Komputasi Numerik Untuk Analisis Karakteristik Keramik Psz Dengan Aditif Mgo, Cao Berbasis Matlab

(1)

KOMPUTASI NUMERIK UNTUK ANALISIS KARAKTERISTIK

KERAMIK PSZ DENGAN ADITIF MgO, CaO

BERBASIS MATLAB

TESIS

Oleh

B O B B I N

067026003/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(2)

KOMPUTASI NUMERIK UNTUK ANALISIS KARAKTERISTIK

KERAMIK PSZ DENGAN ADITIF MgO, CaO

BERBASIS MATLAB

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Fisika pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

B O B B I N

067026003/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

Partially Stabilized ZirkoniaI (PSZ) dengan aditif CaO dan MgO merupakan

keramik yang tangguh sehingga dapat digunakan sebagai alat pemotong, biokeramik, material refraktori ataupun lainnya yang membutuhkan ketangguhan dan ketahanan terhadap suhu tinggi. Karakteistik keramik ini terhadap suhu sinteringnya dianalisis secara komputasi numerik dengan berbasiskan bahasa pemrograman Matlab version

7.0.1. 24704 (R14) Service Pack 1, September, 13, 2004. Karakteristik yang

dianalisis adalah densitas, porositas, kekerasan, ketangguhan, kekuatan patah dan koefisen ekspansi termal. Hasil komputasi yang diperoleh dari Ca-PSZ dengan adititif 8,64 % CaO dan Mg-PSZ dengan aditif 12 % MgO masing-masing adalah : nilai densitas 3,9289 – 5,7735 x 103 kg/m3 dan 4,3810 – 5,8732 x 103 kg/m3, porositas 9,3434 – 27,3391 % dan 7,4747 – 20,0420 %, kekerasan 8,2393 – 27,3388 GPa dan 5,0377 – 29,8253 GPa, ketangguhan 1,8883 – 2,4944 MPa m1/2 dan 1,4064 – 2,5355 MPa m1/2, kuat patah 360,363 – 648,844 MPa dan 381,1607 – 712,7880 MPa, koefisien ekspansi termal 16,5 – 10,3 x 10-6oC-1 dan 17,1 – 12,3 x 10-6oC-1.


(4)

ABSTRACT

Partially Stabilized ZirkoniaI (PSZ) doped CaO dan MgO is a toughness ceramic so that can be used by cutting tool, bioceramic, refractory material or other that need high toughness and resistance on useful in high temperature. The correralation of characteristic ceramics to sintering temperature is done by numerical method computation using language programming base of Matlab version 7.0.1. 24704 (R14) Service Pack 1, September, 13, 2004. Characteristics that analysed with numeric method are density, porosity, hardness, fracture toughness, bending strength, and coefficient of thermal expansion. The result of computation both of Ca-PSZ with 8,64 % CaO additive and Mg-PSZ with 12 % MgO additive each are : density 3,9289 – 5,7735 x 103 kg/m3 and 4,3810 – 5,8732 x 103 kg/m3, porosity 9,3434 – 27,3391 % and 7,4747 – 20,0420 %, hardness 8,2393 – 27,3388 GPa and 5,0377 – 29,8253 GPa, fracture toughness 1,8883 – 2,4944 MPa m1/2 and 1,4064 – 2,5355 MPa m1/2, bending strength 360,363 – 648,844 MPa and 381,1607 – 712,7880 MPa, coefficient of thermal expansion 16,5 – 10,3 x 10-6oC-1 and 17,1 – 12,3 x 10-6oC-1.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan dan rahmatNya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan kejenjang Program Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah juga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.Ak atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendikan Program Magister Sains.

Direktur Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, Sekretaris Program studi Magister Ilmu Fisika, Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc beserta seluruh staf edukatif dan administratif pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Pembimbing Utama, Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc dan Pembimbing Lapangan Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc yang telah memberikan arahan dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

Kepada Ayah (alm) J. Nainggolan dan Ibu Lince br Situmorang serta istri tersayang Agnes Limbong dan anak-anak terkasih Paul, Theo dan Bima. Juga saudaraku Josar Nainggolan, Sr. Patricia Limbong, FSE dan semua orang yang membantu penulis secara moral dan materil untuk menyelesikan pendidikan ini.

Terima kasih atas doa dan dorongan kalian semua. Semoga kebanggaan ini, juga menjadi kebanggaan kalian semua. Sekali lagi terima kasih.

Semoga kita diberikan taufik dan hidayahNya dalam memanfaatkan segala ciptaanNya bagi kesejahteraan umat manusia. Amin.


(6)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : BOBBIN, S.Pd

Tempat dan Tanggal lahir : P. Siantar, 25 Pebruari 1965

Alamat rumah : Jl. Flamboyan Baru No. 50 Medan-20134

Hp : 06177656477

e-mail : bob_nainggolan@yahoo.co.id

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 17 Medan

Alamat Kantor : Jl. Letjen. Jamin Ginting Km-13,5 Medan-20134

Telepon : 0618360082

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 060888 Medan Tamat : 1977

SMP : SMP Negeri 8 Medan Tamat : 1981

SMA : SMA Kristen I Medan Tamat : 1984

Diploma-3 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1988

Strata-1 : IKIP Al-Washliyah Medan Tamat : 1995 Strata-2 : Program Studi Magister Fisika Tamat : 2008


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Keramik Zirkonia ... 5

2.2. Karakterisasi Material Keramik ... 8

2.2.1. Densitas dan Porositas ... 9

2.2.2. Kekerasan (HV) dan Ketangguhan (Kic) ... 10

2.2.3. Kekuatan Patah (j) ... 11

2.2.4. Koefisien Ekspansi Termal (g) ... 11

2.3. Komputasi ... 12

2.3.1. Metoda Analitik dan Metoda Numerik ... 12

2.3.2. Komputer ... 12

2.3.3. Perangkat Lunak Komputer ... 13

2.3.4. Matlab (Matrix Laboratory) ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1. Pemilihan Data dan Perangkat Lunak ... 20

3.1.1. Pemilihan Data ... 20

3.1.2. Pemilihan Perangkat Lunak ... 20

3.2. Variabel dan Parameter ... 20

3.2.1. Variabel ... 20

3.2.1.1. Variabel Tetap ... 20

3.2.1.2. Variabel Bebas ... 20

3.2.2. Parameter ... 22

3.3. Komputasi Numerik ... 22

3.3.1. Korelasi Suhu terhadap Sifat Karakteristik Keramik ... 24

3.3.2. Korelasi Densitas terhadap Suhu ... 25


(8)

3.3.4. Korelasi Kekerasan terhadap Suhu ... 26

3.3.5. Korelasi Ketangguhan terhadap Suhu ... 26

3.3.6. Korelasi Kekuatan Patah dengan Suhu ... 26

3.3.7. Korelasi Koefisien Ekspansi Termal dengan Suhu ... 27

3.4. Pemrograman ... 27

3.5. Algoritma ... 28

3.5.1. Algoritma Program untuk Menentukan Densitas ... 28

3.5.2. Algoritma Program untuk Menentukan Porositas ... 29

3.5.3. Algoritma Program untuk Menentukan Kekerasan ... 31

3.5.4. Algoritma Program untuk Menentukan Ketangguhan ... 32

3.5.5. Algoritma Program untuk Menentukan Kekuatan Patah ... 33

3.5.6. Algoritma Program untuk Menentukan Koefisien Ekspansi Termal ... 34

3.6. Diagram Alir ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Hasil Komputasi Numerik Densitas ... 44

4.2. Hasil Komputasi Numerik Porositas ... 46

4.3. Hasil Komputasi Numerik Kekerasan ... 47

4.4. Hasil Komputasi Numerik Ketangguhan ... 49

4.5. Hasil Komputasi Numerik Kekuatan Patah ... 50

4.6. Hasil Komputasi Numerik Koefisien Ekspansi Termal ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 55


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor J u d u l Halaman

1.1 Komposisi Kimia dari Kaca Dasar dan Material Baku ... 2 1.2 Standar Bahasa Pemrograman ... 15 1.3 Fungsi dan Bentuk Linear ... 23


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor J u d u l Halaman

2.1 Diagram Transformasi Fasa Struktur Kristal Zirkonia ... 6

2.2.a Diagram Fasa ZrO2-CaO ... 7

2.2.b Diagram Fasa ZrO2-MgO ... 7

2.3 Window Default Matlab ... 16

2.4 Command Window ... 16

2.5 Editor Window ... 17

2.6 Figure Window ... 18

2.7 Help Window ... 19

3.1.a Batas Suhu Sintering ZrO2-CaO ... 21

3.1.b Batas Suhu Sintering ZrO2-MgO ... 21

3.2 Diagram Alir Korelasi Densitas terhadap Suhu ... 38

3.3 Diagram Alir Korelasi Porositas terhadap Suhu ... 39

3.4 Diagram Alir Korelasi Kekerasan terhadap Suhu ... 40

3.5 Diagram Alir Korelasi Ketangguhan terhadap Suhu ... 41

3.6 Diagram Alir Korelasi Kekuatan Patah terhadap Suhu ... 42

3.7 Diagram Alir Korelasi Koefisien Ekspansi Termal terhadap Suhu ... 43 4.1 Grafik Densitas – Suhu ... 44

4.2 Grafik Porositas – Suhu ... 46

4.3 Grafik Kekerasan – Suhu ... 48

4.4 Grafik Ketangguhan – Suhu ... 49

4.5 Grafik Kekuatan Patah – Suhu ... 51


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor J u d u l Halaman

A Tabel Data dan Hasil Komputasi ... 58

B Pemrograman ... 74

C Pemrosesan Data ... 93

D Data Propertis Zirkonia dan Alumina ... 137

E Zirkonia ... 139

F Data Teknik PSZ ... 142

G Komponen Zirkonia ... 143

H Uj Kekerasan (The Hardness Test) ... 144


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini, material keramik tidak hanya dikenal sebagai produk keperluan rumah tangga atau barang seni, tetapi telah jauh lebih maju menjadi bahan penting di bidang teknik maupun medis.

K. Niihara mengungkapkan bahwa zirkonia merupakan salah satu material keramik yang menjanjikan dan diharapkan dapat digunakan untuk pemakaian yang lebih luas. Material ini mempunyai struktur kekuatan dan ketangguhan yang baik sehingga dapat dipakai sebagai material refraktori berkualitas tinggi. Pemakaiannya terbatas karena sampai saat ini biayanya masih relatif mahal (Yang dkk, 2007).

Bahan baku Zirkonia cukup banyak terdapat di Indonesia dalam bentuk pasir

zircon, dan selama ini masih diekspor dalam bentuk pasir. Sedangkan bahan adaptif

seperti MgO dan CaO cukup banyak tersedia juga. Akan tetapi sampai saat ini produk PSZ masih diimpor dari Jepang, Australia, Eropa dan Amerika. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguasai pembuatan keramik PSZ, khususnya bahan aditif MgO dan CaO (Simatupang, 2005).

MgO dan CaO juga terdapat pada kaolin, basal dan kaca dasar. Komposisi kimia dari kaca dasar dan material baku ( basal dan kaolin) ditunjukkan pada Tabel 1.1 dalam persen jumlah (Hassan dkk, 2007).


(13)

Tabel 1.1 Komposisi Kimia dari Kaca Dasar dan Material Baku (Hassan dkk, 2007) Oksida Kaolin (%) Basal (%) Kaca Dasar (%)

SiO2 50,26 50,26 43,44

Al2O3 42,93 14,73 27,39

Fe2O3 1,06 3,96 -

MgO 0,59 6,25 3,70

CaO 0,93 10,79 6,51

Na2O 1,31 2,46 1,49

K2O 0,82 0,72 0,44

TiO2 2,10 3,46 10,43

FeO - 7,37 6,60

Selain dari bahan tambang, ternyata ubur-ubur (jellyfish) juga merupakan sumber MgO berupa mineral brusit Mg(OH2). Bila brusit dipanaskan sampai pada suhu 1000 oC maka akan terbentuk MgO (Syukur, 2008).

