PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASISS MASALAH TERAHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP POSITIF MATEMATIKA SISWA SMP BUDI MURNI 3 MEDAN.

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP POSITIF
MATEMATIKA SISWA SMP BUDI MURNI 3 MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :
JASINTA TASLEKY
NIM : 814 6171 043

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha atas rahmat dan
kebaikannya yang boleh saya terima dalam perjalanan hidup saya yang senantiasa
menyertai saya dari awal sampai akhir dalam penulisan tesis ini. Tesis ini ini
berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Msalah Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Sikap Positif Matematika Siswa SMP Budi Murni 3
Meda”. Penulisan tesis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Magister Pendidikan pada Progrogram Pascasarjana Universitas Negeri
Medan.
Penulisan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan moral maupun
bantuan material dari banyak pihak yang tidak tersebutkan satu persatu. Tidak ada
yang bisa saya katakan selain kata terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis
haturkan kepada mereka yang telah meringankan beban dan membukakan pikiran
selama penulisan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa Pengasih Lagi
Penyayang memberikan berkat yang melimpah kepada mereka yang telah
membantu penulis.
Terimakasih penulis sampaikan terutama kepada Bapak Prof Dr.Martua
Manullang, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr.Abil Mansyur, M.Si
sebagai dosen pembimbing II yang telah mengorbankan pikiran dan waktu dalam
memberikan bimbingan dalam penulisa tesis ini. Terimakasih juga kepada Bapak
Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd dan Dr. Edy


iii

Surya, M.Pd selaku dosen nara sumber sekaligus dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dalam kesempurnaan tesis ini.
Demikian juga penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Medan
2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, M.Pd
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
4. Para Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
5. Bapak H.Simbolon, S.Pd selaku Kepala sekolah di SMP Budi Murni 3
Medan
6. Rekan-rekan

mahasiswa


seperjuangan

Program

Studi

Pendidikan

Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Khususnya
kepada Bapak Tuani Napitupulu, M.Pd, yang telah banyak membantu
penulisan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Para susterku di komunitas Santo Thomas Unika Medan Sr.Frederika
Sijabat, Sr.Yolenta, Sr.Yulita Wea, Sr.Fernanda Sinaga, Sr.Grace
Sitanggang, Sr.Leoni Bela Malo dan Sr.Ronita Hasugian.

iv

8. Rekan-rekan guru SMP swasta Budi Murni 3 Medan yang telah banyak
membantu pelaksanaan penelitian khususnya Bapak H.Simbolon sebagai

observer dalam penelitian
Rasa haru dan hormat yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada
almarhum ayahanda tercinta F.Tasleky dan Ibunda tersayang P. Sihotang
yang juga mendoakan saya dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Terimakasih juga kepada Sr. Petronella Lie, SCMM selaku Provinsial, Sr.
Donata Manalu, SCMM, Sr.Florentina Siregar, SCMM, Sr.Hilda Mila Ate,
SCMM, Sr. Avelina Telaumbanua, SCMM dan Sr.Evodia Daeli, SCMM
selaku anggota dewan yang sabar dan tekun selalu mendoakan dan
mendukung penulis selama dalam masa kuliah dan masa penulisan tesis
ini.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan proposal ini masih jauh dari
sempurna, terdapat kelemahan dan kekurangan oleh sebab keterbatasan yang
dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mohon saran dan kritikan yang
membangun guna perbaikan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi
kemajuan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan Bangsa Indonesia.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Penulis juga berharap
semoga hasil penelitian bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan
Medan,
Penulis


November 2016

Jasinta Tasleky

v

DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
ABSTRAC .........................................................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

i
ii
iii
vi
ix

xi
xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang ..................................................................................
1.2. IdentifikasiMasalah ..........................................................................
1.3 BatasanMasalah ................................................................................
1.4 RumusanMasalah .............................................................................
1.5 TujuanPenelitian...............................................................................
1.6 ManfaatPenelitian.............................................................................
1.7 DefenisiOperasional .........................................................................

1
17
18
18
19
20
20


BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pemecahan Masalah Matematika .....................................................
2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika................................
2.3 Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika......................................
2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ...........................................
2.4.1. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ................
2.4.2. Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ...................
2.4.3. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ..................
2.4.4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah ................................................................................
2.4.5. Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ..........
2.4.6. Teori Yang Melandasi Model Pembelajran Berbasis
Masalah ................................................................................
2.5 Landasan Teoritis dan Empiris Pendekatan Pembelajaran Berbasis
Masalah. ...........................................................................................
2.6 Pembelajaran Konvensional .............................................................
2.7 Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel ......................
2.8 Penerapan Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu
Variabel Dengan Menggunakan PBM ............................................
2.9 Perbedaan Paedagogik PBM dengan Pembelajaran Konvensional .

