MENENUN SEBAGAI MATA PENCAHARIAN DAN ADA

(1)

MENENUN SEBAGAI MATA PENCAHARIAN DAN ADAT ISTIADAT DARI SUKU SASAK DUSUN SADE, DESA REMBITAN, KECAMATAN PUJUT, KABUPATEN

LOMBOK TENGAH, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TUGAS AKHIR

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Kewarganegaraan

Yang Dibina oleh Bapak Suparlan Al-Hakim

Oleh :

Ananda Putri Syaviri 130533608243

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA SEMESTER GENAP 2015/2016


(2)

1. Deskripsi Singkat.

Desa Sade sering disebut juga dengan “Desa Ganjil” yang merupakan sebuah desa yang masih melestarikan budayanya dengan baik. Desa yang berdiri sejak 300 tahun yang lalu ini, tidak sama sekali tersentuh oleh budaya barat atau modern. Semua penduduk di desa Sade ini masih sangat kolot atau kental dengan adat-adat yang mereka yakini. Desa Sade juga dikenal dengan desa pengrajin tenun di Pulau Lombok. Desa Sade merupakan pusat dari pengrajin tenun (kain songket) khas Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dari banyak desa yang memiliki nilai sejarah penting di Pulau Lombok, Desa Sade merupakan salah satu tujuan wajib bagi para wisatawan asing maupun lokal jika berkunjung ke Pulau Lombok. Keunikan dan keaneka-ragaman penduduk Sade, adat-istiadat, serta keramah-tamahan penduduk Sade membuat desa Sade ini menjadi desa yang berbeda dengan desa-desa pada umumnya. Desa Sade merupakan cerminan suku asli Sasak Lombok yang masih berpegang teguh menjaga keaslian desa. Desa Sade masih menyuguhkan suasanan perkampungan asli pribumi Lombok. Bangunan rumah yang terkesan sangat tradisional dengan atap dari ijuk, kuda-kuda atau dinding memakai anyaman bambu dan langsung beralaskan tanah, seperti pada Gambar 1.


(3)

2. Peralatan dan Kronologis Tampilan Menenun.

Mata pencaharian masyarakat Desa Sade adalah menenun dan bertani. Namun yang paling mencolok dari desa Sade adalah kegiatan menenun. Peralatan yang digunakan dalam menenun disebut sebagai alat tenun. Alat tenun adalah alat atau mesin untuk menenun benang menjadi tekstil atau kain. Alat tenun terdiri dari dua macam, yaitu alat tenun tradisional dan alat tenun mesin (modern). Alat tenun yang digunakan di Desa Sade adalah alat tenun tradisional, bukan alat tenun modern atau mesin, melainkan menggunakan tangan manusia sebagai alat untuk menenun. Alat tenun mesin (modern) menggunakan motor penggerak untuk menenun dan digunakan sambil berdiri, sedangkan alat tenun tradisional digunakan sambil duduk. Para wanita di Desa Sade sehari-hari bekerja dengan menenun dirumah masing-masing. Menenun merupakan mata pencaharian utama bagi para wanita di Desa Sade, tidak hanya sebagai mata pencaharian namun, menenun merupakan kewajiban bagi para wanita Desa Sade. Sebelum kegiatan menenun dilakukan, masyarakat Sade membuat sendiri benang untuk menenun dengan kapas. Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan proses pembuatan benang dapat dilihat pada Gambar 3. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan benang meliputi:

1) godong untuk membuang biji kapas 2) betuk untuk penghalus kapas

3) pehusut Bojol untuk menggulung kapas 4) arah untuk pemintai benang

5) ajon/sakak untuk pembuat benang setukal

6) glontong, terdiri dari sikat rambut yang terbuat dari sabut kelapa dan sikat ijuk untuk menyikat benang.