Komputer adalah hasil produk teknologi tinggi yang akhir-akhir ini telah banyak dijumpai, dipakai, dan dimanfaatkan pada berbagai bidang kegiatan laboratorium fisika atau bidang lainnya. Pemakaian komputer ini lebih meningkat lagi setelah diproduksinya berbagai jenis komputer yang harganya relatif murah. Pengalaman dilapangan menunjukkan bahwa pemakaian komputer di laboratorium- laboratorium masih terbatas untuk pengetikan atau pengolahan data tertentu, dengan kata lain, pemakaian komputer sebagai alat yang serba guna belum maksimal. Dari segi akademis, masih banyak dijumpai tenaga pengajar dan mahasiswa yang masih enggan dalam menggunakan komputer, sedangkan komputer adalah sebagai alat bantu utama pengembangan fisika komputasi (Zarlis, 2007b).


(14)

Kemajuan komputer digital telah membuat bidang metode numerik berkembang secara dramatis. Tentu saja alasan utama penyebab kemajuan ini adalah perkembangan komputer itu sendiri, baik dari segi kapasitas, kecepatan maupun akurasinya.

Sejalan dengan itu, perangkat lunak (software) semakin berkembang dan beragam sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di pasaran terdapat banyak program aplikasi komersil yang langsung dapat digunakan. Contoh program aplikasi itu adalah Matlab yang diproduksi oleh TheMathWorks, Inc.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Penelitian keramik secara eksperimen terdiri atas beberapa tahap pengerjaan. Antara lain mulai dari pemilihan bahan baku, proses kalsinasi, pencetakan, proses sintering sampai penganalisaan. Semua hasil analisa dirangkum dari beberapa pengujian dari beberapa sampel. Semakin banyak pengujian, maka hasil pengujian semakin akurat. Akan tetapi pembuatan sampel sampai penganalisaan membutuhkan waktu dan biaya yang relatif besar. Untuk mengatasi hal ini dipilih alternatif lain, yaitu komputasi numerik.

Matlab adalah salah satu dari sekian banyak perangkat lunak perhitungan.

Software ini belum begitu populer untuk penelitian dengan menggunakan metoda

numerik dibandingkan dengan yang lainnya, padahal Matlab versi pertama telah dikomersilkan sejak tahun 1970 (Ramza, 2007). Hal ini menjadi daya tarik tersendiri sehingga program Matlab digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian dengan


(15)

pengujian secara komputasi numerik berbasis Matlab untuk analisis bahan keramik PSZ dengan aditif CaO, MgO belum pernah dilakukan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi suhu sintering pada keramik PSZ dengan aditif MgO, CaO terhadap sifat karakteristiknya, yaitu sifat fisis (densitas

dan porositas) dan sifat mekanis (kekerasan, ketangguhan dan kekuatan patah), dan koefisien ekpansi termal dengan cara komputasi numerik berbasis Matlab. Penelitian secara eksperimen telah dilakukan oleh Simatupang (2005).

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini menghasilkan program komputer yang dapat digunakan dengan fleksibel karena pemrograman yang dilakukan bersifat terbuka untuk berbagai data (lihat Lampiran B halaman 74). Pada awalnya penelitian ini hanya dimaksudkan untuk komputasi numerik untuk analisis beberapa karakteristik keramik zirkonia, namun program ini dapat juga menganalisis karakteristik lainnya dengan melakukan pengubahan beberapa bagian pemrograman. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian yang berkaitan dengan metode numerik khususnya yang berbasiskan Matlab.


(16)

73

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KERAMIK ZIRKONIA

Sejak zaman dahulu kala, Zirkon telah dikenal sebagai batu permata. Zirkon berasal dari bahasa Arab, Zargon, yang bermakna : warna keemasan. Zirkonia dengan nama lain dioksida logam (ZrO2), telah diidentifikasi pada tahun 1789 oleh ahli kimia Jerman, Klaproth. Perkembangan zirkonia sebagai material teknik telah diperlihatkan oleh Garvie pada tahun 1970 dengan mendemonstrasikan cara pembuatan terbaik tranformasi fasa t-m dari Penstabilan Sebagian Zirkonia (PSZ), yang akan mempengaruhi sifat keramik zirkonia (Živko dkk, 2004).

Zirkonia (ZrO2) merupakan oksida logam yang diperoleh melalui pemurnian pasir zirkon (ZrSiO4). Pasir ini banyak terdapat ditemukan sebagai bahan tambang. Zirkonia (ZrO2) merupakan salah satu jenis dari keramik teknik yang aplikasinya sangat luas. ZrO2 tergolong material bersifat polimorfi yang memiliki tiga macam struktur kristal yaitu : monoklinik, tetragogal dan kubik. Monoklinik Zirkonia (m-ZrO2) dan tetragonal Zirkonia (t-ZrO2) tergolong tidak stabil pada suhu 1000 0C – 1100 0C, karena pada kisaran suhu tersebut terjadi transformasi fasa dari monoklink ke tetragonal (reversible) sehingga dapat menimbulkan perubahan volume (3 – 5 %). Dampaknya akan terjadi keretakan mikro (microcrack), dan bila retak tersebut menjalar maka dapat menimbulkan kerusakan (failure) pada material (Worral, 1986).


(17)

menghasilkan perubahan volume yang signifikan (lihat Lampiran E halaman 139). Pada keadaan ini, ZrO2 murni akan mengalami keretakan (crack) selama siklus pemanasan dan pendinginan pada pemakaian material refraktori.

Menurut Garvie (1970) dan Guliati dkk (1980) dinyatakan bahwa kubik Zirkonia (k-ZrO2) merupakan fasa yang paling stabil terhadap perubahan suhu. ZrO2 murni umumnya memiliki struktur kristal monoklinik, dan untuk merubah ke fasa yang stabil k-ZrO2 diperlukan pemanasan sampai suhu yang tinggi di atas suhu leburnya yaitu 2680 0C. Gambar 2.1 menunjukkan diagram transformasi fasa struktur kristal zirkonia.

1000 – 1100 0C

Monoklinik ZrO2

Kubik ZrO2

2680 0C

Tetragonal ZrO2

Gambar 2.1 Diagram transformasi fasa struktur kristal zirkonia (Garvie,1970)

Selain itu, juga dinyatakan bahwa penambahan oksida-oksida bivalen dan

trivalen seperti misalnya : CaO, MgO, Y2O3, Sc2O3 dapat diperoleh fasa stabil k-ZrO2

pada suhu relatif rendah di bawah titik leburnya. Adanya fasa k-ZrO2 dalam bentuk keramik ZrO2 dapat dihindari penjalaran retak mikro akibat tranformasi fasa monoklinik. Proses penambahan aditif pada pembuatan keramik ZrO2 , dalam strukturnya terbentuk sebagian fasa stabil k-ZrO2 yang disebut sebagai proses penstabilan sebagian zirkonia(Partially Stabilized Zirconia – PSZ ).

Gambar 2.2.a dan 2.2.b merupakan diagram fasa biner sistem ZrO2-CaO dan ZrO2-MgO.


(18)

Dari kedua diagram fasa tersebut terlihat bahwa untuk dapat terbentuknya fasa k-ZrO2 dan t-ZrO2 muncul secara bersama-sama maka diperlukan prosentase aditif CaO sekitar 7 – 15 % mol dan untuk MgO sekitar 3 – 14 % mol.

Gambar 2.2.a Diagram Fasa ZrO2-CaO (Garvie, 1970)

Gambar 2.2.b Diagram Fasa ZrO2-MgO (Garvie, 1970)

Produk keramik PSZ memiliki keunggulan antara lain : tahan korosi, stabil untuk pemakaian suhu tinggi, sangat keras, memiliki kekuatan patah lebih besar 400 MPa, dan mempunyai densitas lebih besar dari 5x103 kg/m3 (lihat Lampiran A Tabel G.c halaman 73). Produk PSZ yang banyak dijual adalah tipe Mg-PSZ (menggunakan aditif MgO). Sedangkan, tipe Ca-PSZ (menggunakan aditif CaO) jarang ditemui di pasaran. Produk keramik PSZ banyak digunakan sebagai komponen alat pemotong

(cutting tools), noozle pengapian dan beberapa komponen mekanik (bearing, seal

pump) dan refraktori suhu tinggi (Chan dkk, 1992). Produk PSZ ini juga telah dikembangkan untuk penggunaan sebagai bahan biokeramik, misalnya


(19)

Reaksi dari keramik zirkonia tersinter dari paduan bahan ZrO2, Al, MgAl telah diteliti oleh Yang (2007). Lapisan campuran serbuk dari Al dengan Ca-PSZ tidak efektif pada penggilingan karena keausannya (attrition) bila dibandingkan dengan serbuk alumina. Akan tetapi dengan menggunakan bola alumina (alumina

balls) lebih baik dari pada bola zirkonia (zirconia balls) karena efesiensi aus

penggilingan akan bertambah dengan besar. Akan lebih mudah menggiling menggunakan serbuk MgAl daripada serbuk Ca-PSZ. Selama pemanasan, Mg dan Al pertama-tama akan menjadi oksida dan selanjutnya berubah menjadi spinel

(MgAl2O4). Pada reaksi ini, MgO tidak tereaksi dan ternyata inilah yang menstabilkan zirkonia. Oksida yang terbentuk pada proses oksidasi mempunyai ukuran butir (grain size) yang sangat halus sehingga reaksi sintering menjadi lebih efektif pada densifikasinya, dan juga menghasilkan mikrostruktur yang homogen. Sifat mekanik (mechanical properties) dari paduan zirkonia dan spinel stabil akan lebih baik dari paduan zirkonia yang hanya distabilkan oleh MgO saja (Yang, 2007)

2.2 KARAKTERISASI MATERIAL KERAMIK

Karakteristik keramik (ceramic properties) antara lain adalah sebagai berikut (bandingan dengan material lainnya ada pada Lampiran I halaman 145):

a. Sifat fisis : densitas, porositas, warna dan ukuran butir (grain size).

b. Sifat mekanik : ketangguhan (fracture toughness), Modulus Young, kekuatan lentur (flexural strength), kekerasan (hardness), kuat tekan


(20)

c. Sifat termal : konduktivitas termal (thermal conductivity), koefisien ekspansi termal (coefficient of thermal expansion).

d. Sifat listrik : kekuatan dielektrik (dielectric strength), keraguan dielektrik

(dielectric loss), resistivitas volume (volume resistivity).

2.2.1 Densitas ( ) dan Porositas (P)

Densitas (rapat massa) didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V). Untuk pengukuran volume, khususnya bentuk dan ukuran yang tidak beraturan sulit untuk ditentukan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menentukan densitas (bulk density) dan porositas dari sampel keramik PSZ yang telah disintering adalah dengan menggunakan metode Archimedes, dengan persamaan sebagai berikut :

air k g b s × ) m -(m -m m = (2.1) (2.2)

dan × %

) m -(m -m m -m = P k g b s b 100 dengan :

air = massa jenis air (kg/m3) ms = massa sampel kering (kg) mb = massa sampel setelah direndam air (kg) mg = massa kawat penggantung (kg) mk = massa kawat penggantung (kg)


(21)

2.2.2 Kekerasan (HV) dan Ketangguhan ( Kic)

Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi atau ketahanan terhadap deformasi dari permukaan bahan. Kekerasan (HV) dan Ketangguhan (Kic) suatu bahan dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

(2.3)

2 81731 1

D P x , =

HV -4

dan

(2.4) dengan :

Kic = ketangguhan (MPa). P = beban yang diberikan (N).

D = panjang diagonal jejak indentor (m) . HV = kekerasan Vickers (GPa).

E = modulus Young (GPa).

C = jarak pusat ke salah satu unjung retak (m).

Untuk material keramik PSZ, nilai modulus Young E adalah 200-205 GPa. Dengan menyulihkan nilai Modulus Young E dan Kekerasan HV (hasil pengukuran) maka besarnya nilai Kic dapat dihitung.

