Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

(1)

PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

(PENELITIAN PADA KP2LN MEDAN)

TESIS

Oleh SANDRA IRANI

047011059/MKn

1

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2006


(2)

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN EKSEKUSI LELANG

JAMINAN HUTANG KEBENDAAN MILIK PENANGGUNG

HUTANG/PENJAMIN HUTANG DALAM KAITANNYA DENGAN

PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

(PENELITIAN PADA KP2LN MEDAN)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh SANDRA IRANI

047011059/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2006


(3)

Judul Tesis : KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN EKSEKUSI LELANG JAMINAN HUTANG KEBENDAAN MILIK PENANGGUNG HUTANG/PENJAMIN HUTANG DALAM KAITANNYA DENGAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA (PENELITIAN PADAKP2LN MEDAN)

Nama Mahasiswa : Sandra Irani Nomor Pokok : 047011059 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Soleman Mantayborbir, S.H., M.H) Ketua

(Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum) Anggota

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

Tanggal Lulus : 18 Oktober 2006


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal: 18 Oktober 2006

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Soleman Mantayborbir, S.H.,M.H. Anggota : 1. Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum.

2. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. 3. Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum.


(5)

ABSTRAK

Pelaksanaan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik nasabah debitur/ penjamin adalah merupakan konsekuensi logis dari penandatanganan atas perjanjian kredit oleh kreditur/bank dengan penanggung hutang. Eksekusi lelang yang dimaksud disini adalah merupakan suatu sarana untuk melakukan penjualan jaminan hutang milik penanggung hutang/penanggung hutang/penjamin hutang ataupun yang telah disita oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) dalam kaitannya dengan sistem pengurusan piutang negara. Pada saat dilakukan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang atau harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang, baik jaminan hutang kebendaan bergerak maupun jaminan hutang kebendaan tidak bergerak sering terjadi masalah yang mengakibatkan eksekusi lelang menjadi batal. Dengan demikian perlu dikaji permasalahan tentang pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang (borgtocht), kendala yang ditemui serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan.

Untuk mengkaji permasalahan tersebut digunakan metode yuridis sosiologis dan sifat penelitiannya adalah deskriptif. Lokasi penelitian PUPN Cabang dan KP2LN Medan. Alat pengumpulan data primer adalah pedoman wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan dan analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Proses pembatalan eksekusi lelang ini dilakukan oleh pemohon penjual dan penanggung hutang dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada KP2LN. Pembatalan eksekusi lelang karena adanya pelunasan hutang oleh penanggung hutang disertai dengan bukti pembayaran. Pembatalan lelang karena penjualan jaminan hutang penanggung hutang secara di bawah tangan yang diajukan secara tertulis dengan uraian barang yang akan dijual, nilai penjualan, identitas calon pembeli dan cara pembayaran. Penebusan barang jaminan oleh pihak ketiga diajukan secara tertulis oleh penjamin hutang dengan uraian barang yang akan ditebus, nilai penebusan serta cara pembayaran. Proses permohonan pembatalan eksekusi lelang diajukan kepada KP2LN melalui Kepala Subbagian Umum, kemudian permohonan tersebut untuk selanjutnya diteruskan kepada Kepala KP2LN untuk selanjutnya memberikan disposisi kepada Kepala Seksi Pelayanan Lelang untuk disampaikan kepada Pejabat Lelang agar memberitahukan kepada calon pembeli/peminat eksekusi lelang tentang adanya pembatalan lelang. Faktor penyebab terjadinya pembatalan eksekusi lelang terhadap barang jaminan penanggung hutang pada KP2LN Medan adalah karena adanya pelunasan hutang, barang dan atau dokumen barang yang akan dilelang disita dalam perkara pidana, barang jaminan yang akan dilelang telah musnah, adanya penjualan barang jaminan penanggung hutang secara di bawah tangan dan adanya penebusan barang jaminan oleh pihak ketiga. Upaya yang dilakukan pihak KP2LN yaitu tetap konsisten menjalankan aturan hukum yang ada, melaksanakan pekerjaan secara teliti dan tertib administrasi sehingga celah hukum sebagai kelemahan yang dapat dimanfaatkan pihak debitur untuk mengajukan gugatan/menghambat proses lelang dapat dihindari, melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara berkala terhadap pegawai agar meningkatkan pengetahuan khususnya bidang pengurusan piutang negara dan pelaksanaan


(6)

lelang, menyusun undang-undang tentang lelang dan peraturan terkait lainnya dengan lebih lengkap.

Diharapkan agar KP2LN Medan memperhatikan dan mendukung kelancaran proses pembatalan eksekusi lelang barang jaminan hutang. Disarankan agar KP2LN Medan meningkatkan kinerja dalam melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Hendaknya KP2LN tetap melakukan eksekusi lelang setelah melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku, dengan tetap memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan pembatalan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Serta perlu diatur lebih jelas khususnya tentang pembatalan eksekusi lelang dan tentang peraturan lelang secara umum.


(7)

ABSTRACT

Execution of auction execution to debt guarantee property of debitor client/ guarantor is logical consequence from signing of to credit agreement by kreditur/bank with acceptance supra protest. Execute auction which intended here is a[n medium for doing sale of debt guarantee property of underwriter hutang/penanggung hutang/penjamin debt and or which have been confiscated by State receivable business committee ( PUPN) through Office Service Of Receivable and Auction State ( KP2LN) in the bearing with system of management of state receivable. At the (time) of done by is auction execution to estae or debt guarantee of properties of property of underwriter hutang/penjamin debt, good of materialism debt guarantee make a move and also non movable materialism debt guarantee often happened problem resulting execution auctioning becoming cancelation. Thereby require to be studied by problems concerning execution of cancellation of auction execution to debt guarantee property of underwriter hutang/penjamin debt ( borgtocht), constraint which met and also striving which done to overcome constraint in execution of cancellation of auction execution to debt guarantee property of underwriter hutang/penjamin debt in the bearing with management of state receivable stuck at PUPN Cabang and KP2LN Medan.

For studying the problems applied by method yuridis sosiologis and nature of the research is descriptive. Location of research of PUPN Cabang and KP2LN Medan. Primary data collecting appliance is guidance of interview. While secondary data is collected through document study to bibliography material and analysing by using qualitative approach.

Research result indicate that: Processing cancellation of execution auctioning this done by acceptance supra protest and seller applicant by applying in writing to KP2LN. Cancellation of auction execution caused by redeem by acceptance supra protest accompanied with voucher. Cancellation of auction because sale of acceptance supra protest debt guarantee in underhand which raised in writing descriptively goods which will be sold, assess sale, prospect identity and way of payment. Redemption of mortgage by third party raised in writing by debt guarantor descriptively goods which will be redeemed, redemption value and also way of payment. Process application of cancellation of auction execution is raised to KP2LN through Head Subbagian, Umum, then the application henceforth continued to Head KP2LN henceforth give disposition to Section head Service Of Auction for sent by is Auction functionary to advise to candidate pembeli/peminat auction execution concerning existence of cancellation of auction. The cause of the happening of cancellation of auction execution to acceptance supra protest mortgage at KP2LN Medan is caused by redeem, goods and or goods document which would by auction confiscated in criminal, mortgage which would by auction have been is annihilate, existence of sale of acceptance supra protest mortgage in underhand and existence of redemption of mortgage by third party.


(8)

Effort which done the side of KP2LN that is fixed consistent implement order punishing the, working in checking and orderly of administration causing interposing law as weakness available for exploited the side of debitor for raising gugatan/menghambat bidding process can be avoided, execute periodical training and education to officer to increase knowledge specially area of management of state receivable and execution of auction, compile [code/law] concerning other related/relevant regulation and auction with interest complete.

Expected so that KP2LN Medan pay attention and support fluency of process cancellation of debt mortgage auction execution. Suggested That By KP2LN Medan increase performance in doing coordination with related/relevant party(sides. KP2LN SHALL persist auction execution after through applied rule and procedure, by remain to give opportunity at interested parties for applying cancellation based on applied rule. And also require to clearer arranged specially concerning cancellation of auction execution and concerning regulation of auction in general.

Keyword: Study Of Law, Cancellation Of Auction and Management Of State


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, dengan berkat rahmat dan karunia-Nya proposal penelitian tesis ini dengan judul “Kajian Hukum

Terhadap Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)”, telah

dapat diselesaikan. Selawat dan salam disampaikan ke pangkuan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr. Soleman Mantayborbir,

S.H, M.H, Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H., Sp.N., M.Hum. dan Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum., atas kesediaannya membantu dalam rangka

memberikan bimbingan dan petunjuk serta arahan kepada penulis demi

kesempurnaan penulisan tesis ini. Berkat bimbingan, petunjuk dan arahan yang diberikan sehingga telah diperoleh hasil yang maksimal.