2.10Teori Belajar Yang Mendukung .......................................................
2.11Penelitian Yang Relevan ..................................................................
2.12Kerangka Konseptual .......................................................................

vi

22
25
28
31
33
36
37
38
39
42
47
51
56
61

65
66
69
75

2.12.1.Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Yang Diberi
dengan PBM Lebih Baik Dari Pada Siswa Yang Diberi
Pembelajaran Biasa ................................................................
2.12.2.Sikap Positif Siswa Yang Memperoleh PBM Lebih Baik
Dibandingkan Dengan Siswa Yang Memperoleh
Pembelajaran Biasa ...............................................................
2.12.3.Ketuntasan Belajar Siswa Yang Memperoleh PBM .............
2.12.4.Tidak Terdapat Interaksi Antara Pembelajaran dengan
Kemampuan AwalSiswa Terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ............................
2.12.5.Tidak Ada Interaksi Anatara Pembelajaran dengan
Kemampuan Awal Siswa Terhadap Sikap Positif...............
2.13.Pengajuan Hipotesis .........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 JenisPenelitian .............................................................................

3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ..................................................
3.3. Desain Penelitian ........................................................................
3.4. Variabel Penelitian ......................................................................
3.4.1. Variabel Bebas .................................................................
3.4.2. Variabel Terikat ...............................................................
3.6. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data .................
3.6.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Mamatis .............
3.7. Skala Sikap Positif ......................................................................
3.7.1. Kisi-kisi Skala Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika
3.7.2.Teknik Konversi Data Angket Menjadi Data Interval ......
3.7.3. Analisis Deskriptif Sikap Positif ......................................
3.7.4.Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa (KAM)...........
3.8. Uji Instrumen ..............................................................................
3.8.1. Menghitung Validitas .......................................................
3.8.2. Reliabilitas Tes ..................................................................
3.8.3. Daya Pembeda ...................................................................
3.8.4. Analisis Tingkat Kesukaran Soal ......................................
3.9. Pengolahan Data .........................................................................
3.10 Prosedur Penelitian .....................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ...........................................................................
4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan
Instrumen Tes ....................................................................
4.1.2 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ........................
4.1.3 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ......................
4.1.4 Uji Hipotesis ......................................................................
vii

76

78
80

81
81
83

85
85
86
87
87
87
88
88
91
91
96
97
100
102
102
103
104
105
106
113

117
117
122
127
133

4.1.5 Hasil Penelitian Tentang Skala Sikap Siswa .....................
4.1.6 Analisis Deskriptif Sikap Positif Siswa
Terhadap Matematika ........................................................
4.1.6.1 Uji Normalitas Data........................ .....................
4.1.6.2 Uji Homogenitas .................................................
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................
4.2.1 Pemecahan Masalah ..................................................
4.2.2 Interaksi Antara Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Dengan Kemampuan Awal
Matematika Siswa Terhadap
KPM dan Sikap Positif ............................................
4.3. Keterbatasan Hasil Penelitian ......................................................

140

150
152

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .............. ..................................................................
5.2. Implikasi .............................. .......................................................
5.3. Saran ................................................... ........................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

153
154
155
158

141
143
144
147
147

BAB V

viii

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah................................. 37
Tabel 2.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ..................................... 62
Tabel 2.3. Perbedaan Paedagogik Pendekatan Pembelajaran ............................. 67
Tabel 3.1. Desain Penelitian ................................................................................ 85
Tabel 3.2. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ................................ 88
Tabel 3.3. Penyekoran Kemampuan Pemecahan ............................................... 89
Tabel 3.4. Indikator Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika ......................... 90
Tabel 3.5. Indikator dan Daftar Pernyataan Pengembangan Skala Sikap
90
Tabel 3.6. Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Matematis
94
Tabel 3.7. Skor Alternatif Jawaban Skala Sikap Matematis ............................. 95
Tabel 3.8, Distribusi Respon Siswa (contoh) ................................................... 97
Tabel 3.9. Perhitungan Skor Skala Sikap ......................................................... 98
Tabel 3.10. Kriteria Pengelompkan Kemampuan Awal Matematika Siswa ....... 100
Tabel 3.11. Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ........................................ 101
Tabel 3.12 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas .................................... 103
Tabel 3.13 Klasifikasi Daya Pembeda .............................................................. 103
Tabel 3.14 Kriteria Tingkat Kesukaran ............................................................. 104
Tabel 3.15. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik
Yang Digunakan .............................................................................. 110
Tabel 3.16. Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian .............................................. 115
Tabel 4.1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ........................................... 117
Tabel 4.2. Hasil Validasi Kemampuan Pemecahan Masalah ............................ 118
Tabel 4.3. Hasil Validasi Sikap Positif Matematik ........................................... 118
Tabel 4.4. Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian 119
Tabel 4.5. ValiditasButir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ............ 119
Tabel 4.6. Klasifikasi Derajat Reliabilitas......................................................... 120
Tabel 4.7. Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa Tiap Kelas Sampel
Berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika .................. 122
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa .. 123
Tabel 4.9 Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika Siswa
Kelas Kontrol .................................................................................. 124
Tabel 4.10 Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelas Eksperimen .................... 124
Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika ........ 125
Tabel 4.12 Sebaran Sampel Penelitian .............................................................. 126
Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah ........................................................................................... 127
Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah ........................................................................................... 130
Tabel 4.15 Hasil Uji ANAVA Untuk Kemampuan Pemecahan Masalah ......... 135
Tabel 4.16 Hasil Uji ANAVA Untuk Skala SikapMatematik............................ 137
Tabel 4.17 Data Hasil Penelitian SPS di Kelas Kontrol .................................... 141
Tabel 4.18 Data Hasil Penelitian SPS di Kelas Eksperimen .............................. 142