Uji kekerasan (hardness test) yang umum dipakai untuk keramik adalah Uji Vickers dan Uji Brinell (lihat Lampiran H halaman 144).

2 1 2

3 5845

49 /

V / (E/H )

C P ,

ic =


(22)

2.2.3 Kekuatan Patah (j)

Kekuatan Patah (bending strength) sering disebut Modulus of Rupture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal stress) . Persamaan kekuatan patah (bending strength) sampel keramik dinyatakan sebagai berikut :

2 10 47 1 bh PL x , =

j -3 (2.5)

dengan :

j = kekuatan patah (Mpa). P = gaya penekan (N). L = jarak dua penumpu (m). b,h = dimensi sampel (m).

2.2.4 Koefisien Ekspansi Termal (g)

Pengukuran nilai ekspansi termal dapat dilakukan dengan alat dilatometer. Dari kurva yang ditunjukkan diperoleh hubungan antara suhu dengan persen ekspansi, dengan rentang suhu yang dipergunakan mulai dari suhu kamar sampai 1000 0C. Koefisien ekspansi termal dapat ditentukan dengan persamaan :

) T -(T L L -L = g 0 1 0 0 t (2.6) dengan :

g = koefisien ekspansi termal (K-1)

L0 = panjang sampel pada suhu T0 (m) ; T0 = suhu awal (K) Lt = panjang sampel pada suhu T (m) ; Tt = suhu akhir (K)


(23)

2.3 KOMPUTASI

2.3.1 Metode Analitik dan Metode Numerik

Persoalan yang melibatkan model matematika seringkali kali muncul dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang Fisika, Kimia, Ekonomi, atau pada bidang rekayasa (engineering), seperti Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, dan sebagainya. Seringkali model matematika itu muncul dalam bentuk yang tidak ideal alias rumit. Model yang rumit ini bisa saja diselesaikan dengan metode analitik, tetapi membutuhkan waktu dan langkah-langkah yang panjang sekali (bahkan sampai menjemukan), atau mungkin tak dapat diselesaikan karena belum ada bentuk rumus aljabar yang baku. Bila metode analitik ini tidak dapat lagi diterapkan, maka solusi persoalan masih dapat dicari dengan menggunakan metode numerik.

Perbedaan utama antara metode numerik dan metode analitik terletak pada dua hal. Pertama, solusi dengan menggunakan metode numerik selalu berbentuk angka. Sedangkan dengan metode analitik yang biasanya menghasilkan solusi dalam bentuk

fungsi matematik yang selanjutnya fungsi matematik tersebut dapat dievaluasi untuk

menghasilkan nilai dalam bentuk angka (Munir, 2006).

2.3.2 Komputer

Komputer adalah produk berteknologi tinggi. Komputer berperan besar dalam perkembangan bidang metode numerik. Sejalan dengan perkembangan komputer itu sendiri yang tiap generasinya menghadirkan keunggulan, seperti waktu dan memori telah membuat ruang untuk penelitian dengan menggunakan metode numerik semakin terbuka luas.


(24)

2.3.3 Perangkat Lunak Kumputer

Sebahagian besar komputer PC (Personal Computer) menggunakan sistem operasi (operating system) berbasis Windows. Versi windows yang populer sekarang ini adalah Windows 2000, Windows XP, Windows 2003, dan yang paling terbaru adalah Windows Vista.

Alat perangkat lunak (software) adalah program yang telah ditulis untuk melakukan operasi umum. Perangkat lunak program aplikasi yang paling umum dipakai oleh pengguna komputer PC sekarang ini adalah Microsoft Office 98, 2000,

XP, 2002, 2003 dan terakhir 2007. Perangkat lunak ini mempunyai penggunaan tertentu dalam aplikasinya. Misalnya, pengolah kata (word processor), seperti

Microsoft Word adalah program yang digunakan untuk memformat teks. Adanya juga

perangkat lunak untuk pengunaan yang lainnya, misalnya : AdobePhotoshop CS,

Coreldraw, AutoCad, dan lain-lain.

2.3.4 Matlab (Matrix Laboratory)

Matlab, Matematica, dan Maple adalah alat perhitungan matematis yang sangat

kuat. Alat ini bukan hanya mampu untuk matematis yang sangat kuat tetapi juga menyediakan kemampuan luas untuk membuat gambar (Etter dkk, 2003).

Matlab (Matrix Laboratory) adalah sebuah program untuk analisis dan komputasi numerik, merupakan suatu bahasa pemrograman matematika lanjutan yang


(25)

merupakan perangkat lunak (software) yang dikembangkan oleh TheMathWorks, Inc. dan merupakan perangkat lunak yang paling efisien untuk perhitungan numerik berbasis matriks. Dengan demikian, jika di dalam perhitungan, permasalahan dapat diformulasikan ke bentuk format matriks, maka Matlab merupakan perangkat lunak terbaik untuk penyelesaian numeriknya (Arhami, 2005).

Suatu bahasa pemrograman haruslah memenuhi beberapa kriteria (Garcia, 1994), diantaranya :

a. Kemampuan ( powerful) : kemampuan menyusun dan menangani tipe data yang berbeda (seperti, bilangan kompleks), dan tersedianya rumus-rumus standar.

b. Kejelasan (clean) : mudah untuk dibaca, mudah untuk digunakan dan mudah untuk mencari kesalahan (debug).

c. Grafik (graphics) : tidak hanya grafik yang biasa tetapi juga grafik tingkat tinggi (seperti, countor plot).

d. Portabel ( portable) : dapat dipakai pada operating system seperti IBM PCs,


(26)

Kriteria dari beberapa bahasa pemrograman ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Standar Bahasa Pemrograman (Garcia, 1994) Bahasa

pemrograman Kemampuan Kejelasan Grafik Portabel

Basic C- B+ B- B-

FORTRAN B C+ C- C+

Pascal C+ B C B-

C B+ B- C B-

Sym.

Manipulator C+ B- A- B+

Masing-masing penilaian adalah sebagai berikut : 60-64 = C- ; 65-69 = C ; 70-74 = C+ ; 75-79 = B- ; 80-84 = B ; 85-89 = B+ ; 90-94 = A- dan 95-100 = A. Nilai untuk Matlab adalah antara B+ dan A- dari keempat kategori.

Seperti bahasa-bahasa komputer yang lain, Matlab mempunyai aturan pemberian nama. Aturan-aturannya adalah sebagai berikut (Ramza, 2007) :

1. Variabel harus dimulai dengan sebuah huruf, diikuti dengan angka, digit dan penilaian.

2. Variabel dapat terdiri dari 31 karakter, selebihnya diabaikan.

3. Variabel merupakan kasus sensitif (x_value, X_Value, X_VALUE, x_VALUE), keseluruhannya merupakan variabel yang berbeda.


(27)

Ketika Matlab dibuka untuk pertama sekali maka layar awal (window default) yang tampak adalah seperti gambar 2.3 berikut :

Layar utama pada Matlab ada 4 yaitu :

a. Layar Perintah Matlab (Matlab Command Window)

Gambar 2.3 Window Default Matlab ( TheMathWorks, Inc.,2004))


(28)

Window ini merupakan layar yang dibuka aktif pertama sekali setiap Matlab dijalankan. Pada layar ini dapat dilakukan akses ke perintah (command) yang ada dengan mengetikkan barisan ekpresi, misalnya help elfun. Ciri layar ini adalah adanya

prompt (>>) yang menyatakan bahwa Matlab siap menerima perintah.

b. Layar Editor (Editor Window)

Window (Gambar 2.5) ini merupakan tool yang disediakan oleh Matlab versi 5

ke atas yang berfungsi sebagai editor script. Window ini sering juga disebut Window

M-File. Untuk mengakses window ini dapat dilakukan dengan :

1. Pilih File, kemudian pilih New.

2. Pilih M-File, maka Matlab akan menampilkan editor window.

Atau dapat juga dengan cara lain, pada command window, ketikkan : >> edit lalu tekan Enter maka layar editor akan ditampilkan.


(29)

c. Layar Gambar (Figure Window)

Window ini adalah visualisasi script Matlab. Namun Matlab memberikan

kemudahan bagi programer untuk mengedit visualisasi keluaran (output) sekaligus dapat menjadi media masukan (input) yang interaktif.

d. Layar Bantuan (Help Window)

Selain help yang dapat diakses melalui command window, informasi tersebut dapat juga dilihat pada Matlab Help Window. Pada layar ini berisikan perintah yang sangat berguna untuk mempelajari pemrograman Matlab, yaitu intro, yang membahas konsep-konsep dasar tentang bahasa Matlab, misalnya getting started. Selain itu, terdapat juga banyak program demonstrasi yang mengillustrasikan berbagai kapabilitas Matlab, misalnya basic matrix operations. Untuk hal ini dapat dilakukan dengan perintah demos.


(30)

Help Window ditunjukkan pada gambar 2.7.


(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PEMILIHAN DATA DAN PERANGKAT LUNAK 3.1.1 Pemilihan Data

Pemilihan data / pengambilan data diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Simatupang (2005). Data yang diperoleh ini ditabelkan pada Lampiran A halaman 58–71.

3.1.2 Pemilihan Perangkat Lunak

Perangkat lunak (Software) yang dipilih pada penelitian ini adalah Matlab version 7.0.1. 24704 (R14) Service Pack 1, September, 13, 2004.

3.2. VARIABEL DAN PARAMETER 3.2.1. Variabel

3.2.1.1. Variabel Tetap

Variabel tetap : Aditif 8,64 % mol CaO dan 12 % mol MgO (Simatupang, 2005).

3.2.1.2 Variabel bebas

Variabel bebas yang dipilih merupakan batas suhu sintering terendah dan suhu sintering tertinggi yang ditentukan berdasarkan diagram fasa ZrO2-CaO dan diagram fasa ZrO2-MgO.

Penentuan batas suhu sintering masing-masing ditunjukkan pada gambar 3.1.a dan 3.1.b.


(32)

d

Tt

Tr Tr

Tt

Gbr 3.1.b Batas Suhu Sintering ZrO2-MgO

Gbr 3.1.a Batas Suhu Sintering ZrO2-CaO

Dari gambar terlihat bahwa batas suhu sintering untuk ZrO2-8,64% CaO sekitar 1100 - 1900 oC dan pada ZrO2-12% MgO sekitar 1400 - 1600 oC. Pada prakteknya, suhu sintering di atas batas bawah dan di bawah batas atas untuk mengantisipasi terjadinya deformasi. Batas suhu sintering sebagai variabel bebas pada pengujian bahan secara eksperimen adalah 1100 – 1500 oC dengan rentang suhu 100 oC (Simatupang, 2006), tetapi pada pengujian bahan secara numerik, batas suhu sintering yang menjadi variabel bebas adalah 1100, 1200, 1250, 1300, 1350, 1400, 1450, 1500, 1550 dan 1600 0C.


(33)

3.2.2 Parameter

Parameter yang digunakan pada analisis ini meliputi : densitas (density), porositas (porousity), kekerasan (hardness), ketangguhan (fracture toughness), kekuatan patah (bending strength), dan koefisien ekspansi termal (thermal expansion

coefficient).

3.3 KOMPUTASI NUMERIK

Regresi adalah teknik pencocokan kurva untuk data berketelitian rendah. Contoh data yang berketelitian rendah adalah data hasil pengamatan, percobaan di laboratorium atau data statistik. Data seperi ini disebut data hasil pengukuran. Galat yang dikandung data berasal dari ketidaktelitian alat ukur yang dipakai, kesalahan membaca alat ukur (paralaks), atau karena kelakuan sistem yang diukur. Untuk data hasil pengukuran, pencocokan kurva berarti membuat fungsi hampiran (regresi) titik-titik data. kurva fungsi tidak perlu melalui semua titik-titik data tetapi dekat dengannya tanpa perlu menggunakan polinom berderajat tinggi (Munir, 2006).