(10)

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris beserta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N., selaku Ketua Ketua Jurusan

Program Studi Magister Kenotariatan beserta stafnya atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.), Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum., dan Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran-saran yang sangat berarti dalam tesis ini.

4. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya pada Magister Kenotariatan yang membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi, pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) atas jasa dan budi baik para Ibu dan Bapak Dosen, penulis ucapkan terima kasih.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu penulis dengan dalam memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.


(11)

6. Bapak Tony R Simanjuntak, S.E., M.Si., selaku Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan yang telah banyak memberikan bantuan berupa data dan informasi yang penulis butuhkan dalam rangka penulisan tesis ini.

7. Bapak Drs. Edward Situmorang, M.Si., Kepala Seksi Informasi dan Hukum pada KP2LN Medan dan selaku Pejabat Lelang yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi data, demi kelancaran dalam penulisan tesis ini.

8. Bapak Marlais Simanjuntak, S.E., M.Si., selaku Kepala Seksi Piutang Negara pada KP2LN Medan yang juga banyak membantu dalam memberikan data dan informasi yang penulis perlukan demi kelancaran penulisan tesis ini.

9. Kepada seluruh Pegawai/Karyawan KP2LN Medan yang telah banyak

membantu dalam memberikan informasi data kepada penulis dalam rangka penulisan tesis ini.

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

10.Rekan-rekan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat dan dorongan serta bantuan pikiran kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada Ayahanda H. Achmad Basri dan Ibunda Hj. Suryawati Taher terimakasih buat do’a dan cintanya. Buat suami tercinta Wahyu Junedi, S.P serta adik-adikku tercinta Risky Fadilla dan Ayu Sukmayani terima kasih untuk dukungan dan do’anya yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.


(12)

Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat dirincikan satu-persatu yang telah memberikan segala bantuan baik berupa moril maupun materil, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terhadap kebaikan dan kemurahan hati dari semua pihak tersebut hanya dapat mendo’akan dan

menyerahkan kepada Allah SWT semoga mendapat balasan yang setimpal baik di dunia maupun di kemudian hari kelak. Amin ya Rabbal’alamin.

Medan, 18 Oktober 2006 Penulis,


(13)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

N a m a : Sandra Irani

Tempat / Tgl. Lahir : Medan / 21 Januari 1981

Status : Menikah

Alamat : Jl. D.I. Panjaitan No. 158 Medan

II. Orang Tua

Nama Ayah : H. Achmad Basri

Nama Ibu : Hj. Suryawati Taher

III. Pendidikan

1. SD. Negeri 61 Banda Aceh : Tamat Tahun 1993

2. SMP Negeri 6 Banda Aceh : Tamat Tahun 1996

3. SMU Negeri 3 Banda Aceh : Tamat Tahun 1999

4. S-1 Fakultas Hukum UISU Medan : Tamat Tahun 2004


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Hutang Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit ... 14

1. Pengertian jaminan hutang ... 14

2. Fungsi jaminan hutang ... 15


(15)

B. Tinjauan Umum Tentang Sistem Pengurusan Piutang

Negara Macet ... 20

1. Sejarah PUPN dan DJPLN/KP2LN ... 20

2. Dasar hukum pengurusan piutang negara ... 29

3. Tugas dan kewenangan PUPN dan DJPLN/KP2LN .... 30

4. Fungsi hukum dalam pengurusan piutang negara ... 30

5. Asas hukum dalam pengurusan piutang negara ... 35

6. Pelaksanaan prosedur pengurusan piutang negara ... 38

C. Beberapa Pengertian Tentang Eksekusi Lelang ... 56

1. Pengertian eksekusi ... 56

2. Pengertian lelang ... 56

3. Pelaksanaan prosedur eksekusi lelang ... 71

BAB III METODE PENELITIAN ... 75

A. Spesifikasi Penelitian ... 75

B. Lokasi Penelitian... 75

C. Sumber Data ... 76

D. Alat Pengumpulan Data ... 77

E. Analisis Data ... 77

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Deskripsi PUPN Cabang dan KP2LN Medan ... 79

B. Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang terhadap Jaminan Hutang Milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dalam kaitannya dengan Pengurusan Piutang Negara Macet ... 88


(16)

C. Kendala dalam Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang terhadap Jaminan Hutang Milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dalam kaitannya dengan Sistem

Pengurusan Piutang Negara ... 101

D. Upaya yang dilakukan untuk Mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang terhadap Jaminan Hutang Milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dalam kaitannya dengan Pengurusan Piutang Negara Macet ... 111

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Pegawai Menurut Jenis Kelamin ... 85

Tabel 2. Klasifikasi Pegawai Menurut Pangkat/Golongan ... 85

Tabel 3. Klasifikasi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan ... 86

Tabel 4. Klasifikasi Pegawai Menurut Unit Kerja ... 86

Tabel 5. Jumlah Jamnan Hutang Yang Akan Dilelang Tahun Fiskal 2004 – 2005 ... 91

Tabel 6. Jumlah Status Jaminan Hutang di KP2LN Medan Tahun Fiskal 2004 – 2005 ... 92

Tabel 7. Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang Terhadap Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur/Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dalam Tahun Fiskal 2003, 2004... 93

Tabel 8. Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang Terhadap Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur/Penjamin Hutang dalam Tahun Fiskal 2005 ... 93


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(19)

DAFTAR SINGKATAN

Bank Sumut = Bank Sumatera Utara

BKPN = Berkas Kasus Piutang Negara

BIAD = Biaya Administrasi

BMPK = Batas Maksimum Pemberian Kredit

BNI = Bank Negara Indonesia

BPN = Badan Pertanahan Nasional

BRI = Bank Rakyat Indonesia

BUMD = Badan Usaha Milik Daerah

BUMN = Badan Usaha Milik Negara

BUPN = Badan Urusan Piutang Negara

BUPLN = Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

DJPLN = Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara

HIR = Het Herziene Indonesiche Reglement

Keppres = Keputusan Presiden

KLN = Kantor Lelang Negara

KMK = Keputusan Menteri Keuangan

KP3N = Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara

KP2LN = Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara

KUHPdt = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

PB = Pernyataan Bersama

Perpu = Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

PH/PjH = Penanggung Hutang/Penanggung Jawab Hutang

PJPN = Penetapan Jumlah Piutang Negara

PN = Pengadilan Negeri

PNDT = Piutang Negara Dapat Ditagih

PNTO = Piutang Negara Telah Optimal

PP = Penyerah Piutang

PPN = Pengurusan Piutang Negara

PUPN = Panitia Urusan Piutang Negara

PTUN = Pengadilan Tata Usaha Negara

RBg = Rechtsreglement Buitengewesten

SAIPPN = Sistem Administrasi Informasi Pengurusan Piutang Negara

SEBI = Surat Edaran Bank Indonesia

SHGB = Sertifikat Hak Guna Bangunan

SP3N = Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara

SP = Surat Paksa

SPP = Surat Perintah Penyitaan

SPPBS = Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan

SPPS = Surat Perintah Pengangkatan Sita


(20)

Stb = Staatsblad

UUD 1945 = Undang-Undang Dasar 1945

UU = Undang-Undang


(21)

DAFTAR ISTILAH

Auction : Peningkatan bertahap/Lelang

Bid : Penawaran

Bij opbod : Naik meningkat

Burgelijk Wetboek : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Democary in commerce : Penjualan demokratis

Depth interview : Wawancara bebas dan mendalam

Executorial verkoop : Penjualan melalui lelang

Formale bewijskracht : Pembuktian formal

Indische Compatibiliteit Wet : Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia

Law enforcement : Penegakan hukum

Materiele bewijskract : Pembuktian materil

Niet ontvankelijk verklaard : Dengan tegas menolak bantahan/ sanggahan

Opbod : Meningkat

Price reference : Referensi harga

Public value : Harga yang umum

Rechtsreglement voor De Buitengewesten

: Hukum acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

Stake holder : Pengguna jasa

Vendumeester : Pejabat Lelang

Vendu Reglement : Peraturan Lelang

Vendu Instructie : Instruksi Lelang

Verzet : gugatan / perlawanan

Volledigheid : Selengkap mungkin

Volksraad : Pengadilan Negeri


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai masalah yang sering dijumpai di dalam pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara adalah pada saat akan dilakukan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang atau harta kekayaan milik nasabah debitur/penjamin hutang, baik jaminan hutang kebendaan bergerak maupun jaminan hutang kebendaan tidak bergerak. Masalah-masalah yang dijumpai tersebut dapat menyebabkan eksekusi lelang yang akan dilaksanakan menjadi batal. Dengan terjadinya pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang nasabah debitur/penjamin hutang maka sudah barang tentu keuangan negara tidak akan dikembalikan, dan dengan tidak dikembalikannya uang negara tersebut maka akan mengganggu kelancaran pelaksanaan pembangunan dan perekonomian nasional.

