79
kemampuan untuk menyelesaikan hutang tetapi tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan, dan e Objek Paksa Badan dilakukan terhadap nasabah debitur
penanggung hutang yang belum berumur 75 tujuh puluh lima tahun.
72
Surat Perintah Paksa Badan dapat ditangguhkan pelaksanaannya dalam hal terdapat: a
Penetapan penangguhan Paksa Badan dari pengadilan, atau b
Pembayaran terhadap jumlah hutang lebih dari 50 lima puluh persen. Penangguhan pelaksanaan Surat Perintah Paksa Badan diberikan secara tertulis oleh
PUPN Cabang dan berlaku untuk jangka waktu 3 tiga bulan.
73
Jangka waktu pelaksanaan Paksa Badan paling lama 6 enam bulan terhitung sejak objek Paksa Badan ditempatkan dalam rumah tahanan negara. Jangka waktu
Paksa Badan dapat diperpanjang oleh PUPN Cabang sebanyak 1 satu kali dan paling lama 6 enam bulan.
74
C. Beberapa Pengertian Tentang Eksekusi Lelang
1. Pengertian eksekusi
Pada prinsipnya, bank merupakan badan usaha yang berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Pemberian kredit oleh bank pada hekekatnya harus dilandasi dengan keyakinan bank atas kemampuan dan
kesanggupan debitur-debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang telah disepakati oleh pihak debitur dengan kreditur.
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
72
Lihat Pasal 187 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300KMK.012002 tentang PPN
73
Lihat Pasal 191, 192 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300KMK.012002 tentang PPN
74
Lihat Pasal 193, 194 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300KMK.01 2002 tentang PPN
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
80
Hal tersebut di atas dikatakan harus dilandasi dengan keyakinan bank, karena kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Artinya sebelum memberikan kredit, bank harus memberikan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, anggunan dan prospek usaha debitur. Namun demikian bank tidak terlepas dari suatu masalah yaitu dalam hal
adanya pengembalian kredit yang tidak lancar atau kredit macet. Masalah yang dihadapi oleh bank dalam pemberian kreditnya akan
mengakibatkan terganggunnya sumber utama pendapatan bank, yang pada gilirannya dapat mengganggu kelangsungan hidup masyarakat pada umumnya
dan kelangsungan hidup bank pada khususnya sudah barang tentu simpanan masyarakat yang merupakan sumber dana kredit akan mengalami efek kredit
yang tidak lancar tersebut. Terjadinya kredit tidak lancar atau kredit macet disebabkan oleh karena faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal disebabkan oleh analisis ktredit yang kurang tajam dan sistem pengawasan kredit yang kurang baik, sehingga jika ditemukan adanya
penyimpangan-penyimpangan maka sistem manajemen tidak segera melakukan tindakan-tindakan koreksi untuk meningkatkan atau mengubah sistem
pengawasan kredit ke arah yang lebih baik. Faktor eksternal disebabkan karena keadaan perekonomian yang tidak mendukung perkembangan usaha debitur,
penggunaan kredit di luar dari yang direncanakan, tidak adanya itikat baik dan debitur, kurangnya kemampuan debitur dalam melunasi kredit sesuai dengan
persetujuan dan persyaratan yang telah disepakati dengan pihak kreditur. Dengan terjadinya kredit tidak lancar atau kredit macet, maka langkah yang
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan,
2006 USU Repository © 2008
81
dilakukan oleh bank adalah dengan melakukan penyitaan terhadap barang jaminan dan atau penyitaan terhadap harta benda yang merupakan harta
kekayaan milik debiutrpenanggung hutang yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan eksekusi lelang.
Di dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara PUPN, memberi wewenang kepada PUPN untuk
mengambil langkah-langkah hukum untuk menyelesaikan segala piutang secara final yaitu melalui pernyataan bersama PB, surat paksa SP serta langkah-
langkah eksekusi terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan milik debiturpenanggung hutang.
Seiring dengan pendapat para pakar tersebut di atas, S. Mantayborbir, mengatakan bahwa “eksekusi adalah pelaksanaan putusan yang sudah
mempunyai kekuatan tetap, artinya mempunyai daya laku kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berperkara, dalam hal ini adalah penggugat atau
tergugat”. Akan tetapi jika ada di antara pihak-pihak yang merasa keberatan dengan putusan itu dapat melakukan upaya hukum. S. Mantayborbir, Iman
Jauhari dan Agus Hari Widodo mengatakan, bahwa “kalau salah satu pihak masih mengajukan upaya hukum, yaitu pihak yang kalah perkara maka putusan
hakim atas suatu perkara belum memiliki daya laku kekuatan mengikat, istilah lain belum memiliki daya laku kekuatan eksekutorial”.
