Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

Lampiran 1. Deskripsi klon PB 260
Batang
Pertumbuhan
: Jagur
Ketegakan
: Tegak Lurus
Bentuk lingkar
: Silindris
Kulit Batang
Corak
Warna

: Alur sempit, putus-putus
: Cokelat tua

Mata
Letak/ bentuk mata
Bekas pangkal tangkai

: Rata
: Kecil, agak menonjol


Payung Daun
Bentuk
Ukuran
Kerapatan
Jarak antar payung

: Mendatar
: Lurus
: Sedang-agak tertutup
: Dekat-sedang

Tangkai Daun
Posisi
Bentuk
Ukuran besar
Ukuran panjang
Bentuk kaki

: Mendatar

: Lurus
: Sedang-agak besar
: Sedang-agak panjang
: Rata-rata menonjol

Anak Tangkai
Posisi
Bentuk
Ukuran besar
Ukuran panjang
Sudut anak tangkai

: Mendatar
: Lurus
: Sedang
: Sedang
: Sempit

Helaian Daun
Warna

Kilauan
Bentuk
Tepi daun
Penampang memanjang
Penampang melintang
Letak helaian
Ekor daun
Warna lateks

: Hijau muda-hijau
: Kusam
: Oval
: Agak bergelombang
: Lurus
: Rata-rata cekung
: Terpisah-bersinggungan
: Pendek, tumpul
: Putih

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
KEGIATAN
Plotting area
penelitian
Pengacakan
perlakuan
Pengambilan
data awal
Pembuatan
Formula
Aplikasi
Formula
Analisis
Kulit
Analisis
enzim
Peroksidase
Analisis
Protein


0
X

1

2

3

4

MINGGU
5
6
7

8

9


10

11

12

X
X

X

X

X

X

X


X

X

X

X

X

X

X

X

X

X


X

X

X

X

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Bagan Penelitian
KLON PB 260
K2J2Z0 K2J1Z1 K2J2Z1 K2J1ZO
K2J2Z0 K2J1Z1 K2J2Z1 K2J1ZO
K2J2Z0 K2J1Z1 K2J2Z1 K2J1ZO
K2J1Z1
K2J1ZO
K2J1Z1

K1J1Z0

K1J1Z0
K1J1Z0
K1J1Z0

KLON RRIM 921
K1J2Z1 K1J2Z0
K1J2Z1 K1J2Z0
K1J2Z1 K1J2Z0
K1J2Z1 K1J2Z0
K1J2Z1

K1J1Z1
K1J1Z1

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Bagan Alir Penelitian
Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Kulit Karet Klon
PB 260 dan RRIM 921 Yang Diberi Antidepresant


Pemilihan Klon Karet

Data Awal

14 hari

Perlakuan

Analisis

Enzim

- Protein
- Peroksidase

Fisiologi

- Thiol
- Sukrosa
- Fosfat Anorganik


Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Pembuatan Larutan
1. Larutan TCA 2,5 %
- Ditimbang TCA sebanyak 10 gr
- Dimasukkan kedalam 400 ml aquadest (dapat di stok)
- Disimpan pada keadaan suhu ruangan
2. Larutan tris 0,5 M
- Ditimbang bubuk tris sebanyak 2,424 gr
- Dicampurkan kedalam 40 ml aquades
3. Larutan Pereaksi Campur
- Ditimbang Fe2SO4 sebanyak 1,5 gr
- Ditambahkan 15 ml aquades
- Diambil larutan stok molibdat sebanyak 3 gr
- Ditera menjadi 30 ml
4. Larutan Antrone
- Ditimbang antrone sebanyak 0,1 gr
- Ditambahkan larutan H2SO4 77% sebanyak 100 ml
- Didinginkan dengan menggunakan air biasa
5. Larutan Bradford
- Ditimbang 0,01 gr comassie brilliant blue (CBB)
- Diambil 5 ml ethanol 98%
- Dituangkan 10 ml phosforic acid 85%
- Disaring menggunakan kertas saring
- Ditambahkan 75 ml aquades steril
6. Buffer CaCl 0,5 M
- Ditimbang sebanyak 5,5 gr CaCl
- kemudian ditambahkan kedalam 100 ml aquades
7. Buffer Ekstrak
- Diambil 20 ml larutan EDTA 1 mM
- Ditambahkan dengan 100 ml buffer phosfat 100 mM
- Ditera menjadi 200 ml

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Foto Supervisi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Abraham, T., J.Mathew, P. Srinivas, and C.K. Jacob. 2006. Incidence Of Tapping
Panel Dryness On Popular Rubber Clones In Southern Bubber Clones In
Southern Rubber Growing Region Of India. In Jacob, J., R.R. Krishnakumar
and N. M. Mathew. (Eds.) Tapping Panel Dryness Of Rubber Trees. Rubber
Research Institute of India, India. 55-63
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. Academic Press, San Diego
Amypalupy, K. Dan Wijaya T. 2009. Ketahanan Beberapa Klon Karet Anjuran
Terhadap Kekeringan. J. Penelitian Karet. 27 (1): 32-41
Anam, K. 2010. Pengukuran Kadar Protein Dengan Metode Bradford. Sekolah
Pasca Sarjana IPB, Bogor
Anwar C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. FABA Indonesia
Konsultan
Anwar, C. 2007. Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia. Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero).
http://bumnonline.com/ ptpnix
Astuti, A.F. 2008. Ekspresi Gen Responsif Terhadap Reactive Oxygen Species
Pada Hevea Brasiliensis Akibat Pelukaan Dan Etilena Eksogen. Skripsi.
IPB, Bogor
Bobbiliof, W. 1923. Anatomy and physiology of Hevea brasiliensis. Institute
Orell Fussli, Zurich
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul. Pustaka Baru, Yogyakarta.
D’ Auzac, J., Jacob, J-L., Chrestin, H. 1989. Physiology of Rubber Tree Latex.
CRC Press, United States
Dalimunthe, A. 2004. Biosintesis lateks. Diakses dari : http://repository.usu.ac.id.
Pada Februari 2016
Daslin, A., Woelan, S., Suhendry, I. 2009. Bahan Tanaman Klon Karet Unggul.
Sungei Putih: Pusat Penelitian Karet. 18-34
Dische, Z. M. 1962. Carbohydrate. Chem. Acad. Press I.
Dumet D, Benson EE. 2000. The Use Of Physical And Biochemical Studies To
Elucidate And Reduce Cryopreservation-Induced Damage In Hydrated /
Desiccated Germplasm, In Engelmann, F. and Hiroko, T. (Eds.).
Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm (Current Research Progress
and Application), JIRCAS Press, Tsukuba, Japan, 2000, pp. 43-56

Universitas Sumatera Utara

Gaspar, T.h. 1984. Integrated Relationship of Biochemical and Physiological
Peraoxidase Activities. Di dalam: H. C. Peneland Th. Gaspar
Gebelin V., Leclercq, J., Hu. S., Tang C and Montoro P. 2013. Regulation of MIR
Genes in Response to Abiotic Stress in Hevea brasiliensis Int. J. Mol. Sci.
2013. 14, 19587-19604; doi:10.3390/ijms141019587. International Journal
of Molecular Sciences ISSN 1422-0067
Gohet, J., L. Prevot, J. M. Eschbach, A. Clement, and J. L. Jacob. 1996. Clone,
Growth, and Stimulation : Latex Production Factors. Plantations 3(1) :
30−38
Gupta, S.K., P.P. Gupta, T.P. Yadava, and C.D. Kaushik. 1990. Metabolic
changes in mustard due to Alternaria leaf blight. Indian Phytopathol. 43(1):
64-69
Imelda, M. , Estiati , A. & Hartati , N. S. 2001. Induction of Mutation through
GaµMa Irradition in three Cultivars of Banana. J. Annalaes Bogorienses. 7
(2) : 75-82
Irsal, Haryati, dan M. T. Manurung. 2015.Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan
Terhadap Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur
6, 10 dan 14 Tahun pada PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok
Merangir. J. Agroekoteknologi. Vol 3 (2) ; 564-573
Janudianto, Prahmono A, Napitupulu H, Rahayu S. 2013. Panduan budidaya karet
untuk petani skala kecil. Rubber cultivation guide for small-scale farmers.
Lembar Informasi AgFor 5. Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre
(ICRAF) Southeast Asia Regional Program
Kuswanhadi, Sumarmadji, Karyudi, Siregar, T. H. S. 2009. Optimasi Produksi
Klon Karet Melalui Sistem Eksploitasi Berdasarkan Metabolisme Lateks.
Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman: 152. Pusat Penelitian
Karet
Lacote, R. 2007. Some Considerations Concerning the Yield Potential of Some
Clones HB in IRC2007. IRRDB and CRRI : Siem Reap, Cambodia
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja grafindo
Persada,Jakarta
Lubis, V. 2014. Analisis Histologi Dan Fisiologi Latisifer Pada Tanaman Karet
(Hevea Brasiliensis). Skripsi. USU, Medan
Marchino, F., Y.M Zen., dan I. Sulianyah. 2010. Pertumbuhan Stum Mata Tidur
Beberapa Klon Entres Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Pada Batang
Bawah PB 260 di Lapangan. Jerami. Vol 3 (3); 167-181