Satu cara untuk melakukan pencocokan kurva adalah dengan meminimumkan ketidaksesuaian antara titik-titik data dengan kurva. Sebuah teknik untuk melaksanakan tujuan ini dinamakan regresi kuadrat terkecil (Chapra, 1994).

Regresi linear adalah pencocokan kurva untuk data yang memiliki hubungan linear antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Rangkuman beberapa fungsi dan persamaan linearnya ada pada Tabel 3.1 (Munir, 2006).


(34)

Tabel 3.1 Fungsi dan Bentuk Linear (Munir, 2006)

Fungsi

y = f(x)

Bentuk linear

Y = a + bX Perubahan variabel dan konstanta y = Cxb ln(y) = ln(C) + b ln(x) Y = ln(y) ; X = ln(x) ; C = ea y = Cebx ln(y) = ln(C) + bx Y = ln(y) ; X = x ; C = ea

x + d Cx = y C + x C d = y 1 1

1 Y = 1/y ; X = 1/x ;

C = 1/a ; d =bC

x b + a = y x b + a =

y Y = y ; X = 1/x

C + x

D =

y (xy)

C 1 -+ C D = y b 1 -= C ; b a -= D ; 1/x = X ; y = Y bx + a =

y 1 =a+bx

y 1 x = X ; bX + a = Y 1

( )-2

bx + a =

y y-1/2=a+bx Y= y-1/2 ; X=x

y = Cxe-Dx )=ln(C)+(-Dx) x

y

ln( );C=e ;D=-b

x y ln( =

Y a

Persamaan regresi linear dengan kuadrat terkecil (Chapra, 1994) dirumuskan sebagai berikut :

‡”x = ‡”y b + a n n = n = i i i 1 1 1 (3.1)

‡”x =‡” yx b + ‡”x a n = n = i i i i

n =

i i 11 1

2 1

(3.2)


(35)

Persamaan normal tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut : ‡”x ‡”x = b a ‡”x ‡”x ‡”x n n = i i n = i i n = i i n = i i n = i i 1 1 1 2 1 1 (3.3)

Nilai a dan b juga dapat ditentukan dengan bentuk lain dari persamaan normal, yaitu: (3.4) 2 2 x ‡”y -x ‡”y n y ‡”y x ‡”y -xy ‡”y n = b n 1 = i i n 1 = i i n 1 = i i n 1 = i i n 1 = i i (3.5) x b -y = a

dengan : = nilai rata-rata x, dan = nilai rata-rata y. x y

Regresi linear hanya tepat bila data memiliki hubungan linear antara variabel bebas dan variabel terikatnya, tetapai ada kalanya hal ini tidak terjadi pada data hasil pengukuran. Meskipun demikian pencocokan kurva dengan fungsi nonlinear dapat juga diselesaikan dengan cara regresi linear (Munir, 2006).

3.3.1 Korelasi Karakteristik Keramik terhadap Suhu Sintering

Bila korelasi karakteristik x dari suatu keramik terhadap suhu sintering T dinyatakan sebagai fungsi nonlinear dengan pangkat sederhana sebagai berikut :

y = c x b (3.6)

dengan b adalah konstanta, maka persamaan ini akan diselesaikan dengan cara regresi linear.


(36)

3.3.2 Korelasi Densitas terhadap Suhu Sintering

Korelasi densitas terhadap suhu sintering dinyatakan sebagai berikut (Harahap, 2006) :

b (3.7)

T c =

Bila diambil logaritma alam kedua ruas persamaan tersebut maka diperoleh : ln = ln c + b ln T (3.8) Analog dengan persamaan linear :

y = a + bx (3.9)

maka :

(3.10) y = ln

a = ln c (3.11)

x = ln T (3.12)

Untuk memperoleh nilai konstanta a dan b digunakan metode kuadrat terkecil melalui persamaan regresi linear dengan menggunakan persamaan (3.3) .

Dari persamaan (3.11), nilai c dihitung dengan cara sebagai berikut :

c = e a (3.13)

Kemudian nilai c dan b disulihkan ke persamaan (3.7).

Dengan cara yang sama, penghitungan diselesaikan terhadap karakteristik lainnya.


(37)

3.3.3 Korelasi Porositas terhadap Suhu Sintering

Korelasi porositas terhadap suhu sintering dinyatakan sebagai berikut (Harahap, 2006) :

P = a T b

Bila diambil logaritma alam kedua ruas persamaan tersebut maka diperoleh :

ln P = ln a + b ln T (3.15)

3.3.4 Korelasi Kekerasan terhadap Suhu Sintering

Korelasi kekerasan terhadap suhu sintering dinyatakan sebagai berikut (Harahap, 2006) :

HV = a T b

Bila diambil logaritma alam kedua ruas persamaan tersebut maka diperoleh :

(3.17) ln HV = ln a + b ln T

3.3.5 Korelasi Ketangguhan terhadap Suhu Sintering

Korelasi ketangguhan terhadap suhu sintering dinyatakan sebagai berikut (Harahap, 2006) :

Kic = a T b

Bila diambil logaritma alam kedua ruas persamaan tersebut maka diperoleh :

(3.19) ln Kic = ln a + b ln T

3.3.6. Korelasi Kekuatan Patah terhadap Suhu Sintering

Korelasi kekuatan patah terhadap suhu sintering dinyatakan sebagai berikut (Harahap, 2006) :

(3.14)

(3.16)

(3.18)

(3.20) j = a T b


(38)

ln j = ln a + b ln T

3.3.7 Korelasi Koefisien Ekspansi Termal terhadap Suhu Sintering

Korelasi koefisien ekspansi termal terhadap suhu sintering dinyatakan sebagai berikut (Harahap, 2006) :

g = a T b (3.22)

Bila diambil logaritma alam kedua ruas persamaan tersebut maka diperoleh :

ln g = ln a + b ln T (3.23)

3.4 PEMROGRAMAN

Dalam metode komputasi, data-data eksperimen diolah dengan perangkat lunak

(software) komputer PC, yaitu Matlab. Program simulasi yang dirancang akan

digunakan untuk menganalisa korelasi suhu sintering terhadap karakteristik keramik PSZ dengan aditif MgO, dan juga dengan aditif CaO.

Zarlis (2007a) menyebutkan bahwa proses perancangan program simulasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi persoalan yang meliputi antara lain : masalah yang akan disimulasi, input dan output yang diperlukan.

2. Membuat struktur cara penyelesaiannya. 3. Memilih metode penyelesaian.

4. Membuat diagram alir (flowchart). 5. Memilih bahasa pemrograman.


(39)

3.5 ALGORITMA

Algoritma adalah urutan langkah-langkah penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis dan logis. Kata logis merupakan kata kunci algoritma yang dapat ditentukan bernilai salah atau benar (Zarlis, 2007a).

Perancangan suatu program yang terstruktur dan terkendali sangat diperlukan. Untuk itu perlu dilakukan perancangan algoritma dan diagram alir sehingga dapat memperjelas langkah-langkah dalam membuat program secara utuh (Chapra, 1994)

3.5.1 Algoritma Program Densitas

Algoritma untuk menentukan densitas adalah sebagai berikut :

INPUT

1. n = jumlah data eksperimen. 2. T = suhu sintering.

3. Da = densitas air.

4. ms = massa sampel kering. 5. mb = massa sampel basah. 6. mg = massa sampel di air. 7. mk = massa kawat gantungan. 8. m = jumlah data numerik.

PROSES

1. Kalkulasi densitas.


(40)

3. Kalkulasi logaritma alam suhu sintering . 4. Lakukan perulangan untuk n data.

5. Kalkulasi total logaritma alam densitas. 6. Kalkulasi total logaritma alam suhu sintering.

7. Kalkulasi total perkalian logaritma alam densitas dan logaritma alam suhu sintering.

8. Kalkulasi total logaritma alam densitas kuadrat. 9. Kalkulasi koefisien a dan b.

10.Kalkulasi koefisien c.

11.Kalkulasi densitas numerik untuk m data.

OUTPUT

1. Untuk memperoleh hasil, tekan tombol Enter.

2. Untuk menggambar grafik, digunakan fungsi plot sebagai berikut : plot( ,T) , lalu tekan Enter.

3.5.2. Algoritma Program Porositas

Algoritma untuk menentukan porositas adalah sebagai berikut :

INPUT

1. n = jumlah data eksperimen. 2. T = suhu sintering.

3. ms = massa sampel kering. 4. mb = massa sampel basah. 5. mg = massa sampel di air.


(41)

7. m = jumlah data numerik. PROSES

1. Kalkulasi porositas.

2. Kalkulasi logaritma alam porositas. 3. Kalkulasi logaritma alam suhu sintering. 4. Lakukan perulangan untuk n data. 5. Kalkulasi total logaritma alam porositas. 6. Kalkulasi total logaritma alam suhu sintering.

7. Kalkulasi total perkalian logaritma alam porositas dan logaritma alam suhu sintering.

8. Kalkulasi total logaritma alam porositas kuadrat. 9. Kalkulasi koefisien a dan b.

10.Kalkulasi koefisien c.

11.Kalkulasi porositas numerik untuk m data.

OUTPUT

1. Untuk memperoleh hasil, tekan tombol Enter.

2. Untuk menggambar grafik, digunakan fungsi plot sebagai berikut : plot(P,T) , lalu tekan Enter.

3.5.3 Algoritma Program Kekerasan

Algoritma untuk menentukan kekerasan adalah sebagai berikut :

INPUT

1. n = jumlah data eksperimen. 2. T = suhu sintering.


(42)

3. P = beban yang diberikan.

4. D = panjang diagonal jejak indentor. 5. m = jumlah data numerik.

PROSES

1. Kalkulasi kekerasan.

2. Kalkulasi logaritma alam kekerasan. 3. Kalkulasi logaritma alam suhu sintering. 4. Lakukan perulangan untuk n data.

5. Kalkulasi total logaritma alam kekerasan. 6. Kalkulasi total logaritma alam suhu sintering.

7. Kalkulasi total perkalian logaritma alam kekerasan dan suhu sintering. 8. Kalkulasi total logaritma alam kekerasan kuadrat.

9. Kalkulasi koefisien a dan b. 10.Kalkulasi koefisien c.


(43)

OUTPUT

1. Untuk memperoleh hasil, tekan tombol Enter.

2. Untuk menggambar grafik, digunakan fungsi plot sebagai berikut : plot(Hv,T) , lalu tekan Enter.

3.5.4 Algoritma Program Ketangguhan

Algoritma untuk menentukan ketangguhan adalah sebagai berikut :

INPUT

1. n = jumlah data eksperimen. 2. T = suhu sintering.

3. P = beban yang diberikan.

4. C = jarak dari pusat ke salah satu ujung retak. 5. Hv = kekerasan Vickers.

6. E = modulus Young. 7. m = jumlah data numerik. PROSES

1. Kalkulasi ketangguhan.

2. Kalkulasi logaritma alam ketangguhan. 3. Kalkulasi logaritma alam suhu sintering. 4. Lakukan perulangan untuk n data.

5. Kalkulasi total logaritma alam ketangguhan. 6. Kalkulasi total logaritma alam suhu sintering.

7. Kalkulasi total perkalian logaritma alam ketangguhan dan logaritma alam suhu sintering.


(44)

8. Kalkulasi total logaritma alam ketangguhan kuadrat. 9. Kalkulasi koefisien a dan b.

10.Kalkulasi koefisien c.

11.Kalkulasi ketangguhan numerik untuk m data.

OUTPUT

1. Untuk memperoleh hasil, tekan tombol Enter.

2. Untuk menggambar grafik, digunakan fungsi plot sebagai berikut : plot(Kic,T) , lalu tekan Enter.

3.5.5 Algoritma Program Kekuatan Patah

Algoritma untuk menentukan kekuatan patah adalah sebagai berikut :

INPUT

1. n = jumlah data eksperimen. 2. T = suhu sintering.

