Agama dan Etnis Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Tabel 7. Jumlah sarana pendidikan No. Desa TK SD SMP SMA SMK Total 1 Karang Anyar 2 2 4 2 Desa Sukorahayu 1 1 2 3 Margasari 2 4 1 7 4 Siminosari 2 3 1 1 7 5 Srigading 2 2 2 6 6 Labuhan Maringgai 1 5 2 1 9 7 Muara Gading Mas 1 5 1 1 8 8 Maringgai 1 1 9 Bandar Negeri 2 1 1 4 10 Karya Makmur 1 1 2 11 karya Tani 1 1 1 3 Jumlah 15 26 8 2 2 53 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur 2013. Ketersediaan layanan kesehatan di Kecamatan Labuhan Maringgai sudah cukup memadai. Kecamatan Labuhan Maringgai sudah memiliki 2 Puskesmas Kecamatan yang berpusat di Desa Labuhan Maringgai dan Karya Tani. Jumlah Puskesmas di masing-masing desa sebanyak 8 dan Poskesdes sebanyak 22. Jumlah tenaga kesehatan seperti dokter sejumlah 5 orang dan jumlah tenaga medis sejumlah 13 orang, serta jumlah bidan sejumah 31 orang. Jumlah sarana kesehatan dan tenaga kesehatan tiap desa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah sarana kesehatan dan tenaga kesehatan No. Desa Puskes- mas Poskesdes Dokter Tenaga Medis Bidan 1 Karang Anyar 1 1 3 2 2 Desa Sukorahayu 1 1 1 3 Margasari 1 1 2 3 4 Siminosari 1 2 5 Srigading 1 1 1 2 5 6 Labuhan Maringgai 1 1 1 2 5 7 Muara Gading Mas 1 1 1 2 5 8 Maringgai 1 2 Tabel 8. Lanjutan No. Desa Puskes- mas Poskesdes Dokter Tenaga Medis Bidan 9 Bandar Negeri 1 1 2 10 Karya Makmur 1 1 2 11 Karya Tani 2 1 1 1 2 Jumlah 8 11 5 13 31 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur 2013. 4.3. Hutan Mangrove di Kecamatan Labuhan Maringgai Transmigran yang datang ke daerah pesisir Labuhan Maringgai dimulai pada tahun 1960 dan pada tahun 1970 mereka membuka hutan mangrove menjadi lahan pertanian padi dan tambak tradisional. Konversi hutan mangrove tersebut awalnya dari pinggiran pantai kemudian dilanjutkan sampai ke arah daratan dan mengakibatkan air laut masuk ke arah daratan dengan cepat sehingga terjadi abrasi pantai Pariwono, 1999 dikutip oleh Yuliasamaya dkk, 2014. Kerusakan lahan mangrove di kawasan pesisir di Kabupaten Lampung Timur membuat berbagai pihak pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, masyarakat desa, Lembaga Swadaya Masyarakat, perguruan tinggi dan lain-lain ikut campur dalam berbagai upaya penanggulangan. Perubahan tutupan mangrove di Kecamatan Labuhan Maringgai pada saat ini memang belum dapat melampaui luasan tutupan lahan mangrove di tahun-tahun sebelumnya. Data mengenai perubahan luasan tutupan mangrove di Kecamatan Labuhan Maringgai pada tahun 1973 —2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Perubahan tutupan hutan mangrove di Labuhan Maringgai tahun 1973- 2013 No. Tahun Luas tutupan hutan mangrove ha Besar perubahan 1 1973 2.373,92 - 2 1983 1.826,48 -23,04 3 1994 626,67 -65,69 4 2004 719,35 +14,79 5 2013 1.166,21 +62,12 Sumber : Yuliasamaya dkk 2014. Berdasarkan data di atas luas terbesar hutan mangrove di Kecamatan Labuhan Maringgai adalah pada tahun 1973 yaitu mencapai 2.373,92 ha, namun pada tahun 1983 terjadi penurunan luasan menjadi 1.826,48 ha atau -23,04, dan terjadi penurunan kembali pada tahun 1994 menjadi 626,67 ha atau -65,69. Pada tahun 2004 luasan hutan mangrove meningkat menjadi 719,35 ha atau +14,79, kemudian luasnya meningkat kembali pada tahun 2013 menjadi 1.166,21 ha atau +62,12.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini telah membuktikan bahwa ada pengaruh ekosistem hutan mangrove, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik pada imunitas terhadap penyakit malaria. Faktor-faktor yang meningkatkan daya tahan terhadap penyakit malaria: a jenis kelamin, laki-laki 37,42 kali perempuan, b umur, setiap bertambah tua 1 tahun berlipat menjadi 1,17 kali semula, c pendidikan, semakin tinggi maka berkurang menjadi 0,001 kali semula, d mata pencaharian, selain nelayan 0,001 kali nelayan, e jarak rumah terhadap fasilitas kesehatan, setiap berkurang 1 meter berlipat menjadi 0,09 kali semula, f jarak rumah terhadap mangrove, setiap bertambah 1 meter berlipat menjadi 1,001 kali semula, g tempat sampah, ada tempat sampah 239,71 daripada tidak ada, h program malaria, berlipat 3,71E+05 kali semula daripada tidak ada, i luas mangrove, setiap bertambah 1 m 2 menjadi 1,001 kali semula, dan j kerapatan vegetasi mangrove, setiap bertambah 1 populasiha berlipat 1,18 kali semula.