Verifikasi hotspot dan identifikasi kebakaran vegetasi melalui deteksi pencilan data deret waktu NDVI

ABSTRAK
DYAH RETNO PANUJU. Verifikasi Hotspot dan Identifikasi Kebakaran Vegetasi
melaii Deteksi Pencilan Data Deret Waktu NDVI. Dibimbing oleh BUD1
SUSETYO dan lMAHMUD AMFIN RAIMADOYA.
Fenomena kebakaran hutan merupakan peristiwa jamak di daerah kutub, subtropis
dan tropis seperti Indonesia. Kejadian kebakaran dimonitor dengan satelit NOAA dm
data disajikan sebagai sebaran hotspot. Data hotspot ditetapkan dari kana1 termal
dengan suhu ambang yang ditetapkan secara arbitrer oleh penyedia data, sehingga
ketidakpastian hotspot sebagai indikator kejadian kebakaran relatif tinggi. Oleh karena
itu diperlukan teknik untuk memverifkasi hotspot sebagai api aktif. Disamping itu juga
dibutuhkan identifikasi kejadian kebakaran yang telah lampau. Verifikasi hotspot yang
telah dilakukan umumnya melalui pengecekan langsung, atau dengan dukungan citra
resolusi sedang sampai tinggi. Namun, efektifitas relatif rendah karena fiekuensi dan
sebaran hotspot sangat luas, serta pennasalahan terkait dengan perputaran citra satelit
citra resolusi tinggi. Analisis deret waktu secara statistik menawwkan teknik untuk
memonitor dinamika suatu peubah. Kebakaran yang tejadi karena api aktif
dihipotesiskan akan mengubah pola deret w a h peubah tertentu yang dirusak oleh api.
Pada kebakaran vegetasi, api akan mengubah pola deret dari pewakil peubah vegetasi.
Salah satu peubah vegetasi yang banyak digunakan adalah NDVI (Nonnalised
Dtrerence Vegetation Index). Jika hotspot diasumsikan api aktif maka akan mengubah
pola deret NDVI. Hotspot sendiri merupakan kejadian tak biasa yang mempengaruhi

deret NDVI clan pengaruhnya teridentifikasi melalui kemuhculan pencilan &lam deret.
Pola NDVI tklah diidentifikasi sebelumnya menurjukkan gejala seasonality. Dengan
menggunakan prosedur XlZARIMA yang mampu merupakan rnetode penyesuaian
musiman dm mendekomposisikan deret pada tiga komponen utarna yaitu trend,
seasonal, clan irregular pencilan deret waktu NDVI akan diidentifikasi dengan terlebih
dahulu memahami poIa umum deret tanpa pengaruh hotspot dan kebakaran. Hasil
pemodelan dengan menggunakan data deret NDVI dari citra SPOT VEGETATION,
menunjukkan pola deret data sangat bervariasi tergantung dari karakteristik vegetasi dan
komposisinya &lam satu pihel. Pendeteksian pencilan dengan X12-ARUIIApada data
dengan riwayat hotspot belum memberikan harapan penggunaan teknik ini untuk
verifikasi hotspot. Namun, pada data dengan riwayat kebakaran di Jambi, penggunaan
prosedur ini &pat digunakan untuk identifikai pasca kebakaran . Tipe pencilan yang
terdeteksi pada data dengan riwayat kebakaran a&lah level shift.

VERIFIKASI HOTSPOT DAN
IDENTIFIKASI KEBAKARAN VEGETMI MELALUI
DETEKSI PEINCILAN DATA DERET WAKTU NDVI

Dyah Retno Panuju


SEKOLAH PMCASMANA
INSTITUT PERTANIAN BOW R
BOGOR
2006

VERTFIKASI HOTSPOT DAN
IDENTIFIKASI KEBAKARAN VEGETASI MELALUI
DETEKSI PENCILAN DATA DERET WAKTU NDVI

Dyah Retno Panuju

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASMANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006


ABSTRAK
DYAH RETNO PANUJU. Verifikasi Hotspot dan Identifikasi Kebakaran Vegetnsi
mehlui Deteksi Pencilan Data Deret Waktu NDVI. Dibimbing oleh BUD1
SUSETYO dan MAHMZR) ARIFIN RArmADOY.4.
Fenomena kebakaran hutan merupakan peristiwa jamak di daerah kutub, subbopis
dan tropis seperti Indonesia. Kejadian kebakaran dimonitor dengan satelit NOAA dan
data disajikan sebagai sebaran hotspot. Data hotspot ditetapkan dari kana1 termal
dengan suhu ambang yang ditetapkan secara arbitrer oleh penyedia data, sehingga
ketidakpastian hotspot sebagai indikator kejadian kebakaran relatif tinggi. Oleh karena
itu diperlukan teknik untuk memverifkasi hotspot sebagai api aktif. Disamping itu juga
dibutuhkan i d e n t i f h i kejadian kebakaran yang telah lampau. Verifikasi hotspot yang
telah dilakukan umumnya melalui pengecekan langsung, atau dengan dukungan citra
resolusi sedang sampai tinggi. Namun, efektifitas relatif rendah karena 6ekuensi dan
sebaran hotspot sangat luas, serta pennasalahan terkait dengan perputaran citra satelit
ciha resolusi tinggi. Analisis deret waktu secara statistik menawarkan teknik untuk
memonitor diiamika suatu peubah. Kebakaran yang tejadi karena api aktif
diiipotesislcan akan mengubah pola deret waktu peuhah tertentu yang dimsak oleh api.
Pada kebakaran vegetasi, api akan mengubah pola deret dari pewakil p b a h vegetasi.
Salah satu peuhah vegetasi yang banyak digunakan adalah NDVI (Nonnalised
D~zerenceVegetation Index). Jika hotspot diasumsikan api aktif maka akan mengubah

pola deret NDVI. Hotspot sendiri mempakan kejadian tak biasa yang mempengmhi
deret NDVI dan pengaruhnya teridentifkasi melalui kemnhculan pencilan dalam deret.
Pola NDVI tklah diidentifikasi sebelumnya menunjukkan gejala seasonality. Dengan
menggunakan prosedur X12-ARIMA yang mampu mempakan metode penyesuaian
musiman dan mendekomposisikan deret pada tiga komponen utama yaitu trend,
seasonal, dan irregular pencilan deret waktu NDVI akan diidentifikasi dengan terlebih
dahulu memahami pola umum deret tanpa pengaruh hotspot dan kebakaran. Hasil
pemodelan dengan menggunakan data deret NDVI dari citra SPOT VEGETATION,
menunjukkan pola deret data sangat bervariasi tergantung dari karakteristik vegetasi dan
komposisinya dalam satu piksel. Pendeteksian pencilan dengan X12-ARIMA pada data
dengan riwayat hotspot belum memberikan barapan penggunaan teknik ini untuk
verifkasi hotspot. Namun, pada data dengan riwayat kebakaran di Jambi, penggunaan
prosedur ini dapat digunakan untuk identifikai pasca kebakaran . Tipe pencilan yang
terdeteksi pada data dengan riwayat kebakaran adalah level shift.