ix

x

Tabel 4.19 Porsentase Kategori SPS Kelas Eksperimen.................................... 143
Tabel 4.20 Porsentase Kategori SPSS Kelas Kontrol ........................................ 143
Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kelas eksperimen dan
Kelas Kontrol .................................................................................. 145
Tabel 4.22 Hasil Uji Homogenitas Varians di Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol .................................................................................. 146
Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Varians di Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol .................................................................................. 146

ix

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.Proses Jawaban Siswa .................................................................

9

Gambar 2.2.Hubungan Antara PBM Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Dan Sikap Positif Mateamatik Siswa ............................

84

Gambar 3.1.Skema Prosedur Penelitian ......................................................... 116
Gambar 4.1.Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM .................... 124
Gambar 4.2Tidak Ada Interaksi Antar Faktor Pembelajaran dan Faktor
Kemampuan Awal matematik. .................................................... 133
Gambar 4.3.Tidak Ada Interaksi Antara Pembelajaran dan Kemampuan
Awal Matematika Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ...................................................... 139
Gambar 4.4.Tidak Ada Interaksi Antara Pembelajaran dan
Kemampuan Awal Matematika Terhadap Sikap Positif
Matematika Siswa ....................................................................... 145

x

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia mengalami
kemajuan pesat, seiring dengan pembangunan nasional dibidang pendidikan.
Matematika sebagai ilmu dasar yang mempunyai peranan penting untuk mencapai
keberhasilan pembangunan dalam segala bidang. Disisi lain matematika dianggap
sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat
beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Sebagaimana

yang diungkapkan

Hudojo

(2005:

37)

bahwa

“Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Karena itu
matematika sangat diperlukan untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada
setiap peserta didik”.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap
jenjang pendidikan baik di SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, ilmu yang
mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika
dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan
hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Namun
sangat disayangkan, dewasa ini dalam belajar matematika banyak siswa yang
mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Siswa tidak mau berusaha dan
sedapat mungkin selalu menghindar dari kesulitan yang dialaminya, akibatnya

2

rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini ditekankan di dalam
Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa matematika
mendasari perkembangan kemajuan teknologi, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia, matematika diberikan sejak
dini di sekolah untuk membekali anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu
merupakan bekal dan modal penting yang diperlukan anak dalam meniti
kehidupan di masa depan yang penuh dengan tantangan dan berubah dengan
cepat.
Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan
untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis dan kritis.
Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi bahkan
diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari.
Keluhan terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa dari jenjang
pendidikan terendah sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak pernah hilang.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa tampak pada ketidak lulusan siswa
yang sebagian besar disebabkan tidak tercapainya nilai batas lulus yang telah
ditetapkan.
Hal ini ditandai dengan rendahnya perolehan ketuntasan belajar siswa
kelas VI SD BM 3 Medan tahun pelajaran 2014/2015 masih rendah, yaitu 65

3

untuk rata-rata kelas, 70% untuk daya serap, dan 75% untuk ketuntasan belajar
matematika siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh kurikulum, yaitu
70 untuk rata-rata kelas, 70% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar,
(sumber: Rekapitulasi nilai raport siswa tahun pelajaran 2014/2015
Dari fakta-fakta tersebut memaksa kita untuk mengevaluasi sistem
pembelajaran matematika disekolah-sekolah yang secara tidak langsung maupun
secara langsung sangat berpengaruh terhadap permasalahan tersebut. Dari
beberapa hasil pengamatan yang dilakukan oleh beberapa ahli pendidikan di
Indonesia menyimpulkan bahwa faktor penyebab rendahnya hasil belajar
matematika siswa adalah faktor ekstern (yang berasal dari luar diri siswa) dan
faktor intern (yang berasal dari dalam diri siswa). Dilihat dari segi faktor ekstern
yaitu diduga kemampuan guru kurang dapat memilih metode yang cocok di dalam
penyampaian pelajaran matematika yang menyebabkan proses belajar mengajar
berlangsung kurang efektif sedangkan faktor intern yaitu kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi yang diajarkan serta perhatian dan minat yang timbul dari
diri

anak

tersebut.