Universitas Sumatera Utara

Mc Kersie BD, Leshem YY. 1994. Stress and Stress Coping in Cultivated Plants.
Dordrecht: Kluwer Academic, Netherlands
Mochlisin, A. dan R. Tistama. 2014. Perkembangan dan Upaya Pengendalian
Kering Alur Sadap (KAS) Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis). Warta
Perkaretan 33 (2), 89-102
Morgan, J.M. 1984. Osmoregulation and Water Strees in Higher Plants. Ann. Rev.
Plant Physiol.35: 229-319
Nakano, Y. and Asada, K. 1981. Hydrogen Peroxide Is Scavenged By Ascorbate
Peroxidase In Spinach Chloroplast. Plant Cell Physiol. 22:867–880
Nugroho, P. S. 2010. Karakterisasi Biologi Isolat-isolat Rigidoporus microporus
Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Asal Cilacap. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta
Oktavia, F., M. Lasminingsih, S. Ismawanto, dan Kuswanhadi. 2007. Analisis
Genetik Klon-Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
Mengguankan Penanda RAPD. Jurnal Penelitian Karet. 25 (1) : 1 -12
Pasaribu, S. A., I. Suhendry, dan Sayurandi. 2014. Genotipe Terpilih Berdasarkan
Karakter Pertumbuhan Dan Hasil Lateks Dari Up/03/96. Jurnal Penelitian
Karet. 32(2): 98 – 108
Priyadarshan, P, M. 2011. Biology of Hevea Rubber. United Kingdom: MPG
Books Group. 54, 58
Quiambao PR, Rojah NR. 2000. Peroksidase Presentation. www.chem.admu.edu.
ReimMann C, Ringli C, Dudler R. 1992. Complementary DNA cloning and
sequence analysis of a pathogen-induced putative peroxidase from rice.
Plant Physiol 100: 1611-1612
Saravanan, T. , Bhaskaran, R. & Muthusamy, M. 2004. Pseudomonas
fluorescens Induced Enzymological Changes in Banana Roots. J. Pant
Pathology. 3 (2) : 72-80
Sathik, M., M.B., Luke, L.P., Molly Thomas, Sumesh, K.V., Satheesh, P.R.,
Annamalainatha, K. and James Jacob. 2011. Quantative expression analysis
of drought responsive genes in clones of Hevea with varying levels of
drought tolerance. IRRBD Internasional Rubber Confrence, 14-17
December 2011, Chiang Mai Thailand
Semangun, 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM
Press, Yogyakarta

Universitas Sumatera Utara

Setiawan, D. H dan A. Andoko. 2007. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Setyamidjaja, D. 1986. Karet: Budidaya dan Pengolahan. Cetakan II. Yasaguna,
Jakarta
Siagian, N. dan T. H. S. Siregar. 2011. Pemeriksaan Kualitas Sadapan Untuk
Mendukung Produktivitas Yang Tinggi. Warta Perkaretan, 30(11): 26-33
Sirait, D.D.N dan Syahnen. 2013. Pengembangan Dan Aplikasi Teknologi
Pengendalian Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) Pada Tanaman Karet Di
Propinsi Sumatera Selatan. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBP2TP), Medan
Siregar, T. H. S, Junaidi dan Atminingsih. 2013. Alternatif Penggunaan Stimulan
Gas Etilen Dalam Optimasi Produksi. Makalah Pelatihan Workshop
Eksploitasi Tanaman Karet Menuju Produktivitas Tinggi Dan Umur
Ekonomis Optimal. Medan, 18 – 21 Maret. Balai Penelitian Sungei Putih,
Medan
Siregar, T. H. S. 2014. Pola Musiman Produksi Dan Gugur Daun Pada Klon PB
260 dan RRIC 100. J. Penelitian Karet. 32 (2) : 88-97
Siregar, T. H. S., Junaidi, Sumarmadji, N. Siagian, dan Karyudi. 2008.
Perkembangan Penerapan Rekomendasi Sistem Eksploitasi Tanaman Karet
di Perusahaan Besar Negara. Prosiding Lokakarya Nasional Agribisnis
Karet 2008. Yogyakarta, 217-232
Siregar, T. S., Tohari, H. Hartiko, dan Kayudi. 2007. Dinamika Perontokan Daun
Pohon Karet dan Hasil Lateks. J. Penelitian Karet. 25 (1) : 45-75
Siswanto. 1994. Mekanisme Fisiologis Yang Berkaitan Dengan Produksi Lateks
Hevea brasiliensis.Buletin Bioteknologi Perkebunan.1:23-29
Smirnoff, N. 1996. The Function And Metabolism Of Ascorbic Acid In Plants.
Annals of Botany 78:661- 669
Srivastava, L. M. 2002. Plant Growth and Development. Canada: Academic Press.
Steenis, C. G. K., 2005. Flora. PT. Pradyna Paramita, Jakarta
Sukma, D., R. Poerwanto, Sudarsano, N. Khumaida, S. Wiyono dan I. M. Artika.
2008. Aktivitas Kitinase dan Peroksidase dari Ekstrak Protein Daun, Akar,
Kalus, dan Tunas Invitro Trichosanthes tricospidata lour. Buletin Agron
(36) (1) 56-63
Sumarmadji, Karyudi, Siregar, T. H. S., Junaidi, U. 2005. Optimasi Produktivitas
Klon Karet Melalui Berbagai Sistem Eksploitasi. Prosiding Lokakarya
Nasional Pemuliaan Tanaman: 125. Pusat Pesnelitian Karet

Universitas Sumatera Utara

Sumarmadji. 1999. Respons Karakter Fisiologi Dan Produksi Lateks Beberapa
Klon Tanaman Karet Terhadap Stimulasi Etilen. Disertasi. IPB, Bogor hal.
41
. 2000. Sistem Eksploitasi Tanaman Karet Yang
Diskriminatif. Warta Pusat Penelitian Karet, 19 (1-3), 31-39.