7) andir untuk menggulung benang

8) ane/penganek (bahasa Sasak) sebagai alat yang digunakan untuk menyusun benang yang akan ditenun atau mengatur benang fungsi


(4)

Gambar 2. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan benang

Gambar 3. Proses Pembuatan Benang

Peralatan yang digunakan dalam proses menenun kain oleh suku sasak adalah: 1) batang sebagai landasan jajak

2) jajak sebagai tempat benang fungsi

3) tutuk sebagai tempat gulungan benang fungsi yang akan ditenun 4) wede sebagai pembatas benang fungsi atas bawah

5) penggolong sebagai pembatas jarak benang fungsi, jalan masuk belide waktu memenun

6) penggun sebagai alat untuk menaikkan dan menurunkan benang fungsi 7) suri sebagai sisiran benang fungsi dan penekan benang pakan

8) belide/belire sebagai alat yang digunakan untuk menekan suri dan menguatkan benang pakan


(5)

9) tekah sebagai alat untuk mengencangkan atau meratakan lebarnya kain tenun 10) apit sebagai alat yang digunakan untuk menggulungkan kain tenun

11) alit sebagai tali yang menghubungkan apit dengan telekot

12) telekot sebagai kayu yang digunakan untuk penyangga pinggang penenun 13) terudak sebagai tempat peniring benang pakan

14) peniring sebagai tempat gulungan benang pakan

15) lanter sebagai lempengan kuningan yang ditaruh dalam jajak supaya bunyinya nyaring

16) lilin sebagai alat yang digunakan untuk melicinkan belide

Kemudian untuk peralatan yang digunakan dalam pembuatan kain atau menenun dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan proses pembuatan menenun dapat dilihat pada Gambar 5. Bagi penduduk Sade untuk membuat selembar kain songket khas Lombok, membutuhkan waktu antara 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Lamanya waktu tergantung dari warna, kerumitan corak dan ukuran dari songket tersebut.


(6)

Gambar 5. Proses Menenun Songket

3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Menenun sebagai Mata Pencaharian dan Adat Istiadat Suku Sasak, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Penduduk Sade berpendapat, jika wanita Sade belum bisa menenun maka wanita tersebut tidak boleh menikah, maka dari itu, dari kecil para wanita Sade telah diajarkan menenun. Menenun mengandung nilai kebudayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Menenun adalah salah satu alat untuk penghasilan penduduk Sade. Penduduk Sade sangat jauh dari dunia luar, kalau pun ditanya mengenai nilai sosial bermasyarakat, penduduk desa sade pasti lebih menjaga adat-istiadat mereka agar masa depan anak cucu mereka dapat melanjutkan tradisi atau adat yang diwarisi oleh orang-orang terdahulu mereka (nenek moyang). Penduduk desa Sade tergolong sebagai penduduk yang menjunjung tinggi nilai sosial seperti tolong-menolong atau gotong-royong dalam seluruh kegiatan yang ada di Desa Sade. Berdasarkan pada aturan masa lalu seorang gadis Sade belum boleh menikah jika tidak bisa menenun. Keahlian menenun merupakan simbol kemandirian dimana seorang wanita siap untuk berumah tangga. Namun saat ini peraturan tersebut sudah tidak berlaku, tetapi sebagian masih menerapkan pertauran tersebut. Nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan menenun pada penduduk Sade meliputi:

1) Nilai sosial, dimana penduduk Sade memiliki jiwa sosial, gotong-royong dan saling membantu. Dapat dilihat ketika pengunjung lokal maupun macanegara yang berkunjung dan ingin mengerti bagaimana cara menenun, penduduk Sade dengan ramah mengajarkan dan memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mencoba


(7)

alat tenun. Kemudian penduduk Sade juga saling membantu satu sama lain dalam kegiatan menenun, jika salah seorang anggota keluarga sedang sakit maka kegiatan menenun dapat digantikan dengan wanita lainnya. Maka dari itu, seluruh wanita Sade harus bisa menenun.

2) Nilai pendidikan, dimana dengan mata pencaharian dan adat istiadat penduduk Sade “menenun” ini, membentuk karakter anak sejak dini untuk belajar mandiri dan giat bekerja untuk dapat menjalankan kehidupan. Melatih anak-anak khusunya para wanita/gadis agar tidak manja dan dapat atau siap berumah tangga jika sudah tiba waktunya.

3) Nilai persatuan, dimana penduduk Sade tetap menghargai perbedaan yang ada pada tradisi Desa Sade dengan perkembangan zaman saat ini yaitu dengan adanya alat tenun modern dan tidak mencemooh atau bersikap mau menang sendiri. Tetapi sangat menghargai dan tetap menjaga keaslian adat Desa Sade dengan menggunakan alat tenun tradisional.

4) Nilai kejiwaan, dimana penduduk Sade khususnya wanita memahami dan mengetahui pengetahuan murni akan kewajiban menenun, sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap karakter atau nilai kependidikan mereka.

