Kinetika Laju Absorbsi Spektrofotometri Ultraviolet-visibel

duodenum 4-6, jejunum 6-7, ileum 7-8. Usus halus merupakan tempat absorpsi yang penting untuk obat-obat karena pHnya yang cocok dan permukaan yang luas Ansel, 1989.

2.4 Kinetika Laju Absorbsi

a. Persamaan Michaelis Menten Inui, et al, 1988 V = ] [ ] [ C K C V m maks + + Kd [C] Dimana; V = Kecepatan absorpsi awal mcgml.menit V maks = Kecepatan absorpsi maksimum mcgml.menit K m = Tetapan Michaelis Mentens M [C] = Konsentrasi M Kd = Koefisien Difusi b. Lineweaver Burk Kurva hubungan konsentrasi [C] dan kecepatan absorpsi [V] yang dikemukakan oleh Michaelis mentens dapat diubah ke dalam kurva garis lurus apabila digunakan harga resiproknya 1V dan 1C Armstrong, 1995. Persamaannya adalah: 1v = maks m V K C 1 + maks V 1 Universitas Sumatera Utara

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet-visibel

Spektrofotometer UV-vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV- vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm Dachriyanus, 2004. Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap. Sinar ultraviolet dan sinar tampak akan menyebabkan elektron tereksitasi ke orbital yang lebih tingi. Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorpsi cahaya disebut dengan kromofor Dachriyanus, 2004. Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak Rohman, 2007. Hukum Lambert-Beer Beer’s law adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan: Universitas Sumatera Utara A = ε. b. C A = absorban serapan ε = koefisien ekstingsi molar M-1cm-1 b = tebal kuvet cm C = konsentrasi M Pada beberapa buku ditulis juga: A = E. b. C E = koefisien ekstingsi spesifik ml g-1cm-1 b = tebal kuvet cm C = konsentrasi gram100 ml Hubungan antara E dan ε adalah: E= massa molar 10. ε Pada percobaan, yang terukur adalah transmitan T, yang didefinisikan sebagai berikut: T = IIo I = intensitas cahaya setelah melewati sampel Io = intensitas cahaya awal Hubungan antara A dan T adalah: A = -log T = -log IIo Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A = abc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert- Universitas Sumatera Utara Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang diamati Rohman, 2007. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik Sartorius, homogenizer mixer Modifikasi, sentrifuge Health, touch mixer Health, spektrofotometer ultraviolet Shimadzu, stopwatch, politube, mikropipet, pH meter, alat-alat gelas, satu set alat bedah, dan alat-alat lain yang dibutuhkan.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol baku, aspirin baku, aquadest, natrium dihidrogen fosfat, dinatrium hidrogen fosfat, natrium klorida, etanol, kloroform, es batu, usus halus kelinci.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dengan berat 1,5-2 kg. 3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Pembuatan aquadest bebas CO 2 Aquadest dididihkan selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap CO 2 dari udara Ditjen POM, 1995.

3.4.2 Pembuatan larutan natrium dihidrogenfosfat 0,8

Larutkan 0,8 g natrium dihidrogenfosfat dalam aquadest bebas CO 2 secukupnya hingga 100 ml Ditjen POM, 1979. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Rasio Laju Absorpsi Ibuprofen pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang Dikeringkan dengan Freeze Dryer Dibandingkan dengan Usus Halus Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Segar

7 63 87

Ketergantungan Laju Absorpsi Dari Asam Mefenamat Terhadap Konsentrasi Pada Mukosa Usus Halus Kelinci Yang Dihomogenkan

4 44 95

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

2 9 83

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

0 0 15

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

0 0 2

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

0 3 5

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

0 1 15

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

2 5 2

Perbandingan Uji Absorpsi Ibuprofen Pada Usus Halus Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Terbalik Dan Tidak Terbalik Pada Kondisi Basah Dan Kering

0 0 29

PENGARUH ASPIRIN TERHADAP ABSORPSI PARASETAMOL PADA USUS HALUS KELINCI (Oryctolagus cuniculus) YANG DIHOMOGENKAN

0 0 11