Spesifik

Syakir, M., S. Damanik, M. Tasma dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor
Taiz, L and Zeiger, E. 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sinauer
Associates, Massachusetts
Taussky, H. H. and E. Shorr. 1953. A Microcolorimetric Methods For The
Determination Of Inorganic Phosphorus. Boil. Chem. 202, 675-685 pp
Thomas, W., A.Situmorang dan M.Lasminingsih. 2009. Pemilihan Klon Karet
untuk Provinsi Lampung Berdasarkan Kondisi Agroklimat. Warta
Perkaretan 28(1) :19-27
Tistama, R. 2013. Faktor Histologis dan Fisiologis yang Berkaitan dengan
Produksi Lateks. Workshop Eksploitasi Tanaman Karet Menuju
Produktivitas Tinggi dan Umur Ekonomis Optimal
Turner, N.C. and M.M. Jones. 1980. Turgor Maintenance By Osmotic
Adjustment: A Review And Evaluation. Wiley Insterscience, New York
Van Loon, L.C., W.S. Pierpoint,
Th. Boller, and V. Conejero. 1994.
Recommendations For Naming Plant Phatogenesis-Related Proteins. Plant
Molecular Biology Report. 12 : 245-264
Vermeiren, L., Devlieghere, F., van Beest, M. Kruijf, N dan Debevere, J.1999.
Developments In The Active Packaging Of Foods. Trends in Food Sci.
Technol. 10, pp. 77-86
Wibowo, A. 2016. Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) Dan
Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) Pada Tanaman Karet
Quick Stater dan Slow Stater. Skripsi. USU, Medan
Woelan, S., R. Tistama dan A. Daslin. 2007. Determinasi Keragaman Genetik
Hasil Persilangan Antar Populasi Berdasarkan Karakteristik Morfologi dan
Teknik RAPD. Jurnal Penelitian Karet. 25 (1) : 13-26
Zaer, J. S. dan M. O. Mapes. 1985. Action of Growth Regulators. p. 231-255. In
J. M. Bonga and P. J. Durzan (eds.). Tissue Culture in Forestry. Martinus
NIJHOFF. London.436 p

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun PTPN 3 Kebun Sungei Putih dan
dianalisis di Laboratorium Fisiologi Balai Penelitian Sungei Putih, Kecamatan
Galang, Kabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian tempat ± 54 meter di atas
permukaan laut dan tipe iklim B berdasarkan klasifikasi Oldeman (7-9 bulan
basah berurutan). Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2016 sampai Juni 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan merupakan klon karet PB 260 mewakili
metabolisme tinggi dan RRIM 921 mewakili metabolisme sedang/rendah yang
ditanam pada tahun 2006 dengan jarak tanam 4 x 6 m. Tanaman karet dengan
sistem sadap 1/2S d/3 (disadap 3 hari sekali dengan ½ spiral). Material yang
dianalisis berupa lateks dan kulit. Bahan perlakuan terdiri dari bahan kimia
komponen nutrisi Murashige & Skoog (MS), NAA dan Asam Askorbat. Bahan
analisis terdiri dari bahan kimia untuk diagnosis enzim peroksidase lateks dan
untuk analisis kulit beserta bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah cat minyak, pisau sadap,
timbangan, glassware, spektrofotometer, sentrifius, mikropipet, alat ukur seperti
meteran dan timbangan, buku data, alat tulis, kamera beserta alat-alat lain yang
mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan uji t sampel bebas menggunakan program SPSS
20.0. Alat statistik yang digunakan untuk mengolah data dan menganalisis data
adalah analisisis korelasi dengan menggunakan program minitab 16.0. Secara

Universitas Sumatera Utara

perhitungan manual ada dua formula (rumus) uji T independen, yaitu uji T yang
variannya sama dan uji T yang variannya tidak sama.
Untuk varian sama gunakan formulasi berikut :

Sedangkan untuk varian yang tidak sama gunakan formulasi berikut :

Keterangan :
Xa = rata-rata kelompok a

Sb = Standar deviasi kelompok b

Xb = rata-rata kelompok b

na = banyaknya sampel di kelompok a

Sp = Standar Deviasi gabungan

nb = banyaknya sampel di kelompok b

Sa = Standar deviasi kelompok a
Dengan tiga faktor perlakuan yaitu :
Faktor pertama : Klon
Taraf

Faktor kedua : Jenis Tanaman

: K1 : PB 260
K2

: RRIM 921

Taraf : J1

: Sehat

J2

: KAS

Faktor ketiga : Formula
Z0

: Tanpa Formula

Z1

: Pakai Formula

Jumlah tanaman per perlakuan

:1

Jumlah kombinasi perlakuan

:8

Jumlah ulangan

: 2,3,4,5

Jumlah seluruh tanaman

: 30

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan Penelitian
Plotting area Penelitian dan Pengujian Sampel Tanah
Tahap awal dari penelitian ini adalah ploting areal penelitian. Tanaman
yang akan dijadikan tanaman sampel ditandai dengan jelas dengan cat minyak dan
diberi tali untuk menghindari kesalahan pengamatan dan agar tanaman yang
dijadikan tanaman sampel tidak disadap oleh penyadap. Adapun kriteria tanaman
yang akan dijadikan sampel adalah tanaman yang sehat dan yang mengalami KAS
parsial/sebagian (50%) yang tidak terserang penyakit. Tanaman dengan tahun
tanam 2006 dan sistem sadap yang digunakan adalah ½S d/3.
Pengacakan Perlakuan
Perlakuan diacak menggunakan metode pencabutan nomor sesuai dengan
banyak perlakuan yang dibutuhkan. Perlakuan terdiri dari 8 kombinasi perlakuan
kemudian banyak ulangan ditetapkan sesuai dengan keadaan dilapangan. Terdapat
30 sampel dari total keseluruhan.
Pengambilan Data Awal
Data awal diambil sebelum aplikasi dilakukan yaitu pada bulan Maret
sebagai data pembanding untuk keadaan aktivitas enzim peroksidase dan keadaan
fisiologi tanaman karet pada sebelum atau sesudah aplikasi. Data yang diambil
meliputi thiol, sukrosa, fosfat anorganik (Pi), protein dan peroksidase (POD).
Pembuatan Larutan Formula Antidepresan
Pembuatan larutan dilakukan sehari sebelum aplikasi yang terdiri dari
campuran unsur hara makro, unsur hara mikro 1 dan 2, gliserin, NAA dan Asam
askorbat dengan konsentrasi yang telah ditemukan kemudian campuran tersebut
ditera menjadi 1 liter menggunakan aquadest selanjutnya diatur pHnya berkisar
5,6 - 6,5.

Universitas Sumatera Utara

Perlakuan Pemberian Antidepresan
Kombinasi zat pengatur tumbuh yang diberikan sesuai dengan perlakuan
dioleskan pada bidang sadap tanaman menggunakan kuas sebanyak 10 ml.
Interval pemberian perlakuan adalah 1 kali dalam 2 minggu selama 3 bulan.
Pengamatan Peubah Fisiologi
Peubah fisiologi diamati dengan cara mengambil sampel dan kulit
kemudian dianalisi kadar sukrosa kulit, kadar fosfat anorganik kulit, kadar thiol
(R – SH) kulit. Pengamatan ini dilakukan pada saat 0, 1, 2

bulan setelah

pengaplikasian.
Pengamatan Peroksidase
Pengamatan kondisi tersebut diamati dengan cara mengambil sampel
lateks untuk melihat perubahan aktivitas enzimatiknya. Pengamatan dilakukan
pada bulan awal dan akhir penelitian.
Peubah Amatan
Thiol (R – SH) (µM)
Pengukuran thiol dilakukan berdasarkan prinsip reaksinya dengan asam
dithiobis – nitrobenzoat (DTNB) untuk membentuk TNB yang berwarna kuning
yang terabsorbansi pada λ 421 nm (nanometer) dengan spektrofotometer Beckman
DU 650 (Bobbiliof, 1923). Sampel kulit sebanyak 0,5 gram yang sudah diambil
ekstraknya melalui penggerusan menggunakan nitrogen cair dan Polyvinil
polypirilidone (PVPP). kemudian direndam pada larutan trikloro-asetat (TCA)
2,5% yaitu dengan melarutkan 2,5g TCA dalam 100 ml akuades sebanyak 4,5 ml
pada botol film. Larutan diamati berdasarkan metode diatas menggunakan
spectrofotometer UV/Vis. Pengamatan dilakukan pada bulan ke 0, 1 dan 2.