Nilai lainnya yang terkandung dalam kegiatan menenun adalah: 1) Nilai pendekatan akademik,

dilihat dari kegiatan menenun tersebut, nilai akademik dari kegiatan tersebut adalah penduduk Desa Sade memiliki akademik dalam menyelesaikan kain tenun dengan cepat dan baik. Semakin ahli dalam menenun, maka hasil dari menenun akan semakin baik dan menjadikan kain tenun berkualitas. Sampai saat ini kain tenun Desa Sade sangat terkenal dengan kain songketnya (kain tenun), produksi kain tenun Desa Sade juga dijual di luar Desa Sade, seperti di pusat oleh-oleh maupun toko-toko di Kota Mataram, dan lain sebagainya.

2) Nilai pendekatan kekeluargaan,

nilai kekeluargaan dari menenun sangatlah erat, mengapa? Karena dengan menenun, para wanita dapat membantu orang tua maupun suaminya untuk mencari nafkah. Dengan menenun, para wanita diajarkan untuk dapat bekerja menghasilkan kain yang dapat dijadikan sebagai pakaian dan tidak perlu bekerja diluar rumah (desa). Sehingga


(8)

para wanita Sade dapat menjalankan kewajibannya dirumah. Penduduk Desa Sade juga sangat ramah dan sopan dengan wisatawan, mereka sudah menganggap seperti keluarga sendiri apabila ada wisatawan lokal (dari Pulau Lombok) sehingga ketika berkunjung, akan sangat disambut bahkan dipersilahkan masuk dan dijamu. Tidak hanya dengan penduduk lokal, tetapi juga luar Lombok bahkan warga asing, mereka sangat menyambut kehadiran para wisatawan. Mereka terlihat sangat senang dengan para wisatawan yang berkunjung, dan dengan sigap mengajak para wisatawan untuk ikut menenun.

3) Nilai pendekatan kejujuran,

nilai kejujuran dari menenun adalah hasil dari menenun, kerja keras dalam menenun tidak akan membuat para wanita Sade berlaku curang dalam menjual kain tenunnya. Mereka akan dengan sopan dan ramah dalam menawarkan kain buatannya. Kemudian, mereka memiliki sikap yang sangat loyal, apalagi dengan wisatawan lokal yang juga tinggal di Pulau Lombok. Selain itu, mereka juga sangat ramah dengan wisatawan asing, mereka dengan jujur menjelaskan kesulitan atau kerumitan, dan pekerjaan yang mereka lakukan ketika kunjungan wisatawan asing yaitu bekerja sama satu sama lain, sehingga hasil dari penjualan nantinya di bagi rata dengan guide atau pemandu yang memperkenalkan kain buatan mereka.

4. Prospek Nilai yang Terkandung dalam Menenun sebagai Mata Pencaharian dan Adat Istiadat Suku Sasak, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia.

Berdasarkan penjelasan pada point 3 mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalam kegiatan menenun, maka berikut adalah prospek dari nilai yang terkandung dalam menenun sebagai mata pencaharian dan adat istiadat Suku Sasak, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat:

1) Nilai sosial, prospek nilai sosial dari kegiatan menenun ini adalah desa Sade dapat menjadi contoh sebagai desa tradisional dengan adat tradisi dari Suku Sasak yang memberikan pengalaman menarik dengan mengenal lebih dekat kehidupan norma adat yang masihh terjaga dan terawatt dengan baik. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai


(9)

sosial meliputi gotong-royong, saling membantu dan lain sebagainya dapat mewujudkan kehidupan harmonis dalam berbangsa dan bernegeraga Indonesia. 2) Nilai kehidupan yaitu terkait dengan kesejahteraan umum, jasmani dan kesehatan

penduduk Desa Sade dengan menenun. Hal ini menggambaran bahwa kesejahteraan umum di Desa Sade dapat terwujud karena warga masih tetap menjaga tradisi dan adat untuk menenun demi kelangsungan dan kelancaran kehidupan mereka.

3) Nilai persatuan terkait dengan menghargai perbedaan, mau berkembang tanpa menghilangkan tradisi, menghormati perbedaan budaya lain atau modern. Seperti misalnya melakukan inovasi dengan kegiatan menenunya. Seperti contohnya pada saat ini terdapat aspek dalam tradisi Sade yang sudah mulai menyesuaikan dengan perkembangan zaman, contohnya penggunaan plester semen untuk alas rumah tetapi tidak menghilangkan tradisi dengan menggunakan kotoran kerbau. Kemudian penggunaan alat tenun untuk pembuatan gelang tenun, tas tenun da barang-barang lainnya. Sehingga memperluas macam-macam karya yang dapat dihasilkan.