Seperti

yang

diungkapkan

oleh

Suherman

(http://educare.efkipunla.net):
“Konon dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sekarang ini pada umumnya
guru masih menggunakan metode konvensional yaitu guru masih mendominasi
kelas, siswa pasif (datang, duduk, nonton, berlatih dan lupa). Guru
memberitahukan konsep, siswa menerima bahan jadi. Demikian juga dalam
latihan, dari tahun ke tahun soal yang diberikan adalah soal-soal yang itu-itu juga
dan tidak bervariasi. Untuk mengikuti pembelajaran di sekolah, kebanyakan siswa
tidak siap terlebih dahulu dengan membaca bahan yang akan dipelajari, siswa
datang tanpa bekal pengetahuan seperti membawa wadah kosong”.

4

Rendahnya hasil belajar matematika dapat ditinjau dari lima aspek dalam
pembelajaran matematika secara umum yang dirumuskan oleh National Council
of Teacher of Mathematic (NCTM: 2000) :
Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman
dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk
mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum
yaitu: 1) belajar untuk berkomunikasi; 2) belajar untuk bernalar; 3) belajar untuk
memecahkan masalah; 4) belajar untuk mengaitkan ide; dan 5) pembentukan
sikap positif terhadap matematika
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang
namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam
pembelajaran matematika. Utari, (1994) menyatakan pemecahan masalah
matematika merupakan hal yang sangat penting, sehingga menjadi tujuan umum
pengajaran

matematika

bahkan

sebagai

jantungnya

matematika,

lebih

mengutamakan proses dari pada hasil (Ruseffendi, 1991), dan sebagai fokus dari
matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam mengembangkan
berpikir secara matematis (NCTM, 2000). Tidak semua pertanyaan merupakan
suatu masalah. Suatu pertanya akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu
menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur
rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan pengetahuan
matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilema atau
situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan
masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa
membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah
dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.

5

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal
18 Oktober 2015 dengan seorang guru matematika kelas VIII SMP Budi Murni 3
Medan diketahui bahwa pembelajaran matematika masih sering menggunakan
metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Hal tersebut membuat siswa
cenderung menjadi pasif dalam belajar sehingga mengakibatkan hasil belajar
siswa kurang maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu model
pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dalam proses
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa bisa lebih maksimal. Model
pembelajaran yang dipilih adalah Pembelajaran Berbasis Masalah. Penelitian ini
di laksanakan di SMP Budi Murni 3 Medan. Dari hasil penelitian didapati siswa
kesulitan mengerjakan soal ceritera pada materi sistem persamaan linier satu
variabel yang berkaitan dengan dunia nyata, dari soal yang diberikan kepada
siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu
ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Soejadi (1991) menyatakan
bahwa dalam matematika kemampuan pemecahan masalah bagi seseorang siswa
akan membantu keberhasilan siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sagala
(2009) juga menyatakan bahwa menerapkan pemecahan masalah dalam proses
pembelajaran penting, karena selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan
atau memecahkan masalah, mereka juga termotivasi untuk bekerja keras.
Diperkuat oleh Hudojo (1988) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan
suatu hal yang sangat esensial didalam pengajaran matematika , disebabkan (1)
siswa

menjadi

trampil

menyeleksi

informasi

yang

relevan,

kemudian

6

menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan intelektual akan
timbul dari dalam, (3) potensi intelektual siswa meningkat. Akan tetapi fakta
dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih
rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian menurut Wardani (2002) bahwa
secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematika belum mencapai
taraf ketuntasan belajar. Kemampuan pemecahan masalah masih rendah juga
nampak berdasarkan observasi yang dilakukan di sekolah, yaitu berdasarkan soal
yang diberikan kepada siswa yaitu:
Dapat kita lihat rendahnya hasil belajar matematika siswa terjadi di SMP
Budi Murni 3 Medan khususnya bidang studi matematika. Banyak siswa yang
mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Siswa tidak mau berusaha
serta berpikir tingkat tinggi mencari solusi pada setiap kesulitan yang ditemukan
dalam mempelajari matematika tetapi malah sedapat mungkin selalu menghindar
dari kesulitan yang dialaminya, akibatnya rendahnya hasil belajar siswa pada
bidang matematika. Berdasarkan dari data yang diperoleh pada siswa kelas VIII
SMP Budi Murni 3 Medan tahun pelajaran 2014/2015 tampak hasil belajar siswa
di bidang matematika masih rendah, hal tersebut terlihat dari Ujian Semester nilai
rata-rata hasil ujian Semester kelas VII hanya 50 sementara KKM yang ditetapkan
yaitu 65, (sumber nilai raport siswa tahun pelajaran 2014/2015)
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa
dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan
karakteristik matematika yang bersifat abstrak, sehingga siswa menganggap
matematika merupakan momok menakutkan. Matematika bagi anak-anak pada

