Pengaruh Konsentrasi Tapioka Dan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis Dalam Pembuatan Edible Coating Pada Penyimpanan Buah Melon.

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI
ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA
PENYIMPANAN BUAH MELON

LUTHFI HADI CHANDRA
050305033

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI
ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA
PENYIMPANAN BUAH MELON

SKRIPSI

Oleh :

LUTHFI HADI CHANDRA
050305033

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI
ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA
PENYIMPANAN BUAH MELON

SKRIPSI

Oleh :
LUTHFI HADI CHANDRA
050305033/ TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh
gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI
ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA
PENYIMPANAN BUAH MELON

SKRIPSI

Oleh :
LUTHFI HADI CHANDRA
050305033


Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing :

Ir. Sentosa Ginting, MP
Ketua

Ir. Lasma Nora Limbong
Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Universitas Sumatera Utara


Judul Skripsi

Nama
NIM
Departemen
Program Studi

:

:
:
:
:

Pengaruh konsentrasi tapioka dan sorbitol sebagai zat
pemlastis dalam pembuatan edible coating pada
penyimpanan buah melon
Luthfi Hadi Chandra
050305033

Teknologi Pertanian
Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing :

Ir. Sentosa Ginting, MP
Ketua

Ir. Lasma Nora Limbong
Anggota

Mengetahui,

(Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
LUTHFI HADI CHANDRA : Pengaruh Konsentrasi Tapioka dan Sorbitol
Sebagai Zat Pemlastis dalam Pembuatan Edible Coating pada Penyimpanan Buah
Melon. Dibimbing oleh SENTOSA GINTING dan LASMA NORA LIMBONG.
Pelapisan buah dengan edible coating digunakan untuk memperlambat
penurunan mutu, karena edible coating dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas
oksigen (O 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ), difusi uap air serta komponen aroma.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi tapioka dan konsentrasi
sorbitol sebagai zat pemlastis yang terbaik dalam pembuatan edible coating pada
penyimpanan buah melon.. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak
lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi tapioka (P) : (4, 5, 6 dan 7 % w/v)
dan konsentrasi sorbitol (S) : (5, 6, 7 dan 8 % w/v). Parameter yang dianalisa
adalah kadar vitamin C, susut bobot, total asam, total padatan terlarut dan nilai
organoleptik (rasa dan tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali total asam
dan nilai organoleptik (rasa dan tekstur). Konsentrasi sorbitol memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Interaksi kedua
faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap susut bobot dan total

padatan terlarut. Konsentrasi tapioka 4 % w/v dan konsentrasi sorbitol 5 % w/v
menghasilkan edible coating yang lebih baik untuk penyimpanan buah melon.
Kata kunci : melon, edible coating, tapioka, sorbitol.

ABSTRACT
LUTHFI HADI CHANDRA : The Influence of Tapioca Concentration and
Sorbitol as Platicizer in the Making of Edible Coating for Melon Storage. Under
the supervision of SENTOSA GINTING and LASMA NORA LIMBONG.
Coating a fruit with edible coating is used to delay the quality decrease
because edible coating can be used as a barrier, for the diffusion of oxygen,
carbondioxside and water vapor as well as vapor and flavor component. The aim
of this research was to find the best tapioca concentration and sorbitol
concentration as the plasticizer in the making of edible coating for melon storage.
The research had been performed using factorial completely randomized design
with two factors, i.e.: tapioca concentration (P) : 4, 5, 6 and 7 % w/v) and
sorbitol concentration (S) : (5, 6, 7 and 8 % w/v). Parameter analyzed were
vitamin C content, weight lost, total acid, total soluble solid and organoleptic
values (taste and texture).
The result showed that tapioca concentration had highly significant effect
on all parameters except total acid and organoleptic values (taste and texture).

The sorbitol concentration had highly significant effect on all parameters. The
interaction of the two factors had highly significant effect on weight lost and total
soluble solid. The 4 % w/v tapioca concentration and 5 % w/v sorbitol
concentration produced the better edible coating for melon storage.
Keywords : melon, edible coating, tapioca, sorbitol.
i
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Luthfi Hadi Chandra, lahir di Payakumbuh pada tanggal 17 September
1987. Anak ketiga dari empat bersaudara dari ayahanda H. Chandra Warman dan
ibunda Hj. Yusniar Hamid, S.Pd. Beragama Islam.
Pada tahun 2002 penulis memasuki jenjang pendidikan SMA di
SMA Negeri 2 Payakumbuh dan lulus pada tahun 2005. Penulis memasuki
Departemen Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP
pada tahun 2005.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus IMTHP
(Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) pada tahun 2007-2008. Penulis

pernah mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PT. Multimas Nabati Asahan pada
bulan Juli-Agustus 2008.