ABSTRACT
DYAH RETNO PANUJU. Hotspot Verification And Post Vegetation Burning
Identification By Using Outlier Detection of NDVI Time Series. Under the
supervision of BUD1 SUSETYO and MAHMUD ARIFIN RAIMADOYA
Forest fire is a common phenomenon in the boreal, temperate or even in the

tropics such as Indonesia. Monitoring of forest fue usually use NOAA satellites by
producing hotspot data. Due to arbitrary in determining temperature threshold by data
providers, uncertainty in the information of hotspot as fire indicator is evident.
Therefore, it needs technical procedures to verify hotspot and to identify past fire.
Hotspots usually can be verified by ground-check and identified 6om high resolution
images, but these procedures are ineffective due to high occurrence and the widespread
and also the limitation of high-resolution satellite data provision. Time series analyses
allow the development of procedures to monitor natural phenomena, including hotspot
or fue spot. Hotspots can be defmed as unusual phenomenon and their presences can be
detected as outliers on NDVI time series data. Previous studies have shown that NDVI
is severely affected by seasonality. Hence, in this research, we employed XI2-ARLMA
to account seasonality in these data. The X12-ARIMA decomposes series into three
main components: trend, seasonal and irregular. The procedure can also detect outliers
due to hotspots. In the study, the NDVI data have been extracted 6om SPOT
VEGETATION. We found that time series models of NDVI vary upon vegetation
characteristics and compositions in a single pixel. Outlier detection on XI2-ARIMA
procedure to verify hotspot-did not present sufficient results. However, the detection of
fire accident in Jambi was succeeded. We also found that outlier triggered by fire has a
LS-type outlier.


LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis bequdul "Verifikasi Hotspot dan
Identifhsi Kebakaran Vegetasi Melalui Deteksi Pencilan Data Deret Waktu NDVI"
adalah benar merupakan basil karya saya sendiri dan belum pemah dipublikasikan
untuk kepentingan lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juni 2006
Dyah Retno Panuju
NRP. G 32501001 1

Judul Tcsis

:

Verifikasi Hotspot dan Identifiiasi Kebakaran Vegetasi mclalui

Deteksi Pencilan Data Derct Waktu NDVI

Nama

:

Dyah Retno Panuju

NRP

:

G.325010011

Program Studi

:

Stahstika


Menyetujui,
Komisi Pernbimbulg

Ir. Mahrnud A. Raimadova. MSc.
Anggota

'Tanggal Ujian: 21 Juni 2006

Tanggal Lulus:

2 1 JUL 2006

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 12 April 1971 dari ayah Suryo Soegito
( a h ) dan ibu Liloati (dm.).

Penulis merupakan bungsu dari lima bersaudara.

Pendidikan sajana ditempuh di Program Studi Tanah, Fakultas Pertanian IPB dan lulus

pada Januari 1995. Kesempatan menempuh jenjang magister diperoleh pada tahun 2001
dengan beasiswa dari BPPS, Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan sejak Febmari 1997.

Sebelumnya magang di Departemen yang sama di

Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Laban (Bangwil) selama dua
tahun sejak 1995. Penulis menikah dengan Bambaug Hendro Trisasongko pada 29

April 1997 dan dikaluniai satu orang anak Annisa Palupi Trisasongko.

PRAKATA

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kanmia dan pengalaman
berharga &lam seluruh pejalanan hidup penulis hingga terselesaikannya tesis ini. Penelitian
yang bertema verifikasi hotspot dan deteksi kebakaran vegetasi ini muncul sebagai ide dan
muiai ditekuni sejak April 2005. Penulis hendak menyampaikan terimakasih kepada banyak
pihak berikut karena tulisan ini mempakan resultan dari proses kumulatif yang mendapat
dukungan dan peranan berbagai pihak tersehut, yaitu:

1. Bapak Dr. 11. ' ~ u d iSusetyo, MS dan bapak lr. Mahmud A. Raimadoya, MSc. yang
memberikan saran dan masukan sebagai pembimbing dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. BPPS, D i j e n DIKTI, DEPDIKNAS yang memberikan beasiswa studi S2. Mohon maaf
apabila waktu untuk melalui proses terlalu panjang.

3. Dekan FAPERTA IPB (Bapak Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr.) yang telah memberikan
ijin penulis m e n d a h program pascasarjana ini, walaupun hanyak pihak yang
mempertanyakan kesesuaian program stud1 yang penulis pilih dengan bidang pekejaan.
4. Ir. Aam Alamudi, MS atas kesediaamya untuk menjadi penguji dan saran-saran yang

diberikan.

5. Seluruh tim staf pengajar pascasaqana di Program Studi Statistika serta pegawai di STK
khususnya P. Heri.
6. Kementrian Lingkungan Hidup, atas support data melalui teman-teman (suami) yang baik.

7. VITO, provider SPOT VEGETATION yang memberikan akses bebas atas data-data
synthesis product-nya.

8. Seluruh staf pengajar di Lab. Perencanaan Pengembangan Wilayah, dan Dian atas segala

support yang telah diberikan. Ketua Departemen Tanab & Sumberdaya Lahan 3 periode
(Dr. Astiana, Dr. Iskandar, dan Dr. Kukuh M. Laksono).
9.

UniversiQ of Tor Vergata, Roma; CIFOR; Perpustakaan Statistik (Bu Dedeh); Departemen
Manajemen Kehutanan IPB; dan IALF atas kesempatan akses literatumya baik secara
langsung maupun tidak langsung.

10. Seluruh teman STK angkatan 2001 atas persahabatan yang indah terutama Utami dan Mbak
Rin serta Toro atas pinjaman catatannya.
I I. Last but not least, suami dan anakku tercinta yang memberikan support energi dan memberi
wama indah dalam kehidupan. Bapak-lbu (alm.) Kediri dan Malang, semoga jalan "di
sana" lebih terang dan lapang untuk Bapak-lbu semua.
Bogor, Juni 2006

drl,

DAFTAR IS1

........................................................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................

ABSTRAK

LEMBAR PENGESAHAN

Halaman
..

.............................................................................................

11

iv
v

RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................................

vi

PRAKATA ........................................................................................................................

vii

BAB I

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

1.1.

Latar Belakang

1.2.

Tujuan ...........................................................................................................

3

BAB I1

ANALISIS DERET WAKTU ....................................................................

4

2.1.

Analisis Deret Waktu Penyesuaian Musiman ...................................

2.1.1.

Pernodelan Data Deret Waktu.......................................................................

7

2.1.2.

Prosedur XIZARIMA ...................................................................................

8

2.2.

Deteksi Pencilan (Outlier Defection)pada Data Deret Waktu .....................

11

BABIII

KEJADIAN KEBAKARAN VEGETASI DI INDONESIA DAN
DATA SATELIT SEBAGAI ALAT PEMANTAU HOTSPOT .............

16

3.1.

Kebakaran Hutan ..........................................................................................

16

3.2.

Hotspot Sebagai Indikator Kejadian Kebakaran...........................................

17

3.3.

Indeks Vegetasi Sebagai Indiiator Verifikasi Kebakaran ............................

18

BAB IV

METODE PENELITIAN ...........................................................................

23

4.1.

23

4.3.