7

umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, dianggap sebagai ilmu
yang sukar dan ruwet. Abdurrahman (2003: 251) mengatakan bahwa dari berbagai
bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang
dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan
lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Banyak faktor yang mempengaruhi siswa beranggapan matematika sulit
dipelajari salah satunya karena kurangnya kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah dan komunikasi matematika. Sementara dalam Kurikulum 2004
(Depdiknas, 2003:6) dinyatakan bahwa siswa harus memiliki standar kompetensi
yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD dan SMP
sampai SMA, yaitu:
1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akurat, efesien dan
tepat dalam pemecahan masalah
2. Memiliki kemampuan komunikasikan gagasan dan simbol, tabel,
grafik atau diagram untuk memperjelas masalah
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan mateamtika
4. Menunjukkan kemampuan strategi dalam membuat (merumuskan),
menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan standar kompetensi yang termuat dalam kurikulum dan tujuan
pembelajaran dalam KTSP 2006 tersebut, aspek kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematika merupakan komponen yang harus dimiliki oleh
siswa. Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal sehingga
siswa lebih tertantang dan termotivasi untuk mempelajarinya. Pemecahan masalah

8

meliputi memahami masalah, merancang pemecahan masalah, menyelesaikan
masalah, memeriksa kembali. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu
tingkat aktivitas intelektual yang tinggi, serta siswa didorong dan diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berpikir sistematis dalam
menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat
sebelumnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu
ditingkatkan di dalam pemebelajaran matematika. Pandangan bahwa kemampuan
menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika,
mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam memecahkan
persoalan baik dalam matematika sendiri, pelajaran lain maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah ini menjadi tujuan
umum pembelajaran matematika.
Kemampuan pemecahan masalah masih rendah juga nampak berdasarkan
observasi yang dilakukan di sekolah, yaitu berdasarkan soal yang diberikan
kepada siswa yaitu: x
“Agus dan Dimas merencanakan untuk pergi ke toko buku hari ini.
Mereka ingin membeli komik, bacaan kesukaan mereka. Harga komik Naruto
Agus Rp. 8.000,00 lebih mahal dari Doraemon Dimas. Jumlah harga komik
mereka Rp. 40.000,00. Agus mempunyai uang Rp.120.000. Berapakah harga
komik Agus?”.

9

Gambar 1.1 Proses Jawaban siswa
Dari penjelasan di atas jelas terlihat bahwa siswa tidak mampu
memecahkan soal matematika di atas, ini memiliki arti bahwa pengetahuan siswa
dalam pemecahan masalah matematika sangat rendah. Terlihat pada jawaban
siswa diidentifikasi berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah. Dari
indikator pemecahan masalah siswa tidak dapat menunjukkan pemahaman
masalah, siswa masih salah dalam memilih strategi/rencana pemecahan masalah.
Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan banyak siswa
mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa
yang diketahui serta yang ditanyakan dari soal tersebut, merencanakan
penyelesaian soal tersebut serta proses perhitungan atau strategi penyelesaian dari
jawaban yang dibuat siswa tidak benar juga siswa tidak memeriksa kembali
jawaban. Kenyatan lain juga menunjukkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa masih rendah, berdasarkan dari hasil penelitian Atun (2006)
mengatakan perolehan pretes untuk kemampuan pemecahan masalah matematika
pada kelas eksperimen mencapai rata-rata 25,84 atau 33,56% dari skor ideal,
begitu juga hasil penelitian Agustina (2011) mengungkapkan bahwa perolehan

10

pretes untuk kemampuan pemecahan masalah belajar dari 32 siswa hanya 18
siswa saja yang tuntas belajar atau 56,25% dari jumlah siswa.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa juga dapat dilihat dari
laporan Trend in International Mathematic and Sciense Study (TIMMS) yang
menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam pemecahan masalah
hanya 25% dibanding dengan negara-negara seperti Singapura, Hongkong,
Taiwan, dan Jepang yang sudah 75% serta berdasarkan hasil dari penelitian MIPA
yang melaporkan peringkat matematika Indonesia yang pesertanya SMP kelas 2
adalah: tahun 1999 peringkat 34 dan 38 peserta; tahun 2003 peringkat 34 dari 45
peserta; tahun 2007 peringkat 36 dari 48 peserta. Ketidakmampuan siswa
menyelesaikan masalah seperti di atas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan
pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa.
Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah
matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain

kemampuan

pemecahan

masalah

matematis,

juga

perlu

dikembangkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajarai matematika.
Pengertian sikap itu sendiri berkenan dengan perasaan (kata hati) dan
manisfestasinya berupa prilaku yang bersifat positif atau negatif terhadap objekobjek tertentu. Thurstone (dalam suherman, 1990) mendefenisikan sikap sebagai
derajat positif dan negatif terhadap suatu objek yang bersifat psikologis. Sikap
positif bisa diartikan menyukai, menyenangi, menunjang, atau memihak terhadap
suatu objek sedangkan sikap negatif bisa diartikan sebaliknya.

11

Pada kurikulum yang baru yaitu Kurikulum 2013 jelas disebutkan bahwa
tujuan pendidikan matematika dan penekanannya pada pembentukkan sikap siswa
seperti menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. Dengan kata
lain, dalam proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru hendaknya
menunjang pada pembentukan sikap positif siswa terhadap matematika. Menurut
Djadir (dalam Haji, 2005), sikap positif terhadap matematika perlu diperhatikan
karena berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika. Siswa yang
menyukai matematika prestasinya cenderung tinggi dan sebaliknya siswa tidak
menyukai matematika prestasinya cenderung rendah.
Sikap merupakan salah satu komponen dari aspek afektif, yang merupakan
kecenderungan seseorang untuk merespon secara positif atau negatif dari suatu
objek, subjek, konsep atau kelompok individu. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Thorndike atau Hegen (dalam Haji, 2005) yang menyatakan sikap sebagai
suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak kelompok-kelompok
individu, atau intuisi sosial tertentu/ Atiken (Chaerrany, 2007) menuliskan sikap
sebagai kecenderungan seseorang untuk respon secara potif atau negatif suatu
objek, situasi, konsep atau orang lain. Matematika dapat diartikan sebagai suatu
konsep atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara deduktif
aksiomatik. Hal ini dsapat disikapi oleh siswa berbeda-beda. Mungkin menerima
dengan baik atau sebaliknya.
Dengan demikian, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan
seseorang untuk menerima (suka) atau menolak (tidak suka) terhadap konsep atau
objek matematika. Bagi siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika

12

mimilik ciri antara lain: menyenangi matematika, terlibat sungguh-sungguh dalam
belajar matematika, memperhatikan guru dalam menjelaskan materi matematika.
Menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam
diskusi, dan mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah dengan tuntas dan selesai
pada waktunya (Ruseffendi: 1991: 234). Sedangkan siswa yang bersikap negatif
terhadap matematika antara lain: tidak menyenangi matematika, malas dalam
pembelajaran matematika, kurang memperhatikan guru dalam menjelaskan materi
matematika, jarang menyelesaikan tugas matematika, merasa cemas ketika
mengikuti matematika.
Menurut Ruseffendi (1991), minat seseorang terhadap matematika
merupakan salah satu faktor untuk mengetahui sikap seseorang terhadap
matematika. Artinya seseorang yang berminat dalam matematika akan
menumbuhkan sikap positif terhadap matematika. Untuk menumbuhkan minat
dan sikap positif seseorang terhadap matematika perlu diperhatikan antara lain
kegunaan matematika bagi kehidupan siswa dan cara guru menyampaikan materi
matematika kepada siswa. Jika siswa memandang bahwa matematika berguna
bagi kehidupannya maka minat dan sikap positif terhadap matematika akan
tumbuh pada dirinya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, tunjukkanlah bahwa
matematika banyak kegunaannya.
Ada banyak model pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya
menumbuh kembangkan kedua kemampuan tersebut, salah satu model
pembelajaran yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan
harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah model pembelajaran berbasis

13

masalah. Penerapan model pembelajaran berbasis yang bervariasi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa. Model
pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas dan belajar siswa. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan
pembelajaran yang dihadapkan siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang
tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan dirinya
Arends, 1997 (dalam Faisal, 2009: 12)
Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah salah
satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
Pendekatan berbasis masalah adalah pendekatan pengajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang
esensi dari mata pelajaran. Masalah kontekstual yang diberikan bertujuan untuk
memotivasi siswa, membangkitkan gairah belajar siswa, meningkatkan gairah
belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa tertarik
untuk belajar, menemukan konsep yang sesuai dengan materi pelajaran, dan
dengan adanya interaksi berbagai ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan
guru, maupun siswa dengan lingkungan siswa diajak untuk aktif dalam
pembelajaran.
Selain penggunaan model pembelajaran yang tepat, keberhasilan
pembelajaran bergantung pada kemampuan awal matematika siswa. Dengan
demikian, kemampuan awal merupakan salah satu faktor penting dalam