Universitas Sumatera Utara

Sukrosa (µM)
Analisis kandungan sukrosa kulit menggunakan metode Dische (1962)
yang telah dimodifikasi. Sampel kulit sebanyak 0,5 gram digerus menggunakan
nitrogen cair dan PVPP. kemudian direndam pada larutan trikloro-asetat (TCA)
2,5% yaitu dengan melarutkan 2,5g TCA dalam 100 ml akuades sebanyak 4,5 ml
pada botol film. Selanjutnya serumnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 150 µL. Sampel ditambahkan 350 µL TCA 2,5% dan 3 ml pereaksi
anthrone kemudian divorteks. Sampel dimasukkan ke dalam waterbath dengan
suhu 1000C selama 15 menit dan dipindahkan ke dalam air biasa hingga dingin.
Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 627 nm dengan menggunakan
spectrofotometer UV/Vis. Diukur pada 0, 1, 2 bulan pengaplikasian.
Fosfat Anorganik (Pi)
Diukur berdasarkan prinsip pengikatan oleh amonium

molibdad

(Taussky and Shorr, 1953). Sampel kulit sebanyak 0,5 gram digerus
menggunakan nitrogen cair dan PVPP. kemudian direndam pada larutan trikloroasetat (TCA) 2,5% sebanyak 4,5 ml pada botol film. Kemudian sampel
ditambahkan dengan pereaksi campur sehingga menjadi warna biru yang
kemudian

diukur

absorbannya

pada

λ

750

nm

(nanometer)

dengan

spektrofotometer UV/Vis. Pengamatan diukur pada 0, 1, dan 2 bulan
pengaplikasian.
Analisis Enzim Peroksidase (unit/mg)
Dimasukkan kedalam tube lateks sebanyak 1,5 ml dari masing-masing
sampel, kemudian di sentrifuse selama 15 menit dengan suhu 40C dan kecepatan
10.000 rpm. Kemudian diambil gumpalan lateks tersebut menggunakan pinset dan

Universitas Sumatera Utara

akan menyisakan serum. Selanjutnya diambil serum menggunakan mikropipet
sebanyak 0,1 ml dan ditambahkan kedalam tube yang berisi 1 ml CaCl2 (1:10).
lalu dihomogenkan menggunakan sentrifius dengan kecepatan 10000 rpm, dengan
suhu 4°C selama 15 menit. Pembuatan Larutan A phenol-aminoantipirine (larutan
fenol 810 mg dan amino antiphirine 25 mg dalam 50 ml air) dan larutan B dengan
mencampurkan 30% H2O2 ditambahkan dengan larutan Buffer MES pH 6
perbandingan 1:100 dengan konsentrasi akhir 0.01M. Larutan A dan B tidak dapat
dijadikan larutan stok. Pengukuran POD menggunakan spektrofotometer UV/Vis
dengan menambahkan 1.4 ml larutan A dan 1.5 ml larutan B kedalam kuvet 3 ml
yang lalu ditambahkan 200 µl ekstrak kedalam kuvet lalu aduk.Diukur pada
absorban 510 nm Perhitungan aktifitas peroksidase dihitung dengan rumus :
A510 = Af – Ai
A510 = unit POD dengan panjang gelombang 510 nm
Af = pembacaan peroksidase akhir (final)
Ai = pembacaan peroksidase awal (initial)
Unit POD
Aktivitas enzim peroksidase =
Protein terlarut
(Sumber : SOP. Plant Peroxidase Activity Determination, 1994).
Analisis Total Protein (g)
Analisis Total Protein menggunakan metode Bradford (1976) yaitu bahan
yang digunakan adalah serum lateks sebanyak 0,1 ml yang dimasukkan kedalam 1
ml buffer ekstrak yang kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4°C. Reagen Bradford dibuat dengan cara
menimbang 0.01 g coomasie brilian blue (CBB) G‐250. Campuran dilarutkan

Universitas Sumatera Utara

kedalam 5 ml etanol 98% , lalu ditambahkan 10 ml asam fosfor 85%.
Campuran

dihomogenkan

(dikocok

kuat)

lalu

disaring

dengan

kertas

saring dan disimpan dalam botol gelap dan suhu rendah. Stok pereaksi Bradford
harus diencerkan 5 kali sebelum digunakan.
Larutan standar protein dibuat dengan menimbang 0,01 g BSA
(bovine serum albumin) yang kemudian ditambahkan 10 ml buffer ektraks
sehingga

diperoleh

larutan

stok

BSA

dengan

konsentrasi 1000

ppm.

Kemudian larutan stok konsentrasi 1000 ppm diencerkan dengan melarutkan
0,5 ml larutan stok dilarutkan dengan ditambahkan 4,5 ml buffer ektraks
sehingga diperoleh larutan stok BSA 100 ppm.
Larutan

stok

tersebut digunakan membuat kurva standar dengan

konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 ppm. Pengukuran
standar protein dengan menambahkan 0.05 ml seri larutan standar dengan
2.5 ml reagen Bradford. Kemudian larutan divortex dan di inkubasi pada
suhu ruang selama 10‐60 menit. Larutan ini memberikan warna biru dan
dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Dengan menggunakan regresi
linear, akan didapatkan persamaan matematik untuk larutan standar protein.
Pengukuran sampel dilakukan dengan cara menambahkan 0.05 ml
ekstrak enzim kasar dengan 2.5 ml reagen Bradford divortex dan diinkubasi pada
suhu ruang selama 10‐60 menit. Absorbansi Larutan sampel protein dibaca
pada panjang gelombang 595 nm (Anam, 2011).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengamatan diperoleh nilai rataan thiol, fosfat anorganik (Pi),
sukrosa, protein dan aktivitas enzim peroksidase (POD) (Tabel 1).
Tabel 1. Rataan Thiol, Fosfat Anorganik (Pi), Sukrosa, Protein dan Nilai Aktivitas
Enzim Peroksidase (POD)
B
POD
u
Thiol
Pi
Sukrosa Protein
KRITERIA
(Unit/mg
l
(µM)
(µM)
(µM)
(g)
protein)
a
n
0 0,815 261,107
39,596
41,049
1,050
RRIM
1 0,245
14,057
40,899
921
2 0,913
16,147
17,445
50,689
0,194
Klon
0 1,045
5,437
47,262
64,232
0,324
PB 260 1 0,388
19,267
24,638
2 0,478
7,573
30,281
58,015
0,522
0 0,931 107,521
43,566
48,293
0,331
15,961
29,887
SEHAT 1 0,464
2 0,507
11,300
28,008
60,293
0,334
Jenis
Tanaman
0 0,929 155,803
43,309
56,444
0,998
KAS
1 0,187
17,275
35,290
2 0,860
12,350
20,236
49,153
0,379
0 0,843 140,700
38,013
56,669
0,292
TANPA 1 0,183
16,320
34,810
2 0,589
10,717
23,468
50,533
0,297
Formula
0 1,017 125,843
48,844
48,611
1,081
PAKAI 1 0,302
19,263
32,151
2 0,449
13,003
24,258
58,171
0,419
Keterangan : 0 = Maret, 1 = April dan 2 = Mei.
Selama musim gugur daun, nilai rataan kandungan thiol berdasarkan klon
tertinggi terdapat pada klon PB 260 bulan ke-0 yaitu 1,045 µM dan terendahnya
pada bulan ke-1 yaitu 0,388 µM. Klon RRIM 921 nilai tertingginya juga terdapat
pada bulan ke-0 yaitu 0,815 µM dan terendahnya yaitu 0,245 µM pada bulan ke1. Perubahan nilai thiol berdasarkan klon terlihat pada Grafik 1 :

Universitas Sumatera Utara

1,2

Thiol (µM)

1
0,8
0,6
RRIM921

0,4

PB260

0,2
0
0

1

2

Bulan ke-

Fosfat anorganik (Pi) (µM)

Grafik 1. Perbandingan nilai Thiol Antar Klon
300
250
200
150
PB260

100

RRIM921

50
0
0

1

2

Bulan KeGrafik 2. Perbandingan Nilai Fosfat Anorganik Antar Klon
Selama musim gugur daun menunjukkan bahwa nilai rataan nilai Pi untuk
klon RRIM 921 pada bulan ke-0 adalah 261,107 µM, mengalami penurunan yang
signifikan pada bulan ke-2 menjadi 14,057 µM dan pada bulan ke-2 mengalami
kenaikan menjadi 16, 147 µM. Sementara kandungan Pi klon PB260 relatif lebih
stabil, pada bulan ke-0 adalah 5,437 µM, yang lebih rendah daripada bulan ke-1
yang berada di kisaran 19,267 µM, dan menurun kembali pada bulan ke- 2 yang