ii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini
adalah ”Pengaruh Konsentrasi Tapioka Dan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis
Dalam Pembuatan Edible Coating Pada Penyimpanan Buah Melon”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Sentosa Ginting, MP, selaku
ketua komisi pembimbing dan Ir. Lasma Nora Limbong selaku anggota komisi
pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan
skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang tersayang Ayahanda Chandra, Ibunda Yusniar, Kakanda Artha dan Ratih
serta Adinda Wafi yang mendo’akan dengan tulus dan memberikan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang terkhusus untuk

Nurizni

Adinda,

selanjutnya

kepada

rekan-rekan

THP

angkatan

2005

seperjuangan, asisten Laboratorium AKBP dan Mikrobiologi serta semua pihak
yang telah ikut menyukseskan pelaksanaan penelitian penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.


Medan, September

Penulis

iii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK .................................................................................................
i
ABSTRACT ..................................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
1
Tujuan Penelitian .................................................................................
3
Kegunaan Penelitian.............................................................................
3
Hipotesis Penelitian ..............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
Edible Film ..........................................................................................
5
Zat Pemlastis ....................................................................................... 10
Tapioka ................................................................................................ 12
Bahan yang Ditambahkan..................................................................... 16
Melon ................................................................................................. 19
BAHAN DAN METODE
Bahan Penelitian .................................................................................. 23
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 23
Bahan Kimia ........................................................................................ 23
Alat Penelitian...................................................................................... 23
Metode Penelitian ................................................................................ 24
Model Rancangan ............................................................................... 25
Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 25
Pengamatan dan Pengukuran Data ........................................................ 27
Penentuan kadar vitamin C ............................................................. 27
Penentuan susut bobot ................................................................... 28
Penentuan total asam ...................................................................... 28
Penentuan total padatan terlarut ..................................................... 29
Organoleptik rasa dan tekstur ......................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Konsentrasi Tapioka terhadap Parameter yang Diamati .... 33
Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Parameter yang Diamati ....... 34
Kadar Vitamin C
Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap kadar vitamin C ................ 35
Pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap kadar vitamin C ................ 37
Pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan sorbitol terhadap
kadar vitamin C ............................................................................
38

iv
Universitas Sumatera Utara

v

Susut Bobot
Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap susut bobot ........................
Pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap susut bobot .......................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan sorbitol terhadap
susut bobot ...................................................................................
Total Asam
Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap total asam .........................
Pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap total asam ........................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan sorbitol terhadap
total asam .....................................................................................
Total Padatan Terlarut
Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap total padatan terlarut
Pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap total padatan terlarut ........
Pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan sorbitol terhadap
total padatan terlarut ......................................................................
Organoleptik Rasa dan Tekstur
Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap organoleptik rasa dan
tekstur ...........................................................................................
Pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap organoleptik rasa dan
tekstur ..........................................................................................
Pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan sorbitol terhadap
organoleptik rasa dan tekstur .........................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .........................................................................................
Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN ................................................................................................

39
41
42
44
44
46
46
48
50

52
54
55
56
57
58
61

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Hal

1.

Komposisi kimia buah melon / 100 g bahan ........................................

20

2.

Skala uji hedonik (Rasa) ......................................................................

29

3.

Skala uji hedonik (Tekstur) .................................................................

29

4.

Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap parameter yang diamati ............

33

5.

Pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap parameter yang diamati ..........

34

6.

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi tapioka terhadap
kadar vitamin C (mg/ 100 g) ...............................................................

35

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap
kadar vitamin C (mg/ 100 g) ................................................................

37

Uji LSR Efek utama pengaruh konsentrasi tapioka terhadap
susut bobot (%) ...................................................................................

39

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap
susut bobot (%) ...................................................................................

41

Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrsi tapioka dan sorbitol
terhadap susut bobot (%) .....................................................................

43

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap
total asam (%) ....................................................................................

45

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi tapioka terhadap
total padatan terlarut (0Brix) ................................................................

46

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap
total padatan terlarut (0Brix) .............................................................. .

48

Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrsi tapioka
dan sorbitol terhadap total padatan terlarut (0Brix) ...............................

50

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi tapioka terhadap
organoleptik rasa dan tekstur (Numerik) ..............................................

52

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap
organoleptik rasa dan tekstur (Numerik) ..............................................

54

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

vi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal

1.

Reaksi pembentukan D-sorbitol ............................................................. 12

2.

Skema ekstraksi tapioka ........................................................................ 30

3.

Skema pembuatan edible coating ........................................................... 31

4.

Skema pencelupan buah melon pada edible coating ............................... 32

5.

Grafik pengaruh konsentrasi tapioka terhadap kadar vitamin C ............... 36

6.

Grafik pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap kadar vitamin C .............. 38

7.