14

pembelajaran, sebagaimana dikatakan Adams & Bruce (dalam Lipson, 1982:244)
bahwa “comprehension is the use of prior knowledge to create new knowledge”.
Kemampuan awal matematika dapat digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu rendah,
sedang dan tinggi (Lambertus, dkk, 2014:605). Struktur matematika yang
hirarkies menuntut adanya kemampuan awal matematika yang tinggi agar siap
mempelajarai materi berikutnya, seperti yang dikatakan Uno (2011:131) bahwa:
“dalam belajar matematika harus dilakukan secara hierarkis”. Siswa terlebih
dahulu harus memahami materi prasyarat agar tidak mengalami kesulitan dalam
mempelajarai materi selanjutnya.
Dalam penelitian terdahulu seperti Herawati (2013: 38) kemampuan awal
siswa merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dalam mengikuti suatu pelajaran. Kemampuan awal yang dimiliki siswa
menggambarkan kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran. Menurut Ruseffendi
(1991) setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang
pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan
yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas),
tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan
lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan

artinya

pemilihan

model

pembelajaran

harus

dapat

meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen. Pada penelitian
Yamin (2008: 69) dengan mengetahui kemampuan awal matematika siswa maka
guru dapat menyusun strategi untuk memilih model atau pendekatan pembelajaran
yang tepat bagi siswa-siswinya.

15

Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi peneliti apakah kemampuan pemecahan
masalah dan sikap matematika siswa yang diberi dengan pembelajaran berbasia
masalah (PBM) dan pembelajaran biasa dipengaruhi oleh kelompok kemampuan
awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah). Ini merupakan suatu
permasalahan yang dicari solusi penyelesaiannya.
Dari Uraian penjelasan tersebut, peneliti berminat untuk melakukan
penelitian mengungkapkan apakah ada pengaruh pembelajaran berbasis masalah
(PBM) terhadap kemampuan pemecahan masalah dan sikap positif matematika
siswa yang pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh
karena itu penelitian ini berjudul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap positif matematik siswa
SMP Budi Murni 3 medan
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
didefenisikan bahwa masalah-masalah yang menyebabkan kurang berhasilnya
siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah, antara lain:
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah
2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih sangat rendah
yang ditunjukkan dari rendahnya hasil belajar matematika siswa
3. Sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika masih cenderung
negatif dengan adanya anggapan bahwa pelajaran matematika adalah
pelajaran yang sulit dan menakutkan, banyak menggunakan hitungan serta

16

dibutuhkan kecerdasan yang tinggi sehingga yang merasa kecerdasannya
rendah kurang termotivasi dalam belajar matematika.
4. Model pembelajaran selama ini masih menggunakan pembelajaran yang
berpusat pada guru bukan berpusat pada siswa
5. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru kurang mampu mengaktifkan
siswa, sehingga pembelajaran kurang menyenangkan. Guru selalu
menuntut siswa untuk belajar namun jarang memberikan pelajaran tentang
bagaimana menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan siswa
bagaimana cara menyelesaikan masalah
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi m.asalah di atas, maka perlu
adanya pembatasan masalah agar lebih fokus. Peneliti hanya meneliti tentang (1)
kemampuan pemecahan masalah; (2) Sikap matematis siswa yang dimaksud
dalam penelitian ini dibatasi pada sikap siswa terhadap matematika yang
dialaminya dan diukur dengan menggunakan dengan menggunakan pertanyaan
berupa angket berdasarkan taksonomi Bloom pada ranah afektif meliputi kemauan
menerima (receving), kemauan menanggapi (responding), berkeyakinan (valuing),
penerapan karya (organization), ketekunan dan ketelitian (characterization by a
value complex); (3) pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui model
pembelajaran berbasis masalah.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas yang menjadi rumusan masalah
adalah :

17

1. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa?
2. Apakah sikap positif siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis
masalah lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
terhadap sikap posif matematik siswa?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk menganalisis pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan pemecahan masalah
2. Untuk mengetahui apakah pengaruh sikap positif siswa terhadap
matematika dari siswa yang diajar melalui pendekatan pembelajaran
berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang dengan
pembelajaran biasa.
3. Untuk mengetahui interaksi antara pemebelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
4. Untuk mengetahui interksi antara pemeblajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap sikap positif matematik siswa.
1.6. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan
akan memberi hasil sebagai berikut :

18

1. Kepada peneliti, sebagai bahan acuan untuk dapat menerapkan model
pembelajaran yang paling sesuai dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah dan sebagai bahan acuan untuk penelitian lanjutan
2. Bagi guru, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan sikap positif matematika siswa juga sebagai
bahan masukan atau pertimbangan dalam melaksanakan proses belajar
mengajar
3. Kepada siswa, untuk meningkatkan aktivitas, prestasi, dan kemampuan
memecahkan suatu masalah matematika.
4. Sebagai informasi tentang alternatif pemebelajaran matematika bigi usahausaha perbaikan proses pembelajaran.