Terjadinya pelaksanaan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik nasabah debitur/penjamin sebagaimana disebutkan di atas, merupakan konsekuensi logis dari penandatanganan atas perjanjian kredit oleh kreditur/ bank dengan nasabah debitur. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan bahwa “Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis


(23)

karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Perjanjian dapat pula dihubungkan dengan hutang piutang, yang dalam hal ini merupakan perjanjian antara kreditur/bank dengan nasabah debitur/ penanggung hutang/penjamin hutang. Sehubungan dengan itu, S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, mengatakan bahwa “Perjanjian ini merupakan hasil dari persesuaian kehendak antara pihak kreditur dan nasabah debitur/penanggung hutang /penjamin hutang”.1

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, menjelaskan juga tentang pengertian kredit yaitu, “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berkaitan dengan bank dalam hal memberikan kredit, maka “Kreditur/bank dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan dari nasabah debitur/penanggung hutang/ penjamin hutang untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang telah diperjanjikan”.2

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

1

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, Sistem Pengurusan Piutang Negara Macet Pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori Dan Praktek), Pustaka Bangsa Press, Medan, 2001, hal. 3.

2


(24)

Dalam penandatanganan perjanjian kredit yang dilakukan oleh kreditur/ bank dengan pihak nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang terlebih dahulu pihak kreditur/bank melakukan prinsip 5C sebagaimana diatur di dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Salah satu prinsip 5C tersebut yang menjadi pertimbangan baik pihak kreditur/bank akan adanya jaminan hutang berupa benda baik bergerak maupun yang tidak bergerak.

Berkaitan dengan salah satu prinsip 5 C tersebut di atas tentang jaminan hutang, maka dengan adanya jaminan hutang dalam pelaksanaan pemberian kredit merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari lagi”.3

Dalam suatu perjanjian kredit, kreditur/bank menghendaki agar nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang dapat mengembalikan hutang pokok serta bunganya tepat pada waktu yang telah disepakati oleh nasabah debitur dengan kreditur/bank di dalam perjanjian. Akan tetapi yang sering dialami oleh kreditur/bank justru terjadinya tunggakan-tunggakan pembayaran dari pihak nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang, sehingga jumlah hutang pokok serta bunganya berubah menjadi kredit tidak lancar atau kredit macet. Dengan demikian terjadinya kredit macet saat ini bukan hanya merupakan masalah perbankan semata tetapi sudah menjadi masalah nasional yang dapat mengganggu pelaksanaan pembagian dan perkembangan perekonomian negara di Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan

Undang-3


(25)

Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (selanjutnya disebut UU No.49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN), pemerintah telah membentuk lembaga PUPN sebagai lembaga yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk mengurus pengembalian keuangan negara (kredit tidak lancar) atau kredit dinyatakan macet yang besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang tidak melunasinya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati di dalam perjanjian kredit.

Pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara yang macet pada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) diatur di dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK/01/2002 menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan Negara yang sumber pendapatnya berasal dari negara, baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Dalam Penjelasan Pasal 8 UU No.49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Piutang Negara adalah hutang yang: a) langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus


(26)

dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; b) terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian dan atau seluruhnya milik negara antara lain BUMN dan BUMD termasuk Bank Pemerintah.

Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, menyebutkan bahwa Instansi-instansi Pemerintah dan Badan-badan Negara diwajibkan/diharuskan untuk menyerahkan pengurusan Piutang Negara macet kepada PUPN melalui KP2LN yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang tidak melunasi hutangnya sebagaimana mestinya. Adapun yang dimaksud dengan adanya dan besarnya piutang negara macet telah pasti menurut hukum, yaitu penyerah piutang sebelum menyerahkan pengurusan piutang negara macet kepada PUPN melalui KP2LN sudah harus mengadakan penelitian atas piutang negara macet tersebut dan dari hasil penelitian dapat menetapkan jumlah hutang yang dapat dibebankan kepada nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang.

Penyerah Piutang juga diwajibkan/diharuskan untuk menyerahkan dokumen yang dapat membuktikan secara hukum bahwa piutang negara yang diserahkan kepada PUPN dan KP2LN telah memenuhi ketentuan sebagai piutang negara yang macet serta adanya dan besarnya jumlah hutang telah pasti menurut hukum. Dalam hal dokumen yang berkaitan dengan penyerahan piutang negara macet tidak lengkap, sehingga mengakibatkan PUPN melalui KP2LN mengalami kesulitan untuk


(27)

membuktikan adanya dan besarnya piutang negara telah pasti menurut hukum atau dari hasil penelitian PUPN ternyata piutang negara macet masih dalam keadaan sengketa atau piutang negara belum dikategorikan sebagai piutang macet, maka PUPN dapat menolak untuk menerima penyerahan pengurusan piutang dimaksud.

Di dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tidak dijumpai istilah piutang negara macet atau kredit macet. Pengertian piutang macet dapat dipedomani dari Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, yaitu “Piutang Negara pada tingkat pertama pada prinsipnya dapat diselesaikan secara internal oleh Instansi-instansi dan Badan-badan Negara yang bersangkutan”.

Upaya penyelesaian yang dilakukan secara internal oleh Instansi-instansi dan Badan-badan Negara tersebut terlebih dulu terhadap nasabah debitur/penanggung hutang yang wanprestasi, dan jumlah piutang negara telah jatuh tempo sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Instansi-instansi dan Badan-badan Negara yang

bersangkutan, dan apabila upaya penagihan/penyelesaian tersebut tidak

membawa/memberikan hasil, yang efisien dan efektif, maka upaya selanjutnya dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN dan DJPLN/KP2LN.

Dari Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dapat diartikan bahwa piutang negara yang dikategorikan macet setelah Instansi-instansi atau Badan-badan Negara yang bersangkutan mengupayakan penyelesaian secara intern oleh ketentuan intern dari Instansi-instansi dan Badan-badan Negara yang bersangkutan.


(28)

Dalam hal piutang negara yang berasal dari kredit macet perbankan, maka mengacu pada Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, menyatakan bahwa penyelesaian pada tingkat pertama dilakukan oleh kreditur/bank sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 31/147/Kep/Dir tanggal 12 Nopember 1998 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 4/6/PBI/2002 tanggal 6 September 2002 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Kualitas Aktiva Produktif.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 445/ KMK.01/2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara Dan Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara, telah mengatur tentang PUPN yang merupakan lembaga Khusus untuk mengurus kepentingan keuangan negara yang berhubungan dengan jumlah piutang negara macet, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas PUPN tersebut dilakukan oleh Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Itu berarti PUPN melalui KP2LN diberikan tugas dan kewenangan khusus untuk menetapkan dan menerbitkan keputusan-keputusan hukum yang disebut dengan asas parate executie, yaitu keputusan yang bersifat final dan dapat dilaksanakan tanpa melalui lembaga peradilan, yang mana hal ini dapat diketahui melalui upaya di dalam melakukan wawancara dan menerbitkan “Surat Pernyataan


(29)

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

Bersama (PB), Surat Paksa (SP), pelaksanaan Surat Paksa, Keputusan Penyitaan, Pelaksanaan Penyitaan dan Eksekusi Lelang”.4

Lelang yang dimaksud disini adalah merupakan suatu sarana untuk melakukan penjualan jaminan hutang milik nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang ataupun yang telah disita oleh PUPN melalui KP2LN. Pelaksanaan penjualan barang secara lelang harus dilakukan dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh suatu peraturan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 229/KMK.0.1/1997 tanggal 4 Juli 1997 sebagaimana telah diubah dengan ketentuan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK .01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan naik-naik atau turun-turun atau tertulis dan tertutup untuk memperoleh harga yang optimal didahului dengan pengumuman lelang sebagai upaya untuk mengumpulkan calon peminat/ pembeli.

Ketentuan pokok mengenai lelang diatur dalam Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Staadblad 1908 No. 189 dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Staadblad 1908 No.190. Ketentuan ini masih berlaku sesuai dengan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada dan berfungsi selama belum diadakan yang baru masih tetap berlaku.

Lelang sebetulnya merupakan suatu istilah hukum yang penjelasannya diberikan dalam Pasal 1 Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Stb. 1908 No. 189, yang memberikan defenisi bahwa penjualan barang yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran

4

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal. 66.


(30)

harga yang semakin menurun atau secara tertulis dan tertutup untuk memperoleh harga yang otpimal, dengan terlebih dahulu diumumkan pada surat kabar harian setempat sebagai upaya dalam mengumpulkan para calon peminat/pembeli yang diberikan kesempatan kepadanya untuk membeli dengan jalan menawar harga, dan menyetujui harga.

Lelang sebagai suatu cara penjualan yang bersifat khusus sebenarnya memiliki berbagai kelebihan karena lelang sebenarnya tergolong suatu sarana perekonomian yang mengakomodir atau memberikan fasilitas terjadinya transaksi penjualan atas barang-barang yang bersifat transparan/terbuka, cepat, aman, efisien dan efektif dengan mekanisme penjualan atas barang dengan harga yang kompetitif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Eksekusi lelang merupakan suatu proses yang sangat sederhana, dan merupakan sebuah mekanisme pasar dengan jalan mana orang dapat berkumpul untuk membeli dan menjual berbagai jenis jaminan hutang.