Grafik pengaruh konsentrasi tapioka terhadap susut bobot ...................... 40

8.

Grafik pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap susut bobot ..................... 42

9.

Grafik pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan
sorbitol terhadap susut bobot .................................................................. 44

10.

Grafik pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap total asam ....................... 46

11.

Grafik pengaruh konsentrasi tapioka terhadap total padatan terlarut ........ 48

12.

Grafik pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap total padatan terlarut ....... 49

13.

Grafik pengaruh interaksi antara konsentrasi tapioka dan
sorbitol terhadap total padatan terlarut .................................................... 52

14.

Grafik pengaruh konsentrasi tapioka terhadap organoleptik rasa dan
tekstur .................................................................................................... 53

15.

Grafik pengaruh konsentrasi sorbitol terhadap organoleptik rasa dan
tekstur .................................................................................................... 55

vii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal

1.

Data pengamatan analisa kadar vitamin C (mg/ 100 g) ..................

61

2.

Data pengamatan analisa susut bobot (%) ......................................

62

3.

Data pengamatan analisa total asam (%) ........................................

63

4.

Data pengamatan analisa total padatan terlarut (0Brix) ...................

64

5.

Data pengamatan analisa organoleptik rasa dan tekstur ..................

65

6.

Kandungan gizi buah melon sebelum perlakuan kontrol
(Tanpa pencelupan) ........................................................................

66

7.

Gambar buah melon yang dilapisi edible coating pada 0 hari..........

67

8.

Gambar buah melon yang dilapisi edible coating pada 7 hari .........

68

viii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
LUTHFI HADI CHANDRA : Pengaruh Konsentrasi Tapioka dan Sorbitol
Sebagai Zat Pemlastis dalam Pembuatan Edible Coating pada Penyimpanan Buah
Melon. Dibimbing oleh SENTOSA GINTING dan LASMA NORA LIMBONG.
Pelapisan buah dengan edible coating digunakan untuk memperlambat
penurunan mutu, karena edible coating dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas
oksigen (O 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ), difusi uap air serta komponen aroma.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi tapioka dan konsentrasi
sorbitol sebagai zat pemlastis yang terbaik dalam pembuatan edible coating pada
penyimpanan buah melon.. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak
lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi tapioka (P) : (4, 5, 6 dan 7 % w/v)
dan konsentrasi sorbitol (S) : (5, 6, 7 dan 8 % w/v). Parameter yang dianalisa
adalah kadar vitamin C, susut bobot, total asam, total padatan terlarut dan nilai
organoleptik (rasa dan tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali total asam
dan nilai organoleptik (rasa dan tekstur). Konsentrasi sorbitol memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Interaksi kedua
faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap susut bobot dan total
padatan terlarut. Konsentrasi tapioka 4 % w/v dan konsentrasi sorbitol 5 % w/v
menghasilkan edible coating yang lebih baik untuk penyimpanan buah melon.
Kata kunci : melon, edible coating, tapioka, sorbitol.

ABSTRACT
LUTHFI HADI CHANDRA : The Influence of Tapioca Concentration and
Sorbitol as Platicizer in the Making of Edible Coating for Melon Storage. Under
the supervision of SENTOSA GINTING and LASMA NORA LIMBONG.
Coating a fruit with edible coating is used to delay the quality decrease
because edible coating can be used as a barrier, for the diffusion of oxygen,
carbondioxside and water vapor as well as vapor and flavor component. The aim
of this research was to find the best tapioca concentration and sorbitol
concentration as the plasticizer in the making of edible coating for melon storage.
The research had been performed using factorial completely randomized design
with two factors, i.e.: tapioca concentration (P) : 4, 5, 6 and 7 % w/v) and
sorbitol concentration (S) : (5, 6, 7 and 8 % w/v). Parameter analyzed were
vitamin C content, weight lost, total acid, total soluble solid and organoleptic
values (taste and texture).
The result showed that tapioca concentration had highly significant effect
on all parameters except total acid and organoleptic values (taste and texture).
The sorbitol concentration had highly significant effect on all parameters. The
interaction of the two factors had highly significant effect on weight lost and total
soluble solid. The 4 % w/v tapioca concentration and 5 % w/v sorbitol
concentration produced the better edible coating for melon storage.
Keywords : melon, edible coating, tapioca, sorbitol.
i
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelapisan buah dengan edible coating merupakan salah satu teknik yang
digunakan untuk memperlambat penurunan mutu, karena edible coating dapat
berfungsi sebagai penahan (barrier) difusi gas oksigen (O 2 ), karbondioksida
(CO 2 ) dan uap air serta komponen flavour.
Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk
morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Bahan-bahan
tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikrobia,
antioksidan, flavour, pemlastis dan pewarna. Komponen pemlastis merupakan
bahan yang meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film, menghindari film
dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan zat terlarut,
dan meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis plasticizer yang dapat
digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol, lilin lebah, polivinil
alkohol dan sorbitol. Sedangkan komponen utama penyusun edible film
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit.
Hidrokoloid yang cocok digunakan dalam edible coating diantaranya
adalah bersumber dari protein, derivat sellulosa, alginat, pektin, pati dan
polisakaridanya. Dalam hal ini tapioka mengandung pati yang baik digunakan
sebagai edible coating. Tapioka memiliki pati yang baik karena memiliki warna
yanng tidak coklat kehitaman. Pati merupakan bagian dari karbohidrat jenis
polisakarida yang banyak digunakan sebagai sumber energi. Polisakarida penguat