Data dan Alat ................................................................................................
..
Lokasi Penel~t~an
........................................................................................
..
Tabap Penel~t~an
..........................................................................................

4.3.1.

Tahap Ekstraksi Database Deret Waktu NDVI

........................................

26

4.3.2.

Tabap Penarikan Contoh ...............................................................................
..
Tahap A n a l ~ s ~
Deret
s Waktu .........................................................................

4.2.

4.3.3.

.............................................................................................

...........

1

5

25
26

27
29

...-..

BAB V

POLA DERET WAKTU TIGA JENIS PENGGUNAAN LAHAN

5.1.

Deskripsi Data Deret Wakhl NDVI Tiga Jenis Penggunaan Lahan .............

5.2.

Perbandingan Model Deret Waktu Tiga Jenis Penggunaan Lahan ...............

5.3.

Dekomposisi Komponen Trend. Seasonal & Irregular pada Deret Waktu
NDVI Tiga Jenis Penggunaan Lahan ............................................................

5.4.

Seasonality pada Tiga Jenis Penggunaan Lahan ...........................................

BAB VI

VERIFIKASI HOTSPOT
PROSEDUR X12ARIMA

DENGAN

DETEKSI

PENCILAN

...........................................................................

. . .

Sebaran Hotspot di Propms~Rtau .................................................................
Model Deret Waktu di Lokasi dengan Riwayat Hotspot ..............................
Deteksi Pencilan pada Data dengan Riwayat Hotspot ................................
Dekomposisi Komponen Trend. Seasonal & Irregular pada Data dengan
Riwayat Hotspot ............................................................................................
6.5.

Seasonality pada Data Deret dengan Riwayat Hotspot.................................

BAB VII

IDENTIFIKASI KEBAKARAN DENGAN DETEKSI PENCILAN
PROSEDUR Xl2ARlI$4 ...........................................................................
Model Deret Waktu di Lokasi dengan Riwayat Kebakaran .........................
Deteksi Pencilan pada Data dengan Riwayat Kebakaran .............................
Dekomposisi Komponen Trend. Seasonal & Irregular pada Data dengan
Riwayat Kebakaran .......................................................................................

7.4.

Seasonality pada Data Deret dengan Riwayat Kebakalan ............................

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

8.1.

Kesimpulan ................................................................................................

8.2.

Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

....................

.......

.................

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 7.1.

Pilihan Model regARIMA pada Seleksi Otomatis XI IARIMA .................

9

Altematif Model Adjustment X1 I ................................................................

10

Batas Kritis L-jung untuk Penetapan Pencilan ............................................

14

Stasiun Penerima Citra NOAA di Indonesia ...............................................

17

Contoh Data Hotspot di Propinsi Riau selama Januari 2001 .......................

24

Jumlah Hotspot Hasil Deteksi NOAA di Propinsi Sumatera selama Tahun
1999..............................................................................................................

25

Tahap Penarikan Contoh Tiga Jenis Penggunaan Lahan .............................

28

Proporsi Grid Penggunaan Lahan di Propinsi Riau Hasil Komposit Tahun
1999-2001 ....................................................................................................

32

Model Terpilih dari Tiga Jenis Penggunaan Lahan di Propinsi Riau ..........

34

Ringkasan Parameter Model Tiga Jenis Penggunaan Lahan .......................

35

Dekomposisi Komponen Pemodelan Tiga Jenis Pengynaan Lahan ..........

36

Model Kuadratik untuk Penetapan NDVI Maksimum setiap Tahun ...........

38

Nilai Parameter dan Peluang Uji Seasonality dan Moving Seasonality
Pemodelan Tiga Jenis Penggunaan lahan ....................................................

39

Nilai NDVI Bulanan Vegetasi Hutan Hasil Rataan 30 Contoh Pixel ..........

39

Model Terpilih pada 34 Contoh Deret Data dengan Riwayat Hotspot ........

42

Jumlah dan Tanggal Kejadian Hotspot pada 34 Deret Data Rataan
Bulanan NDVI dan Hasil Deteksi Pencilan Prosedur X12ARIMA ............

45

Jumlah dan Tanggal Kejadian Hotspot pada 34 Deret Data Maksimum
Bulanan NDVI dan Hasil Deteksi Pencilan Prosedur X12ARIMA ............

47

Persentase Komponen Trend. Seasonal dan Irregular dalam Dekomposisi
Deret Rataan dan Maksimum NDVI pada 34 Titik Contoh dengan
Riwayat Hotspot ........................................................................................

49

Ringkasan Hasil Uji Seasonalip dan Moving Seasonality dari 34 Deret
Contoh Parameter Rataan dan Maksimum NDVI dengan Riwayat Hotspot

50

Model Terpilih pada 28 Contoh Deret NDVI Rataan (MA-NDVI) dan
Maksimum (MP-NDVI) dengan Riwayat Kebakaran .................................

53

Tabel 7.2.

Tabel 7.3.

Tabel 7.4.
Tabel 7.5.

Jumlah dan Tipe Pencilan pada 28 Deret Data Rataan Bulanan NDVI
(MA-NDVI) dengan Riwayat Kebakaran Hasil Deteksi Prosedur
X12ARUIA .................................................................................................

55

Jumlah dan Tipe Pencilan pada 28 Deret Data Maksimum Bulanan NDVI
(MP-NDVI) dengan Riwayat Kebakaran Hasil Deteksi Prosedur
Xl2ARIM.4 .................................................................................................

56

Dekomposisi Deret menjadi Komponen Trend, Seasonal dan Irregular
pada 28 Deret Contoh dengan Riwayat Kebakaran .....................................

60

Ringkasan Hasil Uji Seasonality dan Moving Seasonality pada 28 Deret
Contob dengan Riwayat Kebakagn .............................................................

61

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar2.1.

Dampak Tipe Pencilan terhadap Pola Deret Data .......................................

15

Gambar 4.1.

Citra SPOT VGT ROI Asian Island tanggal 21 April 2001 .......................

23

Gambar 4.2.

Mosaic Citra Landsat ETM+ ......................................................................

24

Gambar 4.3.

Bagan Alu Tahap Ekstraksi Database NDVI Pembangunan Sampling
Frame & Penggunaan Lahan Propinsi Riau .............................................

26

Gambar 4.4.

Bagan Alu Penarikan Contoh Tiga Jenis Penggunaan Lahan ....................

27

Gambar 4.5.

Posisi Koordinat setiap Grid untuk Penarikan Contoh ...............................

28

Gambar 4.6.

Bagan Alu Analisis Deret Waktu ...............................................................

29

Gambar 5.1.

Sebaran Penggunaan Lahan Hasil Klasifkasi Landsat ETM+ Komposit
Tahun 1999-2002 di Propinsi Riau .............................................................

32

Plot Deret Waktu Rataan NDVI Hutan. Kebun dan Ladang di Propinsi
Riau .............................................................................................................

33

Plot Sisaan. ACF dan PACF Sisaan dalam Pemodelan Data Rataan
NDVI Tiga Jenis Penggunaan Lahan .........................................................

35

Plot Hasil Dekomposisi Komponen Trend. Seasonol. dan Irregular dari
Pernodelan Data Rataan NDVI Tiga Jenis Penggunaan Lahan .................