Namun demikian, barang jaminan yang akan dieksekusi lelang tersebut dapat saja diajukan keberatan oleh pihak Penanggung Hutang/Penjamin Hutang atau pihak lain yang terkait dengan barang jaminan itu dalam bentuk meminta atau memohon kepada KP2LN untuk membatalkan eksekusi lelang tersebut.

Pembatalan lelang dapat dilakukan dan diperbolehkan dalam hal antara lain sebagai berikut:

a) Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melunasi hutang;

b) Barang jaminan yang akan dieksekusi lelang disita dalam kasus pidana; c) Barang yang akan dieksekusi lelang musnah;

d) Barang jaminan telah dicairkan diluar eksekusi lelang; e) Barang jaminan tidak/tidak lagi menjadi jaminan hutang.5

Dalam prakteknya, pada KP2LN Medan pernah terjadi pembatalan eksekusi lelang terhadap barang jaminan. Berdasarkan kurun waktu 2004 sampai

5


(31)

dengan 2005, jumlah pembatalan eksekusi lelang adalah sebagai berikut: tahun 2004 berjumlah 71 kasus pembatalan, dan tahun 2005 berjumlah 5 kasus pembatalan.

Sehubungan dengan uraian di atas tentang sebab-sebab pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang serta jumlah kasus pembatalan yang pernah terjadi di KP2LN Medan, maka selanjutnya perlu diteliti selain masalah pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang tersebut, tetapi juga permasalahan yang akan dibahas nantinya. Masalah yang terkait dengan hal tersebut adalah tentang bagaimana pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang (borgtocht) dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan?

2. Kendala apa sajakah yang ditemui dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan?


(32)

3. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/ penjamin hutang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang (borgtocht) dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan kendala yang ditemui dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/ penjamin hutang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara macet pada PUPN Cabang dan KP2LN Medan.


(33)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ada 2 (dua), yaitu manfaat secara praktis dan manfaat secara teoritis. Manfaat secara praktis yaitu hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi para pihak terutama penanggung hutang/penjamin hutang maupun kreditur dalam menyikapi berbagai permasalahan di dalam pelaksanaan pembatalan eksekusi lelang terhadap jaminan hutang milik penanggung hutang/penjamin hutang (borgtocht).

Manfaat secara teoritis yaitu penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan hukum perjanjian dan hukum yang berkaitan dengan Pengurusan Piutang Dan Lelang Negara. Selain itu, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan kajian untuk menambah ilmu pengetahuan atau sebagai khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) dan Program Studi Magister Hukum (M.H) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan belum ada penelitian dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang (Penelitian Pada KP2LN Medan)”, akan tetapi telah ada penelitian yang dilakukan oleh Vertjie Jocbeth Mantayborbir, mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Pascsarjana, Universitas Sumatera Utara Tahun 2006, dengan judul tesis “Kajian Hukum


(34)

Terhadap Kekuatan Hukum Risalah Lelang Dalam Pelaksanaan Lelang”, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kekuatan hukum Risalah Lelang dalam pelaksanaan lelang? 2. Hambatan apa sajakah yang ditemui KP2LN dalam pelaksanaan lelang berkaitan

dengan kekuatan hukum risalah lelang?

3. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan lelang berkaitan dengan kekuatan hukum risalah lelang?

Selanjutnya pada tahun 2006 penelitian yang dilakukan oleh Elys Diana Sembiring, mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Pascsarjana, Universitas Sumatera Utara, dengan judul tesis “Faktor Penyebab Jaminan Hutang Kebendaan Tidak Laku Terjual Melalui Eksekusi Lelang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)”, dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Faktor penyebab apakah yang mengakibatkan jaminan hutang kebendaan tidak laku terjual melalui eksekusi lelang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara pada PUPN melalui KP2LN Medan?

2. Hambatan apa sajakah yang menyebabkan jaminan hutang kebendaan tidak laku terjual melalui eksekusi lelang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara pada PUPN melalui KP2LN Medan?

3. Upaya apa sjakah yang dilakukan dalam mengatasi faktor penyebab jaminan hutang kebendaan tidak laku terjual melalui eksekusi lelang dalam kaitannya dengan pengurusan piutang negara pada PUPN melalui KP2LN Medan?


(35)

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

Penelitian yang dilakukan oleh Vertjie Jocbeth Mantayborbir terpokus pada kekuatan hukum Risalah Lelang dalam pelaksanaan lelang. Penelitian yang dilakukan oleh Elys Diana Sembiring terpokus pada faktor penyebab jaminan hutang kebendaan tidak laku terjual melalui eksekusi lelang.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, apabila dipertentangkan dengan penelitian ini, maka baik judul maupun masalah, substansi pembahasannya dan pengkajian hukumnya sangat berbeda sama sekali, oleh sebab itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.


(36)

36

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Hutang Dalam Pelaksanaan

Perjanjian Kredit

1. Pengertian Jaminan Hutang

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat dibaca didalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah”.

Agunan dalam konstruksi di atas merupakan Jaminan tambahan (accessoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank.

Jaminan adalah sesuatu yang menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.6

6


(37)

Konstruksi jaminan dalam definisi di atas ada kesamaan dengan yang dikemukakan Hartono Hadisoeprapto bahwa “jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”.7

Kedua definisi jaminan yang dipaparkan di atas, adalah:

1) Difokuskan pada fungsi pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur (bank) 2) Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil) dan

3) Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur.

2. Fungsi Jaminan Hutang

Undang-undang berfungsi memberikan perlindungan hukum bagi kreditur/bank untuk kepastian dalm pelunasan hutang oleh nasabah debitur. Pasal 1131 KUH Perdata menegaskan tanggung jawab seseorang atas perikatan/hutangnya, yaitu: “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

Berdasarkan pasal sebagaimana tersebut di atas, maka pada asasnya meliputi seluruh harta si berhutang baik yang sudah ada maupun yang akan ada diperuntukkan untuk pelunasan hutang. Pasal ini merupakan jaminan hutang secara umum atau jaminan yang timbul atau lahir dari undang-undang tanpa adanya perjanjian para pihak.

Selanjutnya Pasal 1132 KUH Perdata, menegaskan, yaitu:

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

7

Hartono Hadisoeprapto, Hukum Jaminan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1984, hal. 50.


(38)

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Dalam hal ini kreditur/bank yang kedudukannya sama (kreditur bersama) dan tidak ada yang harus didahulukan dalam pemenuhan piutangnya disebut kreditur konkuren. Demikian juga oleh undang-undang tersebut juga ditentukan ada jenis-jenis lembaga jaminan yang pemenuhannya didahulukan dari piutang-piutang yang lain. Bank sebagai pemegang hak yang pemenuhannya harus didahulukan dengan demikian disebut kreditur preferen, yaitu pemegang hak

privilige, pemegang gadai dan pemegang hipotik.8

Pada perjanjian kredit, jaminan hutang merupakan posisi yang sangat penting fungsinya terutama dalam rangka pengamanan apabila kredit yang diberikan mengalami kegagalan. Untuk itu sangat dibutuhkan adanya analisis kredit terutama kejelian dalam ketelitian dalam penilaian barang-barang yang dijaminkan kepada bank. Dalam penilaian ini ada 2 (dua) sasaran pokok, yaitu: a. Untuk menilai nilai ekonomi dari jaminan hutang

b. Untuk menilai nilai yuridis dari jaminan hutang yang bersangkutan.

Kedua persyaratan tersebut harus dipenuhi secara lengkap apabila jaminan hutang yang akan diikat tersebut memang ditujukan sebagai alat pengamanan atas kredit yang diberikan. Dengan nilai jaminan yang melebihi nilai kredit maka bank akan aman. Bank dapat mempergunakan atau menjual

8

Sri Soedewi Mascjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal.44.


(39)

jaminan kredit kapan saja untuk menutupi kredit apabila kredit yang diberikan macet.

Munculnya jaminan kredit agar melindungi bank dari nasabah debitur yang nakal. Hal ini dikarenakan tidak sedikit nasabah debitur yang memiliki kemampuan tetapi tidak mau membayar kreditnya. Yang paling utama dalam jaminan kredit adalah mengikat nasabah debitur untuk segera melunasi utang-utangnya, dengan demikian nasabah debitur akan terikat dengan kreditur/bank mengingat jaminan hutang kredit akan disita oleh bank apabila nasabah debitur tidak mampu membayar hutangnya.