4) Nilai kejiwaan, dengan pengetahuan murni yang dimiliki masing-masing wanita terkait kewajiban dan keahlian menenun, maka nantinya akan menghasilkan wanita-wanita yang terampil dan mandiri, sehingga nantinya dapat menghasilkan kain atau sandang yang dapat digunakan untuk sehari-hari maupun dijual kembali untuk memperkenalkan hasil karya daerah keseluruh wilayah Indonesia.

5) Nilai akademik, dengan nilai akademik dari menenun, maka para wanita Sade dapat menjadi untuk para wanita di Indonesia maupun seluruh dunia untuk dapat menenun dan membuat pakaiannya sendiri. Dengan demikian, peluang pekerjaan bagi para wanita juga tersedia tanpa harus keluar dari rumah atau desa.

6) Nilai kekeluargaan, dari adat dan tradisi penduduk Sade, dapat dijadikan contoh bagi para keluarga maupun masyarakat agar bisa menjalin kekeluargaan tidak memandang ras, suku, maupun agama.

7) Nilai kejujuran, dari hal-hal yang telah diajarkan penduduk Sade tentang menenun dan tradisi lainnya, diharapkan dapat menjadi tolak ukur atau contoh untuk selalu berlaku jujur dan adil kepada sesame umat manusia.

Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan menenun, maka dapat dilihat bahwa masa depan atau prospek dari kegiatan menenun sangatlah penting dan merupakan hal


(10)

yang besar. Untuk melestarikan kebudayaan daerah dan memperkenalkan keunikan Desa Sade ke seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Dengan kegiatan menenun tersebut, para wanita atau kaum perempuan dapat membantu mencari nafkah, membuat tenun songket maupun tenun ikat. Penduduk Desa menjual kain tenun dengan beragam harga mulai dari Rp. 50.000,- hingga ratusan ribu rupiah. Harga tersebut tergantung dari kerumitan, warna, dan waktu yang dibutuhkan untuk membuatnya. Berdasarkan hal itu, maka para kaum wanita akan terbiasa untuk mengasah keterampilannya dalam memadu-padankan kreatifitas dalam menghasilkan kain songket yang unik, bagus dan berkualitas. Hal ini membuat para wanita atau kaum perempuan Desa Sade menjadi wanita yang mandiri, kuat dan mampu bekerja keras.


(11)

Daftar Informan: 1) Nama : Sadri

Umur : 31 tahun

Alamat : Rembitan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

2) Nama : Nurmocilla Umur : 18 tahun Alamat : Mataram

3) Nama : Yeyet

Umur : 22 tahun (12 Desember 1993)


(1)

Gambar 5. Proses Menenun Songket

3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Menenun sebagai Mata Pencaharian dan Adat Istiadat Suku Sasak, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Penduduk Sade berpendapat, jika wanita Sade belum bisa menenun maka wanita tersebut tidak boleh menikah, maka dari itu, dari kecil para wanita Sade telah diajarkan menenun. Menenun mengandung nilai kebudayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Menenun adalah salah satu alat untuk penghasilan penduduk Sade. Penduduk Sade sangat jauh dari dunia luar, kalau pun ditanya mengenai nilai sosial bermasyarakat, penduduk desa sade pasti lebih menjaga adat-istiadat mereka agar masa depan anak cucu mereka dapat melanjutkan tradisi atau adat yang diwarisi oleh orang-orang terdahulu mereka (nenek moyang). Penduduk desa Sade tergolong sebagai penduduk yang menjunjung tinggi nilai sosial seperti tolong-menolong atau gotong-royong dalam seluruh kegiatan yang ada di Desa Sade. Berdasarkan pada aturan masa lalu seorang gadis Sade belum boleh menikah jika tidak bisa menenun. Keahlian menenun merupakan simbol kemandirian dimana seorang wanita siap untuk berumah tangga. Namun saat ini peraturan tersebut sudah tidak berlaku, tetapi sebagian masih menerapkan pertauran tersebut. Nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan menenun pada penduduk Sade meliputi:

1) Nilai sosial, dimana penduduk Sade memiliki jiwa sosial, gotong-royong dan saling membantu. Dapat dilihat ketika pengunjung lokal maupun macanegara yang berkunjung dan ingin mengerti bagaimana cara menenun, penduduk Sade dengan ramah mengajarkan dan memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mencoba


(2)

alat tenun. Kemudian penduduk Sade juga saling membantu satu sama lain dalam kegiatan menenun, jika salah seorang anggota keluarga sedang sakit maka kegiatan menenun dapat digantikan dengan wanita lainnya. Maka dari itu, seluruh wanita Sade harus bisa menenun.