37

Plot Data Deret NDVI Bulanan Penggunaan Lahan: a. Hutan. b . Kebun.
c. Ladang dan d. Pendugaan Model Kuadratik ...........................................

38

Sebaran Hotspot Yang Muncul Mulai 1 Januari 1998 sampai dengan 30
Juni 2005 .....................................................................................................

40

Gambar 5.2.
Gambar 5.3.
Gambar 5.4.
Gambar 5.5.
Gambar 6.1.

.

Gambar 6.2.

2004 dan
(a) Banyaknya Hospot setiap Bulan selama Periode 1998 .
(h) Rataan Hotspot setiap Bulan pada Periode 1998-2004 ........................ 41

Gambar 7.1.

RGB 5-4-2 Cropping Citra Landsat ETM+ Path Row 125.061. Propinsi
Jambi ........................................................................................................... 52

Gamhar 7.2.

Deret Data dengan Pencilan Terdeteksi pada Data MA-NDVI .................. 59

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2a.
Lampiran 2b.
Lampiran 3a.

Hasil Uji Diagnostik Pernodelan X12ARIMA pada Data Tiga Jenis
Penggunaan Lahan ...................................................................................

68

Hasil Uji Diagnostik Pernodelan X12ARIMA pada Data MA-NDVI
dengan Riwayat Hotspot ..........................................................................

69

Hasil Uji Diagnostik Pernodelan X12ARIMA pada Data MP-NDVI
dengan Riwayat Hotspot ..........................................................................

71

Hasil Uji Diagnostik Pernodelan Xl2ARIMA pada Data MA-NDVI
dengan Riwayat Kebakaran .....................................................................

73

Lampiran 3b. Hasil Uji Diagnostik Pernodclan X12ARIMA pada Data MP-NDVI
dengan Riwayat Kebakaran .....................................................................

75

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fenomena kebakaran hutan mempakan peristiwa jarnak di daerah h.opis, subtropis
maupun daerah kutub (Silva, et 01.. 2004). Fenomena kebakaran vegetasi di Indonesia
menurut Goldammer dalam Bowen et al. (2001) sudah tejadi sejak beberapa ribu tahun
lalu, yang umumnya tejadi seiring dengan pergeseran musim ke arah kemarau.
Goldammer mengidentifikasi kejadian kebakaran berdasarkan keberadaan arang sebagai
residu khas akibat kebakaran. Selanjutnya, Bowen el al. (2001) menyatakan bahwa
dalam sejarah kebakaran hutan di Indonesia, lima peristiwa kebakaran besar yang
tercatat dan teqadi setelab tahun 1980, adalah di tahun 1982-1983, 1987, 1991, 1994

dan 1997-1998.

Semua peristiwa kebakaran besar tersebut b e ~ m a a n dengan

munculnya fenomena El-Nino. Kajian tentang kebakaran vegetasi khnsusnya kebakaran
hutan menjadi isu penting k a n a dampaknya memgikan secam ekologis, ekonomis clan
bahkan sudah mengganggu kesehatan manusia (Balasubramanian, 2001; Davies, 2001;
Glover, 2001; KLH dan UNDP, 1998; Ruitenbeek, 1999; Schweithelm and Glover,
1999).
Satelit memiliki peran penting dalam upaya untuk mendeteksi, memonitor clan
mengidentifikasi pola dan karakteristik kebakaran yang terjadi. Data-data hasil
pengembangan teknologi inderaja melalui citra SPOT (Syst2me Probafoire de
I'Observation de la Terre), NOAA-AVHRR (National Oceanic Atmospheric
Administration-Advance Very High Resolution Radiometer) serta MODIS (Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer) berkembang cukup pesat dalam upaya untuk
mengidentifhsi pennasalahan kebakaran hutan di dunia. Pemantauan kejadian
kebakaran' hutan menggunakan satelit hingga saat ini didasarkan pada data siaman
sensor dari satelit NOAA AVHRR. Data yang dihasilkan ditampilkan sebagai data
sebaran hotspot. Penetapan titik hotspot (titik panas) itu sendiii didasarkan pada suhu
suatu lokasi yang dibandingkan dengan nilai ambang tertentu (treshold) yang menurut
Liew (2002) bemilai 316'K.

Sedangkan proyek kejasama DEPHUT-JICA penetapan

titik ambang hotspot untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan adalah sebesar 315°K
(42°C) untuk hasil siaman sensor siang hari dan 310°K (37°C) untuk malam bari
(Sihaloho, 2004).

Hingga saat ini belum terbangun sistem untuk memverifkasi hotspot sebagai
kejadian kebakaran. Penetapan titik ambang yang berbeda dari berbagai penyedia data
(data provider) dan belum adanya verifikasi hotspot menjadi salah satu sumber
inkonsistensi prediksi antar instansi sebagaimana dihlnjukkan oleh Levine et al. (1999)
dalarn pendugaan luas akibat kebakaran 1997 oleh Kementrian Ligkungan Hidup clan
Departernen Kehutanan. Metode yang pemah dilakukan untuk verifikasi hotspot adalah
meninjau langsung lokasi hotspot Pengecekan langsung kurang efisien karena lokasi
penyebaran hotspot sangat luas, dan kejadian hotspot pada musim tertentu bisa terjadi
setiap saat.
Analisis deret waktu merupakan salah satu metode yang mampu menggambarkan
pola data deret w a h (time series) dari suatu indikator. NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) sebagai nilai indeks tak bersatuan mempakan pewakil kondisi
vegetasi sebagai bahan yang mudah terbakar yang secara langsung dipengaruhi oleh api
aktif. Secara hipotetis, kejadian kebakaran yang diidentifikasi melalui titik hotspot akan
mengubah kecenderungan pola deret waktu NDVI.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2001a) diketahui bahwa
nilai NDVI bertluktuasi mengikuti musim. Dikatakan bahwa &lam periode setahun di

daerah temperate, nilai NDVI akan mencapai titik maksimum pada sekitar bulan
Agustus dan minimum pada sekitar bulan Februari.

Walaupun nilai dan waktu

pencapaian NDVI maksimum dan minimum akan cenderung berbeda di wilayah tropis,
namun pola fluktuatif akan tetap ditemukan. Oleh karena itu, pemilihan analisis deret
waktu yang mempertimbangkan aspek musiman diperlukan untnk memahami pola
NDVl deret waktu.
Kejadian kebakaran merupakan fenomena tidak biasa (unusualphenomenon) yang
dapat menyebabkan pola indeks NDVI yang tidak biasa pula. Kejadian tak biasa atau
kejadian yang menyimpang secara nyata dari sebagian besar pengamatan dari suatu data
deret waktu ditejemahkan oleh Chang et 01. (1988), Bamett & Lewis (1994) dalam
Sinha 1997), Liu et al. (2004) sebagai pencilan (outlier). Kejadian kebakaran yang
dideteksi dari titik panas mempakan kejadian yang dapat mengubah perilaku dari
perkembangan vegetasi normal.