3. Jaminan Hutang dalam Perjanjian Kredit

Pada Pasal 8 ayat (1) UU No. 10/1998 Tentang Perbankan dikatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad atas kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sini terlihat bahwa suatu kredir mengandung resiko “oleh karena diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut”.9 Dengan demikian, maka di dalam pelaksanaannya untuk mengurangi resiko tersebut, bank harus memperhatikan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, jaminan/agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Mengingat karena barang jaminan merupakan salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila kreditur yang dalam hal ini adalah bank telah dapat memperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan hutangnya, jaminan dapat berupa barang atau hak tagih atau lainnya yang

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

9


(40)

dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Untuk itu, dengan memperhatikan hal-hal yang akan terjadi di luar antisipsi debitur dan kreditur, misalnya terjadinya kredit tidak lancar atau kredit macet, maka untuk itu bank harus memperhatikan dan memastikan bahwa barang jaminan dan atau asuransi barang jaminan kredit tersebut sudah cukup aman untuk menutupi resiko yang akan timbul di kemudian hari.

Oleh karena itu, S. Mantayborbir mengklasifikasi jaminan kredit dalam beberapa kriteria, yakni:10

a. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus. Jaminan umum adalah merupakan jaminan dari pihak debitur yang terjadi by the operation of law dan merupakan

mandatory rule bahwa setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak

milik debitur menjadi tanggungan hutangnya kepada kreditur, sebagaimana diisyaratkan di dalam Pasal 1131 BW. Jaminan khusus adalah setiap jaminan hutang yang bersifat kontraktual, yaitu yang timbul oleh karena adanya perjanjian tersebut.

b. Jaminan Pokok, Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan. Maksudnya

adalah bahwa kredit diberikan kepada debitur berdasarkan “kepercayaan” dari kreditur akan kesanggupan pihak debitur untuk membayar kembali hutangnya kelak sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan antara debitur dengan kreditur, maka oleh hukum diberlakukan suatu prinsip bahwa “kepercayaan” tersebut dipandang sebagai jaminan pokok dari pembayaran kembali hutang-hutang debitur kepada kreditur. Sementara itu, jaminan-jaminan lain seperti hak tanggungan atas tanah, gadai dan lainnya hanya dianggap sebagai jaminan tambahan, artinya hanya sebagai jaminan tambahan atas jaminan utamanya tadi yaitu berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit itu sendiri. Prinsip hukum yang dimaksudkan barang yang dibiayai dengan kredit itu sendiri. Prinsip hukum yang dimaksudkan disini dapat terlihat jelas di dalam UU No. 10/1998 Tentang Perbankan.

c. Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan. Jaminan kebendaan ini artinya jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Sedangkan jaminan perorangan adalah hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang

10

S. Mantayborbir, Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, (edisi revisi), Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 17.


(41)

tertentu, di mana hal ini dapat diklasifikasi ke dalam tiga golongan, yakni pertama jaminan pribadi personal quarantee), kedua jaminan perusahaan (corporate quarantee) dan yang ketiga garansi bank (bank guarantee). d. Jaminan Regulatif dan Jaminan Non Regulatif.jaminan regulatif ini

adalah jaminan kredit yang selain telah mendapat pengakuan dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, kelembagaannya juga sudah diatur secara eksplisit. Jaminan non regulatif merupakan bentuk-bentuk jaminan yang tidak secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dilaksanakan dan dikenal dalam praktek.

Perlu diingat bahwa setelah pemberian kredit kepada debitur bukan berarti bank lepas tangan dalam hal penggunaan kredit tersebut, tetapi bank akan selalu memantau penggunaan kredit oleh nasabah debitur yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, S. Matayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo berpendapat, hal itu dilakukan guna memastikan bahwa:

a. Kredit digunakan oleh debitur sesuai dengan tujuan penggunaan kredit sebagaimana diperjanjikan di dalam perjanjian kredit.

b. Kredit ditarik sesuai dengan tahap-tahap penarikan kredit sebagaimana diperjanjikan di dalam perjanjian kredit

c. Kredit ditarik sesuai dengan batas izin tarik yang ditentukan di dalam perjanjian.11

Berdasarkan uraian di atas tercermin kepada kita bahwa pemantauan bank terhadap penggunaan kredit oleh nasabah debitur merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak kreditur untuk memastikan bahwa bunga serta angsuran pokok atas kredit yang telah diberikan kepada nasabah debitur dapat dilakukan pembayarannya oleh nasabah debitur sesuai dengan ketentuan yang telah dperjanjikan di dalam perjanjian kredit. Karena tidak tertutup kemungkinan debitur untuk biaya mendirikan bangunan, sehingga jika sudah demikian maka

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

11


(42)

akan mengakibatkan pembayaran pelunasan kredit menjadi tidak lancar karena terjadinya kemacetan kredit.

Perlunya jaminan dalam pemberian kredit adalah mencegah resiko yang akan timbul apabila pembayaran pelunasan kredit tidak lancar atau dengan kata lain apabila nasabah debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran dan atau pelunasan hutangnya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati, maka kreditur dapat melakukan penyitaan terhadap jaminan hutang nasabah debitur, penyitaan mana tentunya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, jaminan hutang nasabah debitur bersifat yuridis materil yang bertujuan sebagai tindakan pencegahan (preventif) dan kreditur terhadap perbuatan ingkar janji nasabah debitur.

Jaminan dalam pemberin kredit dapat menyelamatkan kredit dari nasabah debitur yang tidak menunaikan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur, karena apabila nasabah debitur wanprestasi maka kreditur dapat merealisir kredit melalui penjualan barang jaminan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jika seseorang hendak memperoleh fasilitas kredit maka sesoerang itu memperolehnya dengan melakukan pengikatan jaminan.

B. Tinjauan Umum Tentang Sistem Pengurusan Piutang Negara Macet 1. Sejarah PUPN dan DJPLN/KP2LN

Setelah pasca kemerdekaan Indonesia banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh golongan-golongan tertentu ataupun oleh suatu


(43)

daerah seperti pemberontakan PRRI. Permesta, DI, TII dan lain-lain, sehingga kesempatan itu dimanfaatkan oleh sektor-sektor swasta yang berhutang kepada negara atau badan-badan usaha milik negara, badan-badan usaha milik daerah, baik langsung maupun tidak langsung yang dikuasai oleh negara, tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutangnya dengan berbagai kesulitan dan sukar sekali ditagih, sementara penagihan piutang negara dengan menggunakan prosedur biasanya yang tersedia dalam HIR, RBg, tidak mencapai sasaran.12

Sistem pengurusan piutang negara ini pada satu pihak dilaksanakan secara efisien dan efektif dan di pihak lain nasabah debitur/penanggung hutang tidak mempertanggungjawabkan kewajibannya secara hukum maka Penguasa Perang Pusat, Kepala Staf Angkatan Darat membentuk panitia yang diberi nama “Panitia Penyelesaian Piutang Negara”.

Panitia Penyelesaian Piutang Negara ini oleh penguasa perang pusat.13) setelah mendengarkan musyawarah kabinet kerja tanggal 29 Nopember 1960 dan tanggal 8

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

12

S. Mantayborbir, Iman Jauhari, dan Hari Widodo Agus, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa, Jakarta: 2002, hal. 28. Dalam keadaan mendesak maka Penguasa Perang, Kepala Staf Angkatan Darat, dengan terpaksa harus menempuh jalan terobosan baru untuk memotong jalur panjang sebagaimana biasanya melalui lembaga peradilan yang pemeriksaannya melalui tiga tahap yaitu: di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri, di tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi, di tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung, bahkan tingkat peninjauan kembali pada Mahkamah Agung, sehingga memakan waktu bertahun-tahun lamanya dalam penyelesaiannya.

13

Keputusan Nomor Kpts/Pepera/0241/1958 berikut peraturan pelaksanaannya antara lain Instruksi Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Instr/Peperpu/032/1958. Berdasarkan Pasal 61 Perpu Nomor 23 Tahun 1959, panitia ini dibatasi masa bekerja sampai tanggal 16 Desember 1960. Menjelang berakhirnya masa tugas panitia ini, pemerintah memandang masih perlu mempertahankan keberadaan lembaga ini, karena sangat efektif dan canggih untuk digunakan dalam penagihan piutang negara macet sehingga piutang negara macet dapat dikembalikan dalam waktu sesingkat-singkatnya terutama karena panitia ini sangat efektif bila berhadapan dengan debitur/penanggung hutang nakal yang tindakannya dengan terang-terang merugikan negara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 yang mengatur tentang lahirnya PUPN.


(44)

Desember 1960, pemerintah memutuskan dan menetapkan Perpu tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Lembaga PUPN ini sudah sejak lama ada (42 tahun) yang lalu sejak tanggal pembentukan PUPN dengan Keputusan Menteri Pertama14 Nomor 454/MP/1961 tanggal 26 Desember 1961 yang tindak lanjutinya dibentuknya PUPN (Pusat), dan bersamaan dengan itu dibentuk juga Badan Pelaksana Administrasi (BPA) sebagai satuan kerja yang melaksanakan tugas dan fungsi sehari-hari dari PUPN. Kepala BPA dipimpin oleh salah seorang anggota PUPN. Sesuai dengan jiwa Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dan dengan Keputusan Menteri Pertama tersebut, maka lembaga PUPN ini, melaksanakan tugas operasional langsung.