2) Nilai pendidikan, dimana dengan mata pencaharian dan adat istiadat penduduk Sade “menenun” ini, membentuk karakter anak sejak dini untuk belajar mandiri dan giat bekerja untuk dapat menjalankan kehidupan. Melatih anak-anak khusunya para wanita/gadis agar tidak manja dan dapat atau siap berumah tangga jika sudah tiba waktunya.

3) Nilai persatuan, dimana penduduk Sade tetap menghargai perbedaan yang ada pada tradisi Desa Sade dengan perkembangan zaman saat ini yaitu dengan adanya alat tenun modern dan tidak mencemooh atau bersikap mau menang sendiri. Tetapi sangat menghargai dan tetap menjaga keaslian adat Desa Sade dengan menggunakan alat tenun tradisional.

4) Nilai kejiwaan, dimana penduduk Sade khususnya wanita memahami dan mengetahui pengetahuan murni akan kewajiban menenun, sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap karakter atau nilai kependidikan mereka.

Nilai lainnya yang terkandung dalam kegiatan menenun adalah: 1) Nilai pendekatan akademik,

dilihat dari kegiatan menenun tersebut, nilai akademik dari kegiatan tersebut adalah penduduk Desa Sade memiliki akademik dalam menyelesaikan kain tenun dengan cepat dan baik. Semakin ahli dalam menenun, maka hasil dari menenun akan semakin baik dan menjadikan kain tenun berkualitas. Sampai saat ini kain tenun Desa Sade sangat terkenal dengan kain songketnya (kain tenun), produksi kain tenun Desa Sade juga dijual di luar Desa Sade, seperti di pusat oleh-oleh maupun toko-toko di Kota Mataram, dan lain sebagainya.

2) Nilai pendekatan kekeluargaan,

nilai kekeluargaan dari menenun sangatlah erat, mengapa? Karena dengan menenun, para wanita dapat membantu orang tua maupun suaminya untuk mencari nafkah. Dengan menenun, para wanita diajarkan untuk dapat bekerja menghasilkan kain yang dapat dijadikan sebagai pakaian dan tidak perlu bekerja diluar rumah (desa). Sehingga


(3)

para wanita Sade dapat menjalankan kewajibannya dirumah. Penduduk Desa Sade juga sangat ramah dan sopan dengan wisatawan, mereka sudah menganggap seperti keluarga sendiri apabila ada wisatawan lokal (dari Pulau Lombok) sehingga ketika berkunjung, akan sangat disambut bahkan dipersilahkan masuk dan dijamu. Tidak hanya dengan penduduk lokal, tetapi juga luar Lombok bahkan warga asing, mereka sangat menyambut kehadiran para wisatawan. Mereka terlihat sangat senang dengan para wisatawan yang berkunjung, dan dengan sigap mengajak para wisatawan untuk ikut menenun.

3) Nilai pendekatan kejujuran,

nilai kejujuran dari menenun adalah hasil dari menenun, kerja keras dalam menenun tidak akan membuat para wanita Sade berlaku curang dalam menjual kain tenunnya. Mereka akan dengan sopan dan ramah dalam menawarkan kain buatannya. Kemudian, mereka memiliki sikap yang sangat loyal, apalagi dengan wisatawan lokal yang juga tinggal di Pulau Lombok. Selain itu, mereka juga sangat ramah dengan wisatawan asing, mereka dengan jujur menjelaskan kesulitan atau kerumitan, dan pekerjaan yang mereka lakukan ketika kunjungan wisatawan asing yaitu bekerja sama satu sama lain, sehingga hasil dari penjualan nantinya di bagi rata dengan guide atau pemandu yang memperkenalkan kain buatan mereka.

4. Prospek Nilai yang Terkandung dalam Menenun sebagai Mata Pencaharian dan Adat Istiadat Suku Sasak, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia.