Tipe pencilan akan mempakan salah satu bagian

penting yang memiliki pengamh terhadap deret data. Dalam analisis deret waktu dikenal
ada beberapa tipe pencilan antara lain: iinnovationul outiier (10)dan additive outlier
(AO) (Fox, 1972 dalam Mira & Sanchez. 2004; Chang et at., 1988); level shiji (LS),

femporaty change (TC) flsay, 1988 &lam Chen and Liu, 1993) dan seasonal level shift
(Kaiser dan Maravall, 2001).
Dampak dari pencilan AO, LS dan TC menurut Kaiser dan Maravall(2001) tidak
mempengaruhi pendugaan parameter. Sebaliknya, keberadaan I 0 mempengamhi
pendugaan parameter. Secara l e b i spesifik Chen dan Liu (1993) menyatakan dampak
berbagai tipe pencilan antara lain: (1) TC mempengaruhi besaran o pada wakhl t1; (2)
A 0 menyebabkan dampak tiba-tiba pada satu amatan di deret; (3) LS menghasilkan
pembahan yang kabur dan permanen dalam deret, dan (4) I 0 menghasilkan dampak
lebih nunit dibandiigkan tipe pencilan lain. Diduga kejadian kebakaran akan
menghasilkan tipe pencilan serta pola dekomposisi musiman tertentu.

1.2. Tujuan
Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan deteksi
pencilan pada prosedur Xl2ARIMA untuk memverifikasi fenomena hotspot dan
mengidentifikasi kejadian kebakaran dengan menggunakan data indeks NDVI secara
deret waktu. Secara terinci tujuan penelitian ini adalah:
1. Memahami sebaran model deret NDVI pa& vegetasi normal dan sebaran titik panas
di F'ropinsi Riau,

2. Melakukan verifkasi hotspot melalui pendeteksian keberadaan pencilan pada lokasi
dengan riwayat hotspot menggunakan prosednr X12ARIMA pada data deret NDVI,

dan
3. Melakukan identifikasi kebakaran melalui pendeteksian keberadaan pencilan pada
lokasi dengan riwayat kebakaran menggunakan prosedur X12ARIMA pada data
NDVI.

BAB 11

ANALISIS DERET WAKTU
Analisis deret waktu menurut Chaffield (1984) &pat digunakan untuk salah satu
atau beberapa dari tujuan berikut: (1) mendeslaipsikan karakteristik data, (2)
menjelaskan ragam peubah teztentu yang terkait dengan peubah penduga (surrogate
variable), (3) memprediksi nilai suatu peubah di masa depan, atau (4) mengendalikan
proses yang berlangsung dari hasil analisis kualitas proses pmduksi yang t e ~ k ~ r .
Sementara ity berdasarkan tipe atau sumber keragamamya, data deret waktu dibagi
atas: (1) dampak musim (seasonal effect), (2) siklus perubahan (cyclic change), (3) trend,
dan (4) fluktuasi yang tidak berpola (irregularfluctuation). Data yang digunakan dalam
analisis deret waktu ini adalah data hasil pengukuran reguler dalam satu periode tertentu.
Asumsi dasar analisis deret waktu adalah homogenitas ragam, dan kestasioneran

data. Homogenitas ragam dapat dideteksi dari nilai ragam data antar waktu yang bersifat
konstan atau dmotasikan dengan Var(Z,)

= Var (k)
= 7,.

Sementara itu, suatu peubah

dikatakan stasioner jika nilai tengah peubah tersebut tidak berubah secara sisternatis
(tidak memiliki trend), ragam tidak berubah swam sistematis serta tidak ada variasi yang
bersifat periodiik (Chatfield, 1984 dan Wei, 1994). Fenomena riil seringkali tidak
memenuhi syarat kondisi stasioner ini. Untuk mengatasi permasalahan ketidakstasioneran
data ini, Box & Jenkins dalam Wei (1994) menawarkan suatu tahapan untuk
mengatasinya yang disebut dengan d~fferencing.
Model analisis deret waktu yang menjadi patokan di berbagai literatur adalah
model stokastik linier yang selanjutnya lebih dikenal sebagai model Box-Jenkins atau
ARIMA (Hipel, et al., 1977; Wei, 1994; Chatfield, 1984).

Tiga tahapan yang

direkomendasikan unhlk pernodelan Box-Jenkins adalah:
(1) Mengidentifhi model. Dalam tahapan identifikasi model, yang dilakukan adalah

mengidentifkasi kelompnk analisis deret waktu yang akan dipilih yang sesuai untuk
sebaran data. Tahapan yang dilakukan antara lain adalah rnelalui plotting data serta
menyajikan statistik deskriptif.

Tahap ini menurut Chatfield (1977) mampu

mengidentifkasi kenampakan visual dari trend, seasonality, ketidakkontinuan
(discontinuities) dan pencilan (outliers). Namun demikian, kenampakan visual yang
ditunjukkan dari suatu grafk menurutnya bukan syarat cukup, karena perlu kehatihatian terhadap permasalahan skala (sumbu X dan Y).

Perbedaan skala dalam

sumbu X dan Y dapat menimbulkan kenampakan yang dapat rnenunjukkan kondisi
kekeliruan penafsiran (misleading) &lam identifkasi pola trend, searonaliy,
ketidakkontinuan dan pencilan. Sementara itu. menurut Cryer (1986) pemilihan
model perlu memegang prinsip kesederhanaan model atau yang lehih dikenal
sebagai "the principle of parsimony".

(2) Menduga parameter. Dalam tahapan pendugaan parameter, dilakukan pemilian
penduga terbaik untuk model tertentu.

Kriteria yang dapat digunakan untuk

pemilihan antara lain kuadrat terkecil atau mnrimum likelihood Uji diagnostik data
dilakukan dengan menganalisis kualitas model yang ditetapkan dan pendugaan
parameter. Uji dilakukan untuk mengetahui kebaikan model (goodness offit) dan
terpenuhinya asumsi-asumsi (Cryer, 1986).

(3) Menguji kemungkingan ketakcukupan asumsi.

2.1. Analisis Deret Waktu Penyesuaian Musiman (Semo~lAa'justmenf)
Penggunaan data citra satelit dengan menggunakan data deret waktu bukan
merupakan ha1 baru dalam bidang penginderaan jauh (remote sensing). Analisis dengan
data citra deret waktu umumnya digunakan untuk mendeteksi fenomena pembahan
(change detection). Kajian menggunakan data deret waktu tersehut dilakukan karena
pennasalahan kelemahan sensor menghadapi awan.

Beberapa kajian dengan data

ekstraksi inderaja yang menggunakan analisis deret waktu antara lain dilakukan oleh
Cleveland et al. (1990) yang menganalisis konsentrasi C02 dari ekstraksi citra NOAA
AVHRR. Kajian lainnya dilakukan oleh Hess et 01. (1996) yang mengkaji kejadian hujan

dengan menggunakan NDVI 10 harian selama 7 bulan di Zone Arid Timur Laut Nigeria.
Azzali dan Menenti (2000) melakukan analisis deret waktu dengan menggunakan
Fourier analysis untuk memetakan kompleksitas vegetasi, tanah dan iklim di Afrika
Selatan.