3. P = gaya penekan. 4. L = jarak dua penumpu. 5. b = dimensi sampel. 6. h = dimensi sampel. 7. m = jumlah data numerik.


(45)

PROSES

1. Kalkulasi kekuatan patah.

2. Kalkulasi logaritma alam kekuatan patah. 3. Kalkulasi logaritma alam suhu sintering. 4. Lakukan perulangan untuk n data.

5. Kalkulasi total logaritma alam kekuatan patah. 6. Kalkulasi total logaritma alam suhu sintering.

7. Kalkulasi total perkalian logaritma alam kekuatan patah dan logaritma alam suhu sintering.

8. Kalkulasi total logaritma alam kekuatan patah kuadrat. 9. Kalkulasi koefisien a dan b.

10.Kalkulasi koefisien c.

11.Kalkulasi kekuatan patah untuk m data.

OUTPUT

1. Untuk memperoleh hasil, tekan tombol Enter.

2. Untuk menggambar grafik, digunakan fungsi plot sebagai berikut : plot(j,T) , lalu tekan Enter.

3.5.6 Algoritma Program Koefisien Ekspansi Termal

Algoritma untuk menentukan koefisien ekspansi termal adalah sebagai berikut :

INPUT

1. k = jumlah data suhu sintering. 2. m = jumlah data suhu akhir. 3. T = suhu sintering.


(46)

4. L/Lo= panjang sampel pada suhu To. 5. T0 = suhu awal (suhu kamar). 6. T1 = suhu akhir.

7. n = jumlah data numerik. PROSES

1. Kalkulasi koefisien ekspansi termal. 2. Lakukan perulangan untuk k data. 3. Kalkulasi koefisien termal rata-rata.

4. Kalkulasi logaritma alam koefisien ekspansi termal rata-rata. 5. Kalkulasi logaritma alam suhu sintering.

6. Lakukan perulangan untuk m data.

7. Kalkulasi total logaritma alam koefisien ekspansi termal rata-rata. 8. Kalkulasi total logaritma alam suhu sintering.

9. Kalkulasi total perkalian logaritma alam koefisien ekspansi termal rata-rata dan logaritma alam suhu sintering.

10.Kalkulasi total logaritma alam koefisien ekspansi termal rata-rata kuadrat. 11.Kalkulasi koefisien a dan b.

12.Kalkulasi koefisien c.

13.Kalkulasi koefisien ekspansi termal rata-rata numerik untuk n data.


(47)

2. Untuk menggambar grafik, digunakan fungsi plot sebagai berikut : plot(g,T) , lalu tekan Enter.

3.6 Diagram Alir

Diagram alir (flowchart) adalah pernyataan visual atau grafis suatu algoritma. Diagram alir menggunakan deretan blok dan anak panah, yang masing-masing menyatakan operasi atau langkah tertentu dalam algoritma (Chapra, 1994), misalnya :

a. : Menyatakan awal atau akhir proses (terminator). b. : Menyatakan keputusan alternatif (decision).

c. : Menyatakan perhitungan atau manipulasi data (process). d. dan lain-lain

Diagram alir dibuat dengan dasar penjelasan sebagai berikut : Mulai (start) dengan koneksi konstanta c dan b. Karena c dan b masih sama dengan 0 (nol) maka penghitungan akan dilakukan dengan memasukkan jumlah data (for i=1-n), data eksperimen dan rumus. Inisialisasi digunakan untuk menghitung total. Perulangan dilakukan sebanyak jumlah data. Setelah penghitungan total selesai, koefisien korelasi b dan c dihitung dengan rumus yang telah dimasukkan. Setelah b dan c telah dihitung, buka kembali koneksi. Karena c dan b tidak lagi sama dengan 0 (nol) maka penghitungan numerik dapat dilakukan dengan memasukkan jumlah data (for i=1-m), rumus dan nilai suhu sintering masing-masing data. Setelah perulangan selesai, selanjutnya tutup koneksi. Diagram alir untuk densitas (density), porositas


(48)

(bending strength), dan koefisien ekspansi termal (thermal expansion coefficient) ditunjukan pada gambar berikut :


(49)

for i = 1 to n

Input data a , b Input jumlah data (n)

Inisialisasi

Xtot = 0, Ytot = 0

X2tot = 0, XYtot = 0

Input data Ti , msi, mbi , mgi , mk, Da

Di= msi / (mbi – (mgi - mki))*Da

Ytot = Ytot + ln (Di)

Xtot = Xtot + ln (Ti)

XYtot = XYtot + ln (Ti)* log (Di)

X2tot = X2tot + ln (Ti)* ln (Ti)

E O F

a_dan_b=[n xtot ; xtot x2tot] \ [ytot ; xytot]

c = e a

Update nilai a dan b pada koneksi F

T T

T

Start

Buka koneksi c & b

If c & b = 0

Input suhu (T)

D = c * Tb

Cetak D

Hitung D lagi

Tutup koneksi F

F Input jumlah data

(m)

End for i = 1 to m


(50)

for i = 1 to n

Input data a , b Input jumlah data (n)

Inisialisasi Xtot = 0, Ytot = 0

X2tot = 0, XYtot = 0

Input data Ti , msi, mbi , mgi , mki

Pi= (mbi - msi )/ (mbi – (mgi - mki))*100 %

Ytot = Ytot + ln (Pi)

Xtot = Xtot + ln (Ti)

XYtot = XYtot + ln (Ti)* ln (Pi)

X2tot = X2tot + ln (Ti)* ln (Ti)

E O F

a_dan_b=[n xtot ; xtot x2tot] \ [ytot ; xytot]

c = e a

Update nilai a dan b pada koneksi F

T T

Start

Buka koneksi c & b

If c & b = 0

T

Input suhu (T)

P = c * Tb

Cetak P

Hitung P lagi

Tutup koneksi F

F Input jumlah data (m)

for i = 1 to m

End


(51)

for i = 1 to n

Input data a , b Input jumlah data (n)

Inisialisasi Xtot = 0, Ytot = 0

X2tot = 0, XYtot = 0

Input data Ti , Pi, Di

HVi= 1,8544*Pi /(Di ^ 2)

Ytot = Ytot + ln (Hvi)

Xtot = Xtot + ln (Ti)

XYtot = XYtot + log (Ti)* ln Hvi)

X2tot = X2tot + ln (Ti)* ln (Ti)

E O F

a_dan_b=[n xtot ; xtot x2tot] \ [ytot ; xytot]

c = e a

Update nilai a dan b pada koneksi F

T T

Start

Buka koneksi c & b

If c & b = 0

T

Input suhu (T)

Hv = c * Tb

Cetak Hv

Hitung Hv lagi

Tutup koneksi F

F Input jumlah data (m)

for i = 1 to m

End


(52)

for i = 1 to n

Input data a , b Input jumlah data (n)

Inisialisasi Xtot = 0, Ytot = 0

X2tot = 0, XYtot = 0

Input data Ti, Pi, HVi, Ci

Kici = (0,016*Pi / C^3/2)*(E/HVi)^1/2

Ytot = Ytot + ln (Kici)

Xtot = Xtot + ln (Ti)

XYtot = XYtot + ln (Ti)* ln Kici)

X2tot = X2tot + ln (Ti)* ln (Ti)

E O F

a_dan_b=[n xtot ; xtot x2tot] \ [ytot ; xytot]

c = e a

Update nilai a dan b pada koneksi F

T T

Start

Buka koneksi c & b

If c & b = 0

T

Input suhu (T)

Kic = c * Tb

Cetak Kic

Hitung Kic lagi

Tutup koneksi F

F Input jumlah data (m)

for i = 1 to m

End


(53)

for i = 1 to n

Input data a , b Input jumlah data (n)

Inisialisasi Xtot = 0, Ytot = 0

X2tot = 0, XYtot = 0

Input data Ti, Pi, HVi, Ci

ji= 3*Pi*L / (2*b * (h^2))

Ytot = Ytot + ln (ji)

Xtot = Xtot + ln (Ti)

XYtot = XYtot + ln (Ti)* ln ji)

X2tot = X2tot + ln (Ti)* ln (Ti)

E O F

a_dan_b=[n xtot ; xtot x2tot] \ [ytot ; xytot]

c = e a

Update nilai a dan b pada koneksi F

T T

Start

Buka koneksi c & b

If c & b = 0

T

Input suhu (T)

j = c * Tb

Cetak j

Hitung j lagi

Tutup koneksi F

F Input jumlah data (m)

for i = 1 to m

End


(54)

a_dan_b=[n xtot ; xtot x2tot] \ [ytot ; xytot]

F T

Input jumlah data (k)

E O F for i = 1 to k

c = e a

Update nilai a dan b pada koneksi

Inisialisasi Xtot = 0, Ytot = 0

X2tot = 0, XYtot = 0

Ytot = Ytot + ln (g i)

Xtot = Xtot + ln (Ti)

XYtot = XYtot + ln (Ti)* ln g i)

X2tot = X2tot + ln (Ti)* ln (Ti)

Start

Buka koneksi c & b

Input data Ti

T

for i = 1 to m If

c & b = 0

Input data Ti , T0, L/L0

Input suhu (T)

g = c * Tb

Cetak g

Hitung g lagi

Tutup koneksi

End F

F

gi = ( L/L0)/ (Ti – T0))

Input jumlah data (n)

for i = 1 to n

E O F

gi = ( L/L0)/ (Ti – T0))

F

T

T


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil komputasi numerik densitas, porositas, kekerasan, ketangguhan, kekuatan patah dan koefisien ekspansi termal untuk keramik Ca-PSZ dan Mg-PSZ yang disintering pada suhu sintering 1100 oC, 1200 oC, 1250 oC, 1300 oC, 1350 oC, 1400 oC, 1450 oC, 1500 oC, 1550 oC, 1600 oC adalah sebagai berikut (lihat Lampiran C halaman 93):

4.1 HASIL KOMPUTASI NUMERIK DENSITAS

Hasil komputasi numerik densitas untuk keramik Ca-PSZ dan Mg-PSZ diperlihatkan pada Gambar. 4.1.

1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600 3.5

4 4.5 5 5.5 6

GRAFIK DENSITAS vs SUHU SINTERING

SUHU SINTERING ( oC )

D

E

N

S

IT

A

S

(

g

/c

m

3 )

Ca-PSZ Mg-PSZ

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi suhu sintering maka nilai densitas cenderung meningkat dengan linear. Juga dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai densitas 8,64 % mol CaO relatif lebih kecil bila dibandingakan dengan 12 % mol

Gambar 4.1. Grafik Densitas – Suhu Sintering


(56)

MgO. Besarnya nilai densitas untuk keramik Ca-PSZ berkisar dari 3,9289x103 – 5,7735x103 kg/m3, sedangkan untuk keramik Mg-PSZ berkisar dari 4,3841x103 – 5,8712x103 kg/m3. Menurut hasil eksperimen (Simatupang, 2006), besarnya nilai densitas untuk keramik Ca-PSZ berkisar dari 3,6799x103 – 5,1599x103 kg/m3, sedangkan untuk keramik Mg-PSZ berkisar dari 4,2200x103 – 5,4101x103 kg/m3 dengan batas suhu sintering 1100-1500 oC dengan rentang 100 oC. Ini menunjukkan bahwa komputasi numerik menghasilkan nilai densitas yang lebih besar daripada nilai eksperimen. Perbedaan itu sekitar 5,4193 % dan 3,4217 % masing-masing untuk Ca-PSZ dan Mg-Ca-PSZ. Menurut literatur (Nath, 2007), besar nilai densitas untuk Ca-Ca-PSZ adalah 5,33 x 103 kg/m3, sedangkan untuk keramik Mg-PSZ berkisar antara 5,75 x 103 kg/m3 (Marketech International, Inc., 2008). Hasil komputasi numerik menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai ini, kondisi suhu sinteringnya adalah 1400 – 1500 oC untuk Ca-PSZ, dan sekitar 1550 - 1600 oC untuk Mg-PSZ. Sedangkan pada eksperimen, hanya sekitar 96,81 % untuk Ca-PSZ dan 94,09 % untuk Mg-PSZ dari nilai literatur pada suhu sintering 1500 oC. Nilai densitas ini menunjukkan bahwa Mg-PSZ lebih padat daripada Ca-PSZ.