1
Universitas Sumatera Utara

tekstur ini sulit dicerna tubuh namun memiliki serat-serat yang dapat
menstimulasi enzim-enzim pencernaan.
Kandungan serat dapat bersumber dari buah-buahan. Selain serat, di dalam
buah-buahan terkandung juga sumber nutrisi yang sangat diperlukan oleh tubuh
contohnya vitamin dan mineral. Banyak masalah kesehatan yang mungkin timbul
akibat kurang mengkonsumsi buah-buahan. Oleh karena itu mengkonsumsi buahbuahan adalah mutlak bagi tubuh dan kesehatan.
Dalam bentuk segar, tidak semua bagian dari buah itu yang dapat
dimakan. Sebagian besar buah-buahan mempunyai pelindung alami yang
melindungi bagian dalam buah-buahan itu sendiri, biasanya pelindung itu untuk
melindungi biji buah yang merupakan bakal tumbuhan yang baru, pelindung
biasanya disebut kulit. Pada sebagaian besar buah-buahan, kulitnya tidak dapat
dimakan dan terpaksa dibuang dan dipisahkan dari bagain yang dapat dimakan.
Misalnya kulit melon, pepaya dan durian.
Untuk dapat mengkonsumsi buah melon dalam bentuk segar, maka
terlebih dahulu dilakukan pengupasan kulit, memotong menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, kemudian biji yang berada di dalam buah itu dibuang. Mungkin
bagi orang yang mempunyai waktu yang cukup luang, mereka dapat melakukan
hal tersebut di atas sendirian, akan tetapi untuk sebagian masyarakat yang
mempunyai jadwal kegiatan yang padat, kegiatan yang dilakukan di atas akan
terasa menyita waktu dan dapat menikmati buah melon tersebut.
Kelemahan yang ditemui pada melon adalah singkatnya masa simpan yang
dimiliki. Kesegaran buah melon yang dapat dipertahankan apabila buah tersebut
telah dikupas dan terpotong hanya bertahan kurang lebih 2 hari pada suhu kamar.

Universitas Sumatera Utara

Perubahan yang terjadi antara lain perubahan kadar air yang menyebabkan melon
akan terlihat keriput dan penampilannya menjadi kurang menarik, perubahan
kandungan gula dan juga perubahan kadar vitamin C.
Untuk mengatasi kerusakan diatas, maka dilakukan pengemasan sebagai
usaha untuk memperpanjang masa simpan buah tersebut. Sebelum menentukan
pilihan jenis dan cara pengemasan yang akan dilakukan maka perlu diketahui
persyaratan kemasan yang dibutuhkan yaitu penampilan, perlindungan, fungsi,
harga serta biaya penanganan limbah kemasan.
Oleh karena itu, penggunaan edible coating dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengemas dengan memperhatikan sifat fisik dan kimia. Sifat fisik dari
edible coating adalah permeabilitas terhadap uap air yang relatif kecil.
Penanganan produk buah dengan edible coating (bahan yang dapat dimakan)
merupakan salah satu alternatif yang aman bagi kesehatan konsumen serta ramah
lingkungan. Selain mampu menurunkan kecepatan respirasi, edible coating juga
dapat ditambah senyawa antioksidan yang dapat mencegah pencoklatan enzimatis
buah. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan edible coating dalam
penyimpanan buah melon, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Konsentrasi Tapioka dan Sorbitol sebagai Zat Pemlastis dalam
Pembuatan Edible Coating pada Penyimpanan Buah Melon”.

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tapioka dan sorbitol sebagai zat
pemlastis dalam pembuatan edible coating pada penyimpanan buah melon.

Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber informasi tentang pengaruh edible coating pada
penyimpanan buah melon dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh konsentrasi tapioka dan sorbitol yang paling tepat untuk
menghasilkan edible coating yang tepat pada penyimpanan buah serta ada
interaksi antara kedua konsentrasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Edible Film
Edible film merupakan nama ilmiah bagi kemasan yang bisa dimakan. Saat
ini gencar dikembangkan bersamaan dengan kemasan yang gampang tururai atau
yang diberi nama biodegradable film. Edible film sudah sudah pasti tergolong
biodegradable film, namun tidak sebaliknya. Batasan makna kemasan bisa
dimakan bergantung pada proses peracikan, proses pengemasan dan segala
modifikasi perlakuan yang terkait. Jika bahan baku dan bahan racikannya adalah
bahan yang bisa dimakan dan hanya perubahan struktur bahan baku yang terjadi
selama proses pemasakan, perubahan pH atau modifikasi enzimatis, maka
kemasan tersebut digolongkan kemasan bisa dimakan (Bardant dan Dewi, 2007).
Pelapis edibel adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan
yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai
penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembapan, oksigen, lipid dan zat
terlarut), sebagai carrier bahan makanan (aditif) dan untuk meningkatkan
penanganan makanan (Krocha, 1994).
Beberapa makanan kadang-kadang dibungkus atau dilapisi dengan suatu
lapisan film yang dapat dimakan yang disebut edible film, misalnya permen dan
sosis. Lapisan film ini dapat melindungi makanan terhadap penguapan atau reaksi
dengan makanan lainnya. Beberapa bahan pelapis tersebut, misalnya gelatin dan
gum arab dapat dilapiskan pada makanan (Winarno, et al, 1980).
Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer
menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil. Penelitian edible film

5

Universitas Sumatera Utara

secara spesifik dilakukan untuk mencari pengganti plastik pembungkus bumbu
kering, yang akan menjadi sampah. Dengan plastik biodegradable, bungkus ini
dapat langsung dimasak dan tidak menjadi sampah (Pikiran Rakyat, 2009).
Kondisi penyimpanan buah-buahan segar telah dikenal dengan teknologi
baru, misalnya penyimpanan buah apel di dalam kemasan film edibel yang
fleksibel. Dengan teknik ini buah-buahan dapat disimpan dalam kondisi yang
lebih baik untuk jangka waktu yang lebih lama. Kemasan film yang digunakan
mempunyai kecepatan transimisi uap air yang rendah, pertukaran oksigen yang
baik dan pertukaran karbondioksida yang rendah terhadap udara di dalam ruang
penyimpanan. Kecepatan respirasi yang terjadi di dalam kemasan film menjadi
berkurang yang menyebabkan kehilangan air menjadi sedikit (Desrosier, 1988).
Film-film tertentu pada suhu rendah akan memiliki sifat permeabilitas
yang baik untuk hasil-hasil pertanian. Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa
pada musim lain dengan buah yang berbeda, edible film mungkin tidak dapat
mempertahankan atmosfer yang menguntungkan. Penggunaan kemasan film yang
ditutup rapat pada suhu rendah akan memperlihatkan adanya variasi kegiatan
metabolik hasil pertanian yang berbeda-beda (Pantastico, 1997).
Komponen pelapis edibel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
hidrokoloid, lipid dan komponen campurannya. Hidrokoloid yang cocok
diantaranya adalah protein, derivat sellulosa, alginat, pektin, pati dan
polisakaridanya. Lipid yang cocok adalah lilin, asilgliserol dan asam lemak.
Pelapis campuran dapat berbentuk bilayer, dimana lapisan yang satu hidrokoloid
bercampur dalam lapisan hidrofobik (Paramawati, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Pelapisan atau coating tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi juga
mencegah kontak antara makanan dengan logam yang dapat menghasilkan warna
atau cita rasa yang tidak diinginkan. Sebagai contoh misalnya warna hitam yang
dihasilkan dari reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada makanan yang
berasam rendah atau pemucatan pigmen merah pada sayuran atau buah-buahan
misalnya bit atau anggur karena reaksi dengan baja, timah dan aluminium. Bahan
yang digunakan sebagai pelapis adalah oleoresin, zat penolik, polibutadiena, epon,
vinil dan malam (honey wax). Yang paling banyak digunakan adalah oleoresin
dan

hampir

semua

pelapis

dibuat

dari

pelapis

buatan

(sintetik)

(Winarno, et al, 1980).
Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokolid diantaranya memiliki
kemampuan

yang

baik

untuk

melindungi

produk

terhadap

oksigen,

karbondiokasida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan dapat
meningkatkan kesatuan struktural produk (Syamsir, 2008).
Pelapis yang dibuat dari hidrokoloid mempunyai beberapa kekurangannya
yaitu bungkus dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi
uap air dan bungkus protein biasanya sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.
Pelapis edibel dari lipid mempunyai kelebihan yaitu baik digunakan untuk
melindungi produk konfeksioneri. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya
dalam bentuk murni sebagai pelapis terbatas, karena cukup banyak kekurangan
integritas dan ketahanannya (Paramawati, 2001).
Berbagai film yang mempunyai sifat larut air sangat cocok untuk jenis
makanan yang praktis atau dikenal dengan convenience foods. Sebagai contoh
adalah polivinil alkohol dan beberapa derivat selulosa, polisakarida lain (amilosa)