Universitas Sumatera Utara

adalah 7,573 µM. Secara umum kandungan Pi pada RRIM 921 lebih tinggi

Sukrosa (µM)

daripada PB 260 pada musim gugur daun.
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

RRIM921
PB260

0

1

2

Bulan KeGrafik 3. Perbandingan Nilai Sukrosa Antar Klon
Seperti halnya kandungan thiol dan Pi, kandungan sukrosa juga mengalami
perubahan selama 3 bulan pengamatan. Adapun kandungan sukrosa untuk PB 260
tertinggi adalah pada bulan ke-0 yaitu sebesar 47,262 µM, kemudian bulan ke-1
mengalami penurunan yaitu menjadi 24,637 µM, dan meningkat kembali pada
bulan ke-2 menjadi 30,281 µM. Sedangkan untuk RRIM 921 nilai tertingginya
terdapat pada bulan ke-1 yaitu 40,899 µM, bulan ke-0 yaitu 39, 596 µM, dan pada
bulan Mei mengalami penurunan menjadi 17, 445 µM (Grafik 3). Dari grafik
diatas dapat diketahui bahwa kandungan sukrosa pada kedua klon RRIM 921 dan
PB 260 mengalami penurunan pada bulan ke-1 dan menaik pada bulan ke-2.
Pada klon RRIM 921, kandungan protein pada bulan ke-0 dan ke-2
cenderung dari 41,049 g menjadi 50,689 g. Sebaliknya untuk klon PB 260
cenderung mengalami penurunan yaitu dari 64,232 g menjadi 58,015 g. Hal ini
dapat terlihat pada Grafik 4.

Universitas Sumatera Utara

70

Protein (g)

60
50
40
30

RRIM921

20

PB260

10
0
0

2
Bulan ke-

Grafik 4. Perbandingan Nilai Protein Antar Klon
Berbanding terbalik dengan kandungan protein, aktivitas POD pada klon
RRIM 921 mengalami penurunan yaitu pada bulan ke-0 1,050 unit/mg protein
menjadi 0,150 unit/mg protein pada bulan ke-2. Sedangkan untuk PB 260
cenderung mengalami kenaikan yaitu 0,324 unit/mg protein pada bulan ke-0
menjadi 0,522 unit/mg protein pada bulan ke-2 (Grafik 5).

POD (Unit/mgprotein)

1,2
1
0,8
0,6
RRIM921

0,4

PB260

0,2
0
0

2
Bulan ke-

Grafik 5. Perbandingan Aktivittas POD Antar klon
Pada Tanaman sehat ataupun yang mengalami KAS kandungan thiol
terendah berubah sesuai bulan pengamatan. Pada bulan ke-0 kandungan berturut-

Universitas Sumatera Utara

turut adalah 0,931 µM dan 0,929 µM. Untuk bulan ke-1 menurun menjadi
0,464 µM dan 0,187 µM. Kemudian pada bulan ke-2 tanaman sehat sedikit
mengalami peningkatan yaitu menjadi 0,507 µM dan tanaman KAS meningkat

Thiol (µM)

secara drastis menjadi 0,860 µM (grafik 6)
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

SEHAT
KAS

0

1

2

Bulan ke-

Fosfat anorganik (µM)

Grafik 6. Perbandingan Nilai Thiol Antara Sehat dan KAS
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

SEHAT
KAS

0

1

2

Bulan keGrafik 7. Perbandingan Nilai Pi Antara Sehat dan KAS
Pola kandungan Pi Antara tanaman Sehat dan KAS relatif sama yaitu
mengalami penurunan di bulan ke-1 dan bulan ke-2. Kandungan tertinggi terdapat
pada bulan ke-0 yaitu berturut-turut 155,803 µM dan 140,700 µM. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

pada bulan ke-1menjadi 15,961 µM dan 17,275 µM dan pada bulan ke-2 menjadi
11,300 µM dan 12,350 µM. Kandungan Pi pada tanaman sehat umumnya lebih

Sukrosa (µM)

rendah dari pada tanaman yang terserang KAS (Grafik 7).
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

SEHAT
KAS

0

1

2

Bulan keGrafik 8. Perbandingan Nilai Sukrosa Antara Sehat dan KAS
Pada awal percobaan kandungan sukrosa untuk tanaman sehat maupun
KAS masih relatif tinggi berturut-turut adalah pada 43,566 µM dan 43,899 µM,
kemudian bulan ke-1 mengalami penurunan yaitu menjadi 29,887 µM dan
35,290 µM, dan terus menurun pada bulan ke-2 menjadi 28,008 µM pada tanaman
sehat sedangkan pada tanaman yang mengalami KAS menjadi 20,236 µM
(Grafik 8).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kandungan Protein berdasarkan
faktor jenis tanaman adalah untuk tanaman sehat cenderung mengalami kenaikan
yaitu pada bulan ke-0 yaitu 48,293 g menjadi 60,293 g pada bulan ke-2.
Sedangkan untuk tanaman yang mengalami Kering Alur Sadap (KAS) kandungan
protein memiliki kecenderungan naik. Proteinnya pada bulan ke-0 adalah 56,444 g
dan pada bulan Mei menjadi 49,153 g (Grafik 9).

Universitas Sumatera Utara

70

Protein (g)

60
50
40
30

SEHAT

20

KAS

10
0
0

2
Bulan ke-

Grafik 9. Perbandingan Nilai Protein Antara Sehat dan KAS

POD (Unit/mgprotein)

1,2
1
0,8
0,6
SEHAT

0,4

KAS

0,2
0
0

2
BULAN

Grafik 10. Perbandingan Aktivitas POD Antara Sehat dan KAS
Aktivitas POD pada tanaman sehat lebih stabil dibandingkan tanaman
yang mengalami KAS. Pada bulan ke-0 kandungan aktivitas POD yaitu 0,331
unit/mg protein lebih rendah dibandingkan nilai pada bulan Mei yaitu 0,334
unit/mg protein. Sedangkan untuk tanaman KAS nilai POD pada bulan Maret
0,998 unit/mg protein menurun drastis menjadi 0,379 unit/mg.
Untuk nilai thiol berdasarkan penggunaan formulanya pada bulan ke-0 dan
ke-1 perlakuan pakai formula lebih tinggi dibandingkan yang tanpa formula yaitu

Universitas Sumatera Utara

Maret 1,017 µM dan 0,302 µM sedangkan yang tanpa formula adalah
0,843 µM dan 0,183 µM. Dan untuk bulan Mei tanaman yang pakai formula lebih
rendah dari tanpa formula yaitu 0,589 µM dan 0,449 µM (Grafik 11).
1,2

Thiol (µM)

1
0,8
0,6
TANPA

0,4

PAKAI

0,2
0
0

1

2

Bulan ke-

Fosfat anorganik (µM)

Grafik 11. Perbandingan Nilai Thiol Akibat Penggunaan Formula
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

SEHAT
KAS

0

1

2

Bulan keGrafik 12. Perbandingan Nilai Pi Akibat Penggunan Formula
Grafik 12 menunjukkan bahwa nilai Pi setiap bulannya mengalami
penurunan baik yang menggunakan formula ataupun yang tanpa penggunaan
formula. Pada bulan ke-0 nilai Pi yang tanpa penggunaan formula adalah
140,700 µM, kemudian turun pada bulan ke-1menjadi 16,320 µM, dan turun juga

Universitas Sumatera Utara

pada bulan ke-2 menjadi 10,717 µM. Sementara kandungan Pi yang menggunakan
formula berturut-turut adalah 125,843 µM, 19,263 µM dan 13,003 µM.
60

Sukrosa (µM)