Selama kurun waktu 45 tahun itu, dilakukan periodisasi terhadap kegiatan pelaksanaan program. Pelaksanaan kegiatan/program yang dirumuskan ke dalam skala prioritas, dengan mempertimbangkan keterbatasan dana, sarana dan prasarana. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan kegiatan/ program tersebut, didasarkan kepada empat periodisasi yakni:

a. Periode 1961 - 1975 diperankan oleh PUPN dan BPA b. Periode 1976 - 1990 diperankan oleh PUPN dan BUPN c. Periode 1991 - 2001 diperankan oleh PUPN dan BUPLN d. Periode 2001 - 2006 diperankan oleh PUPN dan DJPLN..

Periode 1961-1975 diperankan oleh PUPN dan BPA, setelah dibentuknya PUPN maka dengan keputusan Menteri Pertama Nomor 454/MP/1961 tanggal 26

14

Istilah Menteri Pertama dijumpai dalam Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960.


(45)

Desember 1961 dibentuklah PUPN (Pusat) dan bersamaan dengan itu dibentuklah juga Badan Pelaksana Administrasi (BPA) sebagai satuan kerja yang melaksanakan tugas dan fungsi dari PUPN. Kepala BPA dipimpin oleh salah seorang anggota PUPN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dan dengan Keputusan Menteri pertama tersebut, maka lembaga panitia ini melaksanakan tugas operasional langsung

Periode 1976 – 1990 diperankan oleh PUPN dan BUPN, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pelayanan pengurusan, bentuk, susunan organisasi dan tata kerja Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang kemudian diperkokoh dan ditambah dengan pembentukan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), berdasarkan Keppres No.11 Tahun 1976, menurut Pasal 10 Keppres No. 11 Tahun 1976 Susunan Organisasi BUPN tersebut, yaitu: (1) Badan UPN terdiri dari: (a) Kepala, yang dirangkap oleh Ketua Panitia UPN, (b) Sekretariat, (c) Direktorat Penetapan dan penagihan piutang negara, (d) Direktorat Perbendaharaan Piutang Negara, (e) Direktorat eksekusi dan laporan, (f) Instansi Vertikal di Wilayah Daerah Tingkat I, (2) Sekretariat terdiri dari sebanyak-banyaknya empat Bagian dan setiap bagian terdiri dari sebanyak-sebanyak-banyaknya tiga sub bagian, (3) Direktorat terdiri dari sebanyak-banyaknya tiga sub direktorat dan setiap sub direktorat terdiri dari sebanyak-banyaknya tiga seksi. BUPN adalah badan yang menyelenggarakan pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. BUPN ini dipimpin oleh seorang Kepala yang mempunyai kedudukan setingkat dengan Direktur Jenderal


(46)

Periode 1991 – 2001 diperankan oleh PUPN dan BUPLN, Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No: 21 Tahun 1991 yang bertugas melaksanakan/menyelenggarakan sistem pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang berdasarkan pelaksanaan tugas PUPN maupun kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan ini berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan. Sebenarnya PUPN dan BUPLN mempunyai hubungan yang sangat erat. Di mana PUPN adalah lembaga yang melakukan manajemen sistem pengurusan piutang negara secara khusus dan pelayanan lelang dalam rangka lebih meningkatkan penerimaan keuangan negara, maka dibentuklah suatu badan dengan nama BUPLN. BUPLN ini di samping sebagai unit, yang melaksanakan dan menampung tindakan hukum PUPN, juga bertindak sebagai unit, yang menjalankan fungsi Menteri Keuangan dalam melaksanakan pengamanan terhadap keuangan negara (piutang negara macet). BUPLN sebagai suatu unit mempunyai struktur organisasi dengan tingkatan-tingkatan yaitu: (a) Unit Lelang tingkat pusat dengan status eselon II, (b) Unit lelang pada tingkat kantor wilayah dengan status eselon III dan, (c) Unit kantor operasional yang dibentuk di kota-kota propinsi dengan status kantor type A (eselon III B) dan unit kantor type B (eselon IV).

Periode 2001 – 2006 diperankan oleh PUPN dan DJPLN. Untuk lebih meningkatkan pelayanan piutang dan lelang negara maka dibentuklah suatu badan dengan nama Direktorat Jenderal Piutang dan lelang Negara (DJPLN). DJPLN di samping sebagai unit yang melaksanakan dan menampung tindakan hukum PUPN, juga bertindak sebagai unit dalam melaksanakan pengamanan terhadap keuangan negara. DJPLN dibentuk dengan Keppres No. 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen jo Keppres No. 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan. Selanjutnya dibentuklah unit-unit pelaksana di daerah, yaitu Kanwil BUPLN, sekarang menjadi Kanwil DJPLN. Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang Negara (KLN) sekarang digabung menjadi satu kantor yang disebut Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). DJPLN berada


(47)

di dalam Departemen Keuangan di mana Instansi Vertikal DJPLN terdiri dari: (a) Kantor wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, (b) Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara.

Lembaga PUPN ini, dalam pelaksanaan tugas operasionalnya, dilakukan langsung oleh BPA yang dipimpin oleh salah seorang anggota panitia. Di tingkat pusat kompetensi/peranannya selain mencakup seluruh Indonesia, sekaligus dalam melakukan tugas operasional sehari-hari di wilayah DKI Jakarta dan daerah lain yang belum ada PUPN Cabang. Selama periode ini terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara 1961 – 1975 dengan 1976 - 1990. Pada tahun 1961 - 1975 konsentrasi kegiatan tertuju kepada pengaturan tata cara penyerahan, penyusunan produk hukum, pembebanan dan perhitungan biaya administrasi (Biad).

Susunan organisasi dan hubungan hukum PUPN Pusat dengan PUPN Cabang dan Tim Pengawas Daerah (TPD) merupakan hubungan yang bersifat fungsional dan pembinaan. Pembinaan dan pengendalian belum dilaksanakan secara sempurna karena ketiadaan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Kedudukan PUPN Pusat, PUPN Cabang dan TPD (Team Pengawas Daerah) memiliki kewenangan secara sendiri-sendiri, terutama dalam pengelolaan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Setelah PUPN Pusat memiliki kantor sendiri15) baru pembinaan dan pengendalian mulai lancar.

Selanjutnya ditetapkan bahwa tanggal lahir PUPN adalah pada tanggal 9 September. Tanggal itu dipilih berdasarkan pertimbangan dan ditetapkannya Keputusan Penguasa Perang Pusat cq. KSAD Nomor: Kpts/PM/035/1957 tanggal 9

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

15)

Pada saat kantor tersebut, diresmikan oleh Menteri Keuangan (pada saat itu dijabat oleh Ali Wardana), tanggal 9 September 1957 berkedudukan di Jalan Cisadane Nomor 6 Jakarta.


(48)

September 1957 tentang Panitia Penyelesaian Tunggakan Hutang. Panitia ini dinilai sebagai cikal bakal (embrio) dari Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dengan keberadaan Kantor Pusat PUPN tersebut, maka pada gilirannya dilahirkan serangkaian peraturan pelaksanaan undang-undang tentang PUPN, sebagai dasar pijak dan akuntabilitas baik dari aspek yuridis, ekonomis maupun realitas.

Salah satu peraturan yang penting dan mendasar adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-271/KMK/14/1971 tanggal 26 April 1971, yang memuat antara lain persyaratan penyerahan, serah terima penyerahan, nilai nominal dan nilai riil atas penyerahan piutang negara, perhitungan dan penetapan jumlah piutang negara, serta hal-hal lain yang relevan. Karena Keputusan Menteri Keuangan tersebut mempunyai nuansa menata, menertibkan, mengendalikan, mengarahkan, pengelolaan keuangan negara yang sehat, maka sering terjadi perbenturan persepsi dan kepentingan.16 Proses konflik itu berkurang dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 Tentang PUPN dan BUPN. Berdasarkan Keputusan Presiden itu, perubahan yang bersifat fundamental tentang kedua lembaga tersebut, masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. PUPN berfungsi hanya menetapkan kebijaksanaan umum dalam sistem pengurusan piutang negara sedangkan BUPN berfungsi sebagai pelaksana atas produk hukum yang dikeluarkan oleh PUPN. Dengan perkataan lain penyelenggaraan fungsi PUPN adalah BUPN.

Kemudian ditindaklanjuti dengan beberapa kegiatan yaitu penyesuaian sistem dan prosedur pelayanan, tugas pemerintahan yang dilaksanakan mengalami hambatan karena keterbatasan dana dan minimnya SDM, sarana dan

16

Soetarwo Soemowidjojo, Mendayagunakan PUPN dan DJPLN Guna Menyongsong Era Tugas di Masa Mendatang, op.cit, hal. 3-4.