75
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
75
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, op. cit., 2004, hal. 163-167.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
82
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
negara.
77
dari proses pemeriksaan perkara.
76
Suatu keputusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan oleh karena itu putusan Hakim
mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat
Pedoman eksekusi ini merujuk kepada Het Herziene Indonesisch Reglement HIR atau Rechstreglement Voor de Buitengewesten RBG dimana
pasal-pasal yang masih efektif diberlakukan adalah Pasal 195 HIR sampai Pasal 208 HIR dan Pasal 224 HIR atau Pasal 206 RBG sampai Pasal 240 RBG dan
Pasal 258 RBG. Selain pasal-pasal tersebut di atas terdapat juga Pasal 225 HIR atau Pasal 259 RBG yang mengatur eksekusi tentang putusan pengadilan
menghukum tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Kemudian Pasal 180 HIR atau Pasal 191 RBG yang mengatur tentang pelaksanaan putusan
secara serta-merta uitvoebaar bij voorraad. Dalam melaksanakan eksekusi, ada beberapa asas yang harus
diperhatikan. M. Yahya Harahap mengemukakan beberapa asas eksekusi yaitu: a.
Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. b.
karena dalam putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap in kracht van gewijsde telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap
dan pasti antara pihak yang berperkara.
c. Disebabkan hubungan hukum antara pihak yang berperkara sudah tetap
dan pasti maka hubungan hukum tersebut mesti ditaati dan mesti dipenuhi oleh pihak yang dihukum pihak tergugat.
d. Cara mentaati dan memenuhi hubungan hukum yang ditetapkan dalam
amar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dilakukan atau dijalankan secara sukarela oleh pihak tergugat dan bila
76
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal. 1.
77
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Edisi ke-IV, Liberty, Yogyakarta, 1993, hal. 208.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
83
enggan menjalankan putusan secara sukarela, harus dilaksanakan dengan paksa dengan bantuan kekuatan umum.
78
Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa dalam Hukum Acara Perdata dikenal beberapa jenis eksekusi, yaitu :
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk
membayar sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR Pasal 208 RBg.
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan sesuatu
perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 225 HIR Pasal 259 RBG. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan.
Akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat minta pada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.
3. Eksekusi riil, yaitu merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan
kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil ini adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti
apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Dengan eksekusi riil, maka yang berhaklah yang menerima prestasi.
79
Selanjutnya Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa eksekusi riil ini tidak diatur dalam HIR tetapi diatur dalam Pasal 1033 Reglement op de
Burgerlijke Rechtsvordering Rv. Yang dimaksukan dengan eksekusi riil oleh Pasal 1033 Rv ialah pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan
pengosongan benda tetap. HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang Pasal 200 ayat 11 HIR, Pasal 218 ayat 2 RBG.
80
Disamping 3 tiga jenis eksekusi tersebut di atas, dikenal juga Parate Executie atau eksekusi
langsung. Parate excutie terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial Pasal 1155 KUH.
Perdata.
81
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
78
M. Yahya Harahap, 1993, op. cit., hal 6.
79
Sudikno Mertokusumo, 1993, op. cit, hal. 209.
80
Ibid.,hal. 210.
81
Ibid.,hal. 210.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
84
Pengaturan eksekusi ini tidak hanya berkaitan dengan lembaga peradilan saja. Eksekusi mengenai hak tanggungan diatur di luar HIR dan RBG,
pengaturannya terdapat dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang berbunyi apabila debitur cidera janji, pemegang
Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT menyatakan bahwa :
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6. b.
Titel Eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 2, objek Hak Tanggungan
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak
tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya.
Pengaturan mengenai eksekusi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 29 Undang-Undang
Jaminan Fidusia UUJF tersebut dinyatakan bahwa : 1.
Apabila debitur atau pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat 2 oleh penerima Fidusia; b.
Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf c
dilakukan setelah lewat waktu 1 satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan,
2006 USU Repository © 2008
85
Pasal 15 ayat 2 UUJF menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mempunyai kekuatan yang sama dengan
keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain peraturan tersebut di atas, terdapat juga aturan mengenai elsekusi
menurut Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun
1960, Panitia Urusan Piutang Negara bertugas mengurus piutang negara yang berdasarkan peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepada pemerintah
atau badan-badan yang dimaksudkan dalam Pasal 8 Peraturan ini. Selanjutnya peraturan yang terkait juga dengan masalah eksekusi adalah Peraturan Lelang
Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189. Undang-Undang Perbankan juga memberikan kewenangan kepada Panitia
Urusan Piutang Negara dalam hal menyelesaikan pengurusan Piutang Negara, untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan dana nasabah pada Bank.
