan dan bertanggung jawab terhadap apa yang ingin dicapai berdasarkan
program yang telah disusun dan out comes yang diharapkan.
2). Strategi Intervensi
Setelah adanya tim yang terseleksi dengan baik dan program pemberdayaan
ekonomi, maka perlu dipertimbangkan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan, yaitu:
a. Meningkatkan sosialisasi dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program
pemberdayaan ekonomi ke depan perlu dirancang secara seimbang antara fisik dan
non-fisik sehingga tidak menimbulkan bias dalam implementasi program. Dari
kegiatan ini diharapkan akan mencapai indikator out comes pemberdayaan
ekonomi yaitu keberdayaan masyarakat terperbaiki.
b. Bersama masyarakat mengidentifikasi masalah dan membangkitkan kesadaran
masyarakat bahwa pemberdayaan ekonomi harus berasal dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Oleh sebab itu, apabila dapat dilakukan identifikasi masalah dengan
melibatkan masyarakat dan mampu membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa
pemberdayaan ekonomi berasal dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka dari
kegiatan ini diharapkan akan mencapai indikator out comes pemberdayaan
ekonomi yaitu partisipasi dan akses masyarakat terhadap kegiatan ekonomi

meningkat.
c. Menyelenggarakan pelatihan berbasis kebutuhan masyarakat dan pelaksana
program dengan didukung dengan ketersediaan anggaran yang memadai dan
berkelanjutan. Dari kegiatan ini diharapkan akan mencapai indikator out comes
pemberdayaan ekonomi yaitu Pembangunan Kapasitas Mutu/kualitas masyarakat
meningkat.
d. Mengidentifikasi dan menggerakkan tokoh atau organisasi masyarakat potensial
(geuchik, aso lhok, tuha peut, imam, mukim) sebagai penggerak pemberdayaan
ekonomi masyarakat bersama pelaksana program. Dari kegiatan ini diharapkan
akan mencapai indikator out comes pemberdayaan ekonomi yaitu terjadinya
integrasi Program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
e. Melakukan advokasi kepada pemerintah. Dari kegiatan ini diharapkan akan
mencapai indikator out comes pemberdayaan ekonomi yaitu dukungan kebijakan
pemerintah dalam program pemberdayaan ekonomi pada masa mendatang.
f. Melakukan monitoring dan evaluasi serta pertemuan secara berkelanjutan. Dari
kegiatan ini diharapkan akan mencapai indikator out comes pemberdayaan
ekonomi yaitu kesinambungan pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi.
5. Lesson Learn dari Doi Tung Project, Thailand
Doi Tung Development Project, telah berhasil secara spektakuler mengubah dan
memberdayakan masyarakat setempat dari petani penanam opium secara illegal (dikenal
sebagai daerah segitiga emas ladang opium atau Golden Triangle Opium) menjadi petani
hortikultura dan perkebunan yang berhasil. Keberhasilan merubah daerah yang dulu