Lu el al. (2001) melakukan analisis deret waktu secara statistik untuk

mendekomposisikan piksel berdasarkan fraksi vegetasi penutup lahan khususnya vegetasi
berkayu (woody) dan semak (herbaceous) dengan menggunakan metode Seasonal trend
decomposition bosed on loess (STL) dari data NDVI-AVHRR. Perkembangan terakhir
Goetz et al (2006) melakukan pemulusan data deret waktu dengan NDVI yang
diturunkan dari citra NOAA AVHRR untuk memahami suksesi tanaman di wilayah
boreal akibat kebakaran.

Dalam pengujian berdasarkan kebakaran hutan dipilih indeks vegetasi sebagai
indikator yang sangat dipengaruhi oleh kejadian kebakaran. Indeks vegetasi yang terkait
dengan bahan yang terbakar clan tingkat kekeringan lokasi dan secara tidak langsung
terkait dengan potensi kebakaran hutan menurut Lu et al. (2001) nilainya dipengaruhi
oleh musim. Oleh karena itu pernodelan dengan menggunakan data indeks vegetasi akan
terkait dengan aspek musim.
Penyesuaian musiman mempakan salah satu bagian dari analisis deret waktu yang
mempertimbangkan pengaruh musim. Pengaruh musim ini diidentifkasi dari adanya
pengulangan periodik setelah periode tertentu (Wei, 1994).

Metode penyesuaian

musiman dalam analisis deret menurut Dagum (1992) dimaksudkan untuk menduga
mekanisme pengamatan dengan asumsi sederhana bahwa deret dibangun dari bagianbagiau sistematis yaitu komponen yang mempakan fungsi dari wakhl serta komponen
acak yang melanggar hukum-hukum peluang.

Komponen acak ini diasumsikan

berdistribusi identik deogan nilai tengah konstan, ragam konstan dan otokorelasi sama
dengan nol.

Khoo and Mohan (2004) rnenambahkan bahwa penyesuaian musiman

berkembang karena pengaruh musim yang seringkali memiliki makna khas.
Dalam metode penyesuaian musiman dikenal ada tiga kelompok pengaruh yang
dapat didekomposisikan, yaitu:
Peugamh arah jangka panjang atau disebut juga trend. Pengaruh jangka panjang
penting untuk memahami pergerakan masa lampau dan menduga pergerakan di masa
akan datang.
Fluktuasi jangka pendek yang terkait dengan pengaruh kalender atau disebut juga
seasonal effect. Fluktuasi ini penting untuk memahami frendjangka pendek.
Pengaruh lain yang bukan pengaruh musim maupun trend jangka panjang atau
disebut juga p e n g a d irregular j7uctuation. Komponen irregular ini terdiri dari
ragam sisaao seperti pengaruh mendadak yang dalam bidang ekonomi antara lain
adanya campur tangan politis atau kondisi cuaca yang tidak berpola musim (Shiskin,
Young & Musgrave, 1965). Peristiwa kebakaran pada dasamya bisa dianggap
peristiwa mendadak karena campur tangan perilaku manusia yang juga mempakan
fenomena pencilan.
Ketiga komponen tersebut dapat dikombinasikan secara multiplikatif maupun
aditif. Model multiplikatif dari ketiga pengamh tersebut dinotasikan sebagai berikut:

Original

= Trendx Seasonal x Irregular

Sedangkan model aditif dapat dinotasikan sebagai berikut:

Original

= Trend

+ Seasonal + Irregular

Menurut Shiskin et al. (1965) dan dipertegas oleh Khoo and Mohan (2004) model
penyesuaian musiman daiam bidang ekonomi, yang menjadi titik awal perkembangan
peramalan dengan analisis deret waktu, kebanyakan menggunakan model dekomposisi
multiplikatif. Sementara itu, model aditif sendiri disebut sebagai metode tradisional.
Pendugaan komponen musim dapat dilakukan secara deterministik maupun stokastik.
Pendugaan model deterministik dengan menggunakan model r e p s i .

Sedangkan

pendugaan model stokastik dilakukan dengan rataan bergerak (moving merage) (Dagum,

1992).

2.1.1 Pernodelan Data Deret Waktu
Sebagaimana disampaikan sebelumnya tahap pemodelan deret waktu dilakukan
standar atau model Box Jenkins terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu identifikasi
model mencakup pendugaan ACF, PACF dan IACF. Persamaan dari ACF dari deret
waktu ZI, Zz, ..., Z,menurut Wei (1994) adalah sebagai berikut:

dimam

= t yadalah nilai tengab contoh dalam deret. Selanjutnya fungsi otokorelasi
t-,

parsial contob (PACF) menurut Durbin (1960) dalam Wei (1994) dinotasikan dengan
persamaan berikut:

Model umum berdasarkan persamaan seasonal ARIMA menurut Wei (1994),
adalah sebagai berikut:

z,-,,

jika

Z,

jika

z,={

~ = D = o

lainnya.

'pp(B)

= regular autoregresive

(Dp(B" = seasonal autoregresive
O,(B)

=

regular moving average

OQ(B) = seasonal moving average
Model seasonal ARIMA ini dimotasikan dengan ARIMA @, d, q) x (P, D, Q),,
dimana notasi sub indeks s menunjukkan periode semusim, p & P menunjukkan ordo

autoregressive (AR), q dan Q menunjukkan ordo rataan bergerak (moving average/M)
serta d dan D ordo d~rerencing. Ordo dengan humf besar (P, D, Q) menunjukkan
pengamh musim sedangkan ordo dengan humf kecil (p, d, q) menunjukkan ordo non
musim. Pendugaan parameter ARIMA sendiri dilakukan dengan metode Marimum

Likelihood (ML).
Identifkasi model deret waktu musiman dengan menggunakan ACF, PACF,

&ended Aufocoi~elationFunction (EACF) dan Smallest Canonical Correlation Table
(SCAN) dinilai tidak efektif untuk deret musiman. Metode penapisan (filterind yang
dikemukakan oleh Liu (1989) dimyatakan Liu et a/. (2001b) sebagai metode yang lebih
efektif baik untuk data musiman maupun non musiman. Pengecekan fungsi otokorelasi
(ACF) terhadap sisaan diperlukan pada metode penapisan ini.

2.1.2. Prosedur Xl2-AMMA
Pendugaan model data berpola musiman sejak 1950-an menggunakan prosedur X.
Prosedur X terpopuler adalah prosedur XI 1 yang kemudian di-update menjadi X12.
Menurut Franses (1996) dalam Pezzuli et at. (2005) metode penapisan untuk
menyesuaikan komponen musiman hingga saat ini terus berkembang. Metode yang
sederhana dan fleksibel yang banyak digunakan adalah metode X11. Metode X11
diperkenalkan pertama kali di tahun 1965 oleh US Bank Central sebagai varian dari
metode X yang telah memiliki lebih dari 12 varian (XO, XI dst.). Metode XO pertama
kali diperkenalkan pada 1954. Menurut Shiskin, Young & Musgrave (1965) prosedur X
pertama yang diluncurkan untuk publik adalah X3 tahun 1960.