Berdasarkan Pasal 41 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa :
1. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan ijin kepada pejabat Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara, Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan,
2006 USU Repository © 2008
86
2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Panitia Urusan Piutang Negara.
3. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus menyebutkan
nama dan jabatan Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang
bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan. Apabila dihubungkan antara UUHT dengan UUJF terdapat suatu
hubungan yang kongkrit dimana objek jaminan Hak Tanggungan dan objek Jaminan Fidusia dapat dieksekusi melalui pelelangan umum. Demikian pula
hubungan antara Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan dimana untuk melakukan eksekusi barang jaminan dari pemberian kredit oleh pihak perbankan dilaksanakan melalui PUPN.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan bahwa jika debitur wanprestasi –setelah mendapat peringatan beberapa kali tetap tidak memenuhi-
bank tidak melakukan eksekusi sendiri, melainkan minta campur tangan PUPN atau pengadilan.
82
Alasan menciptakan lembaga ini ada 3 tiga hal yaitu :
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
82
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,Liberty,Yogyakarta, hal. 35.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
87
1. Sengketa itu menyangkut Piutang Negara.
2. Lembaga pengadilan belum mampu menyelesaikan sengketa dengan cepat.
3. untuk mencegah supaya keuangan negara tidak dirugikan.
83
Berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara ditentukan bahwa eksekusi kredit macet antara Bank
Pemerintah dengan Penerima Kredit dilaksanakan tidak melalui instansi pengadilan tetapi melalui PUPN.
Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN ditentukan bahwa yang dimaksudkan dengan hutang adalah :
a. Langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah b.
Terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya Bank Negara, Perseroan
Terbatas Negara, Perusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan persediaan, Yayasan urusan bahan makanan dan sebagainya. Hutang pajak tetap
merupakan piutang negara akan tetapi diselesaikan tersendiri dengan undang- undang penagihan pajak negara dengan Surat Paksa.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 menyatakan bahwa Ketua PUPN berwenang untuk mengeluarkan surat paksa yang berkepala Atas
Nama Keadilan dan meminta bantuan Jaksa apabila terbukti adanya
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
83
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, op. cit, hal. 171.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
88
penyalahgunaan pemakaian kredit oleh pihak penanggung hutang untuk mendapatkan pengurusannya.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 mengatur mengenai pengurusan piutang negara secara khusus yang dijumpai pada Pasal 10, yang berbunyi :
1. Setelah dirundingkan oleh Panitia dengan penanggung hutang dan diperoleh
atas sepakat tentang jumlah hutangnya yang masih harus dibayar, termasuk bunga uang, denda yang tidak bersifat pidana, serta biaya-biaya yang
bersangkutan dengan piutang ini, maka oleh Ketua Panitia dan penanggung hutang dibuat suatu pernyataan bersama yang memuat jumlah tersebut dan
memuat kewajiban penanggung hutang untuk melunasinya. 2.
Pernyataan Bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan hakim dalam suatu perkara perdata yang berkekuatan pasti, untuk
mana pernyataan bersama itu berkepala “Atas Nama Keadilan” 3.
Pelaksanaan ini dilakukan oleh Ketua Panitia dengan mengeluarkan suatu Surat Paksa yang dapat dijalankan secara pensitaan dan pelelangan barang-
barang kekayaan penanggung hutang dan secara penyanderaan terhadap penanggung hutang.
Pada Bab IV Undang-undang Nomor 49 Prp 1960, dalam Pasal 12 mengatur tentang kewajiban instansi-instansi pemerintah dan badan-badan
negara, yaitu : 1.
Instansi-instansi Pemerintah dan Badan-badan Negara yang dimaksudkan dalam Pasal 8 peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan,
2006 USU Repository © 2008
89
yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutang tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada
Panitia Urusan Piutang Negara. 2.
Dalam hal dimaksudkan dalam ayat 1 Pasal ini, maka dilarang menyerahkan pengurusan Piutang Negara kepada Pengacara.
3. Tentang penyerahan pengurusan Piutang Negara seperti dimaksudkan dalam
ayat 1 Pasal ini diberitahukan oleh instansi-instansi dan badan-badan termasuk kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang untuk itu ditunjuknya.