(49)

prasarana. Pembebanan biaya administrasi sistem 10% dari penyerahan piutang negara yang dibebankan dar ditagih dari nasabah debitur/penanggung hutang, kemudian disetorkan pada negara cg. Kantor Perbendaraan dan Kas Negara sebagai penerimaan negara (APBN), kemudian PUPN dan BUPN dapat memperoleh dana dari APBN.

Setelah Ketua PUPN Pusat dan Kepala BUPN diangkat, maka serangkaian program pembangunan dirumuskan dengan menetapkan bidang-bidang sebagai berikut:

a. Menerima pelimpahan satuan unit organisasi subdirektorat lelang beserta satuan organisasi vertikalnya termasuk sarana, prasarana dan SDMnya masuk dalam jajaran BUPN;

b. Dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991, maka pengem-bangan organisasi BUPN dan subdirektorat lelang dialihkan dari institusi pajak kepada institusi BUPLN.

c. Ketentuan Juklak dan Juknis ditetapkan, dan yang sangat penting adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.09/1993. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini ketentuan pengurusan piutang negara yang ada dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-271/KMK/714/1971 dimasukkan ke dalamnya. Program pengembangan SDM dilaksanakan secara terarah seperti program DPI, DPT, Diklat Program Diploma I dan III PPLN dilakukan dengan bekerjasama BPPK, termasuk pengiriman pegawai untuk tugas belajar ke luar negeri dan rekruitmen S1, S2 langsung menjadi pegawai negeri sipil Departemen Keuangan secara bertahap.


(50)

d. Program konsultasi dan koordinasi dilaksanakan secara konsisten dengan Mahkamah Agung beserta jajaran peradilan di bawahnya, BPN dan para penyerah piutang/kreditur, termasuk instansi terkait lainnya.

e. Serangkaian seminar dalam rangka sosialisasi perangkat hukum PUPN dan BUPLN yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.

f. Pengembangan institusi PUPN dan BUPLN agar berjalan di atas jalur dan bidang tugasnya.

g. Sesuatu yang tidak dapat dihindari adalah semangat pengembangan dan pengabdian PUPN dan BUPLN terhempas berkenaan dengan adanya krisis perekonomian dalam dunia perbankan di tahun 1998. Selanjutnya memuncak dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN.

Pada Periode 1999 - 2002 adanya mutasi pimpinan. Bapak Adolf Warouw diganti oleh Bapak Karsono Suryowibowo. Ada perobahan yang cukup fundamental mengenai organisasi PUPN dan BUPLN diganti menjadi PUPN dan DJPLN melalui Kepres Nomor 84 Tahun 2001. Reogranisasi ini dapat ditindak lanjuti dengan sistem administrasinya. Sudah barang tentu dapat diperhitungkan perobahan yang cukup fundamental dan mendasar ini karena tidak hanya berdampak pada kontra produktif menurut istilah manajemen, tetapi justru memberikan dampak positif ke arah perkembangan PUPN dan DJPLN.17

17


(51)

2. Dasar hukum

Dasar hukum dalam pelaksanaan ssitem pengurusan piutang negara macet adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

b. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen.

c. Peraturan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan.

d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

e. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445 /KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah DJPLN dan KP2LN.

f. Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 61/KMK.08/2002 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara

g. Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 533/KMK.08/2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 61/KMK.08/2002 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara

h. Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 300/KMK.01/2002 Tentang

Pengurusan Piutang Negara

i. Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 301/KMK.01/2002 Tentang

Pengurusan Piutang Negara Kredit Perumahan Bank Tabungan Negara.


(52)

j. Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 302/KMK.01/2002 Tentang Pemberian Pertimbangan Atas Usul Penghapusan Piutang Negara Yang Berasal Dari Instansi Pemerintah Atau Lembaga Negara

k. Keputusan Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor Kep-25/PL/2002 Tentang Petunjuk Teknis Pengurusan Piutang Negara

3. Tugas dan Kewenangan PUPN dan DJPLN/KP2LN

Landasan hukum PUPN dan DJPLN/KP2LN dalam pelaksanaan pengurusan piutang negara mengacu pada Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara, Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara, Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 64/KMK.01/2002, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 445/KMK.01/2002 tentang Organisasi KP2LN.

Menurut Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, bahwa:


(53)

1. Mengurus piutang Negara yang berdasarkan Peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh Pemerintah atau Badan-badan yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini;

2. Piutang Negara yang diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 di atas, ialah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi yang menanggung hutangnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya.

Pasal 4 penjelasan undang-undang tersebut menyatakan Piutang Negara pada tingkat pertama pada prinsipnya diselesaikan oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan. Apabila itu tidak mungkin lagi terutama disebabkan oleh karena ternyata penanggung hutang tidak ada kesediaan dan termasuk penanggung hutang yang “nakal”, maka oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan penyelesaiannya diserahkan kepada PUPN.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 menyatakan: Dengan piutang Negara dimaksudkan hutang yang:

a. langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

b. terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik Negara, misalnya Bank-Bank Negara, PT. PT. Negara, Perusahaan-Perusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya.


(54)

Hutang pajak tetap merupakan piutang Negara, akan tetapi diselesaikan tersendiri dengan Undang-Undang Penagihan Pajak Negara dengan surat Paksa.

Selanjutnya dalam Pasal 12 undang-undang tersebut dinyatakan:

(1) Instansi-instansi pemerintah dan Badan-badan Negara yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara.

(2) Dalam hal seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini, maka dilarang menyerahkan pengurusan piutang Negara kepada Pengacara.

(3) Tentang penyerahan pengurusan piutang Negara seperti dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini diberitahukan oleh instansi-instansi dan Badan-badan dimaksud kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang untuk itu ditunjukkannya.

Dari Pasal 8 dan Pasal 12 di atas dapat dipahami bahwa instansi-instansi pemerintah dan badan-badan Negara yang langsung atau tidak langsung dikuasai Negara diwajibkan/diharuskan untuk menyerahkan piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum kepada PUPN melalui KP2LN.

Selanjutnya tugas dan fungsi KP2LN diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,


(55)

Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan.

Pasal 73 dan Pasal 74 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, dan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan pengurusan piutang negara atau lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas pelayanan pengurusan piutang negara atau lelang, KP2LN menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang jaminan.

b. pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang

atau penjamin hutang serta harta kekayaan lain milik penanggung hutang; c. penyiapan bahan pertimbangan dan pemberian keringanan hutang;

d. pengusulan pencegahan, pengusulan dan pelaksanaan paksa badan, serta penyiapan bahan pertimbangan penyelesaian atau penghapusan piutang negara;

e. pelaksanaan pemeriksaan dokumen persyaratan lelang dan dokumen obyek lelang;

f. penyiapan dan pelaksanaan lelang serta penyusunan dan verifikasi minuta risalah lelang, serta pembuatan salinan, petikan, kutipan, dan grose risalah lelang;

g. pelaksanaan penggalian potensi piutang negara dan lelang;

h. pelaksanaan superintendensi kepada Pejabat Lelang Swasta dan pengawasan Balai Lelang dan pengawasan pelaksanaan lelang pada PT. Pegadaian (Persero) dan lelang kayu kecil oleh PT. Perhutani (Persero);

i. inventarisasi, registrasi, pengamanan, pendayagunaan, dan pemasaran barang jaminan;

j. pelaksanaan registrasi dan penatausahaan berkas kasus piutang negara, pencatatan surat permohonan lelang, dan penyajian informasi piutang negara dan lelang;

k. pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang negara dan lelang;


(56)

l. verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil lelang;

m. pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara.18 Dengan demikian tugas dan wewenang untuk menarik semua piutang negara oleh pemerintah telah diserahkan kepada satu institusi yaitu PUPN dan DJPLN/KP2LN.

4. Prinsip Hukum dalam Pengurusan Piutang Negara

Pengurusan Piutang Negara dilaksanakan oleh PUPN dan DJPLN/ KP2LN,19 yang berwenang mengambil dan menempuh langkah-langkah hukum untuk menyelesaikan piutang negara berdasarkan Pernyataan Bersama (PB) dan Surat Paksa (SP) serta melakukan langkah dalam penanganan nasabah debitur/penanggung hutang/penjamin hutang serta melaksanakan eksekusi atas barang jaminan dan/atau harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur/penanggung hutang.20 Dalam hal melaksanakan eksekusi lelang, PUPN terlebih dahulu menerbitkan Surat Paksa (SP), Pelaksanaan Surat Paksa (PSP), Surat Perintah Penyitaan (SPP), pelaksanaan penyitaan dan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS).21 Pasal-pasal eksekusi lelang di dalam Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 ini merupakan sumber hukum yang mengatur kewenangan “parate eksekusi” (parate eksecutie) yang dilimpahkan undang-undang kepada instansi PUPN.22) Parate eksekusi adalah

18

Lihat Pasal 75 Keputusan Presiden Nomor 84 Keputusan Presiden Republik Indonesia Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan. Lihat juga Pasal 23 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK.01/2001 Tentang Organisasi Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara dan Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara.