Berdasarkan penjelasan pada point 3 mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalam kegiatan menenun, maka berikut adalah prospek dari nilai yang terkandung dalam menenun sebagai mata pencaharian dan adat istiadat Suku Sasak, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat:

1) Nilai sosial, prospek nilai sosial dari kegiatan menenun ini adalah desa Sade dapat menjadi contoh sebagai desa tradisional dengan adat tradisi dari Suku Sasak yang memberikan pengalaman menarik dengan mengenal lebih dekat kehidupan norma adat yang masihh terjaga dan terawatt dengan baik. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai


(4)

sosial meliputi gotong-royong, saling membantu dan lain sebagainya dapat mewujudkan kehidupan harmonis dalam berbangsa dan bernegeraga Indonesia. 2) Nilai kehidupan yaitu terkait dengan kesejahteraan umum, jasmani dan kesehatan

penduduk Desa Sade dengan menenun. Hal ini menggambaran bahwa kesejahteraan umum di Desa Sade dapat terwujud karena warga masih tetap menjaga tradisi dan adat untuk menenun demi kelangsungan dan kelancaran kehidupan mereka.

3) Nilai persatuan terkait dengan menghargai perbedaan, mau berkembang tanpa menghilangkan tradisi, menghormati perbedaan budaya lain atau modern. Seperti misalnya melakukan inovasi dengan kegiatan menenunya. Seperti contohnya pada saat ini terdapat aspek dalam tradisi Sade yang sudah mulai menyesuaikan dengan perkembangan zaman, contohnya penggunaan plester semen untuk alas rumah tetapi tidak menghilangkan tradisi dengan menggunakan kotoran kerbau. Kemudian penggunaan alat tenun untuk pembuatan gelang tenun, tas tenun da barang-barang lainnya. Sehingga memperluas macam-macam karya yang dapat dihasilkan.

4) Nilai kejiwaan, dengan pengetahuan murni yang dimiliki masing-masing wanita terkait kewajiban dan keahlian menenun, maka nantinya akan menghasilkan wanita-wanita yang terampil dan mandiri, sehingga nantinya dapat menghasilkan kain atau sandang yang dapat digunakan untuk sehari-hari maupun dijual kembali untuk memperkenalkan hasil karya daerah keseluruh wilayah Indonesia.

5) Nilai akademik, dengan nilai akademik dari menenun, maka para wanita Sade dapat menjadi untuk para wanita di Indonesia maupun seluruh dunia untuk dapat menenun dan membuat pakaiannya sendiri. Dengan demikian, peluang pekerjaan bagi para wanita juga tersedia tanpa harus keluar dari rumah atau desa.

6) Nilai kekeluargaan, dari adat dan tradisi penduduk Sade, dapat dijadikan contoh bagi para keluarga maupun masyarakat agar bisa menjalin kekeluargaan tidak memandang ras, suku, maupun agama.

7) Nilai kejujuran, dari hal-hal yang telah diajarkan penduduk Sade tentang menenun dan tradisi lainnya, diharapkan dapat menjadi tolak ukur atau contoh untuk selalu berlaku jujur dan adil kepada sesame umat manusia.

Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan menenun, maka dapat dilihat bahwa masa depan atau prospek dari kegiatan menenun sangatlah penting dan merupakan hal


(5)

yang besar. Untuk melestarikan kebudayaan daerah dan memperkenalkan keunikan Desa Sade ke seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Dengan kegiatan menenun tersebut, para wanita atau kaum perempuan dapat membantu mencari nafkah, membuat tenun songket maupun tenun ikat. Penduduk Desa menjual kain tenun dengan beragam harga mulai dari Rp. 50.000,- hingga ratusan ribu rupiah. Harga tersebut tergantung dari kerumitan, warna, dan waktu yang dibutuhkan untuk membuatnya. Berdasarkan hal itu, maka para kaum wanita akan terbiasa untuk mengasah keterampilannya dalam memadu-padankan kreatifitas dalam menghasilkan kain songket yang unik, bagus dan berkualitas. Hal ini membuat para wanita atau kaum perempuan Desa Sade menjadi wanita yang mandiri, kuat dan mampu bekerja keras.


(6)

Daftar Informan: 1) Nama : Sadri

Umur : 31 tahun

Alamat : Rembitan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

2) Nama : Nurmocilla Umur : 18 tahun Alamat : Mataram

3) Nama : Yeyet

Umur : 22 tahun (12 Desember 1993)