Universitas Sumatera Utara

serta kolagen. Amilosa film yan dibuat dari pati jagung yang banyak dimakan
banyak digunakan sebgai pembungkus permen. Kemasan yang dapat dimakan ini
dikenal dengan nama ediplex (Syarief dan Irawati, 1988).
Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan,
pencelupan, penyikatan dan penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak maupun
campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid
yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah protein (gelatin, kasein,
protein kedelai, protein jagung dan glutein gandum) serta karbohidrat (pati,
alginat, pektin,, gum arab dan modifikasi lainnya), sedangkan lipid yang
digunakan adalah lilin, gliserol dan asam lemak (Syamsir, 2008).
Aplikasi dari pelapis edibel dapat dilakukan dengan pencelupan dan
penyemprotan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran. Penelitian tentang
penggunaan pelapis edibel ini sudah dilakukan pada buah apel dan buah pir. Hasil
penelitian tersebut adalah diperoleh bahwa pelapis dari bahan carboxymethyl
cellulose ini dapat memperlambat perubahan warna dan menahan asam pada buah
(Krocha, et al, 1992).
Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas :
1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan.
Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada
permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil
laut.
2. Sebagai barrier.
Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh
berikut :

Universitas Sumatera Utara

Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang
membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan
barrier yang baik untuk absorbsi minyak pada bahan pangan yang digoreng,
sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di Jepang
bahan ini digunakan untuk menggoreng tempura.
Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung) dengan nama
dagang Z`coat TM (Cozean) dari Zumbro Inc., Hayfielf, MN terdiri dari zein,
minyak sayuran, BHA, BHT dan eti lakohol, digunakan untuk produk-produk
konfiksionari seperti permen dan cokelat.
Fry Shield yang dipatenkan oleh Kerry Ingradient, Beloit, WI dan
Hercules, Wilmington, DE, terdiri dari pektin, remah-remahan roti dan kalsium,
digunakan untuk mengurangi lemak pada saat penggorengan, seperti pada
penggorengan french fries.
Film Zein dapat bersifat sebagai barrier untuk uap air dan gas pada
kacang-kacangan atau buah-buahan, diaplikasikan pada kismis untuk sereal dan
sarapan siap santap (ready to eat-breakfast cereal).
3. Sebagai pengikat (Binding).
Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi
bumbu yaitu sebagai pengikat atau adesif dari bumbu yang diberikan agar dapat
lebih merekat pada produk. Pelapisan ini bergunak untuk mengurangi lemak pada
bahan yang dengan penambahan bumbu.
4. Sebagai Pelapis (Glaze).
Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari
produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan palapisan dengan telur.

Universitas Sumatera Utara

Keuntungan dari palapisan ini adalah dapat menghindari masuknya mikroba yang
dapat terjadi jika dilapisi dengan telur
(Julianti dan Nurminah, 2007).

Zat Pemlastis
Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk
morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama
penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan
komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible
film adalah antimikrobia, antioksidan, flavour dan pewarna. Komponen yang
meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film, menghindari film dari
keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan zat terlarut, dan
meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan
dalam pembuatan edible film adalah gliserol, lilin lebah, polivinil alkohol dan
sorbitol (Julianti dan Nurminah, 2007).
Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi
jika ditambahkan pada material lain sehingga dapat merubah sifat material
tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler dan
meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan
sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk
mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer
ditambahkan pada pembuatan edible film untuk mengurangi kerapuhan,
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu
rendah (Teknopangan dan Agroindustri, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang
ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer,
sekaligus meningkatkan flesibilitas dan sekstensibilitas polimer. Plasticizer larut
dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul
polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas (Tg), suhu kristalisasi atau
suhu pelelehan dari polimer. Pada daerah diatas Tg, bahan polimer menunjukkan
sifat fisik dalam keadaan lunak (soft) seperti karet, sebaliknya dibawah Tg
polimer dalam keadaan sangat stabil seperti gelas (Paramawati, 2001).
Rumus umum dari monosakarida sebagai C nH 2n O n atau (CH 2 O) n jika
dimulai dari n=3 maka terbentuklah deret, deret dengan gugus fungsi aldehid
disebut golongan aldosa dan deret dengan gugus fungsi keton disebut golongan
ketosa. Dari semua aldosa yang ada, yang perlu untuk diketahui adalah
gliseraldehid, eritrosa, treosa, ribosa, arabinosa, xilosa, liksosa, glukosa, manosa,
galaktosa, ribulosa, xilulosa dan fruktosa (Sulaiman, 1995).
Menurut Sulaiman, (1995), aldosa juga dapat direduksi, misalnya dengan
memakai H 2 atau NaBH 4 (Natrium borohidrida) atau dengan memakai enzim.
Dalam reaksi ini akan dihasilkan alkohol polihidroksida yang disebut dengan
alkohol gula (Sugar alkohol), misalnya D-sorbitol atau D-glusitol dari glukosa,
manitol dari manosa dan sebagainya.
Berikut reaksi pembentukan D-sorbitol ;
H2COH
H
22COH
HCOH
HCOH
HOCH
H 2 NaBH 4
HOCH
HCOH
HCOH
HCOH
enzim
HCOH
H
2COH
H
2
2COH
D-sorbitol
D sorbitol
Gambar 1. Reaksi pembentukan D-sorbitol
HC=C
HCOH
HOCH
HCOH
HCOH
H2COH
D-glukosa