Nilai banding densitas secara numerik, eksperimen dan literatur dapat dilihat pada Lampiran A Tabel Ga, Tabel Gb dan Tabel Gc halaman 72-73.

4.2 HASIL KOMPUTASI NUMERIK POROSITAS

Nilai komputasi numerik porositas berkurang hampir mendekati linear seiring bertambahnya suhu sintering. Pada Ca-PSZ, mulai 1100 - 1350 oC, grafik porositas


(57)

pemrosesan dengan cepat, sesudahnya lebih landai dibanding suhu sintering sebelumnya. Ini berarti bahwa proses pengurangan pori mulai konstan. Hal yang sama juga berlaku untuk Mg-PSZ.

Hasil komputasi numerik porositas untuk keramik Ca-PSZ dan Mg-PSZ diperlihatkan pada Gambar 4.2.

11005 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600

10 15 20 25 30

Grafik POROSITAS vs SUHU SINTERING

SUHU SINTERING ( oC )

PO

R

O

SI

T

AS

(

%

)

Ca-PSZ Mg-PSZ

Gambar 4.2 Grafik Porositas – Suhu Sintering

Nilai porositas untuk Ca-PSZ berkisar antara 9,3434 - 27,3391 %, sedangkan untuk Mg-PSZ berkisar dari 7,4747 – 20,0420 %. masing-masing untuk Ca-PSZ dan Mg-PSZ pada suhu sintering 1450 oC. Secara eksperimen nilai porositas yang terukur berkisar dari 13,0989 – 31,6054 % dan 10,4111 – 22,5106 % masng-masing untuk Ca-PSZ dan Mg-PSZ. Porositas terkecil terkomputasi numerik untuk Ca-PSZ bernilai 9,3434 pada suhu sintering 1600 oC, tetapi secara eksperimen bernilai 10,0072 % pada suhu sintering 1400 oC. Untuk porositas terbesarnya 20,0420 % dan 22,5106 % pada suhu sintering yang sama yaitu 1100 oC, masing-masing untuk komputasi


(58)

numerik dan eksperimen. Dari komputasi numerik terlihat bahwa porositas Ca-PSZ relatif lebih besar dari Mg-PSZ, ini menunjukkan bahwa keramik Ca-PSZ lebih berongga dibandingkan dengan Mg-PSZ. Tentu saja hal ini akan berkaitan densitas, sehingga densitasnya menjadi lebih kecil. Dapat disimpulkan, bila porositas semakin besar maka densitas akan semakin kecil, demikian juga sebaliknya.

Nilai banding porositas secara numerik, eksperimen dan literatur dapat dilihat pada Tabel Ga, Tabel Gb dan Tabel Gc halaman 72-73.

4.3 HASIL KOMPUTASI NUMERIK KEKERASAN

Kurva menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu sintering maka semakin tingggi kekerasan keramik. Tampak dari grafik bahwa keramik Ca-PSZ lebih keras daripada Mg-PSZ. Ini berarti ketahanan terhadap penetrasi permukaan bahan Ca-PSZ lebih besar dibandingkan dengan Mg-PSZ. Kenaikan kekerasan Ca-PSZ relatif lebih linear dibandingkan dengan Mg-PSZ. Dan pada suhu sintering sekitar 1500 oC , kedua jenis keramik akan memiliki kekerasan yang relatif sama yaitu sekitar 22 GPa

Nilai kekerasan yang terkomputasi sebesar 8,2393 – 27,3388 GPa untuk PSZ dan 5,0377 – 29,8253 GPa untuk Mg-PSZ. Secara eksperimen, nilai untuk Ca-PSZ berkisar dari 8,6913 – 24,1424 GPa pada suhu sintering 1100 – 1500 oC dengan rentang 100 oC. Sedangkan untuk Mg-PSZ berkisar dari 5,7946 GPa – 24,1424 GPa.


(59)

Hasil komputasi numerik kekerasan (Hardness) ditunjukkan pada Gambar 4.3.

11005 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600 10

15 20 25 30

Grafik KEKERASAN vs SUHU SINTERING

SUHU SINTERING (oC)

KEKER

A

SAN

(

G

Pa

)

Ca-PSZ Mg-PSZ

Gambar 4.3 Grafik Kekerasan – Suhu Sintering

Menurut literatur, nilai kekerasan (HV) untuk Ca-PSZ sekitar 14 – 17 GPa dan untuk Mg-PSZ sekitar 10 – 14 GPa. Komputasi numerik untuk mendapatkan nilai kekerasan menurut literatur maka suhu sintering yang tepat untuk Ca-PSZ adalah 1300 – 1400 oC, dan Mg-PSZ adalah 1250 – 1350 oC.

Nilai banding kekerasan secara numerik, eksperimen dan literatur dapat dilihat pada Tabel Ga, Tabel Gb dan Tabel Gc halaman 72-73.

4.4 HASIL KOMPUTASI NUMERIK KETANGGUHAN

Hasil dari komputasi numerik ketangguhan (fracture toughness) ditunjukkan pada Gambar 4.4. Nilai ketangguhan dari kedua jenis keramik menunjukkan kenaikan secara linear seiring dengan pertambahan suhu sintering. Dilihat dari grafik ketangguhan (fracture toughnes), keramik Ca-PSZ relatif lebih tangguh dibanding


(60)

dengan Mg-PSZ sebelum mencapai suhu sintering mendekati 1600 oC. Hasil komputasi numerik ketangguhan untuk Ca-PSZ berkisar dari 1,8883 – 2,4944 MPa.m1/2 dan untuk Mg-PSZ berkisar dari 1,4064 – 2,5355 MPa.m1/2. Sedangkan menurut hasil eksperimen sekitar 1,9008 – 2,3674 MPa.m1/2 dan 1,488 – 2,3532 MPa.m1/2 masing-masing untuk Ca-PSZ dan Mg-PSZ dengan suhu sintering 1100 – 1500 oC dengan rentang 100 oC.

1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 2.8

Grafik FRACTUR TOUGHNESS vs SUHU SINTERING

SUHU SINTERING ( oC )

F R AC T U R T O U G H N ESS ( M Pa .m

( 1/2

)

Ca-PSZ Mg-PSZ

Gambar 4.4. Grafik Ketangguhan - Suhu sintering

Nilai ketangguhan untuk keramik Ca-PSZ dan Mg-PSZ menurut literatur besarnya masing-masing 6-12 MPa.m1/2 dan 6 – 20 MPa.m1/2 pada suhu kamar. Jadi, sampai suhu sintering 1600 oC nilai ketangguhan tinggal menjadi 20,79 % untuk Ca-PSZ dan 12,68 % untuk Mg-Ca-PSZ.

Dapat juga disimpulkan hubungan ketangguhan dan kekerasan ternyata berbanding terbalik, artinya semakin keras suatu material maka material itu akan


(61)

Bobbin : KOmputasi Numerik Untuk Analisis Karakteristik Keramik PSZ dengan Aditif MgO, CaO Berbasis Matlab, 2008 menjadi lebih getas (rapuh). Ca-PSZ lebih tahan terhadap tekanan daripada Mg-PSZ tetapi lebih rapuh daripada Mg-PSZ.

Nilai banding kekerasan secara numerik, eksperimen dan literatur dapat dilihat pada Tabel Ga, Tabel Gb dan Tabel Gc halaman 72-73.

4.5 HASIL KOMPUTASI NUMERIK KEKUATAN PATAH

Hasil komputasi numerik menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu sintering maka kekuatan patah dari kedua jenis keramik cenderung meningkat secara linear. Nilai kekuatan patah dari keramik Ca-PSZ berkisar antara 360,363 – 468,844 MPa dan untuk Mg-PSZ berkisar antara 381,1607 – 712,7880 MPa. Sedangkan menurut eksperimen (Simatupang, 2006), nilai kekuatan patah untuk Ca-PSZ adalah berkisar dari 351,1394 – 569,9375 MPa dan 367,0967 – 611,6192 MPa untuk Mg-PSZ. Menurut literatur bahwa kekuatan patah dari keramik Ca-PSZ berkisar antara 440 – 720 MPa sedangkan untuk Mg-PSZ adalah berkisar antara 400 – 650 MPa.

Hasil komputasi numerik kekuatan patah dari keramik Ca-PSZ dan Mg-PSZ ditunjukkan pada Gambar 4.5.

400 450 500 550 600 650 700 750

Grafik KEKUATAN PATAH vs SUHU SINTERING

U

AT

A

AH

a

)

K

EK

N

PAT

(

M

P


(62)

Ternyata hasil eksperimen dan komputasi numerik menunjukkan kesesuaian dengan nilai literatur. Nilai banding kekuatan patah secara numerik, eksperimen dan literatur dapat dilihat pada Tabel Ga, Tabel Gb dan Tabel Gc halaman 72-73.

4.6 HASIL KOMPUTASI NUMERIK KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL

Koefisien ekspansi termal yang terkomputasi mulai dari suhu kamar 27 oC sampai 700 oC. Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kemiringan kurva sangat ditentukan oleh suhu sintering yang diterapkan. Makin tinggi suhu sintering maka diperoleh kemiringan yang lebih landai.

Hasil komputasi koefisien ekspansi termal dari keramik Ca-PSZ dan Mg-PSZ diperlihatkan pada Gambar 4.6. Terlihat bahwa koefisien ekspansi termal akan berkurang dengan naiknya suhu sintering. Pengurangan ini relatif mendekati linear.

1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8x 10

-3Grafik KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL vs SUHU SINTERING

EF

IS

IEN

EKSPAN

SI

T

ER

M

A

L

(

o C - 1 )

Ca-PSZ Mg-PSZ


(63)

Kemiringan (slope) Ca-PSZ lebih besar dari Mg-PSZ, artinya Ca-PSZ lebih banyak perubahan panjang per satuan volume-nya ketika dipanaskan bila dibandingkan dengan Mg-PSZ.

Koefisein ekspansi termal Ca-PSZ yang terkomputasi berkisar antara 10,3 – 16,5 x10-6 oC-1 dan untuk Mg-PSZ berkisar antara 12,3 – 17,1 x10-6 oC-1. Menurut hasil ekperimen (Simatupang, 2006), nilai koefisien ekspansi termal untuk Ca-PSZ adalah 13,6 oC-1 dan 17,0 oC-1 untuk Mg-PSZ pada suhu sintering 1100 – 1500 oC dengan rentang 100 oC. Data literatur untuk Mg-PSZ sebesar 10,2 x10-6 oC-1 pada suhu 25 – 800 oC. Jadi cukup sesuai dengan hasil eksperimen maupun komputasi numerik. Nilai banding koefisien ekspansi termal secara numerik, eksperimen dan literatur dapat dilihat pada Tabel Ga, Tabel Gb dan Tabel Gc halaman 72-73.


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengujian secara komputasi numerik untuk menganalisis karakteristik keramik PSZ dengan aditif 8,64 % CaO dan 12 % MgO maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Keramik Ca-PSZ mempunyai densitas lebih kecil dari Mg-PSZ, sedangkan porositas Ca-PSZ lebih besar dari Mg-PSZ. Untuk mendapatkan besar nilai yang sesuai dengan literatur maka suhu sintering yang sesuai adalah 1450 – 1500 oC untuk Ca-PSZ dan 1550 – 1600 oC untuk Mg-PSZ.

2. Keramik Ca-PSZ mempunyai kekerasan yang lebih besar dari Mg-PSZ demikian juga dengan ketangguhannya.

3. Kekuatan patah Ca-PSZ lebih kecil dari Mg-PSZ.

4. Koefisien ekspansi termal Ca-PSZ lebih kecil dibandingkan dengan Mg-PSZ.

5. Hasil komputasi numerik berbasis Matlab memang berbeda dari hasil eksperimen ataupun data literatur tetapi perbedaan itu tidaklah signifikan.