1.7.Defenisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, maka perlu
dikemukakan defenisi operasional berikut:
1. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran
yang ditunjukkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa dan memiliki langkah-langkah sebagai berikut: (1)
mengorientasikan siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa
belajar, (3) memberikan bantuan untuk menyelidiki, menganalisa secara
mandiri atau kelompok, (4) mengembangkan dan menampilkan hasil

19

karya, (5) menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah dan
mengobservasi sikap siswa.
2. Pembelajaran biasa (konvensional) adalah pembelajaran yang mengacuh
pada metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab, diskusi dan
penugasan. Siswa dalam hal ini kurang aktif mendapatkan informasi atau
konsep sebagai tujuan pembelajaran. Siswa bekerja secara individual atau
bekerjasama dengan teman sebangkunya, kegiatan terakhir siswa mencatat
materi yang diterapkan guru dan diberikan soal-soal sebagai pekerjaan
rumah.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses
memenuhi jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah,
yaitu (1) Memahami masalah, (2) Merencanakan penyelesaiannya/memilih
strategi penyelesaian yang sesuai, (3) Menyelesaikan masalah sesuai
strategi yang direncanakan, dan (4) Memeriksa kembali jawaban yang
diperoleh.
4. Sikap positif siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang
untuk merespon positif tentang objek matematika. Sikap siswa pada
pembelajaran matematika adalah kecenderungan untuk menerima atau
menolak pelajaran matematika, pemikiran, pendirian, perasaan dan
keyakinan seorang siswa terhadap matematika yang diungkap dengan: 1)
sikap terhadap mata pelajaran, 2) sikap terhadap mata pelajaran, 3) sikap
terhadap proses pembelajaran. Sikap siswa diukur dengan skala Likert

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan hal-hal berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya
menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada yang
pemebelajarannya menggunakan Pembelajaran biasa. Jadi ada pengaruh
pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa
2. Pengaruh sikap positif siswa terhadap matematika yang diajarkan dengan
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada sikap
siswa terhadap matematika yang diajarkan dengan Pembelajaran biasa,
diperoleh rata-rata sikap positif siswa terhadap matematika yang diajarkan
dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah 66,33
sedangkan rata-rata sikap positif siswa terhadap matematika yang
diajarkan dengan pembelajaran langsung adalah 61,43
3. Tidak ada interaksi antara pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan
awal (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap kemampuan Pemecahan
masalah matematik siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa dan
kemampuan awal matematik siswa tidak memberikan pengaruh secara
bersama-sama yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah

154

155

matematik. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik
disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan karena
kemampuan awal matematika siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi
antara pendekatan Pembelajaran Bermasis Masalah dan pembelajaran
Biasa
4. Tidak ada interaksi antara pembelajaran berbasis masalah siswa terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini juga diartikan
bahwa interaksi antara pedekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Pembelajaran Biasa tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama
yang signifikan terhadap sikap positif matematik siswa disebabkan oleh
perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal
5.2 Implikasi
Penelitian ini berfokus pada kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa dan sikap positif matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah
yang dilakukan mengacu pada pemberian masalah dunia nyata kepada siswa demi
mencapai penemuan terhadap konsep-konsep.
Hasil penelitian ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Oleh karena itu
kepada guru matematika di Sekolah Menengah Pertama diharapkan memiliki
pengetahuan teoritis maupun keterampilan menggunakan pembelajaran berbasis
masalah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah ini belum
banyak dipahami oleh sebagian besar guru matematika terutama para guru senior,

156

oleh karena itu kepada para pengambil kebijakan dapat mengadakan pelatihan
maupun pendidikan kepada para guru matematika yang belum memahami
pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah yang terjadi di kelas berlangsung
antaralain melalui sajian LAS berupa masalah dalam dunia nyata yang menarik
dan menantang, memaksimalkan kontribusi siswa. Beberapa implikasi yang perlu
diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran
berbasis masalah antara lain:
1.

Guru harus mampu membangun pola pikir siswa agar mampu memahami
masalah,

merencanakan

penyelesaian,

menyelesaikan

masalah

dan

memeriksa kembali dalam pemecahan masalah matematis.
2.

Diskusi dalam pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu sikap
positif matematis siswa yang mampu menumbuh kembangkan suasana kelas
menjadi dinamis, demokratis dan menimbulkan ras