Universitas Sumatera Utara

Tapioka
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan
merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia. Komposisi
amilopektin dan amilosa berbeda dalam pati berbagai bahan makanan.
Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar
pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai
amilosa

dan

amilopektin

tersusun

dalam

bentuk

semi

kristal,

yang

menyebabkannya tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh
amilase di pankreas (Almatsier, 2004).
Pati adalah cadangan makanan utama pada tanaman. Senyawa ini
sebenarnya campuran dua polisakarida, yaitu amilosa yang terdiri dari 70 hingga
350 unit glukosa yang berikatan membentuk garis lurus dan amilopektin yang
terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan membentuk struktur rantai
bercabang. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa. Pati berwarna putih, berbentuk
serbuk bukan kristal yang tidak larut dalam air dingin. Tidak seperti monosakarida
dan disakarida, pati dan polisakarida lain tidak mempunyai rasa manis. Hidrolisis
pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim (Gaman dan Sherrington, 1992).
Pati merupakan bentuk karbohidrat yang ditimbun di dalam tanaman dan
sebagai sumber energi pada makanan. Pati terdiri dari rantai molekul-molekul
glukosa yang panjang dengan 2 jenis, yaitu amilosa dari rantai molekul glukosa
yang panjang dan lurus serta amilopektin yang terdiri dari rantai molekul glukosa
yang lebih pendek dan bercabang. Apabila pati dipanasi dengan panas basah atau
direbus, butir-butir pati tersebut akan menyerap air dan mengembang dan diniding
sel-sel akan pecah (hancur) sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim-enzim

Universitas Sumatera Utara

pencerna. Amilopektin mempunyai sifat koloidal sehingga jika dipanaskan,
campuran air dengan pati akan menjadi kental (thickening). (Purba, et al, 1984).
Pati dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat pasta yang dimasak. Pati
serealia (jagung, gandum, beras dan sorghum) membentuk pasta kental yang
mengandung bagian-bagian pendek dan pada pendinginan membentuk gel yang
buram. Pati akar dan umbi (kentang, ketela dan tapioka) membentuk pasta sangat
kental dan mengandung bagian-bagian panjang. Pasta ini biasanya jernih dan pada
pendinginan hanya membentuk gel lunak. (deMan, 1997).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C, serta
apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang
dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang
tidak terlarut dinamakan amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan
ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan
ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5 dari berat total (Winarno, 1997).

Apabila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan
menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan
pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai
30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara
55 0C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah
pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati
dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada
kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu gelatinisasi
tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin

Universitas Sumatera Utara

lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadangkadang turun (Winarno, 1997).
Pada fraksinasi diketahui kandungan amilosa pati hanya sedikit,
perbadingan amilosa : amilopektin sekitar 1 : 3. beberapa varietas genetik dari
jagung, barley dan beras tidak mempunyai amilosa tetapi hanya amilopektin.
Namun lebih banyak jenis kacang polong, jagung dan barley yang mempunyai
karakteristik genotip dengan kandungan amilosa yang tinggi (60-80%)
(Whistler, et al, 1984).
Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut
dalam air dingin tetapi di dalam air panas dapat membentuk gel atau sol yang
bersifat kental. Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur
makanan dan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Penguraian tidak
sempurna dari pati dapat menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida
(Winarno, et al, 1980).
Meskipun suatu gel adalah sistem dispersi koloid zat cair dalam zat padat
namun tidak berarti zat cair sebagai fase dispersinya harus lebih sedikit daripada
zat padat sebagai medium dispersi. Pada kenyataannya malah dijumpai bahwa
persentase zat padat pada hampir semua gel adalah jauh lebih kecil dari pada
persentase zat cairnya. Semua gel mempunyai konsistensi padat atau hampir padat
dengan harga plastisitas yang tinggi. Dan gel pati merupakan golongan gel elastis,
reversibel yang dapat kembali membentuk sol (Sulaiman, 1995).
Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara
lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, gandum atau terigu, komposisi zat gizi tapioka cukup