tandus, gersang penuh masalah dengan lingkungan menjadi daerah hortikultura dan
perkebunan yang membanggakan bahkan sentra produksi andalan dan menjadi daerah
wisata terkenal.
Keberhasilan program pemberdayaan masyarakat ini telah menyebabkan Doi Tung
berkembang sangat fenomenal, bahkan menjadi nama sebuah district tersendiri dalam
Provinsi Chiang Rai, serta telah menjadi obyek wisata utama (agrowisata) yang banyak
dikunjungi masyarakat atau wisatawan. Kerja keras dan menggerakkan semua elemen
menjadi kunci sukses mereka dalam melakukan perubahan dan pemberdayaan masyarakat,
serta menata daerah menjadi objek wisata yang sangat menarik, menghasilkan berbagai
produk berkualitas. Tanaman Kopi dan Makadamia telah dipilih untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat sekaligus untuk konservasi. Kopi ditanam di bawah tegakan
makadamia, yang kedua produk tanaman ini sudah banyak berproduksi dan sudah menjadi
brand name dari Doi Tung.
Promosi intensif dan pengemasan yang menarik telah meningkatkan citra dan
permintaan akan produk ini. Pendekatan pengembangan tanaman adalah pertanian organik
(minimalisasi penggunaan agrochemical), integrated farming antar komoditas, pendekatan
konservasi sumberdaya alam dan sustainable development, serta sekaligus pemberdayaan
ekonomi masyarakat dengan mengajak mereka terlibat dalam pengembangan tanaman dan
pengolahan hasil (awalnya sebagai pekerja, namun kemudian menjadi plasma dari
perkebunan ini).
Pabrik aneka keramik, kertas spesifik dari bahan lokal, kain tenun (weaving) dan
pengolahan kopi Doi Tung yang kesemuanya merupakan bagian dari kegiatan Doi Tung
Development Project yang dikelola MFLF (Mae Fah Luang Fond) untuk memberdayakan
masyarakat (pendidikan dan keahlian), menyediakan lapangan kerja (termasuk bagi kaum
wanita), sekaligus memanfaatkan dan mempromosikan potensi setempat. Pada kegiatan ini
banyak melibatkan kaum wanita, sehingga mereka dapat diberdayakan .dalam kegiatan
perekonomian. Kegiatan masyarakat ini selalu diberikan bimbingan dalam upaya
peningkatan produksi, multi performance produk (termasuk desain dan sentuhan akhir)
dengan melibatkan para profesional.
Berbagai produk jadi dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dicakup dalam
pengelolaan MFLF selalu dipromosikan dan diikutkan dalam even nasional dan
internasional, sehingga membentuk citra dan brand image sendiri bagi konsumen. Saat ini
Doi Tong Coffee dan Doi Tung Macadamia sudah banyak di kenal di tingkat internasional
dan menjadi oleh-oleh khas bagi orang yang berkunjung ke Thailand (dijual di berbagai
tempat strategis). Bahan pakaian maupun pakaian jadi dengan desain yang menarik dan
artistik dengan merek Doi Tung Fashion juga sudah banyak dikenal dan menjadi trade
mark produk Thailand. Lebih dari itu berbagai produk dan desain pakaian hasil tenun
masyarakat telah diikutkan pada berbagai acara international fashion show, dan tidak kalah
bersaing dengan hasil fashion desainer kelas dunia lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan Aceh bermata pencaharian
di sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan buruh illegal logging.
Rata-rata jumlah pendapatan rumah tangga lebih kecil dari Rp 1.000.000, sedangkan
jumlah pengeluarannya antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Secara umum interaksi
sosial relatif baik dengan indikasi masih tingginya sifat kegotongroyongan dan perilaku
saling peduli dan saling menghormati masih cukup tinggi.

2. Pemberdayaan masyarakat harus terstandardisasi dan berimbang antara fisik dan non
fisik (pembinaan) dengan berbasis kebutuhan dan melibatkan seluruh komponen
masyarakat, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi secara
sistematis, terorganisir dan berkelanjutan.
3. Lesson learnt yang diperoleh dari pemberdayaan masyarakat Doi Tung, Thailand
adalah manajemen pemberdayaan yang sangat baik, dimulai dari perencanaan
program, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pada seluruh tahapan agribisnis,
mulai agro-input hingga agro-marketing dan agro-penunjang. Hal lain yang bisa
dipetik adalah kerja keras dengan menggerakkan semua stakeholders, meningkatkan
kapasitas masyarakat (pendidikan dan keahlian), menyediakan lapangan kerja
(termasuk bagi kaum wanita), memanfaatkan dan mempromosikan potensi setempat.
Pendekatan pengembangan tanaman adalah pertanian organik, integrated farming antar
komoditas, pendekatan konservasi sumberdaya alam dan sustainable development.
4. Salah satu cara untuk mengurangi terhadap kerusakan hutan di Provinsi Aceh, maka
perlu dilakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
melalui mata pencaharian alternatif (Alternative Development), seperti yang dilakukan
di Doi Tung, Thailand.
5. Dalam melakukan pemberdayaan tersebut, perlu melibatkan masyarakat, pemerintah,
NGOs, dan Perguruan Tinggi (PT) mulai dari perencanaan program, pelaksanaan, dan
monitoring dan evaluasi secara sistematis, terorganisasi, dan berkelanjutan.
6. Perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tentang
manfaat hutan dan dampak (resiko) jika ekosistem hutan terganggu, dan pengetahuan
mitigasi bencana.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Narkotika Nasional, 2011. Survey Pemetaan Wilayah dan Area Ganja Serta
Karakteristik Petani Di Aceh Dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Program
Alternative Development. BNN, Jakarta.
Mae Fah Luang Foundation. http://www.maefahluang.org/index.php. Diakses Tanggal 20
Maret 2013
Ife, J. (1995), Community Development, Creating Community Alternatives – Vision,
Analysis and Practice, Melbourne, Longman.
Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez, 1994. The Integration of
Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California.
Suharto, E, 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum
Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan-STKS
Walhi

2012.
Potensi
Kerusakan
Hutan
Aceh
Masih
Tinggi.
http://www.indonesiarayanews.com/news/nusantara/12-29-2012-01-21/walhipotensi-kerusakan-hutan-aceh-masih-tinggi. Diakses pada 25 Maret 2013.