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang serupa di tempat lain pada komunitas hutan mangrove dengan penambahan variabel seperti dominansi vegetasi mangrove. 2. Perlu dilakukan sosialisai mengenai penyakit malaria di setiap desa lokasi penelitian. 3. Perlu dilakukan penanaman pada kawasan hutan mangrove yang memiliki kerapatan rendah supaya dapat memeperbaiki habitat nyamuk Anopheles sp. DAFTAR PUSTAKA Agung, I.G.A.A. 2010. Pengaruh perbaikan gizi kesehatan terhadap produktivitas kerja. Skripsi. Fakultas MIPAUniversitas Hindu Indonesia. Denpasar. Achmadi. U, F. 2012. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Buku. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ahmadi, S. 2008. Faktor risiko kejadian malaria di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Tesis. Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang. Anies. 2005. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegahdan Menanggulangi Penyakit Menular. Buku. Elex Media Komputindo. Jakarta. Ariati, Y., Wigati, H. Andris, dan Sukowati. 2008. Bioekologi vektor nyamuk malaria Anopheles sundaicus di Kecamatan Nongsa, Kota Batam tahun

2008. Jakarta.

Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Buku. Rineka Cipta. Jakarta. Arsin, A. 2003. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Buku. Medika. Makasar. Arsin, A. 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Buku. Masagena Press. Makassar. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur. 2013. Profil Kecamatan Labuhan Maringgai. Buku. Lampung Timur. Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor. Center for International Forestry Research. 2007. Hutan dan Kesehatan Manusia. Buku. Bogor. Departemen Kesehatan RI. 1999. Pedoman Epidemiologi Penyakit Malaria. Buku. Dirjen PPM dan PLP. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Buku. Dirjen PPM dan PLP. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Buku. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jendran Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Buku. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2007. Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Pedoman Epidemologi Penyakit. Buku. Jakarta. Departemen Kesehatan RI.2008. Surveilans Epidemologi Penyakit pep; edisi 1. Buku. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Buku. Jakarta. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Buku. Konisius.Yogyakarta. Efransyah, L. Lazuardi, dan M. Hasanbasri. 2009. Akses pelayanan puskesmas setelah kebijakan pelayanan kesehatan gratis di Kota Lubuk Linggau. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ernawati, K., S. Budhi, Duarsa, Artha , Rifqatussa’adah. 2011. Hubungan faktor risiko individu dan lingkungan rumah dengan malaria di Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung Indonesia 2010. Jurnal Makara, Kesehatan. 152: 51 —55p. Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. Fatmah. 2006. Respon imunitas yang rendah pada tubuh manusia usia lanjut. Jurnal Makara. 101: 47 —53p. Ghufran, M.H.K.K. 2012. Ekosistem Mangove. Buku. Rineka Cipta. Jakarta. Greenpeace Southeast Asia. 2013. Laut Indonesia dalam Krisis. http:www.greenpeace.orgseasiaidPageFiles533771Laut20Indonesi a20dalam20Krisis.pdf. Diakses 10 Februari 2014. Hadi, M., U. Tarwat, dan R. Rahadian. 2009. Biologi Insekta Entamologi. Buku. Graha Ilmu.Yogyakarta.