50
40
30
TANPA
20

PAKAI

10
0
0

1

2

Bulan keGrafik 13. Perbandingan Nilai Sukrosaa Akibat Penggunaan Formula
Kandungan sukrosa mengalami kecenderungan menurun setiap bulannya.
untuk tanpa penggunaan formula tertinggi adalah pada bulan ke-0 yaitu sebesar
38,013 µM, kemudian bulan ke-1 mengalami penurunan yaitu menjadi 34,810
µM, dan terus menurun pada bulan ke-2 menjadi 23,468 µM. Untuk penggunaan
penggunaan formula nilai tertingginya terdapat pada bulan ke-0 yaitu 48,844 µM,
tidak jauh berbeda dengan rataan nilai bulan ke-1 yaitu 32,151 µM, dan pada
bulan ke-2 mengalami penurunan menjadi 24,258 µM (Grafik 13).
Kandungan protein tanpa formula dan pakai formula adalah berbanding
terbalik. Pada perlakuan tanpa formula kandungan protein mengalami penurunan
berturut-turut 56,669 g dan 50,533 g. Sementara pakai formula pada bulan ke-0
adalah 48,611 g dan pada bulan ke- 2 meningkat menjadi 58,171 g. Pada bulan ke0 nilai protein apabila dibandingkan antara tanpa dan pakai formula mengalami
penurunan sebaliknya pada bulan ke-2 mengalami kenaikan (Grafik 14).

Universitas Sumatera Utara

Protein (g)

60
58
56
54
52
50
48
46
44
42

TANPA
PAKAI

0

2
Bulan ke-

Grafik 14. Perbandingan Nilai Protein Akibat Penggunaan Formula

POD (Unit/mgprotein)

1,2
1
0,8
0,6
TANPA

0,4

PAKAI

0,2
0
0

2
Bulan ke-

Grafik 15. Perbandingan Nilai POD Akibat Penggunaan Formula
Aktivitas POD pada tanaman yang diperlakukan tanpa formula relatif lebih
stabil sedangkan pada perlakuan pakai formula aktivitas POD menurun drastis.
Untuk perlakuan tanpa formula pada bulan ke-0 adalah 0,292 unit/mg protein
sedangkan untuk perlakuan pakai formula adalah 1,081 unit/mg protein. Untuk
bulan ke-2 perlakuan tanpa formula memiliki nilai sebesar 0,297 unit/ mg protein
yaitu lebih rendah dibandingkan pada perlakuan pakai formula yaitu 0,419 mg.
Umumnya aktivitas POD tanpa formula lebih rendah dibanding pakai formula.

Universitas Sumatera Utara

Hasil uji t pada parameter diperoleh seperti yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji t Rataan Thiol, Fosfat Anorganik (Pi), Sukrosa, Protein dan Nilai
Aktivitas Enzim Peroksidase (POD)
Kriteria
Bulan
Parameter
Signifikan
Thiol
0
0.308tn
Pi
0.000**
Sukrosa
0.239tn
Protein
0.082tn
POD
0.339tn
Thiol
1
0.265tn
Pi
RRIM 921 vs PB 260
0.081tn
Sukrosa
0.000**
Thiol
2
0.021*
Pi
0.000**
Sukrosa
0.000**
Protein
0.559tn
POD
0.048*
0
Thiol
0.334tn
Pi
0.349tn
Sukrosa
0.572tn
Protein
0.546tn
POD
0.357tn
1
Thiol
0.026*
SEHAT vs KAS
Pi
0.670tn
Sukrosa
0.177tn
2
Thiol
0.058tn
Pi
0.624tn
Sukrosa
0.012*
Protein
0.384tn
POD
0.785tn
0
Thiol
0.340tn
Pi
0.784tn
Sukrosa
0.001**
Protein
0.555tn
POD
0.298tn
1
Thiol
0.033*
TANPA vs PAKAI
Pi
0.824tn
Sukrosa
0.306tn
2
Thiol
0.273tn
Pi
0.281tn
Sukrosa
0.810tn
Protein
0.543tn
POD
0.475tn
Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut uji t 5%

Universitas Sumatera Utara

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perbandingan antara klon RRIM
921 dengan PB 260 yang nyata hanya pada parameter Pi pada bulan ke-0 yaitu
dengan nilai signifikan sebesar 0.000, pada bulan ke-1 terdapat pada parameter
sukrosa dengan nilai signifikan sebesar 0.000 sedangkan pada bulan ke-2 antar
klon berbeda nyata pada parameter thiol dengan nilai signifikan 0.021, Pi dengan
nilai signifikan 0.000, sukrosa dengan nilai signifikan 0.000 dan POD dengan
nilai signifikan 0.048.
Perbandingan berdasarkan jenis tanaman sehat dan KAS yang memiliki
perbedaan nyata adalah thiol pada bulan ke-1 dengan nilai signifikan 0.026 dan
sukrosa pada bulan ke-2 dengan nilai signifikan 0.012. sedangkan untuk
parameter lainnya tidak berbeda nyata.
Untuk perbandingan berdasarkan tanpa dan pakai formula yang berbeda
nyata terdapat pada parameter thiol pada bulan ke-1 dengan nilai signifikan 0.033
sedangkan untuk parameter lainnya terdapat perbedaan tetapi tidak menurut uji t
5% tidak berbeda nyata.
Uji Korelasi
Hasil uji korelasi dari nilai thiol, fosfat anorganik (pi), sukrosa, protein dan
nilai aktivitas enzim peroksidase (POD) Pada Bulan Mei (Tabel 3).
Tabel 3. Uji Korelasi Bulan Mei
THIOL
PI
THIOL

1

0,534*

SUKROSA

PROTEIN

POD

-0,134

-0,160**

-0,062**

0,534*
1
-0,473*
-0,156
-0,098**
PI
-0,134
-0,473*
1
0,093
0,257
SUKROSA
-0,160**
-0,156
0,093
1
-0,529**
PROTEIN
-0,062** -0,098**
0,257
-0,529**
1
POD
Keterangan : Angka yang diikuti * menunjukkan berbeda nyata menurut uji t 5%

Universitas Sumatera Utara

Pada Tabel 3 yang menunjukkan matriks korelasi antara parameter bulan
Mei dapat diketahui bahwa antara Thiol dan Pi memiliki korelasi positif dengan
nilai 0.533, Thiol dan Sukrosa berkorelasi negatif dengan nilai 0.134, thiol dan
protein memiliki korelasi negatif dengan nilai 0.160, dan Thiol dengan POD
memiliki korelasi negatif dengan nilai 0.615, Pi dengan Sukrosa memiliki korelasi
negatif dengan nilai 0.473, Pi dan Protein memiliki korelasi negatif dengan nilai
0.156, Pi dengan POD memiliki korelasi negatif dengan nilai 0.983, Protein
dengan sukrosa memiliki korelasi positif dengan nilai 0.923, Sukrosa dengan POD
memiliki korelasi positif dengan nilai 0.257, dan Protein dengan POD memiliki
korelasi negatif dengan nilai 0.529. Hal ini dapat terlihat pada diagram dibawah
ini :