PUPN berwenang mengambil dan menempuh langkah-langkah hokum untuk menyelesaikan piutang negara berdasarkan pernyataan bersama PB dan
Surat Paksa SP serta melakukan langkah-langkah dalam penanganan penanggung hutang penjamin hutang serta melakukan eksekusi atas barang
jaminan hutang danatau harta kekayaan milik penanggung hutangpenjamin hutang.
84
PUPN berhak memerintahkan dan melaksanakan sita eksekusi terhadap harta kekayaan debitur, serta sekaligus berhak memerintahkan penjualan lelang
harta debitur. Hanya penjualan lelangnya tetap tunduk kepada ketentuan peraturan lelang Stb. 1908 No. 189.
85
Piutang Negara yang macet diserahkan oleh penyerah piutang dan diterima oleh PUPN, maka dibuat Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara
SP3N, yang ditandatangani oleh Ketua PUPN. Kemudian KP2LN melakukan pemanggilan terhadap penanggung hutang untuk melakukan wawancara, yang
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
84
S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 27.
85
M. Yahya Harahap, 1993, op. cit, hal. 340.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
90
hasilnya dituangkan dalam PB. Selanjutnya PUPN akan melakukan Penetapan Jumlah Piutang Negara PJPN. Apabila penanggung hutang tidak memenuhi
kewajibannya, maka penagihan akan dilakukan sekaligus dengan SP. Untuk pengamanan dan kelancaran pelaksanaan Piutang Negara Macet, penanggung
hutangpenjamin hutang dapat dicegah untuk bepergian ke luar negari sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Apabila SP tidak dipenuhi, maka
dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan hutang milik penanggung hutang, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pelelangan atas barang jaminan hutang.
86
PUPN “dengan kuasa undang-undang” diberi kewenangan untuk : 1.
membuat “pernyataan bersama” antara Ketua PUPN dengan pihak debitur tentang :
a. jumlah kewajiban hutang debitur;
b. waktu pemenuhan pelunasan kewajiban;
c. sifat Pernyataan Bersama mempunyai nilai seperti putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang eksekutabel dapat dieksekusi, asal Pernyataan Bersama tersebut berkepala
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 2.
menetapkan dan melaksanakan Surat Paksa, berupa surat penetapan untuk:
a. menjalankan sita eksekusi terhadap harta kekayaan debitur;
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
86
S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2004, Op. Cit., hal. 37-40.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
91
b. menjalankan putusan lelang atas harta kekayaan debitur.
87
Kekuatan eksekutorial pada putusan hakim ialah kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadailan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
88
Apabila dihubungkan antara kewenangan PUPN dengan putusan pengadilan, maka akan
terlihat adanya kesamaan. PUPN mempunyai hak “parate executie”
89
dalam arti PUPN dapat melaksanakan sendiri eksekusi tanpa campur tangan pengadilan.
90
Menurut Soetarwo Soemowidjojo, Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 Tentang PUPN tidak bertentangan dan saling tumpang tindih overlaping
dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman mengingat ruang lingkup dan kegiatannya sangat
berbeda. Lembaga PUPN bukan “mengadili” tetapi melakukan “pengurusan” terhadap piutang negara yang “ada dan besarnya” telah pasti menurut hukum.
Sedangkan lembaga peradilan tugasnya adalah “mengadili”. Kedua lembaga ini tidak dapat diperbandingkan, lebih lagi dipertentangkan.
91
PUPN dalam menjalankan fungsi yustisial telah diberi kewenangan oleh undang-undang yang bersifat lex specialist dalam hal pelayananan piutang
negara dapat mengeluarkan keputusan bersifat final parate executie dan tidak
Sandra Irani : Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung
87
M. Yahya Harahap, 1993, op. cit., hal. 339-340.
88
Sudikno Mertokusumo, 1993, op. cit., hal. 208.
89
M. Yahya Harahap, op. cit., 1993, hal. 340.
90
Ibid., hal. 340.
91
Soetarwo Soemowidjojo, Pengurusan Piutang Negara, Pengertian, Ruang Lingkup dan Mekanisme, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta, 1991, hal. 9.
Hutang Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara Penelitian Pada KP2LN Medan, 2006
USU Repository © 2008
92
perlu banding, kasasi dan peninjauan kembali pada hakim atasan, sehingga lembaga ini tidak berwenang mengujimenilai putusan tersebut.
92
2. Pengertian lelang