19

Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN 20

S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2001, op. cit., hal. 68 21

Ibid, hal. 69. 22

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 4.


(57)

suatu keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau daya laku eksekutorial tanpa keterlibatan penetapan/fiat pengadilan (hakim) dalam perkara perdata, dalam arti PUPN dapat melakukan eksekusi secara langsung,23 bahkan

pengadilan pun tidak dapat membatalkannya.24 Sudikno Mertokusumo

mengemukakan bahwa “untuk kepentingan penggugat agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan nantinya, undang-undang menyediakan upaya untuk menjamin hak tersebut dengan “penyitaan/ arrest/beslag”.25

Dengan demikian, salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melakukan tindakan penyitaan atas barang jaminan bila ketentuan di dalam PB dan SP tidak dapat dipenuhi oleh nasabah debitur/ penanggung hutang.

PUPN dalam melakukan pengurusan piutang negara macet terhadap nasabah debitur/penaggung hutang, dilakukan proses hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 menyebutkan:

(1) Setelah dirundingkan oleh Panitia dengan penanggung hutang dan diperoleh kata sepakat tentang jumlah hutangnya yang masih harus dibayar, termasuk bunga uang, denda yang tidak bersifat pidana serta biaya-biaya yang bersangkutan dengan piutang ini, maka oleh Ketua Panitia dan penanggung hutang dibuat suatu pernyataan bersama yang memuat jumlah tersebut dan memuat kewajiban penanggung hutang untuk melunasinya.

(2) Pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan Hakim dalam perkara perdata yang berkekuatan pasti, untuk mana pernyataan bersama itu berkepala “Atas Nama Keadilan”.

(3) Pelaksanaan ini dilakukan oleh Ketua Panitia dengan mengeluarkan suatu surat paksa yang dapat dijalankan secara pensitaan dan pelelangan barang-barang kekayaan penanggung hutang dan secara penyanderaan terhadap penanggung hutang.

Kewenangan yang dimiliki PUPN adalah berdiri sendiri untuk melaksanakan

executorial verkoop, seperti halnya kewenangan executorial verkoop yang dimiliki

Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung

23

Soetarwo Soemowidjojo, Eksekusi oleh PUPN. Proyek Pendidikan dan Latihan BPLK Departemen Keuangan RI, Jakarta , 1996, hal. 13.

24

M. Yahya Harahap, op.cit, hal. 340. 25


(58)

Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 197 HIR. Kewenangan yang dimiliki PUPN tersebut bersifat parate eksekusi. Dengan demikian kekuatan hukum daripada PB dan SP adalah didasarkan kepada irah-irah hukum yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Oleh karena itu, fungsi yustisial yang diberikan oleh undang-undang kepada PUPN merupakan lex spesialis untuk mengurus piutang negara macet dan putusannya bersifat final (parate eksekusi). Oleh karena itu putusan PUPN tidak dapat dibanding, kasasi dan bahkan peninjauan kembali (PK). Dengan perkataan lain lembaga lain tidak berwenang menguji/menilai putusan tersebut.

5. Asas Hukum dalam Pengurusan Piutang Negara

Asas-asas hukum dalam pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara oleh Soleman Mantayborbir dan Iman Jauhari, antara lain:26

a) Asas kepercayaan

Seseorang dapat mengadakan perjanjian dengan pihak lain, karena adanya saling mempercayai di antara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang teguh janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak akan mungkin diadakan.

b) Asas kepribadian

Asas ini, mempunyai arti bahwa perjanjian hanya dapat mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut, pengecualian dapat diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa lagipun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu.

c) Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)

26

S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 203-206


(1)

terhadap barang jaminan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang pada KP2LN Medan adalah karena; adanya hutang yang cukup besar, sehingga apabila ada pembatalan lelang maka dikhawatirkan penyelesaian hutang akan berlarut-larut dan memakan waktu yang lama, akibatnya dapat merugikan dan menghambat dalam pengamanan keuangan negara secara maksimal; adanya keinginan dari debitur/ Penanggung Hutang yang terkadang terlalu memaksakan kehendak tanpa memperdulikan peraturan yang ada; adanya barang atau dokumen barang yang akan dilelang disita dalam perkara pidana; serta belum lengkapnya aturan hukum tentang lelang, bahkan peraturan lelang yang dipakai sekarang sebagai induk peraturan lelang merupakan buatan jaman kolonial pada tahun 1908. Namun demikian, ada juga keuntungan bagi negara apabila dilakukan pembatalan pelaksanaan eksekusi lelang terhadap barang jaminan milik si Penanggung Hutang/Penjamin Hutang, asalkan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang mempunyai maksud yang jelas terhadap pembatalan itu, antara lain dengan melakukan pembayaran hutang, barang yang akan dilelang telah dijual tidak melalui lelang, barang yang akan dilelang telah ditebus.


(2)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diurikan di atas, maka disarankan:

1. Diharapkan agar KP2LN Medan memperhatikan dan mendukung kelancaran mekanisme sistem/proses pembatalan eksekusi lelang barang jaminan hutang, sehingga para pihak yang berkepentingan baik karena selaku pemohon lelang, penjual maupun Penanggung hutang memperoleh kepastian hukum. 2. Disarankan kepada KP2LN Medan agar meningkatkan kinerja dalam hal

melakukan koordinasi dengan Penyerah Piutang/Kreditur dan instansi terkait lainnya seperti Bank Pemerintah, Kantor Pertanahan, Pengadilan Negara agar penyelesaian kasus piutang negara dapat berjalan dengan lancar. Selain itu harus ada fungsi pembinaan, pengendalian dan pengawasan yang berkesinambungan dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara I Medan terhadap kinerja KP2LN Medan.


(3)

berkepentingan untuk mengajukan permohonan pembatalan berdasarkan ketentuan yang berlaku harus terus diadakan. Hal ini untuk memberikan citra yang baik pada KP2LN dimata masyarakat. Disamping itu, perlu diatur lebih jelas khususnya tentang pembatalan eksekusi lelang dan tentang peraturan lelang secara umum. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman yang terjadi pada saat ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Badrulzaman, Mariam Darus., 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

_____, 1994, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus., Sutan Remy Sjahdeini dan Heru Soepraptomo, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Campbell, Henry.,1990, Black’s law Dictionary, America: St. Paul Muin West Publishing Co.

Edy Putra, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta. Harahap, M. Yahya., 1993, RuangLingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mantayborbir, S., Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2001, Sistem Pengurusan Piutang Negara Macet Pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori Dan Praktek), Pusataka Bangsa Press, Medan.

_____, 2004, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Mantayborbir, S. dan Iman Jauhari, 2003, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, 2003, Hukum Piutang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta. _____, 2004, Kajian Yuridis Terhadap Sistem Pengurusan Piutang Negara, (edisi

revisi), Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

Mantayborbir, S., 2004, Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, (edisi revisi), Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, 2004, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

_____, 2004, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.

Mantayborbir, S. dan V.J. Mantayborbir, 2006, Hukum Perbankan dan Sistem Hukum Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan.


(5)

Satrio, J., 1992, Hukum Peejanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soejono., 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Soemowidjojo, Soetarwo., 1991, Pengurusan Piutang Negara, Pengertian, Ruang Lingkup dan Mekanisme, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen., 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok

Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,Liberty,Yogyakarta.

Subagio, M., 1991, Hukum Keuangan Negara RI, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Subekti, R., 1984, Hukum Perjanjian, cetakan ix, Jakarta.

Supramono, Gatot, 1995, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yurisdis, Djambatan, Jakarta.

Thomas Suyatno, dkk. 1997, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Ke-4, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro, R., 1973, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung. B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 445/KMK.01/2002 tentang Organisasi

KP2LN.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2002 Tentang Pengurusan Piutang Negara.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.


(6)

Dokumen yang terkait

Hukum Perjanjian Dalam Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

0 25 152

Hubungan Hukum Kreditur/Bank Pemerintah Dengan PUPN Cabang Sumatera Utara Dan KP2LN Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 40 160

Penundaan Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Barang Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara Medan)

0 34 139

Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 24 148

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan dan Penataan Terhadap Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur/Penjamin Hutang dalam Kaitannya dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada PUPN dan KP2LN Medan)

1 37 143

Pelaksanaan Surat Paksa Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

1 27 148

Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penanggung Hutang Dalam Kaitan Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 19 126

Peranan Notaris Dalam Kaitan Dengan Pengurusan Piutang Dan Lelang Negara (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

1 28 118

Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Lelang Atas Jaminan Hutang Kebendaan Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara (Kp2ln) Medan), 2003

0 22 231

Penundaan Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Barang Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur

0 26 5