KORELASI ANTAR PARAMETER
THIOL
100,000%

53,366%

PI

SUKROSA

100,000%

PROTEIN

100,000%

POD

100,000%

100,000%

53,366%

25,706%
9,258%

Thiol-6,154%
-13,362%
-16,009%

Pi

Sukrosa

-9,825%
-15,582% -13,362%

-47,335%

25,706%
9,258%

Protein

POD

-6,154%
-9,825%

-15,582%
-16,009%

-47,335%
-52,908%

-52,908%

Diagram 1. Korelasi Antar Parameter

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Dari hasil penelitian rataan thiol antara klon RRIM 921 tidak berbeda
nyata dengan dengan klon PB 260 pada bulan ke-0 dan ke-1 sedangkan pada
bulan ke-2 berbeda nyata yaitu dengan nilai RRIM 921 adalah 0,913 lebih tinggi
dibandingkan PB 260 yang adalah 0,478 dengan nilai signifikan 0,021.
Berdasarkan jenis tanamannya pada tanaman sehat juga tidak berbeda nyata
dengan tanaman yang mengalami Kering Alur Sadap (KAS) pada bulan ke-0 dan
ke-2 sedangkan pada bulan ke-1 berbeda nyata dengan nilai signifikan 0,045
dimana konsentrasinya adalah tanaman sehat 0,464 memiliki nilai lebih tinggi
dibandingkan tanaman yang mengalami KAS yaitu 0,187. Kemudian berdasarkan
penggunaan formulanya pada perlakuan tanpa formula tidak berbeda nyata dengan
yang pakai formula pada bulan ke-0 dan ke-2 dan berbeda nyata pada bulan ke-1
dengan nilai signifikan 0,033 dengan konsentrasi pada perlakuan tanpa formula
0,183 lebih rendah dibandingkan yang memakai formula yang sebesar 0,302. Dari
data diatas dapat kita lihat pada musim gugur daun setiap bulannya kadar thiol
pada kulit tanaman karet yang berfungsi sebagai antioksidan memiliki kisaran 0,1
sampai 0,9 dan dapat berubah karena faktor keadaan lingkungan, jenis tanaman
serta pemberian antidepresan. Menurut Sumarmadji dan Tistama (2004) thiol
lateks berkisar 0,4-0,9 µM. Kadar setiap komponen dapat mengalami perubahan
sesuai dengan faktor lingkungan ataupun terserang patogen, hama penyakit, dan
gangguan fisiologis.
Pada awal musim gugur daun, nilai thiol pada bulan ke-0 untuk klon PB 260
dan RRIM 921 cenderung tinggi yaitu 1,045 µM dan 0,815 µM. Kandungan yang
tinggi ini disebabkan oleh respon klon terhadap perubahan iklim yang mulai

Universitas Sumatera Utara

mengering. Gohet et al., (1996) mengatakan Thiol (R-SH) berfungsi sebagai
antioksidan, sehingga stress oksidatif sebagai akibat aktifnya metabolisme dalam
sel dapat ditekan. Kadar R-SH yang rendah menunjukkan terlalu intensifnya
eksploitasi sehingga perlu dikurangi dengan menurunkan intensitas sadapan
maupun stimulasi. Dari hasil penelitian dapat diambil kisaran thiol pada tanaman
sehat adalah 0,4-0,5 µM sedangkan tanaman sakit adalah 0,8 µM.
Dari Tabel 1 dapat kita ketahui bahwa pada awal musim gugur daun
terjadi aktivitas POD yang tinggi pada klon RRIM 921 (metabolisme rendah)
yaitu 1,050 unit/mg protein. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai POD
klon PB 260 (metabolisme tinggi) yaitu 0,324 unit/mg protein. Tetapi untuk
kandungan thiolnya klon PB 260 lebih tinggi dibandingkan RRIM 921 dengan
nilai berturut-turut adalah 1,045 dan 0,815. Kondisi ini menggambarkan adanya
mekanisme yang berbeda dalam menghadapi cekaman antar klon PB 260 dan
RRIM 921, thiol dan POD sama-sama merupakan antioksidan pada tanaman,
tetapi pada metabolisme tinggi mengutamakan fungsi thiol dalam mengendalikan
cekaman sedangkan pada tanaman metabolisme rendah lebih mengutamakan
POD. Sehingga dua antioksidan itu kemungkinan besar dapat dimanfaatkan untuk
pendeteksi dini sifat-sifat metabolisme klon-klon karet. Wibowo (2016)
mengatakan Tanaman karet dengan metabolisme rendah memiliki tingkat
pemulihan terhadap KAS lebih baik dibandingkan tanaman karet dengan
metabolisme tinggi. Hal tersebut diduga berkaitan dengan tipe metabolisme
masing-masing klon. Tanaman karet metabolisme rendah memiliki respon
fisiologis yang lebih rendah sehingga memiliki tingkat stress fisiologis yang lebih
rendah dibandingkan tanaman karet metabolisme tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Pada Rataan Fosfat Anorganik (Pi) nilai berbeda sangat nyata terdapat
pada pengamatan antar klon pada bulan ke-0 dan ke-2 antara klon RRIM 921 dan
PB 260 dengan nilai signifikant 0.000 dimana konsentrasi untuk nilai Pi pada
bulan ke-2 berdasarkan klon RRIM 921 adalah 16,147 lebih tinggi dibandingkan
PB 260 yang adalah 7,573. Begitu juga Pada Rataan sukrosa nilai berbeda sangat
nyata terdapat pada pengamatan antar klon pada bulan ke-2 antara klon RRIM
921 dan PB 260 dengan nilai signifikant 0.000 untuk nilai sukrosa pada bulan ke2. berdasarkan klon, RRIM 921 adalah 17,445 lebih rendah dibandingkan PB
260 yang adalah 30,281. Dapat dilihat bahwa nilai Pi dan Sukrosa adalah
berbanding terbalik. Hal ini dapat didukung juga dengan uji korelasi sukrosa dan
Pi yang memiliki korelasi negatif sebesar 47,335%. Pi berfungsi sebagai
fosforilasi dan sebagai pembentuk energi sedangkan sukrosa adalah bahan baku
proses fotosintesis. Lacote (2007) yang mengatakan bahwa pada kadar Pi rendah
dan sukrosa tinggi terjadi pada klon berproduksi rendah yang menunjukkan
rendahnya aktivitas metabolisme lateks. Ini berbeda dengan metabolisme yang
terjadi pada kulit yang menunjukkan sebaliknya. Hal ini dapat juga terjadi karena
pengamatan dilakukan pada bulan Mei yaitu pada masa gugur daun dimana klon
slow stater (RRIM 921) relatif lebih tahan terhadap masa kekeringan dan kulit
pulihannya tebal. Siregar et al (2008) mengatakan bahwa ciri khas klon slow
stater yaitu mencapai puncak produksi di pertengahan penyadapan, tanggap
stimulan, relatif tahan over eksploitasi dan kulit pulihannya tebal serta menurut
Sathik et al (2011) klon karet RRIM 600 dan RRII 430 diketahui lebih toleran
selama kondisi kekurangan air di lapang yang dialami selama musim panas.

Universitas Sumatera Utara

Adapun kisaran nilai protein adalah pada bulan ke-0 berdasarkan klon,
RRIM 921 adalah 41,049 lebih rendah dibandingkan PB 260 yang adalah 64,232,
berdasarkan jenis tanamannya tanaman sehat 48,293 memiliki nilai lebih rendah
dibandingkan tanaman yang mengalami KAS yaitu 56,444 dan pada perlakuan
tanpa formula 56,669 lebih tinggi dibandingkankan yang memakai formula yang
sebesar 48,611. Dan untuk nilai protein pada bulan ke-2 berdasarkan klon, RRIM
921 adalah

50,689 lebih rendah dibandingkan PB 260 yang adalah 58,015,

berdasarkan jenis tanamannya tanaman sehat 60,293 memiliki nilai lebih tinggi
dibandingkan tanaman yang mengalami KAS yaitu 49,153 dan pada perlakuan
tanpa formula 50,533 lebih tinggi dibandingkankan yang memakai formula yang
sebesar 58,171. Jumlah protein pada setiap klon tanaman lain memiliki kisaran
yang berbeda. Klon RRIM 921dan PB 260 memiliki kisaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan klon RRIM 623. Hal ini sesuai dengan Gohet et a., (1996)
yang mengatakan bahwa pada klon RRIM 623 yang berasal dari Malaysia, kulit
karet memiliki kandungan K+ yaitu 186,7 µM, Pi sebesar 20,3 Mg+ sebesar 27,5
µM, Ca+ adalah 15,5 µM, Na+ yaitu 2,9 µM, dan untuk nilai total protein adalah
67 mg/unit, serta nilai sukrosa adalah 18-27 mg/mol.
Pada bulan ke-0 Nilai POD berdasarkan jenis tanamannya tanaman sehat
0,331 memiliki nilai lebih rendah dibandingkan tanaman yang mengalami KAS
yaitu 0,998 dan pada bulan ke-2 nilai POD tanaman sehat 0,334 memiliki nilai
lebih rendah juga dibandingkan tanaman yang mengalami KAS yaitu 0,379. Hal
ini sesuai dengan POD yang umumnya berperan dalam mekanisme pertahanan
terhadap penyakit dan cekaman lingkungan. tingkat peroksidase yang tinggi
menunjukkan keterkaitannya dalam perbaikan stres melalui detoksifikasi karena