Sedangkan XI1

diluncurkan pada Oktober 1965. Varian resmi terbam dari prosedur X sendiri adalah
X12. Penggabungan dari prosedur X dengan metode ARIMA menjadi X12-ARLMA saat
ini ini menjadi prosedur baku di berbagai Bank Sentral di berbagai negara di dunia
( P e m l i er a/. ,2005).

Metode X11 mendekomposisikan Xt menjadi tiga komponen yaitu:
Xt=Tt+St+It
dimana :
Tt

:

S,

:

1,

:

adalah komponen trend
adalah komponen musiman (smomr) tradisional yang dinotasikan dengan t
adalah ragam irregular merupakan komponen sub tahunan Rt.

t

Modifhsi Xll-ARIMA menjadi lebih populer dibandingkan metode X sendiri.
Tahap-tahap dasar dalam prosedur XI 1-ARIMA mencakup (Dagum 1992):
1. Pemodelan deret asli dengan metode integrated autoregressive moving average
(ARIMA) process dari Box dan Jenkins 1970. Tahap pemodelan ARIMA Box
Jenkins sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
2. Ekstrapolasi satu sampai dengan tiga titik data pada data tak di-adjust pada setiap
akhii deret dari model ARIMA unhxk memfitkan dan memproyeksikan deret asli.
Operasi ini disebut dengan peramalan @recasting) atau bachcatting.
3. Melakukan penyesuaian data tambahan (asli) dengan metode moving average.
Perkembangan terakhir dari XII-ARIMA adalah X 1 2 - A m .

Secara umum

prosedur Xl2-ARIMA mencakup 4 tahap, yaitu: pemodelan regARIMA, diagnosis
model, penyesuaian musiman (season01 adjustment) menggunakan metode X-11 yang
ditingkatkan kemarnpuannya. Dalam pemodelan X12-ARIMA jumlah maksimum data
yang dapat digunakan adalah sebanyak 15 deret. Jika data yang dimiliki lebih dari 15
deret, maka yang akan digunakan dalam pemodelan hanya 15 deret saja Pada pmsedur
ini ditawarkan penyesuaian nilai ekseem (c.q: pencilan) agar tidak menimbulkan bias
dalam pemodelan ARIMA. Namun demikian, penyesuaian tidak akan dilakukan pada
2(p+F'.s+d+D.s).

Artiiya, jika pada data bulanan model ARIMA terpilih (0,1,1)(0,1,1)12,

maka sampai pengamatan ke-26 tidak ada penyesuaian nilai ekstrem (Dagum, 1988).
Pilihan model ARIMA dalam pemodelan otomatis XI 1-ARIMA multiplikatif dan aditif
disampaikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Pilihan Model regARIMApada Seleksi Otomatis X1 1-ARIMA
Multiplikatif

Aditif

~g(O,l,l)(O.l,l)s

(O.l.lKO.l,~)s

.
..
.
.
.
.
.
.
.
p
.
-

Log(2.l J)(O,l,l )s
Sumber: Dagum, 1992.

..

(2,1,2)(0.l.l)s

Pada X12-ARMA pilihan regARUlA lebih diiembangkan lagi yaitu ordo p dan q
serta P dan Q berkisar antara 1 sampai 3 dengan nilai alteroatif musiman 1 untuk data
tahunan, 2 untuk data semesteran, 3 untuk data kuartalan dan 12 nntuk data bulanan.
Tahapan proses seleksi model pada pmsedur X12-ARIMAadalah sebagai berikut:

+

Uji model d a r n bentuk klasik @, d, q)(P,D,Q). Kriteria pemilihan model didasarkan
pada analisis sisaan dengan menggunakan parameter:
.' AIC (Akaike informotion Criterion) yang didefinisikan dengan menggunakan

persamaan : AIC(M) = -2In[Ma~.Likelihood]+ 2 M , dimana M adalah jumlah
parameter

dalam

model.

AIC(M) = N 1116+;2 M , d

Persamaan

tersebut

identik

dengan

i N= jumlah pengamatan.

.' BIC (Boyesion Informotion Criterion) atau SBC (Schwartz's Bqesion

Criterion), yang diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
SBC(M)=NIn&: + M h N .
Model terbaik adalah yang menghasilkan nilai AIC dan BICISBC terkecil. Dalam
pemodelan X12-ARIMA berbagai model altematif dipilih berdasarkan kriteria ini.

a Transfonnasi data. Transformasi ini terkait dengan pilihan model adjushent pada
prosedur X11. Altematif model adjustment disampaikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Altematif Model Adjustment XI 1
Option

Model

Mult

Multiplicative

. ~.

~

Add

-..-.

Additive .

~

Pseudoadd

Model adjwtment untuk
Deret Asli

-.

Logadd

.~

Pseudo-Additive
~

Log-Additive

.... .

-~-

.