(65)

5.2 SARAN

1. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan regresi nonlinear, interpolasi polinom atau yang lainnya.

2. Penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan penggunaan input data berupa database.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Arhami, M., Anita Desiani., 2005. Pemrograman Matlab. Yogyakarta, Penerbit Andi. Chapra, S.C., and Raymond. P. Canale. 1994. Numerical Method for Engineer, 2nd

Edition (Edisi Indonesia). Jakarta, Penerbit Erlangga.

Delores M.E., David C. Kuncicky, Dough Hull. 2003. Introduction to Matlab 6 (Edisi Indonesia). Jakarta, PT. Indeks.

DiRuggiero, C. 2000. Advanced Ceramics Excel in High-Speed Metalforming Tools.

In Tooling Techology. (www.metalforming.com : diakses 28 April 2008). Garcia, A. L. 1994. Numerical Method for Physics. New Jersey, Prentice Hall Inc. Garvie, R.C. 1970. Zirconium Dioxide and Some of Binary System, High

Temperature Oxide. Part II, A.M. Alper Academis Press, page 117.

Gulati, S.T., J.D. Helfistine.,A.D. Davis. 1980. Determination of Some Useful Properties of Partially Stabilized Zirconia and The Aplication to Extrusion Dies. J. Journal American Society, Vol. 59(n0. 2), page 211-219.

Harahap, H. 2006. Studi Analisis Simulasi tentang Korelasi Suhu Sintering dan

Waktu Pembakaran terhadap Sifat Mekanis Keramik PSZ dengan Aditif MgO.

Tesis Master. USU Medan.

Hassan, F.M., Salwa Abdel-Hameed Mohamed., Shigeru Kato.,Shigeo Satokawa., Tosinori Kojima. 2007. Effect of ZrO2 on Vickers Hardness of Modified Basalt

Glass-Ceramics. J. Journal of the Ceramic Society of Japan. 115[7] 429-433.

Lee, S.K., Rajan Tandon., Michael J. Readey., Brian R. Lawn. 2000. Scratch Damage

in Zirconia Ceramics. J. Vol. 83 N0. 6.

Munir, R. 2006. Metode Numerik. Bandung, Penerbit Informatika.

Nath, S., Nikhil Sinha.,Bikramjit Basu. 2007. Microstructure, mechanical and tribological properties of microwave sintered calsia-doped zirconia for

biomedical applications. In Article in Press Science Direct. CERI 2676 1-12.

Prabakaran, K., S. Kannan., S. Rajeswari. 2005. Development and Characterisation

of Zirconia and Hydroxyapatite Composite for Orthopaedic Application. In


(67)

Ramza, H. dan Y. Dewanto. 2007. Teknik Pemrograman Menggunakan Matlab. Jakarta, PT. Grasindo.

Sahid. 2006. Panduan Praktis Matlab. Yogyakarta, Penerbit Andi.

Simatupang, R.A. 2005. Pengaruh Aditif MgO, CaO dan Suhu Sintering. Tesis Master. USU Medan.

Syukur, M. 2008. Potensi Ubur-ubur sebagai Sumber Material Baku Keramik Tahan

Api : A New Alternative. In : Pidato Pengukuhan Guru Besar USU Medan.

Thorton, P.A., Vito J. Colangelo. 1985. Fundamentals of Enginering Materials. New Jersey, Prentice Hall International, Inc.

Worral, W.E. 1986. Clays and Ceramics Raw Materials. London, Elsevier Applied Science Publisher (Second Edition).

Yang, Z.X., K.H. Hwang., J.K. Lee., B.S. Jun., H. Kim. 2007. Reaction sintering and

microstructures of zirkonia/metal mixed powder. J. Journal of Ceramic

Processing Research. Vol. 8, No. 4, pp. 285-287.

Zarlis. M. 2007. Algoritma dan Pemrograman. Medan, USU Press.

Zarlis, M. 2007. Pemodelan Algoritma Gerakan Berdimensi : Satu Tinjauan Metode

Komputasi dalam Fisika. In Pidato Pengukuhan Guru Besar. USU Medan.

Živko, B.J., Andreja Carek., Marko Jakovac., 2004. Zirconium Oxide Ceramics in

Prosthodontics. J. Vol. 39, br. 1.

_________ Marketech International,Inc. (www.marketech.com : diakses 5 Mei 2008). _________ TheMathWorks, Inc. (www.mathworks.com : diakses 21 Peb 2008).

56

T ms mb mg mk analisis

Tabel A1.a. Data Densitas Ca-PSZ

Lampiran A. Tabel Data dan Hasil Komputasi

Bobbin : KOmputasi Numerik Untuk Analisis Karakteristik Keramik PSZ dengan Aditif MgO, CaO Berbasis Matlab, 2008 USU e-Repository © 2008


(68)

Tabel A2.a. Data Densitas Mg-PSZ.

T ms mb mg mk analisis

( oC ) 10-3( kg ) 10-3( kg ) 10-3( kg ) 10-3( kg ) ( kg/m3 )

1 1100 1,5538 1,6798 1,3452 0,0336 4,2200

2 1200 1,5493 1,7231 1,4346 0,0336 4,8100

3 1300 2,0521 2,1821 1,8266 0,0384 5,2097

4 1400 1,9074 2,0621 1,7406 0,0384 5,2998

5 1500 1,7637 1,7682 1,4806 0,0384 5,4101

Tabel A2.b. Komputasi Numerik Densitas M g-PSZ

T numerik

( oC ) ( kg/m3 )

1 1100 4,3841

2 1200 4,6918

3 1250 4,8435

4 1300 4,9939

5 1350 5,1429

6 1400 5,2908

7 1450 5,4376

8 1500 5,5832

9 1550 5,7277

10 1600 5,8712

No

No


(69)

Tabel B1.a. Data Porositas Ca-PSZ

T ms mb mg mk P analisis

( oC ) ( g ) ( g ) ( g ) ( g ) ( %)

1 1100 1,6862 1,8435 1,3794 0,0336 31,6054

2 1200 1,6555 1,7225 1,4142 0,0336 19,5964

3 1300 1,6865 1,735 1,4343 0,0336 14,5079

4 1400 1,4651 1,5062 1,2443 0,0563 12,9164

5 1500 1,8290 1,8763 1,5715 0,0563 13,0989

Tabel B1.b. Komputasi Numerik Porositas Ca-PSZ

T P numerik

( oC ) ( %)

1 1100 27,3391

2 1200 21,3061

3 1250 18,9541

4 1300 16,9394

5 1350 15,2031

6 1400 13,6986

7 1450 12,3881

8 1500 11,2413

9 1550 10,2333

10 1600 9,3434

No


(70)

Tabel B2.a. Data Porositas Mg-PSZ

T ms mb mg mk P analisis

( oC ) ( kg ) ( kg ) ( kg ) ( kg ) ( %)

1 1100 1,5959 1,6809 1,3369 0,0336 22,5106

2 1200 1,6488 1,7036 1,3903 0,0336 15,7971

3 1300 2,1361 2,1798 1,7969 0,0336 10,4922

4 1400 2,0222 2,0638 1,6817 0,0336 10,0072

5 1500 1,7338 1,7690 1,4872 0,0563 10,4111

Tabel B2.b. Komputasi Numerik Porositas Mg-PSZ

T P numerik ( oC ) ( %)

1 1100 20,0420

2 1200 15,9393

3 1250 14,3154

4 1300 12,9112

5 1350 11,6902

6 1400 10,6230

7 1450 9,6857

8 1500 8,8588

9 1550 8,1262

10 1600 7,4747

No


(71)

Tabel C1.a. Data Kekerasan Vickers Hardness Ca-PSZ.

T P D Hv analisis

( oC ) ( N ) ( m ) ( GPa)

1 1100 2,941 25,05 8,6913

2 1200 2,941 22,42 10,8499

3 1300 2,941 20,61 12,8393

4 1400 2,941 17,86 17,0976

5 1500 2,941 15,03 24,1424

Tabel C1.b. Komputasi Numerik Kekerasan Vickers Hardness Ca-PSZ.

T Hv numerik

( oC ) ( GPa)

1 1100 8,2393

2 1200 10,8855

3 1250 12,4051

4 1300 14,0645

5 1350 15,8705

6 1400 17,8298

7 1450 19,9494

8 1500 22,2361

9 1550 24,6969

10 1600 27,3388

No


(72)

Tabel C2.a. Data Kekerasan Vickers Hardness Mg-PSZ.

T P D H

v analisis

( oC ) ( N ) ( m ) ( GPa)

1 1100 1,961 25,05 5,7946

2 1200 1,961 22,42 7,2345

3 1300 1,961 20,61 8,5610

4 1400 2,941 17,86 17,0976

5 1500 2,941 15,03 24,1424

Tabel C2.b. Komputasi Numerik Kekerasan Vickers Hardness Mg-PSZ.

T Hv numerik

( oC ) ( GPa)

1 1100 5,0377

2 1200 7,6136

3 1250 9,2413

4 1300 11,1322

5 1350 13,3160

6 1400 15,8248

7 1450 18,6927

8 1500 21,9559

9 1550 25,6532

10 1600 29,8253

No


(73)

Tabel D1.a. Data Ketangguhan Ca-PSZ.

T P C Hv analisis K ic analisis

( oC ) ( N ) ( m ) ( GPa) ( MPa m1/2 )

1 1100 2,941 24,360 8,6913 1,9008

2 1200 2,941 21,950 10,8499 1,9890

3 1300 2,941 19,760 12,8393 2,1406

4 1400 2,941 17,220 17,0976 2,2802

5 1500 2,941 14,970 24,1424 2,3674

Tabel D1.b. Komputasi Numerik Ketangguhan Ca-PSZ.

T Hv numerik Kic numerik

( oC ) ( GPa) ( MPa m1/2 )

1 1100 8,2393 1,8883

2 1200 10,8855 2,0144

3 1250 12,4051 2,0764

4 1300 14,0645 2,1378

5 1350 15,8705 2,1986

6 1400 17,8298 2,2588

7 1450 19,9494 2,3185

8 1500 22,2361 2,3776

9 1550 24,6969 2,4362

10 1600 27,3388 2,4944

No


(74)

Tabel D2.a. Data Ketangguhan Mg-PSZ.

T P C Hv analisis Kic analisis

( oC ) ( N ) ( m ) ( GPa) ( MPa m1/2 )

1 1100 1,961 25,05 5,7952 1,4884

2 1200 1,961 22,42 7,2345 1,5733

3 1300 1,961 20,61 8,5610 1,6409

4 1400 2,941 17,86 17,0976 2,1587

5 1500 2,941 15,03 24,1424 2,3532

Tabel D2.b. Komputasi Numerik Ketangguhan Mg-PSZ.

T Hv numerik Kic numerik

( oC ) ( GPa) ( MPa m1/2 )

1 1100 5,0377 1,4064

2 1200 7,6136 1,6127

3 1250 9,2413 1,7196

4 1300 11,1322 1,8290

5 1350 13,3160 1,9409

6 1400 15,8248 2,0551

7 1450 18,6927 2,1718

8 1500 21,9559 2,2907

9 1550 25,6532 2,4120

10 1600 29,8253 2,5355

No


(75)

Tabel E1.a. Data Kekuatan Patah Ca-PSZ.

T P L b h

j

analisis

( oC ) ( kgf ) ( mm ) ( mm ) ( mm ) ( MPa)

1 1100 197 50,5 10,5 6,3 351,1394

2 1200 223 51,4 10,3 6,2 425,8334

3 1300 212 54,5 9,8 6,1 466,0570

4 1400 192 61,3 9,5 5,8 541,7195

5 1500 172 65,7 9,3 5,6 569,9375

Tabel E1.b. Komputasi Numerik Kekuatan Patah Ca-PSZ.