Universitas Sumatera Utara

baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu
pewarna putih. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan
pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan seperti dalam pembuatan
puding, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging dan industri farmasi
(Teknopangan dan Agroindustri, 2008).
Tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena kandungan
patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air panas
dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Selain itu pemakaian tapioka
disukai karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral,
warna yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik (Somaatmadja, 1984).

Bahan yang Ditambahkan
Bahan baku yang ditambahkan dalam pembuatan edible film antara lain
antimikroba, antioksidan, flavour, pewarna dan plasticizer. Bahan antimikroba
yang umumnya sering digunakan adalah asam benzoat, asam askorbat, kalium
sorbat dan asam propionat. Antioksidan diperlukan untuk melindungi dari reaksi
oksidasi, degradasi dan pemudaran. Antioksidan yang sering digunakan berupa
senyawa asam dan senyawa fenolik. Senyawa asam yang digunakan antara lain
asam sitrat dan asam sorbat. Sedangkan senyawa fenolik yang dipakai adalah
BHA, BHT, propil galat, dan tokoferol. Plasticizer yang dipakai adalah sorbitol
(Mumtaaz, 2006).
Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi
lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari
biji-bijian dan makanan-makanan lain yang banyak mengandung lemak dan
mudah tengik. Contoh-contoh antioksidan misalnya butylated hidroxyanisol

Universitas Sumatera Utara

(BHA), butylated hidroxy-toluena (BHT), propil galat dan nondihydrogualaretic
(NDGA). Sulfur dioksida selain berfungsi sebagai pengawet juga digunakan
sebagai antioksidan (Winarno, et al, 1980).
Asam askorbat adalah antioksidan yang sekarang telah dapat dihasilkan
secara sintetik. Asam askorbat atau vitamin C ini bisa ditambahkan kedalam
daging sebagai antioksidan, tetapi tidak akan menambah nilai vitaminnya karena
asam askorbat akan rusak oleh pemanasan (Winarno, et al, 1980).
Vitamin C memegang peranan penting dalam metabolisme lemak, protein,
asam amino, besi dan tembaga serta dalam fungsi sel darah merah. Dalam bentuk
kimia aslinya, jika kering vitamin C adalah betul-betul stabil, akan tetapi jika
dalam bentuk larutan seperti halnya dengan vitamin C dalam bahan pangan, bahan
tersebut adalah yang paling tidak stabil. Vitamin C mudah rusak jika dibiarkan
terkena udara, panas, tembaga atau alkali (Suhardjo, et al, 1982).
Asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal putih dan sangat larut
dalam air. Dalam semua vitamin, asam askorbat adalah yang paling mudah rusak.
Asam askorbat sangat larut dalam air dan oleh karena itu terlarutkan ke dalam air
masakan. Asam askorbat juga mudah teroksidasi. Oksidasinya sangat cepat
apabila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar serta logamlogam berkadar sangat rendah seperti seng, besi dan terutama tembaga
(Gaman dan Sherrington, 1992).
Bahan-bahan yang termasuk kedalam bahan pengental diantaranya adalah
gum, pati, dekstrin, turunan-turunan dari protein dan bahan-bahan lainnya yang
dapat menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampur
dengan air untuk membentuk kekentalan tertentu atau gel. Beberapa makanan

Universitas Sumatera Utara

misalnya saus selada, susu cokelat, jeli, puding dan lain-lainnya adalah makanan
yang mengandung bahan pengental misalnya gum arab, CMC (carboxymethyl
cellulose), karagenan, pektin, amilosa dan gelatin (Winarno, et al, 1980)
Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan eter polimer linier dan berupa
senyawa anion yang bersifat biodegredable, tidak berbau, tidak berwarna, tidak
beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air, memiliki rentang pH sebesar
6,5-8,0 dan stabil pada rentang pH 2-10. Karboksimetil selulosa berasal dari
selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam
monokloroasetat dengan katalis berupa senyawa alkali. Karboksimetil selulosa
juga merupakan senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti kalarutan,
reologi dan adsorpsi dipermukaan (Deviwings, 2008).
Turunan selulosa yang dikenal dengan carboxylmetyl cellulose (CMC)
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Misalnya pada pembuatan es krim. Pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur
dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai
dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. CMC memiliki
gugus karboksil, maka viskositasnya dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimum
adalah 5 dan apabila pH terlalu rendah (