O=CxSxI

Model adjusment
untuk Seasonal
Adjusted
SA=Cxl

O=C+S+I

SA=C
- +I

~

~~~~~

.
.

~

O=Cx[S+I- I ]

SA=Cnl

Log(O)=C+S+I

SA = exp (C + I)

~..-~

Sumber : SAS. 2Kl2~

O

Penghitungan nilai tengah persentase absolut galat Mean Absolute Percent Error
(MAPE) pada tiga tahun terakhir. Jika MAPE lebih dari IS%, maka model ditolak.

-2 I Y' -q'

MAPE dihimg dari persamaan : MAPE = 100 "
n ,=,
Z2

Penghitungan nilai peluang L-jung Box
acak. Jika nilai

x2 untuk

I y, I

menguji hipotesis galat bersifat

lebih kecil dari 10%. maka opsi pernodelan ARIMA otomatis

menolak model. Persamaan uji L-jung Box

tersebut adalah sebagai berikut:

" r,'
,y2 = n(n + 2)x(-)
k=,

n-k

, dimana n adalah jumlah sisaan yang dihitung &lam

deret

n-l

C'=l
dan r,=

c:=,

dimana a, adalah sekuen sisaan.

a:

ZI

Menduga nilai parameter: (I) parameter autoregresiw (AR) 41, dinotasikan dengan p;
(2) parameter AR musiman @, dinotasikan dengan P; (3) parameter moving average

(MA) 8, dinotasikan dengan q; dan (4) parameter MA musiman Q, dinotasikan
dengan Q.
"

Pengecekan kejadian overdiffencing

dicirikan oleh kondisi jika jumlah dari

parameter q dan Q lehih dari 0.90. Pada kasus tersebut model ditolak.
Prosedur XI2 (PROC X12) dalam perangkat lunak SAS dan DEMETRA ver 2.04
beta version mempakan adaptasi dari X12 ARIMA Seasonal Adjustment Program yang
dikembangkan oleh Biro Sensus Amerika.

Pada PROC X12 tersebut terdapat opsi

seleksi model otomatis yang didasarkan pada metode TRAM0 (Time series Regression
with ARIM noise, Missing value and Outliers) yang dikembangkan oleh Gomez dan
Maravall (SAS, 2002).

2.2. Deteksi PenciIao (Outlier Detection) pada Data Deret Waktu
Pencilan (ozrllier) menurut Bamet dan Lewis (1994) dalam Sinha (1997)
didefmisikan sehagai satu data yang muncul dan menyimpang secara jelas dari gugus
data keseluruhan. Defmisi lain dari pencilan disampaikan oleh Liu ef al. (2004), yaitu
suatu pengamatan yang menyimpang secara nyata dari sebagian besar pengamatan.
Sementara itu menurut Beckman dan Cook (1983) dalam Sinha (1997), istilah pencilan
dapat dkantikan dengan "discordant observation", "contanzinanfs", atau "dirty data".
Deteksi pencilan pada peubah tunggal berdasarkan runutan literatur yang dilakukan oleh
Sinha (1997) sudah dilakukan sejak 1950 oleh Gmhbs, 1961 oleh Ferguson, tahun 1972
oleh Tietjen dan Moore. serta 1975 oleh Rosner.
Kemunculan dari pencilan menurut Adya et al. (2001) dapat ditunjukkan karena
kejadian tidak hiasa, kejadian yang mengubah kenampakan umum, atau karena adanya
kesalahan dalam transkripsi data. Kejadian kebakaran yang dideteksi dari titik panas
mempakan kejadian yang dapat mengubah perilaku dari perkembangan vegetasi normal.

Kejadian ini dapat digolongkan sebagai intervensi luar yang menurut Wei (1994)
memunculkan pola pencilan. Menurut Guhnan clan Tiao (1978), Miller (1980) serta
Chang (1982) dalam Chang, e! al. (1988), munculnya pencilan dapat memunculkan bias
dalam pendugaan ACF, PACF dan Autoregressive Moving Average (ARMA).
Jenis-jenis pencilan dalam data deret waktu antara lain: innovational outlier (10)

dan additive outlier (AO) (Fox, 1972 dalam M i & Sanchez, 2004); level shift (LSJ dan
temporary chage (TC)(Tsay, 1988). Kaiser dan Maravall (2001) menggunakan istilah

berbeda untuk TC yaitu transitory change. Disamping keempat tipe pencilan tersebut,
Kaiser dan Maravall (2001) menunjukkan satu jeuis pencilan pa& data deret waktu
penyesuaian musiman yang disebut dengan seasonality level shft (SLS).
Deteksi pencilan dietengahkan oleh beberapa ahli dengan cam berikut:
Fox (1972) dalam Mira & Sanchez (2004) melakukan deteksi A 0 dan I 0 dengan
menggunakan uji likelihood-ratio.
Chang & Tiao (1983) dalam Mira & Sanchez (2004) serta Chang er al. (1988)
mengembangkan prosedur iteratif untuk mendeteksi pencilan dan menduga
parameter model.
Tsay (1988) menggunakan metode serupa untuk menduga level shift (LS) dan

temporary change PC).
Balke (1993) memodifikasi prosedur Tsay untuk mengatasi kerancuan dalam
penetapan LS dan 10.
Mira & Sanchez (2004) mencoba mengatasi pennasalahan deteksi jenis-jenis
pencilan tersebut dengan menawarkan dengan menggunakan prediktor kriging.
Secara lebih teriuci Chen d m Liu (1993) menjelaskan empat tipe pencilan. Dengan
memisalkan (Yt) sebagai data deret waktu dengan proses ARMA,
e(B) a , , t=l, ..., n
a(B)+(B)
dimana n adalah jumlab pengamatan untuk deret; 8(B), +(B), dan a(B) adalah polinomial
Y, =

B. Untuk menunjukkan data deret waktu yang dipengamhi oleb kejadian tak bemlang,
maka persamaan dinyatakan sebagai berikut:

Y,adalah ARMA proses, ILtl)=l jika t=t, d m It(tl)=O untuk t lainnya. I,(tl) adalah fungsi
indikator yang menunjukkan keberadaan dampak pencilan; o dan A(B)/{(G(B) H(B))

merupakan besaran dan pola dinamis dazi pencilan. S a r a spesifik Chen dan Liu (1993)
mendefinisikan 4 jenis pencilan sebagai berikut:

AO:

=I
C(B)H(B)

TC:

=-

G(B)H(B)

(I

1

- 6B)

Tipe pencilan A 0 dan LS adalah dua batas nilai pencilan TC, dimana pada AO:

6-0dan pada LS: S-1. Pada TC umumya nilai 6 ditetapkan sebesar 0.7. Dalam Chang
et al. (1988) dijelaskan bahwa A 0 dapat diartikan sebagai galat total (gross error) dari
suatu model, dimana terjadi intervensi hanya pada pengamatan ke-T.
Sementara itu, jika terjadi pencilan ganda (multiple outliers), maka Chen & Liu
(1993) menunjukkan prosedumya yang diringkaskan

&lam rangkaian penjelasan

berikut. Misalkan suatu deret Y,' dipengaruhi oleh beberapa pencilan sekaligus, maka
dimisalkan persamaan deret Y,* adalah sebagai berikut:

dimana L,(B)= 0(B)l{q(B)a(B)] untuk 10, Lj(B)=I untuk AO, Lj(B)=l/(I-B)
untuk LS dan Lj(B)=I/(l-GB) untuk TC pada t=tj.

Sisaan dari model ARMA YI*

diperoleh dari persamaan:

Dampak pencilan dideteksi dari nilai sisaan yang dihasilkan.

Sisaan yang

dihasilkan oleh setiap tipe pencilan jika ditemukan tunggal diperoleh dengan persamaan
berikut:

I0
A0

: 2, = d,
(t, ) + a,

TC

: P, = w{rr(B)/(l- @}I,

LS

:P, = w(x(B)/(l- B)}I,(t,)+a,

:2,=wir(B)I,(t,)+a,

(t,) + a,

Deteksi keberadaan pencilan melalui pendugaan nilai maksimurn statistik baku
akibat pengaruh pencilan. Pendugaan statistik baku menggunakan persamaan berikut:

q, = m a x (t) 1, ZA0 (t) 1 , tLs(t) 1, tr (t) I}. Jika nilai

Selanjutnya hitung

q, I Z,,,(tl) I> C , dimana C adalah nilai tetapan batas kritis, maka mungkin terdapat
pencilan tp pada saat t l tersebut. Batas kritis ditetapkan oleh L-jung herdasarkan jumlah
pengamatan dalam deret. Batas kritis L-jung tersebut disampaikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Batas Kritis L-jung untuk Penetapan Pencilan
Jumlah pengamatan
dalam deret
4X
.. . . .

. 72
.......
.

. .
.

-96..
I ?n

.

.

360

~

.

? 6548
.-

3.7375
3.7974
7 XAAA

312

336

Titik kritis L-jung

~.

.

.

4.0471
4.0628
4.0774

.

Surnber : SAS, 2W2.

Keberadaan pencilan AO, LS dan TC menurut Kaiser dan Maravall (2001) tidak
mempengaruhi pendugaan parameter. Sebaliknya, keberadaan I 0 mempengamhi
pendugaan parameter. Pemyataan yang sama dinyatakan juga sebelumnya oleh Chen
dan Liu (1993) bahwa kecuali 10, ketiga pencilan lain yang telah dijelaskan bebas
terhadap pendugaan model. Sementara itu I 0 menurut Chang et a/. (1988) menunjukkan
kejutan luar biasa (extraordinary shock) pada pengamatan ke-T yang akan
mempengaruhi n