T

j

numerik

( oC ) ( MPa)

1 1100 360,363

2 1200 413,094

3 1250 440,427

4 1300 468,391

5 1350 496,973

6 1400 526,165

7 1450 555,957

8 1500 586,340

9 1550 617,305

10 1600 648,844

No


(76)

Tabel E2.a. Data Kekuatan Patah Mg-PSZ.

T P L b h

j

analisis

( oC ) ( kgf ) ( mm ) ( mm ) ( mm ) ( MPa)

1 1100 178 60,3 10,5 6,4 367,0967

2 1200 213 56,7 10,1 6,2 457,5624

3 1300 197 64,2 9,9 6,1 505,0086

4 1400 219 62,4 9,7 5,9 595,3130

5 1500 230 55,8 9,5 5,7 611,6192

Tabel E2.b. Komputasi Numerik Kekuatan Patah Mg-PSZ.

T

j

numerik

( oC ) ( MPa)

1 1100 381,1607

2 1200 440,7961

3 1250 471,9059

4 1300 503,8616

5 1350 536,6525

6 1400 570,2680

7 1450 604,6985

8 1500 639,9346

9 1550 675,9673

10 1600 712,7880

No


(77)

Tabel F1.a. Tabel F1.b.

Data Koef. Eksp. Termal Ca-PSZ Data Koef. Eksp. Termal Mg-PSZ

T h T h

(oC) ( x10-2oC -1 ) (oC) ( x10-2oC -1 )

1 50 0,000 0,0000 1 50 0,000 0,0000

2 100 0,094 0,0013 2 100 1,160 0,0159

3 150 0,200 0,0016 3 150 0,240 0,0020

4 200 0,296 0,0017 4 200 0,320 0,0018

5 250 0,386 0,0017 5 250 0,440 0,0020

6 300 0,480 0,0018 6 300 0,520 0,0019

7 350 0,579 0,0018 7 350 0,640 0,0020

8 400 0,682 0,0018 8 400 0,720 0,0019

9 450 0,766 0,0018 9 450 0,840 0,0020

10 500 0,880 0,0019 10 500 0,920 0,0019

11 550 0,962 0,0018 11 550 1,052 0,0020

12 600 1,059 0,0018 12 600 1,160 0,0020

13 650 1,154 0,0019 13 650 1,262 0,0020

14 700 1,258 0,0019 14 700 1,379 0,0020

Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m

g = 0,0016 x10-2 oC -1 g = 0,0028 x10-2 oC -1 Suhu sintering 1100 0C Suhu sintering 1100 0C

Tabel F2.a. Tabel F2.b.

Data Koef. Eksp. Termal Ca-PSZ Data Koef. Eksp. Termal Mg-PSZ

T h T h

(oC) ( x10-2oC -1 ) (oC) ( x10-2oC -1 )

1 50 0,000 0,0000 1 50 0,000 0,0000

2 100 0,083 0,0011 2 100 0,080 0,0011

3 150 0,180 0,0015 3 150 0,190 0,0015

4 200 0,260 0,0015 4 200 0,270 0,0016

5 250 0,340 0,0015 5 250 0,381 0,0017

6 300 0,434 0,0016 6 300 0,480 0,0018

7 350 0,520 0,0016 7 350 0,590 0,0018

8 400 0,630 0,0017 8 400 0,690 0,0018

9 450 0,711 0,0017 9 450 0,800 0,0019

10 500 0,817 0,0017 10 500 0,889 0,0019

11 550 0,922 0,0018 11 550 0,990 0,0019

12 600 1,009 0,0018 12 600 1,111 0,0019

13 650 1,100 0,0018 13 650 1,200 0,0019

14 700 1,190 0,0018 14 700 1,297 0,0019

Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m

g = 0,0015 x10-2 oC -1 g = 0,0016 x10-2 oC -1 Suhu sintering 1200 0C Suhu sintering 1200 0C

No L / L 0

x10-4 (m) No

L / L 0

x10-4 (m) No L / L 0

x10-4 (m) No

L / L 0


(78)

Tabel F3.a. Tabel F3.b.

Data Koef. Eksp. Termal Ca-PSZ Data Koef. Eksp. Termal Mg-PSZ

T h T h

(oC) ( x10-2oC -1 ) (oC) ( x10-2oC -1 )

1 50 0,000 0,0000 1 50 0,000 0,0000

2 100 0,061 0,0008 2 100 0,060 0,0008

3 150 0,160 0,0013 3 150 0,130 0,0011

4 200 0,230 0,0013 4 200 0,210 0,0012

5 250 0,320 0,0014 5 250 0,290 0,0013

6 300 0,400 0,0015 6 300 0,410 0,0015

7 350 0,503 0,0016 7 350 0,513 0,0016

8 400 0,592 0,0016 8 400 0,620 0,0017

9 450 0,674 0,0016 9 450 0,710 0,0017

10 500 0,760 0,0016 10 500 0,790 0,0017

11 550 0,856 0,0016 11 550 0,889 0,0017

12 600 0,935 0,0016 12 600 0,979 0,0017

13 650 1,028 0,0017 13 650 1,072 0,0017

14 700 1,115 0,0017 14 700 1,165 0,0017

Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m

g = 0,0014 x10-2 oC -1 g = 0,0014 x10-2 oC -1 Suhu sintering 1300 0C Suhu sintering 1300 0C

Tabel F4.a. Tabel F4.b.

Data Koef. Eksp. Termal Ca-PSZ Data Koef. Eksp. Termal Mg-PSZ

T h T h

(oC) ( x10-2oC -1 ) (oC) ( x10-2oC -1 )

1 50 0,000 0,00000 1 50 0,000 0,0000

2 100 0,040 0,00053 2 100 0,040 0,0005

3 150 0,130 0,00104 3 150 0,080 0,0007

4 200 0,210 0,00120 4 200 0,150 0,0009

5 250 0,286 0,00127 5 250 0,233 0,0010

6 300 0,372 0,00135 6 300 0,340 0,0012

7 350 0,460 0,00142 7 350 0,454 0,0014

8 400 0,545 0,00145 8 400 0,570 0,0015

9 450 0,634 0,00149 9 450 0,660 0,0016

10 500 0,708 0,00149 10 500 0,738 0,0016

11 550 0,800 0,00152 11 550 0,840 0,0016

12 600 0,865 0,00150 12 600 0,909 0,0016

13 650 0,964 0,00154 13 650 0,990 0,0016

14 700 1,036 0,00153 14 700 1,072 0,0016

Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m

g g

No L / L 0

x10-4 (m) No

L / L 0

x10-4 (m) No L / L 0

x10-4 (m) No

L / L 0


(79)

Tabel F5.a. Tabel F5.b.

Data Koef. Eksp. Termal Ca-PSZ Data Koef. Eksp. Termal Mg-PSZ

T g T g

(oC) ( x10-2oC -1 ) (oC) ( x10-2oC -1 )

1 50 0,000 0,0000 1 50 0,000 0,0000

2 100 0,040 0,0005 2 100 0,040 0,0005

3 150 0,101 0,0008 3 150 0,151 0,0012

4 200 0,164 0,0009 4 200 0,229 0,0013

5 250 0,228 0,0010 5 250 0,340 0,0015

6 300 0,302 0,0011 6 300 0,458 0,0017

7 350 0,394 0,0012 7 350 0,555 0,0017

8 400 0,455 0,0012 8 400 0,660 0,0018

9 450 0,529 0,0013 9 450 0,750 0,0018

10 500 0,618 0,0013 10 500 0,835 0,0018

11 550 0,703 0,0013 11 550 0,936 0,0018

12 600 0,772 0,0013 12 600 1,029 0,0018

13 650 0,846 0,0014 13 650 1,126 0,0018

14 700 0,933 0,0014 14 700 1,223 0,0018

Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m Panjang sampel, lo = 4,91 x 10 -2

m

g = 0,0011 x10-2 oC -1 g = 0,0015 x10-2 oC -1

Suhu sintering 1500 0C Suhu sintering 1500 0C No L / L 0

x10-4 (m) No

L / L 0


(80)

Tabel F6.a. Tabel F6.b.

Kom. Num.Koef. Eksp. Termal Ca-PSZ Kom. Num. Koef. Eksp. Termal Mg-PSZ

T

g

numerik T

g

numerik

( oC ) ( x10-2oC-1 ) ( oC ) ( x10-2oC-1 )

1 1100 0,00165 1 1100 0,00171

2 1200 0,00148 2 1200 0,00159

3 1250 0,00140 3 1250 0,00153

4 1300 0,00134 4 1300 0,00148

5 1350 0,00128 5 1350 0,00143

6 1400 0,00122 6 1400 0,00139

7 1450 0,00117 7 1450 0,00134

8 1500 0,00112 8 1500 0,00131

9 1550 0,00107 9 1550 0,00127

10 1600 0,00103 10 1600 0,00123


(1)

Sumber : Microsoft Powerpoint-tec-ceramic.ho.ppt (www-sgrgroup.material.ox.ac.uk) (Diakses : 5 Mei 2008)


(2)

Sumber : Marketech International, Inc. (www.marketech.com) (Diakses : 5 Mei 2008) Lampiran F. Data Teknik PSZ


(3)

Lampiran G. Komponen Zirkonia

Sumber : Refractron Technologies Corp. (www.refractron.com) (Diakses : 5 Mei 2008)


(4)

Lampiran H. Uji Kekerasan (The Hardness Test)

Sebuah indentor (indenter) ditekan ke permukaan bahan (specimen) dengan gaya tertentu, kemudian ditarik kembali. Pada saat penekanan, gaya penekanan yang diberikan haruslah perlahan hingga tak terjadi sentakan (impact) dan kontak ditahan selama 10-15 sekon. Nilai kekerasan tergantung kepada bentuk lekukan yang terjadi.

Uji Vickers menggunakan indentor piramida intan, sedangkan pada uji Brinell menggunakan indentor bola baja atau tungsen karbida dengan diameter 10 mm.

bahan

indentor

Gbr H.2 Uji Kekerasan Vickers

bahan bahan

INDENTOR

P D

INDENTOR

d

Gbr H.1 Uji Kekerasan Brinell

Rumus kekerasan Brinell : Rumus kekerasan Vickers :

dengan : H = kekerasan (kgf/mm2). d = diagonal (mm). P = gaya (kgf).

Sumber : George F. Vander Voort, Metallography Principle and Practice, hlm 350-351, 373-374. William F. Smith. Principle of Materials Science and Engeering, hlm 256-257.

Catatan :

d P ,

=

HVi 1 85442

(

2 2

)

d -D -D D

P 2 =

Br H


(5)

1 kgf = 9,80 N 1 kgf/mm2 = 9,80x10-6 N/m2


(6)

Lampiran I. Karakteristik Umum Material

Karakteristik Umum Material

Karakteristik Keramik Logam Polymer

Densitas Rendah ke Tinggi Rendah ke Tinggi Rendah

Kekerasan Tinggi Sedang Rendah

Kekuatan Tarik Rendah ke Sedang Tinggi Rendah

Kekuatan Kompresi Tinggi Sedang ke Tinggi Rendah ke Sedang

Modulus Young Sedang ke Tinggi Rendah ke Tinggi Rendah

Titik Lebur Tinggi Rendah ke Tinggi Rendah

Stabilitas Dimensi Tinggi Rendah ke Sedang Rendah

Ekspansi Termal Rendah ke Sedang Sedang ke Tinggi Tinggi

Konduktivitas

Termal Sedang Sedang ke Tinggi Rendah

Thermal Shock Rendah Sedang ke Tinggi Tinggi

Resistansi Listrik Tinggi Rendah Tinggi

Resistansi Kimia Tinggi Rendah ke Sedang Sedang

Resistansi Oksidasi Sedang ke Tinggi Rendah Rendah

Machinability Sedang Rendah Sedang

Sumber : Accuratus Corporation. (www.accuratus.com) (Diakses : 2 Juni 2008)