Universitas Sumatera Utara

pada bulan ke-0 dan ke-2 masih dalam masa gugur daun yang berarti masa
cekaman kekeringan. Hal ini sesuai dengan literatur Sathik et al (2011) yang
mengatakan bahwa Pada tanaman karet, ada tiga gen yang terekspresi saat suatu
klon tercekam kekeringan, yaitu Peroksidase, tingkat peroksidase yang tinggi
menunjukkan keterkaitannya dalam perbaikan stres melalui detoksifikasi Species
oksigen reaktif (ROS) yang diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman
mengalami kekeringan yang dikombinasikan dengan suhu dan cahaya tinggi.
Nilai sukrosa pada bulan ke-0 perlakuan tanpa formula 38,013 lebih
rendah dibandingkankan yang memakai formula yang sebesar 48,844 (sebelum
aplikasi). Pada bulan ke-1 perlakuan tanpa formula 34,810 lebih tinggi
dibandingkankan yang memakai formula yang sebesar 32,151. dan pada bulan ke2 perlakuan tanpa formula 23,468 lebih rendah dibandingkankan yang memakai
formula yang sebesar 24,258. Dari data diatas dapat kita ketahui bahwa
penggunaan formula dapat menurunkan nilai sukrosa. Nilai sukrosa yang rendah
akan mengindikasikan bahwa metabolisme sangat intensif. Kuswanhadi et al
(2009) mengatakan sukrosa merupakan bahan utama dalam pembentukan lateks.
Kadar sukrosa yang rendah menunjukkan bahwa metabolisme sangat intensif.
Selain itu sukrosa dan Pi memiliki korelasi negatif yang berarti nilai Pi akan
semakin tinggi, yang berarti metabolisme tinggi menyebabkan produksi tinggi.
Hal ini sesuai dengan literatur Gohet and Jacob (2008) yang mengatakan bahwa
Pada umumnya produksi tanaman makin tinggi dengan semakin tingginya kadar
Pi dalam lateks.
Pada umumnya hampir semua parameter mengalami kenaikan nilai akibat
tanpa penggunaan dan pemaikaian formula. Akan tetapi yang berbeda nyata

Universitas Sumatera Utara

adalah thiol bulan ke-1. Sebagai contoh Rataan nilai thiol pada bulan april tanpa
formula adalah 0,183 sedangkan pakai formula adalah 0,302. Hal ini diduga
karena pengaruh antidepresan yang mengandung asam askorbat yang memiliki
peran dalam meningkatkan metabolisme tanaman. Mc Kersie dan Leshem (1994)
mengatakan bahwa askorbat berperan penting dalam beberapa proses fisiologis
tanaman diantaranya adalah pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. Selain
itu askorbat juga berfungsi sebagai pereduktor untuk beberapa radikal bebas
sehingga dapat meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh oxidative stres.
Pengamatan nilai aktivitas POD pada bulan ke-0 tanaman sehat sebesar
0,331 sedangkan pada bulan ke-2 menjadi 0,334. Sedangkan untuk tanaman yang
mengalami KAS nilai aktivitas PODnya mengalami penurunan yaitu dari 0,998
menjadi 0,379. Sedangkan pada perlakuan tanpa formula nilai PODnya berturutturut adalah 0,292dan 0,297. Dan untuk perlakuan pakai formula menjadi 1,081
dan 0,419. Dari data diatas dapat kita dapatkan bahwa kisaran POD pada tanaman
sehat adalah 0,2-0,4 unit/mg protein. Sedangkan untuk tanaman KAS adalah
< 0,2 - >0,9 unit/mg protein. Tingginya nilai POD ini dikarenakan enzim POD
merupakan enzim yang pertama kali mengubah senyawa radikal bebas sehingga
pada jaringan sakit intensitasnya paling tinggi. Menurut Agrios (2005) pada
tanaman yang tahan terjadi peningkatan aktivitas peroksidase, sedangkan pada
tanaman yang peka tidak ada perubahan atau bahkan turun dibandingkan dengan
keadaan sehat. Enzim tersebut paling tinggi intensitasnya di dalam jaringan luka
atau sakit.
Nilai korelasi antara POD dan protein mencapai 52,908%. Hal ini karena
setiap enzim terbentuk dari molekul protein. Lakitan (1993) mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

semua enzim yang terlibat dalam reaksi-reaksi metabolisme adalah protein tetapi
tidak berarti bahwa semua protein adalah enzim. Keberadaan POD sebagai enzim
antioksidan adalah untuk mencegah senyawa radikal bebas yang menyerang
tanaman karet sehingga tidak terjadi penggumpalan pada aliran lateks yang
merupakan salah satu indikasi terjadinya KAS. Menurut Siswanto (1994)
terjadinya koagulasi dalam pembuluh lateks disebabkan oleh adanya degradasi
membran lutoid oleh senyawa ROS seperti O2-, H2O selanjutnya senyawa yang
terkandung dalam lutoid akan dibebaskan sehingga menyebabkan koagulasi.
Astuti (2008) mengatakan untuk mengatasi cekaman tersebut, tanaman karet
meningkatkan aktivitas askorbat peroksidase (APX; EC 1.11.1.9). Enzim tersebut
berperan dalam detoksifikasi ROS invivo, dan berperan dalam ketahanan terhadap
cekaman dan/atau mengatur lamanya aliran lateks. Oleh karena hal ini enzim
peroksidase sering diindikasikan sebagai Gen ketahanan hipersensitif yang
dominan diekspresikan pada tanaman adalah gen penyandi enzim peroksidae dan
polifenol peroksidase. Kedua enzim tersebut lebih umum berperan dalam
mekanisme pertahanan terhadap penyakit sehingga aktivitasnya dijadikan sebagai
induksi ketahanan (Saravanan et al., 2004).

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Ada perbedaan nyata nilai akibat perbedaan klon RRIM 921 dan PB 260
yaitu terlihat pada nilai pi (bulan ke-0 dan 2), thiol (bulan ke-2), sukrosa
(bulan ke-1 dan 2), dan POD (bulan ke-2)

2.

Tanaman KAS memiliki kandungan thiol, sukrosa yang lebih rendah dari
tanaman sehat sementara Pi, POD, Protein cenderung lebih tinggi

3.

Penggunaan formula cenderung menaikkan nilai thiol, Pi, protein dan
aktivitas POD

4.

Kisaran nilai Thiol pada kulit adalah 0,1-0,9 µM, Pi adalah 4-20 µM dan
sukrosa adalah 24-60 µM, Protein 40-65 mg/unit dan POD 0,1-1 unit/mg
protein. Konsentrasinya dapat berubah sesuai faktor lingkungan ataupun
terserang patogen, hama penyakit, dan gangguan fisiologis

5.

Korelasi positif terjadi pada parameter thiol dan pi 0.534, sukrosa dan
protein 0.926, dan sukrosa dengan POD 0.257, Adapun korelasi negatif
terlihat pada thiol dan sukrosa 0.134 thiol dan protein 0.160, thiol dan POD
0.615 pi dan sukrosa 0.473 pi dan protein 0.156 protein dan protein dan
POD 0.529

Saran
Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan untuk mengetahui tentang korelasi
antara aktivitas enzim dan fisiologi yang terdapat dikulit dengan yang terdapat di
lateks dan dihubungkan dengan produksi serta ketahanan terhadap penyakit
khususnya Kering Alur Sadap serta perlu dilakukan penelitian lanjutan pemberian
antidepresan terhad

Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

0 0 14

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

0 0 2

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

0 0 4

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

0 0 17

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

0 0 5

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Fisiologi Kulit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Klon PB 260 dan RRIM 921 Dengan Pemberian Antidepresan Pada Musim Gugur Daun

0 0 6